Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH LANDASAN ILMU PENDIDIKAN

tentang
KURIKULUM DAN GURU DALAM PERSPEKTIF BUDAYA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3

AULIANI ARAFAH (20177001)


ERIA MARINA SEPRIYANI (20177006)
TOMI APRA SANTOSA (20177015)

LOKAL : A/20

DOSEN PEMBIMBING
Prof. Dr. Azwar Ananda, MA

MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan dengan segala komponennya (termasuk kurikulum dan guru)
memiliki keterkaitan yang erat dengan kebudayaan yang tumbuh dalam suatu tatanan
masyarakat. Kebudayaan menentukan arah, isi dan proses pendidikan (sosialisasi atau
(sosialisasi atau enkulturasi). Pendidikan memiliki fungsi konservasi dan fungsi kreasi
(perubahan, inovasi) bagi masyarakat dan kebudayaannya. Pendidikan  berfungsi
memberdayakan potensi manusia untuk mewariskan, mengembangkan dan
membangun kebudayaan serta peradaban masa depan. Di satu sisi, pendidikan
berfungsi untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang positif, di sisi lain pendidikan
berfungsi untuk menciptakan perubahan ke arah kehidupan yang lebih inovatif.
Kebijakan politik di Indonesia dalam bidang pendidikan, juga mengalami
pergeseran pola piker, yaitu dari pola pendidikan yang terpusat (sentralisasi) menjadi
pendidikan yang desentralisasi berdasarkan pada otonomi daerah. Melalui
desentralisasi pendidikan ini, daerah memiliki porsi lebih besar dalam menentukan
kebijakan dalam pendidikan, artinya daerah dan sekolah diberi kewenangan untuk
menentukan sistem yang akan digunakan dalam melaksanakan proses pembelajaran,
salah satunya menyangkut pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum ini
didasarkan pada karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan
sekolah (Saodih, 2002).
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan yang dapat
menentukan proses dan hasil pendidikan. Pendidikan bukan hanya membangun
pengetahuan semata, namun memberikan bekal keterampilan serta nilai-nilai
kebudayaan bangsa, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Tujuan pendidikan tersebut hendaknya tergambar jelas dalam pelaksanaan Kurikulum
yang sedang kita pedomani saat sekarang ini sebelum lahir lagi kurikulum  baru. Jika
pelaksanaan kurikulum ini sudah dimaksimalkan, sepertinya belum akan dibutuhkan
perubahan kurikulum lagi, karena perubahan kurikulum belum tentu menjamin
peningkatan proses dan hasil pendidikan.
Hal yang paling dibutuhkan saat ini bukan perubahan kurikulum,
tapi peningkatan kualitas guru dan budaya belajar peseta didik. Guru harus menjadi
sosok yang mandiri dan teladan, manusia merdeka yang tidak mudah diintimidasi oleh
birokrat pendidikan serta wali peseta didik. Pembinaan kualitas guru ini harus
dilakukan oleh organisasi profesi guru, bukan oleh Pemerintah. Guru tidak boleh
dipandang hanya sebagai pegawai, tapi sebagai profesional yang bekerja dengan
berpedoman pada kode etik guru. Guru merupakan ujung tombak keberhasilan
pendidikan yang terlibat langsung dalam mengembangkan, memantau dan
melaksanakan kurikulum, sehingga fungsi pendidikan untuk melestarikan nilai-nilai
budaya bangsa dapat tercapai dengan baik.
Pengembangan nilai-nilai budaya bangsa dimulai dari memperbaiki budaya
belajar peserta didik. Mulailah dengan membangun budaya membaca yang sehat dan
kembangkan budaya menulis, lalu beri kesempatan luas untuk berbicara. Begitulah
budaya belajar di sekolah dibentuk, yaitu dari perencanaan yang matang (kurikulum).
Jadikan sekolah sebagai tempat peserta didik belajar, bukan sekedar tempat guru
mengajar. Jika budaya belajar siswa sudah baik, maka penanaman nilai-nilai budaya
bangsa yang lainnya akan mudah dilakukan. Keterkaitan antara kurikulum yang
sempurna, peranan guru yang profesional dan kebudayaan yang bersifat membangun
akan melahirkan generasi terbaik Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang di maksud dengan Hakekat Kurikulum ?
2. Bagaimana Kedudukan Guru dalam Kurikulum ?
3. Jelaskan apa yang dimaksud Kurikulum dalam Perspektif Budaya ?
4. Jelaskan apa yang dimaksud Peran Guru dalam Perspektif Budaya ?

