Anda di halaman 1dari 9

Dinamika Politik Tata Ruang Dalam Pengembangan Kawasan Kota Baru

di Kabupaten Deli Serdang

Joni

Abstrak
Studi ini berkonsentrasi pada dinamika politik tata ruang dalam pengembangan kawasan kota baru yang
mencoba mengulas terkait dengan bagaimana aktor-aktor melakukan penataan dan pemanfaatan ruang
dengan upaya-upaya pembangunan, serta sejauh mana pembangunan yang dilakukan terhadap dampak
perkembangan perkotaan kedepan. Kawasan kota baru tidak lepas dari dorongan kepentingan swasta yang
secara implist merupakan bentuk upaya mengakomidir kepentingan oleh pemerintah dalam pemanfaatan
ruang. Kota baru di Kabuapaten Deli Serdang tumbuh dengan dominasi sektor perumahan baik dari
pengembangan besar maupun kecil sertasektor perdagangan dan jasa yang ikut berkembang. Besarnya
bentuk investasi menunjukkan adanya fenomena untuk menempatkan tempat bermukim sebagai
komoditas yakni dengan membeli dan kemudian menyewakan (exchange value) daripada orientasi untuk
menggunakannya (use value). Di sisi lain praktek-praktek tersebut berjalan di dukung dengan sangat
strategisnya lokasi kawasan kota baru yang berdekatan dengan Kota Medan dimana aktivitas urban tidak
dapat di hindarkan. Sementara itu, pemerintah juga beperan dalam penyediaan infrastruktur sebagai upaya
melanggengkan proses pembangunan sebagai upaya mendukung adanya investasi dan menarik investor
lain.
Kata Kunci : Kota Baru, Tata Ruang, Pertumbuhan Ekonomi, Kabupaen Deli Serdang

PENDAHULUAN
Perencanaan wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan
untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas
masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau
mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat
menyeluruh, lengkap, tetap berpegang pada azas prioritas. Penataan ruang tidak akan terlepas
dari proses politik yang begitu dinamis. Hal ini karena ruang menjadi salah satu instrumen
dalam mewujudkan berbagai kepentingan politik oleh aktor-aktor terkait dengan studi politik
dalam perkotaan. Penataan ruang sendiri memiliki fungsi yang sangat penting yakni perumusan
kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kota, perwujudan keterpaduan, keterkaitan dan
keseimbangan perkembangan antar wilayah kota serta keserasian antar sektor, pengarahan
lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah atau masyarakat. Disisi lain penataan ruang
secara tidak langsung akan menarik adanya akor lain yang ada di luar Pemerintahan untuk
kemudian terlibat aktif dalam proses mempengaruhi suatu perencanaan yang diikuti upaya-
upaya pembangunan dengan memanfaatkan ruang yang ada. Keterlibatan peran swasta

1
umumnya didasari atas tidak adanya kemampuan pemerintah secara finansial dalam melakukan
upaya pembangunan. Sehingga dalam mewujudkan pembangunan perkotaan aktor swasta
memiliki peran besar dalam hal pemodalan (investasi) dan juga kelebihan inovasi yang
ditawarkan.
Fenomena pengembangan kawasan kota baru bukan menjadi hal yang umum. Kota
baru merupakan satu bentuk pengembangan wilayah yang sebelumnya masih berstatus kota
kecil berkembang menjadi satu permukiman berskala besar dan memenuhi kelengkapan kota.
Perkembangan penduduk menjadi salah satu fakor mendorong adanya pemanfaatan ruang untuk
kebutuhan bermukim baru. Hal ini tidak lepas dari semakin padatnya penduduk daerah asal
yang kemudian mendorong penduduk untuk mencari alternatif baru. Kebutuhan bermukim baru
sering kali di dasari atas dasar kalkulasi dengan harapan dapat memiliki tempat tinggal dengan
harga beli yang lebih murah namun fasilitas dan kenyamanan masih setara dengan yang ada di
wilayah perkotaan.
Secara geografis Kabupaten Deli Serdang berada berdekatan dengan Kota Medan. Hal
ini menjadi suatu faktor yang tidak dapat terhindar dari adanya aktivitas urban di Kota Medan
yang tumbuh dengan mengutamakan komersialisasi yang begtu massif dan prospektif. Kota
Medan yang semakin padat dengan luas lahan yang semakin menyempit mendorong adanya
pilihan alternatif bagi para penduduk untuk mencari permukiman baru di daerah lain. Hal ini
terindikasi dari semakin bertambahnya jumlah penduduk Kota Medan yang mengakibatkan
adanya migrasi masyarakat ke Kabupaten Deli Serdang yang merupakan daerah hinterland
Kota Medan.
Fokus pada studi ini adalah mengenai pemanfaatan ruang yang melihat kota sebagai
bentuk sebuah mesin untuk mewujudkan adanya pertumbuhan dengan terobosan adanya konsep
Kawasan Kota Baru. Dengan menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan kualitatif
deskriptif yang bertujuan untuk menganalisis dari hasil temuan di lapangan yang kemudian
disesuaikan dengan konsep serta kerangka teoritik yang relevan sehingga dapat ditemukan
jawaban serta gambaran mendalam untuk kemudian dapat menjadi satu pengetahuan bersifat
membangun dan evaluatif.

