Anda di halaman 1dari 15

TUGAS FILSAFAT ILMU XII (TIGA BELAS)

TANGGUNG JAWAB MORAL KEILMUAN

OLEH : PEBRI ANWAHJUDEWANTO


NPM : 2010018312046

PROGRAM PASCASARJANA TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS BUNG HATTA
2020
A. Pendahuluan

llmu pengetahuan merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki dalam
kehidupan manusia. Hal ini menjadi ciri manusia karena manusia senantiasa bereksistensi, tidak
hanya berada seperti batu atau rumput di tengah lapangan, tetapi manusia selalu bereksistensi.
Oleh karena itu, manusia berbudaya, mengembangkan ilmu pengetahuan dan
menggunakannya untuk kehidupan pribadi dan lingkungannya.

Ilmu pengetahuan merupakan teorisasi dari sejumlah pengetahuan yang diperoleh dan
dimiliki manusia me1alui sejumlah penelitian dan pembuktian. Dengan kata lain, ilmu
pengetahuan menuntut suatu tindakan yang ilmiah terhadap suatu kebenaran. Sedangkan
menu rut Amsal Bakhtiar (2007: 87) ilmu pada prinsipnya merupakan suatu untuk
mengorganisasikan dan mensistematisasikan suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman
dan pengamatan sehari-hari. Kemudian dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti
dengan menggunakan berbagai metode.

Untuk melakukan usaha--usaha ters-ebut manusia harus mempunyai intellectual


activity. Intellectual activity menurut Soetriono (2007: 120) adalah upaya manusia urituk
mempelajari dan mengamati fenomena-fenomena yang dihadapi sampai pada akarnya.
Intellectual activity juga merupakan kegiatan pencarian dan pengembangan ilmu.

Pada zaman modern ini, intellectual activity tidak hanya mencari relevansi atau
hubungan antara satu fenomena dengan fenomena lain, tetapi pen, cariannya sampai keluar
dari lingkungan dimana manusia itu berada. Dengan kepandaian menulisnya manusia bukan
hanya mendokumentasikan ilmu pengetahuannya, tetapi juga mempromosikan dan menjual
ilmu pengetahuannya.

Dalam memanfaatkan suatu ilrnu kiranya yang perlu disadari adalah suatu ihnu harus
dihubungkan dengan konteks di mana manusia itu berada. Memang semua ilmu bersifat
universal, tetapi efektivitas dari suatu ilmu harus dikaitkan dengan lingkungan di mana ihnu itu
akan diterapkan atau dimanfaatkan untuk kepentingan manusia.
Ada beberapa fungsi ilmu pengetahuan, seperti yang dikemukakan oleh Anshari (1987:
60), yaitu: pertama, fungsi deskriptif, menggambarkan, melukiskan, dan memaparkan suatu
objek atau masalah sehingga mudah dipelajari oleh peneliti. Kedua, fungsi pengembangan,
melanjutkan hasil penetnuan yang lalu dan menemukan hasil ilmu pengetahuan yang baru.
Ketiga, fungsi prediksi, meramalkan kejadian kejadian yang besar kemungkinan terjadi
sehingga manusia dapat mengambil tindakan-tindakan yang perlu dalam usaha
menghadapinya. Keempat, fungsi kontrol, berusaha mengendalikan peristiwa-peristiwa yang
tidak dikehendaki. Jadi, tegasnya fungsi ilmu pengetahuan ialah untuk kebutuhan tnanusia di
dalan1 berbagai bidang.

Melihat fungsi ihnu pengetahuan yang sangat berguna bagi kehadupan man usia
tersebut, maka pengembang ilmu pengetahuan atau ilmuwan harus mempunyai etik.a serta
sikap ilmiah tertentu dalatn metnajukan setiap ilmu pengetahuan. Erika atau sikap ilmiah ini
memang seharusnya dimiliki oleh setiap ilmuwan dalam melakukan tugasnya mengkaji,
mengetnbangkan, menerima atau menolak, serta mengubah atau menambah suatu
ilmu. Bentuk tertinggi dari ilmu adalah kebijaksanaan yang menggambarkan suatu etik<l atau
sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah sikap-sikap yang seharusnyadimiliki oleh setiap
ihnuwan dalam melakukan tugasnya mempelajari, mengkaji, dan
mengembangkan ilmu.

B. Komponen..Komponen Pembangun Ilmu

Komponen ilmu sedikitnya meliputi fakta, teori, fenomena, dan konsep. Fakta atau
realitas menjadi salah satu perangkat ilmu yang sangat kuat dan berharga. Realitas yang ada
sekaligus juga menggambarkan fenomena yang sebenarnya terjadi di lapangan. Hasil
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti kemudian bisa dikembangkan menjadi teori dan
konsep. Menurut Soetriono (2007: 342) kotnponen pembangun ilmu yang hakiki adalah fakta
dan teori, namun ada juga komponen yang lain, yaitu fenomena dan konsep. Fenomena (gejala
atau kejadian) yang ditangkap indra manusia (karena dijadikah masalah yang ingin diketahui)
diabstraksi.kan dengan konsep konsep. Jadi, konsep adalah istilah atau simbol simbol yang
mengandung pengertian singkat dari fenomena. Dengan kata lain, konsep merupakan
penyederhanaan dari fenomena.

Melalui penelaahan yang terus--menerus maka ilmu akan sampai pada hubungan-
hubungan yang merupakan hasil akhir dari ilmu. Hubungan, hubungan yang telah ditemukan
dan ditunjang oleh data empiris disebut fakta. Jadi, ilmu merupakan fakta-fakta. Sedangkan
jalinan fakta-fakta kese luruhannya menurut meaningfull construct disebut teori. lni berarti
teori merupakan seperangkat, konsep, definisi, dan proposisi,proposisi yang ber, hubungan satu
sama lain, yang menunjukkan fenomena,fenomena. Dengan demikian, jelas bahwa teori
merupakan suatu konstruksi yang jelas, yang JiLaugun atas jalinan fakta-fakta.

Fakta mempunyai peranan dalam pijakan, formulasi, dan penjelasan teori dengan
asumsi bahwa: a) fakta memulai teori; teori berpijak pada satu dua fakta hasil penemuan.
Misalnya, penemuan cendawan fenicillium yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri
fenicilin; b) fakta menolak dan mereformasi teori yang telah ada; c) fakta,fakta dapat
mendefinisikan kembali atau memperjelas definisi definisi yang ada dalam teori.

Sementara teori mempunyai peranan dalam pengernbangan ilmu, yaitu sebagai


orientasi, sebagai konseptualitas, dan sebagai klasifikasi, secara generalisasi, serta sebagai
peramal fakta, dan sebagai point to gaps in our knowledge. Pertama, teori sebagat.
on.entast·; mem ben·kan suatu orientasi pada para ilmuwan sehingga dengan teori tersebut
dapat mempersempit cakupan telaah, sehingga dapat menentukan fakta-fakta mana yang
dipeflukan. Kedua, teori sebagai konseptual dan klasifikasi; dapat memberikan petunjuk
tentang kejelasan hubungan antara konsep-konsep dan fenomena atas dasar klasifikasi
tertentu. Ketiga, teori sebagai generalisasi memberikan rangkuman terhadap generalisasi
empiris dan antar hubungan proposisi (teorama; kesimpulan umum yang didasarkan pada
asumsi--asumsi tertentu, baik yang akan diuji maupun yang telah diterima. Keempat, teori
sebagai peramal fakta, yaitu bahwa teori membuat prediksi--prediksi tentang adanya fakta, dan
kelima, teori sebagai point to the gaps in our knowledge adalah teori menunjukkan adanya
kesenjangan dalam pengetahuan kita.
Jadi, dapat dipahami berdasarkan uraian di atas bahwa komponen, komponen dasar
yang menyusun ilmu adalah fakta dan teori, fenomena, dan konsep. Hubungan antara teori dan
fakta sangat erat dan hubungan antara teori dengan ilmu juga sangat erat dan tidak dapat
dipisahkan. Karena ilmu pada hakekatnya terbangun dari fakta dan teori.

C. Sumber-Sumber llmu

Sumber ilmu pengetahuan merupakan aspek.-aspek yang mendasari lahirnya ilmu


pengetahuan yang berkembang dan muncul dalam kehidupan manusia. Menurut Sumarna
(2006: 101) sumber ilmu pengetahuan terdapat perhedaan antara pandangan filosof dan
ilmuwan Barat dengan filosof dan ilmuwan muslim. Menurut pandangan filosof dan ilmuwan
muslim, sumber utama ilmu pengetahuan adalah wahyu yang termanifestasikan dalam
AJqura.n dan As--sunnah, selain sumber empiris dan rasionalis. Sedangkan menurut filosof dan
ilmuwan Barat sumbcr ilmu pengetahuan hanya dibatasi pada dua sumber ut ma y hu
pengetahuan yang lahir dari pertirnbangan rasio (akal atau deduksi) dan pengetahuan yang
dihasilkan melalui pengalaman (empiris dan induksi).

Menurut Suriasumantri (2003: 50) terdapat empat cara pokok dalam mendapatkan
pengetahuan, pertama adalah pengetahuan yang berdasarkan pada rasio yang dikembangkan
oleh kaum rasionalis yang dikenal dengan rasionalisme. Kedua, pengetahuan yang berdasarkan
pada pengal aman yang dikenal dengan paham emputsme. Ketiga, pengetahuan yang
didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusatkan
pemikirannya pada suatu masalah tiba tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan
tersebut. lntuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan sehingga intuisi tidak hisa
digunakan sebagai dasar untuk menyusun penge tahuan yang teratur. Sumher pengetahuan
yang keempat adalah wahyu yang merupakan pengetahuan yang disampaikan tuhan kepada
manusia.

Pendapat Suriasumantri di atas senada dengan pendapat yang diung kapkan oleh Amsal
Bakhtiar (2007: 98) bahwa pengetahuan yang diperoleh oleh seseorang adalah bersumber pada
empat hal, yaitu: pertama, empiris, merupakan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman
dengan menggu nakan inderanya. Ini dipelopori oleh John Locke yang mengemukakan teori
tabularasa, yang mengatakan bahwa manusia pada mulanya kosong dari pengetahuan, lalu
pengalamannya mengisi jiwanya yang kosong sehingga ia mempunyai pengetahuan. Kedita,
rasio merupakan pengetahuan yang berasal dari akal atau rasio, manusia memperoleh
pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek dan penganut paham ini tidak menolak
pendapat bahwa pengetahuan diperoleh melalui indera. Sumber pengetahuan ketiga adalah
intuisi, yang merupakan suatu pengetahuan langsung dan seketika, yang bersifat analis,
menyeluruh, mutlak dan tanpa dibantu oleh penggambaran secara simbo1is. Keempat, sumber
wahyu yang merupakan pengetahuan yang berasal dari Allah kepada manusia melalui
perantaraan nabi. Wahyu Allah berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang
yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang tnencakup masalah transidental, seperti latar
belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia dan segenap isi dan kehidupan akhirat nanti.

Dari ketiga pendapatdi atas, kiranya dapat dipahami dengan jelas bahwa yang
dijadikan sumber ilmu pengetahuan adalah meliputi wahyu: pengalaman, dan rasio .
Sedangkan dapat digunakan sebagat institusi personal dan tidak bisa dnamal sumber tlmu
pengetahuan karena taerst at Pkan serta bersifat tiba tiba atau seketika.

D. Etika Keilmuan

1. Hubungan Etika dengan Ilmu

Etika mempunyat snat yang.sangat mendasar' yaitu sifat kritis. Etika mempersoalkan
norma,no rma yang dianggap berlaku, menyelidiki dasar norma-norma. Mempersoalkan hak
dari setiap lembaga sepertt orang tua, negara, dan agama untuk memberi perintah atau
larangan yang harus ditaati. Hak dan wewenang unruk menuntut ketaatan dari lembaga
tersebut harus dan perlu dibuktikan. Dengan demikian, etika menuntut orang bersikap rasiona]
terhadap semua norma. Sehingga etika akhirnya membantu manusia menjadi lebih otonom.

Otonomi man usia tidak terletak pad a kebebasan dari segi norma dan tidak sama
dengan kesewenang,wenangan, melainkan tercapai dalam kebebasan dari segala norma dan
tidak sarna dengan kesewenang,wenangan, melainkan tercapai Jalan kebebasan untuk
mengakui norma,nonna yang meyakininya sendiri sebagai kewajibannya. Dengan demikian,
etika dibutuhkan sebagai pengantar pemikiran yang kritis, yang dapat membedakan
antara apa yang sah dan yang tidak sah, membedakan apa yang benar dan apa yang tidak
benar. Oengan denmikian, etika men1beri kemungkinan kepada kita untuk mengambil
sikap sendiri serta ikut menentukan arah perkembangan masyarakat.

Menurut Suriasumantri (1995: 233) antara ilmu dan etika n1empLmyai hubungan yang
sangat erat. Ada yang berpendapat bahwa ilmu bebas nilai karena sesungguhnya ilmu itu
memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Ada dua paham yang berkaitan dengan nilai, pertama , fase
empiris, pada fasc ini di zaman Yunani dulu Aristoteles n1engatakan bahwa ilmu tidak
mengabdi pada pihak lain. Ilmu dipelajari manusia demi ilmu itu sendiri. Kegiatan berilmu
merupakan kegiatan yang mewah yang menyegarkan jiwa. Dengan ilmu orang banyak
tnemperoleh pengertian tentang dirinya dan alam di sekitarnya. Pada fase ini tugas suatu
generasi terbatas pada mencapai ilmu dan meneruskan pada generasi berikutny a. Belum
ada tuntutan supaya mengembangkan ilmu, baru pada abad ke, 17 ilmu giat dikembangkan
dan rang sud a h mulai mencar i apa tujuan sebenarnya dari ilmu tersebut . Jadi, fase yang
sifatnya empiris rasional kemudian berkembang rnenjadi fase eksperimental rasional. Kedua,
paham pragmatis yang berpendapat bahwa di dalam ilmu terdapat nilai yang mendorong
manusia bersikap hormat pada ilmu. Hormat ini mula mula ditujukan hanya pada ilmu yang
diterapkan pada kehidupan saja karena nilai dari ilmu terletak pada penerapannya. llmu
mengejar kebenara yang merupakan inti etika ilmu tetapi kebenaran itu ditentukan oleh derajat
penerapan praktis dari suatu ilmu.

2. Problem Etika Ilmu

Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis pada


pertimbangan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Menurut Amsal
Bakhtiar (2007: 83) tanggung jawab keilmuan menyangkut kegiatan maupun pengguna-an ilmu
pengetahuan dan teknologi. lni her arti ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi harus memerhatikan kodrat ·dan martabat manusia, menjaga ekosistem,
bertanggung jawab pada kepentingan umum, dan generasi mendatang, serta bersifat universal
karena pada hakikatnya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengembangkan dan
memperkokoh ekosistem manusia bukan untuk menghancurkan ekosistem tersebut .
Manusia disebut etis ialah manusia yang secara utuh dan menyeluruh mampu
memenuhi hajat hidupnyadalamrangka mewujudkankeseimbangan antara kepentinga pribadi
dengan orang lain, antara rohani dengan jasmani, dan sebagai makhluk ciptaan Nya.

K. Bertens (2004:1. 5 22) mengungkaPkan ba hwa kaJ·ian etika dapat dibagi menjadi tiga
bagian, sebagai berikut.

a. Etika Deskriptif

Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan,
anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, serta tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau
tidak diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moral yang terdapat pada individu-individu
tertentu, dalam kebudayaan kebu dayaan atau subkultur subkultur yang tertentu, dalam suatu
periode sejarah dan sebagainya. Etika deskriptif hanya melakukan, jadi tidak memberi
penilaian. Sekarang etika deskriptif diJalankan oleh ilmu ilmu sosial, antropologi budaya,
psikologi, sosiologi, sejarah, dan sebagainya. Studi studi termasyhur tentang perkembangan
kesadaran moral dalam hidup seorang manusia oleh psikolog Swiss, Jean Piaget (1896 1980)
danpsikolog Amerika Lawrence Kohlberg (1927 1988) merupakan contoh bagus mengenai etika
deskriptif Perbedaan pokok antara filsafat dan ilmu ilmu lain adalah bahwa ilmu ilmu lain itu
termasuk juga ilmu,.iltnu sosial bersifat empiris, artinya membatasi diri pada pengalaman
inderawi, sedangkan filsafat melampaui tahap empiris. Karena itu, dapat dimengerti bahwa
etika deskriptif ini sebetulnya termasuk ilmu pengetahuan empiris dan bukan filsafat.

Walaupun etika deskriptif dan etika filosofis tidak dapat disetarafkan. namun di antara
keduanya terdapat hubungan yang erat. Filosof yang mempraktikkan etika membutuhkan
pengetahuan luas dan mendalam tentang moralitas dalam berbagai konteks budaya agar dapat
menjalankan tugasnya dengan baik.

b. Etika Normatif

Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang di mana berlangsung
diskusi diskusi yang paling n1enarik tentang tnasalah, masalah moral. Di sini para ahli tidak
bertindak sebagai penonton netral seperti halnya dalam Etika deskriptif, tnelainkan melibatkan
diri dengan memberikan penilaian tentang perilaku tnanusia. Adapun penilaian ini dibentuk
atas dasar norma-norma.

Etika deskriptif hanya melukiskan norma,.norma dan tidak memeriksa apakah norma-
norma tersebut benar atau tidak. Adapun etika normatif meninggalkan sikap netral itu dengan
mendasarkan pendiriannya atas norma dan berani bertanya apakah norma,.nonna itu benar
atau tidak.

Hal yang sama dapat dirumuskan juga dengan mengatakan bahwa etika normatif itu
tidak deskriptif melainkan preskriptif (memerintahkan), tidak melukiskan melainkan
menentukan benar tidaknya tingkah laku atau anggapan moral. Unruk itu, dia mengadakan
argumentasi argumentasi jadi dan mengemukakan alasan-alasan mengapa suatu tingkah laku
harus disebut baik atau buruk dan mengapa suatu anggapan moral dapat dianggap benar atau
tidak.

Pada akhirnya argumentasi argumentasi itu bertumpu pada norma-norma atau prinsip-
prinsip etis yang dianggap tidak dapat ditawar-tawar. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
etika normatifbertujuan merumuskan prinsip--prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan
dengan cara rasional dan dapat digunakan dalam praktik. Etika normatif dibedakan menjadi
etika umum dan etika khusus, yaitu sebagai berikut.

1. Etika umum memandang tema-tema umurn, seperti apa itu norma etis? Jika ada
banyak norma etis, bagaimana hubungannya satu sama lain? Mengapa norma moral mengikat
kita? Apa itu nilai dan apakah kekhususan nilai moral? Bagaimana hubungan antara tanggung
jawab manusia dan kebebasannya? Tema-tema seperti itulah yang menjadi objek penyelidikan
etika umum.

2. Erika khusus berusaha menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum atas wilayah perilaku
manusia yang khusus. Dengan menggunakan suatu isrilah yang lazim dalam konteks logika
dapat dikatakan juga ahwa daJam etika khusus itu premis normatif dikaitkan dengan premis
faktual untuk sampai pada suatu kesimpulan etis yang bersifat normatif juga. Erika khusus
memiliki tradisi panjang dalam sejarah filsafat moral. Kini tradisi ini kerapkali dilanjutkan
dengan memakai suatu nama baru, yaitu "erika terapan (applied ethics)".

Selain pembagian etika di atas, etika juga dapat dibedakan menjadi erika perangai dan
etika moral. Pertama, etika perangai. Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang
menggambarkan perangat· manusia dalam hidup bermasyarakat di daerah-daerah tertentu,.
pada waktu tertentu pula.

Etika moral terwujud dalam bentuk kehendak manusia berdasarkan kesadaran dan
kesadaran adalah suara hati nurani. Dalam kehidupan manusia selalu dikehendaki yang baik
dan tidak baik, antara benar dan tidak benar. Dengan denmikian, ia mempertanggungjawabkan
pilihan yang telah dipilihnya itu.

Kebebasan kehendak mengarahkan manusia untuk berbuat baik dan benar. Apabila
manusia melakukan pelanggaran etika moral berarti dia berkehendak melakukan kejahatan,
dengan sendirinya pula berkehendak untuk dihukum. Dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara nilai moral dijadikan dasar hukum positif yang diciptakan oleh penguasa.

Dalam kehidupan masyarakat kita juga mengenal etika pribadi dan etika sosial. Untuk
mengetahui etika pribadi dan etika sosial, perhatikan contoh bcrikut.

1. Etika pribadi. Misalnya seseorang yang berhasil di bidang usaha (wiras wasta) dan
menjadi seseorang yang kaya raya (jutawan). la disibukkan dengan usahanya sehingga ia lupa
akan diri pribadinya sebagai un1at Tuhan. Ia mempergunakan kekayaannya untuk keperluan hal
hal yang tidak terpuji di mata masyarakat (mabuk tnabukan, suka mengganggu ketenteratnan k
luarga orang lain). Dari segi usaha ia memang berhasil memperkembangkan usahanya sehingga
ia tnenjadi jutawan, tetapi ia tidak berhasil (gagal) dalam mengembangkan etika pribadinya.

2. Etika sosial. Misalnya seorang pejabat pemerintah (negara) dipercaya untukmengelo]a


keuangan negara. Uang milik negara berasal dari rakyat dan untuk rakyat. Pcjabat tcrscbut
tcrnyata rrlc1akukan peng gelapan uang negara untuk kepentingan pribadinya, dan tidak dapat
mempertanggungjawabkan uangyangdipakainya itu kepada pemerintah.
Perbuatan pejabat yang mempergunakan uang negara untuk kepentingan diri pribadi
tersebut, adalah perbuatan yang merusak etika sosial. Etika tidak langsung membuat manusia
menjadi lebih baik, mela.inkan etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis
untuk berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan. Etika ingin menampilkan
keterampilan intelektual, yaitu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.

Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana
pluralisme. Pluralisme moral diperlukan karena beberapa alasan: a) pandangan moral yang
berbeda,beda karena adanya perbedaan suku, daerah budaya, dan agama yang hidup
berdarnpingan; b) modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan
masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral tradisional; c) berbagai ideologi
menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing,masing dengan ajarannya sendiri
tentang bagaimana manusia harus hidup .

3. Ilmu dan Moral

Istilah moral berasal dari bahasa Latin, mos (jamaknya mores), yang berarti adab atau
cara hidup. Etika dan moral s.ama maknanya, tetapi dalam pema, kaiannya sehari·hari ada
sedikit perbedaan. Moral dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai
untuk pengkajian sistem nilai yang ada. Menurut Sudarsono (2001) istilah etika, moral, dan
akhlak sama. Dalam akhlak terdapat beberapa nilai luhur yang bersifat universal, yaitu
kejujuran, kebaikan, kebenaran, rasa malu, kesucian diri, kasih sayang, hemat, dan
sederhana.

Pengertian moral dibedakan dengan pengertian kelaziman meskipun dalam praktik


kehidupan sehari,hari kedua pengertian itu tidak tampak jelas batas,batasnya. Kelaziman
adalah kebiasaan yang baik tanpa pikiran panjang dianggap baik, layak, sopan santun, tata
krama, dan sebagainya. Jadi, kelazin1an itu merupakan norma-norma yang diikuti tanpa
berpikir panjang dianggap baik, yang berdasarkan kebiasaan atau tradisi. Moral juga dapat
dibedakan n1enjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.

1. Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setfap manusia, sebagai suatu
pengejawantahan dari pancaran Ilahi. Moral murni disebut juga hati nurani.
2. Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran. filosofis, agan1a,
adat yang menguasai pemutaran manusia.

Kata natural selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. JaJi, bukan
mengenai baik--buruknya begitu saja, misalnya sebagai dosen, tukang masak, pernain bulu
tangkis atau penceratnah, melainkan sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang
kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma,norma moral
adalah tolok ukur untuk menentukan betul,salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat
dari segi baik·buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku tertentu dan terbatas.

Itulah kekhususan norma moral. Ada banyak macam· norma yang harus kita
perhatikan. Ada norma-norma khusus yang hanya berlaku dalam bidang dan situasi khusus.
Misalnya aturan bahwa bola tidak boleh disentuh dengan tangan, hanya berlaku sewaktu kita
main sepak bola dan kita bukan kipet. Begitu kita berhenti bermain, aturan itu dapat kita
lupakan. Begitu pula atutan agama hanya berlaku bagi anggota agama itu. Peraturan tata tertib
di kampus universitas hanya herlaku sela a kita berada di kampus itu. Norma-norma ini semua
bersifat khusus.

Norma umum ada tiga macam, yaitu norma norma sopan santun, norma norma hukum,
dan norma-norma moral. Norma-norma sopan santun menyangkut sikap lahiriah manusia.
Meskipun sikap lahiriah dapat mengungkapkan sikap hati sehingga mempunyai kualitas moral,
namun sikap lahiriah sendiri tidak bersifat moral. Orang yang melanggar norma kesopanan
karena kurang mengetahui tata krama di daerah itu, atau karena dituntut oleh situasi (misalnya
kita mendorong Ibu Lurah sampai jatuh ke sawah supaya tidak tertabrak oleh truk yang remnya
blong) tidak melanggar norma-norma moral.

Begitu pula halnya norma-norma hukum. Setiap masyarakat mengenal hukum. Norma-
norma hukum adalah norma norma yang dituntut dengan tegas oleh masyarakat karena
dianggap perlu demi keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan umum. Norma hukum adalah
norma yang ti·dak dibiarkan dilanggar. Orang yang melanggar hukum, pasti akan dikenai
hukuman sebagai sanksi. Akan tetapi, norma hukum tidak san1a dengan norma moral. Bisa
terjadi bahwa demi tuntutan suara hati, demi kesadaran moral, kit harus melanggar hukum.
Kalaupun kita dihukum, hal itu tida bera tl bahwa kita ini orang buruk. Hukum tidak dipakai
untuk menjamtn tertib umum.

Norma-norma moral adalah toIak ukur yang dipakai masyarakat maka dengan
norma,norma moral untuk mengukur kebatkan seseorang.

E. Sikap llmuwan

Untuk menyelesaikan krisis moral yang diakibatkan oleh ilmu pengetahuan dan
teknologi di atas, diperlukan seorang ilmuwan yang baik sehingga segala tindakan yang
dilakukan akan selalu dipikirkan baik buruknya menurut etika moral. Seorang ilmuwan harus
memiliki sikap ilmiah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ada banyak pendapat ahli yang
mengungkapkan masalah ini, tetapi sedikitnya ada beberapa sikap yang perlu dimiliki oleh para
ilmuwan, antara lain: 1) scorang ilmuwan harus bersikap selektif tcrhadap segala informasi dan
realita yang dihadapinya; 2) seorang ilmuwan sangat menghargai terhadap segala pendapat
yang dike1nukakan oleh orang lain, oleh para ilmuwan lainnya, memiliki keyakinan yang kuat
terhadap kenyataan n1aupun terhadap alCtt in.dera serta buJi, adanya sikap yang positif
terhac1Clp setiap pendapat atau teori terdahulu telah memherikan inspirasi hagi terlaksananya
penelitian dan pengamatan lebih lanjut; 3) selain adanya sikap positif, seorang ilmuwan juga
memiliki rasa tidak puas terhadap penelitian yang telah dilakukan sehingga dia terdorong
untuk terus melakukan riset atau pcnelitian; 4) seorang ilmuwan harus memiliki akhlk atau
sikap etis yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu untuk kebahagiaan man usia,
lebih khusus untuk pembangunan bangsa dan negara. Akhlak dan sikap etis dalam
mengembangkan ilmu untuk memiliki sopan santun ilmiah yaitu dengan berhati,hati dalam
mengeluarkan pendapat, dan kalau ternyata dia salah maka harus segera menyadari dan
mengklarifikasi kesalahan tersebut. Akhlak dan etis ini bisa juga meliputi tanggung jawab
ilmuwan seperti objektif, sikap skeptif, kesabaran intelektual, kesederhanaan, tidak ada rasa
pamrih, dan bersikap selektif.

F. Kesadaran Moral
Kesadaran manusia untuk me1aksanakan cita,cita dalam kehidupan norma didorong
oleh pandangan hid up atau agama yang disebut kesadaran, moral.Kesadaran
moral muncul apabila kita harus mem·u tusk an sesuatu yang menyangkut hak atau
kebahagiaan orang lain. Menurut Franz Magnis Suseno, unsur-unsur pokok dalam kesadaran
moral menunjukkan ada tiga unsur dalam kesadaran moral, yaitu sebagai berikut.

1. Mengungkapkan kesadaran bahwa kewajiban moral itu bersifat mutlak.

2. Mengungkapkan rasionalitas kesadaran moral.

3. Mengungkapkan segi tanggung jawab subjektif.

Agar unsur kesadaran moral dapat kita wujudkan, kita harus memahami moral itu
sendiri. Menurut W. Huki (1981) kita dapat memahami moral dengan tiga cara, yaitu sebagai
berikut.

1. Moral sebagai tingkah laku hid up manusia, yang mendasarkan diri pada kesadaran
bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku dalam lingkungannya.

2. Moral sebagai perangkat ideal-ideal tentang tingkah laku hidup, dengan wama dasar
tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam suatu lingkungan kultural tertentu.

3. Moral ada!ah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan
hidup atau agama tertentu.

Menurut Conny R. Semiawan (1991: 117) tanggung jawab moral ilmuwan merupakan
refleksi dari kewajiban (moral imperatitJe). Kewajiban moral adalah kewajiban yang mengikat
batin seseorang lepas dari pendapat masyarakat, ternan, maupun atasan. Hal tersebut bukan
berarti tanggung jawab moral terpisah secara absolut dari tanggung jawab sosial seorang
ilmuwan, hanya saja tanggung jawab moral sifatnya lebih personal.

Betapa pentingnya bagi seorang ilmuwan suatu kepekaan besar terhadap konsekuensi.-
konsekuensi etis ilmunya. Sebab dialah orang yang dapat meng- ikuti dari dekat perkembangan-
perkembangan yang konkret. Tanggung jawab moral seorang ilmuwan tidak. dapat terlepas
dari integ, Jawaban atas ilmuwan tersebut ,agar menjadi ilmuwan yang sejati. Ciri seorang
ilmuwan sejati yaitu integritas ilmuwan tersebut, agar menjadi ilmuwan yang sejati. Ciri seorang
ilmuwan sejati yaitu integritas yang tinggi dan rasa keterlibatan dan tanggung jawab yang
menyeluruh terhadap pekerjaan yang digelutinya. Hendaknya ciri,ciri ini dan ciri.-ciri lain seperti
keuletan, kejujuran, dan kerendahan hati menghadapi hasil,hasil ilmuwan yang lainnya
hendaknya mempertahankan dan dibina.

Konsep-konsep keilmuan yang dikembangkan manusia dipertanyakan kepentingan


praktisnya. Untuk itu, manusia memikirkan aplikasi dari konsep--konsep yang telah. dibangun.
Penerapan konsep ilmiah dalam keperluan praktis kemudian dikenal sebagai teknologi. Dari
perkembangan tersebut kembali manusia berpikir perlunya moral dalam aplikasi ilmu, karena
manfaat ilmu bersifat relatif, yaitu tergantung pada sisi mana melihatnya.

Pengembangan ilrnu yang tidak disertai moral akan menghancurkan kehidupan umat
manusia. Dalam Soetriono dan Hanafie (2007: 129) menyebutkan bahwa terdapat dua
kelompok sikap mengenai hubungan antara ilmu dengan moraL Pertama, kclompok yang
masih tetap tnenghenJak.i agar ilmu bebas nilai dengan istilah netral terhadap nilai. Mereka
hanya berurusan dengan penemuan ilmuwan saja, sedangkan penggunaannya terserah pada
yang akan menggunakannya, apakah untuk tujuan yang baik atau tujuan yang buruk. Sebaliknya
yang kedua, kelompok yang melihat pengalaman penggunaan ilmu yang merusak
kehidupan umat manusia, maka aplikasi dari ilmu harus memerhatikan asas moral.

Tanggung jawab moral menyangkut pemikiran bahwa ilmuwan tidak lepas dari tanggung
jawab aplikasi ilmu yang dikembangkannya. Di mana ilmu harus diaplikasikan untuk hal--hal
yang benar, bukan untuk merusak umat manusia.

Anda mungkin juga menyukai