Oleh :
Juniardi Hermawan 10070315033
Muhammad Alif Dliyan Y 10070315044
Cut Qisthi Amelia 10070315064
Raden Anggara Arisyanto 10070316007
Mochamad Iqbal Ibrahim 10070316125
Permasalahan Perkotaan
Permasalahan Kota di kehiduoan kota semakin tidak jelas dan rumit. Kota sudah
kehilangan ketenangan dan kebijakansanaan. Kehidupan di kota dewasa ini seyogyanya
berada dalam panggung utama secara politis dan etis dalam mengusung cita-cita hak
asasi manusia (human right cities). Terdapat upaya dan energi dalam tersebut dalam
membangun sebuah kota yang lebih baik yang dilakukan secara topdown maupun
bottom up. Namun sebagian terbesar konsep-konsep yang bergulir itu, secara mendasar
tidak menantang hegemoni logika pasar liberal dan neoliberal, ataupun modus dominan
dari tindakan dan legalitas negara. Kita malah hidup di dunia dimana hak-hak pemilikan
pribadi, perkara dan penguasaan tingkat profit (capital) membayangi segenap
pemaknaan tentang hak. Yaitu Hak Atas Kota.
Hak atas kota bukan hanya semata kebutuhan individu saja yang dapat
mengaksaes sumber daya urban, melainkan hak untuk merubah diri sendiri dengan cara
merubah kota, sebagai tempat bahwa masyarakat dapat memenuhi kebutuhan ekonomi
dan penghidupannya, sehingga kota memiliki arena kontestasi hidup dan penghidupan
warganya. Hak atas kota merupakan hak umum ketimbang individual, nyatanya
pembentukan kota yang di akibatkan adanya urbanisasi memainkan peran untuk
meningkatkan permainan kaum kapital. Pola kehidupan kota membuktikan bahwa politik
membuat akses sumberdaya kota semakin meningkat karena banyaknya pembangunan
yang terjadi. Kejadian ini terus terjadi hampir diseluruh dunia tidak terkecuali Bandung
dan Jakarta.
Menurut Lefebvre, ha katas kota terdiri dari dua hak utama, yakni ha katas
pemantasan kota dan partisipasi. Yang dimaksud dengan pemantasan tersebut yakni
hak masyarakat kota untuk menggunakan sepenuhnya ruang-ruang kota untuk
kehidupan sehari-hari yang meliputi bermain, bekerja, dan kegiatan-kegiatan lainnya
yang menggambarkan kota pada umumnya, bukan justru digunakan oleh golongan-
golongan tertentu atau dengan kata lain dilakukan privatisasi ruang kota. Sedangkan
yang hak atas partisipasi dalam hal ini merupakan hak untuk berperan dalam proses
pembuatan keputusan dalam pengadaan ruang-ruang kota.
Dikutip dari buku Cities for All, Proposals and Experiences toward the Right to
the City yang diterbitkan oleh Habitat International Coalition (HIC), ha katas kota dapat
terwujud apabila masyarakat menjamin untuk adanya peran penuh sebagai warga
negara dalam berbagai hal berikut:
Manajemen demokrasi kota;
Kesetaraan tanpa diskriminasi;
Perlindungan special untuk kelompok orang-orang yang menghadapi masalah
genting;
Komitmen sosial dari sektor privat;
Stimulant untuk solidaritas ekonomi;
Perencanaan sosial dan manajemen kota;
Lingkungan sosial yang mendukung kehidupan sosial yang produktif;
Pengembangan kota yang setara dan berkelanjutan;
Hak atas informasi public;
Kebebasan dan integritas;
Hak atas keadilan;
Hak atas keamanan, kedamaian, adanya dukungan dan dorongan untuk
kehidupan yang multicultural;
Hak atas air, akses, dan kelengkapan fasilitas umum kota dan domestic;
Hak atas transportasi public dan mobilitas kota;
Hak atas permukiman;
Hak atas pekerjaan;
Hak atas lingkungan yang bersih dan berkelanjutan.
Jika tujuh belas poin tersebut dikaitkan dengan pendapat Lefebvre, maka
idealnya, tidak ada pengecualian untuk setiap individu dalam pemanfaatan ruang kota.