KAJIAN TEORI
Kota Dan Pertumbuhan Kota
Kota memiliki pengertian sebagai kesatuan ekonomi dan kesatuan politik. Secara
ekonomi mencakup area yang didalamnya terdapat aktivitas ekonomi yang menyatu dan
batasanya ditentukan tingkat aktivitas ekonomi terintegrasi. Secara politik kota mencakup area
dimana pemerintah kota menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan. Masalah kota dan

2
perkotaan telah lama mendapatkan perhatian terutama di Eropa sebelum Revolusi Industri.
Dengan berkembangnya revolusi indutri maka jenis industry didirikan di suatu tempat yang
mengundang banyak buruh tenaga kerja bermukim di sekitar pabrik, maka mulai muncul dan
terjadi konsentrasi penduduk. Konsentrasi penduduk membutuhkan perumahan dan tersedianya
prasana jalan, fasilitas –fasilitas pelayanan ekonomi dan social. Karakteristik social daerah
perkotaan dalam konsentrsi penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi, sosial dan pemerintahan
pada tata ruang perkotaan adalah essensial.
Permasalahan perkotaan menurut Rahardjo, 2010; 3 dapat dibagi dalam berbagai
kelompok yaitu : 1) Keadaan lingkungan fisik perkotaan kurang memadai antara lain laju
pertumbuhan yang cepat dan tidak terencana, sikap hidup pendatang baru yang masih asing
dengan tata kehidupan kota, penciptaan lapangan kerja yang terbatas, kebutuhan perumahan
yang meningkat terus, penentuan lokasi industry yang tidak terarah, penataan lahan yang tidak
efesien, terbatasnya sumber daya yang dapat dimanfaatkan, kurangnya fasilitas prasarana kota
seperti transportasi umum dan masih banyak yang lainnya ; 2) Perencanaan dan program
pembangunan kota serta kordinasi pelaksanaannya menghadapi berbagai kelemahan,
kompleksitas permasalahan perkotaan, kemampuan aparat yang lemah sehingga tidak mudah
membuat perencaan kota yang komprehensif; 3) Prasarana dan sarana perkotaan masih relative
terbatas disamping itu sarana penunjangnya seringkali belum dimanfaatkan sepenuhnya; 4)
Partisipasi masyarakat dari lapisan atas sampai lapisan bawah untuk menunjang pembangunan
kota belum dikembangkan secara luas dan masih belum optimal; 5) norma-norma tata tertib
pergaulan sosial, tertib hukum dan tertib kemasyarakatan ternyata sering kurang efektif
disebabkan antara lain karenan kondisi sosial ekonomi yang rendah dari berbagai penghuni kota
dan terdapat pihak-pihak yang sengaja mengabaikan peraturan–peraturan yang berlaku sehingga
mengganggu tata kehidupan masyarakat kota.
Jika ditelusuri terbentuknya kota menurut Rahardjo, 2010; 4 pada mulanya merupakan
tempat persinggahan dari perjalanan jauh, untuk pertimbangan keamanan para persinggahan
dalam jumlah yang banyak tersebut dimanfaatkan tukar menukar barang dagangan, selanjutnya
tempat persinggahan berubah menjadi pasar yang berkembang makin ramai sebagai embrio
terbentuknya kota-kota kecil yang beberapa diantaranya berkembang menjadi kota menengah
dan kota besar. Berkembannya menjadi kota menengah dan kota besar karena memiliki peluang
terjadinya efesiensi dalam kegiatan ekonomi yang selanjutnya berkembang lebih efesien lagi
dan fungsinya berubah bertambah luas.

