Disusun Oleh:
NIM : 60800121026
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul sejarah perkembangan dan perencanaan wilayah
dan kota dalam aspek penanganan kumuh tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Sejarah Perkembangan Kota. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Sejarah Perkembangan dan
Perencanaan Wilayah Kota.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
PENDAHULUAN
1. Permukiman tersebut dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel karena adanya
pertumbuhan penduduk alamiah maupun migrasi yang tinggi dari pedesaan.
2. Perkampungan tersebut dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah atau berproduksi
subsistem yang hidup di bawah garis kemiskinan.
3. Perumahan di permukaan tersebut berkualitas rendah atau masuk dalam kategori kondisi
rumah darurat (substandart housing conditions), yaitu bangunan rumah yang terbuat dari
bahan-bahan tradisional, seperti bambu, kayu, alang-alang, dan bahan sepat hancur lainnya.
4. Kondisi kesehatan dan sanitasi yang rendah, perkampungan miskin memang
selalu ditandai oleh persebaran penyakit menular dan lingkungan fisik yang
jorok.
5. Langkanya pelayanan kota (urban service) seperti air minum, fasilitas MCK,
listrik, sistem pembuangan kotoran dan sampah, dan perlindungan kebakaran.
6. Pertumbuhannya tidak terencana sehingga penampilan fisiknya tidak teratur dan
terurusdalam hal bangunan, halaman, dan jalan-jalan, sempitnya ruang antar
bangunan,terbuka sama sekali.
7. Penghuni permukiman miskin ini mempunyai gaya hidup pedesaan karena sebagian besar
penghuninya merupakan migran dari pedesaan yang masih mempertahankan pola kehidupan
tradisional, seperti hubungan-hubungan yang bersifat pribadi dan gotong royong.
8. Munculnya perilaku menyimpang seperti pencurian, pelacuran, kenakalan, perjudian dan
kebiasaan minum-minuman keras sebagai ciri lainnya perkampungan miskin tersebut. Tetapi
karena permukiman lapisan masyarakat lainnya juga terjadi pola-pola perilaku menyimpang
tersebut, maka kurang tepat kiranya bila hal itu dijadikan sebagai ciri khas permukiman
miskin.
Tingkat permukiman kumuh kota dapat diukur dengan variabel – variabel yang
menyebabkan kekumuhan. Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
kriteria permukiman kumuh merupakan kriteria yang digunakan untuk menentukan kondisi
kekumuhan pada perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Kriteria perumahan kumuh dan
permukiman kumuh ditinjau dari Kondisi fisik bangunan dan sarana prasarana, yaitu :
a. Kondisi bangunan
b. Jalan lingkungan
c. Penyediaan air minum
d. Drainase lingkungan
e. Pengelolaan air limbah
f. Pengelolaan persampahan
g. Proteksi kebakaran
Berdasarkan beberapa kriteria permukiman kumuh di atas, yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu kriteria permukiman kumuh menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat karena ini merupakan kriteria terbaru dan telah disahkan oleh pemerintah.
Adapun kriteria menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ditinjau dari:
1. Bangunan gedung.
Bangunan gedung merupakan bangunan rumah sebagai tempat tinggal bagi
penghuninya. Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung yaitu:
a. Ketidakteraturan Bangunan
Ketidakteraturan bangunan merupakan bangunan permukiman yang tidak memenuhi
ketentuan tata bangunan dalam Rencana Detil Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan
Lingkungan, paling sedikit pengaturan bentuk, besaran, perletakan, dan tampilan bangunan
pada suatu zona. Ketidakteraturan bangunan juga ditinjau dari ketidak memenuhan ketentuan
tata bangunan dan tata kualitas lingkungan dalam RTBL mengenai pengaturan blok
lingkungan, kapling, bangunan, ketinggian dan elevasi lantai, konsep identitas lingkungan,
dan wajah jalan.
b. Tingkat kepadatan bangunan
Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan
ketentuan keteraturan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata
ruang seperti Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maupun Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
yang melebihi Rencana Detil Tata Ruang (RDTR).
c. Kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat
Kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat yaitu kondisi bangunan gedung
permukiman yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis. Adapun persyaratan teknis yang
dimaksud yaitu mengenai pengendalian dampak lingkungan, keselamatan bangunan gedung,
kesehatan bangunan gedung, kenyamanan bangunan gedung.dan pembangunan bangunan
gedung diatas atau dibawah tanah, air, maupun sarana dan prasarana umum.
2. Jalan lingkungan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan yitu jaringan jalan lingkungan tidak
melayani seluruh lingkungan permukiman, dan kualitas permukaan jalan lingkungan yang
buruk yaitu terjadi kerusakan pada permukaan jalan sehingga mengganggu kenyamanan
aksesibilitas lingkungan permukiman.
3. Penyediaan air minum
Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum yaitu ketidaktersediaan akses
aman air minum yaitu kondisi dimana penduduk di lingkungan permukiman tidak dapat
mengakses air minum yang memenuhi standar kesehatan, dan tidak terpenuhinya kebutuhan
air minum setiap individu dalam lingkungan permukiman yaitu 60 liter/hari.
4. Drainase lingkungan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari drainase lingkungan yaitu drainase lingkungan tidak
mampu mengalirkan limpasan air huan sehingga menimbulkan genangan dengan tinggi lebih
dari 30 cm selama lebih dari 2 jam dan terjadi lebih dari 2 kali setahun, ketidaktersediaan
drainase baik saluran tersier maupun saluran lokal, drainase lokal tidak terhubung dengan
sistem drainase perkotaan pada hierarki di atasnya sehingga menyebabkan air tidak dapat
mengalir dan menimbulkan genangan, drainase lingkungan permukiman tidak terpelihara
dengan baik sehingga pada saluran drainase terjadi akumulasi limbah padat dan cair,
kontruksi drainase lingkungan yang buruk yaitu berupa galian tanah tanpa material pelapis
maupun kontruksi yang telah rusak.
5. Air limbah
Kriteria pengelolaan ditinjau dari air limbah yaitu sistem dan sarana prasarana
pengelolaan air limbah yang tidak sesuai dengan standar teknis yang berlaku yaitu tidak
memiliki sistem yang memadahi seperti kakus/kloset yang terhubung dengan tangki septik
baik secara individual maupun komunal, tidak tersedianya sistem pengolahan air limbah
setempat atau terpusat.
6. Pengelolaan persampahan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan yaitu prasarana dan sarana
persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis seperti tempat sampah dengan pemilahan
sampah pada skala domestik atau rumah tangga, tempat pengumpulan sampah dengan sistem
3R (reduce, reuse, recycle), gerobak atau truk sampah pada skala lingkungan, tempat
pengolahan sampah terpadu pada skala lingkungan. Sistem pengelolaan persampahan yang
tidak memenuhi persyaratan teknis pada lingkungan permukiman yaitu pewadahan dan
pemilahan domestik, pengumpulan lingkungan, pengangkutan lingkungan, dan pengolahan
lingkungan. Tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan sehingga
terjadi pencemaran lingkungan sekitar oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah, maupun
jaringan drainase.
7. Proteksi kebakaran
Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran yaitu kondisi dimana
ketidaktersediaan pasokan air yang diperoleh dari sumber alam dan buatan, jalan lingkungan
yang memudahkan masuk keluarnya kendaraan pemadam kebakaran, sarana komunikasi
untuk pemberitahuan terjadi kebakaran, data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungsn
mudah diskses.
II.4 Perubahan Lingkungan Permukiman Kearah Kekumuhan
II.4.1 Fenomena Kekumuhan Lingkungan Permukiman
Seiring dengan pertumbuhan kehidupan manusia baik ekonomi, sosial maupun budaya
maka manusia berkeinginan untuk memiliki kehidupan dan status yang lebih baik yaitu
dengan mengadakan perubahan-perubahan, seperti gaya hidup dan bentuk hunian yang
mereka tinggali. Pertumbuhan berarti pula berubah baik bentuk dan ukurannya. Tidak
dimungkinkan pertumbuhan ukuran dengan tidak menyebabkan perubahan bentuk fisiknya.
Dengan bertambahnya jumlah penghuni rumah dan dengan bertambahnya penghasilan
mereka membuat ruang-ruang baru. Perubahan hunian ini akan merubah wajah suatu hunian.
Hal ini akan berpengaruh pada penyediaan fasilitas sarana prasarana lingkungan yang harus
bertambah juga jika jumlah permukiman bertambah. Selain hal tersebut di atas, faktor
kemiskinan juga sangat berpengaruh pada kualitas lingkungan fisik permukiman. Karena
dana yang terbatas dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, maka
masyarakat kurang mampu tidak dapat memperbaiki maupun memelihara bangunan rumah
hunian mereka. Yang akan berakibat pada kekumuhan lingkungan permukiman. Menurut
Constantinos A. Doxiadis dalam bukunya An Introduction To The Science Of Humman
Settlementa menyebutkan bahwa mempelajari tentang kawasan Perumahan Permukiman
tidak hanya mempelajari area terbangun dan area terbuka saja tetapi juga fungsi dari kawasan
tersebut. Oleh karenanya dalam mempelajari tentang perumahan permukiman atau fungsinya,
kita juga harus mengetahui hubungan kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar di luar
kawasan tersebut dan mengetahui jalur transportasi yang menghubungkan kawasan tersebut
dengan kawasan lainnya. Karena aktifitas disekitar kawasan permukiman juga sangat
mempengaruhi fungsi dari permukiman.
II.4.2 Bentuk Perubahan Lingkungan
Permukiman Kearah Kekumuhan Ada dua pendekatan dalam menangani lingkungan
kumuh ini menurut Drs. Komarudin, MA (1997: 85) yaitu:
1. Penggunaan/pemindahan teknologi (technological transfer) dan
2. Penangannan sendiri (self reliant technology)
Dalam kaitannya dengan dua hal tersebut diatas ada tujuh belas hal sulitnya menangani
masalah lingkungan permukiman ini:
1.High rise building (bangunan tinggi) yang akan ditangani oleh penghuni yang tergusur,
memerlukan biaya yang besar karena biaya yang digunakan bukan hanya untuk membangun
kamar tidur saja.
2.Peremajaan lingkungan kumuh, yang merupakan proyek yang besar (large project). Jadi
harga dipertimbangkan dengan matang dan harus dipikirkan masak-masak karena
menyangkut banyak orang yang akan digusur atau dimukimkan kembali,
3.Adanya dualisme antara peremajaan lingkungan dengan penataan lingkungan. Penghuni
rumah kumuh biasanya masih lebih senang tinggal di rumah kumuhnya daripada di rumah
sewa bertingkat (rusunawa).
4.Banyak peremajaan lingkungan kumuh yang tidak melalui survey sosial (social survey)
tentang karakteristik penduduk yang akan tergusur.
5.Banyak peremajaan lingkungan kumuh yang kurang memperhatikan kelengkapan
lingkungan seperti taman, tempat terbuka, tempat rekreasi, sampah, pemadam kebakaran dan
tempat bermain anak. Karena hal tersebut memerlukan biaya besar.
6. Tenaga yang bergerak di dalam program peremajaan lingkungan kumuh tidak profesional.
7.Penggusuran (squater clearance) sering diartikan jelek, padahal pemerintah berusaha
meremajakan lingkungan dan memukimkan penduduk ke lingkungan yang lebih baik.
8.Keterbatasan lahan (land shortage). Dalam melaksanakan peremajaan lingkungan
kumuh harus memilih lokasi yang tepat dan disesuaikan dengan tujuannya dan konsumen
yang akan menempati.
9.Belum kuatnya dana pembangunan perumahan (no housing finance).
10.Perlu lingkungan hidup yang baik (the nice environment).
11.Perlu diciptakan kebersamaan antar warga.
12.Belum berkembangnya prinsip relationship. Dalam melakukan peremajaan lingkungan
kumuh, harus dilakukan pendekatan yang manusiawi tanpa kekerasan.
13.Sulitnya menegakkan hukum (upholding the law) Akan diperlukan waktu yang lama untuk
mengubah pola hidup masyarakat kumuh untuk dibawa ke lingkungan permukiman yang
teratur.
14.Perlu adanya informasi kepemilikan, di lingkungan kumuh masyarakat merasa memiliki
rumah tapi di lingkungan yang baru mereka harus menyewa, jadi perlu diadakan penyuluhan
yang terus menerus.
15.Mawas diri (knowing our limit) Jika dana terbatas hendaklah jangan mengadakan
peremajaan secara besar-besaran. Mungkin bisa diadakan pendekatan dengan dua tahap yaitu
penataan lingkungan dan peremajaan pada bagian yang sangat kumuh.
16.Perlu koordinasi terpadu, dimana semua instansi terkait harus mensukseskan program
peremajaan lingkungan kumuh ini.
17. Pengelola program peremajaan lingkungan kumuh ini harus berpandangan obyektif dan
luas serta harus melihat kepentingan pemerintah dan masyarakat yang bersangkutan.
III.1 Kesimpulan
Beberapa hal penting yang direkomendasikan untuk menyelesaikan persoalan
permukiman kumuh di perkotaan adalah sebagai berikut : Pertama, mengimplementasikan
pendekatan yang didasarkan pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Kedua,
mengakomoadasi secara komprehensif tentang tata guna lahan. Ketiga, mengelola mobilitas
penduduk yang mengarah pada pemerataan antara desa dan kota. Keempat, pemanfaatan
energi terbarukan secara optimal. Kelima, menginisiasi kegiatan yang berdampak pada
peningkatan ekonomi perkotaan. Keenam, merancang skema terbaik yang terkait dengan
aspek sosial, Ketujuh, menyediakan aksesibilitas yang menjangkau di perdesaan dan
perkotaan.
III. 2 Saran
Diharapkan dengan adanya pengetahuan tentang adanya kawasan kumuh diperkotaan,
kita sebagai mahasiswa dapat memberi solusi yang baru yang dapat menyelesaikan
permasalahan masyarakat yang berada di kawasan kumuh agar dapat hidup sebagaiman
mestinya, baik dalam hal kesehatan lingkungan maupun kesehatan badan.
DAFTAR PUSTAKA
Muta’ali, Lutfi dan Arif Rahman Nugroho. 2016. Perkembangan Program Penanganan
Permukiman Kumuh di Indonesia dari Masa ke Masa. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.