Anda di halaman 1dari 4

Nama : Janu Hidayat Saputra

NIM : F1241201011

Mata Kuliah : Geografi Transportasi

Dosen Pengampu : Diah Trismi Harjanti M.Pd

Peradaban Khmer ( 8-14 Masehi)

Bangsa Khmer adalah kelompok etnik terbesar yang ada di Kamboja. Pada abad ke-7
Masehi, bangsa Khmer mendiami wilayah di Sepanjang Sungai Mekong dan wilayah sekitar
danau Tonle Sap. Peradaban bangsa Khmer termasuk sebagai sebuah peradaban penting yang
pernah ada di Asia Tenggara. Kerajaan Khmer merupakan kerajaan bangsa Khmer yang berdiri
pada tahun ke 802 Masehi. Kerajaan ini Pernah Menguasai wilayah Laos, Thailand hingga
Vietnam.

Kerajaan Khmer didirikan oleh Jayawarman II, seorang pangeran yang pernah tinggal
di Jawa Tengah pada masa kekuasaan Wangsa Syailendra. Selama masa Pemerintahan Raja
Jayawarman II, kerajaan ini telah menjalin hubungan kebudayaan, diplomasi, politik, dan
perdagangan yang kuat dengan beberapa kerajaan di Jawa dan Kerajaan Sriwijaya. Pusat
pemerintahan Kerajaan Khmer berada di Angkor dengan agama resminya yaitu Hindu Syiwa
dan Buddha Mahayana.

Dengan Kota Angkor sebagai ibu kota pemerintahannya, selama abad-abad berikutnya
kerajaan Khmer memperluas wilayah kekuasaan, sebagian besar ke utara memasuki dataran
tinggi Khorat dan ke barat, ke cekungan Chao Phraya dan Sekitarnya. Wilayah kekuasaan
Kerajaan Khmer di bagi menjadi sekitar 23 Provinsi dengan administrasi yang canggih dan
masyarakat yang luas bahkan sampai ke tingkat desa. Masyarakat Khmer dipimpin oleh sistem
pengadilan yang luas dengan bangsawan agama dan sekuler, pengrajin, nelayan, petani padi,
tentara, dan penjaga gajah, karena Angkor dilindungi oleh tentara yang menggunakan
gajah. Para kaum bangsawan mengumpulkan dan mendistribusikan kembali pajak. Prasasti
kuil membuktikan sistem barter yang terperinci. Berbagai macam komoditas diperdagangkan
antara kota-kota Khmer dan Cina , termasuk kayu langka, gading gajah, rempah-rempah, lilin,
emas, perak, dan sutra.
Pada masa keemasannya, kerajaan Khmer pernah menjadi kerajaan agrikultural
terbesar di Asia Tenggara. Kerajaan ini memiliki system irigasi yang canggih dan sangat besar
sehingga memungkinkan penyebaran ke pedesaan. Pertumbuhan kerajaan Khmer ditandai
dengan kerjasama perdagangan yang luas sampai ke China dan India, serta pengembangan
sistem jalan.

Kerajaan Khmer yang sangat besar disatukan oleh serangkaian jalan, terdiri dari enam
arteri utama yang membentang dari Angkor dengan total sekitar 1.000 kilometer (sekitar 620
mil). Jalan-jalan sekunder dan jalan lintas melayani lalu lintas lokal di dalam dan sekitar kota-
kota Khmer. Jalan yang menghubungkan Angkor dan Phimai, Vat Phu, Preah Khan, Sambor
Prei Kuk, dan Sdok Kaka Thom (seperti yang diplot oleh Proyek Jalan Living Angkor) cukup
lurus dan dibangun dari tumpukan tanah di kedua sisi rute dalam bentuk panjang, datar strip.
Permukaan jalan mencapai lebar 10 meter (sekitar 33 kaki) dan di beberapa tempat dinaikkan
hingga lima hingga enam meter (16-20 kaki) di atas tanah.

Dari akhir abad ke-9 hingga awal abad ke-13, banyak proyek konstruksi dilakukan,
yang paling terkenal adalah Angkor Wat. Bangunan di Angkor yang megah seperti Angkor
Wat dan Bayon menunjukkan betapa besar kekuatan dan kekayaan Kerajaan Khmer serta
memperlihatkan adanya beragam kepercayaan yang di dukung oleh penguasanya.

Pembangunan waduk-waduk besar yang disebut sebagai Baray menunjukkan bahwa


komoditas unggulan peradaban Khmer yaitu pada sektor pertanian padi. Pertanian menjadi
tulang punggung kehidupan masyarakat hingga penguasa pada masa peradaban bangsa Khmer.
Sistem pertanian bangsa Khmer pada masa itu merupakan sistem pertanian yang sangat maju
pada masanya.

Sistem Pertanian bangsa Khmer pada awalnya adalah sistem pertanian mandiri yang
kemudian berubah menjadi sentralisasi. Perubahan sistem pertanian dari mandiri menjadi
sentralisasi (terpusat) pada awalnya dibangun oleh raja-raja kerajaan Khmer dengan tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kerajaan membangun saluran irigasi yang
panjangnya lebih dari 20 Km dan lebar 40-60 m, waduk dan ladang bertembok yang semuanya
digunakan untuk menunjang sektor pertanian.

Pergeseran sistem pertanian sebenarnya lebih efisien dalam hal pemerataan pembagian
hasil tani. Namun sistem ini kaku dan tidak mampu mengatasi perubahan dengan cepat. Salah
satunya adalah kegagalan dalam pembagian hasil panen kepada warga saat musim hujan dan
kemarau. Kegagalan ini menyebabkan kemerosotan kerajaan di mana masyarakat Khmer
sangat bergantung pada pertanian. Sentralisasi besar-besaran yang ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan justru menjadi awal kehancuran peradaban ini.

Pada sektor peternakan, sebelumnya dimiliki dan dijalankan oleh kelas menengah,
memungkinkan mereka untuk mendukung komunitas lokal. Namun Penguasa semakin
mempersulit warga untuk memiliki tanah sehingga pertanian menjadi pekerjaan kaum elit dan
akhirnya menjadi terpusat. Sistem terpusat mungkin tidak mampu mengatasi populasi yang
berkembang pesat, perubahan politik dan budaya dan cuaca ekstrem. Perubahan kepemilikan
dan pengelolaan lahan, pertumbuhan pesat populasi warga non-penghasil beras di inti
perkotaan menyebabkan kerajaan kesulitan untuk mengatasi masalah. Salah satunya adalah
perubahan cuaca ekstrem yang turun memengaruhi panen. Alih-alih meningkatkan
kesejahteraan, sistem yang diciptakan oleh para raja malah menjadi awal kejatuhan peradaban
Khmer.

Pada tahun 1432 M, kerajaan yang berpusat di Angkor Wat ini diketahui berakhir.
Penyebabnya adalah keserakahan penduduknya yang mengeksploitasi lingkungan secara
berlebih. Hal tersebut mengakibatkan wilayah kekaisaran Khmer dipenuhi oleh limbah. Tak
hanya itu bencana lain juga memperburuk kondisi kerajaan Khmer yakni perubahan iklim yang
menyebabkan kekeringan hebat. Menariknya adalah peradaban ini sebenarnya memiliki
infrastruktur pengelolaan air yang sangat canggih. Namun hal itu tidak dapat mencegah
bencana bahkan kerajaan yang sangat maju dan berjaya ini tetap runtuh.
Daftar Pustaka

Coe MD. (2003). Angkor dan Peradaban Khmer . Thames dan Hudson, London.
Coedes, George. (2010). Asia Tenggara Masa Hindu-Buddha. (Winarsih Partaningrat Arifin,
Terjemahan). Jakarta: Gramedia.
Greelane. (2020). Peradaban Angkor, Kekaisaran Khmer Kuno di Asia Tenggara. Di akses
pada 10 September 2022 pada laman Peradaban Anggor, Kekaisaran Khmer di Asia
Tenggara (greelane.com)
Kompas. (2021). Kerajaan Khmer, Pendiri, Masa Keemasan, dan Keruntuhan. Di akses pada
11 September 2022 pada laman Kerajaan Khmer: Pendiri, Masa Keemasan, dan
Keruntuhan Halaman all - Kompas.com
Tanhati Sysilia Tanhati. (2021). Sistem Sentralisasi Pertanian Menjadi Faktor Runtuhnya
Peradaban Khmer. Di akses pada 11 September 2022 pada laman Sistem Sentralisasi
Pertanian Menjadi Faktor Runtuhnya Peradaban Khmer - Halaman 2 - National
Geographic (grid.id)
Zayyanid Amir. (2020). Empayar Khmer. Di akses pada 9 September 2022 pada laman
Empayar Khmer - Ensiklopedia Sejarah Dunia (worldhistory.org)

Anda mungkin juga menyukai