Anda di halaman 1dari 23

BAHAN AJAR

MORFOLOGI FLUVIAL

OLEH:

URAY LIA WAHYUNI F1241201028

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Geomorfologi berasal dari bahasa yunani kuno, terdiri dari tiga akar
kata, yaitu Geo berari bumi, morphe berarti bentuk dan logosberarti ilmu,
sehingga kata geomorfologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
bentuk permukaan bumi. Berasal dari bahasa yang sama, kata geologi
memiliki arti ilmu yang mempelajari tentang proses terbentuknya bumi
secara keseluruhan. Definisi ; Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang bentuk permukaan bumi serta proses - proses yang berlangsung
terhadap permukaan bumi sejak bumi terbentuk sampai sekarang.
Berdasarkan pengertian dan definisi geomorfologi, maka bidang ilmu
geomorfologi merupakan bagian dari geologi yang mempelajari bumi
dengan pendekatan bentuk rupa bumi dan arsitektur rupa bumi.

Geomorfologi Menurut Para Ahli

Menurut Thornbury (1958) Geomorfologi adalah ilmu pengetahuan


tentang bentuk lahan.Cooke(1974) mengatakan bahwa Geomorfologi adalah
studi bentuk lahan dan pemekarannya pada sifat alamiah asal mula, proses
pengembangan dan komposisi materialnya.

Van Zuidam (1979) menyebutkan: Geomorfologi adalah studi bentuk


lahan dan proses-¬proses yang mempengaruhi pembentukannya dan
menyelidiki hubungan antara bentuk dan proses dalam tatanan
keruangannya.

Menurut Verstappen (1983) Geomorfologi merupakan ilmu


pengetahuan tentang bentuk lahan pembentuk muka bumi, baik di atas
maupun di bawah permukaan air laut, dan menekankan pada asal mula dan
perkembangan di masa mendatang serta konteksnya dengan lingkungan.

Geomorfologi memegang peranan yang cukup penting, sebab hasil


analisis dan klasifikasinya medan ataupun lahan dapat dimanfatkan untuk
berbagai kepentingan. Seperti dalam bidang keteknikan, ekonomi, hidrologi
dan lain sebagainya. Berbagai bentuklahan yang ada di permukaan bumi,
merupakan bagian kajian dari geomorfologi terutama dan terutama tentang
sifat alami, asal mula, proses perkembangan, dan komposisi material
penyusunnya. 

Bentang alam sebagai tempat sungai berada merupakan sebuah sistem


yang terbuka. Ada beberapa input energi yang sangat variatif yang bekerja di
bentang alam ini antara lain : energi potensial (gravitasi) energi panas (sinar
matahari) energi kinetic (gerakan mekanis) energi kimia (air atmosfir dan
kerak bumi). Energi-energi itu secara terus menerus bekerja terhadap sungai
dan bentang alamnya baik sungai sebagai wadah air maupun seluruh
komponen lingkungannya dan menimbulkan perubahan terhadap bentuk
morfologi fluvial

B. Deskripsi Singkat

Penjabaran materi yang akan diajarkan diharapkan dapat menambah


pahaman peserta didik mengenai morfologi fluvial, pembentukan sungai,
stable channel dan pengaruh kegiatan manusia dan bangunan terhadapan
sungai yang disajikan dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab,
dan diskusi.

C. Tujuan pembelajaran

1. Kompentensi Dasar

Setelah mengikuti proses pembelajar peserta didik diharapkan mampu


memahami dan meminplementasikan materi morfologi fluvial

2. Indikator Keberhasilan

a. Mampu menjelaskan dan menginpelmentasikan proses fluvial dan


pembentukannya

b. Mampu menjelaskan dan menginplmentasikan stable channel

c. Menjelaskan dan meninplementasikan pengaruh kegiatan manusia


dan bangunan terhadap sungai

D. Materi Pokok dan Sub Materi

1. Proses Fluvual dan Bentuk Sungai

a. Proses fisik morfologi sungai

b. Bentuk sungai

c. Dataran banjir dan formasi delta

d. Lensa pasir/Kipas Aluvial

e. Bentuk Alur Sungai

f. Alur Bercabang
g. Sungai Bermeander

2. Stable Channel

a. Kestabilan Alur Sungai

3. Pengaruh Kegiatan Manusia dan Bangunan Terhadap Sungai

a. Peningkatan Kapasitas, kanalisasi dan normalisasi

b. Sudetan

c. Jembatan

d. Galian komoditas tambang

E. Estimasi Waktu

Alokasi waktu yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan belajar dan


