Anda di halaman 1dari 22

BAHAN AJAR

INTERAKSI SPASIAL ANTARA DESA DAN KOTA


A. Pola Keruangan Desa
1. Pengertian Desa
Istilah desa berasal dari bahasa Sanskerta yaitu deshi yang artinya tanah kelahiran
atau tanah tumpah darah. Desa dapat diartikan sebagai suatu bentuk kesatuan administratif
yang terletak di luar kota. Desa menjadi tempat penduduk berkumpul dan hidup bersama
agar apat mempertahankan, melangsungkan, dan mengembangkan kehidupan mereka.
Pada umumnya penduduk desa bermatapencaharian sebagai petani. Pengertian desa
menurut ahli dan menurut undang-undang antara lain sebagai berikut:
a. UU no 6 Tahun 2014 Bab 1 Pasal 1
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. R Bintarto
Desa merupakan hasil perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
fisiografis, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di suatu daerah serta
memiliki hubungan timbal balik dengan daerah lainnya.
c. Paul H. Landis
Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Mempunyai pergaulan hidup yang saling mengenal.
2) Adanya ikatan perasaan yang sama tentang kebiasaan.
3) Cara berusaha bersifat agraris dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor alam, seperti
iklim, topografi, dan sumber daya alam.
d. S.D. Misra
Desa tidak hanya kumpulan tempat tinggal, tetapi juga kumpulan daerah pertanian
dengan batas-batas tertentu yang luasnya 50-1.000 are.
2. Unsur-unsur Desa
Desa memiliki tiga unsur pokok yaiut sebagai berikut:
a. Wilayah
Wilayah merupakan tempat bagi manusia untuk dapat melakukan berbagai aktivitas
baik sosial, ekonomi, maupun budaya. Pemilihan wilayah sebagai tempat aktivitas
tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor iklim, topografi, keadaan tanah, dan air. Adanya
perbedaan kondisi fisik antarwilayah menyebabkan terjadinya perbedaan
perkembangan wilayah. Contohnya daerah yang relatif datar dan terletak di dekat
daerah perkotaan akan berkembang lebih cepat daripada daerah pegunungan yang jauh
dari perkotaan.
b. Penduduk
Penduduk merupakan salah satu unsur penting dalam suatu wilayah. Di dalam upaya
mengembangkan wilayah, penduduk akan bertindak sebagai tenaga kerja, perencana,
pelaksana, sekaligus yang akan memanfaatkan segala potensi yang ada. Hal-hal yang
berkaitan dengan kependudukan dalam suatu wilayah antara lain jumlah penduduk,
pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, persebaran penduduk, dan mata
pencahariam. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadan pola penggunaan lahan yang
ada di perdesaan.
c. Perilaku
Perilaku kehidupan masyarakat perdesaan meliputi pola tata pergaulan dan ikatan-
ikatan yang melatarbelakangi masyarakat desa. Perilaku masyarakat desa ditunjukkan
oleh adanya ikatan antarwarga yang sangat erat. Hal itu dapat dilihat dengan adanya
sikap gotong royong yang mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan
pribadi.
3. Ciri-ciri Desa
Secara umum desa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Kehidupan masyarakatnya sangat erat dengan alam.
b) Pertanian sangat bergantung pada musim.
c) Desa merupakan kesatuan sosial dan kesatuan kerja.
d) Struktur perekonomian bersifat agraris.
e) Hubungan antarmasyarakat desa berdasarkan ikatan kekeluargaan yang erat
(gemmeinschaft).
f) Perkembangan sosial relatif lambat dan sosial kontrol ditentukan oleh moral dan hukum
informal.
g) Norma agama dan hukum adat masih kuat.
Menurut Rouceck dan Warren ciri-ciri masyarakat perdesaan adalah sebagai berikut:
a) Kelompok penduduk yang bermatapencaharian utama di daerah tertentu dan
mempunyai peran yang cukup besar.
b) Komunikasi keluarga terjalin secara langsung, mendalam, dan informal.
c) Suatu kelompok dibentuk berdasarkan faktor geografis.
d) Hubungan masyarakat bersifat kekeluargaan.
e) Mobilitas penduduk rendah, baik mobilitas yang bersifat horizontal (perpindahan
tempat) maupun mobilitas vertikal (status sosial).
f) Keluarga di pedesaan yang masih tradisional memiliki banyak fungsi, khususnya
sebagai unit ekonomi.
Menurut Dirjen Pembangunan Desa, wilayah perdesaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Perbandingan tanah dengan manusia (man land ratio) yang besar.
b) Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani (agraris).
c) Penduduknya masih bersifat tradisional
4. Tingkat Perkembangan Desa
Tingkat perkembangan desa merupakan keadaan tertentu yang dicapai oleh penduduknya
dalam menyelenggarakan kegidupan dan mengelola sumber daya yang ada. Tingkat
perkembangan desa dinilai berdasarkan tiga faktor yaitu faktor ekonomi, faktor sosio
kultural, dan faktor prasarana. Berdasarkan faktor-faktor tersebut,tingkat perkembangan
desa dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. desa swadaya
Desa swadaya adalah desa yang masih bersifat tradisional. Ciri-cirinya sebagai berikut:
1) Adat istiadat yang bersifat mengikat terhadap berbagai aktivitas manusia.
2) Pengawasan sosial (social control) dilakukan oleh keluarga.
3) Tingkat pendidikan masyarakat rendah.
4) Mata pencaharian penduduk pada umumnya bertani.
5) Teknologi yang digunakan masih sederhana sehingga tingkat produktivitasnya
rendah.
6) Administrasi desa belum dilaksanakan dengan baik.
7) Lembaga-lembaga desa belum berfungsi dengan baik.
8) Kegiatan penduduk dipengaruhi oleh keadaan alam.
b. desa swakarya
desa swakarya adalah desa yang sedang mengalami transisi. Crir-cirinya sebagai
berikut:
1) adat istiadat sudah mengalami perubahan.
2) Adanya pengaruh dari luar yang mengakibatkan perubahan cara berpikir.
3) Produktivitas mulai meningkat.
4) Sarana dan prasarana desa semakin lengkap dan membaik.
5) Mata pencaharian penduduk sudah bervariasi.
c. desa swasembada
desa swasembada adalah desa yang lebih maju. Ciri-ciri desa swassembada antara lain
sebagai berikut:
1) adat istiadat sudah tidak meningkat.
2) Hubungan antar manusia bersifat rasional.
3) Mata pencaharian penduduk beraneka ragam.
4) Teknologi semakin maju sehingga produktivitas meningkat.
5) Sarana dan prasarana meningkat.

