Anda di halaman 1dari 13

Nama : Uray Lia Wahyuni

NIM : F1241201028
Mata Kuliah : Perencanaan Pengembangan Wilayah
Dosen Pengampu : Ludovicus Manditya Hari Christanto, S.Si, M.Sc

RINGKASAN MATERI PERENCANAAN PERKEMBANGAN WILAYAH

Kota adalah salah satu ungkapan kehidupan manusia yang mungkin paling
kompleks. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa, dari segi budaya dan
antropologi, ungkapan kota sebagai ekspresi kehidupan orang sebagai pelaku dan
pembuatnya adalah penting dan sangat perlu diperhatikan. Hal tersebut
disebabkan karena permukiman perkotaan tidak memiliki makna yang berasal
dari dirinya sendiri, melainkan dari kehidupan di dalamnya.

Dalam konteks ruang, kota (city) merupakan satu sistem yang tidak berdiri
sendiri. Secara internal kota merupakan satu kesatuan sistem kegiatan fungsional
di dalamnya, sementara secara eksternal, kota dipengaruhi oleh lingkungan
sekitarnya. Dalam hal inilah secara umum kota dapat dikatakan sebagai suatu
tempat dimana konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah sekitarnya. Kota
menurut yuridis administrasi adalah suatu daerah tertentu dalam wilayah tertentu
dalam wilayah negara dimana keberadaannya diatur oleh Undang-Undang
(peraturan tertentu), daerah tersebut dibatasi oleh batas-batas administratif yang
jelas yang keberadaannya diatur oleh Undang-Undang (peraturan tertentu) dan
ditetapkan berstatus sebagai kota dan berpemerintahan tertentu dengan segala hak
dan kewajibannya dalam mengatur wilayah kewenangannya.

Kemudian, menurut fisik morfologi, kota adalah daerah tertentu dengan


karakteristik pemanfaatan lahan non pertanian, pemanfaatan lahan yang sebagian
besar tertutup oleh bangunan baik bersifat residensial maupun non residensial
(secara umum tutupan bangunan/building coverage, lebih besar dari pada tutupan
vegetasi/vegetation coverage), kepadatan bangunan khususnya perumahan yang
tinggi, pola jaringan jalan yang kompleks, dalam satuan permukiman yang
kompak dan relatif lebih besar dari satuan permukiman kedesaan di sekitarnya.

Kota adalah daerah tertentu dalam wilayah negara yang mempunyai


aglomerasi jumlah penduduk minimal yang telah ditentukan dan penduduk
tersebut bertempat tinggal pada satuan permukiman yang kompak. Kota
merupakan pusat kegiatan manusia dan menawarkan berbagai kesempatan lebih
besar daripada daerah perdesaan.

Tidak mengherankan bahwa banyak penduduk pedesaan melakukan


migrasi ke kota untuk memperbaiki kehidupannya. Migrasi desa – kota ini
menyebabkan pertambahan penduduk kota secara umum kurang lebih dua laki
lipat dibandingkan pertambahan penduduk pedesaan. Pengertian kota dapat
diukur berdasarkan jumlah penduduknya. Kriteria ini banyak digunakan para ahli
dalam mendefinisikan istilah 'kota'. Dalam berbagai literatur menyatakan, bahwa
ukuran dari kota adalah jumlah penduduknya. Istilah 'kota', kemudian
dikelompokkan berdasarkan jumlah penduduknya.

Mengapa Perlu Ilmu Wilayah, Landasan ilmu kewilayahan didasarkan


pada adanya keberagaman sumber daya fisik, keberagaman sumber daya manusia
dan keberagaman sumber daya produksi. Sumber daya fisik, baik yang alami
(sumber daya alam) dan yang buatan (sumber daya buatan) serta kondisi fisik
lingkungan.

Keragaman Sumberdaya Fisik semua sumber kekayaan yang ada dialam


semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses
produksi . faktor yang termasuk sumber daya fisik yaitu : tanah, air dan bahan
mentah. Sumber daya fisik terdapat 4 bahan jenis utama yaitu : Manusia, material,
mesin, uang.

