Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada awalnya yang pertama muncul adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus merupakan
bagian dari filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat merupakan induk atau ibu dari semua
ilmu (mater scientiarum). Karena objek material filsafat bersifat umum yaitu seluruh kenyataan,
pada hal ilmu-ilmu membutuhkan objek khusus. Hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu dari
filsafat.
Dalam perkembangan berikutnya, filsafat tidak saja dipandang sebagai induk dan sumber
ilmu, tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, yang juga mengalami spesialisasi.
Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak mencakup keseluruhan, tetapi sudah menjadi sektoral.
Contohnya filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan
filsafat yang sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu. Dalam konteks
inilah kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan untuk dikaji dan didalami (Bakhtiar,
2005).
Meskipun pada perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, ini
tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus. Dengan ciri
kekhususan yang dimiliki setiap ilmu, hal ini menimbulkan batas-batas yang tegas di antara
masing-masing ilmu. Dengan kata lain tidak ada bidang pengetahuan yang menjadi penghubung
ilmu-ilmu yang terpisah. Di sinilah filsafat berusaha untuk menyatu padukan masing-masing
ilmu. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yang
didasarkan atas pengalaman kemanusian yang luas.
Ada hubungan timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang
memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah apabila pembahasannya tidak ingin dikatakan
dangkal dan keliru. Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan yang
berupa fakta-fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafati yang tepat sehingga
sejalan dengan pengetahuan ilmiah (Siswomihardjo, 2003).
Akumulasi penelaahan empiris dengan menggunakan rasionalitas yang dikemas melalui
metodologi diharapkan dapat menghasilkan dan memperkuat ilmu pengetahuan menjadi semakin
rasional. Akan tetapi, salah satu kelemahan dalam cara berpikir ilmiah adalah justru terletak pada

1
penafsiran cara berpikir ilmiah sebagai cara berpikir rasional, sehingga dalam pandangan yang
dangkal akan mengalami kesukaran membedakan pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan yang
rasional. Oleh sebab itu, hakikat berpikir rasional sebenarnya merupakan sebagian dari berpikir
ilmiah sehingga kecenderungan berpikir rasional ini menyebabkan ketidakmampuan
menghasilkan jawaban yang dapat dipercaya secara keilmuan melainkan berhenti pada hipotesis
yang merupakan jawaban sementara.
Berfilsafat sesungguhnya dilakukan dalam masyarakat. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa pada hakekatnya filsafat pun membantu masyarakat dalam memecahkan masalah-masalah
kehidupan. Salah satu tujuan tulisan ini adalah menunjukkan bantuan apa yang dapat diberikan
filsafat kepada hidup masyarakat.
Selain filsafat, ilmu-ilmu pengetahuan pun pada umumnya membantu manusia dalam
mengorientasikan diri dalam dunia. Akan tetapi, ilmu-ilmu pengetahuan, seperti biologi, kimia,
fisiologi, ekonomi, dan lain sebagainya secara hakiki terbatas sifatnya. Untuk menghasilkan
pengetahuan yang setepat mungkin, semua ilmu tersebut membatasi diri pada tujuan atau bidang
tertentu. Untuk meneliti bidang itu secara optimal, ilmu-ilmu semakin mengkhususkan metode-
metode mereka.
Dengan demikian, ilmu-ilmu tersebut tidak membahas pertanyaan-pertanyaan yang
menyangkut manusia sebagai keseluruhan dan sebagai kesatuan yang utuh. Padahal pertanyaan-
pertanyaan itu terus-menerus dikemukakan manusia dan sangat penting bagi praksis kehidupan
manusia.
Pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang apa arti dan tujuan hidup manusia, apa
kewajiban dan tanggung jawab saya sebagai manusia, atau pun pertanyaan tentang dasar
pengetahuan kita, tentang metode-metode ilmu-ilmu, dan lain sebagainya, tidak mampu
ditangani ilmu-ilmu pengetahuan. Padahal jawaban yang diberikan secara mendalam dapat
mempengaruhi penentuan orientasi dasar kehidupan manusia. Di sinilah filsafat memainkan
peranannya.
Adapun peengertian ilmu pengetahuan yaitu,seluruh usaha sadar yng
menyelidiki,menemukan,dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya,dan kepastian ilmu-ilmu
diperoleh dari keterbatasannya.