5. Potensi Desa dan Fungsi Desa


a. Potensi Desa
Potensi desa adalah segenap sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki
desa. Potensi desa merupakan modal dasar yang perlu dikelola dan dikembangkan
untuk kesejahteraan masyarakat. Secara umum potensi desa dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1) Potensi fisik
Potensi fisik adalah segenap sumber daya alam yang terdapat di desa dan diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi kelancaran, kelangsungan, dan perkembangan desa.
Potensi fisik tersebut meliputi tanah, air, iklim dan angin, ternak, serta manusia.
a) Tanah
Bagi masyarakat desa, tanah merupakan tumpuan kehidupan sehingga menjadi
potensi fisik yang sangat penting. Misalnya, tanah pertanian yang dapat
menghasilkan tanaman bahan makanan dan bahan perdagangan. Oleh karena itu,
di pedesaan yang masih bersifat agraris, petani sangat bergantung pada kesuburan
tanah.
b) Potensi air
Potensi air sangat beragam dan bergantung pada masing-masing wilayah. Air
dapat dimanfaatkan antara lain untuk kepentingan rumah tangga, irigasi, dan
perikanan. Bagi desa-desa di daerah pantai, air laut dapat diolah menjadi garam.
c) Iklim dan angin
Potensi iklim dan angin sangat penting terutama bagi desa-desa agraris. Iklim
berpengaruh terhadap perencanaan waktu tanam dan jenis tanamannya. Angin
dapat dimanfaatkan sebagai tenaga penggerak kincir untuk keperluan pengairan.
d) Manusia
Desa memiliki potensi sumber tenaga yang dapat dimanfaatkan bagi petani.
Contohnya sapi, kerbau, dan kuda yang dapat dipekerjakan dalam mengolah
sawah dan sebagai tenaga pengangkut.
2) Potensi non fisik
Potensi nonfisik adalah segenap potensi sumber daya sosial dan budaya yang
terdapat di desa. Potensi non fisik meliputi sikap gotong royong lembaga dan
organisasi sosial serta aparatur pemerintahan.
a) Gotong royong
Kehidupan yang bersifat gotong royong merupakan potensi yang sangat kuat
dalam rangka pembangunan desa.
b) Lembaga dan organisasi sosial
Lembaga dan organisasi sosial serta lembaga pendidikan yangada di desa
merupakan potensi positif bagi pembangunan desa.
c) Aparatur pemerintahan
Perangkat pemerintahan desa merupakan potensi yang sangat menentukan
kelancaran sistem pemerintahan.
b. Fungsi Desa
Sebuah desa memiliki fungsi tertentu bagi kota, antara lain sebagai berikut:
1) Desa sebagai sumber bahan mentah bagi kota.
2) Desa sebagai sumber tenaga kerja bagi kota.
3) Desa sebagai mitra pembangunan wilayah kota.
4) Desa merupakan hinterland (daerah penyokong atau penyuplai kebutuhan
masyarakat kota).
6. Pola Desa
a. Pola memanjang
Pola desa yang memanjang antara lain karena mengikuti jalan, sungai, rel kereta api,
atau sungai.
b. Pola mengelompok
Pola desa mengelompok biasanya terdapat pada daerah yang memiliki tanah yang
subur. Penduduk akan membentuk permukiman secara mengelompok pada daerah
pertanian yang tanahnya subur. Pola ini juga dipengaruhi oleh keadaan air tanahnya.
Penduduk akan mengelompok pada sumber air tanah yang dangkal.
c. Pola menyebar
Pola desa menyebar terdapat di daerah dataran tinggi atau daerah gunung api. Penduduk
akan mendirikan permukiman secara tersebar karena mencari daerah-daerah yang relatif
aman, tidak terjal, dan morfologi yang relatif rata. Pla menyebar juga terdapat di
wilayah karst (kapur). Penduduk akan menyebar mencari daerah yang memiliki kondisi
air yang baik karena biasanya di daerah karst kondisi airnya sangat buruk.
7. Tata ruang Desa
Tata ruang adalah pola pemanfaatan ruang atau lahan, baik direncanakan maupun tidak
untuk dijadikan tempat tinggal dengan memanfaatkan lingkungan demi kelangsungan
hidup penduduk. Pola tata ruang suatu wilayah berbeda dengan wilayah lain. Hal itu
disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi lingkungan di setiap wilayah.
Pola tata ruang suatu wilayah dapat mencerminkan tingkat adaptasi penduduk
terhadap kondisi lingkungannya. Pola tata ruang itu sangat terkait dengan aktivitas
penduduk, khususnya dalam bidang ekonomi.
Pola tata ruang desa dapat dibedakan menjadi empat bentuk yaitu:
a. Bentuk desa yang linier atau memanjang mengikuti jalur jalan raya atau alur
sungai. Pola persebaran desa semacam ini dapat kita temui di daerah yang merupakan
areal datar, terutama di dataran rendah. Maksud dari pola desa yang memanjang atau
linier tersebut adalah untuk mendekati prasarana transportasi (jalan atau
sungai), sehingga memudahkan untuk berpergian ketempat lain apabila ada keperluan.
Selain itu juga untuk memudahkan pergerakan barang dan jasa.
b. Bentuk desa yang memanjang mengikuti garis pantai Di daerah-daerah pantai, pola
persebaran desa biasanya memanjang mengikuti arah garis pantai.
c. Bentuk desa yang terpusat. Bentuk desa yang memusat terdapat di wilayah pegunungan
yang dihuni oleh penduduk yang berasal dari satu keturunan yang sama, sehingga
umumnya semua warga masyarakat di daerah itu adalah keluarga atau kerabat. Dusun-
dusun yang terdapat di desa yang bentuknya terpusat biasanya sedikit saja, yaitu tidak
lebih dari 40 rumah.
d. Bentuk desa yang mengelilingi fasilitas tertentu. Bentuk desa semacam ini terdapat di
dataran rendah dan memiliki fasilitas-fasilitas umum yang banyak dimanfaatkan oleh
penduduk setempat, misalnya mata air, danau, waduk, atau fasilitas lainnya.