3
Teori pertumbuhan kota menurut Rahardjo, 2010; 42 menginterpretasikan hubungan
antara besarnya kota dan pertumbuhan kota dapat dijelaskan, pertama sebagai kota
industrialisasi yang menjelaskan kota semakin penting fungsinya ditinjau dari pertimbangan
ekonomi, karena industri memerlukan tenaga kerja dan keterampilan. Jika kapasitas untuk
menarik dan mengembangkan industry merupakan determinasi utama pertumbuhan kota maka
suatu kota dapat tumbuh dengan mengadakan penyesuaian kembali struktur spasialnya sehingga
dapat mengabsorbsi industry-industri baru secara efesien, suburnisasi industry dan fungsi-fungsi
komersial ke pusat suburb, perluasan batas kota, pembangunan perumahan dan fasilitas
transportasi untuk para komuter. Kedua, masyarakat kota bertambah besar karena terjadi
konsentrasi peduduk yang memerlukan jasa pelayanan yang lebih banyak dan luas misalnya
perumahan, jasa sosial, fasilitas distribusi, fasilitas rekreasi dan sebagainya. Potensi
pertumbuhan suatu kota tergantung pada kemampuan untuk menciptakan dan menarik sumber
daya produktif untuk menghasilkan barang-barang dan jasa yang dibutuhkan oleh pasar regional
dan nasional. Kapasitas suatu kota untuk memperluas stok sumber daya dibatasi oleh tingkat
pertambahan penduduk alamiah, akumulasi modal dan hasrat manajer dan innovator
meningkatkan produktivitas. Kota – kota yang mempunyai tingkat pertumbuhann tinggi harus
mampu menarik factor-faktor produktif dari luar, harus menarik migrant, modal, skill, dan
inovasi dari luar sehingga kota menjadi pusat inovasi.

Teori Mesin Pertumbuhan (Growth Machine)


Teori Mesin Pertumbuhan (Growth Machine) ini diperkenalkan oleh Logan dan
Molotch. Pada studi politik perkotaan, menurut Logan dan Molotch tidak akan terlepas dari
proses yang melibatkan aktor politik dan aktor ekonomi. Hal ini dijelaskan dalam Teori Mesin
Pertumbuhan (Growth Machine) yang terkonsentrasi terhadap perkembangan suatu kota. Teori
ini melihat bahwasanya perkembangan sebuah kota tidak terbentuk atas kepentingan pemerintah
semata melainkan adanya kekuatan di luar pemerintah yang berorientasi pada bisnis dan
keuntungan ekonomi. Kekuatan bisnis yang kemudian tumbuh dan mendominasi atas
pemanfaatan ruang atau dengan kata lain yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan suatu
kota. Pandangan teori ini lebih menekankan bagaimana kelompok kepentingan tertentu
melakukan dominasi serta memiliki kemampuan dalam memanfaatkan ruang atas kebijakan
yang keluarkan oleh pemerintah sebagai aktor penataan ruang. Dengan penguasaan atas
pemodalan serta diwujudkan dalam hal investasi terhadap peluang yang berkaitan oleh
pemerintah daerah maka akan ada keuntungan yang diperoleh pihak swasta atau pengembang
dari pembangunan yang dilakukan. Kelompok kepentingan yang dipresentasikan oleh pihak
pengembang dalam pandangan Logan dan Molotch ini memiliki kecenderungan memanfaatkan

