STRATEGIS
JUDUL
SYAMSUL BAHRI
NPM: 2010018312036
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2020
BAB I
GARIS BESAR DARI PERMASALAHAN
Kondisi lingkungan yang buruk karena sering terkena banjir rob membuat
Rusunawa Purus terlihat semakin amblas.
2. Masalah yang berkaitan dengan Penghunian :
o Terjadi alih peghunian sarusuna yang cenderung tidak terkendali dan
bebas di Rusunawa Purus.
o Tidak ada batasan lama penghunian.
o Ketidaklancaran iuran sewa secara rutin dari penghuni.
3. Masalah yang berkaitan dengan Peranan Pengelola dan Pemerintah Daerah :
o Pengelola tidak bisa mengendalikan berkembangnya alih huni di bawah
tangan dan perubahan fisik bangunan
o Pemerintah kota Padang kurang memberi perhatian terhadap kondisi
bangunan dan PSU rusuna (Unit Pelaksana Teknis tidak berjalan).
o Kurangnya alokasi anggaran dari APBD untuk biaya perawatan dan
pemeliharaan secara rutin.
1.4 Tujuan Masalah
Tujuan penyediaan rumah susun adalah untuk memenuhi kebutuhan rumah yang
layak terutama bagi MBR dengan kepastian hukum dalam pemanfaatannya serta
untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah perkotaan dengan
memperhatikan kelestarian sumber daya alaam dan menciptakan lingkungan
permukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang. Sehingga rumah dapat dijadikan
sarana pembinaan keluarga dalam pembentukan kepribadian, watak serta
pendidikan yang baik sesuai dengan harkat dan martabat manusia (UU
No.16/1985; UU No.4/1992). Tujuan penyediaan rumah susun untuk MBR
(rumah susun sederhana) diimplementasikan melalui sistem penyelenggaraan
pembangunan rumah susun sederhana beserta regulasi penyelenggaraannya.
1.5 Konsep Strategis dalam pengelolaan
Pembangunan rumah susun sederhana (rusunawa) sudah banyak diselenggarakan di
kota-kota besar di Indonesia. Adapun umur ekonomis struktur dan fisik bangunan
akan dapat dipertahankan sesuai rencana apabila konstruksi sesuai dengan
persyaratan teknis dan penghunian sesuai dengan persyaratan administratif, seperti
yang dipersyaratkan dalam regulasi tentang rumah susun. Implikasi dari hal itu
adalah diperlukannya sistem pengelolaan yang dapat menjaga interaksi
pengaturan antara pemanfaatan bangunan dan penghunian rusuna agar tetap
harmonis dan berhubungan dengan baik. Sebab bila tidak maka kemerosotan
kualitas bangunan dan penghuninya akan terjadi. Konsep Kualitas hunian rusunawa
dapat diamati dari kondisi fisik bangunan, unit satuan rumah susun (sarusun), dan
sistem prasarana, sarana serta utilitas (PSU) yang melayani penghuni serta
lingkungan rusuna. Apabila kondisinya kurang terawat, rusak, dan PSU juga
kurang berfungsi dengan baik atau lingkungan hunian menjadi lebih buruk, maka
secara kualitas dinyatakan mengalami penurunan (kemerosotan). Penurunan
kualitas secara terus menerus disebut dengan proses pengkumuhan atau berubah
menjadi kumuh (Yudosodo, 1991:334). Kekumuhan terkait dengan kemiskinan
baik tempat atau sosial ekonomi (Ridlo, 2001:19–31). Skema atau tata cara
pengelolaan yang baik akan dapat menjaga fungsi fisik bangunan dan hunian tetap
layak.
Kota Padang memiliki 5 (lima) rumah susun sederhana, yaitu: rumah susun Purus,
Pesantren Modern Buya Hamka, Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat,
Universitas Bung Hatta dan terakhir adalah Universitas Andalas (Data dari Sub Din
Perumahan SNVT Sumbar, 2018). Rumah susun Bandarharjo dan Pekunden
merupakan rumah susun sederhana pertama yang dimiliki Kota Padang yang
dibangun pada awal tahun 1990-an, sehingga usia bangunannya lebih tua dibanding
rusuna lainnya. Data hasil identifikasi kondisi rumah susun di Indonesia tahun 2007
dari Kantor Menegpera memberikan informasi awal bahwa kondisi kedua rumah
susun sederhana tersebut secara umum sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan
penyediaan rumah susun sederhana, yaitu memberikan hunian yang layak, sehat,
dan terjangkau untuk MBR. Ketidak- sesuaian itu antara lain : kondisi bangunan
mulai rusak, kualitas lingkungan menurun, dan penghunian tidak tertib seperti :
terjadi alih huni di bawah tangan; status hunian sewa tidak jelas lagi; pelanggaran
terhadap pemanfaatan bangunan.
BAB II
“Pembahasan Optimalisasi Strategi Pengelolaan Fasilitas Rumah Susun
Purus”
a. Kepadatan Bangunan
Kepadatan (intensitas) bangunan diatur dengan perbandingan yang tepat
meliputi luas lahan peruntukan, kepadatan bangunan, Koefisien Dasar Bangunan
(KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Koefisien dasar bangunan (KDB)
adalah perbandingan antara luas dasar bangunan dengan luas lahan/persil yang tidak
melebihi dari 0.4. Sedangkan Koefisien lantai bangunan (KLB) adalah
perbandingan antara luas lantai bangunan dengan luas tanah yang tidak kurang
dari 1,5, dan koefisien bagian bersama (KB) adalah perbandingan bagian bersama
dengan dengan luas bangunan, tidak kurang dari 0,2.
b. Tata Letak
Tata letak rusun harus mempertimbangkan keterpaduan bangunan,
lingkungan, kawasan dan ruang, serta dengan memperhatikan faktor-faktor
kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian.
g. Transportasi Vertikal
Rusun bertingkat rendah dengan jumlah lantai maksimum 6 lantai,
menggunakan tangga sebagai transportasi vertikal. Sedang rusun bertingkat tinggi
dengan jumlah lantai lebih dari 6 lantai, menggunakan lift sebagai transportasi
vertikal.
serbaguna, ruang belajar dan ruang penerima tamu serta sarana lain bagi lansia dan
penyandang cacat yang berada di luar satuan hunian dapat dilakukan secara
bersama.
Pemanfatan bangunan secara umum harus memperhatikan daya dukung struktur
bangunan, keamanan bangunan, dan tidak mengganggu penghuni lain. Pemanfataan ini
termasuk pemanfaatan prasarana dan sarana. Pemanfaatan sesuai dengan kesepakatan
penghuni dengan badan pengelola dalam perjanjian sewa.
Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan
rusunawa dan/atau komponen bahan bangunan dan/atau prasarana dan sarana agar
bangunan rusunawa tetap laik fungsi. Kegiatan ini meliputi perawatan rutin, perawatan
berkala, perawatan mendesak, dan perawatan darurat. Sedangkan pemeliharaan adalah
menjaga keandalan bangunan rusunawa beserta prsarana dan sarananya agar bangunan
rusunawa tetap laik fungsi. Jadi perbedaannya hanya pada tindakan, dimana jika tanpa
tindakan yang dilakukan adalah hanya menjaga/membersihkan adalah pemeliharaan,
sedangkan bila sudah melakukan penggantian atau perbaikan adalah perawatan.
2. Kepenghunian
Kepenghunian mencakup kelompok sasaran penghuni, proses penghunian,
penetapan calon penghuni, perjanjian sewa menyewa serta hak, kewajiban dan larangan
penghuni.
Kelompok sasaran penghuni adalah warga negara Indonesia yang tergolong
sebagai MBR serta mahasiswa/pelajar. Seleksi penghuni dilakukan dengan kriteria dan
persyaratan yang ditetapkan oleh badan pengelola. Bagi penghuni rusunawa yang
kemampuan ekonominya telah meningkat menjadi lebih baik harus melepaskan haknya
sebagai penghuni rusunawa berdasarkan hasil evaluasi secara berkala yang dilakukan oleh
badan pengelola. Kepenghunian dilengkapi dengan perjanjian sewa menyewa dengan
badan pengelola yang menjamin hak dan kewajiban penghuni.
3. Administrasi keuangan dan pemasaran
Administrasi keuangan dan pemasaran mencakup sumber keuangan, tarif sewa,
pemanfaatan hasil sewa, pencatatan dan pelaporan serta persiapan dan strategi pemasaran.
Sumber keuangan untuk kegiatan pengelolaan rusunawa diperoleh dari uang
jaminan, tarif sewa sarusunawa, biaya denda, hibah, modal pengelolaan, bunga bank
dan/atau usaha–usaha lain yang sah (mis. penyewaan ruang serbaguna dan pemanfaatan
ruang terbuka untuk kepentingan komersial di lingkungan rusunawa).
Besaran tarif rusunawa dipersyaratkan harus terjangkau oleh masyarakat
berpebghasilan rendah dengan besaran tarif tidak lebih besat dari 1/3 penghasilan. Ukuran
penghasilan yang dimaksud adalah berdasarkan upah minimum provinsi.
Tarif diusulkan oleh badan pengelola kepada pemerintah daerah dan secara
transparan disosialisasikan kepada seluruh penghuni. Kemudian baru ditetapkan oleh
pemerintah daerah.
4. Kelembagaan
Kelembagaan mencakup pembentukan, struktur, tugas, hak, kewajiban dan
larangan badan pengelola serta peran pemerintah (pemerintah daerah provinsi dan
kabupaten/kota).
Badan pengelola memiliki tugas melakukan pengelolaan rusunawa untuk
menciptakan kenyamanan dan kelayakan hunian dan bukan hunian serta kelangsungan
umur bangunan rusunawa. Sebelum ada badan pengelola urusan ini diserahkan kepada
dinas/instansi yang menerima rusunawa melalui penyerahan aset kelola sementara.
5. Penghapusan dan pengembangan bangunan rusunawa.
Penghapusan bangunan rusunawa adalah pekerjaan menghilangkan atau
pembongkaran bangunan rusunawa yang tidak laik fungsi maupun tidak sesuai dengan
penataan ruang wilayah. Sedangkan pengembangan adalah merupakan penambahan
bangunan bisa berupa bangunan rusunawa atau sarananya.
6. Pendampingan, monitoring dan evaluasi.
Pendampingan ditujukan untuk membangun kemandirian dan kebersamaan
penguni dalam hidup di rusunawa yang bertanggung jawab dengan etika sosial budaya
bangsa Indonesia serta menumbuh kembangkan kesadaran, semangat dan kemampuan
untuk menjaga ketertiban, keamanan, kebersihan dan kenyamanan dalam rusunawa.
Monitoring dan evaluasi pengelolaan rusunawa dilakukan oleh pengguna barang
milik negara yang meliputi dua aspek yaitu (1) aspek administrasi keuangan, pemanfaatan
dan pengelolaan barang milik negara, penghunian, sumber daya manusia serta
pengembangan kesejahteraan penghuni; dan (2) aspek teknis termasuk bangunan dan
lingkungan.
7. Pengawasan dan pengendalian.
Pengawasan dan pengendalian lebih ditujukan kepada peranan pemerintah
daerah sebagai peneriman aset kelola sementara dari pemerintah pusat/departemen terkait,
dalam hal pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan rusunawa.
Lingkup pengelolaan rumah susun sederhana untuk MBR dapat dilihat pada Tabel
II.3.
TABEL II.3
PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA MBR
6 Pendampingan, a. Pendampingan
monitoring dan evaluasi b. Monitoring dan evaluasi
Badudu dan Sutan Mohammad Zain. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Cetakan Pertama. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.
Echols, John M., dan Hasan Shadily. 1993. Kamus Inggris- Indonesia. Cetakan
XIX. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Hariyono, Paulus. 2007. Sosiologi Kota untuk Arsitek. Cetakan Pertama. Jakarta.
Bhumi Aksara.
Kuncoro, Mudrajad. 2009. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi
Ketiga.
Jakarta. Penerbit Erlangga.