C. Tujuan Penulis
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang hakekat kurikulum.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang kedudukan guru dalam kurikulum.
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang kurikulum dalam perspektif budaya.
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang peranan guru dalam perspektif budaya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. HAKEKAT KURIKULUM
1. Pengertian Kurikulum
Secara Etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu carier yang
artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal
dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung
pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai
garis finish.
Dalam bahasa Arab, kata kurikulum biasa diungkapkan dengan manhaj yang
berarti jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Sedangkan
kurikulum pendidikan (manhaj al-dirasah) dalam qamus Tarbiyah adalah seperangkat
perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan
dalam mewujudkan tujuan-tujuan  pendidikan.
Pengertian Kurikulum menurut para ahli inilah pengertian kurikulum secara
Terminologi. Sebenarnya sangat banyak sekali para ahli pendidikan yang
mendifinisikan tetntang kurikulum. Namun kami hanya memaparkan beberapa saja,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Kurikulum adalah Rancangan Pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang
disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh
ijazah (Crow and Crow).
b. Kurikulum adalah kelompok pengajaran yang sistematik atau urutan subjek yang
dipersyaratkan untuk lulus atau sertifikasi dalam pelajaran mayor, misalnya
kurikulum pelajaran sosial, kurikulum pendidikan fisika (Carter V. Good, 191:6)
c. Kurikulum adalah seluruh pengalaman siswa di bawah bimbingan guru (Hollis L.
Caswell and Doak S. Campbell)
d. Kurikulum adalah sebagai sebuah perencanaan untuk memperbaiki seperangkat
pembelajaran untuk seseorang agar menjadi terdidik (J. Galen Saylor, William M.
Alexander, and arthur J. Lewis)
e. Kurikulum pada umumnya berisi pernyataan tujuan dan tujuan khusus,
menunjukkan seleksi dan organisasi konten, mengimplikasikan dan
meanifestasikan pola belajar mengajar tertentu, karena tujuan menuntut mereka
atau karena organisasi konten mempersyaratkannya. Pada akhirnya, termasuk di
dalamnya program evaluasi outcome (Hilda Taba dalam Oliva, 1991:6)
f. Kurikulum sekolah adalah konten dan proses formal maupun non formal di mana
pebelajar memperoleh pengetahuan dan pemahaman, perkembangan skill,
perubahan tingkah laku, apresiasi, dan nilai-nilai di bawah bantuan sekolah
(Ronald C. Doll dalam Oliva, 1991:7)
g. Kurikulum adalah rekonstruksi dari pengetahuan dan pengalaman secara
sistematik yang dikembangkan sekolah (atau perguruan tinggi), agar dapat
pebelajar meningkatkan pengetahuan dan pengalamannnya (Danniel Tanner and
Laurel N. Tanner dalam Oliva, 1991:7)
h. Kurikulum dalam program pendidikan dibagi menjadi empat elemen yaitu
program belajar, program pengalaman, program pelayanan, dan kurikulum
tersembunyi (Abert I. Oliver dalam Oliva, 1991:7).
i. Kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan kebudayaan, sosial, olahraga,
dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-murid di dalam dan di luar
sekolah dengan maksud menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam
segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan
pendidikan. (Dr. Addamardasyi dan Dr. Munir Kamil).
Dari berbagai pengertian kurikulum diatas dapat bahwa kurikulum merupakan
suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar
bagi peserta didik di bawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk
mencapai suatu tujuan lembaga pendidikan tersebut.
Sehubungan dengan definisi tentang kurikulum, juga perlu melihat definisi
kurikulum yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: “Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan  pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu”. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa
kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka NKRI
dengan memperhatikan: (1) Peningkatan iman dan takwa, (2) Peningkatan akhlak
mulia, (3) Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, (4) Keragaman
potensi daerah dan lingkungan,(5) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional, (6)
Tuntutan dunia kerja, (7) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (8)
Agama, (9) Dinamika perkembangan global, (10) Persatuan nasional nilai-nilai
kebangsaan. (Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran: 2011).