4
ruang atau pemanfaatan lahan sebagai asset atau investasi yang berkelanjutan. Dengan kata lain
ada perbedaan value dalam konteks pemanfaatan ruang yakni exchange value dan use value.
Perbedaan ini tidak lepas dari orientasi bisnis ruang merupakan instrument utama dalam
mendapatkan keuntungan dengan cara memasarkan lahan sebagai asset yang di perjualbelikan.
Dengan semakin berkembang property dan ekspansi pembangunan yang meningkat maka pihak
pengembang akan semakin dekat dengan pertumbuhan kota yang dimaksud. Dalam pandangan
Teori Mesin Pertumbuhan juga tidak melupakan peran aktor-aktor lain yakni pemerintah dan
kelompok kepentingan lain. Pemerintah berkepentingan terhadap adanya keuntungan ekonomi
yang diklaim sebagai pendapat daerah. Kemudan masyarakat yang diuntungkan akan mendapat
keuntungan jika memiliki kemampuan dalam melegitimasi pertumbuhan ekonomi yang
didominasi oleh kekuatan bisnis. Di sisi lain menurut Alan Harding dalam memetakan aktor-
aktor yang berkepentingan dalam pertumbuhan kota, tidak akan lepas dari aliansi yang
terbentuk yakni pertama, kelompok developer, financier, atau mereka yang langsung mendapat
untung dari proses pembangunan. Kedua, kelompok yang mendapatkan untung secara tidak
langsung, biasanya dari peningkatan penggunaan jasa produknya karena pembangunan,
misalnya media lokal atau supplier material pembangunan. Ketiga, kelompok-kelompok
kepentingan di dalam masyarakat yang mendapatkan keuntungan dari proses pertumbuhan kota.
Dalam pengembangan kawasan kota baru yang mengusung pengembangan permukiman
baru juga bukan tidak mungkin terjadi fenomena exchange value. Dominasi swasta dalam
pengembangan kawasan dibuktikan dengan adanya peluang investasi dibuka oleh pemerintah
menjadi satu pintu terkait dengan praktek pemanfaatan ruang exchange value. Di sisi lain
adanya kawasan kota baru merupakan kawasan strategis yang memberikan konstribusi besar
terhadap pendapatan daerah. Dalam pandangan ini mesin pertumbuhan ekonomi, akan
cenderung mengedepankan orientasi pertumbuhan ekonomi dengan memaksimalkan ruang yang
ada. Di pihak yang lain, pemerintah sebagai aktor penataan ruang dengan keterbatasan
permodalan maka secara tidak langsung akan membatasi perannya lebih kepada penyediaan
infrastruktur. Pertumbuhan ekonomi dengan mengembangkan kawasan bestatus kota baru tidak
cukup hanya membangun. Namun harus pola-pola strategis dalam membuat ruang terpadu harus
diwujudkan sehingga prospek perkembangan dari kawasan kota baru ini benar-benar dapat
berpengaruh terhadap daya tarik kota baru itu sendiri. Kawasan kota baru di Kabupaten Deli
Serdang mepresentasikan adanya fokus pengembangan yang tidak lepas dari tujuan
memadukan.

5
PERATURAN-PERATURAN YANG TERKAIT
Paradigma pembangunan dengan pendekatan wilayah menjadi alternatif pendekatan
pembangunan sektor yang berkembang selama ini. Pendekatan ini menjadikan ruang (wilayah)
aspek strategis. Kebijakan ketataruangan ini dituangkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata
Ruang Kabupaten (RTRW Kabupaten) sampai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Apa pun bentuk kebijakan, selalu berkorelasi baik secara langsung maupun secara tidak
langsung dengan fisik ruang. Karenanya, kebijakan yang baik, di sektor apa pun, seharusnya
merupakan sebuah integrasi dan sinkronisasi antara substansi kebijakan dengan berbagai aspek
keruangan di mana kebijakan itu diberlakukan. Kebijakan tentang tata ruang menjadi strategis
karena akan menjadi dasar dan sangat menentukan keberhasilan berbagai kebijakan dan
pembangunan fisik.
Penataan ruang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (UUPR). Pasal 1 Butir 1 UUPR menyebutkan pengertian ruang adalah wadah
yang meliputi ruang darat ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai
satu kesatuan wilayah, tempat manusia, dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya. Pasal 1 Butir 2 UUPR, menjelaskan tentang yang
dimaksud dengan tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang dalam
Pasal 1 Butir 3 UUPR adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedang pola ruang dalam Pasal 1 Butir 4 adalah
distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi
lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
Penataan Ruang Detail Tata Ruang (RDTR) merupakan penjabaran dari Rencana
Umum Tata Ruang Wilayah ke dalam rencana distribusi pemanfaatan ruang dan bangunan serta
bukan bangunan pada kawasan kota. Penataan tersebut bertujuan untuk mengatur dan menata
kegiatan fungsional yang direncanakan oleh perencanaan ruang di atasnya dalam mewujudkan
ruang yang serasi, seimbang, aman, nyaman, dan produktif. Muatan yang direncanakan dalam
RDTR merupakan kegiatan berskala kawasan atau lokal dan lingkungan, dan atau kegiatan
khusus yang mendesak dalam pemenuhan kebutuhannya.
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dilakukan berdasarkan tingkat
urgensi/prioritas/keterdesakan penanganan kawasan tersebut di dalam wilayah kabupaten/kota.
Rencana Detail Tata Ruang juga merupakan rencana yang menetapkan blok-blok peruntukan
pada kawasan fungsional kota sebagai penjabaran kegiatan ke dalam wujud ruang, dengan
memperhatikan keterkaitann antar kegiatann fungsi dalam kawasan, agar tercipta lingkungan

6
yang serasi, selaras, seimbang, dan terpadu. Rencana Detail Tata Ruang adalah rencana
pemanfaatan ruang bagian wilayah kota secara terperinci yang disusun untuk penyiapan
perwujudan ruang dalam rangka pengaturan zonasi, perizinan, dan pembangunan kawasan.
Lingkup wilayah yang diatur dalam RDTR meliputi sebagian wilayah atau seluruh wilayah
administrasi kota atau beberapa kawasan tertentu dengan skala kedetailan minimal 1 : 5.000. Isi
dari RDTR meliputi kebijaksanaan pengembangan penduduk, rencana pemanfaatan ruang
bagian wilayah kota, rencana struktur tingkat pelayanan, rencana sistem jaringan fungsi jalan,
rencana sistem jaringan utilitas, rencana kepadatan bangunan lingkungan dan rencana
ketinggian bangunan.

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN


RENCANA TATA RUANG
Implementasi rencana tata ruang adalah sebuah tindakan nyata dari produk rencana
yang telah dibuat sebagai upaya untuk mencapai tujuan penataan ruang. Tujuan yang dimaksud
adalah tujuan yang diinginkan supaya berdampak pada kelompok sasaran (Dilang, 2008).
Kemampuan dalam melaksanakan rencana (implementabilitas) dipengaruhi oleh empat faktor
yaitu : teknik, politik, ekonomi, dan sosial. Implementabilitas Rencana Detail Tata Ruang
Kabupaten Deli Serdang selain dipengaruhi oleh fakor ekonomi juga dipengaruhi oleh faktor
teknik yaitu sistem hierarki kota dan lokasi wilayah. Sebuah implementasi setidaknya
dipengaruhi oleh faktor sumberdaya, disposisi (komitmen penentu kebijakan), komunikasi
(kecepatan dan kejelasan informasi antar unit pelaksana) dan struktur birokrasi. Sedangkan
faktor yang mempengaruhi efektif atau tidaknya implementasi peraturan penataan ruang adalah
kelembagaan, aparat pelaksana, pengawasan dan pengendalian, pendanaan serta adat istiadat
masyarakat yang kondusif. Hal hal yang membuat suatu kebijakan, rencana atau program
menjadi tidak berhasil antara lain terjadinya inkonsistensi aparat penyusun/pelaksana rencana
atau program, sumberdaya aparatur pemerintah yang lemah dan substansi rencana yang tidak
matang. Sebuah rencana tata ruang wilayah akan terhambat apabila terdapat faktor penghambat
yaitu adanya loyalitas ganda para pelaksana serta timbulnya hambatan dari lingkungan sosial
maupun alam.

KAWASAN KOTA BARU SEBAGAI PERMUKIMAN YANG BERMUATAN


BUSINESS VALUE
Kabupaten Deli Serdang yang notabene sebagai kota penyangga Kota Medan tidak
melupakan potensi perluasan aktivitas perekonomian utamanya di berbagai bidang. Utamanya
yakni dengan keberadaan permukiman. Permukiman dalam konsepp kota baru ini tidak lepas

