Geomorfologi adalah studi tentang fitur permukaan tanah fisik Bumi, bentang alamnya -
sungai, bukit, dataran, pantai, bukit pasir, dan banyak lainnya. Banyak dari proses geomorfologi
dipengaruhi oleh aktivitas manusia, Sifat dan laju proses geomorfik berubah dengan waktu, dan
beberapa bentuk lahan diproduksi pada kondisi lingkungan yang berbeda. Dalam geomorfologi
terdapat 3 aspek penting yang dipelajari - bentuk, proses, dan sejarah.
Historical Geomorphology bergerak dengan aturan atau prinsip “the present is the key
to the past” artinya kejadian-kejadian sejarah yang terkait dengan perubahan bentuk bumi, dapat
menjadi kunci atau petunjuk pada perubahan-perubahan atau hasil bentuk pada masa kini.
Rekonstruksi sejarah geomorfologi dari sebuah wadi di Tripolitania. (a) Lembah asli. (b)
Pengendapan Bahan Isian Tua. (c) Sungai memotong Bahan Isian Tua. (d) Bendungan Romawi
menahan sedimen. (e) Sungai memotong lebih dalam ke dalam Bahan Isian Tua dan endapan
Romawi. (f) Pengendapan Bahan Isian Muda. (g) Lembah saat ini dan endapan aluvialnya.
Terdapat perhitungan mengenai kemungkinan suatu kejadian berupa longsor, banjir, dll.
Dimana perhitungan ini memungkinkan kita untuk memprediksi waktu suatu kejadian akan
terulang kembali, data ini diperoleh melalui kalkulasi data yang telah diambil setiap tahunnya.
Contohnya dibawah ini terdapat grafik magnitude frequency banjir pada sungai wabash di US.
Pada grafik diatas terdapat recurrence interval yang diperoleh melalui perhitungan RI =
1/P. Recurrence interval sendiri memiliki arti bahwa banjir dengan volume tersebut akan terulang
kembali sekiranya pada waktu yang telah didapat.
Modelling in geomorphology
Geomorfologi Terapan
Geomorfologi terapan sendiri merupakan hal yang mempelajari mengenai interaksi antara
manusia dengan bentang alam dan kenampakan alam yang ada. Geomorfologi terapan ini
meliputi erosi di pantai dan pengelolaan pantai, pengerosian tanah, pelapukan bangunan,
perlindungan tanah longsor, pengelolaan dan restorasi saluran sungai, dan lain sebagainya.
Beberapa ahli geomorfologi juga telah menangani masalah umum lainnya, Geomorphology in
Environmental Planning (Hooke 1988) misalnya, mempertimbangakan dari interaksi antara
geomorfologi dan peraturan umum, dengan kontribusi pada penggunaan lahan pedesaan dan
erosi tanah, penggunaan lahan perkotaan, pengelolaan lereng, pengelolaan sungai, pengelolaan
pesisir, serta kebijakan perumusan. Selain itu juga ada Geomorphology and Land Management in
a Changing Environment (McGregor and Thompson 1995) dan Geomorphology in
Environmental Management (Cooke 1990).
Tiga aspek geomorfologi terapan telah difokuskan dengan perubahan lingkungan yang
akan datang, terkait dengan pemanasan global dan mengilustrasikan nilai pengetahuan
geomorfologi. Pertama, geomorfologi terapan idealnya bekerja di mitigasi bencana alam dari
bahaya yang berasal dari geomorfolog, seperti misalnya tanah longsor, dataran yang mulai
tenggelam, serta pantai dan tebing yang terkikis lebih cepat, yang mungkin meningkat intensitas
serta frekuensi selama abad 21 dan selanjutnya. Kedua, aspek yang mengkhawatirkan dari
pemanasan global adalah pengaruhnya terhadap sumberdaya alam, air, vegetasi, dan sebagainya.
Ahli geomorfologi terapan dapat berkontribusi dalam pengelolaan lingkungan dengan
keahliannya, seperti pemetaan lahan, penginderaan jarak jauh, dan informasi geomorfologi yang
mereka pahami. Ketiga, ahli geomorfologi terapan dapat memahami terkait meningkatnya
temperatur global dan regional menjadi informasi yang kemudian dapat menjadi pedoman dalam
membuat keputusan untuk meminimalkan efek dari perubahan lingkungan global.
Macam-Macam Geomorfologi
Geomorfologi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, di antaranya adalah:
1. Geomorfologi Tektonik ; merupakan studi yang mempelajari mengenai tektonik dan
geomorfik proses di permukaan bumi yang memiliki kecenderungan untuk berubah
bentuk.
2. Geomorfologi bawah laut ; merupakan studi yang berhubungan dengan bentuk, asal, dan
perkembangan dari komposisi penyusun dasar laut. Permukaan bumi 71%-nya
merupakan daerah laut, tetapi sebagian besarnya masih belum dipahami secara baik.
Kenampakan dari daerah dasar laut ini sendiri berbeda-beda tergantung dari letak laut itu
sendiri.
3. Geomorfologi Planet ; merupakan studi yang mempelajari bentang alam dari
planet-planet yang ada di tata surya. Studi ini juga mencakupi dari proses terbentuknya
permukaan dari planet-planet tersebut serta satelitnya masing-masing tergantung pada
jaraknya terhadap matahari. Observasi prosesnya mencakupi musim, aktivitas fluvial,
aktivitas glasial, dan lain sebagainya.
4. Geomorfologi Iklim ; studi yang mempelajari iklim, dimana setiap zona iklim memiliki
bentang alam yang khas. Iklim memang berpengaruh dalam proses geomorfik, tetapi
masih diragukan apakah proses tersebut menciptakan bentang alam yang khas. Fokus
utama saat ini adalah faktor iklim terhadap pembentukan bentang alam yang ada
memiliki pemahaman yang lebih rumit dari pengetahuan geomorfologis saat ini.
PROSES
Sistem Geomorfik
Sistem geomorfik umumnya dilakukan dengan sistem lereng bukit sebagai ilustrasi
pendekatan. Lereng pada perbukitan memanjang dari puncak yang curam ke dasar lembah yang
landai yang tersusun dari batuan dan vegetasi tertentu. Susunan dari lereng perbuktitan dapat
dijelaskan dalam proses fisik seperti ilustrasi (Figure 1.7) di bawah ini.
Keadaan lereng perbukitan tersusun oleh aspek-aspek tertentu seperti ukuran partikel,
kelembaban tanah, vegetasi, dan sudut lereng. Beberapa aspek tersebut saling berkaitan
membentuk satu kesatuan, yaitu lereng perbukitan dengan debris pada mantel. Terdapat beberapa
variabel kompleks, yaitu jenis batuan yang mempengaruhi perlapukan, kekuatan batuan, dan
tingkat infiltrasi; iklim yang mempengaruhi keadaan hidrologi pada lereng; aktivitas tektonik
yang mempengaruhi perubahan dasar; geometri lereng yang terdiri dari sudut lereng dan
mempengaruhi tingkatan proses landsliding. Perubahan variabel tersebut akan menyebabkan
adanya perubahan dari formasi lereng perbukitan.
Sistem terisolasi, terbuka, dan tertutup
Variabel internal atau endogen terdiri dari tingkat kandungan air pada tanah, aliran
sungai, dan variabel lainnya yang terdapat di dalam sistem. Sementara variabel eksternal atau
eksogen terdiri dari presipitasi, radiasi matahari, patahan tektonik, dan variabel lainnya yang
berasal dari luar sistem dan mempengaruhi dinamika Daerah Aliran Sungai (DAS).
Seluruh sistem geomorfik dapat terjadi akibat proses endogen (vulkanik dan tektonik)
serta eksogen (geomorfik) berdasarkan keadaan iklim. Proses tektonik menghasilkan adanya
daratan dan keadaan iklim mempengaruhi pelapukan.
Terdapat dua konsep dari sistem, yaitu sistem sebagai proses dan bentuk struktur, serta
sistem sebagai struktur sederhana dan kompleks.
Terdapat tiga jenis sistem geomorfik, yaitu sistem bentuk, sistem proses, serta sistem
bentuk serta proses.
1. Sistem bentuk
Sistem proses, atau juga disebut dengan sistem alir, merupakan jalur transportasi energi
serta material yang dapat menyimpan energi serta material jika diperlukan (Strahler 1980, 10).
Contoh lereng perbukitan yang menyimpan material yaitu hasil perlapukan batuan dasar yang
tererosi oleh angin pada aliran sungai. Material hasil perlapukan tersebut tertransportasi melewati
sistem. Bisa diasumsikan juga jika batuan dan puing yang jatuh dari jurang membawa energi
serta puing batuan ke lereng di bawah yang diilustrasikan pada ilustrasi (Figure 1.8b)
Sistem proses–bentuk merupakan sistem dengan aliran energi yang berhubungan dengan
sistem bentuk dan mempengaruhi sistem proses sedemikian rupa yang mungkin akan
mempengaruhi sistem bentuk, dan pada akhirnya akan kembali mempengaruhi sistem proses.
Lereng perbukitan merupakan contoh interaksi variabel pembentuk lereng dan proses. Ilustrasi
dapat dilihat pada Figure 1.8c dengan contoh batuan yang jatuh dan terendapkan. Proses tersebut
dianggap negatif dengan semakin bertambahnya puing batuan yang terendapkan sehingga
mengurangi lereng (Box 1.2).
Negative dan Positive Feedback
Negative feedback terjadi ketika terdapat perubahan pada sistem sehingga sistem tidak
stabil. Contohnya terjadi pada sistem drainase basin yang memperbesar erosi sehingga
menyebabkan semakin miring lereng yang mempercepat erosi lereng (Figure 1.9a).
Positive feedback merupakan perubahan asli yang diperbesar dan sistem menjadi tidak
stabil. Pengikisan lereng perbukitan menyebabkan adanya infiltrasi yang mendorong lebih besar
erosi lereng (Figure 1.9b).
Terdapat tiga tipe umum dari sistem ini, yaitu sistem sederhana, sistem kompleks yang
tidak teratur, dan sistem kompleks yang teratur.
1. Sistem sederhana
Sistem sederhana pada geomorfologi dapat dilihat pada batuan besar yang berada
pada lereng. Bagaimana cara mempertahankan atau menghilangkan batuan besar
tersebut berdasarkan hukum mekanik yang terdiri dari gaya, resistensi, dan persamaan
gerak.
Gas dalam suatu wadah terdiri atas 1023 molekul yang bertumbukan satu sama lain.
Kemudian, partikel-partikel pada mantel lereng perbukitan merupakan salah satu
contoh sistem ini. Interaksi dari gas dan mantel lereng perbukitan ini tidak beraturan
dan terlalu banyak jumlahnya untuk dipelajari satu persatu sehingga pengukuran
agregat perlu dilakukan. (Huggrett 1985, 74-7; Scheidegger 1991, 251-8).
Sebuah dataran yang stabil adalah dataran yang tahan dari pergerakan tektonik dan
rangkaian proses geomorfik yang konstan. Erosi dalam kesetimbangan dinamis muncul ketika
seluruh lereng, lereng perbukitan dan lereng sungai, menyesuaikan satu sama lain.
Kesetimbangan dinamis ini sulit untuk diterapkan pada lanskap (Ollier 1968) sehingga bentuk
lain dari kesetimbangan perlu diterapkan (Howard 1988). Ilustrasi dari hal tersebut dapat dilihat
di bawah ini (Figure 1.10).
Hal ini dapat disimpulkan jika diperlukan adanya kesetimbangan metastabil dinamis. Jika
terganggu oleh perubahan lingkungan atau fluktuasi internal yang tidak dapat ditentukan akan
melintasi ambang internal. Contohnya sungai yang seharusnya berada pada keadaan stabil jika
terdapat perubahan akan berubah. Namun penyesuaian yang dilakukan oleh alam akan
berbeda-beda sesuai dengan kondisi alam dan waktu.
Pandangan terbaru mengenai kestabilan lanskap ada apa teori sistem dinamis yang
mencakup kompleksitas dan kekacauan. Hal ini terjadi karena proses yang memperkuat sendiri
dengan perubahan sistem melalui positive feedback dan mudah untuk mengganggu kestabilan
pada keadaan stabil. Cirques dan sinkholes cenderung membesar serta profil longitudinal lembah
gunung menjadi lebih curam. Ketidakstabilan dari dataran dapat dibuktikan dengan analisis
secara matematika berdasarkan perubahan dataran.
Hukum keselarasan atau uniformity law memiliki premis bahwa semua hal yang
disimpulkan oleh ilmuwan di masa sekarang adalah mengasumsikan bahwa hukum fisika, kimia
dan biologi selalu sama. Hal tersebut yang menjadi dasar bahwa hal – hal yang terjadi di masa
kini juga pernah terjadi di masa lalu. Dalam prinsip keselarasan memiliki doktrin bahwa kejadian
di masa lampau terjadi di masa sekarang, terdapat ketidaksetujuan dari beberapa ilmuwan bahwa
proses – proses yang terjadi di masa lampau bisa saja sangat berbeda dengan proses yang terjadi
di masa kini. Semisal, sebelum adanya tumbuhan daratan di masa lampau maka mungkin
terdapat perbedaan dalam proses pelapukan. Terdapat dua pandangan perihal bagaimana bumi
terbentuk, yaitu gradualism dan katastrofisme. Hukum keselarasan memiliki 3 hal utama yang
perlu dipahami, yaitu keselarasan proses, keselarasan laju proses, dan keselarasan tahapan.
Paham – paham selain prinsip keselarasan mungkin terjadi, hal ini disesuaikan dengan kondisi
bumi di masa lampau.
Summary
Geomorfologi adalah studi tentang bentang alam. Tiga elemen utama dari geomorfologi
adalah bentang alam, proses geomorfik dan sejarang tentang daratan. Ilmu geomorfologi sendiri
memiliki tiga cabang utama yaitu proses geomorfologi, geomorfologi terapan, dan sejarah
geomorfologi.Bentukan bentang alam dapat dimodelkan dalam peta geomorfologi atau
geomorphometry. Geomorphometry sendiri adalah menggunakan digital elevation model untuk
memberikan gambaran bentukan rupa bumi dari suatu bentang alam. Ilmu geomorfologi berhasil
menjelaskan prinsip perihal kestabilan, ketidakstabilan, dan ambang batas pada bentang alam.
Magnitudo dan frekuensi pada proses geomorfologi adalah salah satu bagian dari ketidakpastian
yang ditemui, awalnya dipercaya bahwa peristiwa bermagnitudo sedang dan frekuensi sedang
merupakan hal yang menjadi kontrol geomorfologi terbesar namun beberapa penemuan
belakangan ini mengatakan bahwa peristiwa masif dan jarang yang menyebabkan efek terbesar
pada bentukan geomorfologi di masa kini. Sejarah tentang daratan adalah salah satu paham dari
geomorfologi, dimana ilmuwan melakukan rekonstruksi berdasarkan sedimentasi kemudian
dikombinasikan dengan teknik penentuan umur batuan sehingga dapat menentukan bentuk
bentang alam di masa lampau
BAB II
SISTEM GEOMORFOLOGI
Siklus Air
Hidrosfer - air permukaan dan dekat permukaan bumi – terbuat dari air meteorik. Siklus
air adalah sirkulasi air meteorik melalui hidrosfer, atmosfer, dan bagian atas kerak bumi. Dia
terkait dengan sirkulasi air remaja yang mendalam (Deep Seated Juvenile Water) berhubungan
dengan produksi magma dan siklus batuan. Air remaja naik dari lapisan batuan yang dalam
melalui gunung berapi, di mana ia keluar ke zona meteorik untuk pertama kali. Di sisi lain, air
meteorik tertahan mineral hidrat dan ruang pori dalam sedimen, yang dikenal sebagai air
bawaan, di mana ia dibawa jauh ke dalam bumi.
Fase tanah dari siklus air menjadi perhatian khusus kepada ahli geomorfologi. Ia melihat
air ditransfer dari atmosfer ke daratan dan kemudian dari daratan kembali ke atmosfer dan ke
laut. Ini termasuk permukaan sistem drainase dan sistem drainase bawah permukaan. Air yang
mengalir dalam sistem drainase ini cenderung diatur dalam cekungan drainase, yang juga disebut
DAS (Daerah Aliran Sungai - watersheds) di Amerika Serikat dan daerah tangkapan air di
Inggris. Sistem cekungan air dapat dilihat sebagai satu set air yang menerima masukan dari
atmosfer dan dari penyimpanan air tanah dalam, yang keluar melalui penguapan dan aliran
sungai, dan yang dihubungkan oleh arus internal.
Curah hujan disimpan di permukaan tanah atau batuan, atau dicegat oleh
tumbuh-tumbuhan dan disimpan di sana, atau jatuh langsung ke dalam saluran aliran. Dari
tumbuh-tumbuhan itu mengalir ke bawah cabang dan batang (aliran batang), atau menetes dari
daun dan cabang (daun dan batang menetes), atau diuapkan. Dari permukaan tanah atau batuan,
mengalir di atas permukaan (overland flow), menyusup ke dalam tanah atau batuan, atau
menguap. Saat masuk batu atau tanah, air dapat bergerak secara lateral menuruni lereng bukit
(throughflow, pipeflow, interflow) untuk dialirkan ke sungai, atau mungkin bergerak ke bawah
untuk mengisi ulang penyimpanan air tanah, atau itu dapat menguap. Air tanah dapat naik karena
aksi kapiler untuk menambah simpanan batu dan air tanah, atau mungkin mengalir menjadi
aliran (aliran dasar), atau dapat bertukar dengan air penyimpanan.
Siklus Batuan
Siklus batuan adalah penciptaan dan penghancuran yang berulang material kerak –
batuan dan mineral. Gunung berapi, pelipatan, patahan, dan pengangkatan semuanya membawa
batuan beku dan batuan lainnya, air, dan gas lainnya ke dasar atmosfer dan hidrosfer. Setelah
terkena udara dan air meteorik, batuan ini mulai membusuk dan hancur oleh aksi pelapukan.
Gravitasi, angin, dan air mengangkut produk pelapukan ke lautan. Pengendapan terjadi di dasar
laut. Pengendapan dari sedimen (loose sediment) menyebabkan pemadatan, sementasi, dan
rekristalisasi, dan seterusnya sampai terbentuknya batuan sedimen. Penguburan yang dalam
dapat mengubah batuan sedimen menjadi batuan metamorf. Jika terangkat, diterobos atau
diekstrusi, dan diekspos pada permukaan tanah, sedimen lepas, sedimen terkonsolidasi, batuan
metamorf, dan granit dapat bergabung dalam putaran berikutnya dari siklus batuan.
Tindakan vulkanik, pelipatan, patahan, dan pengangkatan mungkin semuanya
memberikan energi potensial ke toposfer, menciptakan 'raw relief' di mana agen geomorfik dapat
bertindak untuk membentuk susunan bentang alam yang sangat beraneka ragam ditemukan di
permukaan bumi - toposfer fisik. Agen geomorfik atau eksogen adalah angin, air, gelombang,
dan es, yang muncul dari luar atau di atas toposfer; ini kontras dengan endogenik (tektonik dan
vulkanik) agen, yang bekerja pada toposfer dari dalam planet.
Denudasi dan Desposisi
Pelapukan batuan dapat terjadi secara biologis, kimiawi, dan secara mekanik dengan
sedikit transportasi ataupun tidak sama sekali. Proses tersebut menghasilkan mantel yang terdiri
dari hasil pelapukan batuan. Mantel hasil dari pelapukan akan tetap ada di tempatnya atau
bergerak ke arah lereng bukit, terbawa menyusuri sungai, dan bahkan sampai ke lautan dalam.
Pergerakan lereng ini terjadi karena gravitasi dan pergerakan fluida. Istilah Mass Wasting biasa
dideskripsikan sebagai semua proses yang menyebabkan penurunan permukaan tanah. Secara
spesifik memiliki sinonim sebagai mass movement, yang merupakan perpindahan serpihan batu
dalam jumlah besar menuruni lereng yang dipengaruhi oleh gravitasi. Erosi merupakan istilah
yang berasal dari bahasa latin (erodere, menggerogoti; erosus, habis dimakan), merupakan hasil
dari seluruh proses destruktif yang mana produk pelapukan yang terikat atau terbawa oleh media
transportasi seperti es, air, dan angin. Denudasi yang berasal dari bahasa latin, denudare yang
berarti untuk berbaring terbuka, adalah aksi gabungan dari pelapukan dan erosi yang prosesnya
secara bersamaan mengikis permukaan tanah.
Desposisi adalah penumpukkan sedimen secara kimiawi, fisik, dan biologis. Gravitasi
dan gaya fluida menggerakkan material yang tererosi. Di saat gaya fluida tidak sanggup
menggerakkan material yang tererosi, atau saat proses kimiawi sudah tidak dapat terjadi, pada
saat itu terbentuk desposisi. Badan sedimen terjadi di mana pengendapan melebihi erosi dan di
mana presipitasi bahan kimia melebihi kehilangan larutan.
DENUDASI MEKANIS
Mengukur Tingkat Denudasi
Tingkat denudasi keseluruhan dinilai dari muatan sungai yang terlarut dan tersuspensi
serta dari laju sedimentasi geologis.
Debit Sedimen Tahunan yang Dialirkan dari Sungai-Sungai Terbesar Dunia ke Laut.
Angka-angka ini tidak mengukur tingkat erosi tanah. Sedimen yang terkikis dari daerah
dataran tinggi akan diendapkan di dataran rendah tempat sedimen tersebut tersimpan sehingga
menunda kedatangannya di laut untuk waktu yang lama (Milliman dan Meade 1983).
Area Drainase Hasil Zat Larutan Area Drainase Hasil Zat Larutan terhadap kimia
6 2 2 6 2 2
(10 km ) (t/km /tahun) (10 km ) (t/km /tahun)
DENUDASI KIMIA
Kontrol laju denudasi kimia mungkin lebih mudah dipastikan daripada kontrol laju
denudasi mekanis. Estimasi yang dapat diandalkan tentang hilangnya material dari benua dalam
bentuk larutan sudah tersedia sejak beberapa dekade (Livingstone 1963), meskipun estimasi yang
baru mengatasi beberapa kekurangan dalam kumpulan data yang lama. Jumlah material yang
dihilangkan dalam larutan dari benua tidak secara langsung berhubungan dengan debit spesifik
rata-rata (debit per satuan luas).
Perbedaan komposisi zat terlarut air sungai antarbenua sebagian disebabkan oleh
perbedaan relief dan litologi, dan sebagian lagi oleh perbedaan iklim. Perairan yang mengalir
dari benua didominasi oleh ion kalsium dan ion bikarbonat. Konsentrasi silika dan klorin terlarut
tidak menunjukkan hubungan yang konsisten dengan total padatan terlarut. Hubungan timbal
balik antara konsentrasi ion kalsium dan konsentrasi silika terlarut menunjukkan tingkat kontrol
berdasarkan jenis batuan. Batuan sedimen mendasari Eropa dan Amerika Utara, sedangkan
batuan kristalin mendasari Afrika dan Amerika Selatan.
Banyak faktor yang mempengaruhi komposisi kimia alami air sungai: jumlah dan sifat
curah hujan dan penguapan; geologi cekungan drainase dan sejarah pelapukan; suhu rata-rata;
relief; dan biota (Berner dan Berner 1987, 193). Menurut Ronald J. Gibbs (1970, 1973) yang
memplot total padatan terlarut beberapa sungai besar terhadap kandungan kalsium plus natrium,
ada tiga jenis utama air permukaan:
1. Perairan dengan muatan total padatan terlarut rendah (sekitar 10 mg/l) tetapi
muatan kalsium dan natrium terlarut tinggi, seperti Sungai Matari dan Sungai Negro, yang
sangat bergantung pada jumlah dan komposisi curah hujan.
2. Perairan dengan muatan padat terlarut total menengah (sekitar 100–1.000 mg/l)
tetapi muatan kalsium dan natrium terlarut rendah hingga sedang, seperti Sungai Nil dan
Sungai Danube, yang sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan.
3. Perairan dengan muatan padat terlarut total yang tinggi (sekitar 10.000 mg/l) dan
muatan kalsium dan natrium terlarut yang tinggi, yang ditentukan oleh penguapan dan
kristalisasi fraksional dan yang dicontohkan oleh Sungai Rio Grande dan Sungai Pecos.
Hubungan antara pelapukan kimia, pelapukan mekanik, litologi, dan iklim diperjelas dengan
penelitian lebih lanjut (Meybeck 1987). Transport kimiawi, diukur sebagai jumlah ion utama
ditambah silika terlarut, meningkat dengan meningkatnya limpasan spesifik, tetapi beban
limpasan tertentu bergantung pada jenis batuan di bawahnya. Zat terlarut individu menunjukkan
pola yang sama.
Tabel Komposisi Rata-Rata Air Sungai Berdasarkan Benua (mg/l)
Afrika 12.0 5.25 2 .15 3.8 1.4 3.35 3.15 26.7 45.8
Amerika 7.2 20.1 4.9 6.45 1.5 7.0 14.9 71.4 126.3
Utara
Amerika 10.3 6.3 1.4 3.3 1.0 4.1 3.5 24.4 44.0
Selatan
Asia 11.0 16.6 4.3 6.6 1.55 7.6 9.7 66.2 112.5
Eropa 6.8 24.2 5.2 3.15 1.05 4.65 15.1 80.1 133.5
Oseania 16.3 15.0 3.8 7.0 1.05 5.9 6.5 65.1 104.5
Dunia 10.4 13.4 3.35 5.15 1.3 5.75 8.25 52.0 89.2
Gambar 2.5 Beban terlarut sesuai dengan limpasan. (a) Transpor kimia dari semua ion utama
ditambah silika terlarut versus limpasan (pelepasan spesifik) untuk berbagai cekungan drainase
utama yang dilandasi oleh batuan sedimen, vulkanik, dan metamorf dan plutonik. (b) Evolusi
transpor spesifik silika terlarut untuk daerah dingin, sedang, dan panas.
Pelapukan pada batuan menghasilkan padatan, koloid, dan bahan larut yang dimana
bentuk akhirnya memiliki perbedaan bentuk yaitu dapat berupa padatan, zat terlarut, dan koloid
- Pelapukan mekanik
Pelapukan mekanik memiliki proses utama yaitu pembongkaran, aksi beku, stress termal
yang disebabkan oleh pemanasan dan pendinginan, pembengkakan dan menyusut karena
pembasahan dan pengeringan, dan tekanan diberikan oleh pertumbuhan kristal garam
- Pelapukan Hemik
Enam reaksi kimia utama yang terlibat dalam posisi dekomposisi batuan adalah larutan,
hidrasi, oksidasi dan reduksi, karbonasi, dan hidrolisis.
Solution atau dissolution melibatkan proses disosiasi dari molekul menjadi anion dan kation dan
masing-masing ion menjadi dikelilingi oleh air. Hidrasi adalah transisi antara bahan kimia dan
pelapukan mekanis.
Hydrolysis adalah proses utama pelapukan kimia dan dapat sepenuhnya membusuk atau
secara drastis memodifikasi mineral primer yang rentan dalam batuan. Dalam hidrolisis, air
terpecah menjadi kation hidrogen (H+) dan anion hidroksil (OH−) dan bereaksi langsung dengan
mineral silikat dalam batuan dan tanah.
Chelation adalah penghilangan ion logam, dan khususnya ion aluminium, besi, dan
mangan, dari padatan dengan mengikat asam organik seperti asam fulvat dan humat untuk
membentuk kompleks bahan organik-logam yang larut.
Biological weathering
- Pada tanaman, dan terutama akar pohon, yang tumbuh di bidang perlapisan dan
sambungan memiliki efek biomekanik – saat tumbuh, tekanan yang meningkat dapat
menyebabkan retakan batuan.
- Pada beberapa kondisi, bakteri, ganggang, jamur, dan lumut dapat secara kimiawi
mengubah mineral dalam batuan, contohnya misalnya Cliona celata mengeluarkan asam dalam
jumlah kecil untuk dibor ke dalam batuan berkapur.
- Pada manusia telah mengekspos batuan dasar di tambang, tambang, dan potongan jalan
dan rel.
SEDIMENT TRANSPORT
Transport mechanics
- Geomorphic Forces
Kekuatan yang mendorong pergerakan sedimen sebagian besar berasal dari gravitasi, dari efek
iklim (pemanasan dan pendinginan, pembekuan dan pencairan, angin), dan dari aksi hewan dan
tumbuhan.
Beberapa mekanisme utama menjelaskan banyak hal tentang proses transportasi antara lain
force, stress, friction, and shear strength. Contohnya tanah bertumpu pada lereng menunjukkan
mekanisme ini. Tiga faktor menahan gerakan menurun dari tanah ini adalah gesekan, kohesi, dan
kekuatan geser.
Proses Gravitational
Material-material dalam tanah akan mengalami tekanan dan regangan. Stress pada tanah
diartikan sebagai gaya yang memindahkan material ke bawah lereng. Pada proses pemindahan
ini, gravitasi menjadi kekuatan utama. Selain itu, pembengkakan, penyusutan, ekspansi,
kontraksi, pertumbuhan kristal es, dan aktivitas hewan dan tumbuhan juga dapat memengaruhi
kekuatan yang ada di dalam tanah. Stress tanah pada bagian lereng tergantung pada besar massa
tanah dengan sudut kemiringan yang dituliskan sebagai berikut.
Stres = m. sin
Regangan sendiri diartikan sebagai efek dari tegangan yang terjadi pada tanah.
Sedangkan gesekan adalah gaya yang bekerja melawan gravitasi dan menahan gerakan. Gesekan
dipengaruhi oleh kekasaran pada tanah dan lapisan bawahnya. Aktivitas menuruni lereng dapat
terjadi akibat adanya tekanan yang cukup besar dengan resistensi gesekan yang maksimum.
Gesekan dapat dikatakan sebagai koefisien yang sama dengan sudut bidang geser gesekan.
Selain gesekan, kohesi antara partikel menahan gerakan tanah dalam menuruni lereng.
Langkah-langkah kohesi kecenderungan partikel-partikel di dalam tanah. Langkah-langkah
kohesi partikel-partikel di dalam tanah saling menempel. Kemudian, muncul hisap kapiler air di
pori-pori dimana dapat menyebabkan butiran kecil untuk saling mengunci. Ikatan kimia yang
terjadi, sistem akar tanaman, dan keberadaannya sebagai karbonat, silika, dan oksida besi.
Partikel tanah dapat memengaruhi kohesi massa tubuh tanah dengan cara merawat untuk tetap
bersatu dan menghasilkan gesekan yaitu gesekan internal atau geser resistensi yang dipengaruhi
oleh ukuran partikel dan bentuk partikel. Persamaan Mohr-Coulomb dalam hal ini digunakan
untuk menghitung tegangan geser yang dapat bertahan di lereng sebelum bergerak, persamaan itu
antara lain sebagai berikut.
τs = c + σ tan φ
Selain itu, tekanan air dalam rongga tanah yaitu tekanan pori dijabarkan sebagai berikut.
τs = c + (σ − ξ ) tan φ
Keterangan :
Ts = kekuatan geser tanah
C = kohesi tanah
σ = sigma
φ = phi atau sudut internal gesekan
ξ = tekanan air dalam rongga tanah
b. Perilaku Tanah
Material tanah diklasifikasikan sebagai padatan yang kaku, elastik, atau cairan.
Berdasarkan klasifikasi ini, terdapat perbedaan reaksi ketika menghadapi stress dimana
masing-masing karakteristik bahan memiliki hubungan dengan laju deformasi atau laju regangan
dan tegangan yang diterapkan. Hal tersebut dijabarkan dalam gambar berikut ini.
Material berupa padatan dan cairan lebih mudah untuk terdefinisikan. Cairan yang
sempurna akan berubah bentuk ketika tegangan terjadi dan laju regangan meningkat seiring
dengan adanya tegangan geser oleh viskositas. Pada padatan memungkinkan untuk memiliki
tekanan dan akan tetap kaku sampai dengan kekuatan materialnya melampaui. Pada saat
melampaui itu, akan adanya perubahan bentuk atau patah tergantung dengan tingkatan stresnya.
Jika adanya tekanan yang tidak terlalu tinggi, maka padatan akan menjadi padatan elastis dan
dapat berubah bentuk sebelum patah. Sedangkan pada padaan plastik akan adanya kegiatan
menahan deformasi sampai dengan tegangan geser mencapai nilai ambang batas.
Material tanah dapat berupa padatan kaku, padatan elastis, padatan plastic, dan cairan itu
tergantung seberapa banyak air yang terkandung di dalamnya. Beberapa struktur tanah yang
memiliki struktur seperti sarang lebah memungkinkan memiliki kadar air di atas batas. Struktur
tanah seperti itu sensitif pada tegangan geser yang tinggi, sehingga memungkinkan untuk runtuh
ketika terjadi gempa bumi. Selain itu, struktur tanah seperti itu, ketika terjepit dapat mengubah
tanah menjadi cairan.
c. Perpindahan Mass
Memiliki sifat deformasi plastis tanah atau batuan yang sangat lambat. Terbuat dari hasil
tekanan yang dihasilkan dari berat tanah atau tubuh batuan yang biasanya terjadi pada kedalaman
di bawah lapuk.
2. Flow
Adanya pergeseran melalui tanah, batu, atau salju dan puing-puing es dimana tingkat
aluran menjadi lambat dan mengalir menuju permukaan. Sebagian besar gerakan terjadi sebagai
gerakan turbulen. Aliran diklasifikasikan sebagai longsoran,
Puing-puing aliran, aliran tanah, atau aliran lumpur. Berdasarkan bahan utama yaitu salju
dan es, puing-puing batu, bahan berpasir, atau tanah liat menunjukkan bahawa aliran kering juga
dapat terjadi. Solifluksi dan gelifluksi yang berarti gerakan lereng bawah tanah jenuh atau
lapisan tanah yang beku secara permanen merupakan daerah paling lambat mengalir. Sedangkan,
aliran puing-puing adalah yang bergerak cepat adalah partikel dengan air atau udara atau
keduanya. Aliran puing terjadi sebagai serangkaian lonjakan yang berlangsung dari beberapa
detik hingga beberapa jam yang bergerak dengan kecepatan 1 sampai 20 m/s. hal ini sangat
mungkin untuk material dapat mengalir beberapa kilometer di luar daerah sumbernya. Beberapa
diantaranya dapat menghancurkan bangunan dan mematahkan pohon.
3. Slides
Gerakan massa yang tersebar luas dan terjadi sepanjang bidang geser yang jelas.
Biasanya sepuluh kali lebih panjang daripada lebarnya. Memiliki subtype yaitu translasi dan
rotasi. Translasi terjadi sepanjang geser planar pesawat dan termasuk slide puing-puing, slide
bumi, slide bumi blok, slide batu, dan slide batu blok. Sedangkan rotasi atau kemerosotan terjadi
sepanjang bidang geser cekung pada kondisi yang kadar airnya rendah sampai sedang seperti
batuan slump, puing-puing, dan tanah slump.
4. Heave
Dihasilkan dari proses ekspansi dan kontraksi secara bergantian yang disebabkan oleh
karena adanya pemanasan dan pendinginan, pembasahan dan pengeringan, dan kegiatan hewan
yang menggali tanah. Material akan bergerak menuruni lereng selama siklus ekspansi dan
mengangkat material pada sudut kanan lereng. Sedangkan pada kontraksi adanya adanya
material yang terjatuh secara vertikal oleh pengaruh gravitasi. Heave diklasifikasikan sebagai
creep tanah atau material yang halus. Hal ini terjadi ketika ekspansi dan kontraksi yang
disebabkan oleh pembekuan atau pencairan.
5. Fall
Merupakan gerakan ke bawah batu atau tanah melalui udara. Tanah dalam hal ini dapat
roboh karena tubuh tanah cenderung kohesif seperti di tepian sungai. Batu dan tanah yang roboh
lebih sering terjadi di lereng dan tebing yang curam menjulang tinggi. Air dan es juga bisa jatuh
sebagai air terjun dan air es.
6. Subsidence
Penurunan terjadi karena runtuhnya rongga. Rongga runtuh karena batu atau tanah
merosot ke bawah tanah sehingga permukaan tanah pada pemukiman akan turun secara
progresif.
Fluvial Processes
Flowing water
adalah air yang bergerak atau mengalir dari satu tempat ke tempat lainnya. Air yang
mengalir bisa berupa sungai, air terjun, air sungai di bawah tanah, dan lain sebagainya. Aliran air
yang kuat dapat mengikis dan membentuk lekukan, mengangkut material seperti batuan, pasir,
dan lumpur, serta mempengaruhi lingkungan sekitarnya seperti tanah, tumbuhan, dan satwa liar.
Unconcentrated flow
adalah aliran air yang merata dan tidak terkonsentrasi dalam satu arah yang sama. Dalam
unconcentrated flow, air mengalir secara merata pada permukaan tanah yang datar atau sedikit
miring, seperti pada daerah persawahan atau padang rumput. Unconcentrated flow dapat terjadi
saat hujan atau irigasi, dan tidak memiliki alur yang jelas atau menetap. Unconcentrated flow
cenderung mengalir perlahan dan tidak kuat sehingga tidak memiliki daya erosif yang besar.
Namun, dalam jangka waktu yang lama, unconcentrated flow dapat menyebabkan pengendapan
sedimen dan membentuk lapisan tanah yang subur.
Hortonian overland flow adalah Ketika tanah sudah terlalu jenuh untuk menyerap cairan
yang akhirnya membanjiri lereng daerah sekitaran bukit sedangkan saturation overland flow
adalah Ketika air pas pada muka air tanah yang naik lalu memotong permukaan tanah, air bawah
tanah yang lolos dalam aliran lereng air ini disebut exfiltrating arus balik.
Berikut ini adalah gambaran mengenai siklus hidrologi proses yang menyebabkan geomorfologi
lereng dan aliran air
Rill flow adalah sesuatu yang lebih dalam dan lebih cepat dibanding inter-rill flow dan pada
dasarnya berturbulensi,
Subsurface flow berasosiasi dengan tanah lokal yang ter saturasi, dimana konduktifitas
lapisan tanah semakin menuruhn seiringan dengan kedalaman. Teknisi hidrogeologi kerap
menggunakan interflow untuk menentukan untuk posisi akhir dari aliran sungai, pada kondisi
tertentu juga aliran dalam tubuh batuan juga berjalan lambat karena jenuhnya lapisan tanah atau
batuan itu sendiri
Springs
Mata air bisa terbentuk dimana permukaan tanah dan permukaan air berpotongan,
berbeda halnya dengan saturasi overland flow yang bersifat sementara alias tidak permanen,
beberapa tipe dari mata air adalah sebagai berikut
StreamFlow
Bilangan Reynold merupakan salah satu bilangan tak berdimensi yang paling penting
dalam mekanika fluida dan digunakan, seperti halnya dengan bilangan tak berdimensi lain, untuk
memberikan kriteria untuk menentukan dynamic similitude. Jika dua pola aliran yang mirip
secara geometris, mungkin pada fluida yang berbeda dan laju alir yang berbeda pula, memiliki
nilai bilangan tak berdimensi yang relevan, keduanya disebut memiliki kemiripan dinamis.
Bilangan Froude adalah sebuah bilangan tak bersatuan yang digunakan untuk mengukur
resistansi dari sebuah objek yang bergerak melalui saluran air, dan membandingkan benda-benda
dengan ukuran yang berbeda-beda. Dinamakan sesuai dengan penemunya William Froude.
Bilangan ini didasarkan pada kecepatan/beda jarak.
Perubahan aliran superkritis dan Kembali menjadi subkritis disebut hydraulic jump dan
biasanya ini yang menyebabkan terjadinya
ombak atau kenaikan muka air
Beban arus (stream load) adalah semua material yang dibawa arus. Beban arus total terdiri atas
1. Dissolved load atau solute load (beban terlarut) terdiri atas ion dan molekul yang berasal
dari pelapukan kimia dan organik yang dipengaruhi banyak faktor.
2. Suspended load yang terdiri dari partikel solid yang dapat terbawa oleh arus air. Terdiri
atas lanau dan lempung.
3. Bed load atau traction load adalah material yang berguling atau terbawa pada dasar
sungai karena traksi. Material yang terbawa adalah material dengan ukuran kerikil hingga
bongkah. Stream competence adalah ukuran butir paling besar yang arus dapat
dipindahkan, sedangkan Capacity adalah jumlah maksimal material yang bisa dapat
terbawa.
Erosi Arus dan Perpindahan
Arus dapat menyebabkan korosi, korasi dan kavitasi pada sungai. Korosi adalah
pelapukan dasar dan pinggiran sungai secara kimia. Korasi atau abrasi adalah pemudaran
permukaan karena penggerusan dari partikel yang bergerak bersama air. Evorsi adalah salah satu
bentuk korasi dimana hanya air yang menggerus permukaan. Pada sungai aluvial, Hydraulicking
adalah penyingkiran material yang longgar oleh air.
Arus dapat menyebabkan erosi secara vertikal yaitu ketika terdapat penyingkiran pasir
yang disebabkan oleh abrasi dari bed load. Selain itu, erosi secara lateral terjadi ketika pinggir
sungai terpudarkan yang menyebabkan sungai kolaps.
Kekuatan arus yang mengalir untuk mengerosi dan memindahkan material adalah fungsi
dari energi kinetik yang disubstitusi dengan Persamaan Chezy menjadi
𝐸𝑘 = (𝑚𝐶𝑅𝑠)/2
Persamaan ini sesuai dengan persamaan DuBoys yang menjelaskan bahwa gaya geser pada dasar
sungai adalah
τ = γ 𝑑𝑠
Rangkaian eksperimen yang dilakukan Filip Hjulstrøm (1935) tentang korelasi antara
kecepatan arus dan kekuatannya untuk mengerosi dan memindahkan menghasilkan Hjulstrøm
diagram. Kurva diatas diagram tersebut tidak berbentuk satu garis karena kecepatan kritis
tergantung dari posisi partikel dan bagaimana partikel tersebut berada pada dasar. Kurva dibawah
diagram tersebut menunjukkan bahwa kecepatan ketika partikel telah bergerak tidak bisa
terpindahkan lebih jauh dan jatuh ke dasar sungai (Fall Velocity). Area antara kurva atas dan
bawah adalah kecepatan ketika partikel dengan ukuran berbeda tertransport. Semakin lebar maka
lebih kontinu transportasi tersebut. Diagram ini hanya diaplikasikan pada erosi, transportasi dan
perpindahan pada sungai aluvial.
Diagram Hjulstrøm
Inisiasi Sungai
Arus sungai dapat terbentuk pada permukaan yang baru terekspos atau ekspansi dari
jaringan sungai yang ada. Rober E. Horton (1945) mengemukakan bahwa pentingnya topografi
pada hillslope hydrology dengan mempertimbangan Critical Hillslope Length diperlukan untuk
membentuk sungai. Pada model Horton, sebelum overland flow dapat mengerosi tanah, arus
harus mencapai kedalaman kritis dimana beban erosi dari arus melebihi ketahanan geser dari
permukaan tanah. Horton mengatakan bahwa terdapat ‘belt of no erosion’ pada atas lereng
namun penelitian berikutnya mengatakan permukaan yang hanyut dapat terjadi pada permukaan
lereng walaupun tidak menyebabkan riil.
Model Horton tidak mempertimbangkan ketika daerah lembab. Pada daerah lembab
inisiasi sungai terjadi karena arus pada permukaan konvergen dengan yang ada pada
sub-permukaan. Hal ini membentuk riil dan kemungkinan besar jaringan pipa yang dapat
menginisiasi sungai.
Model Horton
Deposisi Fluvial
Sungai dapat mendeposit material dimanapun sepanjang jalannya, namun terutama pada
dasar sungai dimana gradien rendah dengan penurunan kedalaman dan kecepatan. Terdapat
empat deposit fluvial yang dikenal: channel deposit, channel margin deposit, overbank flood
plain deposit, dan valley margin deposit. Ketika mempelajari deposisi arus, mempertimbangkan
perspektif erosi dan pada cekungan drainase sangat berguna. Ketika banjir erosi sungai dan
desposisi terjadi karena debit bertambah dan meningkatkan tingkat erosi. Ketika banjir berhenti
maka sedimen kembali terdeposit dalam kurun waktu beberapa hari membentuk siklus yang
merubah sedimen pada dasar sungai.
Alluviation adalah desposisi skala besar yang mempengaruhi sistem arus. Hal ini dapat
dipelajari dengan menghitung sedimen pada cekungan drainase. Perubahan jumlah sedimen
adalah perubahan pertambahan sedimen dan pengurangan sedimen. Ketika pertambahan
melebihi pengurangan terjadi agradasi dan sebaliknya terjadi degradasi.
Glacial Process
Proses glasial merupakan serangkaian fenomena alam yang terjadi akibat gerakan dan
pengaruh es dan salju terhadap lahan. Proses-proses ini terjadi di wilayah kutub dan pegunungan
yang memiliki iklim dingin.
Proses Frost dan Salju
Frost dan proses salju adalah fenomena yang terkait erat dengan iklim dingin dan cuaca
musim dingin. Frost terjadi ketika udara dingin membuat kelembaban pada permukaan benda
padat membeku menjadi kristal es. Proses ini dikenal sebagai pengembunan beku. Frost dapat
terbentuk pada permukaan benda padat seperti kaca, daun, dan rerumputan.
Akumulasi adalah proses penumpukan es dan salju di daerah kutub atau pegunungan.
Akumulasi terjadi ketika kadar presipitasi melampaui tingkat pencairan salju atau es di suatu
wilayah. Dalam waktu yang lama, es dan salju terus menumpuk dan membentuk lapisan es atau
salju yang tebal.
Pembentukan gletser
Gletser adalah lapisan es yang sangat tebal dan menyebar luas. Proses terjadinya gletser
dimulai dari penumpukan salju yang kemudian menjadi es salju yang padat. Tekanan yang
dihasilkan oleh penumpukan es salju inilah yang kemudian membentuk gletser.
Frost weathering dan shattering adalah proses erosi yang disebabkan oleh pembekuan air
di dalam celah batu atau tanah. Ketika suhu turun di malam hari, air di dalam celah akan
membeku dan membesar, yang menyebabkan celah semakin membesar dan memperdalam. Hal
ini terjadi terutama di daerah yang memiliki perbedaan suhu besar antara siang dan malam,
seperti di pegunungan atau gurun.
Frost heaving dan thrusting adalah proses yang terjadi ketika air di tanah membeku dan
kemudian meleleh kembali. Ketika air membeku di dalam tanah, volumenya akan meningkat
sekitar 9%, yang akan menyebabkan tanah terangkat.Frost heaving terjadi pada tanah yang cukup
lembut dan longgar, seperti tanah liat atau pasir. Ketika air di dalam tanah membeku, kristal es
akan tumbuh dan membentuk gumpalan es. Gumpalan es ini kemudian mendorong ke atas,
mendorong tanah dan segala sesuatu di atasnya. Frost heaving dapat menyebabkan tanah
terangkat hingga beberapa meter.Frost thrusting terjadi pada tanah yang lebih keras dan kurang
longgar. Ketika air di dalam tanah membeku, kristal es akan tumbuh dan menekan tanah di
sekitarnya. Tanah di sekitarnya kemudian pecah dan terdorong ke atas oleh kristal es. Proses ini
dapat menyebabkan batuan terpecah dan terangkat ke permukaan
Frost Cracking
Frost cracking adalah proses pecahnya batuan karena adanya perubahan suhu yang
ekstrem, khususnya saat terjadi penurunan suhu yang sangat tajam pada malam hari diikuti oleh
peningkatan suhu pada siang hari. Proses ini biasanya terjadi pada batuan yang memiliki
permeabilitas tinggi, sehingga air dapat masuk ke dalam batuan tersebut dan membeku saat suhu
turun. Akibat pembekuan air, tekanan pada batuan meningkat dan menyebabkan pecahnya
batuan
Frost creep dan gelifluction adalah proses geologi yang terjadi akibat dari pembekuan dan
pelelehan air pada tanah yang tidak stabil.Frost creep terjadi ketika air pada tanah membeku dan
mengembang, kemudian mengecil saat suhu naik. Proses pengembangan dan penyusutan ini
terus berlangsung, dan akhirnya dapat memicu gerakan lambat pada tanah dan batuan, terutama
pada lereng-lereng curam.
Gelifluction terjadi ketika lapisan atas tanah membeku dan lapisan bawahnya tetap
lembab dan tidak membeku. Akibatnya, lapisan atas akan tergelincir ke bawah lapisan bawah
yang lebih lembab, menyebabkan pergerakan tanah dan membentuk sungai es atau "tongue
glacier".
Nivation
Nivation adalah suatu proses geomorfologi di mana es mencair pada permukaan tanah
atau batuan, kemudian air mencair mengalir dan membentuk cekungan atau lobus di dalam es.
Proses ini terjadi di wilayah pegunungan di mana es masih ada pada saat musim panas dan salju
mencair. Nivation terjadi ketika salju mencair pada bagian bawah es, kemudian air mencair
mengalir ke bawah es, kemudian memotong material di bawah es dan membentuk cekungan atau
lobus. Proses ini dapat menyebabkan erosi pada batuan di bawah es dan menghasilkan
bentuk-bentuk geomorfologi yang unik seperti kubah es, lobus, dan cekungan. Nivation juga
dapat memicu proses lain seperti pengikisan, keretakan, dan runtuhnya batuan yang terkait
dengan keretakan.
Glacier Process
Gletser adalah massa es besar yang terbentuk dari salju yang terkompresi yang bergerak
perlahan karena beratnya sendiri. Gletser sering diklasifikasikan sebagai gletser hangat (atau
sedang) dan gletser dingin (atau kutub), sesuai dengan suhu esnya. Gletser hangat memiliki es
pada titik leleh bertekanan kecuali di dekat permukaan, di mana pendinginan terjadi di musim
dingin. Gletser dingin memiliki sebagian besar es di bawah titik leleh tekanan.
Ice Flow
Es bergerak melalui tiga proses: mengalir atau merayap, patah atau pecah, dan meluncur
atau tergelincir. Es mengalir atau merayap karena bidang-bidang atom hidrogen meluncur pada
permukaan dasarnya. Selain itu, kristal bergerak secara relatif satu sama lain karena
rekristalisasi, pertumbuhan kristal, dan migrasi batas-batas kristal. Laju aliran dipercepat oleh es
yang lebih tebal, kandungan air yang lebih tinggi, dan suhu yang lebih tinggi. Karena alasan ini,
laju aliran cenderung lebih cepat pada es yang hangat. Es hangat berada pada titik leleh tekanan
dan berbeda dengan es dingin, yang berada di bawah titik leleh tekanan. Retakan adalah rekahan
tensional yang terjadi di permukaan. Biasanya kedalamannya sekitar 30 meter di es hangat, tetapi
bisa lebih dalam di es dingin. Retakan geser, yang diakibatkan oleh es yang bergerak di
sepanjang bidang gelincir, biasa terjadi pada es tipis di dekat moncong gletser. Retakan
cenderung tidak terjadi di bawah es yang sangat tebal di mana pergeseran terjadi.
Glacier Flow
Gletser mengalir karena gravitasi menghasilkan tekanan tekan di dalam es. Tekanan tekan
bergantung pada berat es di atasnya dan memiliki dua komponen: tekanan hidrostatik dan
tekanan geser. Tekanan hidrostatik bergantung pada berat es di atasnya dan tersebar merata ke
segala arah. Tegangan geser tergantung pada berat es dan kemiringan permukaan es.Adapun
untuk rumus yang digunakan untuk mengukurnya yaitu
τ0 =ρ i g h sinβ
Di mana ρi adalah kerapatan es, g adalah percepatan gravitasi, h adalah ketebalan es, dan
β adalah kemiringan permukaan es. Hasil kali antara kerapatan es dan percepatan gravitasi
kira-kira konstan pada 9,0 kN/m3, sehingga tegangan geser pada dasar es bergantung pada
ketebalan es dan kemiringan permukaan es.
Glacial Erotion
Proses erosi glasial terjadi ketika gletser bergerak dan mengikis permukaan tanah dan
batuan di bawahnya. Erosi glasial terjadi karena efek gabungan dari goresan es, tekanan glasial,
dan peluruhan es. Ada beberapa jenis Glacial erotion diantaranya adalah Abrasi dan Plucking.
Abrasion adalah proses di mana gletser mengikis permukaan tanah dan batuan di
bawahnya. Goresan es dan batuan kecil yang terjebak di bawahnya berfungsi sebagai alat
pengikis, meratakan permukaan batuan dan mengekspos lapisan di bawahnya.Plucking adalah
proses ketika gletser memecah dan menarik keluar batuan besar dari permukaan tanah.
Glacial Debris Entrainment and Transport
Glacier debris entrainment dan transport adalah proses di mana gletser mengambil dan
membawa endapan dan batuan saat bergerak ke bawah. Saat gletser maju, ia mengangkat dan
menarik batuan dan tanah longsor dari batuan dasar, dan bahan-bahan ini menjadi bagian dari es
gletser. Debris bisa berukuran kecil sampai besar, dan komposisinya tergantung pada jenis batuan
yang membentuk substrat gletser.
Glacial Deposition
AEOLIAN PROCESSES
Proses aeolian adalah serangkaian proses fisik yang terjadi di permukaan bumi ketika
angin memindahkan dan mengangkut material seperti pasir, debu, dan kerikil melalui erosi,
transportasi, dan deposisi. Proses aeolian juga dikenal sebagai proses eolian.
Erosi aeolian terjadi ketika angin menggerus atau mengikis permukaan tanah atau batuan.
Hal ini terjadi karena angin membawa pasir dan debu, yang kemudian memukul dan menggesek
permukaan batuan atau tanah, menghilangkan lapisan atasnya. Erosi aeolian sering terjadi di
daerah gurun, di mana angin kencang dan kurangnya vegetasi membuat permukaan tanah rentan
terhadap erosi.
Transportasi aeolian terjadi ketika angin membawa material seperti pasir dan debu
melalui udara. Material ini dapat ditemukan di aliran angin yang disebut arus angin, yang dapat
membawa material jarak yang cukup jauh. Arus angin terbentuk ketika angin melintasi suatu
permukaan yang berbeda, seperti bukit atau lembah, dan menghasilkan turbulensi yang dapat
memindahkan material.
Deposisi aeolian terjadi ketika angin meletakkan material yang diangkutnya ke suatu
tempat. Hal ini dapat terjadi ketika arus angin melambat atau ketika angin terhenti sepenuhnya.
Material yang terdeposisi dapat membentuk fitur geologi seperti bukit pasir, sepenggal landai
pasir, atau parit pasir. Fitur geologi ini sering terlihat di daerah gurun atau lingkungan
semidesertik.
Proses aeolian dapat memiliki dampak yang signifikan pada lingkungan dan manusia.
Erosi aeolian dapat merusak tanaman dan infrastruktur, sementara deposit aeolian dapat
membentuk lahan pertanian yang subur dan sumber daya mineral seperti pasir dan kerikil. Selain
itu, pasir dan debu yang diangkut oleh angin dapat mempengaruhi kualitas udara dan kesehatan
manusia ketika terhirup. Oleh karena itu, pemahaman tentang proses aeolian sangat penting
untuk manajemen lingkungan dan penanganan bencana alam.
Wind erosion terjadi ketika angin mengangkat dan menghilangkan sedimen dari
permukaan bumi. Ini dapat termasuk penghilangan tanah subur, pasir, dan bahan lainnya. Wind
erosion terutama terjadi di daerah kering dan gurun.
Wind transport terjadi ketika angin membawa sedimen yang diangkatnya melalui udara.
Material yang diangkut dapat mencakup pasir, debu, dan batu kerikil. Arus angin dapat
membawa sedimen jarak yang cukup jauh.
Wind deposition terjadi ketika angin meletakkan sedimen yang diangkutnya ke suatu
tempat. Ini dapat terjadi ketika arus angin melambat atau ketika angin terhenti sepenuhnya.
Sedimen yang dideposisikan dapat membentuk fitur geologi seperti bukit pasir, parit pasir, dan
landai pasir.
COASTAL PROCESSES
Proses pesisir atau coastal processes adalah serangkaian peristiwa alami yang terjadi di
wilayah pesisir yang meliputi pengaruh ombak, arus laut, pasang surut, dan erosi pantai.
Degradational processes dan aggradational processes adalah dua jenis proses geologi yang
berlawanan dan terjadi di permukaan bumi.
Degradational processes, juga dikenal sebagai proses penurunan, terjadi ketika material
yang ada di permukaan bumi seperti batuan atau tanah terdegradasi atau tererosi oleh air, angin,
es, atau aktivitas manusia seperti pertambangan. Beberapa contoh dari proses degradasi meliputi
erosi, abrasi, dan longsoran tanah. Proses ini cenderung membuat permukaan bumi menurun dan
merusak lapisan tanah serta keanekaragaman hayati yang ada di sana.
SEDIMENT DEPOSITION
Sedimen dibagi menjadi beberapa jenis tergantung pada sifat fisik dan asal-usulnya. Tiga
jenis utama sediment adalah clastic sediments, chemical sediments, dan biogenic sediments.
Clastic sediments
Clastic sediments adalah jenis sedimen yang terdiri dari partikel-partikel yang terbentuk
dari hasil pelapukan atau erosi dari batuan yang sudah ada. Contoh clastic sediments adalah
pasir, kerikil, dan lumpur.
Chemical sediments
Chemical sediments adalah jenis sedimen yang terbentuk dari presipitasi mineral dari
larutan. Contoh dari chemical sediments adalah garam dan karbonat.
Biogenic sediments
Biogenic sediments adalah jenis sedimen yang terdiri dari bahan organik seperti fosil dan
karang. Sedimen biogenik sering kali dihasilkan dari aktivitas organisme yang hidup di laut atau
danau.
Sedimentary environments
Manusia dapat berperan sebagai agen geomorfik, yaitu sebagai faktor pengubah bentuk
permukaan bumi. Beberapa kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi bentuk permukaan
bumi diantaranya adalah:
Mining and construction: Kegiatan pertambangan dan konstruksi dapat mengubah bentuk
permukaan bumi dan memicu erosi. Aktivitas pertambangan seperti penambangan batubara atau
emas seringkali membutuhkan penggalian tanah dan batuan yang luas. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengurangi produktivitas lahan. Sementara itu,
kegiatan konstruksi seperti pembangunan jalan atau gedung dapat mempengaruhi aliran air dan
mempercepat erosi di daerah sekitarnya.
Soil erosion
Bangunan bendungan dapat mengubah aliran sungai dan mempengaruhi pola aliran air.
Hal ini dapat mempengaruhi distribusi sedimen dan mempercepat erosi di daerah hilir. Selain itu,
pengurangan aliran air sungai dapat menyebabkan ketersediaan air menjadi lebih sedikit di
daerah hilir, dan dampak lingkungan lainnya.