2. Kedudukan, Komponen dan Landasan Kurikulum


Kurikulum ideal memegang peranan yang sangat penting dalam
merancang pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peserta didik”. Adapun
kedudukan sebuah kurikulum dalam pendidikan adalah:
a) Kurikulum adalah “construct” yang dibangun untuk mentransfer apa yang sudah
terjadi di masa lalu kepada generasi berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan atau
dikembangkan.
b) Kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk menyelesaikan berbagai masalah
sosial yang berkenaan dengan pendidikan.
c) Kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan dimana kehidupan masa
lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan
bangsa dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan.
Kurikulum sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan
yang harus dicapai, isi materi, pengalaman belajar yang harus dilakukan peserta didik,
strategi dan cara yang dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan
informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang
dirancang dalam bentuk nyata.
Landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan,
suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum. Ada empat landasan yang digunakan dalam
pengembangan kurikulum, yaitu: Landasan Filosofis, Landasan Psikologis, Landasan
Sosiologis dan Landasan Organisatoris.
a) Landasan Filosofis
Filosofis artinya berdasarkan filsafat. Filsafat secara harfiah dapat diartikan
sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Filsafat sangat penting karena harus
dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang aspek kurikulum. Untuk itu
tiap keputusan harus ada dasarnya. Jadi filsafat adalah cara berfikir yang sedalam-
dalamnya, yakni sampai akar-akarnya tentang hakikat sesuatu. Para pengembang
kurikulum harus mempunyai filsafat yang  jelas tentang apa yang mereka junjung
tinggi.
b) Landasan Psikologis Peserta didik
Implikasi dari perkembangan peserta didik terhadap pengembangan kurikulum
yaitu; setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat,
minat dan kebutuhannya. Bagi anak yang berbakat dibidang akademik diberi
kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan selanjutnya.
Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai atau
sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir
dan batin
c) Landasan Sosiologis
Di dalam kehidupan kita tidak hidup sendiri, namun hidup dalam suatu
masyarakat. Dalam lingkungan itulah kita memiliki tugas yang harus dilaksanakan
dengan penuh tanggung jawab sebagai bakti kepada masyarakat yang telah
memberikan jasanya kepada kita. Tiap masyarakat memiliki norma dan adat
kebiasaan yang harus dipatuhi. Norma dan adat kebiasaan tersebut memiliki corak
nilai yang berbeda-beda, selain itu masing-masing dari kita juga memiliki latar
belakang belakang kebudayaan yang berbeda. Hal inilah yang menjadi
pertimbangan dalam pengembangan sebuah kurikulum, termasuk perubahan
tatanan masyarakat akibat perkembangan IPTEK, sehingga masyarakat dijadikan
salah satu asas dalam pengembangan kurikulum.
d) Landasan Organisatoris
Landasan ini berkenaan dengan organisasi kurikulum. Dalam pengembangan
kurikulum perlu di susun suatu desain yang tepat dan fungsional. Dilihat dari
organisasinya ada tiga tipe bentuk kurikulum sebagai  berikut: (1) Kurikulum
yang berisi sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah (separated subject
curriculum), (2) Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis
dihubungkan (correlated curriculum), (3) Kurikulum yang terdiri dari peleburan
semua/hampir semua mata pelajaran (integrated curriculum).

3. Prinsip Pengembangan Kurikulum


Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan
kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai
suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-
prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan
sendiri prinsip-prinsip baru.
Menurut Saodih (2002) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok :
a. Prinsip-prinsip umum: relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas.
b. Prinsip-prinsip khusus: prinsip yang berkenaan dengan tujuan pendidikan,
pemilihan isi pendidikan, pemilihan proses belajar mengajar, pemilihan media
mengajar, pemilihan media dan alat pelajaran, dan pemilihan kegiatan penilaian.

Terdapat lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, antara lain sebagai


berikut:
a. Prinsip relevansi
Secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-
komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan
secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebut memiliki relevansi dengan
tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan
potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan
perkembangan masyarakat (relevansi sosiologis).
b. Prinsip fleksibilitas
Merupakan pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan
memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan
terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu
yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar belakang peserta didik.
c. Prinsip kontinuitas
Adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara
horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus
memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar  jenjang
pendidikan, maupun antara jenjang pendidik dengan jenis pekerjaan.
d. Prinsip efisiensi
Mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan
waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat
sehingga hasilnya memadai.
e. Prinsip efektivitas
Mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan
tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
B. HAKIKAT GURU
1. Pengertian Guru
a. Undang Undang Reprupbik Indonesia No 14 Tahun 2005, Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
b. Prof.Dr .Zakiyah Darajat, Guru adalah pendidik profesional karena secara
implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung
jawab pendidikan yang terpikul di pundak paa orang tua.
c. Poerwadarminta, Guru adalah orang yang kerjanya mengajar.
d. Supriyadi (1999), Guru adalah orang yang berilmu, berakhlak, jujur dan baik
hati, disegani, serta menjadi teladan bagi masyarakat.
e. William, Guru adalah pemegang kendali dalam “kendaraan” pendidikan.
f. Mohamad Surya, Guru adalah orang tua di sekolah dan orang tua adalah guru
di rumah.
g. Syaihk Muhammad, Guru adalah tauladan dalam akhlaknya yang baik dan
perangainya yang mulia.
h. Umar Tirta Dan  La Sula, Guru adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pendidikan dan sasaran peserta didik.
i. Ngalim Purwanto, Guru adalah seorang yang berjiwa besar terhadap
masyarakat dan negara.
j. Oemar Hamalik (2003) Guru adalah orang yang bertanggung jawab dalam
merencanakan dan menuntun murid-murid untuk melakukan kegiatan-kegiatan
belajar guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang diinginkan.
k. Syaiful Bahri Djamariah & Aswan Zain, Guru adalah seseorang yang menjadi
salah satu sumber belajar yang berkewajiban menyediakan  lingkungan belajar
yang kreatif bagi kegiatan belajar anak didik di kelas.