2
Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge) tetapi meragkum sekumpulan pengetahuan
berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat
metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Tulisan ini merupakan ulasan tentang filsafat, peranan dan kontribusi filsafat berhadapan
dengan ilmu-ilmu pengetahuan, serta bagaimana filsafat membantu masyarakat menemukan
jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan fundamental yang dapat mempengaruhi kehidupan
manusia. Tulisan ini juga mengulas tentang hubungan filsafat dengan kebenaran.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ilmu dan Pengetahuan
Ilmu adalah pengetahuan,tetapi tidak semua pengetahuan adalah ilmu. Mengapa
demikian? Agar jelas perbedaannya. Perhatikan pengertian dari pengetahuan dan ilmu.
Pengetahuan adalah pembentukan pemikiran asosiatif yang menghubungkan atau
menjalin sebuah pikiran dengan kenyataan atau dengan pikiran lain berdasarkan pengalaman
yang berulang-ulang tanpa pemahaman mengenai kausalitas (sebab-akibat) yang hakiki dan
universal.
Ilmu adalah akumilasi pengetahuan yang menjelaskan kausalitas (hubungan sebab-akibat)
dari suatu objek menurut metode-metode tertentu yang merupakan suatu kesatuan sistematis.
Dari kedua pengertian tersebut jelas bahwa pengetahuan bukan hanya ilmu. Pengetahuan
merupakan bahan utama bagi ilmu. Selain itu ternyata bahwa pengetahuan tidak menjawab
pertanyaan dari adanya kenyataan itu. Sebagai mana dapat dojawab oleh ilmu. Dengan lain
perkataan,pengetahuan baru dapat menjawab tentang apa,sedangkan ilmu dapat menjawab
pertanyaan tentang mengapa dari kenyataan atau kejadian.
Lebih jauh,ilmu berusaha memahami akan sebagaimana danya. Hasil kegiatan keilmuan
merupakan alat untuk meramalkan (prediksi) dan mengendalikan (control) gejala-gejala alam.
Hal ini mudah dimengerti karena pengetahuan keilmuan merupakan sari penjelasan mengenaik
kejadian-kejadian di alam, yang bersifat umum dan impersonal.
Perbedaan antara pengetahuan keilmuan denga pengetahuan lainnya (misalnya seni dan
agama) dapat dilihat pula dari upaya-upaya mendapatkannya,yaitu sebagai berikut:
Gejala-gejala yang terdapat di alam semesta ditangkap oleh manusia melalui
pancainderanya,bahkan ada pula yang ditangkap oleh indera keenam (extrasensory) seperti
intuisi. Segala yang ditangkap melalui indera-inderanya dimasukkan ke dalam pikiran dan
perasaan manusia. Dengan segala keyakinan atau kepercayaan ditariklah kesimpulan-kesimpulan
yang benar. Kesimpulan yang benar ini akan merupakan pengetahuan (ilmu,seni dan agama).
Upaya mendapatkan pengetahuan dapat dibedakan antara upaya yang beersifat aktif dan pasif.
Upaya aktif yaitu upaya melalui penalaran pikiran dan perasaan,sedangkan upaya pasif yaitu
upaya melalui keyakinan atau kepercayaan terhadap kebenaran sesuatu yang diwartakan
(misalnya wahyu Tuhan melalui Nabi,ataupun pengetahuan dan ilmu yang lainnya).

4
Baik secara aktif maupun pasif,keyakinan atau kepercayaan itu memegang peran penting
untuk menyatakan dan menerima kebenaran (kesimpulan itu). Bedanya dalam upaya aktif orang
harus yakin atau percaya terlebih dahulu,sedangkan dalam upaya pasif tidak perlu yakin atau
percaya terlebih dahulu. Kesimpulan yang benar yang diperoleh melalui alur kerangka pikiran
logis (penalaran) adalah bersifat logis dan analitis,sedangkan yang diperoleh melalui persaan dan
yang hanya melalui keyakinan atau kepercayaan bersifat tidak logis dan tidak analitis. Dari hasil
penalaran logis dan analitis diperoleh pengetahuan yang disebut ilmu,sedangkan dari perasaan
dan keyakinan atau kepercayaan disebut pengetahua seni dan agama.
Dari uraian tersebut dapatlah diketahuan tentang kedudukan ilmu dalam pengetahuan
,dan perbedaan ilmu dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya keterangan lain menyatakan
bahwa upaya aktif untuk memperoleh pengetahuan keilmuan (pengetahuan ilmiah atau ilmu)
tidak dilakukan dengan semena-mena,melainkan menurut aturan-aturan atau metode-metode dan
teknik-teknik tertentu. Upaya semacam ini disebut penyelidikan (inquiry)baik empiric maupun
non empiric. Secara empiric dapat dilakukan dengan penelitian (research) atau dengan
pemeriksaan (investigation),dimana kedua-duanya mempergunakan prinsip-prinsip
observasi(pengamatan).
Sebelum menguraikan metode-metode dan teknik-teknik penelitian itu,perlu diketahui
sifat dan asumsi dasar serta komponen yang membangun ilmu itu sendiri.

