Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MATA KULIAH PERENCANAAN DESA TERPADU

Dosen Pembimbing:

Aris Subagiyo, ST., MT.

Oleh:

Galuh Ajeng Eko Putri

205060600111005

Kelas A

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2021
Aspek dalam Desa Maju

Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, desa merupakan


kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan /atau hak tradisional yang diakui dan dihormat
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa memiliki
karakteristik yang berbeda dengan kota. Kehidupan masyarakat desa sangat erat dengan
alam. Hal ini berdampak pada mata pencaharian masyarakat desa yang pada umunya
adalah petani. Dengan demikian, struktur perekonomian masyarakat desa bersifat agraris.
Terkait kehidupan spiritual dan budaya, keberadaan norma agama dan hukum adat masih
sangat dijunjung tinggi dan diutamakan daripada di kota. Dalam apek kehidupan sosial,
kehidupan masyarakat di desa tidak individualis seperti di kota. Hubungan masyarakat di
desa masih sangat erat satu sama lain, apalagi kekeluargaannya, atau biasa diesbut
gemeinschaft. Terkait mobilitas, baik mobilitas horizontal atau perpindahan tempat maupun
mobilitas sosial atau perpindahan status sosial masyarakat desa masih rendah (Bawono,
2019).

Terdapat banyak macam klasifikasi desa yang ada, seperti berdasarkan aspek luas
wilayah, jumlah penduduk, perkembangan masyarakat, mata pencaharian penduduk, dan
berdasarkan ikatan. Klasifikasi desa yang menjadi fokus dalam bahasan ini berada dalam
klasifikasi desa berdasarkan perkembangan masyarakat. Desa berdasarkan perkembangan
masyarakat terbagi menjadi tiga sebagai berikut.

1. Desa swadaya (desa terbelakang)


Yaitu desa dengan produktivitas masyarakat rendah, lembaga sosial yang tidak
berjalan optimal, dan penggunaan lahan sebatas untuk kegiatan pertanian.
2. Desa swakarya (desa sedang berkembang)
Yaitu desa dengan tingkat pendidikan cukup tinggi, adat istiadat cukup longgar,
lembaga sosial mulai berfungsi, dan mata pencaharian yang lebih beragam.
3. Desa swasembada (desa yang sudah maju)
Yaitu desa yang sudah menerapkan teknologi, terjadi modernisasi bidang
pertanian, lembaga sosial sudah berjalan dengan baik, dan mata pencaharian
penduduk sudah mulai merambah pada bidang perdagangan dan jasa.

Terkait desa maju, menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014
tersebut merupakan desa yang memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi dan ekologi,
serta kemampuan mengelolanya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat desa,
kualitas hidup manusia, dan menanggulangi kemiskinan. Desa maju ini merupakan salah
satu status kemajuan dan kemandirian desa dalam Indeks Desa Membangun. Indeks desa
membangun yang dimiliki oleh desa maju adalah kurang dan sama dengan 0,8155 dan
lebih besar dari 0,7072 menurut Peraturan Menteri Desa, Pembangunaan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016. Perhitungan ini
didasarkan dari rata rata indeks desa membangun nasional sebesar 0,5662.

1. Pentingnya Pengelolaan Desa dengan Baik

Pengelolaan desa yang baik penting untuk dilakukan, baik terkait pengelolaan
sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun kelembagaan. Hal ini perlu dilakukan
mengingat amanat yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 terkait
dengan menciptakan masyarakat adil dan makmur. Pembangunan desa juga menjadi salah
satu program dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025. Selain itu,
menurut Badan Pusat Statistik Tahun 2019, Indonesia sendiri memiliki jumlah desa
sebanyak 83.820 desa menurut provinsi. Jelas bahwa masih banyak masyarakat Indonesia
yang tinggal di desa sehingga pengelolaan ini memiliki urgensi untuk dilakukan segera.

Pengelolaan desa yang baik, utamanya dari aspek sumber daya manusia akan
membawa kesejahteraan bagi masyarakat desa. Sumber daya manusia yang berkualitas
akan dapat memanfaatkan sumber daya alam yang ada secara optimal. Selain itu, sumber
daya manusia yang berkualitas juga akan mengurangi tingkat urbanisasi, mengingat
sumber daya manusia tersebut dapat membuka lapangan kerja yang menjamin
kesejahteraan masyarakat desa dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada.

Dengan demikian, pengelolaan desa yang baik akan berujung pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat desa, serta penghapusan ketidakadilan, kemiskinan, dan
keterbelakangan antara desa dan kota. Mengingat, jumlah penduduk miskin lebih banyak
di desa yakni sebesar 15,51 persen di bulan September 2020 menurut Badan Pusat Statistik.
Selain itu, hal ini berdampak pula pada penurunan tingkat arus urbanisasi penduduk dari
desa ke kota yang sebagian besar didasarkan alasan ekonomi atau untuk meningkatkan
kualitas hidup (Yarni, 2014). Masyarakat desa dapat menjadi lebih dinamis, fleksibel, dan
kreatif dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang serta menumbuhkan
semangat pembangunan juga menjadi salah satu manfaat yang diperoleh dari pengelolaan
yang baik.
Namun, pengelolaan desa yang baik tidak hanya berdampak kepada desa itu
sendiri. Desa memiliki peran sebagai hinterland. Kebutuhan kota banyak di ambil dari desa,
umumnya untuk bahan mentah bagi industri perkotaan. Selain itu, desa juga menjadi
tempat produksi bahan pangan. Apabila pengelolaan desa dilakukan dengan optimal, tentu
saja berdampak pula terhadap kualitas bahan yang dihasilkan dari desa tersebut. Kota pun
akan mendapat bahan dengan kualitas lebih baik dari sebelumnya (Bawono, 2019).

2. Elemen Desa
Terdapat 6 elemen desa. Elemen tersebut antara lain ruang, sumber daya
manusia, sistem produksi, keterpaduan, administrasi, dan tata kehidupan atau aturan.
Berikut adalah penjelsan masing-masing elemen desa tersebut.
a. Ruang
Ruang merupakan tempat terjadinya aktivitas manusia di mana desa memiliki
batas-batas wilayah tertentu sesuai definisi desa menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-
Undang No. 6 Tahun 2016.
b. Sumber daya Manusia
Manusia di sini berperan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki desa,
sehingga tidak hanya kuantitas saja yang menjadi poin utama, namun juga
kualitasnya (Bawono, 2019).
c. Sistem Produksi
Sistem produksi merupakan penentuan dan penetapan bahan baku yang tepat
sesuai kebutuhan sehingga menghasilkan produk yang berkualitas (Karamoy,
Tumade, & Palandeng, 2016).
d. Keterpaduan
Keterpaduan tidak hanya berkaitan terhadap pemberdayaan masyarakat desa,
namun juga dalam aspek ekonomi seperti keterpaduan pasar (Ertanti, 2013).
e. Administrasi
Administrasi berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan desa, serta
tercantum dalam Pasal 25 Undang-Undang No. 6 Tahun 2016.
f. Tata Kehidupan atau aturan
Hukum adat tidak dapat dipidahkan dari masyarakat desa karena sudah menjadi
kehidupan masyarakat desa (Muin & Mucharom, 2016).
3. Potensi, Permasalahan, dan Tantangan yang Dihadapi Desa
Potensi desa terbagi atas potensi fisik dan potensi nonfisik. Potensi merupakan
semua sumber daya yang dapat dimanfaatkan, baik sumber daya alam maupun manusia
dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan perkembangan desa (Bawono,
2019). Potensi dapat pula diartikan sebagai segala daya, kekuatan, kesanggupan dan
kemampuan yang dapat dikembangkan (Soleh, 2017).
Potensi pertama yakni potensi fisik. Potensi fisik yakni potensi yang berhubungan
dengan sumber daya alam yang ada di desa. Potensi fisik desa antara lain sebagai berikut
(Soleh, 2017).
a. Lahan: Jenis lahan sangat berpengaruh terhadap penentuan tanaman yang akan
ditanam. Selain itu, lahan juga dimanfaatkan untuk pebuatan kolam tanah serta
pemanfaatan bahan tambang dan mineral, seperti batu marmer, dan batu kapur.
b. Tanah
Potensi tanah yang ada di desa berkaitan dengan ketersediaan unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman. Namun, tanah subur belum tentu tanah yang produktif.
Tanah subur harus mendapat pengelolaan yang tepat, penentuan jenis tanaman
yang sesuai agar dapat dikatakan sebagai tanah produktif.
c. Air
Air menjadi komponen penting dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari juga untuk
mendukung kegiatan mata pencaharian masyarakat desa yang bergerak di bidang
pertanian. Umumnya, potensi air yang dimiliki desa berlimpah, baik didapat melalui
perpipaan, penimbaan, maupun mata air.
d. Iklim
Iklim membawa dampak terhadap suhu, kelembaman, temperature, dan curah
hujan yang berdampak terhadap pemilihan tanaman dan pemanfaatan tertentu,
seperti tempat rekreasi, perkebunan buah dan sayur dan pertanian palawija.
e. Lingkungan Geografis
Letak desa, luas desa, sumber daya alam, dan penggunaan lahan merupakan
elemen dari lingkungan geografis yang mempengaruhi pengembangan suatu desa.
f. Ternak
Selain dimanfaatkan tenaganya, ternak juga menjadi pilihan lain dalam bidang
ekonomi selain agraris. Pupuk hasil ternak juga sangat bermanfaat terhadap
kegiatan pertanian di desa.
g. Manusia
Potensi manusia yang dimaksud diartikan sebagai tenaga kerja yang akan
mengelola sumber daya alam yang ada.

Selanjutnya adalah terkait potensi non fisik desa. Potensi non fisik ini berkaitan
dengan non-alam, baik sumber daya sosial, maupun budaya. Potensi non fisik antara lain
kehidupan kekeluargaan dan gotong royong masyarakat desa yang sangat kental,
pemerintahan desa yang terdiri atas aparatur desa dan pamong desa yang bekerja secara
optimal, serta Lembaga sosial desa seperti KUD, Tim Penggerak PKK, Karang Taruna, dan
lainnya yang membantu meningkatkan partisipasi masyarakat desa (Soleh, 2017).

Dibalik potensi yang ada, desa juga memiliki permasalahan dan tantangan yang
harus dihadapi, utamanya dalam proses pembangunan desa. Secara umum, permasalahan
dan tantangan yang dihadapi desa lebih menitikberatkan kepada sumber daya manusianya.
Dirangkum dari berbagai sumber, permasalahan dan tantangan tersebut antara lain sebagai
berikut.

a. Partisipasi dan keaktifan masyarakat yang masih rendah


b. Kurangnya atensi pemerintah
c. Sarana dan prasarana penunjang yang belum memadai bahkan belum tersedia,
d. Kualitas sumber daya manusia yang masih rendah (mengakibatkan pemerintahan
desa belum bekerja secara optimal, kurang menguasai proses produksi yang efektif
dan pemasaran hasil panen sehingga pendapatan rendah, dan munculnya
pengangguran serta kemiskinan)
e. Ketergantungan masyarakat desa terhadap hasil panen, serta
f. Kepemilikan lahan petani di desa yang semakin terbatas, di mana salah satu alasan
dari terbatasnya lahan yang dimiliki tersebut adalah budaya warisan yang
menyebabkan terjadinya pembagian lahan sehingga berdampak terhadap
penyempitan lahan dan rendahnya tingkat pendapatan (Putra, 2020).

Dalam studi kasus Desa Wisata Blimbingsari Kabupaten Jembrana (Ratu &
Adikampana, 2016) permasalahan juga muncul berlatarbelakang dari aspek spiritual.
Penduduk di Desa Wisata Blimbingsari mayoritas beragama Kristen Protestan yang
berdampak terhadap latar belakang wisatawan yang didominasi pula oleh agama Kristen
Protestan. Hal ini menjadi masalah karena sebenarnya Desa Wisata Blimbingsari memiliki
target pasar yang terbuka tanpa melihat latar belakang apapun (Ratu & Adikampana,
2016).

4. Kebijakan yang Mendukung Pengembangan Desa


Salah satu aturan yang menjadi dasar dalam penyelenggaraan desa dan
mendukung pengambangan desa adalah Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa,
atau biasa disebut UU Desa. Hal ini dikarenakan dalam Undang-Undang tersebut sudah
mencantumkan peran masyarakat dalam berbagai kegiatan desa, tranparansi,
akuntabilitas, pemberian kewenangan berupa otonomi kepada desa, serta penyediaan
sumber daya. Undang-Undang dan berbagai aspek yang masuk di dalamnya membawa
desa memiliki dasar hukum yang jelas terkait pengembangan desa dan diharap membawa
desa menuju tata kelola yang lebih baik serta menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat
desa.
Terdapat konsep baru dalam pembangunan dan pengembangan desa, yakni dari
“membangun desa” ke “desa membangun”. Perbedaannya terletak pada peran desa itu
sendiri. Sebelumnya, desa hanya sebagai partisipan dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan, bukan aktor utama. Namun, dalam konsep desa membangun, desa menjadi
subjek utama yang memiliki peran dalam merencanakan, membiayai, dan melaksanakan.
Hal ini tercermin dalam kebijakan berupa Gerakan Desa Membangun (GERDEMA) yang
pernah diterapkan di Kabupaten Malinau (Pandawa, 2017).
Kebijakan lainnya adalah terkait dengan masuknya sarjana ke desa. Kebijakan
yang pernah diterapkan antara lain Sarjana masuk desa dan sarjana pulang kampung.
Program ini juga baru-baru ini diinisiasi oleh Pemerintah Kabupate Berau untuk membawa
sarjana masuk ke desa dengan nama Program Kampung Memanggil. Dari program ini
diharap banyak sarjana yang masuk kembali ke desa. Sarjana diharap membuat
kesempatan kerja dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di desa serta
berbagi ilmu yang sudah didapat di bangku perkuliahan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa.
5. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
butir 12 tentang Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan
masyrarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku,
kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas
kebutuhan masyarakat desa. Pemberdayaan masyarakat desa dapat dilakukan dengan
menggali potensi lokal desa. Dalam mencapai pemberdayaan, terdapat 5 pendekatan yang
dapat diterapkan sebagai berikut.
a. Pemungkinan: pemberdayaan harus membebaskan berbagai hambatan dari
diri masyarakat
b. Penguatan: pemberian pengetahuan kepada masyarakat
c. Perlindungan: tidak adanya penindasan bagi kelompok lemah
d. Penyokongan: pemberian dukungan kepada masyarakat agar melakukan peran
dan tugasnya dengan optimal
e. Pemeliharaan: suatu kegiatan yang memungkinkan setiap orang mendapat
kesempatan berusaha yang sama.

Penggalian potensi lokal desa dilakukan dengan melihat persoalan-persoalan yang


ada dalam masyarakat itu sendiri. Pengembangan sumber daya alam dan sumber daya
manusia untuk menjawab persoalan tersebut serta dukungan dari pemerintah pusat agar
desa dapat mengenali potensi dan kemampuannya sangat penting untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat desa (Endah, 2020).

Selain dari penggalian potensi lokal desa, pemberdayaan masyarakat desa juga
dapat dilakukan melalui pengelolaan dana desa. Pemberdayaan masyarakat non fisik
bersumber dari dana desa dapat berupa bimbingan teknis untuk para perangkat desa
dengan tujuan menyebarluaskan informasi pengelolaan dana desa. Hal ini akan
menunjukkan transparansi dan akuntabilitas terkait dana desa tersebut kepada masyarakat
desa. Pelaksanaan bimbingan teknis ini juga untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dalam pemerintahan desa, di mana banyak perangkat desa yang baru dilantik
dengan latar pendidikan yang bermacam-macam. Hal ini dilakukan agar perangkat desa
memiliki kapasitas yang mumpuni dalam mengelola dana desa dengan jumlah yang tidak
sedikit. Tidak hanya program bimbingan teknis untuk perangkat desa, dapat dilakukan pula
pemberdayaan kesejahteraan keluarga dengan sasaran meningkatkan kesejahteraan
keluarga. Program ini juga bertujuan untuk memberdayakan kelompok wanita desa
sehingga mereka juga dapat menjadi sumber penghasilan ekonomi keluarga.
Program dana desa untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat juga dapat
berupa fisik, seperti pembangunan jalan. Pembangunan jalan akan mempermudah
aksesibilitas sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan dalam aspek sosial,
masyarakat merasa derajat sosialnya meningkat karena terbukanya jalan yang layak. Kedua
hal ini akan meningkatkan pemberdayaan yang ada. Selain pembangunan jalan,
pemberdayaan dalam bentuk fisik dapat pula berupa pembangunan infrastruktur pertanian,
seperti yang diketahui bahwa masyarakat desa umumnya bergantung pada sektor agraris.
Infrastruktur yang lengkap akan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan petani
(proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien). Selanjutnya adalah pembangunan
sistem penyedia air bersih. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan masyarakat
sehari-hari. Ketiadaan sistem penyedia air bersih membuat kerusakan lingkungan utamanya
penurunan kualitas air sungai dapat diminimalisir (Hulu, Harahap, & Nasution, 2018).
Namun, terdapat factor pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan
masyarakat. Faktor pendukung antara lain adanya dukungan kebijakan dari pemerintah,
sosialisasi kepada masyarakat luas agar partisipasi masyarakat meningkat, serta
kelengkapan sarana dan prasarana. Sementara itu, factor penghambat dalam
pemberdayaan masyarakat antara lain rendahnya kualitas sumber daya manusia dan
rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.
6. Menata Ruang Desa
Adanya konsep desa membangun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
ternyata juga memberi kewenangan kepada desa terkait penataan ruang. Dalam hal ini,
partisipasi masyarakat erat kaitannya. Pemberdayaan masyarakat menjadi elemen yang
tidak dapat dipisahkan serta menekankan pada kemandirian masyarakat. Penataan ruang
desa didasarkan kepada hak asal usul desa serta adat istiadat masyarakat setempat.
Penataan ruang desa sendiri memiliki tujuan dalam konservasi sumber daya alam,
pemberdayaan kawasan desa, mempertahankan eksistensi kawasan agropolitan, serta
pelestarian budaya lokal. Bentuk kewenangan yang diberikan kepada desa ini berupa
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des) serta Rencana Kerja
Pembangunan Desa (RKP Des).
Dari berbagai poin pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat ditarik
kesimpulan bahwa membuat desa menjadi maju tidak serta merta hanya kepentingan
pemerintah pusat. Desa maju membutuhkan peran dari semua potensi desa yang ada, baik
berupa potensi fisik maupun potensi non fisik. Peran partisipasi masyarakatlah yang
memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan desa untuk menyejahterakan
masyarakatnya.
DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, M. (2019). Pelatihan dan Pendampingan Pengolahan Komoditas Kelapa. Jurnal


Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat, 179-183.

Basrowi, & Juariyah, S. (2010). Analisis Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Pendidikan
Masyarakat Desa Srigading, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung
Timur. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol. 7 No. 1, 58-81.

Bawono, D. I. (2019). Optimalisasi Potensi Desa di Indonesia. Jakarta: PT Grasindo.

Endah, K. (2020). Pemberdayaan Masyarakat: Menggali Potensi Lokal Desa. Jurnal


Moderat Volume 6 Nomor 1, 135-143.

Ertanti, S. (2013). Analisis Keterpaduan Pasar Teh Hijau di Tingkat Produsen Industri Hilir
Sampai Dengan di Tingkat Petani. Sumedang: Universitas Padjajaran.

Hulu, Y., Harahap, R., & Nasution, M. (2018). Pengelolaan Dasa Desa dalam
Pemberdayaan Masyarakat Desa. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1), 146-
154.

Karamoy, R., Tumade, P., & Palandeng, I. (2016). Implementasi Sistem Produksi pada
Industri Kecil Menengah (Studi Kasus Pada IKM di Desa Touliang OKI). Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiensi, 560-570.

Latrini, M., & Widhiyani, N. (2017). Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan
Dana Desa untuk Mendorong Kemandirian Masyarakat Pedesaan. Jurnal Ekonomi
Kuantitatif Terapan Vol 10 No 2, 175-182.

Muin, F., & Mucharom, R. (2016). Desa dan Hukum Adat: Perspektif Normativitas dan
Sosiologis Keindonesiaan. Semarang: Unisbank.

Pandawa, H. (2017). Efektivitas Pelaksanaan Gerakan Desa Membangun dan Dana Desa
dalam Membangun Desa di Kecamatan Malinau Utara Kabupaten Malinau Provindi
Kalimantan Utara. Jurnal Renaissance Vol. 2 No. 2, 224-241.

Putra, R. (2020). Karakteristik Kepemilikan Luas Lahan Pertanian pada Pendapatan Petani
untuk Pendidikan Anak Petani di Desa Wringinagung Kecamatan Jombang
Kabupaten Jember. Surabaya.
Ratu, C., & Adikampana, I. (2016). Strategi Pemasaran Desa Wisata Blimbingsari
Kabupaten Jembrana. Jurnal Destinasi Pariwisata, 60-67.

Soedarwo, V., Zuriah, N., Yuliati, R., & Suwignyo. (2017). Pemberdayaan Masyarakat
Melalui Pendidikan Nonformal Berbasis Potensi Lokal dalam Membangun Desa
Wisata Adat. Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis, 96-102.

Soleh, A. (2017). Strategi Pengembangan Potensi Desa. Jurnal Sungkai Vol. 5 No. 1, 32-
52.

Yarni, M. (2014). Menuju Desa yang Maju, Kuat, Mandiri, dan Demokratis Melalui Undang-
undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Inovatif, Volume VII Nomor II, 17-27.

Anda mungkin juga menyukai