Desa dengan bentuk memusat

Desa dengan bentuk menyebar


Desa dengan bentuk mengelilingi fasilitas tertentu.
B. Pola Keruangan Kota
1. Pengertian kota
Ada beberapa pengertian kota. Antara lain sebagai berikut:
a. Peraturan menteri dalam negeri RI no. 4 tahun 1980
Kota terdiri atas dua bagian. Pertama, kota sebagai suatu wadah yang memiliki batas
administrasi sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Kedua, kota sebagai
lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non agraris, misalnya ibu kota
kabupaten, ibu kota kecamatan, serta fungsi sebagai pusat pertumbuhan dan
permukiman.
b. R. Bintarto
Mengungkapkan bahwa kota merupakan sistem jaringan kehidupan manusia dengan
kepadatan penduduk tinggi, struktur sosial ekonomi heterogen, dan corak kehidupan
yang materialistik. Dengan kata lain, kota merupakan bentang budaya yang ditimbulkan
oleh unsur-unsur alami dan nonalami.
c. Wirth
Kota adalah permukiman penduduk yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh
orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
d. Max Weber
Suatu wilayah yang penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan
ekonominya di pasar lokal.
e. Dwight Sanderson
Kota ialah tempat permukiman yang berpenduduk 10.000 orang atau lebih.
Teori Talcott mengenai tipe masyarakat kota mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a) Netral afektif/netral dalam perasaan
Masyarakat kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkan rasionalitas dan sifat
rasional ini erat hubungannya dengan konsep yang menguntungkan secara ekonomi
atau geselschaft. Mereka tidak mencampurkan hal-hal yang bersifat emosional atau
yang menyangkut perasaan padaumumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional.
b) Orientasi diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada
umumnya di kota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan
dengan kita. Oleh karena itu, setiap orang di kota terbiasa hidup tanpa menggantungkan
diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistik.
c) Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum. Oleh karena itu, pemikiran
rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk universalisme.
d) Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima masyarakat
berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
e) Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak
komponen dalam susunan penduduknya.
2. Klasifikasi Kota
Kota dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah penduduk dan berdasarkan fungsi:.
a. Berdasarkan jumlah penduduk
1) Kota kecil : 20.000 - < 100.0000 orang
2) Kota sedang : 50.000 - < 500.000 orang
3) Kota besar : 500.000 - < 1000.000 orang
4) Kota metropolis : 1000.000 - 5.000.000 orang
5) Kota megapolitan : <5.000.000 orang
b. Berdasarkan fungsi
1) Kota pusat perdagangan, baik perdagangan domestik maupun internasional, contoh
kota Singapura, Hongkong, Jakarta
2) Kota pusat kebudayaan, misal kota Yogyakarta, Surakarta
3) Kota pusat perkebunan, misalnya Bogor, Tangjung Balai, Pematang Siantar
4) Kota pusat pemerintahan, contoh Jakarta, Kuala Lumpur, Manila
5) Kota pusat pertambangan, contoh Timika, Tembagapura, Soroako.
Pada umumnya kota berfungsi sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan
pusat jasa. Berbagai fasilitas kehidupan tersedia di kota. Maka kota mempunyai daya tarik
kuat bagi penduduk di sekitarnya. Banyak penduduk luar kota berdatangan ke kota, baik
yang menetap maupun hanya sebagai penglaju.
Menurut Taylor klasifikasi kota dibagi atas beberapa tahapan berikut.
a. Tahap awal atau infantil (the infantil stage)
Merupakan tahap awal dari sebuah kota, dimana masih belum jelas pembagian
mengenai daerah-daerah permukiman dengan perdagangan, atau dengan kata lain
belum adanya pembatasan yang jelas antara kedua kenampakan tersebut.
b. Tahap muda atau juvenil (the juvenil stage)
Nampak beberapa kenampakan pengelompokkan pertokoan di bagian-bagian kota serta
munculnya kawasan pembangunan pabrik dan di pinggiran kota.
c. Tahap dewasa
Dalam tahap ini sudah nampak terlihat adanya gejala-gejala segregasi fungsi-fungsi
(pemisahan fungsi-fungsi). Tahap ini sudah terlihat adanya perbedaan antara
permukiman kelas atas dan kelas bawah.

d. Tahap ketuaan
Tahap ini merupakan tahap terakhir yang ditandai dengan adanya pertumbuhan yang
terhenti (cessation of growth). Dalam tahap ini banyak terjadi kemunduran mulai dari
distrik serta kesejahteraan ekonomi penduduknya.
3. Pola keruangan kota
Pola keruangan kota dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pola konsentris, pola sektoral,
dan pola pusat kegiatan ganda.
a. Pola konsentris oleh Ernest W. Burgess
Kota yang berpola konsentris berasal dari suatu tempat pengelompokkan penduduk
yang tiap bagiannya berkembang sedikit demi sedikit kearah luar.
Keterangan
1. Zona Daerah Pusat Kegiatan
2. Zona Peralihan
3. Zona pabrik-pabrik dan perumahan pekerja
4. Zona perumahan yang lebih baik kondisinya
5. Zona penglaju

gambar. pola keruangan konsentris


menurut Ernest, kota ini dibagi menjadi lima zona
yakni sebagai berikut.
1) Center Bussines Distric (CBD) atau pusat kota. Di pusat kota ini berdiri berbagai
macam fasilitas mulai dari gedung pemerintahan, perkantoran, bank, pertokoan
besar, dan sebagainya.
2) Transitional zone (zona peralihan), zona ini umumnya dihuni oleh penduduk dari
golongan kurang mampu dalam kehidupan sosial ekonominya yang sebagian besar
merupakan pendatang.
3) Zona pabrik-pabrik dan perumahan pekerja, zona ini didiami oleh pekerja-pekerja
pabrik. Kondisi perumahannya sedikit lebih jelek dari pada zona peralihan. Hal itu
disebabkan oleh kebanyakan pekerja adalah golongan pekerja kelas rendah.
4) Zona perumahan yang lebih baik kondisinya, zona ini didiami oleh penduduk dengan
tingkat perekonomian yang lebih baik. Oleh karena itu, permukiman yang ada di
wilayah ini relatif merupakan bangunan baru dan modern.
5) Commuters Zone (zona penglaju), merupakan zona yang memiliki tipe kehidupan
yang dipengaruhi oleh pola hidup perdesaan. Penduduk di wilayah ini pada
umumnya mempunyai lapangan pekerjaan non agraris dan merupakan pekerja-
pekerja penglaju ke tempat kerja di kota.
Jadi, dapat digambarkan bahwa makin jauh dari pusat kota, makin rendah derajat
sosial maupun kegiatan perekonomiannya. Contoh kota yang berpola seperti ini di
Indonesia adalah kota Yogyakarta dan Solo. Pusat kota ada di dalam benteng, yaitu di
sekitar keraton.

b. Pola sektoral
Pada pola sektoral, sektor-sektor yang menjadi bagian dari suatu kota dapat
berkembang sendiri-sendiri tanpa banyak dipengaruhi oleh pusat kota. Satu sektor dapat
berkembang lebih cepat daripada sektor lain. Begitu pula jarak tiap sektor dengan pusat
kota juga berlainan. Perkembangan sektor-sektor ini juga dipengaruhi oleh topografi
kota dan jenis aktivitas penduduk. Topografi kota antara lain berupa relief dan pola
aliran sungai yang ada di wilayah tersebut.
Disamping tumbuh mendatar, kota juga dapat berkembang secara vertikal akibat dari
mahalnya harga lahan yang semakin terasa sulitnya mencari lahan kosong untuk
perumahan dan perkantoran. Biasanya pertumbuhan vertikal ini terdapat di sektor yang
dihuni atau dimiliki oleh orang yang cukup mampu. Di samping pertumbuhan vertikal
ini, pada sektor yang sihuni oleh penduduk yang kurang mampu terjadi pertumbuhan
memadat.

Keterangan:
1. Zona daerah pusat kegiatan (CDB)
2. Zona tempat grosir dan daerah industri
3. Zona permukiman kelas rendah
4. Zona permukiman kelas menengah
5. Zona permukiman kelas atas
6 6. Zona komuter

Gambar. Pola Sektoral

c. Pola Pusat Kegiatan Ganda


Kota dengan pusat kegiatan ganda bermakna bagian-bagian kota mempunyai latar
belakang lingkungan yang berlainan, baik lingkungan alami maupun lingkungan sosial
dan ekonomi. Dengan demikian, setiap pusat kegiatan dapat berkembang dan tumbuh
sendiri-sendiri seolah-olah lepas dari pengaruh kegiatan lain.
Kota yang berpola seperti ini dapat ditemukan di tepi pantai atau di tepi sungai yang
menjadi daerah pelabuhan dan pusat perdagangan. Di samping pusat perdagangan, ada
pula pusat pemerintahan dengan banyak gedung perkantoran yang berkembang sendiri.
Dahulu, kota jakarta memperlihatkan pola seperti ini. Wilayah Tanjung Priok sebagai
pelabuhan, Glodok sebagai pusat perdagangan besar, Gambir sebagai pusat
pemerintahan, dan Jatinegara adalah pusat perdagangan rakyat kecil.
Pada masa sekarang sudah tidak mungkin ditemukan kota dengan pola murni seperti di
atas. Semua perkembangan kota merujuk kepada campuran antara ketiga pola utama
tersebut.
Keterangan:

1. Zona daerah pusat kegiatan (CDB)


2. Zona tempat grosir dan daerah industri
3. Zona permukiman kelas rendah
4. Zona permukiman kelas menengah
1 5. Zona permukiman kelas atas
6. Zona Industri berat
7. Zona luar CDB
8. Zona luar permukiman suburban
9. Zona luar industri suburban
10. Zona komuter

Gambar. Teori pola pusat kegiatan ganda

4. Tahapan Perkembangan Kota


Setiap kota mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Tahap perkembangan kota
dapat dibedakan berdasarkan macam bangunan dan kualitas perkembangannya.
Berdasarkan macam bangunannya, tahap perkembangan kota dibedakan menjadi:
a. Stadia Infantile
Pada tahap ini tidak ada pemisahan antara tempat tinggal dan wilayah komersial (toko
dan rumah masih menjadi satu). Selain itu juga tidak ada pemisahan antara daerah
miskin dan daerah yang kaya. Jadi, secara umum kota tersebut belum teratur.
b. Stadia Juvenile
Pada tahap ini perumahan-perumahan yang sudah tua terdesak oleh rumah-rumah baru.
Sudah tampak pemisahan antara rumah tempat tinggal dengan toko ataupun
perusahaan.
c. Stadia Mature
Pada tahap ini banyak tumbuh area-area baru, misalnya kawasan industri, perdagangan,
serta perumahan yang telah direncanakan dengan baik.
d. Stadia Senile
Pada tahap ini tampak terjadi kemunduran dalam berbagai aktivitas kehidupan. Tahap
ini disebabkan karena tidak ada pemeliharaan yang baik, dari segi politik dan ekonomi
yang menyebabkan kemunduran kota.
Berdasarkan kualitas perkembangannya, tahap perkembangan kota dapat dibedakan
menjadi enam tingkat, yaitu:
a. Tahap Eopolis
adalah tahap perkembangan desa yang teratur sehingga organisasi masyarakat penghuni
daerah tersebut sudah mulai memperlihatkan ciri-ciri perkotaan. Tahap ini merupakan
peralihan dari pola kehidupan desa yang tradisional ke arah kehidupan kota.
b. Tahap Polis
adalah tahapan suatu daerah kota yang masih bercirikan sifat-sifat agraris atau
berorientasi pada sektor pertanian. Sebagian besar kota di Indonesia masih berada pada
tahap ini.
c. Tahap Metropolis
adalah kelanjutan dari tahap polis. Tahap ini ditandi oleh orientasi kehidupan ekonomi
sebagian besar penduduknya yang mengarah ke sektor industri. Kota-kota di Indonesia
yang tergolong metropolis adalah Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
d. Tahap Megalopolis
Tahap megalopolis (kota mahabesar) adalah suatu wilayah perkotaan yang ukurannya
sangat besar, biasanya terdiri dari beberapa kota metropolis yang menjadi satu sehingga
membentuk jalur perkotaan. Dalam beberapa segi, kota metropolis telah mencapai titik
tertinggi dan memperlihatkan tanda-tanda akan mengalami penurunan kualitas.
e. Tahap Tiranopolis
adalah tahapan kota yang kehidupannya sudah dikuasai oleh tirani, kemacetan-
kemacetan, kekacauan pelayanan, kejahatan, dan kriminalitas yang sudah biasa terjadi.
f. Tahap Nekropolis
adalah tahap perkembangan kota yang perkembangan kotanya menuju ke arah
kematian.
J.M. Houston berpendapat bahwa karakteristik perkembangan kota melalui tiga tahap
berikut:
a. Stadium Pembentukan Inti Kota,
Stadium ini dikenal dengan istilah CBD (Central Business District). Pada tahap ini,
pembangunan gedung-gedung sebagai penggerak kegiatan mulai berkembang. Namun
kenampakan fisik kota masih meliputi wilayah yang sempit.
b. Stadium Formatif
Pada tahap ini, inti kota mulai berkembang akibat perkembangan industri.
Perkembangan sektor industri, transportasi, dan perdagangan menyebabkan makin
luasnya keadaan pabrik-pabrik di perkotaan. Perluasan daerah umumnya terjadi di
daerah yang transportasinya lancar, seperti di pinggir jalan raya.
c. Stadium Modern
Di stadium ini mulai terlihat terjadinya kemajuan bidang teknologi. Makin majunya
transportasi dan komunikasi menyebabkan seseorang tak bergantung lagi pada tempat
tinggal yang dekat tempat kerja. Oleh karena itu, ada gejala perkembangan kota yang
mengarah keluar. Kenampakan kota tak sesederhana stadium pertama dan kedua, tetapi
jauh lebih kompleks. Pada tahap ini, terjadi penggabungan beberapa pusat kegiatan
sehingga menentukan batas wilayah perkotaan sudah makin sulit.

5. Perbedaan antara masyarakat desa dan kota


Masyarakat desa dan kota, masing-masing mempunyai sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi
sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda. Perbedaan ciri antara kedua
sistem tersebut sebagai berikut.
No. Masyarakat Pedesaan Masyarakat Kota
1. Perilaku homogen Perilaku heterogen
2. Perilaku yang dilandasi oleh konsep Perilaku yang dilandasi oleh konsep
kekeluargaan dan kebersamaan pengendalian diri dan kelembagaan
3. Perilaku yang berorientasi pada Perilaku yang berorientasi pada
tradisi dan status rasionalitas dan fungsi
4. Mobilitas sosial kurang dinamis Mobilitas sosial dinamis
5. Kesatuan dan keutuhan kultural Kebauran dan diversivikasi kultural
6. Banyak ritual dan nilai-nilai sakral Birokrasi fungsional dan nilai-nilai
lebih tinggi (kolektivisme) sekular lebih tinggi (individualisme)

C. Interaksi Desa dengan Kota dalam Pembangunan Daerah


1. Pengertian interaksi wilayah
Interaksi wilayah adalah kontak atau hubungan yang terjadi antara dua wilayah
atau lebih (perkotaan dengan pedesaan) beserta hasil hubungannya. Interaksi antara desa
dan kota terjadi karena berbagai faktor atau unsur yang ada dalam desa, kota dan diantara
desa dan kota. Kemajuan masyarakat desa, perluasan jaringan jalan desa-kota, integrasi
atau pengaruh kota terhadap desa, kebutuhan timbal balik desa-kota telah memacu
interaksi desa-kota.
2. Prinsip-prinsip interaksi desa dan kota
Pasa dasarnya, interaksi desa dan kota terjadi karena ada beberapa prinsip yang
mendasarinya. Prinsip-prinsip tersebut di uraikan di berikut ini:
a. Adanya hubungan timbal balik antara dua daerah
Hubungan timbal balik melibatkan dua daerah, yaitu desa dan kota atau kota
dan desa. Adanya hubungan timbal balik ini menimbulkan gejala, kenampakan, dan
permasalahan baru, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Misalnya, ada dua
daerah, yaitu X dan Y. Wilayah X merupakan daerah perdesaan sebagai penghasil
sumber bahan pangan, seperti padi, sayur mayur, dan buah-buahan. Adapun wilayah Y
merupakan daerah perkotaan yang menjadi sentra industri pertanian. Beberapa jenis
produk industri yang dihasilkan sebagai pendukung kegiatan pertanian antara lain
pupuk dan alat-alat pertanian. Perbedaan produk antara kedua wilayah tersebut
mengakibatkan terjadinya interaksi. Untuk memasarkan hasil pertanian, penduduk
desa X menjual ke kota Y yang sebagian besar masyarakatnya bekerja pada sektor
industri. Sebaliknya, produk-produk industri dari kota Y didistri busikan ke desa X
yang sangat memerlukan teknologi pertanian berupa pupuk dan perkakas sehingga
dapat memperlancar kegiatan bertaninya. Akibatnya, terjalinlah hubungan timbal balik
antara kedua wilayah tersebut
Gejala ataupun permasalahan baru terjadi di berbagai daerah, baik desa
maupun kota. Sebagai contoh, terjadinya urbanisasi memicu kota menjadi lebih padat
dan mempengaruhi munculnya permukiman kumuh di pinggiran kota. Selain itu,
adanya interaksi desa dan kota menyebabkan makin terbukanya peluang terjadinya
perkawinan antarsuku dan budaya yang berbeda di Indonesia.
b. Adanya proses pergerakan manusia, informasi, maupun barang.
• Pergerakan manusia (Mobilitas Penduduk)
• Pergerakan informasi atau gagasan, misalnya : informasi IPTEK, kondisi suatu
wilayah
• Pergerakan materi / benda, misalnya distribusi bahan pangan, pakaian, bahan
bangunan dan sebagainya
c. Hubungan timbal balik menimbulkan gejala, kenampakkan dan permasalahan
baru yang bersifat positif dan negatif, sebagai contoh :
• kota menjadi sasaran urbanisasi
• terjadinya perkawinan antar suku dengan budaya yang berbeda
3. Faktor-faktor yang mendasari terjadinya interaksi desa dan kota
a. Ada wilayah yang saling melengkapi (Regional Complementarity)
Suatu daerah tidak dapatmencukupi kebutuhannya sendiri sehingga
memerlukan interaksi dengan daerah lain. Adanya permintaan dan penawaran suatu
komunitas akan mendorong terciptanya hubungan saling melengkapi berbagai
kebutuhan dari kelompok manusia maupun daerah yang berbeda.
b. Adanya kesempatan untuk berintervensi (Intervening Opportunity)
Intervening Opportunity mempunyai dua pengertian.
1) Adanya keungkinan perantara yang dapat menghambat timbulnya suatu interaksi
antara dua wilayah dan dapat memenuhi kebutuhan sumber daya wilayah lain.
2) Adanya sumber pengganti yang dibutuhkan suatu wilayah, sehingga melemahkan
interaksi dengan wilayah lain.
c. Adanya kemudahan pemindahan barang dalam ruang (Spatial Transfer Ability)
Spatial Transfer Ability adalah kemudahan pemindahan dalam ruang, baik
pemindahan berupa benda, manusia, gagasan, atau informasi. Kemudahan
pemindahan ini, dipngaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1) Jarak mutlak dan jarak relatif antarwilayah
2) Biaya angkutan atau transportasi dari suatu tempat ke tempat lain
3) Kemudahan atau kelancaran angkutan antarwilayah

4. Teori interaksi wilayah


a. Teori gravitasi
Dasar interaksi desa-kota adalah hukum gravitasi dari Issac Newton,
seorang ahli ilmu fisika. Sir Issac Newton (1687) mengatakan bahwa dua buah
benda atau materi memiliki gaya tarik-menarik yang kekuatannya berbading lurus
dengan kuadrat jarak benda tersebut.
Hukum gravitasi Newton dapat diterapkan dalam studi geografi
pemasaran dan studi transportasi. Selain itu, juga digunakan dalam studi
perpindahan penduduk, masalah memilih lokasi, dan masalah interaksi. Jika
hukum gravitasi Newton digunakan untuk menghitung besarnya interaksi antara
wilayah pertumbuhan A dan B, maka rumusnya menjadi:
Keterangan:
IA.B : Interaksi wilayah pertumbuhan A dan B
PA : jumlah penduduk wilayah pertumbuhan A
PB : jumlah penduduk wilayah pertumbuhan B
DA.B : jarak antara wilayah pertumbuhan A dan kota B

b. Teori titik henti


Teori ini memerkirakan lokasi garis batas yang memisahkan wilayah-wilayah
perdagangan dari dua kota yang berbeda ukurannya. Selain itu, dapat digunakan
untuk memerkirakan penempatan lokasi industri atau pelayanan-pelayanan sosial
antara dua wilayah sehingga mudah dijangkau oleh penduduk. Secara matematis
dapat dinyatakan dengan rumus:

Keterangan:
DAB : Jarak lokasi titik henti, yang diukur dari kota atau wilayah yang jumlah
penduduknya lebih kecil (dari kota A)
dAB : jarak antara kota A dan B
PA : jumlah penduduk kota yang lebih kecil (penduduk kota A)
PB : jumlah penduduk kota yang lebih besar (penduduk kota B)

c. Teori grafik
Daerah yang dihubungkan oleh jaringan jalan yang kompleks berarti memiliki pola
interaksi keruamgan yang tinggi. Untuk mengetahui kekuatan interaksi suatu
wilayah digunakan indeks konektivitas
Rumus:

 =

Keterangan :
 = indek konektivitas
e = jumlah jaringan jalan
v = jumlah kota dalam satu wilayah
5. Zona interaksi desa dan kota