mengajar dalam kajian Morfologi Fluvial adalah 3(tiga) jam pelajaran (jp)
atau sekitar 135 menit
MATERI POKOK I

PROSES FLUVIAL DAN PEMBENTUKAN SUNGAI

A. Proses Fluvial dan Pembentukan Sungai

Beberapa faktor alam dapat di pengaruhi oleh proses fisik morfologi


sungai, sejalan dengan aliran air mengalir ke hilir bergerak mengikuti
aliran air dan material di dalam palung sungai dan dataran banjir.
( Schumm, 1977) membagi menjadi 3 zonasi interaksi air dan lahan
dalam morfologi Fluvial

1. Zona Pemasok Sedimen

Zona ini terletak dibagian hulu, merupakan aliran yang


memiliki DAS di lembar yang membentuk huruf V yang
merupakan tebing sungai. Sungai memiliki kemiringan
memanjang yang curam serta butiran sedimen yang besar.
Alirang air mengalir deras dengan kecepatan tinggi. Banyak
terjadi erosi dari tebing dan dasar sungai
Gambar 1.1 Zona Pemasok Sedimen
2. Zona Transportasi Sedimen

Terletak di hilir zona pemasok sedimen sungai mulai


membentuk dataran bajir. Di zona ini sedimen dari hulu yang
berasal dari erosi tebing dan dasar sungai terbawa arus ke
hilir. Sedimen yang terbawa memiliki variasi dari batu kerikil
dari hulu sungai sampai lumpur dan lempung di bagian hilie
bergerak ke bawah. Meander mulai bergerak lateral, setelah
banjir sedimen halus mengisi dataran banjir.

Gambar 1.2 Zona Transportasi Sedimen


3. Zona Pengendapan

Zona ini terletak paling bawah dekat dengan muara. Material


yang berasal dari zona pemasok dan transport sedimen
mengendap di zona ini. Bagian sungai yang berada di zona ini
merupakan daerah kehidupan satwa liar yang sangat potensial.

gambar 1.3 Zone Pengendapan

B. Bentuk Sungai

Sungai dapat diklasifikasikan menurut usiany. Ada beberapa metode


untuk menetukan umur sungai, salah satunya dengan metode
mempertimbangakan sungai dari sudut geomorfologinya. Sungai
diklasifikasikan menjadi sungai tua, dewasa dan muda.

Sungai muda merupakan bentuk awal aliran sungai. Alur sungai muda
terbentuk di permukaan tanah oleh aliran air. Biasanya aliran sungai
muda berbentuk huruf V, alur tidak beraturan dan terdiri dari beberapa
bagian, bagian tertentu mudah tererosi dan bagian lain tidak mudah
tererosi. Sebagai contoh sungai muda adalah sungai – sungai yang
terletak di pengunungan berserta anak sungai yang terbentuk oleh
aliran air permukaan

Sungai dewasa merupakan perkembangan dari sungai muda, dengan


sifat lembah sungai yang cukup lebar, kemiringan dasar sungai relatif
flat atau datar dan formasi tebing terbentuk dari hasil longsoran tebing
hulu sungai. Material dasar sungai berbentuk dari material bertingkat
hasil dari endapan angkutan meander sungao terbentuk. Dataran sungai
dewasa mempunyai lebar yang cukup, sehingga dapat dimanfaatkan
oleh masyarakar. Pemanfaatan sungai dewasa oleh masyarakat
digunakan untukn pertaniaan maupun pemukiman. Untuk mencengah
pengikisan yang terjadi, maka di beberapa tempat tertentu sungai
dawasa dilakukan usaha stabilitas sungai dan perlindungan tebing
sungai untuk mencengah perubahan atau perpindahan alur sungai.
Selanjutnya sungai tua merupakan perkembangan dari sungai muda dan
dewasa. Sebagian besar sungai ini terbentuk dari proses erosi dan
sedimentasi yang terus menerus, lembah sungai terbentuk dengan lebar
sungai menjadi lebih lebar dengan kemiringan dan dasar sungai

Rawa yang terbentuk Tanggul Alam

Dataran banjir Palung Sungai

menjadi lebih landai. Ciri lain dari sungai tua adalah kiri dan kanan
sungai berbentu tanggul alam dan banyak rawa. Banyak anak sungai
yang berbentuk sejajar denan induk sungainya.

1.4 Bentuk Sungai

C. Dataran Banjir dan Formasi Delta

Dengan berjalannya waktu, proses erosi berjalan terus baik melalui


proses erosi permukaan maupun erosi yang terjadi di badan
sungai, disertai longsoran- longsoran tebing, maka material hasil
erosi tersebut akan terangkut ke arah hilir, sehingga terbentuk
tebing-tebing sungai yang berfungsi sebagai batas alur sungai dan
pembentukan meander sungai. Dengan banyaknya angkutan
sedimen yang terbawa arus sungai, maka seterusnya sedimen
tersebut akan diendapkan di daerah yang relatif rendah dan
selanjutnya akan terbentuk dataran banjir. Pada tempat-tempat
tertentu di hilir dekat muara dimana kemiringan sungai relatif
datar dan turbulensi aliran kecil akan terjadi endapan sungai yang
selanjutnya akan membentuk “delta” sungai.

Hal lain yang akan terjadi adalah alur sungai akan menjadi lebih
panjang dan kemiringan dasar sungai akan mengecil. Dasar sungai
sebelah hulu akan bertambah tinggi akibat sedimentasi dan elevasi
muka air banjir rata-rata akan lebih tinggi. Apabila ditinjau lebih
lanjut maka makin lama akan terlihat bahwa dataran banjir akan
bertambah tinggi.

Gambar 1.5 Dataran Banjir dan Formasi Delta

D. Lensa Pasir atau Kipa Aluvial


Hal lain yang banyak terjadi di sungai, adalah lensa pasir/kipas
aluvial (alluvial fans). Lensa pasir terbentuk pada tempat dimana
terjadi peralihan dasar sungai yang curam ke dasar sungai yang
datar. Dengan adanya perubahan dasar sungai yang sekonyong-
konyong dari curam ke dasar sungai yang datar, akan terjadi
proses pengendapan terhadap beban sedimen yang cukup banyak,
dan selanjutnya akan terjadi lensa-lensa pasir. Proses terjadinya
lensa pasir hampir sama dengan proses terjadinya delta, dan
keduanya akan memperkecil kemiringan dasar sungai beserta
kecepatannya.

Gambar 1.6 Lensa Pasir atau Kipa Aluvial

E. Bentuk Alur Sungai

Apabila kita akan mempelajari mengenai morfologi sungai, hal


yang sangat membantu adalah melakukan studi terhadap profil dan
situasi sungai secara keseluruhan. Dari situasi sungai secara
keseluruhan akan nampak sejarah terjadinya sungai sebagai satu
proses yang berkembang dari waktu ke waktu. Sebagai contoh dengan
adanya rekayasa perubahan terhadap sungai akan terlihat
pengaruhnya terhadap sistem sungai secara keseluruhan.

F. Alur Bercabang

Alur sungai bercabang adalah alur sungai yang terdiri dari


beberapa alur dengan alur satu dan lainnya saling berhubungan.
Penyebab utama terjadinya alur bercabang adalah tingginya
beban sedimen dasar, sehingga arus sungai tidak mampu untuk
mengangkut. Banyaknya sedimen lebih berpengaruh dibandingkan
dengan besar butir terhadap pembentukan alur sungai bercabang.
Apabila beban sedimen terlalu banyak, maka proses
pengendapan akan terjadi, sehingga dasar sungai akan naik dan
berakibat kemiringan dasar sungai juga bertambah dan selanjutnya
akan terjadi keseimbangan. Dengan bertambahnya kemiringan
dasar, maka kecepatan air akan naik dan selanjutnya akan
terbentuk beberapa alur (alur bercabang), sehingga secara
keseluruhan sungai akan menjadi lebih lebar. Hal lain yang terjadi
pada alur bercabang adalah tebing yang relatif mudah tererosi.
Apabila tebing alur sungai mudah tererosi, maka pada saat muka
air tinggi lebar sungai akan menjadi lebih lebar dan pada saat air
rendah endapan akan menjadi stabil dan terbentuk pulau-pulau.
Pada umumnya alur bercabang (braided channel)
mempunyai kemiringan dasar yang cukup besar, beban sedimen
dasar lebih besar dibandingkan dengan beban sedimen melayang,
dan kandungan lumpur dan lempung relatif kecil.Tidak mudah
melakukan kegiatan pekerjaan di daerah sungai yang bercabang,
karena kondisi sungainya relatif tidak stabil, alinyemen alur
sewaktu-waktu berubah dengan cepat, angkutan sedimen yang
cukup besar, dan keadaan sungainya sulit dapat diperkirakan.
G. Sungai Bermeander

Sungai bermeander dapat didefinisikan sebagai sungai yang


mempunyai alur berbelok-belok, sehingga hampir menyerupai huruf
“S” berulang. Sungai bermeander terbentuk oleh adanya pergerakan
menyamping akibat arus sungai terhadap formasi dan perubahan
bentuk lengkungan sungai. Arus yang berbelok- belok juga akan
terjadi pada sungai yang relatif lurus. Pada kenyataannya, hampir
sebagian besar pada sungai yang lurus akan terjadi arus yang berbelok-
belok dan akan terjadi endapan setempat-setempat yang selanjutnya
dalam perkembangannya dapat terbentuk meander.

H. Rangkuman

Beberapa faktor alam mempengaruhi proses fisik morfologi


sungai. Schumm (1977) membagi 3 zona interaksi air dan lahan
dalam sistem fluvial yaitu zona pemasok sedimen, zona
transportasi sedimen, zona pengendapan. Sungai juga dapat
diklasifikasi menurut usianya. Ada beberapa metode yang
digunakan untuk menentukan umur sungai, salah satu metode
yang digunakan adalah mempertimbangkan sungai dari sudut
geomorfologi. Sungai diklasifikasi menjadi sungai tua, dewasa dan
sungai muda.

Dataran banjir terbentuk karena proses erosi berjalan terus


baik melalui proses erosi permukaan maupun erosi yang terjadi di
badan sungai, disertai longsoran- longsoran tebing, maka material
hasil erosi tersebut akan terangkut ke arah hilir, sehingga
terbentuk tebing-tebing sungai yang berfungsi sebagai batas alur
sungai dan pembentukan meander sungai

MATERI POKOK II

STABLE CHANNEL

A. Kestabilan Air Sungai

Secara kuantitatif, prediksi sungai perubahan sungai dapat


dilakukan apabila jumlah data mencukupi dengan ketelitian yang
memadai. Biasanya dalam praktek, jumlah data yang diperlukan
kurang memadai, sehingga analisa yang dipakai adalah analisa
kualitatif.
Sebagai contoh studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti
dengan estimasi kualitatif adalah sbb:
1. Lane (1955)

Studi dilakukan dalam rangka mempelajari perubahan


sungai dengan perubahan debit air dan debit sedimen.

2. Studi yang serupa juga dilakukan oleh peneliti lain, seperti


yang dilakukan oleh Leopold dan Muddock (1953), Schumn
(1971) dan Santos-Cayado (1972).
Hasil studi yang dilakukan menghasilkan rumusan, sbb:

a. Kedalaman aliran berbanding langsung dengan debit air dan


berbanding terbalik dengan debit sedimen.
b. Lebar alur berbanding langsung dengan debit air dan debit
sedimen.
c. Panjang meander, adalah berbanding langsung dengan debit air
dan debit sedimen.
d. Kemiringan dasar alur sungai berbanding terbalik dengan debit air,
tetapi berbanding langsung oleh debit sedimen dan besaran butir.
e. Sinuositas alur sungai adalah berbanding langsung dengan
kemiringan dasarnya dan berbanding terbalik dengan debit
sedimen.

Perlu diketahui bahwa hasil rumusan tersebut hanya


berlaku pada sungai-sungai alamiah, dan tidak berlaku pada
alur-alur buatan dengan material tebing yang tidak berasal dari
hasil sedimentasi.
Gambar 2.1 Channel evolution model

Sebagai contoh, sebuah anak sungai dengan beban


sedimen yang cukup besar, maka akan mempengaruhi sungai
+
utamanya, yaitu beban sedimen akan bertambah (Qs ). Untuk
memudahkan gambaran, anggap pertambahan debit tidak
begitu besar, sehingga debit Q dianggap konstan, maka hal
yang terjadi adalah kemiringan dasar sungainya akan

bertambah (I+).
C’ Kondisi keseimbangan akhir

Kondisi keseimbangan

awal

A Base awal

Gambar 2.2 Kemiringan Dasar Sungai Akibat Pertambahan Sedimen

Garis CA (kemiringan dasar awal) akan berubah


menjadi C’A. Hulu muara sungai akan terpengaruh, dan
menyesuaikan dengan proses agradasi yang terjadi di hilir
muaranya. Kejadian sebaliknya terjadi apabila di sungai
dibangun bendungan. Adanya bendungan akan mempengaruhi
pola debit air dan debit sedimen. Debit air keluar dari
bendungan bisa lebih kecil atau sama dengan debit sungai
semula, tetapi debit sedimen yang keluar dari bendungan dapat
dikatakan mendekati nol.

B. LATIHAN

1. Tuliskan dua hasil studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti dengan
estimasi kuantitafif!
2. Tuliskan derajat kebebasan alur sungai aluvial
3. Jelaskan prediksi perubahan sungai secara kuantitatif
C. Rangkuman

Secara kuantitatif, prediksi sungai perubahan sungai dapat


dilakukan apabila jumlah data mencukupi dengan ketelitian yang
memadai. Biasanya dalam praktek, jumlah data yang diperlukan
kurang memadai, sehingga analisa yang dipakai adalah analisa
kualitatif. Terdapat contoh studi yang dilakukan oleh beberapa
peneliti dengan estimasi kualitatif yaitu oleh Lane (1955), Leopold
dan Muddock (1953), Schumn (1971) dan Santos-Cayado (1972)
Studi dilakukan dalam rangka mempelajari perubahan sungai
dengan perubahan debit air dan debit sedimen.
MATERI POKOK III
PENGARUH KEGIATAN MANUSIA DAN BANGUNAN TERHADAP
SUNGAI

A. Pengaruh Kapasitas Palung, Kanalisasi dan Normalisasi

Peningkatan kapasitas palung sungai paling lazim


dilakukan untuk pengendalian banjir yaitu dengan memperbesar
kapasitas pengaliran. Cara ini termasuk jenis cara “hard
engineering’ yang jika dilakukan secara sembarangan dapat
mengakibatkan efek yang merugikan antara lain mengalirnya
banjir secara cepat ke hilir, dan terjadinya pengendapan pada saat
debit kecil. Untuk itu peningkatan kapasitas palung sungai
sebaiknya dilakukan cukup untuk mengembalikan kepada posisi
yang pernah ada (re-section), membuka penyempitan dan tidak
merubah dimensi palung sungai secara drastis.

Peningkatan kapasitas palung akan merubah salah satu atau


beberapa variable dimensi palung sungai (kemiringan,lebar palung,
kedalaman, diameter butiran sedimen). Perubahan ini membawa
pengaruh besar pada keseimbangan fisik sungai dengan adanya
perubahan satu atau lebih variable hidrolik menuju ke
keseimbangan baru. Tergantung variabel yang diubah dan
perubahan yang terjadi umumnya pekerjaan normalisasi
memunculkan warisan kepada generasi berikutnya suatu pekerjaan
baru berupa pekerjaan perkuatan dan/atau perlindungan tebing
atau pekerjaan operasi pemeliharaan yang menerus. Selain itu
kanalisasi juga cenderung memutus hubungan antara dataran
banjir dengan sungai, sehingga kemampuan menampung banjir
menjadi berkurang justru dibuat segera mengalir ke hilir sehingga
puncak banjir di hilir semakin tinggi. Kanalisasi juga berpengaruh
besar terhadap hilangnya tetumbuhan di sempadan (riparian)
mengakibatkan temperature air sungai lebih panas, oksigen
terlarut berkurang dan berkurangnya keanekaragaman hayati.
Gambar 3.1 Sungai terputus dari hasil banjir

Gambar 3.2 sungai dengan daratan banjir yang bagus

B. Sudetan

Dengan adanya sudetan maka terjadi perubahan


kemiringan dasar sungai di lokasi sudetan. Hal ini akan
memicu terjadinya degradasi dasar sungai di hulu sudetan
karena meningkatnya kecepatan di hulu sudetan. Hal
sebaliknya akan terjadi di hilir sudetan yaitu terjadi agradasi.
Sudetan sering dipakai sebagai cara konvensional dalam
pengendalian banjir yaitu dapat menurunkan elevasi muka air
di hulu sudetan, tapi sebaliknya membuat tingginya elevasi
muka air di hilir sudetan. Pengaruh sudetan untuk
mengendalikan banjir sebenarnya mirip dengan normalisasi
yaitu mempercepat puncak banjir bergerak ke hilir dengan kata
lain sebenarnya hanya memindahkan masalah banjir dari hulu
ke hilir.

C. Jembatan
Pengaruh konstruksi jembatan terhadap sungai dapat
terjadi secara sangat kompleks, sehingga perlu dicermati benar
dalam upaya memahami pengaruhnya secara jangka panjang
dalam rangka kegiatan rekomtek. Secara skematis pengaruh
timbal balik ke arah hulu dan hilir digambarkan sebagai
berikut :

Gambar 3.3 tabel respon sungai

D. Galian Komditas Tambang (galian C)

Galian C banyak dilakukan di sungai-sungai yang


mengandung bahan-bahan pasir batu dan kerikil. Pengambilan
bahan ini di banyak tempat karena tidak dilakukan secara
terrencana telah banyak menimbulkan pengaruh yang
merugikan berupa longsornya bangunan-bangunan di hulu dan
di hilir lokasi pengambilan.

Secara garis besar dapat disampaikan bahwa menyertai


kegiatan pengambilan bahan komoditas tambang di suatu
tempat akan terjadi 2 akibat simultan yaitu tergerusnya dasar
sungai ke arah hulu disebut ‘head cutting’ dan tergerusnya
dasar sungai ke arah hilir disebut degradasi. Keduanya dapat
mengakibatkan kerugian yang cukup besar meliputi antara lain
turunnya muka air tanah (sumur-sumur kering) matinya
tetumbuhan di tepi sungai, runtuhnya tanggul, runtuhnya
pondasi bangunan jembatan, perkuatan tebing dan bangunan
umum lainnya. Dalam pemberian izin dan rekomtek semua
kerugian yang secara potensi dapat muncul menyertai kegiatan
pengambilan komoditas tambang di sungai harus
diperhitungkan secara analisis ekonomi (B/C ratio).

Gambar 3.4 Headcutting

Anda mungkin juga menyukai