B. Sifat-Sifat dan Asumsi Dasar Ilmu


Seperti telh disinggung,ilmu bertujuan untuk menjelaskan tentang segala yang ada dialam
semesta. Sifat pertama dari ilmu ialah bahwa ilmu menjelajah dunia empiric tanpa batas sejauh
dapat ditangkap oleh panca indera (dan indera lain). Namun karena kemampuan indera manusia
itu terbatas,maka sebagai sifat kedua ialah bahwa tingkat kebenaran yang dicapainya pun relative
atau tidak sampai kepada tingkat kebenaran yang mutlak. Sebagai sifat yang ketiga dari ilmu
ialah bahwa ilmu menemukan proposisi-proposisi (hubungan sebab akibat) yang teruji secara
empiric.
Sebagai asumsi dasar dari ilmu sehubungan dengan ketiga sifat tadi, iialah bahwa
pertama,dunia ini ada (manipulable). Asumsi kedua ialah bahwa fenomena-fenomena yang
ditangkap oleh indera manusia itu adalah berhubungan satu sama lain. Sedangkan asumsi yang
ketiga ialah percaya akan kemampuan indera-indera yang menangkap fenomena-fenomena itu.

5
Jadi dapat dikatakan bahwa ilmu merupakan balief system,artinya ilmu itu kebenarannya
didasarkan pada keyakinan atau kepercayaan,meskipun kebenarannya bersifat relative.
Yang terakhir harus diketahui ialah bahwa ilmu adalah pengetahuan yang sistematis,atau
ilmu itu merupakan suatu system. Jadi jelas bahwa ilmu itu mempunyai unsure-unsur atau
elemen-elemen sistematika yang berupa tindakan-tindakan fungsional yaitu merumuskan
masalah,mangamati dan mendeskripsi,menjelaskan,meramalkan dan mengontrol gejala-gejala
yang ada di alam semesta ini.

C. Komponen-Komponen Pembangunan Ilmu


Sebenarnya komponen ilmu yang hakiki adalah fakta dan teori,namun terdapat pula
komponen lain yang disebut fenomena dan konsep. Bagaimana kedudukannya dalam ilmu akan
dijelaskan secara procedural.
Fenomena (gejala atau kejadian) yang ditangkap indera manusia (karena dijadikan
masalah yang ingin diketahui) diabstraksikan dengan konsep-konsep. Konsep ialah istilah atau
symbol-simbol yang mengandung pengertian singkat dari fenomena. Dengan lain
perkataan,konsep merupakan penyederhanaan dari fenomena.
Konsep yang semakin mendasar akan sampai pada variable-variabel. Variable adalah
suatu sifat atau jumlah yang mempunyai nilai ketegorial,baik kualitatif maupun kuantitatif.
Semakin berkembang suatu ilmu semakin berkembang pula konsep-konsepnya untuk sampai
kepada variable-variabel dasar itu.
Malalui penelaahan yang terus-menerus maka ilmu akan sampai pada hubungan-
hubungan (relationship) yang merupakanan hasil akhir dari ilmu. Hubungan-hubungan yang
telah ditemukan dan ditunjang oleh data empiric disebut fakta. Ilmu merupakan fakta-
fakta,sedangkan jalinan fakta-fakta keseluruhannya disebut teori. Lebih jelasnya,dinyatakan
bahwa teori adalah jalinan fakta-fakta menururt meaningiull construct. Ini berarti bahwa teori
adalah seperangkat konsep,definisi,dan proposisi-proposisi yang berhubungan satu sama
lain.,yang menunjukkan fenomena secara sistematis,danbertujuan untuk menjelaskan
(explanation) dan meramalkan (prediction) fenomena-fenomena. Dengan demikian,jelas bahwa
teori bukan suatu spekulsi melainkan suatu konstruksi yang jelas,yang dibangun atas jalinan
fakta-fakta. Dengan demikian fakta mempunyai peranan dalam pijakan,formulasi dan penjelsan
teori,dengan perincian sebagai berikut:

6
1. Fakta memulai teori: teori berpijk pada satu-dua fakta hasil penemuan (discovery)
kadang-kadang dari fakta hasil penemuan yang tidak disengaja (secara
kebetulan,serendipity pattern),misalnya:
 Penemuan cendawan fenicillium yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri
fenicilin.
 Keluarnya cairan pancreas anjing menunjukkan simton diabetes,
 Radium akan menyingkapkan cahaya film jika ditembuskan pada obyek yang
tidak tembus cahaya,dan lain-lain.
Penemuan-penemuan tersebut mengembangkan teori/ilmu.
2. Fakta menolak dan mereformasi teori yang telah ada. Bila ada fakta yang belum
terjelaskan oleh teori,kita dapat menolak ataupun mereformasi teori itu sedemikian rupa
sehingga dapat menjelaskan fakta tersebut.
3. Facts redefine and clarify theory. Fakta-fakta dapat mendefinisikan kembali atau
memperjelas definisi-definisi yang ada dalam teori.

Teori mempunyai peranan dalam pengembangan ilmu,yaitu sebagaioriantasi,sebagai


konseptualisasi dan klasifikasi,secara generalisasi,sebagai peramal fakta,dan sebgai points to
gaps in our knowledge.
1. Teori sebagai orientasi: memberikan suatu orientasi kepada para ilmuwan sehingga
dengan teori tersebut dapat mempersempit cakupan yang akan ditelaah. Sedemikian rupa
sehingga dapat menentkan fakta-fakta mana yang diperlukan.
2. Teori sebagai konseptual dan klasifikasi: Dapat memberikan petunjuk tentang kejelasan
hubungan antara konsep-konsep dan fenomena atas dasar klasifikasi tertentu.
3. Teori sebagai generalisasi (summarizing): memberikan rangkauman terhadap generalissi
empiric dan antar hubungan dari berbagai proposisi (teorema:kesimpulan umum yang
didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu. Baik yang akan diuji maupun yang telah
diterima).
4. Teori sebagai peramal fakta: yang dimaksud dengan meramal ialah berpikir deduktif
dengan konsekuensi-konsekuensi logis (baik menurut waktu maupun tempat). Jadi teori
membuat prediksi-prediksi tentang adanya fakta,dengan cara membuat ekstrapolasi dari
yang sudah diketahui kepada yang belum diketahui.

7
5. Theory points to gaps in our knowledge: teori menunjukkan adanya senjang-senjang
dalam pengetahuan kita; “sepandai-pandai tupai melompat sekali akan gagal juga”:
sepandai-pandainya ahli teori tentu tidak dapan secara lengkap menyusun teori yang telah
menjadi pengetahuan itu, yang dengan demikian member kesempatan kepada kita untuk
menutup kesenjangan tadi, dengan melengkapi,menjelaskan dn mempertajamnya.
Dari keterangan-keterangan tersebut ternyata jalinan antara fakta dan teori (dan juga
sebaliknya) dan antara teori dengan ilmu merupakan jalinan yang erat,menurut keteraturan
suatu system.

D. Kebenaran Ilmu Pengetahuan


Kebenaran ilmu pengetahuan (lazim disebut kebenaran keilmuan atau kebenaran ilmiah)
adalah pengetahuan yang jelas dari suatu obyek materi yang dicapai menurut obyek forma (cara
pandang) tertentu dengan metode yang sesuai dan ditunjang oleh suatu system yang relevan.
Ada tiga teori pokok tentang kebenaran keilmuan yaitu :
 Teori saling hubungan (coherence theory)
Sering disebut teori konsistensi, karena menyatakan bahea kebenaran itu tergantung pada
adanya saling hubungan di antara ide-ide secara tepat, yaitu ide-ide yang sebelumnya
telah diterima sebagai kebenaran. Bradley mengatakan bahwa suatu proposisi itu
cenderung benar jika koheren dengn proposisi benar yang lain, atau jika arti yang
dikandungnya itu koheren dengan pengalaman. Kebenaran terletak pada saling hubungan
diantara ide-ide tenyang sesuatu yang ditangkap di alam pikiran. Semakin terdapt saling
hubungan di antara ide-ide yang makin meluas maka akan menunjukkan kesahihan
kebenaran yang semakin jelas pula.
 Teori persesuaian (correspondence theory)
Teori korespondensi mengatakan bahwa seluruh pendapat mengenai suatu fakta itu benar
jika pendapat itu sendiri disebut fakta yang dimaksud. Dengan kata lain. Kebenaran
adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dengan fakta itu sendiri. Misalnya ‘di
luar hawanya dingin’ maka teori ini menuntut adanya fakta bahwa dingin itu benar
adanya atau nyata berada di luar, bukan hanya ide tentang haea dingin itu saja. Teori
koherensi menekankan adanya saling hubungan di antara ide-ide secara tepat,logis, dan

