Anda di halaman 1dari 10

ARSITEKTUR KOTA DAN PERMUKIMAN II

HUBUNGAN ANTARA KOTA DAN PERMUKIMAN SERTA ISU-ISU ATAU


PERMASALAHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

Di Susun Oleh :

Yayu Marliani S
03420190010

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2022/2023
Hubungan Antara Kota dan Permukiman

Menurut Branch (1996: 2) kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau
lebih penduduk, sedangkan perkotaan diartikan sebagai area terbangun dengan struktur dan
jalan-jalan, sebagai suatu permukiman terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu
(Branch, 1996:2). Dalam pengertian lain kota adalah wilayah dengan kepadatan penduduk
tinggi, yang sebagian besar lahannya terbangun dan perekonomiannya bersifat non
pertanian.

Dalam peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 2 Tahun 1987 tentang pedoman
penyusunan rencana kota, kota adalah permukiman dan kegiatan penduduk yang
mempunyai batasan wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan serta
permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan kekotaan. Sedangkan
perkotaan adalah satuan kumpulan pusat-pusat permukiman yang berperan di dalam suatu
wilayah pengembangan dana tau wilayah Nasional sebagai simpul jasa.

Dalam Imendagri nomor 34 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan Permendagri nomor 7 Tahun
1986 tentang batas-batas Wilayah Kota di seluruh Indonesia, ciri-ciri wilayah kota dapat
dilihat dari aspek fisik dan aspek social ekonomi.

Dilihat dari aspek fisik, maka wilayah kota mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Tempat permukiman penduduk yang merupakan satu kesatuan dengan luas, jumlah
bangunan, kepadatan bangunan yang relative lebih tinggi daripada wilayah
sekitarnya;
2. Proporsi bangunan permanen lebih besar ditempat itu daripda di wilayah-wilayah
sekitarnya.
3. Mempunyai lebih banyak bangunan fasilitas social ekonomi (sekolah, poliklinik, pasar,
toko, kantor pemerintahan dan lain-lain) daripada wilayah sekitarnya.

Dilihat dari aspek social ekonomi, maka wilayah kota mempunyai ciri-ciri :

1. Mempunyai jumlah penduduk yang relatife besar daripada wilayah sekitarnya, yang
dalam satu kesatuan areal terbangun berjumlah sekurang kurangnya 20.000 orang
dipulau Jawa, Madura dan Bali atau 10.000 orang di luar pulau-pulau tersebut.
2. Mempunyai kepadatan penduduk yang relative lebih tinggi dari wilayah sekitarnya.
3. Mempunyai proporsi jumlah penduduk yang bekerja di sector non-pertanian lebih
tinggi dari wilayah sekitarnya.
4. Merupakan pusat kegiatan ekonomi yang menghubungkan kegiatan pertanian wilayah
sekitarnya dan tempat pemasaran atau prosessing bahan baku bagi kegiatan industry.

Kota-kota secara umum dapat dibedakan berdasarkan fungsi kota maupun untuk
kepentingan perumusan kebijakan perencanaan. Berdasarkan fungsinya, menurut Sujarto
(1989) kota di Indonesia dapat dikelompokan menjadi :

• Kota pusat pemerintahan


• Kota pusat perdagangan
• Kota pusat lalu lintas dan angkutan

Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Pasal 3, Permukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun
pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tingggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Satuan lingkungan
permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan
penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur.

Sedangkan dalam pasal 4 menyebutkan bahwa penataan perumahan dan permukiman


bertujuan untuk :

1. Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam
rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat,
aman, serasi, dan teratur.
3. Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional.
4. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, social, budaya, dan bidang-bidang lain.

Melihat penjelasan di atas tentang perkotaan dan permukiman dapat kita simpulkan bahwa
perkotaan dan permukiman memiliki hubungan yang sangat erat. Perkotaan dan permukiman
merupakan hal yang tidak terpisahkan, baik secara fisik, ekonomi dan budaya. Semakin pesat
perkembangan suatu kota, semakin kuat maghnet tersebut menarik pendatang untuk ikut
tinggal dikawasan perkotaan. Sebagai konsekuensinya, kota harus menyediakan cukup
ruang bagi permukiman dan sarana prasarana pendukung yang memadai untuk menampung
seluruh permukiman perkotaan yang terus meningkat.