Keragaman Sumberdaya Manusia Sumber daya manusia (SDM)


merupakan individu yang produktif dan bekerja sebagai penggerak organisasi,
baik itu organisasi yang ada di dalam suatu instansi atau perusahaan dan
merupakan sumber daya yang tidak dapat di gantikan serta menjadi aset yang
penting.

Pengertian kota dan perkotaan menurut aspek sosial merupakan


konsentrasi penduduk yang membentuk suatu komunitas yang pada awalnya
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas melalui konsentrasi dan spesialisasi
tenaga kerja dan meningkatkan adanya diversitas intelektual, kebudayaan dan
kegiatan rekreatif di kota-kota.
Aspek yang berpengaruh terhadap hal ini adalah (a) besaran dan
komposisi penduduk dan (b) ke ruangan. Setiap aspek kota dipengaruhi oleh
besaran jumlah penduduknya. Kemampuan suatu kota untuk menyediakan tenaga
kerja menentukan jenis pekerjaan produktif yang layak dikembangkan di kota
tersebut tanpa harus mendatangkan tenaga kerja dari tempat lain. Jumlah dan
besaran fasilitas yang harus disediakan seperti petugas keamanan, pemadam
kebakaran, dan bentuk pelayanan lain yang diperlukan untuk melindungi
penduduk dan harta bendanya dikaitkan dengan jumlah dan jenis penduduk. Di
dalam penentuan besaran dan distribusi jaringan utilitas, perlu diperbandingkan
dengan proyeksi penduduk hingga 20 tahun yang akan datang bagi kawasan
permukiman, komersial, industri, dan pertanian.

Perbedaan Desa dan Kota No. Unsur Pembeda Desa Kota 1. Mata
pencaharian Agraris, homogen Non agraris, terpisah 2. Ruang kerja
Terbuka/lapangan Tertutup 3. Musim/cuaca Penting/menentukan Tidak penting 4.
Keahlian/ketrampilan Umum dan menyebar Spesialisasi dan mengelompok 5.
Rumah dengan tempat kerja Dekat (relatif) Jauh/terpisah (relatif) 6. Kepadatan
penduduk Rendah Tinggi 7. Kepadatan rumah Rendah Tinggi 8. Kontak sosial
Frekuensi rendah Frekuensi tinggi 9. Stratifikasi sosial Sederhana Kompleks .
Lembaga-lembaga Terbatas Kompleks 11. Kontrol sosial Adat/tradisi berperan
besar Adat/tradisi tidak berperan besar, tetapi UU/peraturan tertulis berperan
besar . Sifat masyarakat Gotong royong (gemeincchaft/paguyuban)
Patempbayatan (geselschaft)

Status sosial Stabil Tidak stabil (contoh dari segi kesejahteraanya dan
mata pencahariannya) Batas Administrasi dan Fisik

Regional Developmen (Konsep Pengembangan Wilayah) Pengertian


Secara harfiah, pengembangan wilayah berasal dari 2 kata, yaitu pengembangan
dan wilayah. Pengembangan merupakan kemampuan yang bersumber dari apa
yang dapat dilakukan berdasarkan sumber daya yang dimiliki dengan tujuan agar
meningkatnya kualitas hidup, sehingga dapat dikatakan bahwa pengembangan
adalah adanya keinginan untuk memperbaiki keadaan dan kemampuan yang
dimiliki untuk meraih kualitas hidup yang lebih baik. Pengembangan merupakan
suatu proses menciptakan potensi yang memunculkan potensi-potensi baru dari
potensi-potensi yang terbatas, dan juga termasuk mencari potensi berbeda dari
beragam kelompok yang mempunyai potensi yang berbeda. Sedangkan kata
wilayah itu sendiri merupakan satuan geografis yang memiliki penajaman tertentu
dimana di dalamnya terdapat interaksi antar komponen wilayah secara fungsional,
sehingga sifat batasan wilayah dapat bersifat dinamis tidak mesti bersifat fisik dan
pasti atau statis.

Pengembangan Wilayah merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana


suatu wilayah dapat tumbuh dan berkembang menuju kondisi yang lebih baik.
Kondisi yang lebih baik ini dilihat dari sudut ekonomi, fisik, maupun dari sudut
lingkungan hidup. Secara umum berorientasi pada meningkat atau menurunnya
produktivitas wilayah dengan indikatornya adalah jumlah penduduk, pendapatan,
kesempatan kerja, dan additional value (nilai tambah) dari sektor industri
pengolahan. Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang sosial, pengembangan
wilayah berfokus terhadap tujuanagar terjadinya perubahan dari kondisi yang
kurang berkembang menjadi berkembang atau maju yang terjadi secara bertahap
dan diharapkan dapat membantu pengembangan daerah sekitarnya. Dalam
perkembangannya terdapat 2 pendekatan sebagai berikut:

1. Pendekatan Sektoral Pendekatan Sektoral adalah pengelompokkan


aktivitas ekonomi ke dalam sektorsektor yang terdapat di suatu suatu wilayah
yang terbagi menjadi sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier. Sektor
primer dalam pendekatan sektoral meliputi sektor pertanian dan sektor
pertambangan dan penggalian. Sektor sekunder meliputi sektor industri
pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, dan sektor konstruksi. Dan untuk
sektor tersier meliputi sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan dan jasa perusahaan, dan sektor
jasa-jasa. Ciri – ciri dari sektoral antara lain: - Wilayah Seragam - Pembangunan
Terpusat (Pembangunan Ekonomi Makro) - Integrasi Nasional, Persatuan,
Stabilisasi - Ketimpangan Wilayah

2. Pendekatan Regional Pendekatan regional memiliki perbedaan dengan


pendekatan sektoral, namun kedua pendekatan tersebut merupakan salah satu
pendekatan dalam perencanaan pembangunan wilayah yang dilakukan melalui
pengembangan wilayah. Menurut Hasyim dan Subagiyo (2017), pendekatan
regional adalah pendekatan yang lebih memperhatikan aspek tata ruang atau
penggunaan ruang dengan kondisi yang ada. Dalam pendekatan regional, wilayah
dipandang sebagai kumpulan berdasarkan bagian-bagian dari wilayah lain yang
lebih kecil yang memiliki potensi serta daya 14 tarik atau daya dorong yang
berbeda. Pendekatan regional memiliki keterkaitan dengan pendekatan sektoral
yang mana pada pendekatan regional menitikberatkan pada wilayah yang mampu
untuk dikembangkan dengan menentukan sektor yang sesuai untuk dikembangkan
di wilayah tersebut melalui pendekatan sectoral.

Paradigma pembangunan wilayah adalah cara berpikir, pola berpikir, atau


kerangka berpikir dalam melakukan suatu proses pembangunan wilayah yang
meliputi kerangka dari aspek sosial, aspek politik, aspek ekonomi, aspek
pertahanan, aspek infrastruktur, aspek pendidikan, aspek teknologi, aspek budaya
dan lain sebagainya. Pembangunan Wilayah Tertinggal Wilayah tertinggal adalah
wilayah yang relatif kurang berkembang dibandingkan wilayah lain dalam skala
nasional, dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Pembangunan wilayah
tertinggal merupakan upaya terencana untuk menngubah suatu daerah yang dihuni
oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan
fisik, menjadi wilayah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama
atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya.

Hal ini diperlukan program pembangunan wilayah tertinggal yang


difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang kondisi sosial, budaya,
ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas, serta ketersediaan infrastruktur masih
tertinggal dibanding dengan daerah lainnya. Kondisi tersebut pada umumnya
terdapat pada wilayah yang secara geografis terisolir dan terpencil, seperti daerah
perbatasan antarnegara, daerah pulau-pulau kecil, daerah pedalaman, serta daerah
rawan bencana. Menurut Vicious Circle Poverty atau lingkaran kemiskinan pada
lever regional (Wilayah Tertinggal), antara lain:

1. Produktivitas Rendah

2. Pendapatan Rendah

3. Penghematan Rendah

4. Investasi Rendah
5. Konsumsi Rendah

Paradigma Pembangunan Wilayah

1. Economic Perspective

- Paradigma Keseimbangan Wilayah (The Regional Self Balance)

- Paradigma Ketidakseimbangan Wilayah (The Regional Imbalance)

2. Political Perspective

- Paradigma Ketergantungan Struktural (The Structural Dependency)

- Paradigma Kebijaksanaan Negara (The State Policies)

Paradigma Keseimbangan Wilayah (The Regional Self Balance)


Paradigma ini meyakini bahwa kesenjangan wilayah merupakan fenomena
alamiah yang bersifat sementara. Penduduk dan sumberdaya yang tersedia
merupakan faktor yang menentukan maju mundurnya suatu wilayah Kesenjangan
wilayah dan keseimbangan wilayah akan terjadi secara otomatis.

Paradigma Ketergantungan Struktural (The Structural Dependency) -


Paradigma ini meyakini bahwa kesenjangan wilayah merupakan fenomena
alamiah yang bersifat sementara. - Penduduk dan sumberdaya yang tersedia
merupakan faktor yang menentukan maju mundurnya suatu wilayah -
Kesenjangan wilayah dan keseimbangan wilayah akan terjadi secara otomatis.

Paradigma Kebijaksanaan Negara (The State Policies) - Menempatkan


peran negara secara khusus, sebagai pemegang kendali pembangunan. -
Keterbelakangan dan ketimpangan wilayah bersumber dari kebijaksanaan negara
yang bias, tidak tepat, deskriminatif, dan sebagainya.

Urban Bias Theory yang dikemukakan oleh Lipton yang menjelaskan


bahwa kemiskinan dan kesenjangan yang menandai negara berkembang berasal
dari sumber tunggal yaitu kebijaksanaan negara yang bias kota. Hal ini tercermin
pada teori pertumbuhan ekonomi yang memfavoritkan sektor industri dan kota
serta mengabaikan sektor pertanian dan wilayah perdesaan.

Ketimpangan Wilayah merupakan perbedaan atau ketidaksamaan


karakteristik, fenomena atau kondisi lokasi dan terjadi minimal diantara dua
entitas dari struktur wilayah. Ketimpangan harus dinilai dari beberapa aspek
seperti sosial, kondisi lokasi, politik dan administrasi, kelembagaan, lingkungan,
infrastruktur umum, dan lain-lain. ketimpangan wilayah dapat dilihat dari dua
perspektif, yaitu perspektif vertikal dan horizontal. Perspektif vertikal melihat
ketimpangan dari sudut administrative, contohnya ketimpangan di tingkat eropa,
ketimpangan di tingkat nasional dan ketimpangan di tingkat lokal. Sedangkan
perspektif horizontal melihat ketimpangan dari aspek-aspek yang
mempengaruhinya seperti aspek sosial, ekonomi dan fisik

Terdapat beberapa bentuk bentuk ketimpangan dalam pembangunan


daerah, baik ketimpangan sosial karena distribusi pendapatan antar masyarakat
yang timpang, ketimpangan sektoral dan ketimpangan wilayah. Hubungan
pendapatan per kapita dan ketimpangan distribusi pendapatan menjadi topik
menarik para perencana pembangunan. Pembangunan wilayah ideal terjadi
manakala masyarakat memiliki pendapatan tinggi dan ketimpangan pendapatan
yang rendah (Tipe A), sebaliknya Tipe F harus dihindari dalam setiap
implementasi pembangunan yaitu tingginya angka kemiskinan yang dibarengi
ketimpangan yang tinggi.

Pusat pertumbuhan (growth center) merupakan wilayah atau kawasan


yang pertumbuhannya pesat. Sehingga dijadikan pusat pembangunan yang
dipengaruhi kawasankawasan lain di sekitarnya. Dengan adanya kawasan yang
dijadikan sebagai pusat pertumbuhan, diharapkan kawasan- kawasan di sekitarnya
ikut maju.

Dalam buku Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi (2008) karya


Sjafrizal, seorang ekonom asal Prancis, Francois Perroux menyatakan pusat
pertumbuhan adanya konsentrasi kegiatan industri pada daerah tertentu yang
kemudian dapat mendorong pertumbuhan nasional. Wilayah yang berkembang
akan lebih cepat menjadi pusat pertumbuhan. Wilayah yang menjadi pusat
pertumbuhan dapat mendorong wilayah lain yang berada di daerah sekitarnya.
Semakin lama akan menyebar ke berbagai wilayah dan menyerap potensi-potensi
daerah sekitarnya. Adanya pusat pertumbuhan akan mempengaruhi kehidupan
manusia, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan. Pusat-pusat pertumbuhan
berpengaruh terhadap berbagai sektor, yaitu ekonomi, sosial, dan budaya
masyarakat Fungsi pusat pertumbuhan secara umum sebagai berikut;

1. Pemudahkan koordinasi dan pembinaan.

2. Melihat perkembangan wilayah maju dan muncur.

3. Meratakan pembangunan di seluruh wilayah

Pengembangan dari bawah, menitikberatkan pada wilayah-wilayah agar


mengambil kendali lembaga-lembaganya sendiri untuk menciptakan arah
pengebangan apa yang diinginkan dalam wilayah. Konsep ini berbeda dengan
konsep pengembangan dari atas dalam tingkat integrasi yang diinginkan antar
wilayah maju dan kurang maju dan kapasitas dari wilayah tertentu untuk
menentukan kebijakan serta sumberdaya untuk membentuk lembaga-lembaga
sosial, ekonomi dan politik yang pada prosesnya melibatkan masyarakat. Secara
mendasar pengembangan dari bawah mengarah untuk menciptakan otonomi
daerah wilayah melalui integrasi semua aspek kehidupan dalam suatu teritori
yang didefinisikan oleh budaya, sumberdaya, lansekap, dan iklim.

Pengebangan ini juga memerlukan pengendalian pengaruh “backwash”


dari pengembangan dari atas dan penciptaan dorongan-dorongan pengembangan
yang dinamis pada area-area yang kurang berkembang. Konsep ini berbeda
dengan Konsep Pengembangan dari Atas dalam tingkat integrasi yang diinginkan
antar wilayah maju dan kurang maju dan kapasitas dari wilayah tertentu untuk
menentukan kebijakan dan sumberdaya untuk mencapai lembaga-lembaga sosial,
ekonomi dan politik yang ditentukan secara melibatkan penduduk asli. Secara
mendasar “Pengembangan dari Bawah” mengarah untuk menciptakan otonomi
wilayah melalui integrasi semua aspek kehidupan dalam suatu teritori yang
didefinisikan oleh budaya, sumberdaya, lansekap dan iklim.

Secara konseptual agropolitan mengandung kata agro dan politan. Kata


agro mengandung arti pertanian, sedangkan kata politan berarti kota. Agropolitan
adalah kota pertanian yang bergerak secara massif dengan menggunakan konsep
agribisnis dan kegiatan pertanian di wilayah tersebut juga memberikan dampak
kepada daerah sekitarnya untuk ikut serta dalam kegiatan pembangunan
pertanian. Disebut kota pertanian, karena sasaran dalam pengembangan
agropolitan adalah pengembangan dan pembangunan infrastruktur di pedesaan
yang setara kota, penguatan kelembagaan, perekonomian pedesaan tumbuh
berkembang dengan bidang pertanian menjadi bidang pekerjaan utama
masyarakat dan didukung pengolahan hasil dan pemasaran yang baik sehingga
dapat meningkatkan pendapatan petani. Kawasan Agropolitan merupakan
kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan
sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu
yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan
satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis.

Program pengembangan kawasan sentra produksi pangan (agropolitan)


adalah pembangunan ekonomi berbasis pertanian yang dilaksanakan dengan jalan
mensinergikan berbagai potensi yang ada secara utuh dan menyeluruh, berdaya
saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan, terdesentralisasi, digerakkan oleh
masyarakat, dan difasilitasi oleh pemerintah. Kawasan perdesaan harus
dikembangkan sebagai satu kesatuan pengembangan wilayah berdasarkan
keterkaitan ekonomi antara desa-kota (urbanrural linkages) dan menyeluruh
hubungan yang bersifat interdependensi/timbal balik yang dinamis.

Desa adalah bentuk pemerintahan terkecil yang ada di negeri ini. Luas
wilayah desa biasanya tidak terlalu luas dan dihuni oleh sejumlah keluarga.
Mayoritas penduduknya bekerja di bidang agraris dan tingkat pendidikannya
cenderung rendah. Karena jumlah penduduknya tidak begitu banyak, maka
biasanya hubungan kekerabatan antarmasyarakatnya terjalin kuat.

Para masyarakatnya juga masih percaya dan memegang teguh adat dan
tradisi yang ditinggalkan para leluhur mereka. Dari segi geografis kota diartikan
sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan
penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan
bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dbgan gejala-gejala pemusatan
penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan
materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya.
Masyarakat kota dan masyarakat desa saling membutuhkan dan saling
ketergantungan. Berikut ini beberapa contoh saling ketergantungan antara
masyarakat kota dan desa.

1. Ketergantungan Masyarakat Kota pada Masyarakat Desa


- Masyarakat kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan akan
bahan-bahan pangan seperti beras, sayur-mayur, daging, dan ikan.
- Masyarakat kota membutuhkan desa dalam mencari tenaga kerja untuk
membantu dalam kegiatan ekonomi, maupun kegiatan rumah tangga.

- Masyarakat kota membutuhkan masyarakat desa dalam penyediaan bahan


baku bangunan seperti kayu, batu-bata, pasir dan bambu.

- Masyarakat kota membutuhkan masyarakat desa dalam kebutuhan akan


kesenian daerah/rakyat dan pemasok barang-barang seni misal kerajinan
tangan, batik, souvenir dan lain-lain.

2. Ketergantungan Masyarakat Desa pada Masyarakat Kota - Masyarakat desa


membutuhkan seperti bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi
hama pertanian yang banyak disediakan di pertokoan masyarakat kota.

- Orang desa membutuhkan masyarakat kota sebagai konsumen, untuk


meningkatkan pemasaran hasil bumi dan produksi pertanian, peternakan dan
lain-lain.

- Masyarakat pedesaan membutuhkan banyak tenaga ahli yang banyak


tinggal di kota, untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dalam peningkatan
dan pengelolaan hasil pertanian.

- Orang desa membutuhkan masyarakat perkotaan dalam rangka


mendapatkan pengetahuan maupun barang berteknologi modern misal alat
produksi pertanian (traktor), alat komunikasi, informasi dan media elektronik.

Pengembangan kota-kota kecil dan kota sekunder adalah salah satu upaya
dekonsentrasi planologis, yaitu mengembangkan pusat-pusat baru di dalam suatu
wilayah kota besar atau metropolitan, dengan tujuan untuk meratakan
perkembangan di dalam wilayah tersebut. Selanjutnya strategi ini tidak hanya
berorientasi kepada pembangunan perdesaan saja tetapi juga menjalarkan inovasi
dan pelayanan bagi aliran produksi pertanian dan industri ringan dari pedesaan ke
kota kecil dan kota yang lebih besar, sehingga perluasan sistem kota-kota
dikaitkan langsung dengan peningkatan kesejahteraan penduduk perdesaan sejak
awal proses pembangunan. Secara teoritis bentuk pengembangan tersebut adalah
upaya mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan baru dalam ruang.

Konsep ini pada dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut daripada


konsep ‘Growth Poles’. Pengembangan dekonsentrasi planologis ada dua macam,
yaitu pengembangan kota-kota baru dan pusat-pusat pertumbuhan baru. Pada
prinsipnya, kedua macam pengembangan dekonsentrasi tersebut mempunyai
tugas dan peranan yang sama, yaitu mengurangi beban kota utama.
Pengembangan kota baru dibangun selengkapnya pada lahan yang masih kosong,
sedangkan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru adalah pengembangan
pusat-pusat yang sudah ada di sekitar kota utama.

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan


masyarakat secara keseluruhan yang terjadi diwilayah tersebut, yaitu kenaikan
seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi. Perhitungan pendapatan wilayah
pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat
pertambahan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan
dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Upaya Peningkatan
Kinerja (Intraregional) Wilayah dan Keseimbangan Perkembangan Antar
Wilayah (Interregional) Perspektif Ekonomi Regional.