8
sistematis maka teori korespondensi menekankan pada apakah ide-ide itu merupakan
fakta itu sendiri atau bukan.
 Teori kegunaan (pragmatic theory)
Pragmatis mewarnai pandangannya sebagai berikut :
Pada umumnya teori memandang masalah kebenaran menurut segi kegunaannya. James
mengatakan bahwa ‘Tuhan itu ada’ adalah benar bagi seseorang yang hidupnya
mengalami perubahan. Kepercayaan yang kuat terhadap adanya Tuhan itu dapat
memberikan kesejukan hati,sehingga ada kemampuan batin untuk menerima segala
bentuk perubahan. Dewey memberikan ilustrasi tentang kebenaran yaitu, misalnya kita
sedang tersesat di tengah hutan. Kepada diri sendiri kita berkta dengan yakin bahwa
‘jalan keluarnya adalah kea rah kiri’. Pernyataan ini akan berarti jika kita benar-benar
melangkah kea rah kiri. Pernyataan ini benar apabila arah kiri itu pada akhirnya
mengakibatkan konsekuensi positif. Benar-benar membawa kita keluar. Jadi kebenaran
menurut pragmatis ini bergantung kepada kondisi-kondisi yang berupa menfaat (utility),
kemungkinan dapat dikerjakan (workability) dan konsekuensi yang memuaskan
(satisfactory results). Workability adalah sesuatu yang mungkin dapat menuntun kea rah
pemecahan masalah. Satisfactory result juga belum tentu selalu adalam konteks
kebenaran.

E. Obyek Materi dan Obyek Forma


Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bertujuan mencapai kebenaran ilmiah
tentang obyek tertentu, yang diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang (approach),
metode (method), dan sistem tertentu. Jadi, pengetahuan yang benar tentang obyek itu tidak bisa
dicapai secara langsung, dan sifat dari padanya adalah khusus.
Ilmu pengetahuan ini diciptakan oleh manusia karena didorong oleh rasa ingin tahu yang
tidak bekesudahan terhadap obyek, pikiran atau akal budi yang menyangsikan kesaksiaan indra,
karena indera dianngap sering menipunya. Kesangsian akal budi ini lalu diikuti dengan
pertanyaan-pertannyaan seperti: apakah sesuatu itu? Mengapa sesuatu itu ada? Bagaimana
keberadaannya itu? Masing-masing pertannyaan itu akan menghasilkan:
a. Ilmu pengetahuan filosofis yang mempersonalkan hakikat atau esensi sesuatu
(pengetahuan universal).

9
b. Ilmu pengetahuan kausalistik, artinya selalu mencari sebab-musabab keberadaannya
(pengetahuan umum bagi suatu jenis benda).
c. Ilmu pengetahuan yang bersifat deskriptif-analitik, yaitu mencoba menjelaskan sifat-sifat
umum yang dimiliki oleh suatu jenis obyek.
d. Ilmu pengetahuan yang bersifat normative, yaitu yang mencoba memahami norma suatu
obyek yang dari sana akan tergambar tujuan dan manfaat obyek.
Adapun obyek ilmu pengetahuan itu ada yang berupa materi (obyek materi) dan ada yang
berupa bentuk (obyek forma).
Yang disebut obyek materi adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau
penelitian keilmuan. Adapun obyek materi itu bias saja berupa benda-benda material maupun
non-material. Bias pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep, dan
sebagainya. Obyek materi tidak terbatas pada apakah ada di dalam realitas konkret atau di
dalam realitas abstrak.
Suatu obyek materi, apakah yang material maupun non-material, sebenarnya merupakan
suatu substansi yang tidak begitu saja dengan mudah diketahui. Lebih-lebih yang non-
material, sedangkan yang material pun, sebagai suatu substansi, mempunyai segi yang sulit
dihitung dan ditentukan jumlahnya.
Kenyataan itu mempersulit usaha untuk memahami maknanya. Oleh karena itu, dalam
rangka mengetahui maknanya, orang lalu melakukan pendekatan-pendekatan secara cermat
dan bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek materi itu, dan tentu saja menurut
kemampuan seseorang. Cara pendekatan inilah yang kemudian dikenal sebagai “obyek
forma” atau cara pandang. Cara pandang ini berkosentrasi pada satu segi, sehingga menurut
segi yang satu ini orang mendapat kejelasan. Dengan demikian, lalu tergambarlah lingkup
suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu. Dengan kata lain, “tujuan”
pengetahuan sudah ditentukan.