Pengembangan permukiman dalam skala besar tidak dapat dipisahkan dengan perencanaan
suatu kota, karena pada hakekatnya kota adalah tempat terkonsentrasinya permukiman
penduduk dalam skala besar. Hal ini didukung pendapat Kirmanto (2002) yang menyatakan
bahwa pembangunan kota termasuk di dalamnya pengembangan kawasan permukiman atau
pembangunan permukiman. Dengan memperhatikan pengertian permukiman dan kota
tersebut maka untuk merencanakan pembangunan permukiman tidak lepas akan
pembahasan tentang teori perencanaan kota. Teori dan praktek perencanaan kota atau
permukiman modern bersusun dengan membentuk dan menata lingkungan fisik buatan dan
soail manusia melalui desain maupun kebijakan yang rasional. Perencanaan kota ini
merupakan respons terhadap buruk dan kacaunya lingkungan buatan fisik dan social kota-
kota yang unlivable, yaitu antara lain lingkungan yang tidak sehat, tidak aman, tidak nyaman,
tidak tersediannya lapangan pekerjaan dan perumahan yang layak, tuntutan akan kwalitas
hidup tetap tidak berubah. Pendekatan perencanaan kota senantiasa mengalami perubahan.
Dari sejarah perencanaan kota, kota dapat diamati sebagai : taman, karya seni, perluasan
arsitektur, drama social, sistem dan sebagainya.

Indonesia merupakan negara berkembang yang masih banyak sekali elemen perkotaan yang
harus dikembangkan. Salah satunya adalah perumahan dan pemukiman. Perumahan dan
pemukiman di Indonesia saat ini menjadi salah satu permasalahan yang sangat mendesak.
Permasalahan perumahan dan pemukiman merupakan permasalahan yang parallel,
permasalahan yang saling merambat dan terkoneksi satu sama lain. permasalahan kedua
disebabkan oleh permasalahan pertama, permasalahan ketiga disebabkan oleh
permasalahan kedua, dan seterusnya. Sehingga kita tidak bisa benar – benar memfokuskan
diri untuk meninjau satu permasalahan saja, karena satu permasalahan tersebut saling
berkaitan dengan permasalahan lain.
Menurut Kabul Budi Setyawan selaku Stakeholder and Relationship Department Head BTN,
permasalahan yang penting pada sektor perumahan dan permukiman di Indonesia ini adalah
daya beli (Fauzian, 2020). Dengan daya beli masyarakat yang rendah, menjadikan
perumahan dan permukiman di Indonesia menjadi tidak tertata dengan baik. Sehingga
muncul yang namanya rumah – rumah tidak layak huni atau permukiman kumuh.
Permukiman kumuh itu sendiri dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pusat, 2011) adalah permukiman
yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang
tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Daya
beli masyarakat yang rendah membuat mereka berusaha untuk tetap membuat tempat
tinggal meskipun tempat tinggal tersebut tidak layak, baik dari segi bangunannya,
fasilitasnya, hingga lingkungannya.

Isu Pembangunan Perumahan dan Permukiman

isu-isu perkembangan permukiman yang ada pada saat ini adalah :

perbedaan peluang antar pelaku pembangunan yang ditunjukkan oleh ketimpangan pada
pelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan, perumahan dan ruang untuk kesempatan
berusaha;

konflik kepentingan yang disebabkan oleh kebijakan yang memihak pada suatu kelompok
dalam pembangunan perumahan dan permukiman;

alokasi tanah dan ruang yang kurang tepat akibat pasar tanah dan perumahan yang
cenderung mempengaruhi tata ruang sehingga berimplikasi pada alokasi tanah dan ruang
yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan pembangunan lain dan kondisi ekologis daerah yang
bersangkutan;

terjadi masalah lingkungan yang serius di daerah yang mengalami tingkat urbanisasi dan
industrialisasi tinggi, serta eksploitasi sumber daya alam;

komunitas lokal tersisih akibat orientasi pembangunan yang terfokus pada pengejaran
target melalui proyek pembangunan baru, berorientasi ke pasar terbuka dan terhadap
kelompok masyarakat yang mampu dan menguntungkan.
urbanisasi di daerah tumbuh cepat sebagai tantangan bagi pemerintah untuk secara positif
berupaya agar pertumbuhan lebih merata;

perkembangan tak terkendali daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh dengan
mengabaikan sektor lainnya seperti sektor pertanian, hal ini berakibat pada semakin tingginya
alih fungsi lahan sawah. Ironisnya alih fungsi terjadi pada sawah lestari, dengan lokasi yang
relatif datar/landai cocok untuk pengembangan permukiman atau industri/perdagangan; dan
marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global.

a) Permasalahan Pembangunan Perumahan dan Permukiman

Permasalahan perumahan dan permukiman merupakan sebuah isu utama yang selalu
mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Permasalahan perumahan dan permukiman
merupakan sebuah permasalahan yang berlanjut dan bahkan akan terus meningkat, seirama
dengan pertumbuhan penduduk, dinamika kependudukan dan tuntutan-tuntutan sosial
ekonomi yang semakin berkembang.

b) Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia

Kekurangsiapan kota dengan sistem perencanaan dan pengelolaan kota yang tepat, dalam
mengantisipasi pertambahan penduduk dengan berbagai motif dan keragaman, nampaknya
menjadi penyebab utama yang memicu timbulnya permasalahan perumahan dan
permukiman.

Secara sederhana permasalahan perumahan dan permukiman ini adalah tidak sesuainya
jumlah hunian yang tersedia jika dibandingkan dengan kebutuhan dan jumlah masyarakat
yang akan menempatinya. Tetapi apa bila kita melihat lebih dalam lagi, pokok-pokok
permasalahan dalam perumahan dan pemukiman ini sebenarnya adalah (sumber: Rumah
Untuk Seluruh Rakyat, Ir. Siswono Yudohusodo,..., Jakarta, 1991):

1) Kependudukan

Penduduk Indonesia yang selalu berkembang, merupakan faktor utama yang menyebabkan
permasalahan perumahan dan permukiman ini selalu menjadi sorotan utama pihak
pemerintah. Pesatnya angka pertambahan penduduk yang tidak sebanding dengan
penyediaan sarana perumahan menyebabkan permasalahan ini semakin pelik dan serius.
Permasalahan kependudukan dewasa ini tidak hanya menjadi isu pada kota-kota dipulau
jawa, tetapi kota-kota dipulau lainpun sudah mulai memperlihatkan gejala yang hampir
serupa. Meningkatnya arus urbanisasi serta semakin lebarnya jurang pemisah antara kota
dan desa merupakan salah satu pemicu permasalahan kependudukan ini.

2) Tataruang dan Pengembangan wilayah

Daerah perkotaan dan pedesaan merupakan satu kesatuan wilayah yang seharusnya
menjadi perhatian khusus pihak yang berkepentingan dalam hal pembangunan ini,
khususnya pembangunan perumahan dan permukiman. Seharusnya hal ini menjadi panduan
untuk melaksanakan pemerataan dalam pembangunan antar keduanya. Tetapi yang kita
temui dilapangan sekarang adalah semakin pesatnya pembangunan yang dilakukan pada
kota, sehingga daerah pedesaan semakin tertinggal. Pesatnya pembangunan perumahan
diperkotaan banyak yang tidak sesuai dengan rencana umum tataruang kota, inilah yang
menyebabkan keadaan perkotaan semakin hari semakin tidak jelas arah pengembangannya.

3) Perencanaan Pengembangan Perumahan dan Pemukiman yang masih belum


optimal.

Perencanaan merupakan aspek yang tidak boleh dianggap sebelah mata, dengan
perencanaan yang matang, sinergis dan integral dalam setiap sektor akan menghasilakn
keluaran pengembangan perumahan dan pemukiman. Belum optimalnya perencanaan
berakibat pada lemahnya arah kebijakan pengembangan, tumpang tindihnya rencana aksi
pengembangan antar sektor, dan tidak fokusnya dalam menentukan prioritas pengembangan
perumahan dan pemukiman. Mengingat hal tersebut di atas, Saat ini di Kab. Grobogan baru
menyusun dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Permukiman Daerah ( RP4D ) Kab. Grobogan, dokumen data base kampung kumuh,
Pembahasan Perda Tata Ruang yang mengakomodasi perkembangan wilayah,
perkembangan permukiman yang semakin intensif tetapi tetap memperhatikan lingkungan
yang keberlanjutan (sustainabel development). Dengan dokumen-dokumen tersebut,
diharapkan arah kebijakan pengembangan perumahan dan pemukiman dapat
menumbuhkan lingkungan hidup perumahan yang lebih sehat dan terkendali.

4) Pertanahan dan Prasarana

Pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar akan selalu dihadapkan
kepada masalah tanah, yang didaerah perkotaan menjadi semakin langka dan semakin
mahal. Tidak sedikit yang kita jumpai areal pertanian yang disulap menjadi kawasan
permukiman, hal ini terjadi karena ketersediaan tanah yang sangat terbatas sedangkan
permintaan akan sarana hunian selalu meningkat setiap saatnya. Konsekuensi logis dari
penggunaan tanah pertanian sebagai kawasan perumahan ini menyebabkan menurunnya
angka produksi pangan serta rusaknya ekosistem lingkungan yang apabila dikaji lebih lanjut
merupakan awal dari permasalahan lingkungan diperkotaan, seperti banjir, tanah longsor dan
lain sebagainya.

Alternatif lain dalam menanggulangi permasalahan pertanahan di dalam kota ini adalah
dengan membangun fasilitas-fasilitas hunian didaerah pinggiran kota, yang relatif lebih murah
harganya. Namun permasalahan baru muncul lagi disana, yaitu jarak antara tempat tinggal
dan lokasi bekerja menjadi semakin jauh sehingga kota tumbuh menjadi tidak efisien dan
terasa mahal bagi penghuninya.

Selain itu, penyediaan perumahan dan pemukiman juga harus diikuti dengan penyediaan
prasarana dasar seperti penyediaan air bersih, sistem pembuangan sampah, sistem
pembuangan kotoran, air limbah, tata bangunan, saluran air hujan, penanggulangan bahaya
kebakaran, serta pencemaran air, udara, dan tanah yang memadai. Penyediaan prasarana
dasar tersebut membutuhkan biaya yang besar padahal kemampuan daerah dalam
penyediaan anggaran terbatas. Kemampuan pendanaan APBD Kabupaten dalam
penyediaan prasarana dasar pemukiman rata-rata hanya berkisar 15 – 20 Milyar per tahun,
itupun sudah termasuk dana yang bersumber dari DAK.

5) Pembiayaan.

Permasalahan biaya merupakan salah satu point penting dalam pemecahan permasalahan
perumahan dan permukiman ini. Secara mikro, hal ini disebabkan oleh kemampuan
ekonomis masyarakat untuk menjangkau harga rumah yang layak bagi mereka masih sangat
susah sekali, karena sebagian besar masyarakat merupakan masyarakat dengan tingkat
perekonomian menengah kebawah (jumlah penduduk miskin di Kabupaten Grobogan adalah
%), sedangkan secara makro hal ini juga tidak terlepas dari kemampuan ekonomi nasional
untuk mendukung pemecahan masalah perumahan secara menyeluruh.

Hal lain yang juga merupakan salah satu bentuk permasalahan pembiayaan ini adalah
adanya kecenderungan meningkatnya biaya pembangunan, termasuk biaya pengadaan
tanah yang tidak sebanding dengan kenaikan angka pendapatan masyarakat, sehingga
standar untuk memenuhi kebutuhan akan hunian menjadi semakin tinggi.

6) Teknologi, Industri Bahan Bangunan dan Industri Jasa Konstruksi


Faktor lain yang juga merupakan pendukung yang ikut menentukan sukses atau tidaknya
program pembangunan perumahan rakyat ini adalah produksi bahan bangunan dan
distribusinya yang erat kaitannya dengan harga, jumlah dan mutu serta penguasaan akan
teknologi pembangunan perumahan oleh masyarakat. Berdasarkan kepada tulisan dalam
buku Rumah Untuk Seluruh Rakyat, mengatakan bahwa teknologi dan industri jasa
konstruksi, khususnya untuk pembangunan perumahan sederhana belum banyak kemajuan
yang ada.
7) Kelembagaan

Perangkat kelembagaan dibidang perumahan, merupakan satu kesatuan sistem


kelembagaan untuk mewujudkan pembangunan perumahan secara berencana, terarah dan
perpadu, baik itu yang berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan, pembinaan dan
pengaturan pada berbagai tingkat pemerintahan, maupun lembaga-lembaga pelaksana
pembangunan di sektor pemerintah dan swasta.

