Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FILSAFAT SAINS

STRUKTUR ILMU DALAM PENDIDIKAN SAINS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu


Mata Kuliah : Filsafat Sains
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Wahidin, M.Pd

Disusun Oleh:
Santi Nurfadhillah S.
1413162041
Biologi-B/ VII

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI KOTA CIREBON
2016
PENDAHULUAN

Secara umum, manusia memiliki rasa ingin tahu yang besar dan sulit untuk
terpuaskan. Apabila satu atau beberapa kebutuhannya tercapai, maka dia akan
berkeinginan untuk meraih kebutuhan lain yang lebih tinggi.

Untuk memuaskan rasa ingin tahunya, maka manusia melakukan berbagai


usaha baik usaha dengan sadar maupun tanpa sadar. Usaha yang dilakukan tanpa
kesadaran (maksudnya tanpa rancangan atau langkah yang jelas), antara lain melalui
praduga, trial and error, dan lain-lain, dikenal bukan sebagai suatu ilmu melainkan
hanya sebagai pengetahuan (knowledge) saja, sedangkan upaya yang secara sadar
dilakukan dengan mengandalkan proses berpikir (penalaran) dengan langkah yang
tertentu yakni dilakukan melalui penelitian, melalui uji coba, ini dikenal sebagai suatu
ilmu (science).

Dalam sejarah perkembangan ilmu, peran Filsafat Sains dalam struktur


bangunan keilmuan tidak bisa disangsikan. Sebagai landasan filosofis bagi tegaknya
suatu ilmu, mustahil para ilmuan menafikan peran filsafat ilmu dalam setiap kegiatan
keilmuan.

Selama ini, bangunan keilmuan pada lingkungan akademik bukan sama sekali
tidak memiliki landasan filosofis. Ilmu logika baik logika tradisonal, yang bercirikan
bahasa dan pola pikir deduktif, maupun logika modern (yang juga dikenal dengan
logika saintifika) dengan pola induktif dan simbol-simbolnya, jelas tidak sedikit
peranannya dalam membangun wawasan ilmiah akademik.

Namun, peran ilmu logika dewasa ini dirasakan tidak mencukupi, karena
beberapa keterbatasan yang ada dalam ilmu tersebut. Terlihat dalam karakteristiknya,
yakni formalisme, naturalisme, saintisme, instrumentalisme. Karenanya, Filsafat Ilmu
dianggap sebagai satu-satunya pola pikir yang bisa dipertanggungjawabkan.

Berbeda dengan ilmu logika, Filsafat Ilmu menawarkan banyak pola pikir
dengan memperhatikan kondisi objek dan subjek ilmu, bahkan pola pikir logika
sebagai bagian dalamnya. Untuk lebih jelasnya, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai Struktur Ilmu dalam pendidikan sains.
ISI
STRUKTUR ILMU DALAM PENDIDIKAN SAINS

A. Pengertian Struktur Ilmu


1. Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab “alima” sama dengan kata dalam bahasa
Inggris “Science” yang berasal dari bahasa Latin “Scio” atau “Scire” yang
kemudian di Indonesiakan menjadi Sains. Jujun (2005: 93) mengatakan bahwa
“Pengetahuan yang di proses menurut metode ilmiah dan memenuhi syarat-syarat
keilmuan disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu.” Beliau juga menjelaskan bahwa
ilmu pada dasarnya adalah kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan
berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian
tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada.
“Sekiranya kita mengetahui salah satu penyebab banjir dan longsor adalah hutan
yang gundul”, maka penjelasan yang semacam ini akan memungkinkan kita
melakukan upaya untuk mencegah banjir, dengan menjaga dan melestarikan hutan
supaya tidak gundul. Dengan demikian dapat kita ambil satu kesimpulan tentang
fungsi dari ilmu yaitu menjelaskan, meramal dan mengontrol.

2. Struktur
Struktur adalah perangkat unsur yang diantaranya ada hubungan yang
bersifat ekstrinsik, unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang
bersifat intuitif, (Ahmad, 2008: 19).
Jadi, Struktur ilmu pengetahuan adalah suatu kumpulan pengetahuan
sistematik terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan atau
dikoordinasikan agar dapat menjadi dasar teoritis atau memberikan penjelasan
termaksud, (Gie, 2000: 139).
Struktur ilmu dalam filsafat ilmu merupakan bagian yang penting
dipelajari mengingat ilmu merupakan suatu bangunan yang tersusun, bersistem
dan kompleks. Melalui ilmu kita dapat menjelaskan, meramal dan mengontrol
setiap gejala-gejala alam yang terjadi. Tujuan akhir dari disiplin keilmuan yaitu
mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh dan konsisten.
B. Objek Ilmu Pengetahuan
Objek ilmu pengetahuan yaitu objek-objek yang empiris berdasarkan
pada pengalaman. Jujun (2005: 105) menyatakan bahwa objek kajian sains (ilmu
pengetahuan) hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia.
Yang dimaksud pengalaman disini adalah pengalaman indera.
Objek kajian ini haruslah objek yang empiris, sebab bukti–bukti yang
harus ditemukan adalah bukti-bukti yang empiris (berdasar pengalaman yang
diperoleh dari percobaan-percobaan). Bukti empiris ini kemudian diperlukan untuk
menguji bukti rasional yang telah dirumuskan dalam hipotesis (sesuatu/teori yang
dianggap benar).
Objek yang dapat diteliti dalam sains (ilmu pengetahuan) banyak
sekali, seperti alam, tumbuhan, hewan, manusia, serta kejadian-kejadian disekitarnya.
Dari penelitian itulah muncul teori teori sains. Teori-teori itu dikelompokan menurut
cabang-cabang sains, teori-teori yang telah berkelompok itu kemudian disebut
struktur sains (struktur ilmu pengetahuan).

C. Struktur Ilmu Pengetahuan


1. Metode ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan
yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui
metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmu sebab ilmu merupakan
pengetahuan yang cara mendapatkan harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang
mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Seperti diketahui berfikir adalah
kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode ilmiah merupakan
ekspresi mengenai cara bekerja pikiran, dengan cara bekerja ini maka
pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik tertentu yang
diminta oleh ilmu pengetahuan yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan
pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan.

2. Teori
Teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang
terdapat dalam dunia fisik tersebut.
3. Hipotesis
Hipotesis adalah pernyatan sementara tentang yang diajukan dalam
bentuk dugaan atau teori, yang merupakan dasar dalam menjelaskan kemungkinan
hubungan tersebut.

4. Logika
Penalaran merupakan suatu proses berfikir yang membuahkan
pengetahuan. Agar pengetahuan dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar
kebenaran, maka proses berfikir itu harus dilakukan dengan cara tertentu.

5. Data Informasi
Tahapan ini merupakan suatu yang dominan dalam metode keilmuan.
Disebabkan oleh banyaknya kegiatan keilmuan yang diarahkan kepada
pengumpulan data, maka banyak orang yang menyamakan keilmuan dengan
pengumpulan fakta. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk
pernyataan-pernyataan. Penyusunan dan klasifikasi data tahapan metode keilmuan
ini, menekankan kepada penyusunan kata dalam kelompok-kelompok, jenis-jenis
dan kelas-kelas. Dalam sebuah cabang ilmu usaha untuk mengidentifikasi,
menganalisa, membadingkan, dan membedakan fakta-fakta yang tergantung
kepada adanya klasifikasi yang disebut taksonomi dan ilmuan modern terus
berusaha untuk menyempurnakan taksonomi untuk bidang keilmuan mereka.

6. Pembuktian
Langkah selanjutnya setelah menyusun hipotesis adalah menguji
hipotesis tersebut. Dengan mengonfrontasikannya atau menghadapkannya dengan
dunia fisik yang nyata. Tidak jarang pula beberapa pembuktian ilmiah
membutuhkan alat yang rumit sekali sehingga hipotesis baru dapat dibuktikan
beberapa waktu setelah ditemukan alat yang dapat membantu mengumpulkan
fakta yang dibutuhkan.
Pengujian kebenaran dalam ilmu berarti menguji hipotesis dengan
pengamatan kenyataan yang sebenarnya. Dalam hal ini maka keputusan terakhir
terletak pada fakta.
7. Evaluasi
Evaluasi dalam hal ini adalah menarik kesimpulan yang merupakan
penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
Sekiranya dalam proses menguji hipotesis tidak terdapat fakta yang cukup
mendukung maka hipotesis itu ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian
dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah teruji kebenarannya.

8. Pradigma
Secara umum pengertian pradigma adalah seperangkat keyakinan atau
dasar yang menuntut tindakan seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kaitannya dengan pengetahuan dan metode ilmiah, The
Liang Gie (2000: 140) menyatakan bahwa ilmu adalah kesatuan antara
pengetahuan, aktivitas, dan metode. Ketiga hal tersebut merupakan kesatuan logis
yang harus ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas, aktivitas
harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu
mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan dan interaksi di antara
aktivitas, metode, dan pengetahuan menyusun suatu ilmu. Hubungan ketiganya
dapat digambarkan dengan uraian sebagai berikut:
”Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Sesuatu
yang ilmiah itu mempunyai sifat tidak absolut. Kebenaran ilmiahnya terbatas
hingga sesuatu yang ilmiah dapat disangkal atau disanggah dan diperbaiki”, (Gie,
2000: 140).
Ilmu sebagai sekumpulan pengetahuan sistematik terdiri dari
komponen-komponen yang saling berkaitan agar dapat menjadi dasar teori dan
memberi penjelasan yang sesuai. Saling keterkaitan diantara segenap komponen
itu juga merupakan struktur dari pengetahuan ilmiah, (Gie, 2000: 141).

D. Jenis-jenis Ilmu Pengetahuan


Sehubungan dengan adanya berbagai sumber, sifat-sifat, karakter dan
susunan ilmu pengatahuan, maka dalam pandangan tentang ilmu pengetahuan itu
orang mengutarakan pembagian ilmu pengetahuan (classification). Ini tergantung
kepada cara dan tempat para ahli itu meninjaunya. Menurut pembagian klasik, maka
ilmu pengetahuan dibedakan atas:
1. Natural Sciences (kelompok ilmu-ilmu alam)
2. Social Sciences (kelompok ilmu-ilmu sosial)
Sedangkan Dr. C. A. Van Peurson dalam Alex Lanur (1993:73)
membedakan ilmu pengetahuan atas:
1. Ilmu pengetahuan kemanusiaan
2. Ilmu pengetahuan alam
3. Ilmu pengetahuan hayat
4. Ilmu pengetahuan logik-deduktif
Menurut Jalaluddin (2013: 63) di dalam Undang-Undang Pokok
Pendidikan tentang Perguruan Tinggi Nomor 22 Tahun 1961 pasal 7 ayat 2-5 di
Indonesia mengklasifikasikan ilmu pengetahuan atas empat kelompok sebagai berikut:
1. Ilmu Agama/Kerohanian, yang meliputi ilmu agama dan ilmu jiwa.
2. Ilmu Kebudayaan, yang meliputi ilmu sastra, ilmu sejarah, ilmu pendidikan, dan
ilmu filsafat.
3. Ilmu Sosial, yang meliputi ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu sosial politik, ilmu
ketatanegaraan dan ketataniagaan.
4. Ilmu Eksakta dan Teknik, yang meliputi ilmu hayat, ilmu kedokteran, ilmu
farmasi, ilmu kedokteran hewan, ilmu pertanian, ilmu pasti alam, ilmu teknik,
ilmu geologi dan ilmu oceanografi.
Burhanuddin Salam (2005: 20-24) mengemukakan bahwa pengklasifikasian ilmu
pengetahuan menurut subjek dan objeknya yaitu:
1. Menurut Subjeknya
a. Teoritis
1) Nomotetis: ilmu yang menetapkan hukum-hukum yang universal berlaku,
mempelajari objeknya dalam keabstrakan dan mencoba menemukan
unsur-unsur yang selalu terdapat kembali dalam segala pernyataan yang
konkrit bilamana dan dimana saja. Misalnya, ilmu alam, ilmu kimia,
sosiologi, ilmu hayat.
2) Ideografis (ide: cita-cita, grafis: lukisan), ilmu yang mempelajari objeknya
dalam konkrit menurut tempat dan waktu tertentu, dengan sifat-sifatnya
yang menyendiri (unik), misalnya: ilmu sejarah, etnografi (ilmu bangsa-
bangsa), sosiografi, dan sebagainya.
b. Praktis (Applied Science/ Ilmu Terapan): Ilmu yang langsung ditujukan kepada
pemakaian atau pengalaman pengetahuan itu, jadi menentukan bagaimanakah
orang harus berbuat sesuatu. Maka ini pun diperinci lebih lanjut yaitu:
1) Normatif, ilmu yang memesankan bagaimanakah kita harus berbuat,
membebankan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan, misalnya:
etika (filsafat kesusilaan/ filsafat moral).
2) Positif (“applied” dalam arti sempit): ilmu yang mengatakan
bagaimanakah orang harus berbuat sesuatu, mencapai hasil tertentu,
misalnya: ilmu pertanian, ilmu teknik, ilmu kedokteran dan sebagainya.

2. Menurut Objeknya (terutama objek formalnya atau sudut pandangnya)


a. Universal/ umum: meliputi keseluruhan yang ada, seluruh hidup manusia,
misalnya: Teologi/agama dan Filsafat.
b. Khusus: hanya mengenai salah satu lapangan tertentu dari kehidupan manusia,
jadi objek terbatas, hanya ini saja atau itu saja. Inilah yang biasa disebut “ Ilmu
Pengetahuan ”. ini diperinci lagi atas:
1) Ilmu-ilmu alam (natural science, natuurwetenscappen): yang mempelajari
barang-barang menurut keadaannya di alam kodrat saja, terlepas dari
pengaruh manusia dan mencari hukum-hukum yang mengatur apa yang
terjadi di dalam alam, jadi terperinci lagi menurut objeknya, misalnya:
ilmu alam, ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu hayat, dan sebagainya.
2) Ilmu pasti (Mathematics), yang memandang barang-barang, terlepas dari
isinya hanya menurut besarnya. Jadi mengadakan abstraksi barang-barang
itu. Ilmunya dijabarkan secara logis berpangkal pada beberapa asas-asas
dasar (axioma). Misalnya, ilmu pasti, ilmu ukur, ilmu hitung, ilmu
aljabar,dsb.
3) Ilmu-ilmu kerohanian/kebudayaan (Geisteswissen-schaf-ten/social-
science). Ilmu yang mempelajari hal-hal dimana jiwa manusia memegang
peranan yang mementukan. Yang dipandang bukan barang-barang seperti
di alam dunia, terlepas dari manusia, melainkan justru sekedar mengalami
pengaruh dari manusia. Dan karena manusia berbuat dengan berdasarkan
kekuatan jiwanya dan jiwa dalam Bahasa Jerman disebut “Geist”, maka
gerombolan ilmu-ilmu yang memandang perbuatan manusia dan hasil-
hasil kegiatannya itu disebut “Geisteswissenscaften”. Misalnya: ilmu
sejarah, ilmu mendidik, ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu sosiologi, ilmu
Bahasa, dan sebagainya.

E. Sifat-sifat Ilmu Pengetahuan


Sejarah membuktikan, bahwa dengan metode ilmu, akan membawa manusia
kepada kemajuan dalam pengetahuannya. Kemajuan dalam pengetahuan yang
dihasilkan oleh ilmu itu memungkinkan, karena beberapa sifat, atau ciri khas yang
dimiliki oleh ilmu. Dalam hal ini, Randall (1983) yang terdapat dalam Salam (2005:
25) mengemukakan beberapa ciri umum dari ilmu, di antaranya:
1. Hasil ilmu sifatnya akumulatif dan merupakan milik bersama. Artinya, hasil
daripada ilmu yang telah lalu dapat dipergunakan untuk penyelidikan dan
penemuan hal-hal yang baru, dan tidak menjadi monopoli bagi yang
menemukannya saja, setiap orang dapat menggunakan, memanfaatkan hasil
penyelidikan atau hasil penemuan orang lain.
2. Hasil ilmu, kebenarannya tidak mutlak, dan bisa terjadi kekeliruan, karena yang
menyelidikinya adalah manusia. Namun yang perlu diketahui, kesalahan-
kesalahan itu bukan karena metodenya, melainkan terletak pada manusia yang
menggunakan metode tersebut.
3. Ilmu itu objektif, artinya prosedur cara penggunaan mtode ilmu tidak tergantung
kepada yang menggunakannya, tidak tergantung kepada pemahaman secara
pribadi. Berbeda dengan prosedur otoritas dan intuisi, yang tergantung kepada
pemahaman secara pribadi.

F. Bentuk-Bentuk Ilmu Pengetahuan


Pengetahuan ilmiah mempunyai empat bentuk, yaitu:
1. Deskripsi
Merupakan kumpulan pernyataan bercorak deskriptif dengan memberikan
pemerian mengenai bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal terperinci lainnya dari
fenomena yang bersangkutan.
2. Preskripsi
Merupakan kumpulan pernyataan bercorak preskriptif dengan memberikan
petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu
berlangsung atau sebaiknya dilakukan dalam hubungannya dengan objek
sederhana itu. Bentuk ini dapat dijumpai pada cabang-cabang ilmu sosial, ilmu
administrasi,dan lain-lain.
3. Eksposisi pola
Bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola
dalam sekumpulan sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena
yang ditelaah.
4. Rekonstruksi Historis
Bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yang berusaha menggambarkan
atau menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang diperlukan pertumbuhan
sesuatu hal pada masa lampau yang jauh lebih baik secara alamiah atau karena
campur tangan manusia, (Muhadjir, 2011: 17-18).
Pada cabang-cabang ilmu lainnya yang lebih dewasa, selain empat bentuk pernyataan
tersebut terdapat pula proposisi-proposisi yang menurut Ihsan (2014) dapat dibedakan
menjadi tiga ragam, yaitu:
1. Asas ilmiah
Suatu asas atau prinsip adalah sebuah proposisi yang mengandung kebenaran
umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati. Sebuah prinsip dalam ilmu
sosial misalnya ialah prinsip gaji yang sama yang dapat dijadikan suatu pedoman
yang benar dalam pengangkatan para pegawai dan adminitrasi penggajian.
2. Kaidah ilmiah
Suatu kaidah atau hukum dalam pengetahuan ilmiah adalah sebuah proposisi
yang mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang dapat diperiksa
kebenarannya diantara fenomena sehingga umumnya berlaku pula untuk berbagai
fenomena yang sejenis. Conohnya ialah hukum gaya berat yang terkenal dari
Newton dan Boyle dalam ilmu kimia bahwa volume suatu gas berubah secara
terbalik dengan tekanan bilamana suhu tetap dipertahankan sama.
3. Teori Ilmiah
Suatu teori dalam scientific knowledge adalah sekumpulan proposisi yang
saling berkaitan secara logis untuk memberi penjelasan mengenai sejumlah
fenomena. Misalnya, mengenai teori Darwin tentang evolusi organisme hidup
yang menerangkan bahwa bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan primitif dalam
perkembangan secara evolusioner sepanjang masa.
KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa:


1. Struktur ilmu pengetahuan adalah suatu kumpulan pengetahuan sistematik terdiri dari
komponen-komponen yang saling berkaitan atau dikoordinasikan agar dapat menjadi
dasar teoritis.
2. Objek yang dapat diteliti dalam sains (ilmu pengetahuan) banyak sekali, seperti alam,
tumbuhan, hewan, manusia, serta kejadian-kejadian disekitarnya.
3. Struktur Ilmu Pengetahuan yaitu metode ilmiah, teori, hipotesis, logika/penalaran,
data informasi, pembuktian, evaluasi dan pradigma.
4. Ilmu pengetahuan terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya menurut Undang-
Undang Pokok Pendidikan tentang Perguruan Tinggi Nomor 22 Tahun 1961 pasal 7
ayat 2-5 di Indonesia mengklasifikasikan ilmu pengetahuan atas empat yaitu
kelompok Ilmu Agama/Kerohanian, Ilmu Kebudayaan, Ilmu Sosial, Ilmu Eksakta
dan Teknik.
5. Sifat / ciri dari ilmu, yaitu hasil ilmu sifatnya akumulatif dan merupakan milik
bersama, hasil ilmu, kebenarannya tidak mutlak, dan bisa terjadi kekeliruan, karena
yang menyelidikinya adalah manusia dan Ilmu bersifat objektif.

6. Pengetahuan ilmiah mempunyai empat bentuk, yaitu deskripsi, preskripsi, eksposisi


pola, dan rekonstruksi historis
DAFTAR PUSTAKA

Gie, The Liang. 2000. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.


Jalaluddin. 2013. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Bandung: Rajagrafindo.
Lanur, Alex. 1993. Hakikat Pengatahuan dan Cara Kerja Ilmu-Ilmu. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Noeng, Muhadjir. 2011. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Rake Sarosin.
Salam, Burhanuddin. 2005. Pengantar filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun.S. 2005. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar
Harapan.
Syafi’I, Inu Kencana. 2004. Pengantar Filsafat. Bandung: Rafika Aditama.
Tafsir, Ahmad. 2008. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ihsan. Ahmad. 2014. Struktur Ilmu Pengetahuan. [On line] Tersedia: http://ladangilmu.
blogspot.com diakses tanggal 26 Oktober 2016 pukul 20:53 WIB

Anda mungkin juga menyukai