F. Metode Ilmu Pengetahuan


Metode yang dimaksud disini adalah suatu cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
yang benar. Kebenaran seperti ini merupakan tujuan yang telah ditentuakn pada saat pendekatan
dilakukan. Jadi dalam metode ilmu pengetahuan itu seharusnya ditentuak pula jenis, bentuk dan
sifatnya oleh obyek forma (cara pandang) yang dilakukan. Metode seharusnya menyesuaikan diri

10
dengan obyek forma. Antara keduanya tidak bisa saling bertentangan. Ketidaksesuaian diantara
keduannya pasti menghasilkan suatu pengetahuan (kebenaran) yang tidak sesuai dengan tujuan
ilmu pengetahuan itu sendiri. Apabila pendekatannya secara fisis, maka metode yang dipakai
tentu yang sifatnya kuantitatif dan jika pendekatannya secara psikis tentu metode yang paling
teapt digunakan adalah yang sifatnya kualitatif.
Dalam rangka mencapai pengetahuan yang benar, ilmu pengetahuan memakai suatu
metode yang umumnya disebut “metode keilmuan” atau “metode ilmiah”. Metode ini bias
dimengerti sebagai gabungan (combination) dari metode empirik dan rasionalistik, di mana
kedua metode ini ternyata saling melengkapi dan memperjelas. Empirisme yang mendasarkan
pada pengalaman akan mendapatkan pengetahuan dari pengalamannya bila akal-pikiran campur
tangan di dalamnya. Begitu pula akal-pikiran sebagai dasar rasionalisme akan mendapatkan
pengetahuan apabila fakta–fakta empiric tersedia secara cukup. Seorang empiris bias mengetahui
dengan pengalaman inderannya bahwa “ada seseorang yang mati”, karena ituia telah tahu
sebelumnya arti kematian itu. Ada beberapa jenis metode ilmiah yang secara umum dapat
diketahui sebagai “metode analisis” dan “metode sintesis”. Dalam praktik kerjannya, kedua
metode ini dibantu oleh sarana-sarana yang bersifat induktif dan deduktif.
Metode analisis yang dibantu oleh sarana induktif (selanjutnya disebut metode analisis-
induktif) adalah cara pandang penelitian ilmiah yang bertitik tolak dari pengetahuan-pengetahuan
khusus untuk sampai kepada suatu kesimpulan berupa pengetahuan umum. Hal ini dilakukan
dengan jalan memisah-misahkan pengertian-pengertian yang sepadan dan yang tidak sepadan.
Misalnya untuk mengetahui sifat-sifat benda dalam hal daya muainya, maka lebih dahulu harus
dilakukan pengelompokan badan-badan benda itu kedalam jenisnya masing-masing. Lalu perlu
juga dikelompokan kesamaan volume dan besarnya. Kemudian diambil pemanas dalam derajat
tertentu dan dilakukan pemanasan. Hasilnya, daya muai badan-badan benda ini akan berada
menurut jenis, volume, besar dan keadaan lain yang dimiliki oleh setiap benda itu. Tetapi, jika
jenis sifat, sifat, volume dan keadaan lain sepadan bagi setiap badan benda, maka hasil yang akan
dicapi pastilah sama. Namun demikian, pengetahuan yang pasti diperoleh adalah bahwa setiap
benda jika dipanasi tentu memuai.
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh metode analisis-induktif ini. Tetapi bukannya
sama sekali terhindar dari kelemahan-kelemahan. Kemampuan manusia yang serba terbatas itu
sendiri telah mengawalinya. Dengan keterbatasan ini, orang bias dengan mudah terjerumus ke

