tentang
KURIKULUM DAN GURU DALAM PERSPEKTIF BUDAYA
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
LOKAL : A/20
DOSEN PEMBIMBING
Prof. Dr. Azwar Ananda, MA
A. Latar Belakang
Pendidikan dengan segala komponennya (termasuk kurikulum dan guru)
memiliki keterkaitan yang erat dengan kebudayaan yang tumbuh dalam suatu tatanan
masyarakat. Kebudayaan menentukan arah, isi dan proses pendidikan (sosialisasi atau
(sosialisasi atau enkulturasi). Pendidikan memiliki fungsi konservasi dan fungsi kreasi
(perubahan, inovasi) bagi masyarakat dan kebudayaannya. Pendidikan berfungsi
memberdayakan potensi manusia untuk mewariskan, mengembangkan dan
membangun kebudayaan serta peradaban masa depan. Di satu sisi, pendidikan
berfungsi untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang positif, di sisi lain pendidikan
berfungsi untuk menciptakan perubahan ke arah kehidupan yang lebih inovatif.
Kebijakan politik di Indonesia dalam bidang pendidikan, juga mengalami
pergeseran pola piker, yaitu dari pola pendidikan yang terpusat (sentralisasi) menjadi
pendidikan yang desentralisasi berdasarkan pada otonomi daerah. Melalui
desentralisasi pendidikan ini, daerah memiliki porsi lebih besar dalam menentukan
kebijakan dalam pendidikan, artinya daerah dan sekolah diberi kewenangan untuk
menentukan sistem yang akan digunakan dalam melaksanakan proses pembelajaran,
salah satunya menyangkut pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum ini
didasarkan pada karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan
sekolah (Saodih, 2002).
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan yang dapat
menentukan proses dan hasil pendidikan. Pendidikan bukan hanya membangun
pengetahuan semata, namun memberikan bekal keterampilan serta nilai-nilai
kebudayaan bangsa, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Tujuan pendidikan tersebut hendaknya tergambar jelas dalam pelaksanaan Kurikulum
yang sedang kita pedomani saat sekarang ini sebelum lahir lagi kurikulum baru. Jika
pelaksanaan kurikulum ini sudah dimaksimalkan, sepertinya belum akan dibutuhkan
perubahan kurikulum lagi, karena perubahan kurikulum belum tentu menjamin
peningkatan proses dan hasil pendidikan.
Hal yang paling dibutuhkan saat ini bukan perubahan kurikulum,
tapi peningkatan kualitas guru dan budaya belajar peseta didik. Guru harus menjadi
sosok yang mandiri dan teladan, manusia merdeka yang tidak mudah diintimidasi oleh
birokrat pendidikan serta wali peseta didik. Pembinaan kualitas guru ini harus
dilakukan oleh organisasi profesi guru, bukan oleh Pemerintah. Guru tidak boleh
dipandang hanya sebagai pegawai, tapi sebagai profesional yang bekerja dengan
berpedoman pada kode etik guru. Guru merupakan ujung tombak keberhasilan
pendidikan yang terlibat langsung dalam mengembangkan, memantau dan
melaksanakan kurikulum, sehingga fungsi pendidikan untuk melestarikan nilai-nilai
budaya bangsa dapat tercapai dengan baik.
Pengembangan nilai-nilai budaya bangsa dimulai dari memperbaiki budaya
belajar peserta didik. Mulailah dengan membangun budaya membaca yang sehat dan
kembangkan budaya menulis, lalu beri kesempatan luas untuk berbicara. Begitulah
budaya belajar di sekolah dibentuk, yaitu dari perencanaan yang matang (kurikulum).
Jadikan sekolah sebagai tempat peserta didik belajar, bukan sekedar tempat guru
mengajar. Jika budaya belajar siswa sudah baik, maka penanaman nilai-nilai budaya
bangsa yang lainnya akan mudah dilakukan. Keterkaitan antara kurikulum yang
sempurna, peranan guru yang profesional dan kebudayaan yang bersifat membangun
akan melahirkan generasi terbaik Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang di maksud dengan Hakekat Kurikulum ?
2. Bagaimana Kedudukan Guru dalam Kurikulum ?
3. Jelaskan apa yang dimaksud Kurikulum dalam Perspektif Budaya ?
4. Jelaskan apa yang dimaksud Peran Guru dalam Perspektif Budaya ?
C. Tujuan Penulis
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang hakekat kurikulum.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang kedudukan guru dalam kurikulum.
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang kurikulum dalam perspektif budaya.
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang peranan guru dalam perspektif budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKEKAT KURIKULUM
1. Pengertian Kurikulum
Secara Etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu carier yang
artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal
dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung
pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai
garis finish.
Dalam bahasa Arab, kata kurikulum biasa diungkapkan dengan manhaj yang
berarti jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Sedangkan
kurikulum pendidikan (manhaj al-dirasah) dalam qamus Tarbiyah adalah seperangkat
perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan
dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.
Pengertian Kurikulum menurut para ahli inilah pengertian kurikulum secara
Terminologi. Sebenarnya sangat banyak sekali para ahli pendidikan yang
mendifinisikan tetntang kurikulum. Namun kami hanya memaparkan beberapa saja,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Kurikulum adalah Rancangan Pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang
disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh
ijazah (Crow and Crow).
b. Kurikulum adalah kelompok pengajaran yang sistematik atau urutan subjek yang
dipersyaratkan untuk lulus atau sertifikasi dalam pelajaran mayor, misalnya
kurikulum pelajaran sosial, kurikulum pendidikan fisika (Carter V. Good, 191:6)
c. Kurikulum adalah seluruh pengalaman siswa di bawah bimbingan guru (Hollis L.
Caswell and Doak S. Campbell)
d. Kurikulum adalah sebagai sebuah perencanaan untuk memperbaiki seperangkat
pembelajaran untuk seseorang agar menjadi terdidik (J. Galen Saylor, William M.
Alexander, and arthur J. Lewis)
e. Kurikulum pada umumnya berisi pernyataan tujuan dan tujuan khusus,
menunjukkan seleksi dan organisasi konten, mengimplikasikan dan
meanifestasikan pola belajar mengajar tertentu, karena tujuan menuntut mereka
atau karena organisasi konten mempersyaratkannya. Pada akhirnya, termasuk di
dalamnya program evaluasi outcome (Hilda Taba dalam Oliva, 1991:6)
f. Kurikulum sekolah adalah konten dan proses formal maupun non formal di mana
pebelajar memperoleh pengetahuan dan pemahaman, perkembangan skill,
perubahan tingkah laku, apresiasi, dan nilai-nilai di bawah bantuan sekolah
(Ronald C. Doll dalam Oliva, 1991:7)
g. Kurikulum adalah rekonstruksi dari pengetahuan dan pengalaman secara
sistematik yang dikembangkan sekolah (atau perguruan tinggi), agar dapat
pebelajar meningkatkan pengetahuan dan pengalamannnya (Danniel Tanner and
Laurel N. Tanner dalam Oliva, 1991:7)
h. Kurikulum dalam program pendidikan dibagi menjadi empat elemen yaitu
program belajar, program pengalaman, program pelayanan, dan kurikulum
tersembunyi (Abert I. Oliver dalam Oliva, 1991:7).
i. Kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan kebudayaan, sosial, olahraga,
dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-murid di dalam dan di luar
sekolah dengan maksud menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam
segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan
pendidikan. (Dr. Addamardasyi dan Dr. Munir Kamil).
Dari berbagai pengertian kurikulum diatas dapat bahwa kurikulum merupakan
suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar
bagi peserta didik di bawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk
mencapai suatu tujuan lembaga pendidikan tersebut.
Sehubungan dengan definisi tentang kurikulum, juga perlu melihat definisi
kurikulum yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: “Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu”. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa
kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka NKRI
dengan memperhatikan: (1) Peningkatan iman dan takwa, (2) Peningkatan akhlak
mulia, (3) Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, (4) Keragaman
potensi daerah dan lingkungan,(5) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional, (6)
Tuntutan dunia kerja, (7) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (8)
Agama, (9) Dinamika perkembangan global, (10) Persatuan nasional nilai-nilai
kebangsaan. (Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran: 2011).
C. BUDAYA
Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta,
karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata
kebudayaan, yang berasal dari Bahasa Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari
budhi yang berarti budi atau akal. Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di
istilahkan dengan kata culturur. Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam
bahasa Latin dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan,
dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti
culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan
mengubah alam.
Definisi budaya dalam pandangan ahli antropologi sangat berbeda dengan
pandangan ahli berbagai ilmu sosial lain. Ahli-ahli antropologi merumuskan definisi
budaya sebagai berikut:
1. E.B. Taylor (1871) berpendapat bahwa budaya adalah: Suatu keseluruhan
kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat
istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia
sebagai anggota masyarakat.
2. Linton (1940) mengartikan budaya dengan: Keseluruhan dari pengetahuan, sikap
dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh
anggota suatu masyarakat tertentu.
3. Kluckhohn dan Kelly (1945) berpendapat bahwa budaya adalah: Semua
rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun
implisit, rasional, irasional, yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang
potensial untuk perilaku manusia.
4. Koentjaraningrat: 1979 yang mengatikan budaya dengan: Keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
5. Djoko Widaghdo (1994), budaya sebagai daya dari budi yang berupa cipta, rasa
dan karsa, sedangkan kebudayaan diartikan sebagai hasil dari cipta, karsa,dan rasa
tersebut.