7
dari upaya mendorong sentiment pasar yang kemudian berpengaruh terhadap aktivitas lainnya
seperti perdagangan serta usaha-usaha mikro yang lain. Hal ini dibuktikan adanya arahan
pertumbuhan ekonomi yang tumbuh dengan adanya bidang perumahan (housing), sektor
perdagangan dan juga sektor pengolahan sebagai aktor yang menyumbang surplus besar dalam
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah.
Di sisi lain dalam aspek penataan ruang kawasan kota baru di Kabupaten Deli Serdang
tidak lepas dari mewujudkan permukiman yang terkoneksi. Lebih lanjut pengembangan
kawasan Kota Baru di Kabupaten Deli Serdang ini mengedepankan aspek permukiman yang
terkoneksi. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan penataan ruang yang lebih baik. Secara teknis
konektifitas yang dimaksud yakni terhubungnya akses perumahan satu dengan perumahan yang
lain. Selain itu pemerintah sebagai penyedia infrastruktur seperti adanya jalan umum dapat
terhubung dengan akses jalan perumahan sehingga kawasan kota baru in dapat terbentuk
terintegrasi.
Pengembangan ini yang kemudian akan muncul potensi penambahan kepadatan
penduduk di kawasan kota baru tersebut. Hal tersebut merupakan konsekuensi pengembangan
kawasan yang terkonsentrasi pada aktivitas ermukiman yang berorientasi pertumbuhan
ekonomi. Di sisi lain dengan adanya peningkatan konsentrasi penduduk dapat diikuti dengan
perluasan bisnis secara makro. Hal ini tidak terlepas dari maksud untuk menyediakan kebutuhan
penduduk yang bersifat utama bukan hanya sekedar komplementer sehingga dalam kawasan
kota baru akan terjadi eskalasi aktivitas ekonomi. Gambaran ini yang kemudian menjadi
kawasan kota baru sebagai wilayah yang memiliki daya tarik bagi para investor untuk dapat
terlibat aktif dalam mengembngkan kawasan kota baru.
Dengan adanya ketersediaan lahan dalam ruang yang memiliki prospek untuk
berkembang jika dimanfaatkan, hal ini juga akan menarik aktor bisnis non perumahan lain
seperti pembangunan ruko, toko-toko dan perdagangan jasa menjadi satu pemanfaatan ruang
yang cukup prospektif. Ruang sebagai instrumen dalam mendatangkan keuntungan ekonomis
akan mendorong para investor untuk bergeraak aktif di sektor-sektor tersebut. Hal ini menurut
Logand dan Molocth dalam mesin pertumbuhan merupakan bentuk pemanfaatan lahan sebagai
value yang dapat dijadikan sebagai asset yang diperjualkan (exchange value). Cara
memanfaatkan lahan tersebut merupakan bentuk strategis bisnis yang dapat mendatangkan
keuntungan yang bersifat kontinyu dengan kata lain, asset yang dipakai (use value) bukanlah ide
bagus dalam memanfaatkan ruang yang ada.

8
KESIMPULAN
Kota Baru yang merupakan kawasan stratgis Kabupaten Deli Serdang pada mulanya
didasarkan pada kebutuhan ruang untuk bermukim. Adanya permukiman baru dalam kawasan
kota baru ini tidak lepas dari dampak pesatnya pembangunan di pusat Kota Medan sedangkan
lahan di Kota Medan yang terbatas. Namun pengembangan kawasan kota baru dengan wilayah
yang tergolong strategis membuat pemerintah perlu mendorong adanya pertumbuhan ekonomi
dengan memanfaatkan ketersediaan lahan yang ada. Kawasan kota baru berperan dalam
menghidupkan kembali dalam merangsang pertumbuhan ekonomi melalui aspek-aspek
pembangunan. Tentu dalam melahirkan pertumbuhan ekonomi tidak hanya melibatkan aktor
pemerintah, tetapi peran pengembang sebagai representasi pihak swasta sangatlah penting
dalam mewujudkan permukiman kota baru yang terkoneksi. Aspek permukiman yang
terkoneksi menjadi satu value yang harus diwujudkan sehingga berdampak terhadap
keberhasilan kota baru di Kabupaten Deli Serdang yang lebih tertata. Pihak swasta yang
memiliki kekuatan permodalan seerta berkapasitas menghadirkan inovasi berakibat
mendominasinya pembangunan oleh pihak swasta didukung penyediaan infrastruktur menjadi
tanggungjawab pemerintah Kabupaten Deli Serdang.

DAFTAR PUSTAKA
Alan Harding, 1995 “ Elite Theory and Growth Machine” in David Judge, Gerry Stoker, and
Harold Wolman, Theories of Urban Politics, London: Sage Publication
J. Logan and H. Molotch, 1987. Urban Fortune:The Polotical Economy of Place, Berkeley:
University of California Press
David Harvey, 1990 “Between Space and Time : reflection on the Geographical Imagination.”
Annals of the Association of American Geographers 80.3
Adisasmita Rahardjo, 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Graha ilmu: Yogyakarta
Patima Hamid, 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung
Penelitian:Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Djoko Sujarto, 2003 Pembangunan Kota Baru. Gunung Agung, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai