Anda di halaman 1dari 152

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pesatnya laju pertumbuhan penduduk perkotaan, baik karena pertumbuhan
penduduk perkotaan itu sendiri maupun karena urbanisasi merupakan gambaran
mengenai lingkungan dan kehidupan perkotaan akan semakin menjadi tumpuan
perkembangan peradaban dan kebudayaan umat manusia. Pada tahun 2012,
jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan diperkirakan telah
mencapai 54 persen. Jika jumlah penduduk Indonesia sudah dari 240 juta, artinya
paling sedikit ada 129,6 juta orang menghuni perkotaan. Diproyeksikan, bahwa
pada tahun 2025 nanti, sekitar 68 persen penduduk Indonesia akan tinggal di
perkotaan.

Bertambahnya jumlah penduduk perkotaan berbanding lurus dengan


kebutuhan akan hunian dan ruang terbuka hijau. Sedangkan pembangunan
perkotaan di Indonesia semakin hari mengalami perkembangan yang tidak
berkelanjutan karena perlombaan spekulasi tanah dan pembangunan perumahan
horizontal menyebabkan konversi lahan secara besar-besaran yang ditunjang
dengan tingginya jumlah penduduk baik itu masyarakat asli ataupun pendatang,
lahan yang seharusnya produktif digunakan untuk pertanian atau ruang terbuka
hijau, beralih menjadi terbangun, jika terus menerus, akan terjadi kelangkaan
tanah. Kelangkaan tanah akan berpengaruh terhadap tingginya harga tanah dan
tingginya fixed cost dalam pembangunan hunian.

Permasalahan penyediaan perumahan dan permukiman khususnya bagi


masyarakat berpenghasilan rendah menjadi bersifat kompleks. Pembangunan
perumahan skala besar tidak dapat dilakukan serentak karena harus berhadapan
dengan masalah pertahanan. Karena ketidakmampuan masyarakat berpenghasilan
rendah untuk memenuhi tempat tinggal, maka timbul hunian yang tidak layak
huni dan tidak didukung sarana dan prasarana perumahan yang memadai.
Sehingga terbentuklah kawasan permukiman padat dan kumuh yang tumbuh tanpa
ada perencanaan infrastruktur dan jaringan ekonomi kota.

1
Penyelenggaraan rumah susun sederhana sewa maupun milik adalah upaya
yang ditempuh oleh pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan akan hunian yang
layak dan mengatasi kekumuhan. Masyarakat berpenghasilan rendah yang
selanjutnya disingkat MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan
daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh
rumah (Pasal 1 Angka 24 UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman). Masyarakat berpenghasilan rendah yang selanjutnya
disebut MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli
sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh sarusun umum
(Pasal 1 angka 14 UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rusun). Masyarakat
berpenghasilan rendah, menurut Permen Perumahan Rakyat No. 7 Tahun 2007,
bahwa kelompok masyakarat yang berpenghasilan antara Rp 1.200.000 sampai
dengan Rp 4.500.000, dengan pengelompokan sebagai berikut :

Kelomok Sasaran Batas Penghasilan (Rp/Bulan)


I 3.500.000 < penghasilan ≤ 4.500.000
II 2.500.000 < penghasilan ≤ 3.500.000
III 1.200.000 < penghasilan ≤ 2.500.000

Kota Makassar sebagai Gateway Indonesia Timur, secara geografis terletak


pada posisi strategis karena berada dipersimpangan jalur lalu lintas dari arah
selatan dan utara dalam provinsi di Sulawesi dan wilayah kawasan barat dan
kawasan Indonesia timur, menjadi suatu kota yang mempunyai pertumbuhan dan
perkembangan semakin maju. Menimbulkan berbagai implikasi yang menyangkut
industrial, mobilitas manusia terus meningkat, diskonkurensi masalah
kependudukan terhadap daya dukung yang makin melebar, juga dengan adanya
peningkatan jumlah penduduk.

Tabel 1.1 Pertumbuhan Penduduk Kota Makassar dan Sulawesi Selatan

Wilayah 2014 2015 Pertumbuhan


Kota Makassar 1.429.242 jiwa 1.449.401 jiwa 1,41 %
Provinsi Sulawesi 8.432.163 jiwa 8.520.304 jiwa 1,05 %
Selatan

2
Dampak dari implikasi tersebut, kebutuhan akan kawasan perumahan
permukiman yang semakin besar dengan lahan yang terbatas menciptakan
kawasan permukiman kumuh yang besar di Kota Makassar. Berdasarkan data
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Makassar, sebanyak
432.115 jiwa atau 131.299 kepala keluarga (kk) dari total penduduk Kota
Makassar sekitar 1,4 juta orang hidup masih hidup dan menetap dalam kawasan
permukiman kumuh. Besaran luasan permukiman kumuh di masing-masing
kecamatan berbeda-beda, tetapi kawasan kumuh terbesar tercatat berada di
Kecamatan Tallo, Mariso, Tamalate.

Gambar 1.2 Kepadatan bangunan di Kota Makassar


Sumber: google earth, diakses 26 September 2017

Rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Mariso yang diresmikan dan dihuni
sejak tahun 2007, dibangun di kawasan kumuh dan padat penduduk untuk
mengatasi masalah kekumuhan di Kecamatan Mariso. Masyarakat penghuni
rumah susun tersebut dulunya adalah penghuni permukiman kumuh di kecamatan
Mariso. Rusunawa Mariso berdiri dilahan seluas 1,2 hektar dibangun 288 unit
yang terdiri dari ruang tamu, satu kamar tidur, satu kamar mandi dan daur.
terdapat 6 twin blok dan setiap blok terdiri atas 4 lantai yang memiliki perbedaan
biaya sewa setiap lantainya.

3
Gambar 1.3 Tampak fasad rusunawa Mariso
Sumber: dokumentasi penulis, 2017

Keterbatasan area menjemur di dalam hunian, sehingga penghuni membuat


jemuran di luar unit hunian mereka dengan membentangkan tali ataupun
menjemur pakaian di pagar pembatas. Selain itu, di dalam saluran drainase
banyak terdapat sampah dan tidak ada wadah sampah pada tiap unit satuan rumah
susun, serta penghuni membuah sampah di sembarang tempat. Kondisi
lingkungan fisik yang tidak terawat dengan baik menimbulkan kesan kumuh.

Gambar 1.4 Jemuran pakaian dan drainase penuh dengan sampah


Ditinjau dari aspek ekonomi, karena keterbatasan luasan unit pada rumah
Sumber: dokumentasi penulis, 2017
susun sehingga menyebabkan ruang ekonomi yang memungkinkan untuk
dimanfaatkan pada unit hunian adalah hanya sebagai area jualan. Area tangga
utama juga dimanfaatkan untuk fungsi ekonomi karena dimensi ruangnya yang
cukup lapang dengan lokasi yang strategis, sebagai jalur utama sirkulasi di rumah
susun.

4
Gambar 1.5 Unit hunian sebagai fungsi ekonomi dan aktivitas area tangga
Sedangkan ditinjau Sumber:
dari aspek aktivitas sosial
dokumentasi penghuni,
penulis, 2017 tempat melakukan
aktivitas sosial oleh warga rumah susun memanfaatkan ruang-ruang kosong yang
memungkinkan, seperti selasar dan area tangga utama. Berbeda dengan orang
dewasa, anak-anak lebih banyak memanfaatkan area rumah susun sebagai area
sosial mereka untuk bermain dengan teman sebayanya, antara lain, selasar, tangga
utama, tangga darurat dan area bersama.

Tujuan pembangunan rumah susun yakni (a) menjamin terwujudnya rumah


susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman,
harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna
membangun ketahanan ekonomi,sosial, dan budaya; (b) meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka
hijau di kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan
memperhatikan prinsip pembanguan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
(pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rusun). Namun standar
pembangunan rumah susun secara teknis belum dibarengi dengan standar
kenyamanan tinggal. Padahal rusunawa diharapkan mampu mengembangkan atau
meningkatkan kualitas hidup penghuninya. Fakta di lapangan menunjukkan
bahwa kondisi rusunawa mengalami penurunan kualitas lingkungan hunian
secaraa fisik maupun non fisik. Hal ini bisa disebabkan oleh prasarana yang
kurang memadai, perilaku penghuni itu sendiri, ataupun manajemen yang kurang
bagus dalam mengelola rusunawa.

5
Menurut Metallinou (2006), bahwa pendekatan ekologi pada rancangan
arsitektur atau eko arsitektur bukan merupakan konsep rancangan bangunan hi-
tech yang spesifik, tetapi konsep rencangan bangunan menekankan pada suatu
kesadaran dan keberaniaan sikap untuk memutuskan konsep rancangan bangunan
yang menghargai keberlangsungan ekosistem di alam. Pendekatan dan konsep
perancangan arsitektur seperti ini untuk merancang rumah susun sederhana bagi
masyarakat berpenghasilan rendah diharapkan mampu melindungi alam dan
ekosistem didalamnya dari kerusakan yang lebih para dan juga dapat menciptakan
kenyamanan bagi penghuninya secara fisik, sosial, dan ekonomi.

B. Permasalahan
1. Non-Arsitektural
Pembangunan rumah susun sebagai upaya pemenuhan hunian yang layak
dan mengatasi kekumuhan, faktanya mengalami penurunan fisik dan non fisik
disebabkan oleh prasarana yang kurang memadai, perilaku penghuni itu
sendiri, ataupun manajemen yang kurang bagus dalam mengelola rusunawa.

2. Arsitektural

Bagaimana perencanaan dan perancangan rumah susun untuk mewadahi


kegiatan-kegiatan mereka agar tercapai kenyamanan lingkungan fisik dan non
fisik dengan pendekatan eko-arsitektur yang dimulai dari menentukan lokasi,
tapak, sarana dan prasarana, pemilihan material bangunan, sistem struktur,
dan sistem utilitas pada rumah susun ?

C. Tujuan dan Sasaran


1. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan landasan perencanaan
dan perancangan arsitektur ini yaitu untuk menyajikan, mencari serta
menganalisis informasi dan data mengenai perencanaan dan perancangan
rumah susun. Agar dapat menghasilkan sebuah desain yang sesuai dengan
standar dan konsep yang digunakan.

6
2. Sasaran
Sasaran difokuskan pada transformasi desain rumah susun berdasarkan
pada konsep-konsep arsitektural dengan menerapkan prinsip-prinsip arsitektur
ekologis.

D. Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan berada pada disiplin ilmu arsitektur yang berkaitan
dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai yaitu pembahasan tentang konsep
bangunan rumah susun sebagai hunian yang layak bagi masyarakat
berpenghasilan rendah

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan terdiri dari beberapa bagian dari masing-masing bab
yang akan membahas, menguraikan dan menganalisis pokok permasalahan yang
berbeda. Sehingga gambaran isi dari proposal perancangan tugas akhir, maka
penulis sertakan isi atau poin-poin secara garis besar sebagai berikut;

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang pembahasan mengenai latar belakang, permasalahan non
arsitektural dan permasalahan arsitektural, tujuan dan sasaran, lingkup
pembahasan serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM


Bab ini berisi literatur-literatur yang berupa teori, standar, peraturan atau
kebijakan yang berkaitan dengan judul mulai dari pembahasan makro ke
pembahasan mikro serta pembahasan studi banding rumah susun

BAB III TINJAUAN KHUSUS


Bab ini berisi uraian pembahasan mengenai tinjauan khusus terhadap lokasi,
kebutuhan desain di lokasi, serta kesimpulan yang mengarah kepemilihan
judul.

BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERANCANGAN

7
Bab ini membahas mengenai pendekatan konsep perencanaan dan
perancangan serta standar-standar desain yang dijadikan dasar perancangan
rumah susun dengan menggunakan prinsi-prinsep eko-arsitektur.

BAB V KONSEP PERANCANGAN


Bab ini membahas mengenai analisis-analisis berdasarkan pembahasan
pendekatan konsep perancangan sebelumnya, kemudian dirumuskan untuk
menentukan patokan pada rancangan fisik rumah susun.

8
BAB II TINJAUAN UMUM

A. Rumah Susun Sederhana


1. Pengertian Rumah Susun
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Rumah Susun, Bab 1
pasal 1 tertulis bahwa rumah susun adalah bangunan gedung betingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan
satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,
terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 524/KMK
03/2001, Rumah Susun Sederhana adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian
dengan luas minimun 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) setiap hunian,
dilengkapi dengan KM/WC serta dapur, dapat bersatu dengan unit hunian ataupun
terpisah dengan penggunaan komunal, dan diperuntukan bagi golongan
masyarakat berpenghasilan rendah yang pembangunannya mengacu pada
Peraturan Menteri Pekerja Umum Nomor 60/PRT/1992 tentang persyarakatan
Teknis Pembangunan Rumah Susun.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rumah susun berarti bangunan yang
direncanakan dan digunakan sebagai tempat kediaman oleh beberapa keluarga
serta mempunyai tingkat minimun dua lantai dengan beberapa unit hunian.

2. Rumah Susun Sederhana Sewa


Pengertian rumah susun sederhana sewa, yang selanjutnya disebut rusunawa
berdasarkan Peratuaran Menteri Nomor 14/2007 tentang Pengelolaan Rumah
Susun Sederhana Sewa yaitu bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan
secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-
satuan masing digunakan secara terpisah , status penguasannya serta dibangun

9
dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utama sebagai hunian.
Penjabaran lebih terinci dari pengertian rumah susun sederhana sewa yang
disebutkan di atas adalah

a. Satuan Rumah Susun Sederhana Sewa, yang selanjutnya disebut


sarusunawa, adalah unit hunian pada rusunawa yang dapat digunakan
secara perorangan berdasarkan ketentuan persewaan dan mempunyai
sarana penghubung ke jalan umum.
b. Pengelolaan adalah upaya terpadu yang dilakukan oleh badan pengelola
atas batas milik negara/daerah yang berupa rusunawa dengan melestarikan
fungsi rusunawa yang meliputi kebijakan perencanaan, pengadaan,
penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian,
penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan
dan pengendalian rusunawa.
c. Pengelola, yang selanjutnya disebut badan pengelola, adalah instansi
pemerintah atau badan hukum atau badan layanan umum yang ditunjuk
oleh pemilik rusunawa untuk melaksanakan sebagian fungsi pengelolaan
rusunawa.
d. Pemilik rusunawa, yang selanjutnya disebut sebagai pemilik, adalah
pengguna barang milik negara yang mempunyai penguasaan atas barang
milik negara berupa rusunawa.
e. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang
berupa rusunawa untuk dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi kementriaan/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk
sewa, pinjam pakai, dan kerja sama pemanfaatan, dengan tidak mengubah
status kepemilikannya dilakukan oleh badan pengelola untuk
memfungsikan rusunawa sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
f. Penghuni adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah sesuai peraturan yang berlaku yang
melakukan perjanjian sewa sarusunawa dalam badan pengelol; Tarif Sewa
adalah jumlah atau nilai tertentu dalam bentuk sejumlah nominal uang

10
sebagai pembayaran atas sewa sarusunawa dan/atau sewa bukan hunian
rusunawa untuk jangka waktu tertentu.
g. Pengembangan adalah kegitan penambahan bangunan dan/atau komponen
bangunan, prasarana dan sarana lingkungan yang tidak terncana pada
waktu pembangunan rusunawa tetapi diperlukan setelah bangunan dan
lingkungan difungsikan.
h. Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penerima aset kelola
sementara kepada badan pengelola dan penghuni rusunawa meliputi
pembinaan, pelatihan, dan penyuluhan
i. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan
peraturan perundang-undangan mengenai rumah susun sederhana sewa
dan upaya penegakan hukum.
j. Masyarakat berpenghasilan rendah, yang selanjutnya disebut MBR, adalah
masyarakat yang mempunyai penghasilan berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat.

3. Asas Pembangunan Rumah Susun


Pasal 2 Undang-Undang No.20 Tahun 2011 dan penjelasannya menyatakan
bahwa asas penyelenggaraan rumah susun adalah sebagai berikut:
a. Asas kesejahteraan
Kondisi terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak bagi masyarakat
agar mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya.
b. Asas keadilan dan pemerataan
Memberikan hasil pembangunan di bidang rumah susun agar dapat
dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat.
c. Asas kenasionalan
Memberikan landasan agar kepemelikan sarusun dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk kepentingan nasional.
d. Asas keterjangkauan dan kemudahan
Memberikan landasan agar hasil pembangunan rumah susun dapat
dijangkau oleh suluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya
iklim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi MBR.

11
e. Asas keefisienan dan kemanfaatan
Memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun yang dilakukan
dengan memaksimalkan potensi sumber daya tanah, teknologi rancang
bangun, dan industri bahan bangunan yang sehat serta memberikan
kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.
f. Asas kemandirian dan kebersamaan
Memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun bertumpu pada
prakarsa, swadaya, dan perans serta masyarakat sehingga mampu
membangun kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri serta
terciptanya kerja sama antarpemangku kepentingan.
g. Asas kemitraan
Memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh
pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan pelaku usaha dan
masyarakat dengan prinsip saling mendukung.
h. Asas keserasian dan keseimbangan
Memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan
mewujudkan keserasian dan kesimbangan pola pemanfaatan ruang.
i. Asas keterapaduan
Memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan secara terpadu
dalam hal kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan
pengendalian.
j. Asas kesehatan
Memberikan landasan agar pembangunan rumah susun memenuhi standar
rumah sehat, syarat kesehatan lingkungan dan perilaku hidup sehat.
k. Asas kelestarian dan keberlanjutan
Memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan dengan menjaga
keseimbangan lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan
yang terus meningkatkan sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan
keterbatasan lahan.
l. Asas keselamatan, kenyamanan dan kemudahan

12
Memberikan landasan agar bangunan rumah susun memenuhi persyaratan
keselamatan, yaitu kemampuan bangunan rumah susun menduukung
beban muatan, pengamanan bahaya kebakaran, bahaya petir; persyaratan
kenyamanan ruang dan gerak antar ruang, pengkondisian udara,
pandangan, getaran, dan kebisingan; serta persyaratan kemudahan
hubungan ke,dari,dan di dalam bangunan, kelengkapan prasarana dan
sarana rumah susun termasuk fasilitas dan aksesibilitas bagi penyendang
cacat dan lanjut usia.
m. Asas keamanan, ketertiban dan keteraturan
Memberikan landasan agar pengelolaan dan pemanfaatan rumah susun
dapat menjamin bangunan, lingkungnan, dan penghuni dari segala
gangguan dan ancaman keamanan, ketertiban dalam melaksanakan
kehidupan bertempat tinggal dan kehidupan sosialnya, serta keteraturan
dalam pemenuhan ketentuan admnistratif.

4. Tujuan Pembangunan Rumah Susun


Tujuan pembangunan rumah susun, pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2011 Tentang Rusun, yaitu:
a. Menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau
dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta
menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan
ekonomi, sosial dan budaya.
b. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta
menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan permukiman yang lengkap
serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembanguan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
c. Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman
kumuh.
d. Mengarahkan pengembangkan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang,
efisien dan produktif.
e. Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan
penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan

13
kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, tertutama bagi
masyarakat berpenghasilan rendah.
f. Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan
rumah susun.
g. Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan
terjangkau, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dalam
lingkungan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan dalam suatu
sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu.
h. Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghuniaan,
pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.

5. Karakteristik Rumah Susun


Berdasarkan peraturan pemerintah, karakteristik rumah susun di Indonesia
memiliki ketetapan standar sebagai berikut;
a. Satuan rumah susun
 Mempunyai ukuran standar minimun 18 m2, lebar muka minimal 3
meter.
 Dapat terdiri dari satu ruang utama (ruang tidur) dan ruang lain (ruang
penunjang) di dalam dan/ atau di luar ruang utama.
 Dilengkapi dengan sistem penghawaan dan pencahayaan buatan yang
cukup, sistem evakuasi penghuni yang meminjam kelancaran dan
kemudahan, serta penyediaan daya listrik yang cukup, serta sistem
pemomapaan air
 Batas pemilikan satuan rumah susun dapat berupa ruang tertutup
dan/atau sebagian terbuka dan/atau ruang terbuka
b. Benda bersama
 Benda bersama dapat berupa prasarana lingkungan dan fasilitas
lingkungan
c. Bagian bersama
 Bagian bersama dapat berupa ruang umum , struktur dan kelengkapan
rumah susun, prasarana lingkungan dan fasilitas lingkungan yang
menyatu dengan rumah susun.
d. Prasana lingkungan

14
 Prasarana lingkungan berupa jalan setapak, jalan kendaraan sebagai
penghubung antar bangunan rumah susun atau keluar lingkungan
rumah susun, tempat parkir, utilitas umum yang terdiri dari jaringan air
limbah, sampah, pemadam kebakaranan, listrik, gas, telepon, dan
komunikasi lainnya.
e. Fasilitas lingkungan
 Lingkungan rumah susun harus dilengkapi fasilitas perniagaan dan
perbelanjaan, lapangan terbuka, kesehatan, pendidikan, peribadatan,
pelayanan umum serta pertanahan.

Tipe unit rumah susun juga beragam. Kisaran luas unit hunian rumah susun
pada umumnya minimal 18 m2 dan paling besar adalah 50 m2.

Tipe unit Fasilitas


Tipe 18 m - 1 kamar tidur
Tipe 21 m - Ruang tamu/keluarga
Tipe 24 m - Kamar mandi
Tipe ini biasanya untuk - Dapur/pantry
keluarga muda atau seseorang
yang belum memiliki keluarga
Tipe 30 - 2 kamar tidur
Tipe 36 - Ruang tamu/keluarga
Tipe 42 - Kamar mandi/WC
Tipe 50 - Dapur/pantry
Tipe ini untuk keluarga yang - Ruang makan
sudah memiliki anak

6. Jenis-Jenis Rumah Susun


a. Berdasarkan ketinggian bangunan:
 Low Rise Flat, ketinggian bangunan sampai dengan enam lantai
 Medium Rise Flat, ketinggian bangunan enam sampai dengan sembilan
lantai

15
 High Rise Flat, ketinggian bangunan sampai dengan empat puluh
lantai
b. Berdasarkan pencapian vertikal
 Elevated flat, pencapaian melalui elevator atau lift dengan ketinggian
lebih dari empat lantai.
 Walk-up flat, pencapaian melalui tangga dengan ketinggian tidak lebih
dari empat lantai.
c. Berdasarkan penyusunan lantai
 Simplex, satu unit hunian dilayani oleh satu lantai, dalam satu lantai ini
juga terdiri dari beberapa unit hunian. Dan merupakan bantuk yang
paling sederhana dan paling ekonomis.

Gambar 2.1 Simplex

 Duplex, satu unit hunian dilayani dalam dua lantai, tiap setiap lantai
membutuhkan koridor, tetapi membutuhkan tangga di dalam setiap
unit hunian menghubungkan lantai satu dan lantai dua unit hunian.
Dalam setiap unit area privasi terpisah dengan area publik.

Gambar 2.2 Duplex

 Tiplex, satu unit hunian dilayani dalam tiga lantai. Kegiatan dalam
setiap unit hunian dapat dilanjutkan dalam area yang terpisah.

16
Gambar 2.2 Tiplex

d. Menurut penyelenggaraan pembangunan rumah susun:


 BUMN/BUMD
 Koperasi
 BUMS
 Swadaya Masyarakat
e. Berdasarkan sistem kepemilikannya terbagi atas:
 Sewa biasa
Rumah susun dengan sistem sewa disebut rusunawa. Rumah susun
tersebut diperuntukan untuk golongan menengah ke bawah yang
berkerja di perkotaan. mereka menyewa unit dengan menyewa dari
pengelola.

 Sewa beli/milik

Rumah susun milik biasa disebut rusunami. Rusunami adalah


program pemerintah dalam menyediakan rumah tipe hunian bertingkat
untuk masyarakat menengah ke bawah. Rusunami bisa dimiliki dengan
sistem kredit kepemilikan apartemen (KPA) bersubsidi dari
pemerintha untuk kalangan tertentu.

Apabila penghuni adalah pemilik unit maka disebut rumah milik.


Kepemilikan dapat dilakukan dengan memanfaatkan Kredit Pemilik
Rakyat (KPR). Sistem kepemilikan ini lazimnya diterapkan pada
pengadaan rumah di daerah pinggiran kota, baik bagi masyarakat

17
golongna menengah maupun golongan bawah. Pertimbangan lain
dalam mendirikannya adalah harga tanah di pinggiran masih
terjangkau oleh golongan yang dituju.

 Sistem kooperatif

Sistem kepemilikan rumah susun yang penyelenggaraan pengelola


dilakukan oleh suatu koperasi dan status kepemilikan didapat dengan
mendaftar menjadi anggota koperasi.

f. Berdasarkan akses sirkulasi horizontal terbagi atas:


 Eksterior corridor

Kelebihan: penghawaan dan pencahayaan baik.


Kekurangan: sirkulasi dan pemakaian lahan boros.

Gambar 2.4 Eksterior corridor

 Interior corridor

Kelebihan: sirkulasi dan pemakaian lahan efisien.

Kekurangan: penghawaan dan pencahayaan kurang.

Gambar 2.5 Interior corridor

18
 Multiple exterior acces

Kelebihan: privasi, pencahayaan, dan penghawaan baik.


Kekurangan: akses bertetangga menjadi lebih jauh.

Gambar 2.6 Multiple exterior acces

 Multiple interior acces

Kelebihan: pencahayaan, dan penghawaan tidak alami, privasi terjaga.


Kekurangan: akses bertetangga menjadi lebih jauh.

Gambar 2.7 Multiple interior acces

 Tower

Kelebihan: pencahayaan, dan penghawaan baik pada tiap unit.


Kekurangan: sirkulasi di tengah buruk dan gelap.

Gambar 2.9 Tower

19
 Multi tower

Kelebihan: pencahayaan dan penghawaan baik tiap unit.


Kekurangan: sirkulasi di tengah buruk dan gelap.

Gambar 2.10 Multi tower

B. Pendekatan Arsitektur Ekologis


1. Sejarah dan Perkembangan Arsitektur Ekologis
Kata “ekologi” pertama kali diperkenalkan oleh Ernst Haeckel (1834-1919),
ilmuan Jerman, ahli ilmu hewan pada tahun 1869 sebagai ilmu interaksi antara
segala jenis makhluk hidup dan lingkungannya. Arti kata bahasa Yunani oikos
adalah rumah tangga atau cara bertempat tinggal, dan logos bersifat ilmu atau
ilmiah. Jadi ekologi berarti ilmu tentang rumah atau tempat tinggal makhluk
hidup. Ekologi dapat didefinisikan sebagai sebagai ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (cahaya, suhu,
curah hujan, kelembaban, topografi, dsb). (Frick, 1998). Atas dasar pengetahuan
dasar-dasar ekologi maka arsitektur dikembangkan supaya selaras dengan alam
dan kepentingan manusia sebagai penghuninya.

Paradigma membangun berlandaskan konsep Arsitektur Ekologis merupakan


muara dari berbagai aliran perancangan arsitektur. Heinz Frick dan Tri Hesti
Mulyani (2006) dalam bukunya Arsitektur Ekologis, merangkum bahwa
perkembangan arsitektur ekologis dapat dilacak dari berbagai pendekatan dimulai
tahun 1920-an hingga 1960-an yang mengutamakan kebebesan ekspresi dalam
bentuk dan fungsi. Pergerakan antroposifik oleh Rudolf Steiner dengan
pembentukan universitas merdekanya, membawa pengaruh perkembangan ke arah
filsafat arsitektur antroposofik, dan pergerakan arsitektur modern mengalami

20
perpecahan atas ‘bentuk mengikuti fungsi’ dan ‘bentuk adalah fungsi’ sehingga
muncul arsitektur organik diciptakan oleh Frank Lloyd Wright dimana bentuk
adalah fungsi. Pada tahun 1968-an, pergerakan ‘New Age’ masa peralihan dan
‘flower power’ melahirkan arsitektur merdeka, aristektur alternatif, dan arsikektur
ekperimental. Perkembangan arsitektur juga mengalami perubahan ketika mulai
krisis energi (minyak bumi), maka lahirlah arsitektur hemat energi. Kemudian
dalam arsitektur muncul fenomena sick building syndrome yakni permasalahan
kesehatan dan ketidak nyamanan karena kualitas udara dan polusi udara dalam
bangunan yang ditempati yang mempengaruhi produktivitas penghuni, adanya
ventilasi udara yang buruk, dan pencahayaan alami kurang. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal, misalnya: emisi ozon mesin fotocopy, polusi dari perabot dan
panel kayu, asap rokok, dsb, melahirkan aristektur rumah sehat dan sekarang ini
arsitektur ekologis.

Dalam pandangan Arsitektur Ekologis, gedung dianggap sebagai makhluk


hidup atau organik, berarti bahwa bidang batasan antara bagian luar dan dalam
gedung tersebut, yaitu dinding, lantai dan atap dapat dimengerti sebagai kulit
ketiga manusia (kulit manusia sendiri dan pakaian sebagai kulit pertama dan ke
dua). Dan harus melakukan fungsi pokok yaitu bernapas, menguap, menyerap,
melindungi, menyekat, dan mengatur (udara, kelembaban, kepanasan, kebisingan,
kecelakaan, dan sebagainya).

2. Definisi Arsitektur Ekologis Menurut Para Ahli


a. Menurut Heinz Frick
Heinz Frick (1998) berpendapat bahwa, eko-arsitektur tidak menentukan
apa yang seharusnya terjadi dalam arsitektur, karena tidak ada sifat khas yang
mengikat sebagai standar atau ukuran baku. Namun mencakup keselarasan
antara manusia dan alam. Eko-arsitektur mengandung juga dimensi waktu,
alam, sosio-kultural, ruang dan teknik bangunan. Ini menunjukan bahwa eko
arsitektur bersifat kompleks, padat dan vital. Eko-arsitektur mengandung
bagian-bagian arsitektur biologis (kemanusiaan dan kesehatan), arsitektur
surya, arsitektur bionik (teknik sipil dan konstruksi bagi kesehatan), serta
biologi pembangunan. Oleh karena itu eko arsitektur adalah istilah holistik

21
yang sangat luas dan mengandung semua bidang. Menurut Heinz Frick ada
beberapa prinsip banguan ekologis yang antara lain seperti:

 Penyesuaian bentuk bangunan terhadap lingkungan alam setempat


 Menghemat sumber energi alam yang tidak dapat diperbarui dan mengirit
penggunaan energi.
 Memelihara sumber lingkungan yaitu udara, air dan tanah
 Memelihara dan memperbaiki sumber peredaran alam
 Mengurangi ketergantungan pada sistem pusat energi (listrik, air) dan
limbah (air limbah dan sampah)

b. Menurut Kenneth Yeang


Kenneth Yeang merupakan salah satu tokoh arsitektur Asia yang dikenal
sangat memperhatikan konsep ekologis dan menghasilkan beberapa karya
rancangan arsitektur yang popular. Yeang mendefinisikan arsitektur ekologis
sebagai Ecological design, is bioclimatic design, design with the climate of
the locality, and low energy design. Menurut Yeang (1995) dalam Haqqi
(2014), dalam bukunya Designing with Nature: The Ecological Basis for
Architectural Design. Ecologial Design memiliki prinsip sebagai berikut:
 Hemat energi adalah melakukan penghematan terhadap bangunan
seminimal mungkin.
 Integrasi fisik dengan karakter fisik ekologi setempat, meliputi keadaan
tanah, topografi, air tanah, vegetasi, iklim dan sebagainya.
 Integrasi sistem-sistem dengan proses alam, meliputi: cara penggunaan air,
pengolahan dan pembuangan limbah cair, sistem pembuangan dari
bangunan dan pelepasan panas dari bangunan dan sebagainya.
 Integrasi penggunaan sumber daya yang mencakup penggunaan sumber
daya alam yang berkelanjutan.
 Pengudaraan natural adalah didesain untuk mendapatkan pengahawaan
yang alami kedalam bangunan.

22
 Tanggap orientasi matahari adalah respon terhadap orientasi matahari
menjadikan bangunan mendapatkan cahaya yang maksimal kedalam
ruangan, serta dapat meminimalisir cahaya yang berlebihan.
 Humanisme adalah menciptakan kenyamanan terhadap bangunan dan
mengajak pengguna untuk menyadari untuk penghematan.

c. Menurut Metallinou
Metallinou (2006) dalam Wanda (2014), berpendapat bahwa pendekatan
ekologi pada rancangan arsitektur atau eko arsitektur bukan merupakan
konsep bangunan hi-tech yang spesifik, tetapi konsep rancangan bangunan
menekankan pada suatu kesadaran dan keberanian sikap untuk memutuskan
konsep rancangan bangunan yang menghargai pentingnya keberlangsungan
ekosistem di alam. Pendekatan dan konsep rancangan arsitektur seperti ini
diharapkan mampu melindungi alam dan ekosistem didalamnya.
3. Prinsip Ekologis Dalam Perancagan Arsitektur
Ada 3 buah prinsip ekologi arsitektur yang sangat berpengaruh terhadap
ekologi yaitu: (Dian, 2016)

a. Fluktuasi (Fluctuation); prinsip flutuasi menyatakan bahwa bangunan


didisain dan dirasakan sebagai tempat membedakan budaya dan hubungan
proses alami. Dalam hal ini bangunan harus dapat mencerminkan proses
alami yang terjadi di lokasi dan tidak menggangap suatu penyajian berasal
dari proses melainkan proses benar-benar dianggap proses. Flutuasi juga
bertujuan agar manusia dapat merasakan hubungan atau koneksi dengan
kenyataan yang terjadi pada lokasi tersebut. jadi, flutasi dapat diartikan
bila seorang perancang akan membangun di suatu tempat, perancangan
tersebut harus merancang bangunan tanpa merusak lahan sekitar.
b. Stratifikasi (Stratification); bermaksud untuk memunculkan interaksi dari
perbedaan bagian-bagian dan tingkat-tingkat, bermaksud untuk melihat
interaksi antara bangunan dan lingkungan sekitar.
c. Saling ketergantungan (Interdependence); hubungan antara bangunan
dengan bagiannya adalah hubungan timbal balik. Peninjau (perancang dan
pemakai) seperti halnya lokasi tidak dapat dipisahkan dari bagian

23
bangunan, saling ketergantungan antara bangunan dan bagian-bagiannya
berkelanjugan sepanjang umur bangunan. Contoh pada suatu bangunan,
kita dapat mengimbangi antara lahan yang terbangun dan tidak terbangun
(KDB) sehingga tidak semua lahan tertutup dengan bangunan dan tidak
menyebabkan air susah untuk masuk ke dalam tanah. Maka dari itu
prinsip saling ketergantungan dari masalah ini yaitu bangunan tidak akan
merasa sesak dan panas karena tidak adanya lahan hijau dan tanah pun
juga tidak akan mengalami kerusakan karena air masuk ke dalam tanah
dengan lancar dan tidak akan menyebabkan banjir.

4. Unsur Pokok Ekologi Arsitektur


Ekologi arsitektur terdiri dari 4 unsur pokok yaitu udara, api, air dan bumi.
Keempat unsur tersebut memberikan unsur timbal balik antar bangunan dengan
lingkungan, keempat unsur tersebut dijabarkan sebagai berikut:

a. Udara; pencemaran udara sudah terjadi sejak awal masa industrialisasi.


Pencemaran udara akibat aktivitas manusia semakin hari semakin
meningkat dan mengakibatkan pembersihan udara secara alami tidak
berfungsi dengan baik. pencemaran udara dapat menimbulkan dampak
negative seperti pemanasan global dan timbulnya lubang pada ozon bumi.
Pada gambar pertama di atas dapat diketahui bahwa pada masa
sebelum industrilisasi, pencemaran udara dapat diatasi dengan
menggunakan pembersihan secara alami seperti adanya banyak pepohonan
yang menghasilkan oksigen dan pada masa per-industrilisasi ini belum
terdapat pabrik-pabrik yang mengahsilkan zat karbondioksida. Sedangkan
pada gambar kedua pembersih udara secara alami tidak dapat bekerjaa
secara maksimal karena zat-zat karbondioksida yang dihasilkan pabrik dan
kendaraan lebih banyak dari oksigen yang dihasilkan tumbuhan.

Untuk menanggulangi pencemaran udara dapat dilakukan dengan cara


menanam lebih banyak pepohonan baik dengan cara memperbanyak
adanya hutan buatan maupun taman-taman dan mengurangi kendaraan
bermotor.

24
b. Air; memiliki fungsi yang sangat penting bagi makhuk hidup dan alam.
Tanpa air, makhluk hidup tidak akan dapat bertahan hidup. Akan tetapi
dewasa ini air bersih mulai sulit ditemukan karena tercemarnya air tanah
yang diakibatkan oleh sampah dan limbah. Pencapaian air bersih pada kota
-kota pada penduduk terutama pada musim kemarau sangat terbatas dan
mengakibatkan masyarakat berekonomi rendah sulit mendapatkan air
bersih untuk dikonsumsi.
c. Api; manusia pasti membutuhkan energi untuk beraktivitas baik dalam
menyiapkan makanan ataupun memproduksi peralatan. Menurut data
energi yang dapat dapat diperbaharui oleh Krusche, penggunaan energi
untuk seluruh dunia diperkirakan 3 x 10 MW pertahun yang berarti bahaya
bagi manusia bukan disebabkan oleh kekurangan energi melainkan
aktivitas pembakaran menyebabkan kelebihan karbondioksida yang
mengakibatkan pemanasan global. Walaupun manusia tahu tentang
perbedaan energi yang tidak dapat diperbaharui dan dapat diperbaharui,
tetapi manusia lebih memilih untuk menggunakan energi yang tidak dapat
diperbaharui seperti minyak, batu bara, dan lain-lain karena
penggunaannya yang lebih praktis.
d. Bumi (tanah); bangunan dibentuk dari bahan baku bumi dan terbentuk di
atas bumi pula. Seiring berjalannya waktu, jumlah bangunan yang ada di
bumi semakin bertambah cenderung. Seluruh halaman rumah dengan
paving tanpa menyisakan tanah untuk ditanami tumbuhan dan
mengakibatkan terhalangnya air masuk kedalam tanah sehingga tanah
menjadi tidak baik. kasus kerusakan tanah juga bisa terjadi karena
kegiatan cut and fill pada tanah bertransis secara berlebihan tanpa
diimbangi penanaman tumbuhan sebagai penyangga tanah.

5. Kriteria- Kriteria Bangunan Sehat dan Ekologis


Menurut Heinz Frick dan Tri Hesti Mulyani dalam bukunya Arsitektur
Ekologis menyusun kriteria-kriteria bangunan sehat dan ekologis sebagai berikut:
a. Menciptakan kawasan hijau diantara kawasan bangunan

25
Tujuan dari diciptakannya kawasan hijau adalah sebagai salah satu upaya
untuk mencegah global warming. Berikut adalah contoh sebagai bentuk
menciptakan kawasan hijau disekitar kawasan pembangunan:

1. Menciptakan taman ekologis di sekitar bangunan


Taman ekologis berfungsi sebagai salah satu pencegahan global warming
dan juga sebagai view yang menarik bagi siapa saja yang melihat. Adapun
prinsip-prinsip pembangunan taman ekolgis yang diterapkan:

 Pembentukan jalan setapak dengan bentuk yang beraneka ragam


 Penciptaan sudut yang nyaman, sejuk serta teduh
 Menggunakan penghijauan pada pagar atau dinding taman
 Pemilihan tanaman tertentu
 Pemilihan tanaman yang sesuai dengan tempat dan mudah dalam
perawatan
2. Urban framing (urban agriculture)
Urban farming merupakan cara untuk penghijauan sekitar bangunan fungsi
urban framing yaitu;
 Mengurangi pemanasan global
 Menciptakan view yang menarik
 Memperbaiki kesuburan tanah
 Penghematan karena bahan makanan nabati dapat dihasilkan sendiri
b. Memilih tapak bangunan yang sesuai dengan perencanaan yang
berkarakter ekologis
Tapak yang digunakan sesuai dengan proyek yang dihasilkan, tetapi tetap
dengan melihat kesinambungan antara lingkungan dan gedung. Berikut adalah
hal-hal yang sebaiknya diperhatikan dalam membangun sebuah bangunan:
 Hal pertama yang seharusnya dipertimbangkan adalah apakah
kesuburan tanah itu dapat dibuat tandus oleh gedung. Tanah yang
sangat subur sebaiknya dipertahankan sebagai lahan tanaman dan
bukan digunakan sebagai tempat parkir, lahan bangunan ataupun
jalan.kedua.

26
 Hal kedua kedahan lahan yang ditumbuhi oleh tanaman yang sudah
ada misalnya pohon peneduh, semak, dan bunga, sebaiknya tanaman
tersebut dipertahankan sebanyak mungkin.
 Hal ketiga adalah pertimbangkan tanaman yang akan direalisasikan.

c. Menggunakan bahan bangunan buatan lokal


Bahan bangunan yang alami tidak mengandung zat yang dapat merusak
kesehatan manusia maka berikut ini merupakam penggolongan bahan
bangunan menurut bahan mentah dan tingkat transformasinya :
Penggolongan ekologis Contoh Bahan bangunan
Bahan bangunan yang regneratif Kayu, bambu, rotan, rumbia, alang-
ang, serabut kepa, kulit kayu,
kapas ,kapuk, kulit binatang dan wol
Bahan bangunan yang dapat Tanah, tanah liat, lempung, tras,
digunakan kembali kapur, batukali, batu alam
Bahan bangunan recyaling Limbah, potongan, sampah, ampas,
bahan kemasan, serbuk kayu,
potongan kaca
Bahan bangunan aklam yang Batumerah, genting tanah liat,
mengalami tranformasis sederhana batako, conblok, logam, kaca ,
semen
Bahan bangunan alam alam yang Plastik, bahan sintesis, epoksi
mengalami beberapa tingkat
perubahan transformasi
Bahan bangunan komposit Beton bertulang, pelat serat semen,
beton komposit, cat kimia, perekat.

Bahan bangunan yang ekologis seharusnya memenuhi syarat-syarat


berikut:
 Produksi bahan bangunan menggunakan energi sedikit mungkin
 Tidak mengalami perubahan bahan yang dapat dikembalikan ke alam

27
 Eksploitasi, pembuatan (produksi), penggunaan bahan bangunan
sesedikit mungkin mencemari lingkungan
 Bahan bangunan yang berasal dari sumber lokal
d. Menggunakan ventilasi alami dalam bangunan
Dua hal yang berkaitan dengan kualitas udara yaitu penghawaan dan
pencahayaan. Penghawaan oleh angin dan pencahayaan oleh sinar matahari.
Berikut ini adalah penjelasan tentang kualitas dalam ruangan yan baik dan
benar berdasarkan buku ekologis versi Heinz Frick, yaitu:
1. Penghawaan
Pada daerah yang beriklim tropis kelembaban udara dan suhu juga tinggi,
angin sedikit bertiup dengan arah yang berlawanan pada musim hujan dan
musim kemarau. Pengaruh angin dan lintasan matahari terhadap bangunan
dapat dimanfaatkan dengan:
 Gedung yang dibuat secara terbuka dengan jarak yang cukup di antara
bangunan tersebut agar gerak udara terjamin.
 Orientasi bangunan ditempatkan di antara lintasan matahari dan angin
sebagai kompromi antara letak gedung dari timur ke barat, dan yang
terletak tegak lurus terhadap arah angin.
 Gedung yang baik sebaiknya berbentuk persegi panjang yang nantinya
berguna untuk ventilasi silang.
 Ruang disekitar bangunan sebaiknya dilengkapi pohon peneduh
 Menyisakan minimal 30% lahan bangunan terbuka untuk penghijauan
dan tanaman.

Berbagai hasil percobaan tentang pola aliran udara pada potongan tampak
bangunan, baik dengan ventilasi satu arah maupun ventilasi silang (dua arah).
Gambar memperlihatkan ilustrasi pola aliran udara.

28
Dari berbagai percobaan tentang ventilasi/ pengaliran udara, disimpulkan
bahwa :

 Tak ada arus, karena tidak ada jalan keluar


 Lubang keluar sama luasnya dengan lubang masuk. Arus ventilasi
yang baik adalah daerah kedudukan manusia dalam ruangan. Lebih
baik bila lubang keluar sam luas dari lubang masuk
 Lubang masuk yang lebih tinggi dengan lubang keluar yang rendah
ternyata tidak baik, karena menimbulkan daerah udara mati di bawah
lubang masuk yang justru merupakan tempat yang baik dan
dibutuhkan oleh tubuh.
 Lubang ventilasi yang luas, aliran udara lebih baik.
 Penambahan lubang keluar, memperbaiki kondisi udara
2. Pencahayaan
Cahaya sangat penting bagi makhluk hidup, terutama untuk manusia,
cahaya digunakan untuk mengenali lingkungan sekitar dan juga untuk
menjalankan aktivitas.
a. Cahaya dari permukaan atap dan dinding
Cahaya berasal dari sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan
melalui lubang atap dan/ atau lubang dinding. Berbagai macam variasi
bentuk tergantung dari bentuk dan arah matahari terhadap bangunan itu
sendiri: pelubangan bangunan untuk cahaya alam berdampak pada
kesilauan bila bentuk dan arah lubang tidak tepat dalam penggunaannya.
b. Perlindungan terhadap silau matahari
Intensitas matahari terkadang juga berlebihan, cahaya yang berlebihan
menyebabkan silau. Silau akibat sinar matahari yang berlebihan akan
menyebabkan ketidaknyamanan visual dan dapat melelahkan mata. Untuk
mengatasi hal tersebut berbagai macam cara untuk menghindari atau
mengurangi silau sebagai berikut:
 Penyediaan selasar di samping bangunan
 Pembuatan atap teritisan atau pemberian sirip/kanopi pada jendela

29
3. Pewarnaan
Masing-masing warna memiliki ciri khusus yaitu:

a. Sifat warna
b. Sifat cahaya (intensitas cahaya yang reflektif
c. Kejenuhan warna (intensitas sifat warna)

Warna memilki sifat-sifat terntentu, warna tidak hanya berpengaruh pada


kenyamanan manusia, tetapi juga berpengaruh pada suasan dan kesan pada
suatu ruang, berikut adalah berbagai macam warna yang berpengaruh pada
manusia :

 Kuning; enunjukan pengalaman dasar psikis: matahari dan kehangatan,


pemancaran, berati : terang, cerah,lincah, meluaskan kesadaran
 Orange; menanti, mengubah, menggembirakan, menguatkan
 Merah; Berati : kuat, berapi –api, merangsang, menggairahkan
 Ungu; Agung. Memurnikan, gaib
 Merah bungur ; Agung, luhur, khidmat
 Biru; Ketenangan , dingin, sepi, memengakan ,memantapka , pasif
 Pirus; Kreatif, komunikatif, teknis,jelas
 Hijau; Pasif, alamiah, menengakan , melepaskan, damai,
menyelaraskan
 Cokelat; Konservatif, tanah berbobot, pasrah
 Abu-abu; Sedih, pasif, diam
 Hitam; Sedih, suram, sepi
 Putih; Terang, bersih, dingin
 Kuning muda; Lembut, tentram, hangat, terang
 Merah muda kekuningan; Tentram, lembut, berkasihan, bersuasana
damai
 Biru muda; Halus, sejuk, surgawi
 Hijau kekuningan; Lembut, terlindung, menggairahkan,melepaskan

Letak warna dalam suatu ruang mempunyai arti yang bermacam-macam,


karena peletakan warna itu sendiri berada ditempat yang berbeda yaitu berada

30
pada lantai, dinding ata langit-langit. Berikut ini adalah contoh warna yang
berada pada bagian tertentu dan arti dari warna itu sendiri.

 Putih
 Pada lantai : menolak bersentuhan
 Pada dinding : memperkuat kontras, bersifat netral
 Pada langit-langit : kosong, hampa
 Merah muda kekuningan
 Pada lantai : mengakatkan (berkesan ringan)
 Pada dinding : menggiatkan, menggairahkan
 Pada langit-langit : merangsang, metal
 Pirus
 Pada lantai : merangsang, bergerak jalan
 Pada lantai :sejuk, membaewa meluaskan kesadaran
 Pada langit-langit : mencerahkan , meningkatkan
 Kayu alamiah (coklat)
 Pada lantai : hangat berciri khas tanah
 Pada dinding : menyenangkan, nyaman
 Pada langit – langit : mempengapkan, menggelapkan.
e. Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang yang mampu
mengalirkan uap air
Permukaan dinding dan lapisan langit–langit ruang termasuk dalam upaya
penghijauan rumah. Upaya untuk penghijauan dilakukan untuk mengatur tata
air, suhu, pencemaran udara dan juga untuk perlindungan terhadap lingkungan
sekitar. Menurut buku eckb,1964 dan fakuaea,1987 yang ditulis dalam buku
arsitektur ekologis, fungsi penghijauan pada dinding dan atap rumah adalah
sebagai berikut :
 Tanaman sebagai penghijauan rumah dalam pertumbuhannya
menghasilkan O2 yang diperlukan bagi makhluk hidup untuk bernapas.
 Sebagai pengatur lingkungan (mikro), vegetasi akan menimbulkan
hawa lingkungan setempat sejuk, nyaman dan segar.

31
 Pencipta lingkungan hidup (ekologis). Penghijauan dapat menciptakan
ruang hidup bagi makhluk hidup di alam. Penyeimbangan alam
(adaptis) merupakan pembentukan tempat-tempat hidup bagi satwa
yang hidup disekitarnya.
 Perlindungan (protektif) terhadap kondisi fisik alami sekitarnya (air
hujan, angin kencang dan terik matahari).
 Keindahan (estetika) dengan terdapatnya unsur-unsur penghijauan
yang direncanakan secara akan menciptakan kenyamanan visual.
 Mengurangi kebisingan di dalam gedung, terutama pada atap bertanam
yang menambah bobot (massa) sebagai penanggulangan suara/bising.
 Rekreasi dan pendididkan (edukatif). Jalur hijau dengan aneka vegetasi
mengandung nilai-nilai ilmiah.
 Sosial, politik dan ekonomi
f. Menjamin bahwa bangunan tidak menimbulkan permasalahan lingkungan
Bangunan yang baik adalah bangunan yang tidak merugikan lingkungan.
Memang saat banguanan tersebut dibangun sudah mengurangi komunitas
hewan yang sebelumnya ada di lahan tersebut tetapi kita sebagai manusia
yang bijak adan peduli akan lingkungan seharusnya mengganti lahan yang
menjadi komunitas mereka dengan cara melakukan penghijauan di sekitar
bangunan. Berbagai macam cara yang digunakan yaitu:
 Melakukan penghijauan pada bangunan
 Mendesain taman
g. Menggunakan energi terbarukan
h. Menciptakan bangunan bebas hamtan (dapat digunakan semua umur)
Bangunan yang baik merupakan bangunan yang dapat digunakan di
segala usia baik anak-anak mauapun orang tua , selain itu digunakan juga bagi
orang yang cacat tubuh, orang sakit, maupun orang dewasa yang sehat
misalnya diberikan jalur bagi mereka yang menggunakan kursi roda. Banyak
hambatan bagi bangunan saat ini yang tidak memperhatikan hal-hal tersebut
antara lain perbedaan tinggi lantai yang menyusahkan orang yang sangat tua
maupun anak-anak, tanda orientasi ruang kurang jelas, tidak ada kursi untuk
beristiarahat, dan masih banyak lagi.

32
6. Studi Banding Bangunan Berkonsep Arsitektur Ekologis
a. Menara Mensinaga (IBM Tower)

Gambar 2.12 Menara Mesinaga dari berbagai sisi


Sumber: Architecture 489

Menara Mesiniaga didesain oleh seorang arsitek ekologis, Kenneth Yeang.


Sebuah markas besar untuk IBM di Subang Jaya dekat Kuala Lumpur, Malaysia.
Dibangun pada tahun 1989 dan akhirnya selesai pada tahun 1992 dengan luas
bangunan 6.503 m2. Bangunan ini terdiri atas 15 lantai dirancang melingkar,
dilengkapi dengan 6 ruang kelas, pusat demo, auditorium 130-kursi, lounge,
kafetaria, ruang ibadah, kolam renang dan gym.

Menara Mesiniaga adalah karya yang dibangun menggunakan dasar model


bangunan tradisional Malaysia dan transisi atau evolusi ke dalam prinsip-prinsip
modern. Karena Subang Jaya beriklim tropis. Suhu, panas, dan kelembaban
sepanjang tahun hampir sama. Suhu siang dan malam sedikit bervariasi. Sehingga
Yeang menerapkan prinsip desain bioklimatik untuk bangunan Menara
Mensinaga. Adapun gagasan dan konsep utama menara mesinaga, yaitu:

 Sky garden
 Lansekap vertikal spiral
 Jendela tersembunyi dan dinaungi di Timur dan Barat
 Dinding tirai kaca di Utara dan Selatan
 Inti bangunan ditempatkan di sisi terpanas yakni Timur
 Toilet berventilasi alami dan diterangi matahari, tangga dan lift lobi

33
 Balkon spiral di dinding eksterior dengan pintu geser tinggi penuh

Gambar 2.13 Denah lantai dasar


Sumber: Architecture 489

Gambar 2.15 Sketsa konsep garden spiral


Sumber: Architecture 489

Menciptakan bangunan tanggap iklim memberikan pengaruh terhadap


Gambar 2.14 Denah Menara Mesinaga, penonjolan core service diluar bangunan
orientasi, tata ruang, bentuk,Sumber:
fasad hingga pemilihan
Architecture 489 material bangunan. Hal ini

34
kemudian dapat mengurangi konsumsi energi baik pada saat pembangunan,
perawatan hingga pembongkaran bangunan itu sendiri. Menurut Yeang sebuah
bangunan ekologis tidak seharusnya menjadi tetapi dapat berkontribusi secara
positif terhadap lingkungan. Area hijau adalah area produktif. Sehingga bangunan
dapat mengeneralisasi energi daripada mengkonsumsinya. Area hijau selalu
dihadirkan dalam bangunan seperti halnya ide garden spiral. Penanaman secara
vertikal untuk menghasilkan oksigen dan membantu mendinginkan bangunan.
Bagian atas terdapat sky garden sebagai ruang sosial. Sebagai bagian dari ide
dasar Yeang untuk menghubungkan bangunan kembali ke daratan. Sistem
pengumpulan air hujan juga ada di atap. Sehingga Yeang menekan pentingnya
biaya siklus kehidupan material, untuk mencegah kebocoran dan karatan seperti
yang terjadi pada gedung lainnya.

Di daerah tropis, sisi utara dan selatan adalah sisi yang tidak mendapatkan
cahaya matahari sepanjang hari. Pembukaan pada sisi utara dan selatan
mengurangi kebutuhan akan insulasi. Ventilasi silang diterapkan untuk
membiarkan udara segar kedalam bangunan bahkan di ruangan ber-AC. Naungan
matahari pasif umumnya terletak disisi timur dan barat. inti banguan terletak di
sisi “panas” atau sisi timur. lobus lift dan toilet tidak ber-AC di sisi timur. Ruang
kantor utama dibuat berventilasi dan ber-AC. Menara Mesinaga dilengkapi
dengan sistem otomatis bangunan yang mengontrol fitur energi pendingin udara
dan digunakan untuk mengurangi konsumsi energi dalam peralatan. Fitur energi
rendah pasif lainnya meliputi: semua jendela di timue dan barat memiliki louver
aluminium untuk mengurangi efek panas matahari dan jendela utara dan selatan
memiliki insetyang dalam bertindak sebagai penyangga termal. Poros bergantian
indentasi oleh teras taman dan dilengkapi dengan brise-soleit di timur dan batas-
yang menghemat $ 13590 dalam pendingin udara per tahun.

35
Gambar 2.16 Perubahan posisi matahari selama setahun
Sumber: Architecture 489

Desain fasad yang berbeda-beda karena pengaruh iklim dengan mengguakan


skycourt, curtail, wall, kisi-kisi aluminium dan penonjolan core service di luar
bangunan. Orientasi banguan di desain untuk memodifikasi semua arah mata
angin. Setiap orientasi diolah sedemikian rupa melalui desain khusus dengan
teknologi modern. Sepeti pada gambar 2.16 memperlihatkan perubahan posisi
matahari selama setahun sehingga menjadi pertimbangan dalam menentukan fasad
bangunan.Prinsip desain Yeang yang melibatkan pertimbangan holistik,
penggunaan energi dan material yang berkelanjutan.

b. Rumah Tinggal Heinz Frick


Kiteria-kriteria bangunan sehat dan ekologis menurut Heinz Frick yang telah
dijabarkan di atas, dapat dilihat dari desain rumah tinggalnya yang terletak di
Jalan Srinindito, di atas bukit Simongan dekat sebuah kawasan industri di sisi

36
Selatan Semarang. Karakteristik tanah Bukit Simongan memiliki jenis tanah yang
kurang subur sehingga ideal menjadi tempat tinggal bagi Dr. Heinz Frick, karena
tidak mengurangi lahan produktif pertanian. Di sisi lain, sebagian bukit telah
terpapas untuk reklamasi pantai Semarang. Kondisi tersebut ternyata mengancam
kelangsungan komunitas yang tinggal di bukit itu. Sehingga, rumah ini memang
dibangun untuk melakukan advokasi untuk komunitas dalam mempertahankan
lingkungan.

Rumah ini telah menjadi perhatian publik karena desainnya yang ramah
lingkungan dan unik. Dibangun pada tahun 1999, biaya pembangunan rumah
mencapai 150 juta rupiah. Pemanfaatan lahan miring telah dipikirkan oleh Heinz
Frick dalam mendesain bangunan untuk lantai satu dan dua dengan luas 140 meter
persegi (luas bangunan 88 m2 dan luas teras 43.6 m2) di atas lahan seluas 350
meter persegi. Sebagian
Gambar lahan tetap dipertahankan
2.17 Tampak untuk
lingkungan rumah Heinzdaerah
Frick hijau yang
Sumber:pengolahan
Gunawan, dkk
digunakan untuk kebun (80m2), tempat kompos, tempat penampungan
air hujan, septic tank, tempat parkir kendaraan dan tanaman – tanaman, serta
untuk penyerapan air hujan.

Fungsi bangunan sebagai tempat tinggal dirancang sesuai dengan kebutuhan


penghuni. Zonasi ruang ditentukan oleh sifat ruang tersebut. Sebuah kamar tidur
utama, 2 kamar tidur tamu, 2 kamar mandi, teras barat merupakan bagian
bangunan yang termasuk zona privat (private zone). Kemudian dapur, teras
tempat makan, ruang tinggal, perpustakaan dan tempat kerja serta teras selatan
merupakan zona semi-privat (semiprivate zone).

37
Gambar 2.18 Denah rumah tinggal Heinz Frick
Sumber: Gunawan, dkk

Material lokal dan bekas


Penggunaan bahan material bangunan sebagian besar adalah material bekas
seperti: kayu bekas bekisting, ubin bekas, limbah kertas, limbah kayu, besi beton,
tiang listrik bekas, pegangan pintu bekas, panel listrik bekas. Material ramah
lingkungan juga diterapkan seperti cat dan pembersih. Ini juga merupakan strategi
untuk mengurangi biaya pembangunan serta tidak menggunakan energi besar
untuk menghasilkan material baru lagi. Kayu bekisting yang digunakan dalam
pengecoran rumah berasal dari Kalimantan. Kayu usuk Bangkirai (5x7cm) dari
sumber yang sama dimanfaatkan untuk konstruksi rangka langit-langit dan pagar
teras. Pecahan keramik dari UNIKA digunakan ulang secara kreatif untuk
finishing dinding dan lantai kamar mandi tamu. Langit – langit rumah didesain
dengan banyak material bekas. Papan – papan akustik dari Vermiculit21, yang
dibongkar oleh Pelatihan Industri Kayu Atas (PIKA) dari tempat lain,

38
dimanfaatkan sebagai langit-langit di dapur, teras tempat makan dan ruang
keluarga. Papan bekas peti kemas digunakan untuk langit – langit selasar. Kayu –
kayu bekas PIKA juga digunakan untuk membuat lubang penghawaan pada langit
– langit dapur.

Gambar 2.19 Penggunaan material bekas


Sumber: Gunawan, dkk

Tangga pada teras barat, yang menuju ke tangki air atas, dibangun
menggunakan tiang listrik bekas sebagai balok tangga, lempengan besi sebagai
anak tangganya, dicor dengan beton dan difinishing dengan batu alam. Semua
pegangan pintu Rumah ini digunakan kembali dari rumah yang lain dari Swiss.

Kerja sama antara UNIKA dan AKIN sejak 1995 menghasilkan cat perekat
dari tepung tapioca, 5% minyak pinus (untuk mengurangi hama dan
lumut/cendawan kelabu), litopon (pigmen putih), kaolin serta talkum (bahan
pengisi). Campuran bahan-bahan tersebut menghasilkan cat ramah lingkungan
yang diaplikasikan dua kali sehingga permukaan dinding benar tertutup dan tidak
mudah tergores.

Penghawaan dan perncahayaan alami

39
Semarang terletak pada 06º59’S 110º23’B, dengan 3 m di atas muka laut,
sehingga termasuk iklim tropis lembab. Temperatur harian antara 24-32ºc, curah
hujan bulanan antara 60-430mm/bulan, kelembaban siang hari 82-90%,
kelembaban malam hari 5978%, kecepatan angin rata - rata 6-11 mph. Data – data
tersebut mendasari konsep pencahayaan dan penghawaan alami secara silang pada
bangunan.

Gambar 2.20 Konsep penghawaan dan pencahayaan silang


Sumber: Gunawan, dkk

Konsep pencahayaan alami diadopsi dengan desain bukaan pada sisi utara,
selatan dan timur. dimaksimalkan dengan adanya bukaan seperti: jendela tipe
nako, lubang ventilasi di atas jendela dan pintu jalusi. Cahaya langit bisa
menjangkau hampir semua bagian sehingga dapat menghemat penggunaan listrik
hingga 50% dari tetangga-tetangga lainnya. Pada bagian sisi rumah barat yang
paling panas terdapat jendela dengan menggunakan sirap sehingga panas matahari
tidak masuk ke dalam bangunan secara langsung. Tetapi sirip-sirip ini juga
mengijinkan terjadinya ventilasi silang. Bukaan tersebut memaksimalkan sirkulasi
udara yang masuk dan mengurangi kelembaban dalam ruang. Kemudian, untuk
mengurangi dampak serangga pengganggu maka dipasanglah kawat kassa pada
jendela dan lubang angin. Solar panel juga digunakan di rumah ini sebagai
penyedia listrik untuk perangkat komputer pada rumah ini.

Efisiensi Air
Efiensi air diterapkan dalam bangunan dengan didasari pengalaman Dr. Frick
selama 6 tahun tinggal di Kalimantan. Solusi penyediaan air bersih ditawarkan
dengan pemanfaatan air hujan untuk penggunaan air yang tidak diminum, seperti
untuk mandi, menyiram kloset, mencuci, mengepel dan menyiram tanaman.

40
Gambar 2.21 Sistem penampungan air hujan
Sumber: Gunawan, dkk

Sedangkan, air minum tetap diambil dari Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM), biasanya digunakan untuk minum, memasak dan kebutuhan dasar
lainnya jika tidak terjadi hujan. Air hujan dari atap dikumpulkan dengan talang
vertikal dan disalurkan oleh talang horizontal ke dua bak air di permukaan tanah.
Kemudian, sebuah pompa digunakan untuk memompa air hujan ke bak air hujan
ketiga di sisi Utara Rumah. Dari bak tersebut, air hujan disalurkan dengan prinsip
gravitasi ke kamar mandi, tempat cuci dan kran-kran lainnya. Bak kedua berada di
sisi Timur rumah (di depan Teras Tempat Makan) dengan tutup saringan kawat
kasa untuk menyaring kotoran dari atap dan menghindari nyamuk bersarang.

Sebagai tambahan, pemanfaatan Air PDAM juga digunakan. Air PDAM


ditampung dalam tangki air, di sisi Utara rumah, sebelum didistribusikan ke
Dapur. Tangki berkapasitas 1m3. Strategi penghematan air dilakukan dengan
penggunaan shower pada kamar mandi, penghematan air ketika mencuci, dll.

Sistem struktur dan konstruksi

Sistem struktur yang efektif diterapkan dengan penggunaan pondasi lajur


beton yang berundak. Lantai bangunan merupakan lantai beton yang dilapisi
lapisan aspal untuk melindungi bangunan dari kelembapan dan iklim tropis.
Elemen bangunan terdiri dari pondasi lajur, sloof, kolom, balok, dinding, lantai
serta atap. Pondasi yang dipilih oleh Dr. Frick ialah pondasi batu kali (cyclopean
concrete). Tanah pada lokasi merupakan tanah keras (harus digali dengan linggis).
Karena itu, pondasi selebar 50 cm dan tinggi 40 cm sudah dapat menanggung
beban yang ada.

41
Selain itu sloof (beton bertulang) berukuran 20 cm x 30 cm diletakkan untuk
mengikat kolom satu sama lain. Konstruksi pelat lantai berkubah con-block
dengan bentang sebesar 3 m diterapkan di atas bengkel dan bak penampung air
hujan. Tujuannya adalah untuk menghemat biaya konstruksi karena pelat lantai
berkubah dapat menyebabkan pengurangan tulangan baja. Tulangan beton tetap
diterapkan pada ring balk yang menerima beban horisontal yang cukup besar.
Penelitian Dr. Frick menemukan bahwa konstruksi pelat lantai berkubah con-
block ini dapat menahan beban sebesar 4 kN/m2 selama 24 jam tanpa terjadinya
retak atau penurunan yang berarti. Sehingga, konstruksi yang sama juga
diterapkan di atas kamar – kamar tidur untuk mengurangi juga radiasi termal.

c. Nueva Democracia, Affordable Housing Project (Sustainable Improvement


Proposal 2016)
Nueva Democracia adalah proyek perumahan 900-unit yang terjangkau di
Maracaibo, Venuzuela yang sebelumnya sebagai permukiman informal.
Perumahan tersebut dirancang oleh Andres Echeverria, Pablo La Roche dan
Marina Gonzales. Awalnya ditempati oleh sekelompok orang pada 25 Januari
1994. Pemerintah Negera Bagian berhasil merundingkan penarikan damai,
menjanjikan untuk mengembangkan proyek seluas 25 hektar dan membantu
‘invasores’ mengatur secara hukum untuk membeli tanah. Dalam malakukan hal
ini, perluasan besar lahan ini memulai prosesnya untuk menjadi bagian dari kota
formal. Untuk mencapai hal ini, masyarakat, universitas dan Pemerintah Negera
bekerja bersama antara tahun 1994 atau 1996 dalam desain dan konstruksi proyek
ini, yang dibangun dalam beberapa fase, dan mempromosikan organisasi sosial
masyarakat di perkotaan, lingkungan, dan tempat tinggal.

Prinsip urban berkelanjutan

 Rasionalisasi pendudukan dan penggunaan ruang, untuk mengoptimalkan


organisasi infrastruktur dan mengurangi biaya urban dalam proyek
kepadatan menengah.
 Menimalkan area publik dan semi publik, yang sulit dipelihara dan
dikendalikan, sementara meningkatkan ruang milik pribadi di mana
pemilik bertanggung jawab atas pemeliharaannya (61,28 persen) ruang

42
pribadi, 11,23 persen ruang semi-swasta, dan hanya 14,24 persen semi
public dan 13,25 persen publik.
 Peningkatan kontrol fisik ruang untuk penggunaan kolektif, melalui
definisi perbatasan, property dan penggunaan ruang yang memadai.
Penguatan, melalui desain ruang dan organisasi sosial, integrase komunitas
sehingga masyarakat mendukung evolusi dan peningkatan perumahan dan
urban.

Gambar 2.22 Urban Layout, serangkaian elemen geometris I,C,L


Sumber: Eco House

43
Habitat

Rumah-rumah dirancang untuk tumbuh bersama pemiliknya. Rumah-rumah


awal adalah 30 m2 dan dapat tumbuh hingga hunian yang nyaman dengan ukuran
140 m2. Tingkat pertumbuhan bervariasi sesuai dengan kemungkinan dan
kebutuhan keluarga. Jumlah minimumnya adalah ruang tamu/ tidur serbaguna
dengan kamar mandi dan laundy, yang dapat tumbuh menjadi rumah dengan lima
kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur, ruang cuci, halaman belakang,
halaman depan dan teras internal, teras dan tempat parkir mobil.

Gambar 2.23 Denah rumah tumbuh


Sumber: Eco House

Strategi yang diterapkan


Maracaibo terletak di permukaan laut dan sepuluh derajat di utara khatulistiwa,
memiliki iklim yang panas dan lembab dan beradaptasi dengan iklim adalah
pertimbangan proyek yang penting. Strategi yang paling penting diterapkan untuk
mencapai kenyamanan termal adalah ventilasi alami melalui jendela untuk
memperkenalkan pendinginan evaporatif dari tubuh dan mengurangi radiasi

44
matahari dalam rumah. Komponen utamanya adalah halaman interior dan ruang
terbuka yang teduh. Strategi mengurangi panas melalui atap dengan menambah
insulasi interlan dengan sistem plafond dan memasang atas bervegetasi yang luas
di atas. Seperti yang dapat dilihat pada gambar

Gambar 2.24 Penanaman vegetasi di atap


Sumber: Eco House

d. Lindavista House
Lindavista House dirancang oleh arsitek Jose Roberto Garcia dan Chaves pada
tahun 1998 dengan luas 300 m2 . Rumah ini berbentuk tiga lantai, berbentuk
persegi panjang dan terletak di pusat Kota Meksiko. Di lantai dasar memiliki area
parkir mobil, studio kaca, rumah kaca, kebuun sayur dan bunga, pemisah sampah
anorganik, ruang tamu dan ruang makan, dapur, studio, kamar mandi, koleksi air
hujan dan sistem penyimpanan, sumur resapan air hujandan taman. Lantai kedua
memiliki tiga kamar tidur dan dua kamar mandi. Lantai ketiga memiliki studio,
kamar tidur, kamar mandi, ruang cuci, area fotovoltaik surya, teras dan area
tumbuh bunga. Atapnya memiliki area penyimpanan, kolektor surya dan area
pengumpulan air hujan.

45
Gambar 2.25 Lindavista House
Sumber: Eco House

Gambar 2.26 Denah lantai dasar


Sumber: Eco House

Gambar 2.27 Denah lantai dua


Sumber: Eco House

46
Di Rumah Lindavista ada: pemilahan sampah di dalam rumah untuk tempat
pengumpulan lokal dan kemungkinan untuk beberapa daur ulang, produksi
kompos yang digunakan di kebun dan sampah organik yang berlebihan untuk
digunakan dalam sistem berkebun yang intensif dan mendukung kehidupan
dengan cara organik kebun sayur dan kebun buah, mengurangi limbah padat. Oleh
karena itu, sistem ekologi energi yang terintegrasi di rumah memberikan tingkat
swasembada yang tinggi dalam energi, air dan makanan dan ditujukan untuk
memberikan penghematan energi, sambil meningkatkan ekonomi, lingkungan
alam dan kualitas hidup. Diharapkan bahwa premis desain ini pada akhirnya akan
menghasilkan budaya produksi energi, air, dan makanan yang baru, yang pada
gilirannya akan mendorong penerapan yang menguntungkan bagi pembangunan
berkelanjutan nasional.

Air dikonservasi melalui sistem pengumpulan dan penyimpanan air hujan


yang memasok air domestik untuk semua penggunaan. Perangkat yang
menghemat konsumsi air di lemari air, shower dan keran, dll juga digunakan. Air
bekas dari dapur dan kamar mandi (air hitam) didaur ulang ke tangki lemari air.
Air hujan (abu-abu) dikumpulkan dan disimpan untuk berkebun.

Desain bioklimatik
Melalui penerapan sistem pendinginan dan pemanasan massif, orientasi yang
baik solusi ventilasi alami, perangkat peneduh dna pendinginan evaporative
seluruh rumah secara diklimatisasi, memberikan kondisi kenyamanan bagi
penghuni sepanjang tahun.

Ventilasi
Rumah Lindavista memiliki desain bukaan yang memaksimalkan pegerakan
udara di dalam ruangan. Selama musim panas ventilasi nocturnal terjadi melalui
kisi-kisi. Kebun yang menghadap ke timur dan vegetasi berindak sebagai
modulator iklim-mikro, meningkatkan pergerakan udara di dalam ruangan.
Permukaan bangunan bertindak sebagai ‘penyerap panas’ yang kuat, menyediakan
suhu yang nyaman pada hari berikutnya. Selama musim dingin, kisi-kisi tetap
tertutup, mengurangi panas yang hilang.

47
Hemat energi
Orientasi dan penempatan ruang-ruang memberikan pencahayaan yang
optimal untuk siang hari, sehingga mengurangi jumlah energi yang digunakan
untuk penerangan. Sebuah tata surya fotovoltik yang berdiri sendiri melengkapi
pencahayaan buatan dengan penggunaan perlengkapan dan peralatan yang hemat
energi. Standar insulasi yang baik untuk dinding eksterior dana tap juga
mengurangi beban pemanasan saat pemanasan matahari menyediakan panas ruang
selama periode panas.
Konstruksi yang sehat
Salah satu desain utama adalah untuk mempromosikan bangunan sehat. Ini
dicapai dengan penggunaan bahan-bahan bangunan yang sehat, organik sebanyak
mungkin, tanpa menimbulkan bahaya kesehatan. Bahan bagunan yang
diaplikasikan adalah batu regional, batu bata, beton, tata surya dan kaca adalah
bahan bangunan yang digunakan karena mereka tersedia secara lokal, mereka
memiliki biaya yang relatif rendah dan energi yang terwujudkan rendah. Solusi
sederhana dan kuat untuk sistem bangunan ini membutuhkan sedikit pemeliharaan
pengguna dan layak untuk desain yang berkelanjutan.

e. Surabaya Ecohouse
Di daerah tropis, karena ketergantungan pada sistem pendinginan atau
pendingin yang mengonsumsi energi meningkat, kekhawatiran yang berkembang
atas masalah lingkungan global di masa depan dan kemungkinan menguras
sumber daya energi memerlukan perkembangan penting dalam desain pasif,
terutama teknik pendinginan pasif. Surabaya Ecohouse, didesain oleh Profesor
Silas dan Dr. Y. Kodama, dengan luas 294 m 2. Struktur betonnya yang tahan lama
dan penggunaan partisi dan dinding eksternal yang fleksibel, merupakan desain
penting dalam masyarakat daur ulang yang berkelanjutan di masa depan untuk
meningkatkan kinerja termal bangunan.

Sistem atap ganda terdiri dari atap ubin di atas membran tahan air dengan
celah udara dan lapisan insulasi serat kelapa. Atap memanjang dengan rindang
yang dalam untuk menaungi dinding dan jendela terhadap kenaikan panas. Sistem

48
dinding luar terbuat dari kayu untuk juga mengurangi penetrasi matahari. Dinding
terbuka di ruang komunal untuk mempromosikan ventilasi silang. Ventilasi angin
melalui atap pusat untuk mempromosikan ventilasi tumpuk. Pendinginan malam
hari diinduksi dengan menyimpan udara malam suhu lebih rendah di lantai beton
yang tebal. Sebuah sistem pipa polypropylene disalurkan melalui pelat lantai yang
bersirkulasi air disimpan di tangki bawah tanah melalui pompa fotovoltaik. Air ini
pada suhu yang lebih dingin memancar melalui slab membuatnya tetap dingin dan
kemudian digunakan kembali untuk menyiram toilet atau irigasi.

Gambar 2.28 Tampak Surabaya Ecohouse


Sumber: Eco House

Gambar 2.29 Atap ganda


49
Sumber: Eco House
Gambar 2.30 Denah Surabaya Ecohouse
Sumber: Eco House

Gambar 2.31 Potongan


Sumber: Eco House

50
Tabel 2.1 Perbandingan Studi Banding Bangunan Berkonsep Arsitektur Ekologis
No Bangunan/ Arsitek Lokasi/Iklim Deskipsi Bangunan Prinsip Desain Ekologis
1. Menara Mesinaga/ Subang Jaya, Malaysia/ Sebuah kantor IBM. Dibangun pada  Prinsip desain bioklimatik
Kenneth Yeang beriklim tropis. Suhu, tahun 1989-1992, luas bangunan 6.503  Ventilasi silang dan garden spiral
panas, dan kelembaban m2. Terdiri atas 15 lantai. Dibangun  Dilengkapi dengnan sistem
sepanjang tahun hampir menggunakan dasar model bangunan otomatis banguan untuk
sama. tradisional Malaysia dan transisi/evolusi mengontrol fitur energi pendingin
ke dalam prinsip-prinsip modern. udara untuk mengurangi konsumsi
energi
 Orientasi bangunan didesain untuk
memodifikasi semua arah mata
angin
 Desain fasad berbeda-beda karena
pengaruh iklim dengan
menggunakan skycourt, curtail
wall, kisi-kisi aluminium dan
penonjolan core service di luar
bangunan
 Sistem pengumpulan air hujan di
atap

No Bangunan/ Arsitek Lokasi/Iklim Deskipsi Bangunan Prinsip Desain Ekologis

51
2. Rumah Tinggal Jalan Srinindito, Sisi Sebuah hunia 2 lantai dengan luas 140  Penggunaan material bangunan
Heinz Frick/ Heinz Selatan Semarang/ m2 (luas bangunan 88 m2, luas teras sebagian besar adalah material
Frick terletak pada 06º59’S 43,6 m2) di atas lahan 350 m2 dengan bekas; kayu bekisting, ubin bekas,
110º23’B, dengan 3 m karakteristik lahan miring, dibangun limbah kertas, besi beton, tiang
di atas muka laut, pada tahun 1999. Fungsi bangunan listrik, pegangan pintu bekas, dan
beriklim tropis sebagai tempat tinggal dirancang sesuai panel listrik bekas.
lembab. dengan kebutuhan penghuni. Zonasi  Konsep penghawaan dan
ruang ditentukan oleh sifat ruang. 1 pencahayaan alami secara silang.
kamar mandi utama, 2 kamar tidur  Efisensi air; air hujan ditampung
tamu, 2 kamar mandi, teras barat (zona ke dalam bak unutk keperluan
privat), dapur, teras tempat makan, mandi, menyiram kloset, mencuci,
ruang tinggal dan perpustakan serta mengepel, dan menyiram tanaman.
ruang kerja.  Hasil penelitian Heinz konstruksi
plat lantai berkubah con-block
sebesar 4 Kn/m2, dapat
menghemat biaya konstruksi. Juga
diterpkan di kamar-kamar tidur
untuk mengurangi radiasi termal.
3. Nueva Democracia, Maracaibo, Venuzuela/ Proyek perumahan 900-unit. Kerja sama  Terjangkau dan disesuaikan degan
Affordable Housing di atas permukaan laut; masyarakat, universitas dan Pemerintah iklim
Project (Sustainable sepuluh derajat di utara Negara antara tahun 1994/1996 dalam  Ventilasi alami
khatulistiwa; Iklim desain dan konstruksi proyek ini yang  Berkonsep rumah tumbuh
panas dan lembab dibangun dalam beberapa fase.

52
No. Bangunan/ Arsitek Lokasi/iklim Deskripsi Bangunan Prinsip Desain Ekologis
Improvement Rumah-rumah dibangun dengan konsep  Atap sebagai media untuk
Proposal 2016) / ‘rumah tumbuh’. Rumah awal 30m2 penghijaun
Andres kemudian tumbuh dengan ukuran
Echeverria, Pablo 140m2,disesuaikan dengan
La Roche dan kemungkinan dan kebutuhan keluarga.
Marina Gonzales Jumlah minimumnya adalah ruang tamu/
tidur serbaguna dengan kamar mandi
dan laundy, yang dapat tumbuh menjadi
rumah dengan lima kamar tidur, ruang
tamu, ruang makan, dapur, ruang cuci,
halaman belakang, halaman depan dan
teras internal, teras dan tempat parkir
mobil.

4. Lindavista House / Pusat kota Meksiko/ Rumah dengan 3 lantai, berbentuk  Desain bioklimatik
Jose Roberto iklim persegi panjang. Lantai dasar memiliki  Pencahayaan alami yang
area parkir mobil, studio kaca, rumah dioptimalkan
Garcia dan Chaves
kaca, kebuun sayur dan bunga, pemisah  Lingkungan konstruksi yang sehat
sampah anorganik, ruang tamu dan  Daur ulang pengolahan limbah
ruang makan, dapur, studio, kamar  Air dikonservasi melalui sistem
mandi, koleksi air hujan dan sistem pengumpulan dan penyimpanan
penyimpanan, sumur resapan air hujan air hujan yang memasok air
dan taman. Lantai kedua memiliki tiga domestik untuk semua

53
kamar tidur dan dua kamar mandi. penggunaan
Lantai ketiga memiliki studio, kamar
tidur, kamar mandi, ruang cuci, area
fotovoltaik surya, teras dan area tumbuh
bunga. Atapnya memiliki area
penyimpanan, kolektor surya dan area
pengumpulan air hujan.
5. Surabaya Surabaya/ iklim panas Hunian dengan luas 294 m2. Struktur  Sistem atap ganda
Ecohouse / dan lembab betonnya yang tahan lama dan  Ventilasi silang
penggunaan partisi dan dinding  Pendinginan malam hari
Profesor Silas dan
eksternal yang fleksibel, merupakan  Sistem pipa polypropylene.
Dr. Y. Kodama desain penting dalam masyarakat daur
ulang yang berkelanjutan di masa depan
untuk meningkatkan kinerja termal
bangunan. Atap ganda sangat efektif
untuk menurunkan suhu internal.
Kesimpulan : Berdasarkan 5 bangunan berkonsep arsitektur ekologis di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh iklim menjadi
pertimbangan utama dalam mendesain bangunan. Iklim mempengaruhi tata letak ruang, material, kenyamanan termal dan
pencahayaan alami untuk mengurangi konsumsi energi. Untuk daerah tropis persoalan yang utama ada pada atap karena menerima
panas yang cukup lama. Kesadaran ekologis tidak cukup hanya arsitek tetapi kesadaran untuk menjaga kesimbangan ekosistem di
alam merupakan kesadaran bersama makhluk di bumi.

54
7. Studi Banding Rusunawa
a. Rumah Susun Marunda, Cipinang Besar Selatan dan Tebet

Gambar 2.32 Rumah Susun Marunda, Cipinang Besar, dan Tebet


Sumber:

Penelitian mengenai rumah susun layak anak adalah penelitian yang bertujuan
untuk mencari karakteristik konsep desain rumah susun layak anak yang
kemudian diaplikasikan ke parancangan rumah model Rumah Susun Layak Anak.
Penelitian ini dilakukan dengan pada studi kasus di tiga rumah susun yaitu rumah
susun marunda yang berlokasi di Jl. Marunda Makmur, Kelurahan Marunda,
Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, rumah susun Tebet Barat I di jalan Tebet
Barat, kelurahan Tebet Barat, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan dan rumah susun
Cipinang Besar Selatan (Cibesel), jalan Kebon Nanas, Kelurahan Cipinang Besar
Selatan, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. pemilihan ketiga rumah susun
tersebut diambil sebagai studi kasus karena ketiganya berbeda lokasi sehingga
berbeda dalam segi perencanaan dan perancangannya.

Gambar 2.33 Lokasi Rumah Susun Marunda


Sumber: Model Rumah Susun Layak Anak (jurnal arsitektur)

55
Gambar 2.34 Lokasi Rumah Susun Cipinang
Sumber: Model Rumah Susun Layak Anak (jurnal arsitektur)

Gambar 2.35 Rumah Susun Tebet Barat


Sumber: Model Rumah Susun Layak Anak (jurnal arsitektur)

Rumah Susun Marunda yang berlokasi di jalan Marunda Makmur, Kelurahan


Marunda, Kecamatan Cilincing Jakarta Utara adalah rumah susun yang dibangun
oleh Pemda DKI Jakarta dibangun mulai tahun 2004 selesai tahun 2009, termasuk
bangunan baru. Rumah susun Tebet Barat I yang berlokasi di jalan Tebet,

56
Kelurahan Tebet Barat, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, dibangun tahun 1994
selesai tahun 1996. Rumah Susun Cipinang Besar Selatan yang berlokasi di Jalan
Kebon Nanas, Kelurahan Cibesel, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, dibangun
tahun 2007 selesai tahun 2008. Berdasarkan tahun mulai pembangunan dan
selesainya pembangunan terdapat perbedaan dalam segi ketersediaan lahan,
bentuk bangunan dan sarana prasarana serta fasilitas yang disediakan oleh Pemda
DKI Jakarta untuk rumah susun tersebut.

1. Konsep Lay Out/ Tata Ruang Hunian Rusun

Penataan ruang hunian didasarkan pada penggolongan zoning ruang, di


mana zone public yang menghubungkan dengan zone private dan zone
service.

Adapun konsep ruang hunian adalah :


1 unit terdiri dari:
 Ruang tamu/keluarga sebagai ruang semi publik terletak di depan
menghubungkan ruang privat dan service. Terdapat bukaan dari arah
selasar menerus kea rah bukaan pada area jemur.
 Ruang tidur terdiri dari ruang tidur utama dan ruang tidur anak yang
masing-masing memiliki bukaan dari selesar dan dari arah belakang.
 Dapur terdapat pada area belakang yang menghubungkan area service
lainnya yaitu kamar mandi dan ruang jemur.
 Kamar mandi terletak dekat daput untuk memudahkan instalasi.
 Ruang jemur terletak dekat daput yang merupakan area terbuka ke arah
belakang.

2. Konsep Lantai Dasar


Satu blok bangunan rumah susun terdiri dari 80-100 unit, terdiri dari:

 Lantai dasar : digunakan untuk area fasilitas bersama (warung makan,


kantor konsultan, puskesmas, klinik paud, kantor UPRS, musholla,
dsb).
 Lantai tipikal 1-5 : untuk unit hunian.
 Lantai atap : untuk utilitas (tangki air bersih)

57
 Luas hunian : 21-36 m2
 Tipe bangunan dengan void di tengah, selasar mengelilingi void.
 Satuan tangga utama di bagian tengah dan 2 buah tangga di bagian
samping kiri dan kanan.
 Hunian dilengkapi dengan area servis dapur dan toilet yang
berdekatan.
 Ruang jemur terletak di dekat dapur merupakan area terbuka ke
belakang.
 Blok bangunan rumah susun saling berhadapan dan dihubungkan
dengan plaza terbuka.
 Plaza berfungsi sebagai tempat bermain dan area berkumpul warga.
 Lantai dasar sebagai area terbuka yang berfungsi fasilitas bersama dan
pengelola atau tempat usaha warga rumah susun.
 Tangga utama berada di tengah blok.
 Tangga samping 2 buah berada di sisi kiri dan kanan blok.
 Ruang Panel dan Gudang ( 36 m2 ).
 Kantor Pengelola ( 36 m2 ).
 Kantor RT ( 36 m2 ).
 Unit usaha
 1-5 lantai tipikal untuk hunian.
 Lantai atap untuk fasilitas.
 Kapasitas tiap Blok Rusun 80 hunian.
 Tiap lantai terdiri dari 80 hunian.
 Luas tiap hunian 36 m2 .

3. Temuan di Lapangan Tipe Bangunan Rusun

 Blok bangunan rusun saling menghadap dan dihubungkan oleh plaza


terbuka
 Plaza tesebut berfungsi sebagai taman bermain dan berkumpul warga
 Tipe bangunan di tengah dikelilingi selasar
 Tangga utama di bagian tengah dan dua buah tangga samping

58
 Hunian dengan area service (dapur, toiler) berdekatan
 Bangunan rumah susun dalam satu blok terdiri dari 4-5 lantai
 Lantai dasar sebagai area terbuka yang berfungsi untuk fasilitas bersama
dan pengelola atau tempat usaha warga rumah susun.
 Lantai 1-5 adalah lanti tipikal yang dipakai sebagai hunian
 Lantai atap dipakai sebagai utilitas penampungan air bersih (top tank/
water tank)

Gambar 2.36 Skema konsep lantai bawah rusun


Sumber: Model Rumah Susun Layak Anak (jurnal arsitektur)

Gambar 2.37 Konsep bangunan rusun per blok


Sumber: Model Rumah Susun Layak Anak (jurnal arsitektur)

59
Gambar 2.38 Konsep aksimatisasi/ pencahayaan dan penghawaan
alami
Sumber: Model Rumah Susun Layak Anak (jurnal arsitektur)

Konsep Aklimatisasi (penerangan dan penghawaan alami) agar cahaya


matahari optimal masuk ke dalam ruang hunian digunakan bukaan dan kaca yang
cukup lebar. Sedangkan angin diusahakan semaksimal mungkin melewati lubang
ventilasi dengan sistem “cross ventilation”. Void terletak di tengah-tengah massa
bangunan yang saling berhadapan, berguna untuk mengalirkan udara dari dalam
hunian. Juga berguna untuk pencahayaan alami. Di atas Void diberi penutup Poly
Carbonat untuk mencegah air hujan masuk dan juga untuk penerangan alami pada
siang hari

60
5. Konsep Penerangan Buatan
Penerangan buatan pada malam hari menggunakan listrik dari PLN,
disamping digunakan juga Genset khusus untuk penerangan umum/selasar,
jika listrik dari PLN padam.

Setiap penghuni/unit rusun berlangganan listrik PLN melalui Pengelola


Rusun dengan sistem puls yang dikontrol melalui ruang panel di lantai atas.
Jika pulsa habis, maka penghuni harus membeli pulsa baru/token bisa lewat
ATM. Instalasi listrik di lantai 4 mensuplai ke tiap unit rumah susun. Suplai
energi listrik dari PLN dan dari genset. Mesin genset khusus untuk penerangan
umum (selasar, pengelola dan lingkungan rumah susun). Sistem langganan
listrik PLN menggunakan pulsa (token). Kontrol pulsa lewat box meter yang
ada di ruang listrik (gambar paling kanan).

Gambar 2.39 Konsep penerangan buatan


Sumber: Model Rumah Susun Layak Anak (jurnal arsitektur)

6. Konsep Air Bersih, Air Kotor, Kotoran/Wc dan Air Hujan


Sumber air bersih dari Perusahaan Air Minum (PAM) dan air tanah (sumur).
Ditampung di Ground Reservoir, kemudian menggunakan mesin pompa
didistribusikan. Air kotor dari kamar mandi, tempat cuci, dapur dialirkan melalui
shaft menuju ke Sawage Treatment Plan (STP), kemudian di buang ke saluran/
drainase kota. Air hujan dialirkan ke bawah lewat shaft menuju saluran/drainase
kota.

61
Gambar 2.40 Instalasi air bersih, tangki air bersih, instalasi air melalui
shaft dan rumah pompa serta genset
Sumber: Model Rumah Susun Layak Anak (jurnal arsitektur)

Gambar 2.41 Skema Konsep Air Bersih, Air Kotor, Kotoran/WC dan air
hujan
Sumber: Model Rumah Susun Layak Anak (jurnal arsitektur)

62
b. Rumah Susun Cigugur, Cimahi

Gambar 2.42 Fasad Rumah Susun Cigugur


Sumber: google image, diakses 25 November 2007

Rumah susun yang berlokasi di Cigugur-Cimahi Jawa Barat merupakan


rumah susun percontohan, dengan konsep desain rumah berbasis rendah emisi dan
memanfaatkan teknologi konstruksi C-Plus. Rendahhnya emisi melalui desain
bangunan serta desain kawasan yang tepat.

a. Desain dan Luasan Unit Hunian


Ukuran ruang hunian untuk beraktivitas dan sirkulasi disesuaikan dengan
standar hunian 9 m2/orang. Rancangan luas satu unit hunian seluas 21 m2
merupakan unit hunian unti untuk keluarga kecil dengan satu orang anak.
Setiap blok rumah susun Cimahi terdiri dari lima lantai. Lantai 1 – 4
merupakan unit hunian dan lantai dasar sebagai fasilitas penunjang dan ruang
bersama. Antar blok massa bangunan dihubungkan oleh selasa yang juga
berfungsi sebagai jalur evakuasi.

Desain rumah susun mengoptimalkan ventilasi udara dan pencahayaan


alami yang cukup untuk tiap unit. Desain penataan unit dengan pola memusat
bertujuan mempertahankan skala mikro komunitas sesusia dengan kehidupan
kampung sebelumnya.

63
b. Struktur
Rumah susun cigugur adalah hasil penerapan teknologi puskim secara
terintegrasi dari segi arsitektur, struktur, plumbing, bahan bangunan, sanitasi
dan persampahan. Sistem struktur menggunakan sistem pracetak C-plus yang
telah diuji pada tahun 2002. Hasil pengujian menunjukkan sistem ini
mempunyai kehandalan sebagai sistem struktur bangunan bertingkat.
Kelebihan dari bentuk ini adalah memungkinkan adanya efisiensi ruang. Pada
kolom konvensional bangunan bertingkat, ukuran kolom persegi harus lebih
besar dari tebal dinding sehingga ada bagian kolom yang menonjol dan
memakan ruang. Untuk ruang-ruang yang tidak terlalu luas (unit 18 atau 21),
penggunaan kolom C-Plus akan mengurangi tonjolan sehingga ruang lebih
efisien. Waktu pelaksanaan pekerjaan untuk konstruksi pracetak diperkirakan
lebih cepat daripada konstruksi konvensional karan komponen bangunan telah
diproduksi dahulu sehingga di lapangna hanya proses perakitan.

c. Bahan Bangunan
Bahan pengisi dinding adalah conblock ukurang 20x30x10 cm dengan
campuran 1PC : 5 pasir. Dinding tambahan perkuatan tulangan tunggal
diameter 6 mm, dipasang arah horsontal setiap 5 lapis dan arah vertikal setiap
5 buah conblock. Sedangkan bahan penutup lantai adalah plesteran untuk
lantai dan selasar. Bahan gymstone digunakan pada lantai plaza. Kerangka
kuda-kuda menggunakan bahan baja karena durabilitas lama dan tidak
memerlukan perawatan khusus. Kusen jenela menggunakan bahan aluminium
agar tidak memerlukan perawatan khusus.

d. Penyediaan Air Bersih


Sistem plumbing yang diterapkan pada rumah susun sederhana adalah
sistem pemompaan dan gravitasi. Air dari sumur dalam di pompa ke ground
tank, untuk kemudian dipompa ke roof tank didistribusikan ke tiap unit
dengan sistem gravitasi. Setiap unit dilengkapi meteran air dan listrik untuk
mencatat penggunaan air.

64
e. Pembuangan dan Pengolahan Air Limbah Kotor
Sistem pembuangan limbah menggunakan campuran, yaitu pembuangan
dimana air limbah kamar mandi dan air kotor dikumpulkan dan dialirkan
dalam satu saluran. Sistem Ven yang diterapkan adalah ven tegak tunggal
dengan ukuran sama dengan pipa tegak air limbah, sistem ini akan
memberikan penghematan penggunaan pipa dan efisiens pengaliran air dalam
sistem plumbing. Pengolahan air limbah rumah tangga menggunakan sistem
biokontraktor. Sistem ini dapat menurunkan beberapa parameter yang dapat
dijadikan indikator pencemaran.

c. Rumah Susun Urip Sumoharjo, Surabaya

Gambar 2.43 Fasad Rumah Susun Urip Sumoharjo


Sumber: google image, diakses 25 November 2007
a. Fasilitas Bangunan
 Luas tiap hunian adalah 3 m x 6 m untuk ruang utama, ditambah
dengan 2 m x 3 m untuk ruang servis, yaitu KM/WC, dapur dan ruang
cuci/jemur.
 Lantai dasar yang sebagaian dimanfaatkan sebagai fasilitas umum dan
sebagaian unit hunian. Lantai tipikal 1-4 sebagai unit hunian.
 Fasilitas penunjang, berupa dapur umum, gudang, TPA/TK, karang
taruna dan PKK pada lahan sekitar juga terdapat perkerasan untuk
sirkulasi, area bermain anak, ruang usaha sertaa mushollah.

65
b. Luasan/Tipe Unit Hunian
 Luasan/ tipe unit hunian yang tersedia hanya satu tipe yaitu 21 m 2.
Menggunakan sistem layout kombinasi yaitu perpaduan antara layout
tertutup dan layout terbuka. Layout terbuka untuk zona public (ruang
bersama), yaitu ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dan teras.
Sementara layout tertutup untuk zona privat (ruang privasi), yaitu
kamar tidur dan kamar mandi.
c. Struktur
 Struktur utama memakai baja
 Tangga memakai gabungan baja dan plat beton
 Plat lantai beton plester, namun sudah banyak yang dikeramik oleh
warga sendiri
 Dinding bata, diplester dan dicat
 Tanpa plafon
 Atap asbes gelombang

66
BAB III TINJAUAN KHUSUS
A. Gambaran Umum Kota Makassar

1. Kondisi Geografis, Topografi dan Klimatologi


Kota Makassar merupakan ibu kota provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di
bagian Selatan Pulau Sulawesi, dahulu disebut Ujung Pandang, kota terbesar
keempat di Indonesia dan terbesar di Kawasan Timur Indonesia dengan luas
wilayah 175,77 km persegi. Makassar sebagai Gateway Indonesia Timur karena
mempunyai posisi strategis yang berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah
selatan dan utara dalam provinsi di Sulawesi, dari kawasan Barat ke kawasan
Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah Selatan Indonesia menjadi
kota yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangan semakin maju telah
merubah wajah Kota Makassar menjadi sebuah kota metropolitan.
Secara astronomis, Kota Makassar terletak pada koordinat 119°18'27,97"
119°32'31,03" Bujur Timur dan 5°00'30,18" - 5°14'6,49" Lintang Selatan.
Berdasarkan posisi geografisnya, Kota Makassar memiliki batas-batas berikut:

 Batas Utara : Kabupaten Pangkajene Kepulauan


 Batas Selatan : Kabupaten Gowa
 Batas Timur : Kabupaten Maros
 Batas Barat : Selat Makasar

Kota yang letaknya berada dekat dengan pantai, membentang sepanjang


koridor Barat dan Utara, lazim dikenal sebagi kota dengan ciri “Waterfront City”,
di dalamnya mengalir beberapa sungai yang kesemuanya bermuara ke dalam kota
(Sungai Tallo, Jeneberang dan Pampang). Sungai Jeneberang, misalnya yang
mengalir melintas wilayah Kabupaten Gowa dan muara kebagian selatan Kota
Makassar merupakan sungai dengan kapasitas sedang (debit air 1-2 m/detik).
Sedangkan sungai Tallo dan Pampang yang bermuara di bagian utara Makassar
adalah sungai dengan kapasitas rendah berdebit kira-kira hanya mencapai 0-5
m/detik di musim kemarau. Sebagai kota yang sebagaian besar wilayahnya
merupakan daerah dataran rendah, yang membentang dari tepi pantai sebelah
barat dan melebar hingga ke arah Timur sejauh kurang lebih 20 km dan

67
memanjang dari arah selatan ke arah utara merupakan koridor utama kota yang
temasuk dalam jalur-jalur pengembangan, pertokoaan, perkantoran, Pendidikan
dan pusat kegiatan industri di Makassar.

Berdasarkan keadaan cuaca serta curah hujah, Kota Makassar termasuk daerah
yang beriklim sedang hingga tropis dan memiliki topografi dengan kemiringan
lahan 0-20 (datar) dan kemiringan lahan 3-5 (bergelombang) dengan hamparan
dataran rendah yang berada pada ketinggian antara 0-25 meter dari permukaan
laut. Dengan kondisi ini menyebabkan Kota Makassar sering mengalami
genangan air pada musim hujan, terutama pada saat turun hujan bersamaan
dengan naiknya air pasang. Secara umum topografi Kota Makassar
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:

 Bagian barat ke arah utara relatif dekat dengan pesisi pantai


 Bagian timur dengan keadaan topografi berbukit seperti di Kelurahan
Antang Kecamatan Panakukang.

2. Gambaran Kependudukan dan Kepadatan Penduduk


a. Jumlah penduduk
Kota Makassar sebagai Gateway Indonesia Timur, secara geografis terletak
pada posisi strategis karena berada dipersimpangan jalur lalu lintas dari arah
selatan dan utara dalam provinsi di Sulawesi dan wilayah kawasan barat dan
kawasan Indonesia timur, menjadi suatu kota yang mempunyai pertumbuhan dan
perkembangan semakin maju. Menimbulkan berbagai implikasi yang menyangkut
industrial, mobilitas manusia terus meningkat, diskonkurensi masalah
kependudukan terhadap daya dukung yang makin melebar, juga dengan adanya
peningkatan jumlah penduduk.
Berdasarkan data Statistik Daerah Kota Makassar, proyeksi penduduk tahun
2014 sebanyak sebanyak 1.449.242 jiwa. Kemudian pada tahun 2015 meningkat
menjadi 1.449.401 jiwa. Pada periode 2014-2015 laju pertumbuhan penduduk
mencapai 1,41 persen. Di tahun 2016 sebanyak 1.469.601 jiwa yang terdiri atas
727.314 jiwa penduduk laki-laki dan 742.287 jiwa penduduk perempuan.
Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2015, penduduk Kota
Makassar mengalami pertumbuhan sebesar 1,39 persen dengan masing-masing

68
persentase pertumbuhan penduduk laki-laki sebesar 1,43 persen dan penduduk
perempuan sebesar 1,36 persen. Sesuai data BPS Kota Makassar, secara jelas
dipaparkan jumlah penduduk dna laju pertumbuhan penduduk Kota Makassar
dalam 4 tahun terakhir seperti tabel 3.2 dibawah ini
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Makassar
dari Tahun 2013-2016

Tahun Jumlah penduduk (jiwa) Laju Pertumbuhan (%)


2013 1.408,1 1,52
2014 1.429,2 1,50
2015 1.449,1 1,41
2016 1.469.6 1,39
Sumber: Makassar Dalam Angka,2017

Dengan mengetahui jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk pada


tiap tahunnya, maka dapat diprediksi jumlah penduduk dibeberpa tahun ke depan
dengna menggunakan rumus :

Keterangan :
Pn = Jumlah penduduk prediksi tahun ke-n (jiwa)
Po = Jumlah penduduk tahun dasar (jiwa)
r = Laju pertumbuhan penduduk tiap tahun (%)
n = Selisih tahun prediksi dan tahun dasar
1 = Koefisien

Dengan menggunakan rumus di atas, maka jumlah penduduk pada tahun 2022
dapat diprediksi dengan mengacu pada data-data penduduk yang telah diketahui
sebelumnya, di mana :

69
Diketahui :
P2016 = 1.469.601 jiwa
r = 1,39 %
n = 2022 – 2016 = 6 tahun

Maka :
Pn = Po ( 1 + r )n
P2022 = 1.469.601 ( 1 + 1,39 % )6
= 1.469.601 ( 1,0139 ) 6
= 1.469.601 ( 1,0863 )
P2022 = 1.596.427 jiwa

Asumsi jumlah unit hunian


Sesuai dengan data dari Makassar Dalam Angka 2017, diketahui bahwa
jumlah penduduk Kota Makassar pada tahun 2016 adalah 1.469.601 jiwa, dengan
laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,39 %. Jika diamsumsikan rata-rata tiap
rumah tangga sebanyak 5 (lima) orang, maka dapat diprediksi jumlah kebutuhan
akan rumah di tahun 2016 dengan menggunakan rumus :

Maka diperoleh hasil sebagai berikut :

70
Jika menggunakan rumus yang sama, dengan asumsi laju pertumbuhan
penduduk dan jumlah anggota rumah tangga yang tetap, maka kebutuhan unit
hunian pada tahun 2015 dapat diprediksi sebagai berikut :
1,39 % x 1.596.427 jiwa
Jumlah unit hunian (2022) =
5 orang

22190.335
=
5 orang

= 4438 unit hunian

b. Penyebaran dan kepadatan penduduk


Penyebaran penduduk dengan terkonsentrasi pada satu wilayah atau tersebar
normal merata di seluruh wilayah merupakan konsekuensi yang timbul dari
permasalahan berkembangnya penduduk. Ukuran sebaran dan kepadatan
penduduk yang ideal sulit untuk ditentukan karena bergantung pada potensi yang
dimiliki suatu wilayah serta kemampuan penduduk dalam memanfaatkan potensi
yang ada.
Umumnya konsentrasi penduduk yang tinggi akan sangat rawan terhadap
konflik sosial, selain itu juga menyulitkan pemerintah dalam penyediaan berbagai
fasilitas yang dibutuhkan masyarakat. Sebaliknya konsentrasi penduduk yang
rendah akan menyebabkan penyediaan fasilitas yang dibutuhkan masyarakat
menjadi relatif mudah.
Berdasarkan tabel 3.1 memperlihatkan perbedaan distribusi penduduk yang
tersebar pada 14 kecamatan. Distribusi penduduk menurut kecamatan
menunjukkan keadaaan sebaran yang tidak merata. (sumber Statistik Daerah Kota
Makassar)

Tabel 3.1 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Di Kota


Makassar, 2016
No Kecamatan Luas Wilayah Persentase Kepadatan
(km2) penduduk penduduk

71
per km2
1 Mariso 1,82 4,03 32.578
2 Mamajang 2,25 4,15 27.114
3 Tamalate 20,21 13,23 9.624
4 Rappocini 9,23 11,20 17.829
Kepadatan
Luas Wilayah Persentase
No Kecamatan penduduk
(km2) penduduk
per km2
5 Makassar 2,52 5,77 33.634
6 Ujung Pandang 2,63 1,94 10.835
7 Wajo 1,99 2,10 15.544
8 Bontoala 2,10 3,85 26.922
9 Ujung Tanah 5,94 3,35 11.187
10 Kep. Sangkarrang - - -
11 Tallo 5,83 9,47 23.871
12 Panakukang 17,05 10,06 8.668
13 Manggala 24,14 9,44 5.744
14 Biringkanaya 48,22 13,78 4.200
15 Tamalanrea 31,84 7, 63 3.523
Kota Makassar 175,77 100,00 8.361
Sumber: Makassar Dalam Angka,2017

Tabel 3.1 di atas memperlihatkan bahwa perbedaan distribusi penduduk setipa


kecamatan dengan persentase luas wilayah mengakibatkan kepadatan penduduk
setiap kecamatna juga berbeda-beda. Secara keseluruhan kepadatan penduduk di
Kota Makassar yaitu sekitar 8.246 jiwa perkilometer. Kepadatna penduduk
terendah sebesar 3.481 jiwa/km2 di kecamatan Tamalanrea, sedangkan kepadatan
tertinggi mencapai 33.490 jiwa/km2 di Kecamatan Makassar. Terdapat empat
kecamatan yang wilayahnya cukup luas, masing-masing di atas 10 persen dari
luas wilayah Kota Makassar. Sementara terdapat enam kecamatan lainnya yang
memiliki luas wilayah masing-masing kurang 2 persen. Empat wilayah kecamatan

72
terluas di Kota Makassar berturut-turus adalah Biringkanaya 48,22 km2,
Tamalanrea 31,84 km2, Manggal 24,14 km2 dan Tamalate 20,21 km2.

Karena pola distribusi penduduk dan luas wilayah antar kecamatan berbeda,
maka tingkat kepadatan yang dihiting dengan membandingkan jumlah penduduk
terhadap luas wilayah, memiliki pola yang berbeda pula. Pola yang terbentuk
menunjukan bahwa wilayah kota lama yang merupakan pusat niaga memiliki
konsentrasi penduduk yang tinggi. Untuk itu sangatlah logis apabila
pengembangan wilayah permukiman penduduk dapat diarahkan pada wilayah
dengan tingkat kepadatan yang masih rendah seperti pada kecamatan
Biringkanaya, Tamalanrea, dan Manggala.

B. Rencana Umum Tata Ruang Kota Makassar Tentang Kawasan


Perumahan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar berperan sebagai alat untuk
mewujudkan keseimbangan pembangunan antar wilayah dan kesinambungan
pemanfaatan ruang di Kota Makassar. Adapun fungsi Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Makassar sebagai pedoman untuk;

a. Penyusunan rencana pembangunan daerah


b. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kota
Makassar
c. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antarwilayah serta keserasian antar sektor di Kota Makassar
d. Penetapan lokasi antarsektor di Kota Makassar
e. Pewujudan keterpaduan rencan pengembangan Kota Makassar dengan
kawasan sekitarnya

Berdasarkan Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2015-2034, tujuan


dibentuknya adalah untuk mewujudkan ruang wilayah Kota sebagai kota tepian
air kelas dunia yang didasari keunggulan serta keunikan lokal menuju
kemandirian lokal dalam rangka persaingan global dan fungsi perkotaan inti KSN
Perkotaan Mamminasata demi ketahanan nasional dan wawasan nusantara yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

73
1. Pusat pelayanan kota
a. PPK I berfungsi sebagai pusat kegiaan pemerintah kota, pusat kegiatan
budaya dan pusat perdagangan dan jasa, landmark kota dan ruang terbuka
hijau di kawasan pusat kota dan bagian Barat kota ditetapkan di:
 Kawasan pemerintahan kota di Kecamatan Ujung Pandang dan
Kecamatan Makassar
 Kawasan Karebosi dan sekitarnya di Kecamatan Ujung Pandang
 Kawasan perdagangan dan jasa di sebagian wilayah Kecamatan Wajo,
sebagian wilayah Kecamatan Bontoala, dan sebagian Kecamatan
Ujung Pandang
 Kawasan Pecinan dan sekitarnya di Kecamatan Wajo
 Kawasan Benteng Fort Rotterdam di Kecamatan Ujung Pandang
 Kawasan Losari dan sekitarnya di Kecamatan Ujung Pandang
b. PPK II berfungsi sebagai pusat kegiatan maritim skala internasional,
nasional, dan regional ditetapkan di kawasan pengembangan pesisir bagian
Utara di sebagian wilayah Kecamatan Ujung Tanah, sebagian wilayah
Kecamatan Tallo, sebagian wilayah Kecamatan Tamalanrea, dan sebagian
wilayah Kecamatan Biringkanaya dan pusat kegiatan yang menunjang dan
mendukung kegiatan kebandarudaraan skala internasional, nasional, dan
regional di sebagian wilayah Kecamatan Biringkanaya
c. PPK III berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan provinsi di
Kecamatan Panakkukang, pusat kegiatan pendidikan dan penelitian skala
internasional, nasional, dan regional ditetapkan di Kecamatan
Panakkukang, dan Kecamatan Tamalanrea, serta pusat kegiatan industri
dan pergudangan dengan skala pelayanan tingkat internasional, nasional,
dan regional ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Tamalanrea, dan
sebagian wilayah Kecamatan Biringkanaya; dan
d. PPK IV berfungsi sebagai pusat kegiatan bisnis global skala internasional,
nasional, dan regional ditetapkan pada kawasan pengembangan pesisir di
sebagian Kecamatan Tamalate dan sebagian Kecamatan Mariso, pusat
kegiatan bisnis di sebagian wilayah Kecamatan Rappocini, serta pusat
kegiatan pertemuan, pameran, dan sosial budaya skala internasional,

74
nasional, dan regional ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Mariso
dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalate
2. Sub pusat pelayanan kota

Sub pusat pelayanan kota merupakan pusat pelayanan sosial, ekonomi,


dan/atau administrasi masyarakat yang melayani sub wilayah kota, yang
terdiri atas:

a. Sub PPK I ditetapkan pada Kawasan Daya yang meliputi : sebagian


Kecamatan Tamalanrea dan sebagian Kecamatan Biringkanaya dengan
fungsi sebagai pusat kegiatan perumahan kepadatan sedang, pusat kegiatan
perumahan kepadatan tinggi, pusat pelayanan penelitian dan pendidikan
tinggi, pusat kegiatan perdagangan dan jasa, kegiatan yang mendukung
kegiatan bandar udara, pusat pelayanan olahraga, pusat pelayanan
kesehatan, dan pusat kegiatan industri dan pergudangan
b. Sub PPK II ditetapkan pada Kawasan Untia yang meliputi : sebagian
Kecamatan Tamalanrea dan sebagian Kecamatan Biringkanaya dengan
fungsi sebagai pusat kegiatan perumahan kepadatan sedang, pusat kegiatan
perumahan kepadatan tinggi, pusat pelayanan penelitian dan pendidikan
tinggi, dan pusat kegiatan maritime
c. Sub PPK III ditetapkan pada Kawasan Manggala yang meliputi :
Kecamatan Manggala dengan fungsi sebagai pusat kegiatan perumahan
kepadatan sedang, dan pusat kegiatan perumahan kepadatan tinggi, serta
kegiatan industry
d. Sub PPK IV ditetapkan pada Kawasan Tallo yang mencakup Kecamatan
Tallo dan Kecamatan Ujung Tanah dengan fungsi sebagai pusat kegiatan
perumahan kepadatan sedang, pusat kegiatan perumahan kepadatan tinggi,
pusat kegiatan industri, pusat pelayanan budaya, dan pusat kegiatan
transportasi laut
e. Sub PPK V ditetapkan pada Kawasan Panakkukang yang mencakup
Kecamatan Panakkukang dan Kecamatan Rappocini dengan fungsi sebagai
pusat kegiatan perumahan kepadatan sedang, pusat kegiatan perumahan
kepadatan tinggi, pusat kegiatan perdagangan dan jasa, dan pusat
pelayanan penelitian dan pendidikan tinggi

75
f. Sub PPK VI ditetapkan pada Kawasan Losari yang mencakup Kecamatan
Mariso, Kecamatan Ujung Pandang, dan Kecamatan Wajo dengan fungsi
sebagai pusat kegiatan perumahan kepadatan sedang, pusat kegiatan
perumahan kepadatan tinggi, pusat kegiatan perdagangan dan jasa, pusat
kegiatan pariwisata, pusat kegiatan sosial budaya, pusat pelayanan
kesehatan, dan pusat kegiatan transportasi laut
g. Sub PPK VII ditetapkan pada Kawasan Sentral di Kecamatan Bontoala
dengan fungsi kegiatan sebagai pusat kegiatan perumahan kepadatan
sedang, pusat kegiatan perumahan kepadatan tinggi, dan pusat kegiatan
perdagangan dan jasa
h. Sub PPK VIII ditetapkan pada Kawasan Mattoanging yang mencakup
Kecamatan Mamajang, dan Kecamatan Makassar dengan fungsi sebagai
pusat kegiatan perumahan kepadatan sedang, pusat kegiatan perumahan
kepadatan tinggi, pusat pelayanan kesehatan, pusat kegiatan olahraga, dan
pusat kegiatan perdagangan dan jasa
i. Sub PPK IX ditetapkan pada Kawasan Barombong di Kecamatan
Tamalate dengan fungsi kegiatan sebagai pusat kegiatan perumahan
kepadatan sedang, pusat kegiatan perumahan kepadatan tinggi, pusat
kegiatan perdagangan dan jasa, pusat kegiatan pariwisata, pusat pelayanan
penelitian dan pendidikan tinggi, pusat pelayanan budaya, pusat pelayanan
olahraga
j. Sub PPK X ditetapkan pada Kawasan Sangkarrang di Kecamatan
Kepulauan Sangkarrang dengan fungsi sebagai pusat kegiatan perumahan
kepadatan sedang, dan pusat kegiatan pariwisata bahari.
3. Kawasan Peruntukan Perumahan bertujuan untuk
a. Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia,
dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat
b. Memujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan
yang sehat, aman, serasi dan teratur
c. Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang
rasional

76
d. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan bidang-
bidang lain

Kawasan peruntukan perumahan meliputi:

a. Kawasan peruntukan perumahan dengan kepadatan tinggi


Kawasan peruntukan perumahan dengan kepadatan tinggi sebagaimana
ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bontoala, sebagian wilayah
Kecamatan Makassar, sebagian wilayah Kecamatan Mamajang , sebagian
wilayah Kecamataan Mariso, sebagian kecamatan Panakukang, sebagian
wilayah Kecamatan Rappocini, sebagaian wilayah Kecamatan Tallo,
sebagaian wilayah Kecamatan Tamalate, sebagaian wilayah Kecamatan
Ujung Pandang, sebagaian wilayah Kecamatan Tamanlarea, sebagaian
wilayah Kecamatan Ujung Tanah, sebagian wilayah Kecamatan
Manggala, sebagaian wilayah Kecamatan Biringkanaya, sebagaian
Kecamatan Wajo, dan sebagaian wilayah Kecamatan Kepulauan
Sangkarrang
b. Kawasan peruntukan perumahan dengan kepadatan sedang
Kawasan peruntukan perumahan dengan kepadatan sedang sebagaimana
ditetapkan di sebagaian wilayah Kecamatan Biringkanaya, sebagaian
wilayah Kecamatan Manggala, sebagaian wilayah Kecamatan
Tamalanrea, sebagaian wilayah Kecamatan Mariso, sebagaian wilayah
Kecamatan Panakukang, sebagaian wilayah Kecamatan Tamalate,
sebagaian wilayah Kecamatan Ujung Tanah, sebagaian wilayah
Kecamatan Rappocini, sebagaian wilayah Kecamatan Tallo, sebagaian
wilayah Kecamatan Kepulauan Sangkarrang.
c. Kawasan peruntukan perumahan dengan kepadatan rendah
Kawasan peruntukan perumahan dengan kepadatan rendah sebagaimana
ditetapkan di sebagaian wilayah Kecamatan Biringkanaya, sebagaian
wilayah Kecamatan Manggala, sebagaian wilayah Kecamatan Tamalanrea,
sebagaian wilayah Kecamatan Panakukang, sebagaian wilayah Kecamatan
Tallo, sebagaian wilayah Kecamatan Tamalate, sebagaian wilayah
Kecamatan Ujung Pandang, dan sebagaian wilayah Kecamatan Ujung
Tanah.

77
Untuk arahan pengembangan kawasan permukiman di 6 kecamatan, yakni
kecamatan panakukang, kecamatan rappocini, kecamatan tamalate, kecamataan
manggal, kecamatan biringkanaya, kecamatan tamalanrea.

C. Rumah Susun di Kota Makassar


Dilansir dari portal online Rakyatku.com, Kepala Seksi Rumah Susun (Rusun)
Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah Kota Makassar, Syaharuddin
Laeda mengatakan, “ Dalam satu kecamatan terdapat sekitar 350 Kepala Keluarga
(KK) yang membutuhkan hunian. Sehingga jika diakumulasi dari 14 kecamatan,
hampir mencapai lima ribu KK. Jika satu rusun hanya dapat menampung kurang
lebih 250 KK. Berarti, Kota Makassar masih memerlukan 20 rusun lagi untuk
menampung seluruh warga yang belum memiliki hunian layak”. Namun
pengadaan rumah susun di Kota Makassar dihadapkan pada beberapa masalah
diantaranya :

 Lahan : Lahan yang sulit (mahal) dan tidak terjangkau bagi masyarakat
berpenghasilan rendah. Mengakibatkan banyak kawasan kumuh yang
menempati tanah ilegal dan berstatus tidak jelas.
 Perizinan : Regulasi yang tidak berpihak pada masyarakat berpenghasilan
rendah, sehingga sulit menyelesaikan permasalahan lahan. Padahal
permukiman mereka sudah exis dan mendaptkan utilitas permukiman
seperti listrik, PDAM, telepin, jalan lingkungan, dsb.
 Pembiayaan : Besarnya pembiayaan untuk menyelesaikan permasalahan
kumuh, mengakibatkan pemerintah harus punya strategi dalam
penangannya. Pembiayaan ini tidak hanya meliputi perumahannya saja
tetapi infrastruktur pendukung lainnya.
Jenis-jenis rusun di Kota Makassar
1. Tiga jenis rusuna di Kota makassar
 Rusuna umum/ masyarakat pekerja informal
 Rusuna masyarakat pekerja formal
 Rusuna mahasiswa
2. Tiga scheme rusuan di Kota Makassar
 Rusuna di atas tanah pemerintah kota

78
 Rusuan di atas tanah swasta/ lembaga pendidikan/ yayasan
 Rusuna di atas tanah milik

Tabel 3.8 Rumah susun sederhana yang telah terbangun di Kota Makassar
Tahun
No Rusuna Jumlah Sumber Dana Pengembangan
Pelaksanaan
1 Mariso 5 twin 2006/2008 Kementrian Ada (lahan
blok PU siapa)
(487
kamar)
2 Daya 3 twin 2003/2009 Kementrian Ada (lahan
blok PU siapa)
3 Universitas 4 twin 2004/2005 Kementrian Ada (lahan
Hasanuddin blok PU siapa)
Kementrian
Perumahan
Rakyat
4 Universitas 1 twin 2009/2010 Kementrian Ada (lahan
Negeri blok PU siapa)
Makassar Kementrian
Perumahan
Rakyat
5 Univeristas 3 twin 2007/2008 Kementrian Ada (lahan
Muhammadiyah blok PU siapa)
Kementrian
Perumahan
Rakyat
6 Universitas 1 twin 2007/2008 Kementrian Ada (lahan
Muslim blok PU siapa)
Indonesia Kementrian
Perumahan
Rakyat
7 Athirah 1 twin 2008/2009 Kementrian Ada (lahan
blok PU siapa)
Kementrian
Perumahan
Rakyat
8 Kawasan 4 twin 2009/2010 Kementrian Ada (lahan
Industri blok PU siapa)
Makassar Kementrian
Perumahan
Rakyat
9 Universitas 2 twin 2008/2009 Kementrian Ada (lahan
Islam Negeri blok PU siapa)
(100 Kementrian

79
kamar) Perumahan
Rakyat
Sumber: BAPPEDA Kota Makassar,2017

Studi Banding 3 Rumah Susun Di Makassar


Adapun survei lapangan yang dilakukan pada tiga rusunawa, yakni Rusunawa
Lette, Rusunawa Panambungan dan Rusunawa Kawasan Industri Makassar
(KIMA) sebagai studi banding untuk rusunawa yang telah tebangun.

Gambar 3.1 Studi lapangan 3 rusun terbangun di Makassar


Sumber: dokumentasi pribadi

Rusunawa Lette dan Rusunawa Panambungan

Rusunawa Mariso dan Rusunawa Panambungan berlokasi di Kecamatan


Mariso sebagai upaya penanganan permukiman kumuh di Kecamatan Mariso.
Pembangunan Rusunawa Mariso dimulai pada tahun 2006 dan pada akhir tahun

80
2007 dihuni Rusunawa Mariso berdiri dilahan seluas 1,2 hektar dibangun 288 unit
yang terdiri dari ruang tamu, satu kamar tidur, satu kamar mandi dan daur.
terdapat 6 twin blok dan setiap blok terdiri atas 4 lantai yang memiliki perbedaan
biaya sewa setiap lantainya.

Keterbatasan area menjemur di dalam hunian, sehingga penghuni membuat


jemuran di luar unit hunian mereka dengan membentangkan tali ataupun
menjemur pakaian di pagar pembatas. Selain itu, di dalam saluran drainase banyak
terdapat sampah dan tidak ada wadah sampah pada tiap unit satuan rumah susun,
serta penghuni membuah sampah di sembarang tempat. Kondisi lingkungan fisik
yang tidak terawat dengan baik menimbulkan kesan kumuh.

Gambar 3.2 tempat jemur dan kondisi drainase yang dipenuhi sampah
Sumber: dokumentasi pribadi

Ditinjau dari aspek ekonomi, karena keterbatasan luasan unit pada rumah
susun sehingga menyebabkan ruang ekonomi yang memungkinkan untuk
dimanfaatkan pada unit hunian adalah hanya sebagai area jualan. Area tangga
utama juga dimanfaatkan untuk fungsi ekonomi karena dimensi ruangnya yang
cukup lapang dengan lokasi yang strategis, sebagai jalur utama sirkulasi di rumah
susun.

81
Sedangkan ditinjau dari aspek aktivitas sosial penghuni, tempat melakukan
aktivitas sosial oleh warga rumah susun memanfaatkan ruang-ruang kosong yang
memungkinkan, seperti selasar dan area tangga utama. Berbeda dengan orang
dewasa, anak-anak lebih banyak memanfaatkan area rumah susun sebagai area
sosial mereka untuk bermain dengan teman sebayanya, antara lain, selasar, tangga
utama, tangga darurat dan area bersama.

Gambar 3.3 Area selasar sebagai tempat bermain dan fungsi ekonomi
Sumber: dokumentasi pribadi

Gambar 3.4 Fungsi hunian juga dijadikan tempat berjualan


Sumber: dokumentasi pribadi

Rusunawa Panambungan merupakan rumah susun baru. Rusun ini terdiri atas
4 blok. Masing-masing blok berjumlah 5 lantai. Lantai dasar digunakan sebagai
tempat parkir, kantor pengelola, fasilitas peribadatan, ruang serbaguna dan

82
beberapa unit hunian. Lantai 1-4 diperuntukan untuk hunian, dan lantai atas
sebagai tempat penampungan air.

Untuk menghindari tempias air hujan dan panas matahari siang-sore, penghuni
memasang tenda atau anyaman bambu didepan unit mereka. bale-bale juga
ditemukan di selasar depan tangga sebagai tempat untuk berkumpul atau
merebahkan badan. Rusunawa panambungan dilengkapi dengan shaff sampah
yang terletak diujung bangunan. Kondisi bangunan terlihat mencolok jika
dibandingkan dengan rusunawa
Gambar Mariso. Namun
3.5 pemasangan tendakurangnya pemeliharan, terdapat
dan bale-bale
Sumber:terjadi
kebocoran dibagian atas sehingga dokumentasi pribadi
genangan di lantai.

Gambar 3.6 Genangan air di lantai dan shaff sampah


Sumber: dokumentasi pribadi

Rusunawa Kima Daya merupakan rusun yang diperuntukan bagi perkerja


pabrik di Kawasan Industri Makassar yang terdiri atas 4 blok, yaitu blok A, B, C,
dan D. setiap blok terdiri atas 5 lantai. Lantai dasar digunakan untuk tempat
parkir, fasilitas perniagaan, dan kantor pengelola. Lantai 1-4 diperuntukan unit
hunian dengan 36 dibuat tanpa sekat supaya memudahkan penghuni untuk
mengatur ruang sesuai dengan kebutuhan masing-masing penghuni. Sedangkan
lantai atap, sebagai tempat tempat penampungan air. Struktur yang digunakan

83
adalah sistem strukur grid dengan rangka baja. Material bahan bangunan batako
ekspose.

D. Tinjauan Fasilitas Lingkungan Rumah Susun Sederhana


Fasilitas lingkungan rumah susun sederhana diatur dalam SNI 03-7013-2004
Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan Rumah Susun Sederhana. Adapun
ketentuannya sebagai berikut:

 Memberi
Gambarrasa aman, ketenangan
3.6 Kondisi hidup, KIMA
bangunan rusunawa kenyamanan
Daya dan sesuai
dengan budaya Sumber:
setempatdokumentasi pribadi
 Menumbuhkan rasa memiliki dan merubah kebiasaan yang tidak sesuai
dengan gaya hidup di rumah susun
 Mengurangi kecenderungan untuk memanfaatkan atau menggunakan
fasilitas lingkungan bagi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu
 Menunjang fungsi-fungsi aktivitas menghuni yang paling pokok baik
dan segi besaran maupun jenisnya sesuai dengan keadaan lingkungan
yang ada
 Menampung fungsi-fungsi yang berkaitan dengan penyelenggaraan
dan pengembangan aspek-aspek ekonomi dan sosial budaya

Adapun cakupan data yang dibutuhkan untuk fasilitas lingkungan


1. Jenis data untuk perencanaan fasilitas lingkungan rumah susun sederhana
Tabel 2.4 Jenis Data Untuk Perencanaan Fasilitas Lingkungan
Rumah Susun Sederhana

Jenis yang diperlukan Keluaran


Penghuni 1. Jumlah kepala keluarga 1. Jumlah fasilitas
2. Jumlah penduduk 2. Besaran fasilitas
3. Penghasilan 3. Jenis fasilitas
4. Karakteristik sosial budaya 4. Bentuk fasilitas
5. Keinginan/inspirasi penghuni
6. Potensi penghuni

Kondisi 1. Topografi 1. Kondisi 1. Bentuk bangunan dan

84
fisik fisik kawasan
lingkungan permukaan 2. Karakteristik
tanah lingkungan
3. Aliran sungai
4. Kontur tanah
5. Transportasi
6. Sistem sanitasi
7. Pematusan
8. Pola tata ruang
2. Lokasi 1. Letak geografis 2. Jarak fasilitas
lingkungan rumah 3. Jumlah fasilitas
susun terhadap 4. Bentuk fasilitas
kawasan lain dan 5. Hubungan dengan
fasilitas yang telah lingkungan sekitar
ada disekitar
rumah susun
sesuai dengan tata
guna lahan
3. Iklim 1. Arah jalan 1. Lokasi/letak fasilitas
matahari 2. Jenis
2. Lama penghubung
penyinaran antar bangunan
matahari 3. Bentuk bangunan
3. Temperature 4. Orientasi bangunan
rata-rata 5. Tata letak bangunan
4. Kelembaban 6. Ventilasi
5. Curah hujan 7. Bukaan untuk
rata-rata penerangan
6. Musim alami siang
7. Kecepatan hari
angin
4. Bencana 1. Angin puyuh 1. Tinggi muka
alam 2. Gempa bumi tanah
3. Banjir 2. Konstruksi
4. Longsor 3. Tata letak bangunan
5. Vegetasi 1. Jenis pohon 1. Tata hijau
atau 2. Vegetasi
tumbuhan sebagai penutup
2. Pengaruh ruang laur
terhadap
lingkungan
3. Masa tumbuh
4. Tajuk
maksimal
yang dapat
dicapai

85
6.Bangunan 1. Jenis dan 1. Bentuk fasilitas
sekitar macam 2. Jumlah dan daya
lingkungan bangunan tampung
rumah 2. Distribusi 3. Jarak antar fasilitas
susun dan 4. Bentuk bangunan
kepadatan 5. Keserasian
penduduk lingkungan
3. Pencapaian
ke fasilitas
di luar
lingkungna
rumah
susun
4. Kapasitas
pelayanan
tiap jenis
fasilitas

Sumber: SNI 03-7013-2004 Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan


Rumah Susun Sederhana

2. Luas lahan
Tabel 2.5 Luas Lahan Rumah Susun Sederhana

No Luas lahan
Jenis peruntukan
. Maksimum (%) Minimum (%)
1. Bangunan untuh hunian 50 -
2. Bangunan fasilitas 10 -
3. Ruang terbuka - 20
4. Prasarana lingkungan - 20
Sumber: SNI 03-7013-2004 Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan
Rumah Susun Sederhana

Keterangan
- Luas lahan untuk fasilitas lingkungan rumah susun seluas-luasnya 30%
(tiga puluh persen) dan luas seluruhnya:
- Luas lahan untuk fasilitas ruang terbuka, berupa taman sebagai pengijauan,
tempat bermain anak-anak dan/atau lapangan olah raga seluas-luasnya
20% dari luas fasilitas lingkungan rumah susun.
3. Jenis fasilitas lingkungan
Tabel 2.6 Jenis-Jenis Fasilitas Rumah Susun Sederhana

86
Jenis fasilitas lingkungan Fasilitas yang tersedia
1. Fasilitas Niaga / Tempat Kerja 1. Warung
2. Toko-toko perusahaan dan dagang
3. Pusat perbelanjaan termasuk usaha
jasa

Jenis fasilitas lingkungan Fasilitas yang tersedia


2. Fasilitas Pendidikan 1. Ruang belajar untuk pra belajar
2. Ruang belajar untuk sekolah dasar
3. Ruang belajar untuk sekolah
lanjutan
4. Tingkat pertama
5. Ruang belajar untuk sekolah
menengah umum
3. Fasilitas Kesehatan 1. Posyandu
2. Balai pengobatan
3. BKIA dan rumah bersalin
4. Puskesmas
5. Praktek dokter
6. Apotik

7. Fasilitas Peribadatan 1. Musola


2. Masjid kecil

3. Fasilitas Pelayanan Umum 1. Kantor RT


2. Kantor/ balai RW
3. Pos hansip/ siskamling
4. Pos polisi
5. Telepon umum
6. Gedung serba guna
7. Ruang duka
8. Kantor surat

4. Ruang Terbuka 1. Taman


2. Tempat bermain
3. Lapangan olah raga
4. Peralatan usaha
5. Sirkulasi
6. Parkir

Sumber: SNI 03-7013-2004 Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan


Rumah Susun Sederhana

87
 Fasilitas niaga/ tempat kerja
Tabel 2.7 Fasilitas Niaga/Tempat Kerja

Fasilitas Jumlah Fungsi Lokai Letak Luas Luas


minimal dan jarak dan lantai lahan
penghuni maksimal posisi (bila
yang dapat dari unit pada bangunan
dilayani hunian lantai sendiri)
(tiap satuan banguna
fasilitas) n
Warung 250 Penjual Dipusat Ditempat 18-36 72 m2
penghuni/50 Sembilan lingkungan kan pada m2 (dengan
kk bahan Mudah lantai KDB
pokok dicapai dasar
50%)
pangan Radius
maksimal
300 m

Toko- 2500 Menjual Di pusat Ditempat ± 50 100 m2


toko PD penghuni barang lingkungan kan pada m2 (dengan
kebutuha radius bangunan KDB
n sehari- pencapaian tersendiri
50%)
hari maksimal
termasuk 500 m
sandang
dan
pangan

Pusat ≥250 Menjual Di pusat Ditempat ± 600 1200 m2


perbelanj 0 kebutuhan lingkungan kan pada m2 (dengan
aan peng sandang radius bangunan KDB
termasuk huni dan pencapaian tersendiri
50%)
usaha pangan maksimal
jasa serta jasa 1000 m
pelayanan

Sumber: SNI 03-7013-2004 Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan


Rumah Susun Sederhana

88
 Fasilitas Pendidikan
Tabel 2.8 Fasilitas Pendidikan

Fasilitas Jumlah Letak Jarak Kebutuha Luas Luas


minimal n jumlah lantai lahan
penghuni ruang
kelas
Tingkat 1500 Ditengah- Mudah Dihitung 125 m2 250
pra jiwa tengah dicapai berdasar 1,5 m2/ m2
belajar dimana kelompok dengan kan siswa
anak- keluarga / radius sistem
anak digabung pencapaian pendidik
usia 5- dengan 500 m, an SD 5-
6 tahun taman dihitung 6 tahun
tempat dari unit dengan
bermain di terjauh dan menggu
RT/RW lantai nakan
tertinggi rumus
500 m (1)

Sekolah 1600 Tidak Mudah Dihitung 1,5 m2/ 2.000 m2


dasar jiwa menyebran dicapai dengan siswa
g jalan dengan rumus
lingkungan radius (2)
dan masih pencapaian
tetap maksimum
ditengah- 1000 m
tengah dihitung
Kelompok dari unit
keluarga terjauh dan
lantai
terting

Sekolah 4800 Tidak Radius Dihitung 1,75 m2/ 9.000


lanjutan jiwa dipusat maksimu dengan siswa m2
tingkat lingkungan, m 100 m rumus
pertama dapat (3)
digabung
dengan
lapangan
olah raga

89
atau
digabung
dengan
sarana
pendidikan
lainnya.

Fasilitas Jumlah Letak Jarak Kebutuha Luas Luas


minimal n jumlah lantai lahan
penghuni ruang
kelas
Sekolah ≥ Dapat Radius Dihitung 1,75 m2/ 1.SMU
menenga 4800 digabung maksimum dengan siswa 1 lantai
h umum jiwa dengan 3 km dari rumus 12.500
lapangan unit yang (4) m2 dan
olah raga dilayani atau 3.
atau SMU
digabung 2 lantai
dengan 8.000
fasilitas m2 4.
pendidikan SMU
Tidak di 3 lantai
pusat 5.000
lingkun m2
gan

Sumber: SNI 03-7013-2004 Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan


Rumah Susun Sederhana

 Fasilitas kesehatan
Tabel 2.9 Fasilitas Kesehatan

Fasilitas Jumlah Fungsi Letak Jarak Luas Luas


minimu lantai lahan
m
penghuni
Posyandu 1000 Memberikan Terletak Mudah 30 m2 60 m2
jiwa pelayanan ditengah- dicapai (KDB
kesehatan tengah dengan 50%)
untuk anak lingkungan radius
usia balita RS pencapaian
keluarga maksimum
dan dapat 2000 m dari
menyatu unit terjauh
dengan dan lantai
kantor tertinggi
RT/RW

90
Fasilitas Jumlah Fungsi Letak Jarak Luas Luas
minimu lantai lahan
m
penghuni

Balai 1000 Memberikan Terleta Mudah 150 m2 300 m2


pengobat jiwa pelayanan ditengahten dicapai (KDB
an kepada gah dengan 50%)
penduduk lingkungan radius
dalam bidang keluarga pencapaian
kesehatan atau dekat maksimum
dengan 400 m dari
kantor unit terjauh
RT/RW dan lantai
tertinggi

BKIA 10.000 Memberikan Di pusat Mudah 6000 1200


serta jiwa pelayanan kawasan dicapai m2 m2
rumah kepada ibu- dengan (KDB
bersalin ibu sebelum radius 50%)
pada waktu pencapaian
dan sesudah maksimum
melahirkan 100 m dari
serta unit terjauh
memberikan dan lantai
pelayanan tertinggi
pada anak
sampai usia 6
tahun

Puskesmas 30.000 Memberikan Berada di Mudah 350 m2


jiwa pelayanan pusat dicapai
lebih lengkap lingkungan dengan
kepada dekat radius
penduduk dengan pencapaian
dalam bidang pelayanan maksimum
kesehatan pemerintah, 1000 m
mencakup dapat dari unit
pelayanan bersatu terjauh dan
dokter dengan lantai
spesialis anak fasilitas tertinggi
dan dokter kesehatan
spesialis gigi lainnya.
serta
memberikan

91
pelayanan
pada anak
sampai usia 6
tahun
Praktek 5000 Memberikan Berada Mudah Minim
dokter jiwa pelayanan ditengah dicapai um 18
pertama tengah dengan m2
kepada kelompok radius
penduduk dan bersatu pencapaian
dalam bidang dengan maksimum
kesehatan fasilitas 1000 m
umum/ lain atau dari unit
spesialis dilantai terjauh dan
dasar lantai
tertinggi

Apotik 10.000 Melayani Berada Mudah Minimum -


jiwa penduduk diantara dicapai 36 m2
dalam kelompok dengan
pengadaan unit radius
obat hunian pencapaian
maksimum
1000 m
dari unit
terjauh dan
lantai
tertingg
Sumber: SNI 03-7013-2004 Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan
Rumah Susun Sederhana

 Fasilitas pemerintah dan pelayanan umum


Tabel 2.10 Fasilitas Pemerintah Dan Pelayanan Umum
Fasilitas Jumlah Lokasi dan Letak luas Luas
masksimal jarak posisi pada lantai lantai
maksimal dari lantai minimal
unit hunian bangunan
Kantor 250 Berada Dapat 18 m2 – 36 -
RT penghuni ditengahtengah berada pada m2
lingkungan lantai unit
rusun hunian

Kantor/ 250 Berada Dapat 36 m2 -

92
Balai RW penghuni ditengahtengah berada pada
lingkungan dan lantai unit
menjadi satu hunian
dengan ruang
serbaguna

Pos 200 Berada ditengah Dapat 4 m2 6m


hansip/ penghuni tengah diletakkan
siskamling lingkungan pada lantai
jarak maksimal dasar unit
200 m hunian

Pos polisi 2000 Berada pada Dapat 36 m2 72


penghuni bagian depan diletakkan m2
atau antara dari pada lantai
lingkungan dasar
bangunan
unit hunian

Telepon 200 jiwa Berada dekat Pada lantai 60x60 cm -


umum dengan dasar
pelayanan
umum lainnya

Gedung 1000 jiwa Berada Pada lantai 240 m2 500


terbuka ditengahtengah dasar m2
lingkungan
dengan jarak
maksimal
pencapaian 500
m

Ruang 200 jiwa Dapat menjadi Pada lantai 100 m2 -


terbuka satu atau dasar
mempergunaka
n ruang
serbaguna

Kotak pos 1000 jiwaa Dibagian depan Ditempatka - -


tiap bangunan n pada
hunian lantai dasar

Sumber: SNI 03-7013-2004 Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan


Rumah Susun Sederhana

93
 Fasilitas ruang terbuka
Tabel 2.11 Fasilitas ruang terbuka
Fasilitas Maksimal Jarak Luas Lokasi Fungsi Ketentua
yang pelayana areal n dan
dapat n minim persyarat
dilayani maksima al (K2) an
l yang
dapat
dilayani
(m)
Taman 40-100 400-800 60-150 1. Antar 1. kesei 1. Mer
keluarga bangunan mbangan upakan
dan atau lingkungan taman
2. pada 2. kenya yang
batas manan dapat
(periferi) visual dan digunaka
lingkunga audial n oleh
n rumah 3. konta berbagai
susun dan k dengan kelompok
atau alam secara usaha
3. bersatu maksimal 2. 2.
dengan 4. berint Dapat
tempat eraksi sosial digunaka
bermain 5. pelay n untuk
dan anan sosial rekreasi
olahraga budaya aktif
atau
pasif
3. Me
ncakup
area
untuk
berjalan
atau
digabun
g dengan
tempat
bermain
Tempat 12-30 400-800 70-180 1. A 1. Tempat 1. Mu
bermain ntar bermain dah
bangun untuk anak dicapai
an- usia1-5 dan mudah
bangua tahun diawasi
n 2. Menyediak dari unit-
2. A an unit

94
tau rekreasi hunian,
pada aktif dan karena
ujung- pasif kelompok
ujung 3. Berinterak usia
cluster si balita
yang masih
diawasi membutuh
kan
pengawasa
n ketat
2. 0,3
anak usia
balita tiap
1
keluarga
3. 1,8
m tiap 1
2

anak

250 400-800 450 Dapat 1. Temp 1. Ha


keluarga disatukan at bermain rus
dengan untuk anak dilengkap
sekolah usia 6 i
tahun -12 dengan
tahun permaina
2. Menu n yang
njang aman
pendidikan dan
dan sesuai
kesehatan usia
3. Mem pengguna
berikan 2. 1,8
rekreasi m2 tiap
pasif dan keluarga
aktif
4. Berite
raksi
sosial

Lapangan Min 1000 90.000 1. Di Melayani Fasilitas


olah raga 30.000 pusat aktivitas ini
pendudu lingkungansalah satu disediakan
k 2. Atauatau bila
digabung gabungan penduduk
dengan olah raga mencapai
sekolah basket, jumlah
badminton, lebih dari
kasti, 30.000

95
senam, penduduk
aerobik

Pelataran 400-100 ± 600 40-100 Tempat 1. MenjajaMemenuhi


usaha keluarga yang kan persyarata
memungkin dagangan n
kan untuk pada lokasi kesehatan,
digunakan yang keamanan,
pada waktu bersifat kenyamana
tertentu temporer n dan
2. Beri kebersihan
nteraks
sosial
Tempat
parkir
Makam - - Min 10- Pada areal Setiap
15% dari pemakama pengembang
areal nyang wajib
tanah telah menyediakan
lingkung disediakan lahan
an pemerinta pemakaman
rumah h daerah dengan luas
susun setempat dan lokasi
sesuai dengan
peraturan
daerah yang
berlaku, serta
tata ruang kota

Sumber: SNI 03-7013-2004 Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan


Rumah Susun Sederhana

 Fungsi ruang terbuka


Tabel 2.12 fungsi ruang terbuka
Fungsi Aktifitas Wadah kegiatan Komponen dan
elemen ruang
terbuka
Rekreasi 1.Berinteraksi Ruang yang 1. Komponen
dan sosial digunakan mencakup :
komunik bersama oleh seluruh komponen
asi sosial penghuni untuk dari fungsi 1 dan 2
pelayanan sosial 2. Elemen :
budaya serta Seluruh elemen dari
melakukan fungsi 1 dan 2

96
interaksi sosial
sesuai dengan
keadaan sosial
budaya setempat

2.Memperoleh Taman yang 1. Komponen


kenyamanan memenuhi : mencakup:
alami dan kontak 1. kebutuhan taman,
dengan alam visual maupun perkerasan
secara maksimal audial yaitu 2. Elemen
keindahan, mencakup :
kenyamanan,  taman rumput,
memberikan perdu,
kesan pelindung,
perspektif, berbunga,
vista, pelembut, peneduh;
arsitektural,  lampu
meredam penerangan,
gaduh,mencipta tempat
kan bentuk duduk;
kawasan untuk  batas pegangan;
menyatukan site penanda
dan mengikat
masa bangunan;
2. kebutuhan
ekologis
lingkungan,
yaitu
menetrarisir
polusi udara,
penyediaan
cahaya matahari
dan sirkulasi
udara,
pengendali
banjir;
kebutuhan
rekreasi, yaitu area
lansekap yang
ditata untuk
rekreasi pasif yang
membutuhkan
ketenangan
sampai aktifitas
bermain aktif.
3. Bermain Tempat 1. Komponen
bermain mencakup :
1. tempat - tempat bermain

97
bermain 2. Elemen
untuk anak mencakup :
usia 1-5  tanaman rumput,
tahun, yaitu berbunga, semak,
tempat untuk pelindung,peneduh
anak yang ;
masih  kran air, bangku
membutuhka duduk dan meja;
n  permainan, aktif,
pengawasan pasif, kreatif: bak
langsung dari pasir,ayunan,luncu
orang ran, panjatan papan
dewasa; jungkit;
2. tempat bermain  penanda
untuk anak usia 6-
12 tahun, yaitu
tempat bermain
untuk anak yang
tidak
membutuhkan
pengawasan
langsung dari
orang dewasa

4.Berolah raga Lapangan 1.Komponen


basket dan atau olah raga mencakup
badminton dan  lapangan
atau kasti dan yang
atau senam memungki
aerobic nkan untuk
olah raga;
 tempat penyimpan
alat alat olah raga
2. Elemen
mencakup :
 rumput
sebagai
penutup
permukaan
atau
perkerasan
 perlengkapan
olah raga,
tempat duduk,
penerangan
 penanda

98
Pelayanan 1.Menjajakan Peralatan 1. Kompoen
dagangan usaha mencakup:
(pelayanan bersifat  pelataran dengan
ekonomi temporer, perkerasan,
merupakan 2. Elemen
tempat mencakup
untuk  kran air
menjajakan bersih, kran
dagangan kebakaran,
pada lokasi saluran
yang tepat, drainase,
kenyamanan tempat
dan sampah;
kesehatan  penanda

2.Menghubung Jalur 1. Komponen


kan satu tempat penghubung mencakup
ke tempat lain 1. Jalan  jalan kendaraan
dengan roda kendaraan roda 4 dan roda 2
kendaraan 2. Jalan  jalur pejalan
maupun perjalan kaki;
berjalan kaki kaki  tempat parkir,
Tempat  kendaraan roda 4
parkir dan roda 2
1. untuk penghuni : 2. Elemen mencakup
aman dan mudah  tanaman
diawasi dari unit pelindung,
hunian. peneduh;
2. pengunjung :  lahan parkir,
terbatas pada tempat duduk;
kendaraan tamu
 lampu
dan untuk
penerangan;
bangunan
penanda
fasilitas yang
dibutuhka

3.Ruang untuk Ruang terbuka 1. K


kebutuhan akibat kebutuhan omponen
pelayanan tanah untuk mencakup
utilitas pelayanan utilitas  Ruang terbuka
dengan atau
tanpa peneduh
2. E
lement mencakup
 telpon umum;
 parabola;
 jaringan utilitas;

99
 tempat
pembuangan
sampah
sementara;
 WC umum;
 penanda

Sumber: SNI 03-7013-2004 Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan


Rumah Susun Sederhana

 Faslitas peribadatan
 Fasilitas peribadatan harian harus disediakan di setiap blok. Fasilitas
beribadat dapat disatukan dengan ruang serba guna atau ruang
komunal, dengan ketentuan sebagai berikut:
 Jumlah penghuni minimal yang dilayani adalah 40 kk setiap satu
fasilitas peribadatan disediakan 1 musalah untuk tiap 1 blok, dengan
luas lantai 9-36 m.
 Jumlah penghuni minimal harus mendukung untuk setiap fasilitas
peribadatan kecil adalah 400 kk.

E. Permasalahan di Rumah Susun


Pembangunan rumah susun bersubsidi di Indonesia masih jadi persoalan yang
pelik dan ruwet, dari urusan lahan, regulasi, penyimpangan peruntukan hinga
pengelolaan yang memicu konflik. Padahal pembangunan rumah susun di
Indonesia telah sudah berumur 30 tahun (tirto.id, 2017). Pengadaan rumah susun
sebagai upaya pemenuhan hunian yang layak dan peremajaan tatanan kota
dilakukan pemerintah dengan menyediakan hunian yang baru. Solusi ini acap kali
menimbulkan bentrok antara masyarakat dengan pemerintah. Masyarakat yang
telah menempati lahan tersebut menolak untuk dipindahkan karena telah bertahun-
tahun menempati lahan tersebut serta lokasi rumah susun berjauhan dengan mata
pencaharian mereka. Beberapa praktisi arsitek diantaranya Yu Sing dari Akanoma
dengan konsep kampung vertikal dan Dana Wardana dari SHAU menawarakan
solusi membangun tanpa menggusur di Kampung Muara Angkeh dengan melihat

100
potensi-potensi yang ada pada site tersebut dengan tetap mempertahankan kondisi
alami kampung tersebut.

Sedangkan untuk rumah susun terbangun telah banyak penelitian yang


dilakukan dengan melihat persoalan-persoalan dari rumah susun tersebut, baik
dari segi manajemen, perilaku penghuni, syarat luasan hunian. Hairul Sitepu
(2006), menyatakan hal-hal yang menjadi permasalahan yang ada di rumah susun
antara lain:

1. Permasalahan umum
Sebagai sesuatu yang baru bagi masyarakat, cukup banyak permasalahan yang
menyangkut pengelolaan rumah susun. Permasalahan penghuni datang dari
kenyataan bahwa menghuni rumah susun masih dirasakan sebagai bentuk budaya
baru yang memerlukan waktu penyesuaian. Rumah susun terdiri dari beberapa
lantai hunian, merupakan bentuk perubahan hidup yang biasa melekat dengan
tanah, menjadi tidak memiliki tanah untuk sekedar bercocok tanam. Kendala lain
adalah masalah penghunian sudah diadakan seleksi sesuai dengan target sasaran,
yaitu masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun dalam perjalanannya,
banyak penghuni yang memperjual-belikan hak penghuniannya kepada orang-
orang yang tidak berhak. Hal ini dipicu oleh kebutuhan ekonomi para penghuni
awal.
2. Permasalahan teknis
 Mahalnya harga tanah di pusat-pusat kota yang berdekatan dengan tempat
bekerja dan berusaha, sehingga harga jual rusunawa masih mahal walau
bersubsidi
 Kurang sempurnanya perletakkan dapur, kamar mandi dan kamar tidur,
dikarenakan keterbatasan luasan per satuan unit rumah susun serta belum
adanya desain standar yang ideal.
 Kurangnya pengawasan pada saat pelaksanaan pembangunan, sehingga
sering terjadi kebocoran air, baik itu air bersih atau air kotor dari lantai di
atasnya

101
 Tidak tersedianya ruang jemur pakaian yang memadai
 Karena umumnya berlantai lebih dari 4, maka pada saat hujan terjadi
tempias dan pada saat musim panas cahaya dapat masuk langsung ke
dalam rumah
 Kualitas bangunan yang serba standar, sehingga mengurangi rasa nyaman
 Tidak tersedia lift untuk bangunan sampai dengan berlantai 5
 Tidak tersedianya ruang pertemuan yang mamadai sebagai tempat
bersosialisasi
 Belum semua bangunan rumah susun yang dilengkapi dengan ramp untuk
penyandang cacat
 Distribusi air bersih sering kali tidak merata, misalnya apabila unit bagian
bawah memakai air, maka unit bagian atas akan kesulitan mendapatkan
air, karena kurangnya volume dan tekanan air.
3. Permasalahan sosial budaya
 Berbicara dan menggunakan perangkat audio dengan keras, sehingga
mengganggu tetangga kamar maupun penghuni secara keseluruhan
 Mengutamakan kepentingan individu dalam menggunakan fasilitas umum
seperti tangga, selasar depan kamar yang juga berfungsi sebagai jalan
akses bagi tetangga, dapur, dan kamar mandi umum, tempat bermain
umum bagi anak-anak, parkir dan fasilitas umum lainnya.
 Menjemur pakaian keluar jendela, sehingga merusak pemandangan dan
dapat meneteskan air dari pakaian yang masih basah ke jemuran pakaian
yang sudah kering di bawahnya.
 Tanpa disadari selalu membuang sampah atau barang tidak berharga
lainnya ke luar yang dapat menganggu kenyamanan penghuni lainnya,
khususnya lantai bawah.
 Karena terletak saling berdekatan, maka segala kegiatan, harta benda
tetangga jelas terlihat, sehingga sering menjadi pergunjingan dan saling
cemburu.
 Kurangnya kesadaran penghuni dalam memelihara fasilitas umum.
4. Permasalahan ekonomi

102
Penghuni rumah susun sewa umumnya adalah yang berpendidikan rendah
dan berpenghasilan rendah, sehingga dalam kegiatan penghuniaan selalu
timbul permasalahan :
 Kriminalitas di antara sesama penghuni
 Kecemburuan secara ekonomi antar penghuni
 Terlambat membayar sewa, air, listrik dan iuran lainnya sebagai
penghuni
 Kurangnya insentif perpajakan kepada para penghuni, penegelola
maupun pengembangnya.
5. Permasalahan hukum
 Hak dan kewajiban penghuni dan pengelola tidak terperinci secara
jelas berikut sanksi yang akan diterapkan apabila terjadi pelanggaran
 Rendahnya disiplin pada penghuni dalam mematuhi segala kewajiban
 Lemahnya penegakan hukum terhadap semua pelanggaran yang
dilakukan
6. Permasalahan administrasi
 Lemahnya pengelola dalam mengadministrasikan penghuni, baik yang
masuk maupun yang keluar
 Rendahnya kesadaran para penghuni dalam melaporkan dan
mencatatkan segala kegiatan keluar masuk penghuni, jumlah dan
kegiatannya kepada pengelola.

F. Masyarakat Berpenghasilan Rendah


Masyarakat berpenghasilan rendah yang selanjutnya disingkat MBR adalah
masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat
dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah (Pasal 1 Angka 24 UU Nomor 1
Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman). Masyarakat
berpenghasilan rendah yang selanjutnya disebut MBR adalah masyarakat yang
mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah
untuk memperoleh sarusun umum (Pasal 1 angka 14 UU Nomor 20 Tahun 2011
Tentang Rusun). Masyarakat berpenghasilan rendah, menurut Permen Perumahan
Rakyat No. 7 Tahun 2007, bahwa kelompok masyakarat yang berpenghasilan

103
antara Rp 1.200.000 sampai dengan Rp 4.500.000, dengan pengelompokan
sebagai berikut :

Kelomok Sasaran Batas Penghasilan (Rp/Bulan)


I 3.500.000 < penghasilan ≤ 4.500.000
II 2.500.000 < penghasilan ≤ 3.500.000
III 1.200.000 < penghasilan ≤ 2.500.000

BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERANCANGAN


RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

A. Pendekatan Konsep Desain Arsitektur Ekologis Pada Rumah Susun


Berdasarkan penjelasan pada bab 2 telah dijelaskan bahwa dalam pandangan
arsitektur ekologis, gedung dianggap sebagai makhluk hidup atau organik, berarti
bahwa bidang batasan antara bagian luar dan dalam gedung tersebut, yaitu
dinding, lantai dan atap dapat dimengerti sebagai kulit ketiga manusia (kulit
manusia sendiri dan pakaian sebagai kulit pertama dan ke dua). Dan harus
melakukan fungsi pokok yaitu bernapas, menguap, menyerap, melindungi,
menyekat, dan mengatur (udara, kelembaban, kepanasan, kebisingan, kecelakaan,
dan sebagainya).

Gambar 4.1 Paradigma Desain sebagai dasar pemikiran desain


Sumber: Susy Irma
104
Berangkat dengan permasalahan-permasalahan pada rumah susun, diperlukan
sebuah desain yang sesuai dengan karakteristik masyarakat berpenghasilan
rendah. Sehingga dengan mengetahui paradigma desain sebagai dasar pemikiran
desain perancangan rumah susun sederhana sewa dengan pendekatan arsitektur
ekologis yang dapat dilihat pada gambar 4.1. Pendekatan konsep arsitektur
ekologis merupakan sebuah konsep desain secara holistik. Mencakup dari
menentukan lokasi, tapak, sarana dan prasaran, pemilihan material bangunan, tata
ruang dalam, tata massa bangunan, sistem pencahayaan dan penghawaan, sistem
struktur hingga sistem utilitas pada rumah susun.

B. Pendekatan Konsep Perancangan Makro


1. Pendekatan Konsep Pemilihan Lokasi
Berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan di Perkotaan, lokasi lingkungan perumahan harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut :

a. Lokasi perumahan harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang


diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat atau
dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah
setempat, dengan kriteria sebagai berikut:
 Kriteria keamanan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi
tersebut bukan merupakan kawasan lindung (catchment area), olahan
pertanian, hutan produksi, daerah bebas bangunan pada area bandara,
daerah dibawah jaringan listrik tegangan tinggi.
 Kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi
tersebut bukan daerah yang mempunyai pencemaran udara di atas
ambang batas, pencemaran air permukaan dan air tanah dalam.
 Kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian
(aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi (internal/eksternal, langsung
atau tidak langsung), kemudahan berkegiatan (prasarana dan sarana
lingkungan tersedia).

105
 Kriteria keindahan/ keserasian/ keteraturan (kompatibilitas), dicapai
dengan penghijauan, mempertahankan karaktertistik topografi dan
lingkungan yang ada, misal tidak meratakan bukit, mengurung seluruh
rawa atau danau/setu/sungai/kali dan sebagainya;
 Kriteria fleksibilitas, dicapai dengan mempertimbangkan kemungkinan
pertumbuhan fisik/pemekaran lingkungan perumahan dikaitkan dengan
kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana.
 Kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan
jarak pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai
pengguna lingkungan terhadap penempatan sarana dan prasarana
utilitas lingkungan
 Kriteria lingkungan bejati diri, dicapai dengan mempertimbangkan
keterkaitan dengan karakter sosial budaya masyarakat setempat,
terutama aspek konstekstual terhadap lingkungan tradisional/ lokal
setempat.
b. Lokasi perencanaan perumahan harus berada pada lahan yang jelas status
kepemilikannya, dan memenuhi persyaratan admnistratif, teknis dan
ekologis.
c. Keterpaduan antara tatanan kegiatan dan alam di sekelilingnya, dengan
mempertimbangkan jenis, masa tumbuh dan usia yang dicapai, serta
pengaruhnya terhadap lingkungan, bagi tumbuhan yang ada dan mungkin
tumbuh di kawasan yang dimaksud.

Berdasarkan Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan


mengenai pembangunan rumah susun dapat dikembangkan pada kawasan
lingkungan perumahan yang direncanakan untuk kepadatan >200 jiwa/ha,
berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah atau dokumen rencana lainnya, yaitu
kawasan-kawasan:

 Pusat kegiatan kota


 Kawasan-kawasan dengan kondisi kepadatan penduduk sudah mendekati
atau melebihi 200 jiwa/ha

106
 Kawasan-kawasan khusus yang karena memerlukan rumah susun, seperti
kawasan-kawasan industri, pendidikan dan campuran.

Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan lokasi


rusunawa adalah sebagai berikut:

 Peruntukan bangunan difokuskan untuk masyarakat berpenghasilan rendah


di perkotaan.
 Adanya kawasan yang diperuntukan untuk membangun rusuna.
 Berada dalam kondisi yang layak, sehat, aman dan nyaman untuk dihuni,
ditunjang oleh prasarana dan sarana serta utilitas yang memadai sesuai
kebutuhan penghuninya.
 Mempunyai perencanaan yang matang dan terukur sejalan dengan
dinamika perkembangan sosial, ekonomi dan budaya penduduk.

Gambar 4.2 Peta Kota Makassar


Sumber : Diolah penulis

Mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar tahun 2015-
2034, untuk arahan pembangunan kawasan permukiman di 6 kecamatan, yakni:
Kecamatan Panakukang, Kecamatan Rappocini, Kecamatan Tamalate, Kecamatan
Manggala, Kecamatan Tamalanrea dan Kecamatan Biringkanaya. Sedangkan

107
kawasan padat dan kumuh di Makassar berdasarkan hasil pendataan yang
dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Makassar bersama Asian
Development Bank, terdapat 15 kelurahan yang ada di Kecamatan Biringkanaya,
Tallo, Tamalate, dan Manggala. Sementara penduduk paling banyak miskin
terdapat di Kecamatan Tamalate 7.499 kk, Tallo 5.714 kk, Panakukang 4.972 kk,
Rappocini 4.139 kk dan Biringkanaya 4.211 kk.

Lokasi perancangan rumah susun sederhana sewa sebagai tempat


berlangsungnya kegiatan bermukim yang ditentukan berdasarkan SNI 03-1733-
2004 tentang Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar tahun 2015-2034 sebagai dasar
pertimbangan dan kriteria. Secara garis besar lokasi merupakan kawasan yang
disarankan untuk pembangunan rumah susun dan arahan pembangunan kawasan
permukiman, maka terpilih 3 alternatif kecamatan yakni: Kecamatan
Biringkanaya, Kecamatan Tallo, dan Kecamatan Tamalate

Tabel 4.1 Pembobotan 3 Alternatif Kecamatan

No Alternatif
Kriteria
. 1 2 3
1. Lokasi sesuai dengan RTRW Kota Makassar sebagai 5 3 5
arahan pembangunan kawasan permukiman.
2. Lokasi merupakan kawasan yang disarankan untuk 5 4 5
pembangunan rusuna (kawasan-kawasan industri,
pendidikan, campuran atau kawasan padat dan kumuh).
3. Berada dalam kondisi yang layak, sehat, aman dan 4 4 4
nyaman untuk dihuni dan ditunjang oleh prasarana dan
sarana serta utilitas permukiman yang memadai sesuai
kebutuhan penghuninya.
4. Lokasi berada pada pusat kegiatan kota 2 4 3
5. Kemudahan pencapaian (aksesibilitas) dengan jaringan 4 4 3
transportasi kota.
Jumlah 20 19 20
Sumber: analisis penulis

108
Keterangan:
1: buruk 2: sedang 3: cukup 4: baik 5: sempurna

Berdasarkan hasil tabel pembobotan di atas, kriteria lokasi perancangan untuk


rumah susun sederhana sewa yaitu Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan
Tamalate.

2. Pendekatan Konsep Alternatif Tapak


Rumah susun sederhana sewa merupakan sebuah hunian vertikal bagi yang
diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan upaya penyediaan
hunian untuk beberapa tahun kedepan. Fungsi utama sebagai hunian, sehingga
pemilihan tapak yang ideal untuk keberlangsungan hidup penghuni dapat
terpenuhi dengan baik. Selain itu tapak terpilih juga mempengaruhi desain
rusunawa. Adapun aspek penilaian dengan menggunakan analisis SWOT
(Strength, Weakness, Opportunity, Threats) dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah
ini:

Gambar 4.3 Alternatif tapak

Tabel 4.2 Analisis SWOT Pada Tapak 1 dan Tapak 2

No Analisis Tapak 1 Tapak 2


. (Kec. Biringkanaya) (Kec. Tamalate)
1. Strength  Kecamatan  Kecamatan tamalate
(Kekuatan) Biringkanaya merupakan merupakan kawasan
kawasan dengan daerah pengembangan
jasa pelayanan umum, permukiman.
industri dan  Letak tapak di jalan

109
perdagangan. Metro Tanjung Bunga.
 Letak tapak berbatasan  Letak sangat baik untuk
dengan Pasar Niaga fungsi bangunan sebagai
Daya dan permukiman. hunian.
 Luasan lahan memadai  Dekat dengan pusat
yakni 3.61 ha. kegiatan kota.
 Kemudahan untuk  Kemudahan untuk
mengakses Rumah Sakit mengakses ruang publik,
Umum Daya. seperti Taman Maccini
 Mudah dijangkau dengan Sumbala, Pantai Losari
transportasi umum.
 Luasan tapak sangat
memadai yakni 4.13
hektar.
2. Weakness  Berada pada kawasan  Tidak tersedia jaringan
industri transportasi umum
(Kelemahan)

3. Opportunity  rumah susun dapat  Desain rumah susun


dihuni oleh pekerja dapat terlihat menonjol
(Peluang)
industri karena letaknya berada
disebarang jalan utama.

4. Threats  Tidak terdapat ancaman  Tidak terdapat ancaman


yang cukup besar dari yang cukup besar dari
(Ancaman)
tapak 1. tapak 2.

Kesimpulan Berdasarkan analisis SWOT di atas, tapak 1 dan tapak


memiliki potensi yang baik untuk tapak perancangan
rumah susun. Namun lokasi tapak didasarkan pada
pertimbangan yang telah ditentukan.
Sumber: Analisis penulis
C. Pendekatan Konsep Perancangan Mikro
1. Pelaku kegiatan
Pelaku kegiatan dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu: penghuni,
pengelola dan tamu.

a. Penghuni; mereka yang terdiri dari individu atau kelompok individu yang
terbentuk dari aspek keluarga, kerabat, dan sebagainya dan menempati
hunian secara sah dan memiliki hak untuk mengakses segala fasilitas-
fasilitas rusunawa.

110
b. Pengelola rusunawa terdiri dari kepala rusun, administrasi, bendahara,
pemasaran, sekretaris, 1 koordinator keamanan, 4 petugas keamanan (2
shift), 1 koordinator mekanikal dan elektrikal, 2 petugas mekanikal
elektrikal, 2 pemasaran,1 koodinator kebersihan, 4 petugas kebersihan (2
shift), 1 koordinator sarana-prasarana, dan 2 petugas sarana-prasarana.
c. Tamu rusunawa dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok tamu
yang berkunjung untuk menemui penghuni atau pengelola. Tamu
rusunawa yang berkunjung untuk menemui penghuni diasumsikan 1
keluarga menerima 1 tamu dalam sehari sehingga terdapat xxx tamu pada
jam betammu pukul 06.00 s/d 22.00 WITA sedangkan tamu yang
berkunjung untuk menemui pengelola diasumsikan terdapat 20 tamu
dalam sehari pada jam kerja pukul 08.00 s/d 16.00 WITA.

2. Kelompok Jenis Kegiatan


Dalam perencanaan Rumah Susun Sederhana Sewa ini, menurut jenis kegiatan
yang berlangsung dapat dikelompokan sebagai berikut:

a. Kelompok aktivitas penghuni


 Kelompok ruang aktivitas penghuni dalam hunian
Umumnya meliputi kebutuhan ruang untuk menunjang aktivitas
pelaku, ayah, ibu dan anak. Adapun kebutuhan ruang yang diperlukan
yakni; ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur utama, kamar tidur anak,
ruang makan, dapur, kamar mandi, ruang cuci dan jemur.
 Kelompok ruang aktivitas penghuni di luar hunian (pendukung)
Untuk kegiatan di luar hunian, para penghuni melakukan ragam
kegiatan, seperti kegiatan berkumpul, kegiatan bermain, kegiatan
olahraga, kegiatan peniagaan dan jasa, kegiatan peribadatan serta
kegiatan pemeriksaan kesehatan. Berdasarkan hasil observasi lapangan
pada tiga rumah susun di Makassar, penghuni membentuk ruang
komunalnya sendiri dengan melakukan aktivitas berkumpul di selasar
dan menambahkan perabot bale-bale yang terbuat dari bambu.
b. Kelompok aktivitas pengelola dan service

111
Fungsi pengelola dan service membutuhkan dukunga fungsi publik dan
komunal untuk memaksimalkan kegiatannya sebagai pelayanan publik yang
mudah diakses dari luar dan dalam tapak sehingga kedua fungsi tersebut
sebaiknya berdekatan. Fungsi pengelola dan service tidak seperti fungsi
hunian yang memiliki intensitas yang lebih sering mengakses ke ruang publik
dan komunal serta para pelaku zona ini terbatas oleh waktu kerja.
 Kelompok ruang aktivitas administrasi
 Kelompok ruang aktivitas pelayanan
 Kelompok ruang aktivitas service
c. Kelompok aktivitas pengujung/ tamu
d. Kelompok aktivitas parkir

3. Besaran ruang
a. Kelompok aktivitas penghuni dalam hunian
Luasan unit hunian rumah susun yang ideal sangat diperlukan sesuai
dengan jumlah penghuni per unit agar kebutuhan udara segar perorang dewasa
dan anak-anak dapat terpenuhi secara baik dengan mempertimbangkan
pergantian udara dalam ruang, tinggi plafon rata-rata dan luas lantai per orang.
 Luasan Standar Hunian
Luasan unit rumah susun mengambil referensi dari besaran rumah sehat
dan kisaran luas unit rumah susun pada umumnya .Referensi ini dapat dilihat
pada tabel 4.3 dan 4.4 dibawah ini;
Tabel 4.3 Standar Luas Lantai Per Jiwa

Standar Luas (m2) Luas (m2)


Per jiwa (m2) untuk 3 jiwa untuk 4 jiwa
Unit Lahan (L) Unit Lahan (L)
Rumah Min Efekti Ideal Rumah Min efektif ideal
f
(Ambang
Batas)
7,2 21,6 60,0 72-90 200 28,8 60,0 72-90 200
(Indonesia) 27,0 60,0 72-90 200 36,0 60,0 72-90 200

112
9,0
(internasional
)
12,0 36,0 60,0 -- -- 48,0 60,0 -- --
Sumber: Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat

Tabel 4.4 Luasan Unit Rumah Susun

Tipe unit Fasilitas


Tipe 18 m2 - 1 kamar tidur
Tipe 21 m 2
- Ruang tamu/keluarga
Tipe 24 m2 - Kamar mandi
Tipe ini biasanya untuk - Dapur/pantry
keluarga muda atau seseorang
yang belum memiliki keluarga
Tipe 30 m2 - 2 kamar tidur
Tipe 36 m2 - Ruang tamu/keluarga
Tipe 42 m2 - Kamar mandi/WC
Tipe 50 m 2
- Dapur/pantry
Tipe ini untuk keluarga yang - Ruang makan
sudah memiliki anak

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa besaran unit bergantung
pada standar luasan perjiwa. Standar ini tidak dapat diterapkan bagi jumlah
penghuni rumah di atas 4 orang yang memiliki ruang berbagi lebih banyak.
Sedangkan tabel 4.2 kisaran luas unit hunian rumah susun pada umumnya
minimal 18 m2 dan paling besar adalah 50 m2. Survei lapangan dan studi banding
rumah susun pada bab sebelumnya, luasan unit rumah susun sederhana yang
disediakan disekitaran 21-36 m2. Luasan maksimal 36 m2 dengan asumsi 1
keluarga terdiri 4 orang dewasa atau 9 m2/ jiwa. Berdasarkan kegiatan yang
terjadi didalam rumah hunian, yaitu: tidur (ruang tidur), masak, makan (dapur),
mandi (kamar mandi), duduk (ruang duduk/ruang tamu), kebutuhan udara segar
perorang dewasa perjam 16-24 m3 dan peranak-anak perjam 8-12 m3, dengan

113
pergantian udara dalam ruang sebanyak-banyaknya 2 kali perjam dan tinggi
plafon rata-rata 2,5 m, maka luas lantai perorang dapat dilihat pada tabel 4.5
(acuan dari data dalam buku Neufert 1996),dibawah berikut;

Tabel 4.5 Luas Lantai Hunian Per Jiwa

Luas Lantai Luas Minimal Luas Maksimal


Dewasa 6,4 m2 9,6 m2
Anak-anak 3,2 m2 4,8 m2
Luas hunian 28,28 m2 43,2 m2
Luas hunian rerata - 36 m2
Luas hunian per jiwa (4 jiwa/rumah) 9 m2
Sumber: SNI 03-1733-2004

Hal ini sesuai dengan ketentuan Departemen Permukiman dan Prasarana


Wilayah dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dan Real Estat Indonesia (REI)
2002, yang menyatakan: ketentuan Rusunawa diperuntukan bagi masyarakat
menengah ke bawah di daerah perkotaan mapun metropolitan, rancangan harus
mencakup kebutuhan tipe rumah berukuran 18 m 2, 21 m2 dan 36 m2 yang tidak
menggunakan sarana lift atau walk-up flat. Sedangkan rusun tipe 45 dan 54 lebih
dipakai untuk apartemen atau rumah susun dengan tingkat ekonomi menengah
atas.

Oleh karena itu, perlu adanya kategori bagi masing-masing jumlah penghuni.
Penulis mengkategorikan 3 jenis unit, yaitu :

 Unit dengan jumlah penghuni 1-2 orang, unit ini dikategorikan menjadi 1
unit karena kemungkinan pemakainya adalah pekerja (single) atau
pasangan muda, karena penghuni ini sama-sama membutuhkan privasi
individu.
 Unit dengan jumlah 3-4 orang, unit ini di kategorikan bersama karena
kemungkinan penghuninya adalah orang tua dengan anaknya. Interaksi
yang terjadi dalam rumah ini merupakan interaksi antara orang tua dengan
anaknya.

114
 Unit dengan jumlah 5-6 orang, unit dikategorikan bersama karena
kemungkinan penghuni unit ini adalah orang tua dengan anaknya yang
lebih dari dua orang. kemungkinan lainnya adalah adanya tiga generasi
dalam satu unit tempat tinggal. Adanya kakek dan nenek, lalu kedua orang
tua dan kedua anak.
 Unit untuk keluarga berkebutuhan khusus dengan jumlah 3 orang, unit
dikategorikan bersama karena kemungkinan adalah orang tua dengan
anaknya.
 Analisis Standar Luas Hunian Ideal
Unit hunian dengan berdasarkan pedoman tabel 4.3 standar lantai perjiwa
dengan unit diasumsikan ke jumlah penghuni terbanyak, maka luasan unit
minimum dan maksimum dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah berikut:

Tabel 4.6 Kisaran Luasan Unit Hunian


Standar per Jiwa (m2)
Unit Hunian Ambang batas Indonesia Internasional
(7,2) (9.0) (12.0)
Unit 1-2 penghuni 14,4 m2 18 m2 24 m2
Unit 3-4 penghuni 28,8 m2 36 m2 48 m2
Unit 5-6 penghuni 43,2 m2 54 m2 72 m2
Sumber: Analisis penulis
Menurut Frick (1986) dalam perencanaan denah rumah harus
mempertimbangkan hubungan antara ruang-ruang, fungsi ruang-ruang dalam
denah, perbandingan ukuran ruang, hubungan antara bangunan dan kebun dan
sebagainya. Sehingga dalam menentukan luasan ideal unit hunian dengan
mempertimbangkan kebutuhan ruang berdasarkan jumlah penghuni.
Tabel 4.7 Kebutuhan Ruang Unit Hunian
No Jumlah Kebutuhan ruang Standar Jumlah Luasan
. penghuni (m2) (m2)
1. Unit Ruang tamu/keluarga 9 m2 1 9 m2

115
1-2 penghuni Ruang tidur utama 9 m2 1 9 m2
Dapur 4 m2 1 4 m2
Kamar mandi 2.25 m2 1 2.25 m2
Ruang cuci/jemur 3 m2 1 3 m2
Total luasan 27, 25 m2
2. Unit Ruang tamu/keluarga 9 m2 1 9 m2
3-4 penghuni Ruang tidur utama 9 m2 1 9 m2
Ruang tidur anak 6 m2 1 6 m2
Dapur 4 m2 1 4 m2
Kamar mandi 2.25 m2 1 2.25 m2
Ruang cuci/jemur 3 m2 1 3 m2
Balkon 3 m2 1 3 m2
Total luasan 36.25 m2
Sumber : Analisis penulis

No Jumlah Kebutuhan ruang Standar Jumla Luasan


. penghuni (m2) h (m2)
3. Unit Ruang tamu 9 m2 1 9 m2
5-6 penghuni Ruang tidur utama 9 m2 1 9 m2
Ruang tidur anak 6 m2 2 12 m2
Ruang keluarga dan 12 m2 1 12 m2
ruang makan
Dapur 4 m2 1 4 m2
Kamar mandi 2.25 m2 1 2.25 m2
Ruang cuci/jemur 3 m2 1 3 m2
Balkon 3 m2 1 3 m2
Total luasan 54.25 m2
Sumber : Analisis penulis
 Asumsi jumlah unit
Tabel 4.8 Asumsi Jumlah Unit
Jumlah Jumlah
Tipe persentase Jumlah dibulatkan
orang (maks) penghuni

116
27 23% 62.1 62 2 124
36 48% 129.6 130 4 520
54 29% 78.3 78 6 468
Total 270 1.112 penghuni

b. Kelompok ruang pengelola, service dan fasilitas


Ruang pengelola meliputi ruang loker, tilet, pantry, ruang rapat, ruang tata
usaha, ruang bendahara, ruang administrasi, ruang pemasaran, ruang keamanan,
ruangmekanikal-elektrikal, ruang kebersihan, ruang sarana-prasarana, gudang, dan
pos jaga. Luas lantai keseluruhan untuk ruang pengelola adalah 210.00 m2 .
Ruang pendukung meliputi lobi, tempat parkir, toilet pengunjung, ruang usaha,
mushola, ruang serbaguna, taman bermain anak, ruang komunal, pos siskamling,
kantor RT/RW, balai pengobatan, dan warung. Luas lantai keseluruhan untuk
ruang pendukung adalah 2.773,87m2.

D. Pendekatan Konsep Penampilan Rumah Susun


Penampilan bangunan erat kaitannya dengan filosofi perancangan bangunan.
tahap ini mengarah pada hal-hal yang bersifat fisik bangunan, yaitu penggambaran
bagian bangunan yang dapat direspon oleh panca indera sehingga dapat dilihat
oleh mata dan diraba oleh tangan (Boedhi Laksito, 2014). Penampilan bangunan
menonjolkan citra sebagai sifat penampilan dan ekspresi bangunan. Pembentukan
luar bangunan dengan mempertimbangkan bentuk bangunan, kesan, karakter
penampilan, warna dan material kulit bangunan.

Rumah susun sederhana umumnya dibangun dengan bentuk dan tampilan


sederhana. Bentuk denah didesain memanjang dengan unit hunian berderet. Satu
blok terdiri dari 4-5 lantai. Koridor menggunakan sistem single loaded corridor
dengan void di tengah, selasar mengelilingi void. Satu tangga utama di bagian
tengah dan 2 buah tangga di bagian ujung samping kiri dan kanan. Lantai atap
dipakai sebagai utilitas penampungan air bersih (top tank/ water tank), seperti
pada gambar dibawah berikut.

117
Gambar 4.4 Bentuk umum denah rumah susun sederhana
Sumber: diolah penulis
1. Pendekatan Konsep Bentuk Dasar Rumah Susun
Dalam menentukan bentuk dasar rumah susun, tidak lepas dari pertimbangan
fungsi bangunan sebagai hunian susun untuk memudahkan ruang gerak dan
peracangan. Adapun bentuk dasar yang dapat dijadikan dasar pengembangan
bentuk dasar bangunan, yaitu: segi empat dan persegi panjang

2. Pendekatan Konsep Organisasi Ruang


Kegiatan utama dari rumah susun adalah bermukim dengan aktivitas rekreasi
dan olahraga. Oleh karena itu perlu diadakan pengelompokan kegiatan
berdasarkan karakteristik dan sinkronisasi dari beberapa unsur penunjang dan
interaksi antarfungsi dan pelaku kegiatan dengan dasar pertimbangan dan pola
aktivitas serta pencapaian.
Dasar pertimbangan dalam pengorganisasian ruang adalah sebagai berikut:

118
 Berdasarkan area privat, semiprivat, publik, semipublic dan service
 Berdasarkan kesamaan fungsi, sifat dan hubungan ruang
 Berdasarkan tingkat kebisingan yang ditimbulkan
 Kemudahan pencapaian
 Jenis kegiatan yang diwadahi
 Pengelompokan kegiatan yang saling berhubungan dan mendukung
Beberapa contoh pola organisasi ruang :

 Organisasi terpusat

Gambar 4.5 Organisasi terpusat


Organisasi terpusat merupakan komposisi terpusat dan stabil yang
tersdiri dari sejumlah ruang sekunder, dikelompokkan mengelilingi sebuah
ruang pusat yang luas dan dominan. Ruang pemersatu terpusat pada
umumnya bebentuk teratur dan ukurannya cukup besar untuk
menggabungkan sejumlah ruang sekunder di sekelilingnya.

 Organisasi linear

Gambar 4.6 Organisasi linear

Organisasi linear pada dasarnya terdiri dari sederetan ruang, ruang-


ruang tersebut dapat berhubungan secara langsung satu denngan yang lain
atau dihubungkan melalui ruang linear yang berbeda dan terpisah.

119
Organisasi linear biasanya terdiri dan ruang-ruang yang berulang,
serupa dalam ukuran, bentuk, dan fungsi. Ruang-ruang yang secara
fungsional atau simbolis penting keberadaannya terhadap organisasi dapat
berada di manapun sepanjang rangkaian linear. Derajat kepetingannya
ditegaskan melaui ukuran, bentuk, maupun lokasinya.

Penempatan ruang penting pada


bagian tengah rangkaian linier
Penempatan ruang penting pada
ujung rangkaian linier
Penempatan ruang penting pada
titik-titik belok rangkaian linier

Penempatan ruang penting di luar


organisasi linier

Bentuk organisasi linear bersifat fleksibel dan dapat menanggapi


tehadap kondisi dan bentuk tapak. Bentuknya dapat lurus, bersegmen, atau
melengkung. Konfigurasinya dapat berbentuk horizontal sepanjang tapak,
diagonal menaiki suatu kemiringan, atau berdiri tegak seperti sebuah
menara.

Bentuk-bentuk lengkung dan bersegmen pada organisasi linier


melingkupi daerah ruang eksterior pada sisi cekungnya dan mengarahkan
ruang-ruangnya menghadap ke pusat daerah. Pada sisi cembungnya bentuk
ini tampak menghadang dan memisahkan ruang dihadapannya terhadap
lingkungannya.

 Organisasi radial

120
Gambar 4.7 Organisasi radial

Organisasi ruang radial mamadukan unsur-unsur organisasi terpusat


dan linear. Organisasi ini terdiri dari ruang pusat yang dominan di mana
sejumlah organisasi linear berkembang menurut arah jari-jarinya. Apabila
suatu organisasi terpusat adalah sebuah bentuk yang introvert yang
memusatkan pandangannya ke dalam ruang pusatnya, maka sebuah
organisasi radial adalah sebuah bentuk yang ektrovert yang mengembang
keluar lingkupnya.

Ruang pusat pada suatu organisasi radial pada umumnya berbentuk


teratur. Lengan-lengan linearnya, mungkin mirip satu sama lain dalam hal
bentuk dan panjang untuk mempertahankan keteraturan bentuk organisasi
secara keseluruhan. Lengan- lengan radialnya juga dapat berbeda satu
sama lain untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan akan fungsi dan
konteksnya.

 Organisasi cluster

Gambar 4.8 Organisasi cluster


Organisasi terpusat

Organisasi dalam bentuk kelompok atau “cluster” mempertimbangkan


pendekatan fisik untuk menghubungkan suatu ruang terhadap ruang

121
lainnya. Sering kali organisasi ini terdiri dari ruang-ruang yang berulang
yang memiliki fungsi-fungsi sejenis dan memiliki sifar visual yang umum
seperti wujud dan orientasi.

Di dalam komposisinya, organisasi ini juga dapat menerima ruang-


ruang yang berlainan ukuran, bentuk dan fungsinya, tetapi berhubungan
satu dengan yang lain berdasarkan penempatan atau alat penata visual
seperti simetri atau sumbu. Karena polanya tidak berasal dari konsep
geometri yang kaku, bentuk organisasi ini bersifat fleksibel dan dapat
menerima pertumbuhan dan perubahan langsung tanpa mempengaruhi
karakternya.

Ruang-ruang cluster dapat diorganisir terhadap suatu titik tempat


masuk ke dalam ruangan atau sepanjang alur gerak yang melaluinya.

Ruang-ruang juga dapat dikelompokkan berdasarkan luas daerah atua


volume ruang tertentu atau dimasukkan dalam suatu daerah atau volume
ruang yang telah dibentuk.

122
Kondisi simetris atau aksial dapat dipergunakan untuk memperkuat
dan menyatukan bagian-bagian organisasi dan membantu menegaskan
pentingnya suatu ruang atau kelompok ruang.

 Organisasi grid

Gambar 4.8 Organisasi grid


Organisasi terpusat
Organisasi grid terdiri dan bentuk-bentuk dan ruang-ruang di mana
posisinya dalam ruang dan hubungan antar ruang diatur oleh pola atau
bidang grid tiga dimensi. Sebuah grid diciptakan oleh dua pasang garis
sejajar dan yang tegak lurus yang membentuk sebuah pola titik-titik teratur
pada pertemuannya. Apabila diproyeksikan.

Suatu grid di dalam arsitektur paling sering dibangun oleh sistem


struktur rangka dari kolom dan balok. Kekuatan mengorganisir suatu grid
dihasilkan dari keteraturan dan kontinultas pola-polanya. Pola-pola ini
membuat satu set atau daerah titik-titik dan garis-garis referensi yang
stabil dalam ruang-ruang organisasi grid. Adapun ragam pola grid dapat
dilihat tabel

123
Karena sebuah grid tiga dimensi dari unit-unit
ruang modular yang berulang; maka organisasi
ini dapat dikurangi, ditambah, atau dilapisi,
dengan tetap mempertahankan identitasnya
sebagai sebuah grid
Bagian-bagian grid dapat digeser untuk
mengubah kontinuitas visual maupun kontinuitas
ruang yang melampaui daerahnya

Untuk memenuhi persyaratan-persyaratan khusus


mengenai dimensi ruang atau untuk menegaskan
daerah ruang sirulasi, suatu grid dapat dibuat
tidak teratur dalam satu atau dua arah
Pola grid dapat diputus untuk membentuk ruang
utama atau menampung bentuk-bentuk alami
tapak

Sebagaian dari grid dapat dipisahkan dan diputar


terhadap sebuah titik dalam pola dasarnya.

3. Pendekatan Konsep Sirkulasi


a. Sirkulasi horizontal
Pendekatan konsep sirkulasi horizontal pada bangunan rumah susun
berupa koridor. Adapun tipe koridor;
Tipe koridor Kelebihan dan kekurangan
Eksterior corridor -Kelebihan: penghawaan dan
pencahayaan baik.
-Kekurangan: sirkulasi dan
pemakaian lahan boros.

124
Interior corridor -Kelebihan: sirkulasi dan
pemakaian lahan efisien.
-Kekurangan: penghawaan dan
pencahayaan kurang.

Multiple exterior acces -Kelebihan: privasi, pencahayaan,


dan penghawaan baik.
-Kekurangan: akses bertetangga
menjadi lebih jauh.

Multiple interior acces -Kelebihan: pencahayaan, dan


penghawaan tidak alami, privasi
terjaga.
-Kekurangan: akses bertetangga
menjadi lebih jauh.

Tower -Kelebihan: pencahayaan, dan


penghawaan baik pada tiap unit.
-Kekurangan: sirkulasi di tengah
buruk dan gelap

Multi tower -Kelebihan: pencahayaandan


penghawaan baik tiap unit.
-Kekurangan: sirkulasi di tengah
buruk dan gelap.

125
Kriteria koridor yang sesuai dengan kebutuhan adalah pencahayaan dan
penghawaan baik, sirkulasi dan penggunaan lahan yang efektif serta akses
bertetangga baik. Perancangan sistem koridor dengan mempertimbangkan
perilaku penghuni yang menjadikan koridor sebagai ruang komunal mereka.

b. Sirkulasi vertikal
Rumah susun termasuk jenis bangunan tinggi (low rise building). Untuk
bangunan low rise, transportasi yang paling cocok digunakan adalah tangga.
Tidak digunakan elevator karena pertimbangan biaya dari pemeliharaannya
yang mahal. Sedangkan ketentuan bangunan tinggi yang tidak menggunakan
lifg, maksimal ketinggian adalah 4-5 lantai.

c. Sirkulasi ruang unit


Sirkulasi tidak hanya untuk pencapaian antar ruang tetapi juga berguna
untuk menentukan sistem kerja dan peletakan furniture dalam suatu ruang. hal
yang perlu diperhatikan adalah posisi pintu dan jendela. Perencanaan yang
baik akan menciptakan suaut arus sirkulasi sistematis dan saling berhubungan.
Beberapa contoh yang baik dalam membentuk suaut ruang berdasarkan posisi
pintu;

Sirkulasi yang baik, karena jalur


sirkulasi yang jelas dan pangangana
terarah keseulurhan ruang.
Dinding member kesan terarah dan
membuat arah pandang ruang dalam
menyeluruh.
Luas dan menyeluruh

126
4. Pendekatan Konsep Material Bangunan
Setiap material bangunan mempunyai siklus hidup, dimulai dari pengambilan
bahan baku di tempat asal dan berakhir di tempat pembuangan. Namun,
pemanfaatan berbagai jenis material bangunan dalam proses konstruksi telah
menyisakan material dalam jumlah yang relatif besar. Fakta bahwa pembangunan
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa penurunan kualitas
lingkungan yang disebabkan oleh meningkatnya volume limbah yang dihasilkan
oleh aktivitas konstruksi. Salah satu penyebab timbulnya limbah konstruksi adalah
penggunaan sumberdaya yang melebihi apa yang diperlukan untuk proses
konstruksi (Ervianto, 2012).

Bahan bangunan rusunawa yang digunakan harus aman bagi kesehatan


penghuni dan tidak menimbulkan dampak lingkungan. Adapun bahan bangunan
yang alami tidak mengandung zat yang dapat merusak kesehatan manusia maka
berikut ini merupakam penggolongan bahan bangunan menurut bahan mentah dan
tingkat transformasinya :

Penggolongan ekologis Contoh Bahan bangunan


Bahan bangunan yang regneratif Kayu, bambu, rotan, rumbia, alang-
ang, serabut kepa, kulit kayu,
kapas ,kapuk, kulit binatang dan wol
Bahan bangunan yang dapat Tanah, tanah liat, lempung, tras,
digunakan kembali kapur, batukali, batu alam
Bahan bangunan recyaling Limbah, potongan, sampah, ampas,
bahan kemasan, serbuk kayu,
potongan kaca
Bahan bangunan aklam yang Batumerah, genting tanah liat, batako,
mengalami tranformasis sederhana conblok, logam, kaca , semen
Bahan bangunan alam alam yang Plastik, bahan sintesis, epoksi
mengalami beberapa tingkat
perubahan transformasi
Bahan bangunan komposit Beton bertulang, pelat serat semen,
beton komposit, cat kimia, perekat.

127
Bahan bangunan yang ekologis seharusnya memenuhi syarat-syarat berikut:
 Produksi bahan bangunan menggunakan energi sedikit mungkin
 Tidak mengalami perubahan bahan yang dapat dikembalikan ke alam
 Eksploitasi, pembuatan (produksi), penggunaan bahan bangunan
sesedikit mungkin mencemari lingkungan
 Bahan bangunan yang berasal dari sumber lokal

5. Pendekatan Sistem Struktur dan Konstruksi


Dalam menentukan sistem struktur pada bangunan ada beberapa dasar
pertimbangan yang harus diperhatikan, yaitu:

 Persyaratan struktur yang kuat, stabil, dan ekonomis


 Tahan terhadap pengruh luar, seperti kebakaran, gempa bumi, angin, daya
dukung tanah, suhu dan iklim.
 Dapat mendukung penampilan bangunan sesuai dengan analogi bentuk
bangunan terpilih
 Mudah dalam perawatan dan pemiliharaan

Sistem struktur dan konstruksi meliputi sub struktur (bagian bawah


bangunan), super struktur (bagian tengah bangunan), dan upper struktur (bagian
atas)

E. Pendekatan Sistem Utilitas Rumah Susun


1. Pendekatan Sistem Pencahayaan dan Pengahawaan
Pendekatan arsitektur ekologis sangat menekankan konsumsi energi
seminimal mungkin dengan memanfaatkan cahaya matahari untuk penerangan
siang hari dan arah angin untuk sirkulasi udara dalam ruang. Di daerah tropis, sisi
utara dan selatan adalah sisi yang tidak mendapatkan cahaya matahari sepanjang
hari. Sedangkan sisi barat dan timur merupakan sisi yang terpapar cahaya
matahari sehingga terjadi pemanasan fasad pada sisi tersebut. Arah angin darat
bertiup dari arah utara terjadi pada malam hari, angin laut bertiup dari arah selatan
terjadi pada siang hari.

128
Adapun dasar pertimbangan untuk menentukan sistem pencahayaan dan
penghawaan yang akan diterapkan agar tercipta kenyamanan termal penghuni.

a. Pencahayaan alami
b. Pencahayaan buatan
c. Penghawaan alami

2. Pendekatan Sistem Mekanikal Elektrikal


Sumber aliran listrik untuk penerangan buatan pada malam hari menggunakan
lisrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang didistribusi ke seluruh
bangunan. sedangkan genset khusus untuk penerangan umum/selasar, jika listrik
dari PLN padam.

3. Pendekatan Sistem Plambing


a. Jaringan air bersih
 Sistem air minum harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air minum, kualitas air besih, sistem
distribusi dan penampungannya.
 Sistem air minum dapat diperoleh dari sumber air berlangganan
dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi yang disyaratkan.
 Perencanaan sistem distribusi air minum dalam bangunan gedung
harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
 Penampungan air minum dalam bangunan gedung diupayakan
sedemikian rupa agar menjamin kualitas air.
 Penampungan air minum harus memenuhi persyaratan kelayakan
bangunan gedung.
 Persyaratan plambing bangunan rusuna harus mengikuti:

129
 Kualitas air minum mengikuti peraturan pemerintah nomor 16
tahun 2005 tentang pengembangan sistem air minum dan
permenkes 907/2002, sedangkan instalasi perpipaannya mengikuti
pedoman plumbing; dan
 SNI 03-6481-2000 sistem plumbing 2000, atau edisi terbaru.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung,
atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku
dan/atau pedoman teknis.
b. Jaringan air limbah
 Sistem pembuangan air limbah dan/atau kotor harus direncanakan dan
dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
 Pertimbangan jenis air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam
bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangaan dan penggunaan
peralatan yang dibutuhkan.
 Pertimbangan tingkat bahaya air limbah dan/atau air kotor diwujudkan
dalam bentuk sistem pengelohan dan pembuangannya.
 Air limbah yang berisi bahan beracun dan berbahaya (B3) harus
diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Air limbah domestic
sebelum dibuang ke saluran terbuka harus diproses sesuai dengna
pedoman dan standar teknis yang berlalu.
 Persyaratan teknis air limbah harus mengikuti:
 SNI 03-6481-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru
 SNI 03-2398-2002 Tata cara perencanaan tangki septik dengan
sistem resapan
 SNI 03-6379-2000 Spesifikasi dan pemasangan perangkap bau
 Tata cara perencanaan, pemasangan dan pemeliharaan sistem
pembuangan air limbah dan air kotor pada bangunan gedung
mengikuti standar baku serta ketentuan teknis yang berlaku.
c. Sistem drainase
 Sistem bangunan rusuna dan pekarangannya harus dilengkapi dengan
sistem penyaluran air hujan.

130
 Sistem penyaluran air hujan harus direncakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan ketinggian permukiman air tanah, permeabilitas
tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/ kota.
 Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam
tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur serapan dan/atau sumur
penampungan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/ kota
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan
yang berlaku.
 Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang
dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara
laun yang dibenarkan oleh instalasi yang berwenang.
 Sistem pematusan/ penyaluran air hujan harus dipelihara untuk
mencegah terjadinya endapana dan penyumbatan pada saluran.
 Persyaratan penyaluran air hujan harus mengikuti:
 SNI 03-4681-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru.
 SNI 03-2453-2000 Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan
untuk lahan pekarangan.
 SNI 03-2459-2002 Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk lahan
pekarangan.
 Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem penyaluran air hujan pada bangunan gedung;
dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung,
atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau
pedoman teknis.

4. Pendekatan Sistem Persampahan


 Sistem pembuangan sampah padat direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan fasilitas penampungna dan jenisnya.
 Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk
penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada masing-

131
masing bangunan rusuna bertingkat tinggi, yang diperhitungkan
berdasarkan jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah.
 Pertimbangan jenis sampah padat diwujudkan dalam bentuk penempatan
pewadahan dan/atau lahan pengelohannya yang tidak mengganggu
kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.
 Ketentuan pengelolaan sampat padat
 Bagi pengembang perumahan wajib menyediakann wadah sampah, alat
pengumpul dan tempat pembuangan sampah sementara, sedangkan
pengangkutan dan pembuangan akhir sampah bergabung dengan sistem
yang sudah ada.
 Potensi reduksi sampah padat dilakukan dengan mendaur ulang,
memanfaatkan kembali beberapa jenis sampah seperti botol bekas, kertas,
kertas koran, kardus, aluminium, kaleng, wadah plastik dan sebagainya.
 Sampah padat kecuali sampah bahan beracun dan berbahaya (B3) harus
dibakar dengan incinerator yang tidak mengganggu lingkungan. Dalam hal
masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung.

5. Pendekatan Sistem Bahaya Kebakaran


Bangunan rusuna harus dilengkapi dengan sistem proteksi pasif dan sistem
proteksi aktif.

a. Sistem proteksi pasif


 Setiap bangunan harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap
bahaya kebakaran yang memproteksi harta milik berbasis pada desain
atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur bangunan
gedung sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan
fisik saat terjadi kebakaran.
 Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/ klasifikasi
resiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau
jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung.
 Pada sistem proteksi pasif yang perlu diperhatikan meliputi;
 SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan sistem proteksi pasif
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

132
 SNI 03-1746-2000 Tata cara perencanaa dan pemasangan sarana
jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada
bangunan gedung, atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada
persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
b. Sistem proteksi aktif
 Setiap bangunan rusuna, harus dilindungi terhadap bahaya
kebakarandengan proteksi aktif.
 Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi,
luas, ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi
penghuni dalam bangunan rusuna bertingkat tinggi.
 Pada sistem proteksi aktif yang diperhatikan meliputi:
 Sistem pemadaman kebakaran berupa APAR, sprinkler, hidran box
maupun hidran pilar/halaman.
 Sistem deteksi dan alarm kebakaran.
 Sistem pengendalian asap kebakaran
 Pusat pengendalian kebakaran
c. Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran
 Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran
meliputi perencanaan akses bangunan dan lingkungan untuk
pencegahan, bahaya kebakatan pada bangunan rusuna bertingkat
tinggi, dan perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk
penyelamatan terhadap bahaya kebakaran.
 Persyaratan jalan keluar dan aksesibiliats untuk pamadaman kebakaran
tersebut harus mengikuti;
 SNI 03-1735-2000 Tentang cara perencanaan akses bangunan dan
akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakakaran pada
bangunan rumah dan gedung. Dalam hal masih ada persyaratan
lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI,
digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

133
BAB V KONSEP PERANCANGAN RUMAH SUSUN
SEDERHANA SEWA

A. Konsep Perancangan Makro


1. Lokasi Tapak Terpilih
Berdasarkan dari kriteria-kriteria penentuan lokasi dan analisis SWOT dalam
menentukan tapak yang memenuhi kelayakan untuk perancangan rumah susun

134
sederhana sewa, lokasi yang terpilih adalah Kecamatan Biringkanaya, letak tapak
di jalan Parumpa.

Gambar 5.1 Tapak terpilih


Sumber : Diolah penulis

Kecamatan Biringkanaya berbatasan dengan Kabupaten Maros di sebelah


utara, Kabupaten Maros di sebelah timur, Kecamatan Tamalanrea di sebelah
selatan dan Kecamatan Tallo di sebelah barat. Daerah bukan Pantai dengan
ketinggian dari permukaan laut lebih kecil dari 500 meter. Kecamatan
Biringkanaya merupakan kawasan dengan daerah jasa pelayanan umum, industri
dan perdagangan. Sehingga menjadi kawasan yang memiliki potensi untuk
pengembangan rumah susun dengan ditunjang oleh prasarana dan sarana serta
utilitas yang memadai sesuai kebutuhan penghuninya.

2. Konsep Analisis Tapak


 Eksisting tapak

135
Gambar 5.2 Kondisi eksisting tapak
Sumber : Diolah penulis

Tapak terpilih terletak di jalan Parumpa, Kelurahan Daya merupakan sebuah


lahan kosong seluas 36100 m2, memiliki batas fisik sebagai berikut;

 Sebelah utara : Pasar Niaga Daya


 Sebelah selatan : Dafest Sport Center
 Sebelah barat : lahan kosong
 Sebelah timur : kanal kecil

Letak tapak berada sekitar 300 meter dari jalan Poros Makassar-Maros,
sehingga kemudahan diakses dengan jaringan transportasi kota dan pencapaian
ideal kemampuan orang berjalan kaki. Selain itu, dengan posisi tapak yang tidak
berbatasan langsung dari jalan poros, sumber kebisingan yang berasal dari
kendaraan-kendaraan transportasi darat tidak sampai di tapak perancangan untuk
bangunan sebagai fungsi utama hunian. Vegetasi yang terdapat berupa beberapa
pohon ketapang kencana dalam tapak tetap dipertahankan sebagai peneduh dan
barrier.

 Orientasi matahari, arah angin dan kebisingan

136
Gambar 5.2 Analisis orientasi matahari, arah angin, dan kebisingan
Sumber : Diolah penulis

Membangun di daerah iklim tropis panas lembab seperti di Indonesia


hanya dapat dilakukan dengan memahami dan memperhatikan kondisi
maupun pengaruh iklim tersebut dengan baik. Intensitas matahari sepanjang
hari sangat tinggi pada tapak, mengakibatkan temperatur tinggi pula,
berpengaruh ketidaknyamanan pengguna. Intensitas matahari sepanjang hari
sangat tinggi pada tapak dapat dimanfaatkan sebagai alternatif energi
tambahan untuk konsumsi listrik dengan menggunakan panel surya. Bangunan
dapat dibuat memanjang dari arah timur ke barat agar cahaya matahari
langsung tidak berlebihan masuk ke bangunan. Penempatan ruang service
disisi timur dan barat. Pengoptimalan desain sun screen sangat diperlukan,
selain sebagai unsur estetis juga sebagai penghalang intensitas sinar matahari
yang tinggi. Selain itu, untuk daerah tropis persoalan yang utama ada pada
atap karena menerima panas yang cukup lama.

Arah angin darat bertiup dari arah utara terjadi pada malam hari, angin laut
bertiup dari arah selatan terjadi pada siang hari. bukaan dapat dimaksimalkan
pada sisi utara dan selatan.

 Konsep Zonasi Tapak

137
Bangunan rumah susun dibagi menjadi dua zona, yaitu zona bangunan
rumah susun dan zona luar bangunan rumah suusn yang keduanya saling
berkaitan. Masing-masing zona berikut:

 Konsep zonasi bangunan rumah susun


Zona bangunan rumah susun berupa fasilitas yang ada di dalam satu
bangunan tersebut. Fasilitas tersebut berupa unit hunian, ruang komersil,
fasilitas-fasilitas (ruang komunal, ruang service)
 Konsep zonasi luar bangunan
Zonasi luar bangunan merupakan fasilitas yang berada di luar bangunan
utama. Zonasi luar bangunan terdiri dari ;
 Zona Ruang terbuka
Zona ruang terbuka juga merupakan ruang - ruang komunal bersifat
publik yang bertujuan untuk dapat memenuhi aktivitas - aktivitas
sosial dari penghuni maupun warga luar rumah susun. Letaknya berada
di antara massa bangunan sehingga mudah untuk diakses.
 Zona Servis
Pada sebuah bangunan dibutuhkan sistem utilitas untuk mendukung
suatu bangunan. Sistem utilitas ini dapat berupa pipa-pipa saluran yang
merupakan bagian dari gedung, namun klasifikasi sistem utilitas juga
ada yang ditentukan berdasarkan sifatnya terhadap kenyamanan
penghuni. Utilitas yang berukuran besar dan memiliki kebisingan
tertentu diletakkan dil luar bangunan karena membutuhkan ruang
khusus, contohnya seperti genset dan TPS yang difungsikan sebagai
tempat pembuangan sementara sebelum diangkut oleh petugas.
 Zona Penghijauan
Selain persyaratan RTH yang ditentukan pada pada tiap bangunan,
penghijauan juga berfungsi guna mengatur termal bangunan. Zona
penghijauan dapat ditanami berbagai jenis vegetasi yang tidak
membutuhkan perawatan khusus.

 Zona Sirkulasi

138
Jalan untuk sirkulasi dibagi menjadi dua yaitu sirkulasi kendaraan sebesar
6 m untuk akses utama dan 3 m untuk jalan sekunder yang diasumsikan
untuk sirkulasi sepeda motor dan zona sirkulasi untuk pejalan kaki seluas
2 meter.
 Konsep Sirkulasi Tapak
Sirkulasi pada tapak dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan jenis pengguna,
yaitu sirkulasi kendaraan (mobil dan sepeda motor), sirkulasi untuk pejalan
kaki dan sirkulasi untuk disabilitas berupa ramp.

B. Konsep Perancangan Mikro


1. Konsep Zonasi Tata Letak Unit Kamar
Terdapat 3 tipe unit hunian, yaitu tipe 27, 36 dan 54. Pembagian zona unit
hunian didasarkan pada aktivitas pengguna. Tipe 27 yang dikhususkan untuk
calon penghuni lajang atau pasangan muda dengan kapasitas maksimum 2 orang
memiliki tingkat aktivitas yang tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan
calon penghuni yang sudah berkeluarga. Penghuni tersebut lebih banyak
menghabiskan waktunya di tempat kerja kemudian kembali ke tempat tinggal
untuk tidur, sehingga unit relatif kosong untuk banyak jam. Unit tipe 36 dan tipe
54 dikhususkan oleh calon penghuni yang sudah berkeluarga. Aktivitasnya cukup
tinggi, karena hanya kepala keluarga saja yang pergi bekerja, sedangkan istri dan
anak-anak tetap tinggal di hunian. Dari analisa aktivitas tersebut, maka tipe unit
27 diletakkan dilantai atas (3 dan 4), kemudian untuk tipe 36 dan 54 diletakkan
dilantai bawah (1 dan 2).

2. Konsep Fasilitas Bersama dan Service


Fasilitas bersama merupakan suatu ruang yang dapat digunakana bersama-
sama. Fasilitas bersama pada lantai satu terdiri dari ruang serbaguna, taman
bermain, klinik, wc umum, parkir motor,ruang usaha dan gudang. Diletakan di
lantai satu karena sifatnya yang semi publik sehingga mudah diakses oleh
penghuni maupun dari luar. Ruang service merupakan ruang menerus yang
didalamnya terdapat pipa-pipa utilitas, ruang panel, dan shaft sampah.

139
3. Konsep Denah Unit
Denah unit menggunakan sistem modular. Sistem modul terkecil 300 cmx 300
cm. adapun bentuk-bentuk alternatif dengan melipat gandakan modul

 Alternatif bentuk denah unit tipe 27

Gambar 5.3 Alternatif modul untuk tipe 27


Sumber : Diolah penulis

 Alternatif bentuk denah unit tipe 36

Gambar 5.4 Alternatif modul untuk tipe 36


Sumber : Diolah penulis
140
 Alternatif bentuk denah unit tipe 54

Gambar 5.6 Alternatif modul untuk tipe 54


Sumber : Diolah penulis

C. Konsep Penampilan Bentuk


Penampilan bangunan menampilkan karakter bangunan ekologis dengan
memanfaatkan iklim tropis melalui penyesuaian arsitektural dalam pemilihan
bahan bangunan yang tidak memerlukan perawatan, pemanfaatan teririsan yang
dapat mengurangi panas matahari dan air hujan.

Gambar 5.7 Konsep bangunan dengan menghadirkan vegetasi dalam


bangunan
Sumber : Diolah penulis 141
D. Konsep Struktur dan Konstruksi Rumah Susun
1. Struktur pondasi (Sub structure)
Jenis pondasi yang digunakan pada bangunan rumah susun adalah sebagai
berikut;

 Pondasi tiang pancang (pile structure)


Digunakan pada bangunan-bangunan 5 lantai pada kolom utama pada
bangunan ini, berupa bentuk dan dimensinya sebagai berikut;

 Pondasi foot plat


Digunakan pada struktur pondasi ramp lantai yang ada di area lantai 1
pada setiap untuk bangunan-bangunan 1 sampai 2 lantai pada balok bangunan
ini. Bentuk dan dimensinya adalah sebagai berikut;

142
2. Struktur rangka bangunan (Super structure)
Konstruksi dinding yang dipakai adalah konstruksi rangka dengan ketentuan
sebagai berikut;

 Bangunan satu sampai dua lantai; menggunakan kolom beton dengan


dimensi material dinding sebagaian dengan finishing unfinished material.
 Bangunan lima lantai; menggunakan kolom beton berpenampang. Dimensi
balok bervariasi berdasarkan besarnya bentang balok. Lantai dua
menggunakan material pelat beton. Material dinding berupa pasangan batu
merah ½ bata dengan finishing plater halus dan sebagian lagi dengan
finishing unfinished material.

3. Struktur atap (Upper structure)


Sebagian besar bangunan menggunakan struktur rangka atap dap beton
dengan penutup lapisan green roof, guna lahan kebun kota. Roof garden
atau taman atap adalah sistem atap dengan tumbuhan diatasnya atau di
tempat yang atap konvensional. Taman atap biasanya terdiri dari membran
tahan air, lapisan drainase, dan lapisan tebal tanah (biasanya 12 inci atau
lebih).

Gambar 5.8 lapisan roof garden


Sumber : google image

143
E. Konsep Utilitas Rumah Susun
1. Konsep Pencahayaan dan Penghawaan
Sistem pencahayaan yang digunakan menggunakan pencahayaan alami dan
buatan.

Jenis pencahayaan Penyelesaian Karakteristik


Pencahayaan alami Bukaan dinding Daya jangkau sinar
(jendela) kurang merata, terbatas
Bukaan plafond Perancangan dan
perawatan agak sulit
Daya jangkau sinar
merata
Tidak membutuhkan
energi
Pencahayaan buatan Lampu pijar Lebih murah dan mudah
perawatannya
Lebih boros energi
Lampu TL (Fluorscent) Lebih mahal
Lebih hemat energi
Lampu halogen Daya tahan energi
Cukup hemat energi
Panas
Cocok untuk ruang luar

Salah satu cara efiensi energi adalah pengurangan pemakaian energi listrik
melalui penerangan alami. Untuk pemanfaatan cahaya alami dibuat bukaan-
bukaan, void pada koridor jika bukaan tidak terkena cahaya matahari, maka
memakai sistem reflector, dengan media air untuk merefleksikannya ke dalam
bangunan, untuk pemakaian pencahayaan buatan pada ruang-ruang sirkulasi
hanya pada malam hari.

Sedanngkan pengudaraan diatur seefisien mungkin tidak menggunakan AC


agar tidak mengkomsumsi energi yang berlebihan. Salah satunya dengan
menggunkan sistem cross ventilation pada bangunan sehingga menggunakan
pengudaraan alami agar tercapai topik hemat energi.

144
Gambar 5.9 Konsep ventilasi silang
Sumber : Diolah penulis

2. Konsep Sistem Mekanikal Elektrikal


Sumber listrik utama berasal dari PLN yang disalurkan ke gardu utama, dan
kemudian disalurkan ke ruang-ruang. Untuk tenaga cadangan digunakan generator
(genset) yang dapat mensuplai 75% dari total kapasitas keseluruhan listrik dalam
bangunan.

Peletakan ruang genset diusahaakan sejauh mungkin dengan ruang private


untuk mejaga kenyamanan dan ketenangan ruang tersebut.

3. Konsep Sistem Plambing


a. Jaringan air bersih
Air dari sumber baik dari PAM maupun sumur artesis ditampung pada bak
tampungan (reservoir) yang kemudian dipompakan ke tower yang terus
disalurkan ke bagian – bagian melalui pipa distributor. Untuk beberapa
bangunan dengan jumlah kebutuhan air tinggi, dilengkapi dengan tangki air
yang diletakkan di atas (upper tank).

145
b. Jaringan air kotor
Sistem pembuangan air kotor dibedakan menjadi 2 :
 Air kotor padat , melalui kloset diteruskan menuju shaft air kotor
padat disalurkan ke STP (sewage treatment plant). Lalu diproses
secara kimia sehingga dapat dimanfaatkan untuk air yang tidak
dikomsumsi oleh manusia, seperti untuk menyiram tanaman.
 Air kotor cair, melalui shaft yang tertanam di dinding disalurkan ke
roil kota bagian bawah dan dilanjutkan ke roil kota, dan tiap jarak
tertentu mempunyai bak kontrol.

146
Sistem pembuangan vertikal baik air kotor maupun air besih
perletakan KM/WC pada posisi yang sama agar dapat menghemat
pipa sesuai dengan tema.

4. Konsep Sistem Persampahan


Sistem pembuangan sampah pada bangunan rumah susun dengan membuang
melalui shaft sampah yang terdapat di tiap lantai selanjutnya, terletak diujung
bangunan secara vertikal yang kemudian diangkut ke TPS kemudian ke
pembuangan akhir oleh dinas kebersihan.

 Konsep biopori
Biopori adalah liang (terowongan-terowongan kecil) di dalam tanah
yang terbentuk akibat berbagai aktivitas fauna tanah dan perkarangan
tanaman. Biopori yang terbentuk akan terisi udara dan akan menjadi
tempat lewatnya air di dalam tanah sehingga dapat melancarkan
peresapan air ke dalam tanah.

147
Konsep biopori pada penerapan ekologis pada rumah susun adalah
pembuatan lubang resapan biopori pada beberapa titik di area terbuka yang
telah direncanakan dan kemudian mengisinya dengan sampah organik.
Pemanfaatan kembali sampah organik untuk sistem biopori memiliki
beberapa keutungan bagi lingkungan baik secara langsung maupun tidak
langsung, yaitu:
 Meningkatkan daya resapan air
 Membuat kompos alami dari sampah organik daripada dibakar.
Sampah organik yang dimasukkan dalam lubang resapan biopori
akan diuraikan mikroorganisme tanah menjadi kompos. Kompos
dapat dipanen setiap periode tertentu dan dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk organik berbagai jenis tanaman.
 Mengurangi genangan air yang menimbulkan penyakit
 Maksimalisasi peran dan aktivitas flora dan fauna tanah
 Mencegah terjadinya erosi tanah dan bencana tanah longsor

5. Konsep Sistem Bahaya Kebakaran


 Hydrant system
Air dari reservoir disalurkan ke hydrant yang berada diluar bangunan,
dengan diberi tekanan yang kuat melalui bantuan pompa yang bekerja secara
otomatis. Hydrant luar dipasang pada jarak tertentu dengan dilengkapi stop
kran dan selang kanvas. Pada bangunan juga dilengkapi dengan hydrant yang
berasal dari tower, tekanan air sesuai grafitasi.

 Foratble extinguisher system


Berupa tabung kebakaran yang berisi gas karbondioxyde. Digunakan pada
ruang-ruang untuk mengatasi gejala kebakaran secara dini yang terjadi dalam
ruangan.

6. Konsep Sistem Penangkal Petir


Sistem yang digunakan dalam rancangan:
 Pelindung alami yang baik terhadap petir adalah dengan menanam pohon
yang tinggi, namun tidak terlalu dekat dengan bangunan. hal ini

148
dimaksudkan agar bangunan tidak ikut terbakar jika ada petir membakar
pohon
 Sistem faraday, berupa tiang setinggi 30 cm yang dipasang di puncak atap
bangunan, kemudian dihubungkan dengan kawat yang berjarak masing-
masing 35 cm, kemudian kawat ditanam ketanah sedalam 2-6 m.

149
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Permasalahan.............................................................................................6
C. Tujuan dan Sasaran...................................................................................6
D. Lingkup Pembahasan................................................................................7
E. Sistematika Penulisan................................................................................7
BAB II TINJAUAN UMUM...................................................................................9
A. Rumah Susun Sederhana...........................................................................9
1. Pengertian Rumah Susun..............................................................................9
2. Rumah Susun Sederhana Sewa.....................................................................9
3. Asas Pembangunan Rumah Susun..............................................................11
4. Tujuan Pembangunan Rumah Susun..........................................................13
5. Karakteristik Rumah Susun........................................................................14
6. Jenis-Jenis Rumah Susun............................................................................15
B. Pendekatan Arsitektur Ekologis..............................................................20
1. Sejarah dan Perkembangan Arsitektur Ekologis.........................................20
2. Definisi Arsitektur Ekologis Menurut Para Ahli........................................21
3. Prinsip Ekologis Dalam Perancagan Arsitektur..........................................23
4. Unsur Pokok Ekologi Arsitektur.................................................................24
5. Kriteria- Kriteria Bangunan Sehat dan Ekologis........................................25
6. Studi Banding Bangunan Berkonsep Arsitektur Ekologis..........................33
7. Studi Banding Rusunawa............................................................................55
BAB III TINJAUAN KHUSUS.............................................................................67
A. Gambaran Umum Kota Makassar...........................................................67
1. Kondisi Geografis, Topografi dan Klimatologi..........................................67
2. Gambaran Kependudukan dan Kepadatan Penduduk.................................68
B. Rencana Umum Tata Ruang Kota Makassar Tentang Kawasan
Perumahan..........................................................................................................73
C. Rumah Susun di Kota Makassar.............................................................77
D. Tinjauan Fasilitas Lingkungan Rumah Susun Sederhana.......................83
E. Permasalahan di Rumah Susun.............................................................100
F. Masyarakat Berpenghasilan Rendah.........................................................103

150
BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERANCANGAN RUMAH SUSUN
SEDERHANA SEWA.........................................................................................104
A. Pendekatan Konsep Desain Arsitektur Ekologis Pada Rumah Susun...104
B. Pendekatan Konsep Perancangan Makro..............................................105
1. Pendekatan Konsep Pemilihan Lokasi......................................................105
2. Pendekatan Konsep Alternatif Tapak.......................................................108
C. Pendekatan Konsep Perancangan Mikro...............................................110
1. Pelaku kegiatan.........................................................................................110
2. Kelompok Jenis Kegiatan.........................................................................111
3. Besaran ruang............................................................................................112
D. Pendekatan Konsep Penampilan Rumah Susun....................................117
1. Pendekatan Konsep Bentuk Dasar Rumah Susun.....................................118
2. Pendekatan Konsep Organisasi Ruang.....................................................118
3. Pendekatan Konsep Sirkulasi....................................................................124
4. Pendekatan Konsep Material Bangunan...................................................126
5. Pendekatan Sistem Struktur dan Konstruksi.............................................127
E. Pendekatan Sistem Utilitas Rumah Susun.............................................128
1. Pendekatan Sistem Pencahayaan dan Pengahawaan.................................128
2. Pendekatan Sistem Mekanikal Elektrikal.................................................128
3. Pendekatan Sistem Plambing....................................................................128
4. Pendekatan Sistem Persampahan..............................................................131
5. Pendekatan Sistem Bahaya Kebakaran.....................................................131
BAB V KONSEP PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA
..............................................................................................................................134
A. Konsep Perancangan Makro..................................................................134
1. Lokasi Tapak Terpilih...............................................................................134
2. Konsep Analisis Tapak.............................................................................135
B. Konsep Perancangan Mikro..................................................................138
1. Konsep Zonasi Tata Letak Unit Kamar....................................................138
2. Konsep Fasilitas Bersama dan Service.....................................................138
3. Konsep Denah Unit...................................................................................139
C. Konsep Penampilan Bentuk..................................................................140
D. Konsep Struktur dan Konstruksi Rumah Susun....................................141
1. Struktur pondasi (Sub structure)...............................................................141

151
2. Struktur rangka bangunan (Super structure).............................................142
3. Struktur atap (Upper structure).................................................................142
E. Konsep Utilitas Rumah Susun...................................................................143
1. Konsep Pencahayaan dan Penghawaan.....................................................143
2. Konsep Sistem Mekanikal Elektrikal........................................................144
3. Konsep Sistem Plambing..........................................................................144
4. Konsep Sistem Persampahan....................................................................146
5. Konsep Sistem Bahaya Kebakaran...........................................................147
6. Konsep Sistem Penangkal Petir................................................................147

152

Anda mungkin juga menyukai