1. Teori Resources Endowment atau Resource Base Teori resources


endowment dari suatu wilayah menyatakan bahwa pengembangan ekonomi
wilayah bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki dan permintaan
terhadap komoditas yang dihasilkan dari sumber daya alam itu. Dalam jangka
pendek sumber daya alam yang dimilki suatu wilayah merupakan suatu aset untuk
memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan. Nilai dari suatu sumber daya
merupakan nilai turunan dan permintaan terhadapnya merupakan permintaan
turunan. Suatu sumber daya menjadi berharga jika dapat dimanfaatkan dalam
bentuk-bentuk produksi. Tingkat dan distribusi pendapatan, pola perdagangan,
dan struktur produksi merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat
permintaan terhadap sumber daya wilayah. Variabel-variabel itu dapat mengubah
keuntungan relatif wilayah dalam memberikan masukan yang dibutuhkan
perekonomian regional dan nasional. Teori resources endowment secara implisit
mengasumsikan bahwa dalam perkembangannya, sumber daya yang dimiliki
suatu wilayah akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang berbeda
bila terjadi perubahan permintaan. Penurunan relatif dari pentingnya bahan
mentah pada nilai akhir suatu produk akan melemahkan kaitan antar sumber daya
wilayah dan pembangunan ekonominya.

2. Teori Export Base atau Economic Base Teori export base atau teori
economic base pertama kali dikembangkan oleh Douglas C. North pada tahun
1955. Menurut North, pertumbuhan wilayah jangka panjang bergantung pada
kegiatan industri eksportnya. Kekuatan utama dalam pertumbuhan wilayah adalah
permintaan eksternal akan barang dan jasa yang dihasilkan oleh eksport wilayah
itu. Permintaan eksternal ini mempengaruhi penggunaan modal, tenaga kerja dan
teknologi untuk menghasilkan komoditas ekspor. Dengan kata lain permintaan
komoditas ekspor akan membentuk keterkaitan ekonomi, baik kebelakang
(kegiatan produksi) maupun kedepan (sektor pelayanan). Strategi pembangunan
daerah yang muncul didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti
pentingnya bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar baik secara
nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup
pengurangan hambatan terhadap perusahaanperusahaan yang berorientasi ekspor
yang ada dan akan didirikan didaerah tersebut

3. Teori Pertumbuhan Neoklasik Teori Neo-Klasik berkembang sejak


tahun 1950-an. Terus berkembang berdasarkan analisis-analisis mengenai
pertumbuhan ekonomi menurut pandangan ekonomi klasik. Ahli ekonomi yang
menjadi perintis dalam mengembangkan teori pertumbuhan tersebut adalah
Robert Solow, yang kemudian diikuti oleh beberapa ahli lainnya seperti Edmund
Phelps, Harry Johnson dan J.E. Meade. Dalam analisa Neo Klasik pertumbuhan
ekonomi tergantung pada pertambahan dan penawaran faktor-faktor produksi dan
tingkat kemajuan teknologi sebab perekonomian akan tetap mengalami tingkat
kesempatan kerja penuh dan kapasitas alat-alat modal akan digunakan
sepenuhnya dari waktu ke waktu.
4. Teori Baru Pertumbuhan Wilayah Teori ini dipercayai sebagi pada
kekuatan teknologi yang dimana Faktor Endogen dan Inovasi sebagai faktor
dominan pertumbuhan Wilayah yang guna meingkatkan Produktivitas,Kunci
dalam menunjang hal ini Investasi sanagat dibutuhkan dalam pengembangan
Sumber daya manusia,Fakotr ekonomi dipengaruhi dengan adanya Sumber daya
alam,Akumulasi modal atau Investasi,Kemajuan Tktor Non Ekonomi dapat
dipengaruhi dalam adannya Faktor Sosial,Seperti pendidikan dan Budaya,Faktor
Manusia sebagai ketenagakerjaan, faktor politik dan administrasi.

Anda mungkin juga menyukai