Bahkan, sudah seharusnya masyarakat itu sendiri yang terlibat dalam pengadaan
seluruh komponen tersebut. Tetapi pada kenyataannya belum banyak kota yang bisa
mewujudkannya. Alasannya karena pemerintah atau para pemangku kepentingan
terdistraksi dengan tujuan-tujuan lain dan banyak terpengaruh oleh neoliberalisme,
sehingga kota bukan untuk kepentingan kolektif tetapi untuk kepentingan para pemilik
modal masif. Hal tersebut menyebabkan adanya kelompok-kelompok lain yang
kepentingannya tersingkirkan dan menjadi kaum marjinal. Dalam hal ini, yang tergolong
kaum marjinal sangatlah banyak, ada kelompok masyarakat berpendapatan rendah,
masyarakat sektor informal, penyandang disabilitas, Orang dengan Gangguan Jiwa
(ODGJ), Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), orang tua, kelompok suku tertentu, anak-
anak, waria, dan masih banyak lagi.
Penanganan masalah sampah di Kota Medan sampai saat ini belum teratasi
dengan maksimal. Bahkan, sejak penanganannya diserahkan ke pihak kecamatan
tumpukan sampah semakin parah.
Sebelumnya tumpukan sampah terlihat di Jalan Kasuari, Helvetia dan terakhir di
Gang Belibis, Jalan Bromo, Kelurahan Binjai, Kecamatan Medan Denai. Kawasan
tersebut sudah mirip Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tonggokan sampah dibiarkan
cukup lama. Tidak ada petugas yang mengangkut. Tumpukan sampah di Gang Belibis
semakin bertambah. Seiring produksi sampah milik masyarakat setiap harinya berjalan.
Bahkan, yang membuang sampah tidak hanya masyarakat sekitar, tapi juga masyarakat
luar. Hal ini disebabkan kawasan tersebut sudah mirip TPA.
Gambar 2
Tempat Pembuangan Akhir di Kota Medan.
Sumber: www.kompasiana.com
Sampah di Kota Medan kali ini, jumlahnya meningkat dari 1300 ton dan kini
mencapai 1700 ton per hari. Seluruh sampah yang dikutip dari 21 kecamatan di Kota
Medan itu di buang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kelurahan Terjun, Kecamatan
Medan Marelan. Untuk pengelolaan sampah di TPA, petugas Dinas Kebersihan
langsung dibantu dengan pemulung yang hampir seluruhnya warga sekitar untuk
memilah-milah sampah jenis plastik, karton dan sampah jenis logam. Selain itu juga
melakukan pembakaran sampah yang dilakukan saat pagi hari.
1,3 Banjir
Indonesia adalah negara yang setiap tahunnya dilanda banjir, fenomena ini
termasuk permasalahan yang harus segera diselesaikan, sebab telah menjadi rutinitas
di kota – kota besar yang ada di Indonesia dan banyak menimbulkan kerugian.
Banjir merupakan bencana yang penting di Indonesia ditinjau dari sisi
frekuensinya, tercatat 108 kali dari keseluruhan 343 peristiwa bencana penting dengan
persentase sebesar 33,3%. Banjir kerap melanda beberapa aglomerasi besar seperti
Jakarta 13,22 juta penduduk, Medan 2,29 juta penduduk, dan Bandung 4,13 juta
penduduk (Pusat Kajian Strategis Departemen Pekerjaan Umum, 2009).
Hal yang menyebabkan banjir adalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam
membuang sampah. Secara umum sarana drainase di perkotaan sudah cukup baik,
meskipun ada sebagian daerah yang membutuhkan drainase yang menampung air lebih
banyak, hanya saja banyak di antaranya yaitu banyak masyarakat yang membuang
sampah ke sungai sehingga berpotensi menyumbat aliran air. Faktor lain yang
memberikan kontribusi terhadap dampak banjir adalah lemahnya control terhadap tata
guna lahan pada zona-zona rentan banjir. Faktor ini hanyalah salah satu dari banyak
faktor adalah salah satu faktor yang menyebabkan tingginya resiko bencana banjir,
tetapi faktor tersebut menunjukkan rendahnya efektifitas instrumen penataan ruang
dalam mengatasi bencana banjir.
Banjir di daerah perkotaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan banjir pada
lahan alamiah. Secara alami air hujan yang turun ke tanah akan mengalir sesuai kontur
tanah menuju daerah yang lebih rendah. Untuk daerah perkotaan pada umumnya air
hujan yang turun akan dialirkan ke dalam saluran-saluran buatan yang mengalirkan air
menuju sungai. Kontur lahan yang terdapat di daerah perkotaan direncanakan agar air
hujan yang turun mengalir ke dalam saluran - saluran buatan. Ketidakmampuan saluran
tersebut untuk menampung air hujan dapat mengakibatkan terjadinya banjir di daearah
perkotaan.
Kasus - kasus banjir di daerah perkotaan memiliki beberapa masalah yang perlu
ditelaah lebih lanjut. Arah aliran yang terjadi tidak lagi sepenuhnya bergantung pada
kondisi topografi lahan, dikarenakan adanya bangunan - bangunan yang menghalangi
arah aliran air. Aliran yang terjadi berubah arah karena membentur bangunan dan
mengakibatkan arah aliran memantul atau berbelok baik ke kiri maupun ke kanan.
Bahaya banjir bukan hanya fenomena fisik, tetapi juga merupakan fenomena
sosial dan ekonomi. Bahaya banjir terdiri dari beberapa aspek mencakup kerusakan
infrastruktur (jalan dan permukiman), membahayakan nyawa, terkontaminasinya
lingkungan yang membahayakan kesehatan, terganggunya aktifitas sosial dan ekonomi
yang mencakup transportasi dan komunikasi serta rusaknya lahan pertanian.
Kota Medan merupakan salah satu wilayah yang sering mengalami bencana
banjir. Meskipun dampak yang ditimbulkan tidak separah kota - kota besar lainnya
seperti di DKI Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya, namun Kota Medan
berpotensi seperti kota - kota tersebut bila tidak diatasi lebih lanjut. Permasalahan banjir
di Kota Medan merupakan permasalahan yang patut untuk diperhatikan dan dicari
solusinya karena banjir sudah menjadi rutinitas di Kota Medan. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk mengatasi permasalahan banjir di Kota Medan, tetapi sampai saat ini
banjir masih saja melanda beberapa wilayah di Kota Medan.
Banjir yang terjadi di Kota Medan disebabkan karena curah hujan dengan
intensitas yang tinggi. Intensitas hujan yang tinggi di Kota Medan dengan durasi yang
lama terjadi secara berkelanjutan. Selain itu curah hujan Kota Medan sebesar 100
mm/hari juga diiringi dengan curah hujan pegunungan yang mencapai 175 mm/hari, hal
tersebut yang menyebabkan Kota Medan sering dilanda banjir (Balai Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika, 2011).
Ruas – ruas jalan di Kota Medan selalu tergenang apabila hujan, meski curah
hujan yang terjadi relatif tidak terlalu lama. Terdapat 16 ruas jalan utama di Kota Medan
yang selalu mengalami banjir, ruas jalan tersebut adalah Jalan Williem Iskandar, Jalan
Letda Sujono, Jalan Raden Saleh, Jalan Stasiun, Jalan Sisingamangaraja, Jalan
Sutomo, Jalan Gatot Subroto, Jalan A.H Nasution , Jalan Denai, Jalan Brigjen Katamso
dan Jalan Yos Sudarso. Jumlah itu diluar ruas jalan kecil seperti Jalan Pelita II, Jalan
Kapten Jamil Lubis, Jalan Pahlawan, Jalan Teluk Bokar, Jalan Selamat dan Jalan
Pertahanan. Jika hujan deras dengan durasi yang cukup lama, menyebabkan genangan
dengan debit air yang tinggi di beberapa ruas jalan tersebut dan tidak jarang merendam
rumah warga di sekitarnya. Masalah banjir Kota Medan juga tidak terlepas dari kondisi
geografis Kota Medan yang dilalui oleh sejumlah sungai. Beberapa sungai besar yang
melalui Kota Medan adalah Sungai Belawan, Sungai Deli, Sungai Percut, dan Sungai
Serdang. Sedangkan sungai kecil yang melalui Kota Medan yaitu Sungai Batuan, Sungai
Badera, Sungai Kera, Sungai Sikambing, dan Sungai Putih.
Hampir tidak ada permukaan lapisan tanah yang terbuka, oleh karena itu air
hujan dan air limpasan tidak bisa meresap ke dalam tanah. Begitu juga dengan pohon
di tepi jalan, pada sekeliling tanaman itu tidak ada permukaan lapisan tanah yang
terbuka. Semua disemen yang hanya menyisakan batang bagian bawah dari pohon
itu saja.
Dari hasil mapping proses terjadinya banjir di Kota Medan maka bisa dilakukan per-
baikan (action plan) agar tidak terjadi lagi banjir di Kota Medan meskipun hujan dalam
intensitas tinggi. Pertama dan terutama harus membuat permukaan lapisan tanah
terbuka yang banyak di Kota Medan terutama dari data lokasi banjir di Medan.
Permukaan lapisan tanah terbuka itu bisa dilakukan dengan tempat tumbuhnya
pohon-pohon di tepi jalan tidak disemen, dijadikan permukaan tanah terbuka.
Kemudian semua parit yang ada di tepi jalan harus dibangun atau dibuat terbuka,
jangan ditutup dengan beton. Hal ini bisa dilakukan dengan membuat parit bukan di
tepi jalan tetapi di tengah jalan. Parit di tengah jalan bisa berfungsi sebagai pulau
jalan dan mengurangi atau menghindari warga yang suka membuang sampah ke
parit. Parit di tengah jalan atau membelah ruang jalan banyak dibangun di kota-kota
besar di luar negeri.
1.5 Kemacetan
Kemacetan adalah suatu kondisi dimana situasi atau keadaan tersendatnya atau
terhentinya lalulintas yang di sebabkan oleh banyaknya kendaraan yang melebihi
kapasitas jalan sehingga arus lalu lintasterhambat. Kemacetan banyak sering terjadi di
kota-kota besar. Sumber kamacetan lalu lintas adalahketerbatasan prasarana lalu lintas,
dan jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas, dan juga di sebabkan oleh tingginya
perkembangan dan aktivitas penduduk.
Para pelaku penyebab kemacetan di kota-kota besar adalah pemerintah kota
tersebut, pengusaha, pedagang kaki lima, supir angkutan kota, petugas lalu lintas dan
pengguna jalan. Kendala pemerintah kota yaitu tentang tata ruang, keuangan dan
penegakan hukum, sedangkan alternativekebijakanya adalah kerjasama dengan
pemerintah kota, mengenai penataan kawasan penting,meningkatkan prasarana lalu
lintas, pengaturan trayek, penegakan di siplin dan mengurangi angkutan kota. Karena
angkutan kota yang beroperasi sangat banyak bahkan sampai melebihi kapasitas,
sudah diketahui fasilitas-fasilitas juga yang kurang memadai, seperti jalan yang sempit,
tidak adanya tempat parkir dan banyaknya kendaraan yang ada, mungkin ini yang
mengakibatkan banyaknya kemacetan.
Kemacetan juga bisa di sebabkan oleh pengusaha, pedagang kaki lima, dan
pengguna jalan.Sudah di ketahui fasilitas jalan di kota-kota besar kurang memadai tetapi
masih banyak orang yangmembangun usaha-usaha di pinggir jalan dan banyaknya
orang yang tidak mematuhi peraturan lalulintas, sehingga makin menambah penyebab
kemacetan di lalu lintas.
Pada saat mengalami kemacetan lalu lintas seseorang akan merasa tidak nyaman
dan tentunyasangat menjengkelkan sekali karena di ketahui kemacetan tersebut hanya
akan menyebabkan kerugian,misalnya siswa-siswi karena macet menjadi terlambat
datang kesekolah, pekerja kantor karena terjebakmacet jadi kena teguran oleh bosnya,
dan tentunya waktu juga akan terbuang percuma saja. Saat mengalami kemacetan
tentunya yang di rasakan kejengkelan apalagi macet yang memakan waktu lama,sampai
berhenti atau kendaraan tidak bisa bergerak sedikitpun, di tambah cuaca yang tidak
mendukungsama sekali, misalnya cuaca saat itu panas sekali sehingga menyebabkan
sumpek dan pengapnya ditengah kemacetan, hanya panas yang dirasakan dan keringat
yang mengalir.
Kemacetan lalu lintas kelalaian dalam mengemudi. Banyaknya pengemudi yang
mengendarai kendaraan secara kurang hati-hati dan melebihi kecepatan maksimal,
merupakan prilaku yang kurangbaik dan tidak terpuji. Walau demikian kebanyakan
pengemudi menyadari akan bahaya yang di hadapi apabila mengendarai melebihi
kecepatan maksimal. Dan banyaknya para pengemudi yang tidak menaatiperaturan lalu
lintas, seperti mengemudi secara ugal-ugalan, menerobos lampu merah, kebut-
kebutan,mendahului kendaraan lain.
Secara nyata, warga kota Medan telah merasakan kemacetan parah pada jam-jam
tertentu di kota ini, yang mem-buat kita menjadi stress dan menge-luar-kan berbagai
umpatan sumpah serapah yang tidak jelas sasarannya. Kemacetan da-pat
menyebabkan kita terlambat sam-pai di kantor, terlambat anak-anak sampai di sekolah,
terlambat menepati janji binsis dan terlambat lainnya, yang kita rasakan sangat
merugikan.
Kejadian seperti ini jadi rutinitas yang akan kita hadapi setiap hari di kota ini dan
akhirnya pasrah pada situasi yang ada. Bahkan kita lihat instansi terkait yang
bersentuhan dengan masalah lalu lin-tas, pengaturan angkutan umum dan pe-merintah
kota Medan, tidak bisa ber-buat banyak mengatasi kemacetan ini. Ala-sannya masuk
akal, bahwa jumlah Kendaraan sudah lagi tidak seimbang de-ngan kapasitas jalan raya
di kota ini. Me-nurut data dari Dinas Perhubungan Kota Medan (2016), jumlah
Kendaraan ber-motor mencapai 2,7 juta unit dengan pan-jang jalan 3.191,5 km dan rasio
ke-cepatan 23,4 km/jam serta Volume Capa-city Ratio 0,76. Kendaraan pribadi 97,8
persen, Kendaraan umum 2,2 persen, Kendaraan roda dua 75,95 persen dan roda
empat 24,05 persen .
Gambar 4
Ratusan kendaraan bermotor terjebak kemacetan panjang saat jam sibuk di kawasan pusat
Kota Medan.
Sumber : https://daerah.sindonews.com
Kemacetan lalu lintas yaitu di sebabkan oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut :
Adanya persilangan jalur kereta api.
Tidak adanya pelebaran jalan.
Makin meningkatnya pengguna kendaraan pribadi.
Banyaknya kendaraan umum yang berhenti di sembarang tempat.
Persimpangan tanpa lampu lalu lintas, dan tidak tampak polisi pada tempat
tugasnya.
Adanya kesalahan teknis, matinya lampu lalu lintas.
Banyaknya parkir sembarangan dan pedagang kaki lima di tepi-tepi jalan.
Rendahnya sikap di siplin para pengguna jalan.
Adanya kecelakan yang terjadi, yang mengakibatkan terhambatnya arus lalu
lintas.
Adanya perbaikan jalan.
Adanya demo yang di lakukan di jalan.
Kecelakaan dan kendaraan mogok di jalan.
Lebar jalan yang tidak sesuai dengan populasi kendaraan yang semakin
bertambah.
Jalan rusak, yang membuat kendaraan melaju dengan lambat sehingga terjadi
kemacetan.
Terdapat pengerjaan jalan , seperti galian – galian yang terbebngkalai sehingga
laju kendaraan terganggu.
Khusus bagi pengendara sepeda motor di anggap sumber kemacetan karena
biasanya sepedamotor sering menyerobot dan tidak mau kalah.
DAFTAR PUSTAKA:
Chatalia,I. 2016. Permasalahan Sampah. Di dalam website
http://digilib.unimed.ac.id/5412/9/10.%203103131030%20BAB%20I.%20Pdf.pdf
Pasaribu, C. 2015. Kajian Isu Pemekaran di Kota Medan: Tinjauan berdasarkan Kondisi
Ketimpangan Wilayah. Semarang; UNDIP
HMTPWK UGM, 2018 “Hak Atas Kota” http://hmtpwk.ft.ugm.ac.id/hak-atas-
kota/
Diunduh 11 Juli 2018