2. Kedudukan Guru dalam Kurikulum


a. Peranan Guru
Guru sebagai pelaku utama dalam implementasi atau penerapan program
pendidikan di sekolah memiliki peranan yang sangat strategis dalam mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan. Dalam hal ini guru dipandang sebagai faktor
determinan terhadap pencapaian mutu prestasi belajar peserta didik.
Kompetensi pendidik (guru) meliputi: Kinerja ( Performance), penguasaan
landasan professional/akademik, penguasaan materi akademik, penguasaan
keterampilan/proses kerja, penguasaan penyesuaian interaksional, dan kepribadian
(Syamsu Yusuf, 2011).

b. Kedudukan Guru dalam Kurikulum


Kurikulum memiliki dua fungsi yang sama pentingnya yakni kurikulum
sebagai dokumen dan kurikulum sebagai implementasinya. Sebagai sebuah
dokumen kurikulum berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai
implementasi adalah realisasi dari pedoman tersebut dalam kegiatan
pembelajaran. Guru merupakan salah satu faktor penting penting dalam
implementasi kurikulum.
Bagaimanapun idealnya suatu kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan
guru untuk mengimplementasikannya, maka kurikulum itu tidak akan bermakna
sebagai suatu alat pendidikan, dan sebaliknya pembelajaran tanpa kurikulum
sebagai pedoman tidak akan efektif. Peran guru dalam kurikulum adalah
sebagai berikut:
1) Guru sebagai implementers
Guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada. Dalam
pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai tenaga teknis yang hanya
bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada.
Akibatnya kurikulum bersifat seragam antar daerah yang satu dengan daerah yang
lain. Oleh karena itu guru hanya sekadar pelaksana kurikulum, maka tingkat
kreatifitas dan inovasi guru dalam merekayasa pembelajaran sangat lemah. Guru
tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaruan. Mengajar dianggapnya
bukan sebagai pekerjaan profesional, tetapi sebagai tugas rutin atau tugas
keseharian.
2) Peran guru sebagai adapters
Lebih dari hanya sebagai pelaksana kurikulum, akan tetapi juga sebagai
penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dan kebutuhan
daerah. Guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum yang sudah ada
dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Hal ini sangat tepat dengan
kebijakan KTSP dimana para perancang kurikulum hanya menentukan standar isi
sebagai standar minimal yang harus dicapai,  bagaimana implementasinya, kapan
waktu pelaksanaannya, dan hal-hal teknis lainnya seluruhnya ditentukan oleh
guru. Dengan demikian, peran gan demikian, peran guru sebagai adapters lebih
luas dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.
3) Peran sebagai pengembang kurikulum
Dalam hal ini guru memiliki kewenganan dalam mendesain sebuah
kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang
disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus
dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang
kurikulum sepenuhnya guru dapat  pengembang kurikulum sepenuhnya guru
dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik, visi dan misi sekolah,
serta sesuai dengan pengalaman  belajar yang dibutuhkan siswa.
4) Guru sebagai curriculum researcher 
Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang
memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam
melaksanakan perannya sebagai peneliti, guru memiliki tanggung  jawab untuk
menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji menguji bahan-bahan
kurikulum, menguji efektifitas program, menguji strategi dan model pembelajaran
dan lain sebagainya termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa
mencapai target kurikulum. Metode yang digunakan oleh guru dalam meneliti
kurikulum adalah PTK dan Lesson Study.

C. BUDAYA
Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta,
karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata
kebudayaan, yang berasal dari Bahasa Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari
budhi yang berarti budi atau akal. Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di
istilahkan dengan kata culturur. Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam
bahasa Latin dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan,
dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti
culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan
mengubah alam.
Definisi budaya dalam pandangan ahli antropologi sangat berbeda dengan
pandangan ahli berbagai ilmu sosial lain. Ahli-ahli antropologi merumuskan definisi
budaya sebagai berikut:
1. E.B. Taylor (1871) berpendapat bahwa budaya adalah: Suatu keseluruhan
kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat
istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia
sebagai anggota masyarakat.
2. Linton (1940) mengartikan budaya dengan: Keseluruhan dari pengetahuan, sikap
dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh
anggota suatu masyarakat tertentu.
3. Kluckhohn dan Kelly (1945) berpendapat bahwa budaya adalah: Semua
rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun
implisit, rasional, irasional, yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang
potensial untuk perilaku manusia.
4. Koentjaraningrat: 1979 yang mengatikan budaya dengan: Keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
5. Djoko Widaghdo (1994), budaya sebagai daya dari budi yang berupa cipta, rasa
dan karsa, sedangkan kebudayaan diartikan sebagai hasil dari cipta, karsa,dan rasa
tersebut.

D. KURIKULUM DAN GURU DALAM PERSPEKTIF BUDAYA


1. Kurikulum dalam Perspektif Budaya
Dalam mengkaji kurikulum dari sudut pandang budaya, harus bermula dari
tiga fakta atau masalah dalam budaya masa kini yang menimbulkan isu-isu penting
bagi kurikulum. Ketiga isu penting tersebut antara lain: kebudayaan yang cenderung
berubah demikian cepatnya, kebudayaan tumbuh lebih kompleks dan banyak orang
yang tidak berkesempatan untuk memasuki kebudayaan kelas menengah yang
dominan.
a. Kurikulum untuk Suatu Kebudayaan yang Berubah
Dalam sebuah kebudayaan yang stabil, pengetahuan biasanya disampaikan
secara vertikal dari anggota-anggota masyarakat yang lebih tua kepada generasi yang
lebih muda. Bahkan dalam kebudayaan yang lebih dinamis seperti kebudayaan
Amerika, pendidikan formal mengikuti pola itu. Pengetahuan yang telah diuji oleh
yang tua, disampaikan oleh yang tua (dalam hal ini guru) yang berpengalaman,
kepada yang muda berpengalaman, kepada yang muda (siswa) yang belum
berpengalaman. Sebagai yang belum berpengalaman. Sebagai hasilnya, makin banyak
pengetahuan yang disampaikan “secara harfiah” dari yang tahu kepada yang belum
tahu tanpa memandang umur.
Tiga hal yang harus dilakukan kurikulum terhadap perubahan budaya yang
begitu cepat antara lain: (1) Kurikulum harus sesuai dengan tuntutan masyarakat, (2)
Kurikulum harus berorientasi pada Sains dan Teknologi, (3) Kurikulum harus
memahami masyarakat dinamis.
Sekarang satu dari kekuatan utama yang mendorong perubahan kebudayaan
dan selanjutnya mendorong perubahan kurikulum adalah sains dan penggunaannya
dalam teknologi. Guru mesti mendidik siswa-siswanya untuk dapat menyesuaikan diri
terhadap kejadian-kejadian di masa depan yang tidak dapat diramalkan yang pasti
akan terjadi dalam masa hidup mereka. Ada dua pendapat tentang solusi pemecahan
masalah pendidikan masalah pendidikan dan kebudayaan ini, yaitu solusi kaum
progresif dan konservatif.
1) Solusi oleh Kaum Progresif
Para pendidik progresif berpendapat bahwa kurikulum pendidikan harus lebih
up to date  (sesuai dengan perkembangan masyarakat) untuk menyesuaikan
pendidikan Amerika dengan umum dan khusus kepada kebudayaan masa kini. Dari
pendidikan umum siswa-siswa harus mendapatkan latihan intelektual dan
pengetahuan dasar yang diperlukan mereka umtuk mengerti keadaan sekarang dan
perubahan-perubahan masa depan.
Dari kurikulum umum, siswa harus memperoleh hirarki nilai-nilai, tidak
absolut tetapi agak terbuka terhadap revisi-revisi. Berdasarkan hirarki ini siswa akan
dapat memutuskan apakah akan menerima, atau menolak perubahan tertentu.
Umpamanya, siswa harus membentuk standarnya sendiri tentang moralitas umum dan
pribadinya sendiri. Jika kedua jenis kurikulum berhubungan dengan kebudayaan masa
kini, tapi dari titik pandang yang berbeda, siswa-siswa akan belajar bagaimana
menilai berbagai situasi budaya pada waktu bersamaan sehingga dia belajar belajar
teknik-teknik mengambil keputusan.
2) Solusi oleh Kaum Konservatif
Para pendidik konservatif mempertahankan bahwa dalam masa-masa
perubahan yang cepat pendidikan harus bertindak sebagai kekuatan yang
menstabilkan. Menurut kaum konservatif, kekacauan yang ada dalam kebudayaan kita
tidak dapat menjadi alasan untuk membingungkan anak-anak. Makin cepat tingkat
perubahan, anak-anak semakin memerlukan sejumlah pengetahuan dan prinsip-prinsip
yang secara radikal tidak perlu berubah, betapa banyak pun dia ditambah atau
disaring.
Menyelaraskan anak terhadap perubahan dengan menggunakan sebuah fokus
pada masalah-masalah masa kini mempunyai kelemahan – kelemahan antara lain hal
tersebut bersifat selektis, menguntungkan kurikulum pada keadaan kebudayaan dan
bukan para prinsip-prinsip bagi menentukan apa lagi menentukan apa yang berharga
dipelajari dari kebudayaan. Dan juga mengabaikan banyak hal dalam warisan budaya
yang perlu bagi peninjauan yang matang untuk kebudayaan sekarang dan masa depan,
dan menggantinya dengan “sebuah keserasian rutin dengan masalah-masalah dan
ketegangan-ketegangan kehidupan modern”. Akhirnya dengan menjadikan sekolah
sebagai sebuah forum bagi diskusi isu-isu masa kini, sekolah akan membuka dirinya
bagi tekanan-tekanan kelompok-kelompok kepentingan yang bersaingan.

b. Kurikulum Sekolah Untuk Mengajar Kebudayaan Yang Kompleks


Indonesia dengan jumlah penduduk yang padat, kompleksitas dan spesialisasi
yang demikian besar, dan dengan pening dengan peningkatan konsentrasi kekuasaan,
peradaban industri modern yang progresif dapat mengancam fungsi pendidikan dan
masyarakat dengan kekacauan. Ancaman terutama terasa akut dalam demokrasi,
dimana isu-isu umum sekarang demikian banyak dan kompleks sehingga pengalaman
biasa seseorang tidak bisa menjadi ukuran untuk menghargai/menilainya.
Karena kebudayaan itu bersifat kompleksitas dalam sebuah sistem, maka
diharapkan kurikulum yang dirancang harus lebih terspesialisasikan atau lebih khusus
lagi dalam bidang-bidang tertentu, tetapi bukan berarti melakukan fragmentasi
terhadap sistem pendidikan. Sekarang, menjadi tanggung jawab pendidikan untuk
mempersiapkan individu-individu dengan pengertian tentang elemen-elemen penting
dari penting dari kebudayaannya sebagai satu keseluruhan (sistem) yang kompleks.
1) Solusi Oleh Kaum Progresif
Usul golongan progresif ialah dengan menggunakan pendekatan sekolah dasar
yang lebih umum sampai ke tingkat lanjutan melalui penggunaan kurikulum inti
dalam pendidikan umum. Theodore Brameld, telah mengusulkan satu kurikulum
umum yang dipadukan dalam bentuk tatanan urutan kebudayaan yang dikemukakan
oleh antropologi, bahwa kurikulum harus difokuskan kepada hubungan-hubungan
manusia dalam konteks agama, kelas, kasta, dan kelompok-kelompok status, kawasan
daerah, bangsa-bangsa dan sistem-sistem dan keseluruhan kebudayaan. Jika sebuah
program harus lebih terintegrasi daripada kurikulum akademis tradisional, program
tersebut harus memadukan elemen-elemen yang beragam dalam bentuk konfigurasi
yang luas dari kebudayaan.
2) Solusi oleh Kaum Konservatif
Berlawanan dengan pandangan kaum progresif, para pendidik konservatif
mempertahankan bahwa kebudayaan masa kini terlalu luas dan kompleks untuk
dimengerti melalui penelitian berbagai masalahnya. Pengikut konservatif setuju
dengan kaum progresif tentang kebutuhan akan sebuah kurikulum yang terpadu untuk
mengatasi masalah fragmentasi pengetahuan dan kebudayaan dewasa ini.
Fungsi sekolah yang sebenarnya adalah untuk menolong orang muda untuk
sementara berdiri terpisah dari sebuah kompleks masalah ketika ia menganalisanya
dan menyusun strategi untuk menghadapi berbagai elemen-elemennya. Mereka
membagi-bagi masalah hidup yang ada menjadi problem-problem yang terpisah-pisah
yang dapat diselesaikan oleh metode-metode khusus yang tepat. Pengikut konservatif
percaya bahwa pendidikan harus melalui tahap-tahap yang berbeda.

c. Mendidik Orang-orang Yang Kurang Beruntung Secara Budaya


Mendidik orang-orang yang kurang beruntung secara budaya, menjadi
masalah yang telah lama terjadi di Indonesia. Faktor yang terkait dalam hal ini antara
lain masalah arus urbanisasi, menurunnya kualitas pusat kota yang disebabkan
berbagai dampak dari urbanisasi. Banyak dari penduduk menjadi tanggung jawab
pemerintah, mendapat bantuan pemerintah. Kebanyakan orang-orang yang miskin
budaya disebabkan karena orang-orang tersebut umumnya  berasal dari kelas bawah
yang secara akademis terbelakang, maupun orang tua yang tidak sanggup memberi
mereka latar belakang dan persiapan yang perlu bagi pelajar formal.
Untuk itu mereka membutuhkan kurikulum yang sesuai dengan kepribadian
dan kondisi mental mereka. Siswa yang miskin budaya merasa bahwa masyarakat
secara keseluruhan hanya menaruh sedikit perhatian terhadap mereka. Akibatnya,
mereka sering mengalami kesulitan besar dalam menyesuaikan diri terhadap dunia
luar maupun sekolah-sekolah yang dipenuhi oleh nilai-nilai kelas menengah.
2. Guru dalam Perspektif Budaya
Penduduk yang lebih terdidik memerlukan guru-guru yang lebih terlatih dan
terspesialisasi dan lebih penting bagi masyarakat, mengajar menjadi makin
profesional, karena sekarang guru-guru mesti lebih berpengetahuan dan lebih sadar
akan tanggung jawab mereka terhadap masyarakat. Kebebasan guru-guru juga
dibatasi oleh berbagai spesialis pendidikan, seperti konselor, pengawas dan pelaksana
statis. Lumrah apabila pendidik ingin meningkatkan standar professional mereka.
Salah satu cara ialah dengan memperbaiki kualitas. Guru dalam pandangan budaya
maksudnya guru memiliki peranan yang menyangkut pemeliharaan warisan budaya,
menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa sebagai wujud dari
otoritas dan tanggung jawabnya.
a. Otoritas Guru
Bagi penganut aliran progresif tugas guru adalah sebagian yang menyangkut
pemeliharaan warisan budaya, tetapi yang sebagian lagi mempertanyakan tradisi
budaya dengan menolong generasi muda berfikir secara kritis bagi diri mereka sendiri
tentang masalah-masalah dunia dewasa ini. Guru harus menjadi seorang pembimbing
yang akan menolong siswa-siswa yang sedang melakukan explorasi memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya dengan memberi nasehat kepadanya bagaimana
cara memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk memecahkan masalah
tersebut.
b. Peranan Guru dalam Membangun Budaya dan Karakter Bangsa
Guru, suatu profesi yang luar mulia, profesi yang sangat berperan dalam
peningkatan sumber daya manusia dan kemajuan suatu bangsa. Orang-orang yang
sukses di bidangnya masing-masing tidak mungkin bisa meraih keberhasilan jika
tanpa ada guru yang mengajar dan mendidiknya. Melalui gurulah seorang anak mulai
diperkenalkan pada huruf dan angka dari tidak bisa membaca jadi bisa membaca dari
tidak tahu berhitung jadi bisa menjadi berhitung. Guru seorang yang mampu
menginspirasi dan memotivasi siswanya, sehingga mampu berbuat sesuatu yang baik
dengan kemampuannya sendiri. Di sinilah pentingnya Guru sebagai sebagai sumber
keteladanan dan kemampuan dalam menumbuhkan motivasi. Dengan demikian peran
seorang guru begitu penting dalam mendukung kemajuan suatu bangsa.
c. Mengembangkan Peran Strategis Guru Untuk Membangun Budaya dan Karakter
Bangsa.
Pentingnya membangun karakter bangsa didasarkan pada kenyataan adanya
permasalahan yang sedang dihadapi bangsa saat ini yaitu disorientasi dan  belum
dihayatinya nilai-nilai Pancasila sebagai filosofi dan ideologi ideologi bangsa,
keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai esensi
Pancasila, bergesernya nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan  bernegara,
memudarnya kesadaran terhadap terhadap nilai-nilai budaya bangsa, ancaman
disintegrasi bangsa serta melemahnya kemandirian bangsa.
Disinilah peranan guru dalam membangun budaya dan karakter bangsa dalam
lembaga pendidikan formal dengan langkah-langkah yang sistematik yang muatan
utamanya nilai-nilai luhur kebangsaan. Dimulai dari penanaman nilai yang mulia,
mengajari mereka untuk menjadi anak-anak bangsa yang berdiri tegak berhadapan
dengan anak-anak bangsa yang lain, cerdas, dan memiliki kepribadian yang kokoh.
Tanamkan kembali kebanggaan sebagai anak bangsa yang  bermartabat, berdaulat,
dan berkepribadian mulia. Pendidikan agama, akhlak atau budi pekerti, dan
pendidikan kewarganegaraan dirancang-bangun secara lebih sistematik dan
komprehensif.
Tugas guru memang berat, guru tidak hanya dituntut melakukan kegiatan fisik
dalam kegiatan belajar mengajar tetapi jaga harus melakukan kegiatan nonfisik yakni
mendidik, mewariskan, menyemaikan nilai-nilai luhur hakiki kepada siswanya. Nilai-
nilai luhur yang hakiki yang disemaikan disekolah benar-benar harus berhadapan
dengan berbagai “penyakit social” yang telah hidup dan berkembang di masyarakat.
Peran pendidikan menjadi sangat penting karena dengan pendidikan dan jadi diri
bangsa dimantapkan.
Guru sebagai pendidik merupakan gerbang awal dalam membentuk
kepribadian siswa. Hal ini mengandung arti bahwa guru memberikan pengaruh yang
cukup bermakna bagi terwujudnya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Guru merupakan orang yang di
tangannya terletak masa depan bangsa. Sebab pendidikan generasi yang akan
melanjutkan perjuangan bangsa ini ada ditangannya.
Guru harus menyadari profesi dan tanggung jawabnya yang besar. Guru
adalah sosok pribadi yang digugu dan ditiru. Sebab yang baik menurut anak didik
adalah apa yang guru perbuat dan yang buruk menurut mereka adalah apa yang guru
tinggalkan. Guru mempunyai peranan yang sangat strategis terutama dalam
membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai budaya.
Dipandang dari dimensi pembelajaran, peranan guru dalam masyarakat Indonesia
tetap dominan sekalipun teknologi yang dimanfaatkan berkembang dengan sangat
pesat. Hal ini karena adanya dimensi-dimensi proses pendidikan atau lebih khusus
lagi proses pembelajaran yang diperankan oleh guru tidak dapat digantikan oleh
teknologi.
BAB III
PENUTUP

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan adalah Kurikulum adalah sejumlah


pengalaman pendidikan kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian yang disediakan oleh
sekolah bagi murid-murid di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya untuk
berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan
tujuan-tujuan pendidikan. Peranan guru dalam kurikulum antara lain: sebagai implementer,
adapter, pengembang dan peneliti kurikulum.
Perubahan kurikulum dalam perspektif budaya dipandang sebagai terobosan telah
dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dengan tetap melestarikan nilai-nilai
udaya bangsa. Kurikulum dipandang dalam tiga hal, yaitu: kurikulum untuk suatu
kebudayaan yang berubah, kurikulum untuk kebudayaan yang kompleks dan kurikulum
untuk mendidik siswa yang kurang beruntung secara budaya.
Dalam kebudayaan yang relatif statis para pendidik dapat beranggapan bahwa
kebutuhan-kebutuhan dan kondisi-kondisi masyarakat tidak berubah sangat radikal dalam
satu masa kehidupan. Kurikulum tidak dapat berubah terlalu banyak, karena perubahan yang
terlalu radikal akan melemahkan hubungan antara berbagai kelompok umur yang dididik
dengan mata kajian/mata pelajaran yang berbeda. Sekarang satu dari kekuatan utama yang
mendorong perubahan kebudayaan dan selanjutnya mendorong perubahan kurikulum adalah
sain dan penggunaannya dalam teknologi.
Guru dalam pandangan budaya maksudnya guru memiliki peranan yang menyangkut
pemeliharaan warisan nilai-nilai budaya masyarakat dan bangsa, menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa sebagai wujud dari otoritas dan tanggung
jawabnya.
Penduduk yang lebih terdidik memerlukan guru-guru yang lebih terlatih dan
terspesialisasi dan lebih penting bagi masyarakat, mengajar menjadi makin profesional,
karena sekarang guru-guru mesti lebih berpengetahuan dan lebih sadar akan tanggung jawab
mereka terhadap masyarakat. Sebuah profesi harus mengawasi tidak hanya latihan anggota-
anggota tetapi juga tingkah laku anggota-anggota tersbut. Seorang profesional seharusnya
juga sangup membuat keputusan-keputusan penting.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Idi. 2007.  Pengembangan  Pengembangan Kurikulum Kurikulum Teori dan


Praktek. Jakarta: Ar-Ruzz Media.

Depdiknas. 2003. Sistem Pendidikan Nasional . Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang


Depdiknas.

Manan, Imran. 1989, Antrpologi Pendidikan Suatu Pengantar. Jakarta: Depdikbud.

___________. 1989. Dasar Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta: P2LPTK.

Anda mungkin juga menyukai