Hal lain yang juga berhubungan dengan kelembagaan ini adalah pengembangan unsur-unsur
pelaksana pembangunan yang harus lebih dikembangkan lagi, khususnya kelembagaan
pada tingkat daerah, baik itu yang bersifat formal maupun non-formal yang dapat mendukung
swadaya masyarakat dalam bidang perumahan dan permukiman.
8) Peranserta Masyarakat

Berdasarkan kepada kebijaksanaan dasar negara kita yang menyatakan bahwa setiap warga
negara Indonesia berhak atas perumahan yang layak, tetapi juga mempunyai peran serta
dalam pengadaannya. Menurut kebijaksanaan ini dapat kita simpulkan bahwa pemenuhan
pembangunan perumahan adalah tanggung jawab masyarakat sendiri, baik itu secara
perorangan maupun secara bersama-sama, pada point ini peran pemerintah hanyalah
sebagai pengatur, pembina dan membantu serta menciptakan iklim yang baik agar
masyarakat dapat memenuhi sendiri kebutuhan akan perumahan mereka. Masyarakat
bukanlah semata-mata objek pembangunan, tetapi merupakan subjek yang berperan aktif
dalam pembangunan perumahan dan pemukiman.
Peran serta masyarakat akan dapat berlangsung lebih baik apabila sejak awal sudah ada
perencanaan pembangunan, agar hasilnya sesuai dengan aspirasi, kebutuhan nyata, kondisi
sosial budaya dan kemampuan ekonomi masyarakat yang bersangkutan, dengan demikian
perumahan dan pemukiman dapat menciptakan suatu proses kemajuan sosial secara lebih
nyata.

9) Peraturan Perundang-undangan
Peraturan dan perundang-undangan merupakan landasan hukum bagi penerapan berbagai
kebijaksanaan dasar maupun kebijaksanaan pelaksanaan di bidang pemerintahan maupun
bidang pembangunan.
Berbagai peraturan perundang-undangan di bidang perumahan telah mulai digagas dan
dikeluarkan oleh pemerintah mulai dari periode pra-PELITA hingga saat sekarang. Namun
hal ini belum dapat memberikan dampak yang cukup berarti dalam pembangunan
perumahan, bahkan dalam banyak hal dikatakan hal tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan
kenyataan sekarang dan juga telah tertinggal dengan perkembangan dan tuntutan
pembangunan dewasa ini dan dimasa mendatang, sehingga pembaharuan dan
penyempurnaan dirasakan sangat perlu dan penting.
10) Permasalahan lainnya

Permasalahan lain yang menjadi isu dari meningkatnya permintaan perumahan dan
permukiman di ibukota adalah kependudukan. Meningkatnya penduduk di ibukota melalui
urbanisasi menjadikan kota – kota besar di Indonesia terutama di ibukota semakin ramai dan
padat (BAPPEDA, 2012). Tidak hanya padat perumahan dan permukiman, tetapi juga
fasilitas, sarana dan prasarana perkotaan lainnya. Masyarakat yang melakukan urbanisasi
ini pergi dari daerah nya menuju ibukota dengan harapan mendapat kehidupan dan pekerjaan
yang lebih baik. Namun pada kenyataannya hidup di ibukota membutuhkan pengeluaran
yang lebih banyak dengan hanya mendapatkan pendapatan yang sedikit. Hal ini juga menjadi
pemicu terjadinya kepadatan dan timbulnya semakin banyak permukiman kumuh di Jakarta.
Masyarakat memang sangat membutuhkan tempat tinggal, namun masyarakat juga terlalu
sibuk membangun sehingga lupa untuk menanam. Permasalahan lain yang ada di
perumahan dan permukiman di Indonesia ini adalah kurangnya lahan hijau. Seharusnya di
setiap rumah yang ada di Indonesia ini dilengkapi dengan lahan hijau. Mungkin ketika awal
membangun, lahan hijau itu ada di area rumah, namun seiring berjalannya waktu, kebutuhan
akan ruang yang lebih besar semakin meningkat. Sehingga lahan hijau semakin berkurang,
padahal lahan hijau ini menjadi salah satu elemen paling dasar dari sebuah permukiman
(Nasution, 2019).

Anda mungkin juga menyukai