11
dalam suatu generalisasi, yaitu hanya dengan beberapa fakta lalu bias menarik kesimpulan
umum. Misalnya A,B,C dan D, ternyata mudah tersinggung perasaannya. Padahal mereka semua
itu adalah orang Makasar. Jadi, orang makasar itu bertentramen tinggi. Karena itu, jika metode
ini digunakan, maka mutlak diperlukan kecermatan, kehati-hatian, kesungguhan, kesabaran,
keterarahan, konsentensi, dan berusaha menghindari semaksimal mungkin campur tangan (inter
pretation) subyektif.
Metode sintesis dengan alat deduktifnya (metode analisis-deduktif) melakukan
penyelidikan dengan bertitik tolak dari pengetahuan umum agar sampai pada kesimpulan yang
berupa suatu pengetahuan khusus. Jadi, metode ini sejak semula telah mempunyai suatu hipotesis
yang berisi pengetahuan umum yang benar sebagai titik tolak atau ukuran untuk mendapatkan
pengetahuan baru mengenai suatu hal atau barang yang sejenis.
Metode sintesis-deduktif juga mempunyai kelemahan. Memamng, dengan metode ini
seolah-olah dapat diperoleh pengetahuan yang mutlak benar, akan tetapi pengetahuan yang benar
itu bias saja semu belaka. Pengetahuan yang terkandung di dalam kesimpulan yang dapat ditarik
sangat tergantung kepada tingkat kebenaran yang terkandung dalam premis-premis yang
diberikan. Jika premis-premis itu hanya mengandung tingkat kebenaran yang bersifat hipotesis,
maka kesimpulan yang dapat ditarik tidak lain kecuali bersifat hipotesis pula.
Di dalam ilmu pengetahuan, sesungguhnya kedua metode tersebut selalu digunakan
secara bersama-sama secara dinamis. Metode analaisis-induktif hanya bias melakukan tugasnnya
dengan baik apabila telah tersedia pengetahuan yang bersifat sintetik-deduktif. Dengan kata lain,
analisis (pengelompokan menurut bagian-bagian yang sepadan dan/atau sejenis) dapat dilakukan
hanya jika telah ada pengtahuan umum (sintesis-deduktif). Demikian pula sintesis-deduktif yang
akan mendapatkan perlengkapan pengetahuan umumnya dari sumbangan metode analisis-
induktif. Oleh sebab itu, metode ilmiah senantiasa berpedoman kepada metode analisis dan
sintesis dengan sarana induktif dan deduktif, sedangkan yang lain disebut metode analitiko-
sintetik.

G. Sistem di dalam Ilmu Pengetahuan


Disamping cara pandang (obyek forma) dan metode ilmiah, dalam rangka mencapai
kebenaran ilmiah dari suatu obyek materi, diperlukan pula sistem. Adapun yang disebut sistem
adalah hubungan secara fungsional dan konsisten antara bagian-bagian yang terkandung dalam

12
sesuatu hal atau barang sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. Hubungan seperti itu
adalah dalam rangka mencapai suatu tujuan yaitu kebenaran ilmiah.
Sistem ini mempunyai daya kerja aktif yang menggerakan dan mengarahkan langkah-
langkah yang telah ditentukan dalam metode yang diatur sedemikian rupa sehingga kontinuitas
dan konsistensi daya kerja metode itu mencapai tujuan akhir.
Ada enam jenis sistem yang lazim dikenal dalam ilmu pengetahuan (Soejono
Soemargono,1983).
1. Sistem Tertutup.
Sistem ini tidak memungkinkan masuknya unsur-unsur baru kedalamnya.
Misal, susunan alam semesta yang merupakan satu kesatuan. Ini terdiri dari unsur-
unsur yang jumlah jenisnya tetap dan tidak mengalami perubahan sejak dari mula
sampai masa berakhirnya.
2. Sistem Terbuka.
Dimaksudkan untuk memberikan peluang bagi masuknya unsur-unsur baru
agar keberadaan sesuatu hal kemungkinan bisa tetap berlangsung. Lebih dari itu agar
perkembangan sesuatu itu juga dimungkinkan. Misalnya, kehidupan masyarakat
manusia yang memiliki kodrat sebagai mahluk sosial dimana orang yang satu
cenderung secara alami bergantung kepada orang lain secara timbal-balik.
Kecenderungan ini terjadi karena memang bawaannya sendiri, yang dalam diri-
pribadinya tidak ada seorangpun yang mempunyai kesempurnaan. Dengan saling
bergantung diri, kekurangan yang sama-sama dimiliki dapat saling menutupi. Akan
tetapi justru kebebasan dan kreativitas individual mutlak bagi keberadaan masyarakat
demi perkembangan hidup dan kehidupan manusia.
3. Sistem Alami
Sistem ini memang sudah sejak awal merupakan suatu kesatuan yang utuh
dalam rangka mencapai tujuan yang juga telah ditentukan sejak awal. Misal, susunan
alam semesta ini balik secara keseluruhan maupun seacara bagian-bagian. Secara
keseluruhn telah ditemukan dalam contoh sistem tertutup. Sedangkan secara bagian-
bagian, lihatlah pada diri manusia. Sejak awal manusia memiliki sistem alami yang
unik sehingga tidak sama dengan binatang.

13
4. Sistem Buatan.
Sistem ini jelas merupakan hasil karya manusia. Hal ini tercipta atau
diciptakan secara sengaja untuk memenuhi segala macam kebutuhan hidup sehari-
hari yang semakin kompleks yang disebabkan oleh perkembangan kualitas manusia
itu sendiri. Ini terjadi mungkin karena ia memiliki potensi cipta, rasa, dan karsa.
Contoh sistem buatan manusia dapat dilihat pada perkembangan pengetahuan yang
menjadi suatu sistem filsafat. Dari sini perkembangan pengetahuan menjadi sistem
ilmu pengetahuan yang beraneka ragam semakin mampu berperan atau berfungsi
sebagai alat perlengakapan bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
5. Sistem yang Berbentuk Lingkaran.
Sistem ini merupakan perkembangan dari sistem buatan, yang dibuat agar
lebih memudahkan tercapainya salah satu tujuan hidup. Dalam sistem ini masalah
sentralnya sengaja diletakkan pada sentral dari suatu lingkaran. Dari sini orang mulai
menjelaskan sejauh mana masalah itu dapat mempengaruhi bidang-bidang lainnya.
Semakin jauh suatu titik dari titik sentral itu maka titik itu akan mendapatkan
pengaruh yang semakin lemah. Sistem ini dapat diasosiasikan dengan berkas sinar
yang semakin jauh jaraknya maka pancaran daya sinar akan semakin berkurang.
6. Sistem yang Berbntuk Garis Lurus.
Siste ini juga merupakan perkembangan dari sistem buatan. Agar dapat
mencapai tujuan yang lebih mudah, sistem ini disusun menurut jenjang-jenjang atau
tingkat-tingkat mulai dari yang paling tinggi ke jenjang yang paling rendah.

H. Metode Ilmiah
Metode merupakan prosedur atau cara seseorang dalam melakukan suatu kegiatan untuk
mempermudah memecahkan masalah secara teratur, sistematis, dan terkontrol. Ilmiah adalah
sesuatu keilmuan untuk mendapatkan pengetahuan secara alami berdasarkan bukti fisis.
Jadi, bila kita menjabarkan lebih luas dari metode ilmiah adalah suatu proses atau cara
keilmuan dalam melakukan proses ilmiah (science project) untuk memperoleh pengetahuan
secara sistematis berdasarkan bukti fisis.
Cara untuk memperoleh pengetahuan atau kebenaran pada metode ilmiah haruslah diatur
oleh pertimbangan-pertimbangan yang logis (McCleary, 1998).

14
Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan
pengetahuan ilmiah atau ilmu.
Pengertian metode ilmiah menurut beberapa ahli :
 (Almack, 1939) Metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap
penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran.
 (Ostle, 1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu
untuk memperoleh sesuatu interelasi.

I. Kegunaan Metode Ilmiah


Dengan adanya sikap dan metode ilmiah akan menghasilkan penemuan-penemuan yang
berkualitas tinggi dan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan manusia. Beberapa
kegunaan metode ilmiah dalam kehidupan manusia antara lain :
1. Membantu memecahkan permasalahan dengan penalaran dan pembuktian yang
memuaskan.
2. Menguji hasil penelitian orang lain sehingga diperoleh kebenaran yang objektif.
3. Memecahkan atau menemukan jawaban rahasia alam yang sebelumnya masih teka-teki.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada beberaa perbedaan prinsip antara ilmu dengan ilmu pengetahuan. Ilmu merupakan
kumpulan dari berbagai pengetahuan, dan kumpulan pengetahuan dapat dikatakan ilmu
objek material dan objek formal
2. Ilmu bersifat sistematis, objektif dan diperoleh dengan metode tertentu seperti observasi,
eksperimen, dan klasifikasi. Analisisnya bersifat objektif dengan menyampingkan unsure
pribadi, mengedepankan pemikiran logika, netral ( tidk dipengaruhi oleh kedirian atau
subjektif)
3. Pengethuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai
metafisik maupun fisik, pengetahuan merupakan informasi yang berupa common sense,
tanpa memiliki metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan
tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan
pengetahuan kurang kuat cenderung kabur dan samar-samar.Pengetahuan tidak teruji
Karena kesimpulan ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji terlebih dahulu.
Pencarian pengetahuan lebih cenderung trial dan error dan berdasarkan pengalaman
belaka.
4. Metode merupakan prosedur atau cara seseorang dalam melakukan suatu kegiatan untuk
mempermudah memecahkan masalah secara teratur, sistematis, dan terkontrol. Ilmiah
adalah sesuatu keilmuan untuk mendapatkan pengetahuan secara alami berdasarkan bukti
fisis.
5. metode ilmiah adalah suatu proses atau cara keilmuan dalam melakukan proses ilmiah
(science project) untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti
fisis.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aeker, David A., 1995, Developing Business Strategies, Fourth Edition, Canada : John Wiley &
Sons, dimodifikasi.
Fakih, Mansour, 1997, Pustaka Pelajar, Analisis Gender dan Transformasi Sosial Yogjakarta: 8-
13.
Ghazali, Imam, 1984, Renungan, Tintamas, Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai