NIM : F1241201028
Jawab:
1. Landasan Ontologis merupakan ilmu pengetahuan berarti pembahasan atau analisis
tentang obyek material dari ilmu pengetahuan. Obyek material ilmu pengetahuan adalah hal-
hal atau benda-benda empiris.
landasan epistemologis dari ilmu pengetahuan berarti pembahasan atau analisis tentang
proses tersusunnya ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan disusun melalui proses yang
disebut metode ilmiah. Pembahasan mengenai landasan aksiologis dari ilmu pengetahuan
berarti pembahasan atau analisis tentang penerapan hasil-hasil temuan ilmu pengetahuan.
Penerapan ilmu pengetahuan dimaksudkan untuk memudahkan pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan dan demi keluhuran hidup manusia.
2. Ilmu secara nyata dan khas adalah suatu aktivitas manusiawi, yakni perbuatan
melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia. Ilmu tidak hanya satu aktivitas
tunggal saja, melainkan suatu rangkaian aktivitas sehingga merupakan sebuah proses.
Rangkaian aktivitas itu bersifat rasional, kognitif, dan teleologis.
1. Rasional
Aktivitas rasional berarti kegiatan yang mempergunakan kemampuan pikiran
untuk menalar yang berbeda dengan aktivitas berdasarkan perasaan dan naluri. Ilmu
menampakkan diri sebagai kegiatan penalaran logis dari pengamatan empiris.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan
yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang
berfikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya bersumber pada
pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran
menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan berpikir bukan dengan perasaan,
meskipun seperti itu dikatakan Pascal, hati pun mempunyai logika tersendiri.
Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berfikir
menyandarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berfikir yang
mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Berpangkal pada hasrat kognitif dan kebutuhan intelektualnya, manusia
melakukan rangkaian pemikiran dan kegiatan rasional dengan lingkungan atau
masyarakat yang kemudian melahirkan ilmu.
2. Kognitif
Pada dasarnya ilmu adalah sebuah proses yang bersifat kognitif, bertalian dengan
proses mengetahui dan pengetahuan. Proses kognitif (cognition) adalah suatu rangkaian
aktivitas seperti pengenalan, penyerapan, pengkonsepsian, dan penalaran (antara lain)
yang dengannya manusia dapat mengetahui dan memperoleh pengetahuan tentang suatu
hal.
Menurut Piaget menyatakan bahwa di dalam diri individu terjadi adaptasi terhadap
lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
a. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya;
proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat
subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi
yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya.
Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses
asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian
skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu
dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian
orang itu berkembang. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label
“burung” adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
b. Akomodasi
3. Teleologis
Ilmu selain merupakan sebuah proses yang bersifat rasional dan kognitif, juga
bercorak teleologis, yakni mengarah pada tujuan tertentu karena para ilmuwan dalam
melakukan aktivitas ilmiah mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Ilmu
melayani sesuatu tujuan tertentu yang diinginkan oleh setiap ilmuwan. Dengan
demikian, ilmu adalah aktivitas manusiawi yang bertujuan. Tujuan ilmu itu dapat
bermacam-macam sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masing-masing ilmuwan.
[2]
The Liang Gie memberikan pengertian ilmu sebagai aktivitas penelitian perlu
diurai lebih lanjut agar dapat dipahami berbagai unsur dan cirinya yang lengkap.
Penelitaian sebagai suatu rangkaian aktifitas mengandung prosedur tertentu, yakni
serangkaian cara dan langkah tertib yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan
pola ini dalam dunia keilmuan disebut metode, untuk menegaskan bidang keilmuan
itu seringkali dipakai istilah “metode ilmiah”. Jadi, Ilmu sebagai prosedur atau ilmu
sebagai metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup pikiran, pola kerja, tata
langkah, dan cara teknik untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Oleh karena itu, bisa
dikatakan ilmu sebagai prosedur berarti ilmu merupakan kegiatan penelitian yang
menggunakan metode ilmiah.
Menurut The World of Science Encyclopedia, metode ilmiah ialah prosedur
yang digunakan oleh ilmuwan dalam mencari secara sistematis pengetahuan baru dan
peninjauan kembali pengetahuan yang ada. Dari berbagai definisi yang pernah
dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa metode ilmiah pada umumnya menyangkut
empat hal yakni: pola prosedural, tata langkah, teknik-teknik, dan alat-alat.
Menurut Stanlay dan Thomas C. Hunt menjelaskan bahwa metode dalam
mencari pengetahuan ada tiga
1. Rasionalisme
Plato memberikan gambaran klasik dari rasionalisme. Dia berdalil bahwa untuk
mempelajari sesuatu, seorang harus menemukan kebenaran yang sebelumnya belum
diketahui. Semua prinsip-prinsip dasar dan bersifat umum sebelumnya sudah ada
dalam pikiran manusia. Pengalaman indra paling banyak hanya merangsang ingatan
dan membawa kesadaran terhadap pengetahuan yang selama itu sudah ada dalam
pikiran. Menurut Plato kenyataan dasar terdiri dari ide atau prinsip.
Sedangkan menurut Descrates, dia menganggap bahwa pengetahuan memang
dihasilkan oleh indra, tetapi karena dia mengakui bahwa indra itu bisa menyesatkan
(seperti dalam mimpi dan hayalan), maka dia terpaksa mengambil kesimpulan bahwa
data keindraan tidak dapat diandalkan
Dari penjelasan di atas terdapat beberapa kritik yang ditujukan pada kaum
rasionalisme. Diantaranya adalah:
a. Pengetahuan rasional dibentuk oleh yang tidak dapat dilihat maupun diraba.
Sehingga eksistensi tentang idea yang bersifat sudah pasti maupun bawaan itu sendiri
belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan kekuatan dan keyakinan yang
sama.
b. Banyak diantara manusia yang berpikiran jauh merasa bahwa mereka menemukan
kesukaran yang besar dalam menerapkan konsep rasional kepada masalah kehidupan yang
praktis.
c. Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan
manusia selama ini.
2. Empirisme
Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia
berkata “tunjukkan hal itu kepada saya“. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus
diyakinkan oleh pengalamannya sendiri.
Orang-orang empiris berpendapat bahwa kita dilahirkan tidak mengetahui sesuatupun.
Apapun yang kita ketahui itu berasal dari kelima panca indra kita. John Locke bapak
empirisme mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan
sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa), dan di dalam buku catatan itulah di
catat pengalaman-pengalaman indrawi. Sehingga ia memandang akal sebagai jenis
tempat penampungan, yang secara pasif menerima hasil-hasil pengindraan tersebut.
Sehingga bisa dikatan bahwa kelompok empiris melihat bahwa pemahaman manusia
hanya terbatas pada pengalamannya.
Empirisme juga mendapatkan kritik, yang antara lain:
a. Empirisme didasarkan kepada pengalaman. Namun, jika dianalisis secara kritis maka
“pengalaman” merupakan pengertian yang terlalu samar untuk dijadikan dasar bagi sebuah
teori yang sistemis.
b. Sebuah teori yang sangat menitikberatkan pada persepsi panca indra yang kiranya
melupakan kenyataan bahwa panca indra manusia adalah terbatas dan tidak sempurna.
Panca indra kita sering menyesatkan. Empirisme tidak mempunyai perlengkapan untuk
membedakan antara hayalan dan fakta.
c. Empirisme tidak memeberikan kita kepastian. Apa yang disebut pengetahuan
yang mungkin, dalam pengertian di atas, sebenarnya merupakan pengetahuan yang
seluruhnya diragukan.
3. Keilmuan
Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode
induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan, di jelaskan bahwa empirisme
merupakan epistemology yang telah mencoba menjadikan alat indra berperan dalam
pengamatan untuk memperoleh keterangan tentang pengetahuan ilmiah. Memang
terdapat beberapa alasan untuk mendukung penilaian yang populer ini, karena ilmuan
mengumpulkan fakta-fakta yang tertentu, melakukan pengamatan dan
mempergunakan data indrawi. Walaupun demikian analisis yang mendalam terhadap
metode keilmuan akan menyingkap kenyataan, bahwa apa yang dilakukan oleh
ilmuan dalam usahanya mencari pengetahuan lebih tepat digambarkan sebagai suatu
kombinasi antara prosedur empiris dan rasional. Secara sederhana, dapat dikatakan
bahwa metode keilmuan adalah satu cara dalam memperoleh pengetahuan. Dengan
demikian maka berkembanglah metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir
deduktif dengan induktif yang merupakan pertemuan antara empirisme dan
rasionalisme.
Hal ini dilakukan para ahli filsafat untuk membedakan antara mana
pengetahuan yang dianggap ilmiah dan mana yang bukan. Sehingga munculah metode
ilmiah, sebagai jawabannya. Disiplin yang menerapkan karakteristik ilmiah akan
menghasilkan pengetahuan ilmiah, sehingga yang tidak menerapkan metode ilmiah ini,
pengetahuannya bisa dianggap bukan merupakan pengetahuan ilmiah.
Metode ini juga masih mendapatkan kritik, yang antara lain:
a. Metode keilmuan membatasi secara begitu saja mengenai apa yang dapat diketaui
manusia, yang hanya berkisar pada benda-benda yang dapat dipelajari dengan alat dan
teknik keilmuan.
b. Ilmu memperkenankan tafsiran yang banyak terhadap suatu benda atau kejadian.
Tiap tafsiran bisa saja benar sejauh apa yang dikemukakan. Berbagai hipotesis bisa
saja diajukan, sehingga kesatuan dan konsistensi dari pengetahuan keilmuan ternyata
tidak sejelas apa yang kita duga.
c. Pengetahuan keilmuan, meskipun sangat tepat, tidaklah berarti bahwa hal ini
merupakan keharusan. Karena pengetahuan keilmuan hanyalah pengetahuan yang
mungkin dan secara tetap harus terus menerus berubah. karena ilmu menyadari bahwa dia
tidak mampu untuk menyediakan pengetahuan yang pasti dan lengkap, yang tidak
terjangkau oleh kegiatan keilmuan.[3]
Ciri obyektif ilmu berarti bahwa pengetahuan ilmiah bebas dari rasangka
perseorangan (personal bias) dan pamrih pribadi. ilmu arus berisi data yang
menggambarkan secara tepat gejala-gejala. ilmu berciri analitis artinya ilmu
melakukan pemilahan-pemilahan atas pokok soal ke dalam bagian-bagian untuk
mengetahui sifat dan hubungan bagian-bagian tersebut. Ciri verifikatif ilmu berarti
bahwa tujuan yang ingin dicapai ilmu ialah kebenaran ilmiah. Kebenaran ini dapat
berupa kaidah-kaidah atau azas-azas yang universal. Dengan demikian, manusia dapat
membuat ramalan dan menguasai alam. Sebagai produk dari usaha berfikir ilmiah,
ilmu pengetahuan sudah pasti berlandaskan pada landasan yang jelas. Obyektivitas
yang tertuju kepada kebenaran merupakan landasan tetap yang menjadi pola dasar
ilmu pengetahuan itu tanpa mengesampingkan nilai-nilai hidup kemanusiaan. Sebab,
nilai-nilai kemanusiaan adalah dasar, latar belakang dan tujuan dari kegiatan
keilmuan. Dalam artian bahwa ilmu pengetahuan itu sama sekali tidak bebas nilai dan
tetap mempertimbangkan terpeliharanya nilai-nilai kemanusiaan.
3.