Zona interaksi yang digambarkan sebagai daerah yang membentuk jalur-jalur


linier yang teratur di atas merupakan gambaran yang ideal. Pada kenyataannya, zona
tersebut tidak lagi bersifat konsentris meskipun unsur-unsurnya masih dapat diamati.
Interaksi antarzona dapat terjadi, baik dari zona-zona yang berdekatan maupun yang
berjauhan.
6. Interaksi desa dengan kota dalam pengembangan ekonomi daerah
Kota selalu mempunyai hubungan erat dengan wilayah sekitarnya. Penduduk kota
yang terdiri dari pedagang, pegawai pemerintah dan swasta, tukang-tukang, seniman,
guru dan sebagainya, hidup dari hasil pertanian yang dihasilkan oleh para petani di
pedesaan. Penduduk kota sangat tergantung secara ekonomis terhadap penduduk
pedesaan. Demikian pula sebaliknya, penduduk desa mempunyai ketergantungan
terhadap perkotaan terutama menyangkut sandang, pangan, dan barang jadi. Timbulnya
pasar bisa menjadi ajang pertukaran kebutuhan antara penduduk desa dan kota.
Interaksi antara dua atau lebih daerah yang berbeda akan berpengaruh pada
masing-masing wilayah sehingga akan memicu terjadinya perubahan. Seberapa besar
perubahan yang terjadi tergantung dari jarak, jumlah penduduk, dan berbagai factor
pendukung lainnya seperti sarana transportasi, komunikasi, listrik, dan lain
sebagainya.Pengembangan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan
suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam
wilayah tersebut.
Kemampuan wilayah untuk mengefisienkan pergerakan orang, barang dan jasa
adalah komponen pembangunan ekonomi yang penting. Suatu wilayah perlu memiliki
akses transportasi menuju pasar secara lancar. Jalur jalan yang menghubungkan suatu
wilayah dengan kota-kota lebih besar merupakan prasarana utama bagi pengembangan
ekonomi wilayah. Pelabuhan laut dan udara berpotensi untuk meningkatkan hubungan
transportasi selanjutnya. Pemeliharaan jaringan jalan, perluasan jalur udara, jalur air
diperlukan untuk meningkatkan mobilitas penduduk dan pergerakan barang.
Pembangunan prasarana diperlukan untuk meningkatkan daya tarik dan daya saing
wilayah. Mengenali kebutuhan pergerakan yang sebenarnya perlu dilakukan dalam
merencanakan pembangunan transportasi.
Dengan transportasi yang baik, akan memudahkan terjadinya interaksi antara
penduduk lokal dengan dunia luar sehingga menghilangkan keterisolasian yang ada.
Keterisolasian merupakan masalah pertama yang harus ditangani dalam pengembangan
ekonomi antar wilayah. Transportasi berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan
produsen dengan konsumen antar wilayah.Interaksi antara wilayah desa dan kota dapat
terjadi karena berbagai faktor. Misalnya, peningkatan pengetahuan penduduk desa,
perluasan jaringan jalan antara desa dan kota, pengaruh budaya kota terhadap desa, dan
kebutuhan timbal balik antara desa dan kota. Faktor-faktor tersebut memacu interaksi
desa-kota secara bertahap dan efektif.
Kemajuan bidang transportasi menyebabkan ketertutupan desa berangsur-angsur
berkurang. Kehidupan kota telah memberi banyak pengaruh terhadap desa-desa di
pinggiran kota. Salah satu pengaruhnya adalah persentase penduduk desa yang bertani
berkurang dan beralih pekerjaan pada bidang nonagraris. Wilayah desa yang terletak di
pinggiran kota dikenal dengan ”rural urban areas”.Peningkatan pembangunan sarana dan
prasarana transportasi dapat mengurangi perpindahan penduduk desa ke kota. Penduduk
desa dapat bekerja di kota dengan menggunakan angkutan umum atau kendaraan pribadi
tanpa harus menetap di kota. Mereka sebagai penglaju yang bekerja di kota dan kembali
ke desa setiap hari.
Di bidang pendidikan, gedung-gedung sekolah dibangun di desa-desa yang
terletak jauh dari kota. Para guru dapat datang dari kota kecamatan, kabupaten, dan kota
besar untuk mengajar. Perdagangan hasil pertanian dan kerajinan antardesa-kota dapat
berjalan lancar. Penduduk kota dapat membeli sayur-sayuran dan buah-buahan yang
masih segar dari desa.
Pasar-pasar kecil bermunculan di wilayah pinggiran kota (rural-urban). Wilayah
pinggiran kota makin lama berkembang dan berubah fungsi, yaitu desa dagang
(trade/merchandesing village). Hasil-hasil bumi dari desa dan hasil industri dari kota
diperdagangkan di daerah rural-urban ini.
Jumlah penduduk dan jaringan lalu lintas yang bertambah di daerah ini
mempercepat pembentukan kota kecil baru. Jadi, perkembangan desa tidak hanya
tergantung pada petani desa, tetapi dapat juga tergantung pada suatu lokasi yang
menguntungkan.
 Dampak interaksi desa dan kota
a. Dampak positif
1) Bagi desa
a) Pengetahuan penduduk desa menjadi meningkat karena banyak sekolah
dibangun di desa
b) Angka buta huruf penduduk desa semakin berkurang dengan banyaknya
dibangun sekolah
c) Perluasan jalur jalan desa kota dan peningkatan jumlah kendaraan bermotor
sehingga hasil panen dari desa mudah diangkut ke kota dan kelangkaan
bahan pangan di kota dapat dihindari.
d) Produktivitas desa makin meningkat dengan hadirnya teknologi tepat guna.
e) Pelestarian lingkungan hidup pedesaan dapat dilakukan dengan hadirnya
para ahli dari berbagai disiplin ilmu.
f) Peningkatan kegiatan wiraswasta yang menghasilkan produk berkualitas
dapat dilakukan karena pemerintah turun tangan
g) Kesadaran memiliki keluarga kecil telah diterima oleh masyarakat desa
h) Koperasi dan organisasi sosial yang berkembang di perdesaan telah
memberi manfaat dalam peningkatan kesejahteraan penduduk dan
pembangunan desa.
2) Bagi kota
a) Tercukupinya kebutuhan bahan pangan bagi penduduk perkotaan yang
sebagian besar berasal dari daerah perdesaan
b) Jumlah tenaga kerja di perkotaan melimpah karena banyaknya penduduk
dari desa yang pergi ke kota
c) Produk-produk yang dihasilkan di daerah perkotaan dapat dipasarkan
sampai ke pelosok desa sehingga keuntungan yang diperoleh lebih besar
b. Dampak negatif
1) Bagi desa
a) Modernisasi kota telah melunturkan orientasi pertanian yang menjadi pokok
kehidupan mereka
b) Penduduk desa dengan mudah meniru iklan dan tindak kejahatan dalam
film yang ditanyangkan di televisi
c) Pengurangan tenaga produktif bidang pertanian di desa, karena banyak
tenaga muda yang lebih tertarik bekerja di kota.
d) Perubahan tata guna lahan di perdesaan akibat perluasan wilayah kota dan
banyak orang kota membeli lahan di wilayah perbatasan desa-kota.
e) Tata cara dan kebiasaan yang menjadi budaya kota masuk ke pelosok desa
dan cenderung mengubah budaya desa
f) Ketersediaan bahan pangan yang berkurang, peningkatan pengangguran,
dan pencemaran lingkungan menjadi masalah penting akibat interaksi desa-
kota.
2) Bagi kota
a) Semakin meningkatnya jumlah pengangguran dan penduduk miskin
b) Penduduk dengan pendapatan rendah kesulitan mencukupi kebutuhan
hidupnya
c) Nilai lahan di perkotaan yang mahal, memaksa warga menggunakan lahan
atau tempat yang tidak layak untuk pemukiman
d) Terjadi degradasi kualitas lingkungan
 Degradasi kualitas lingkungan fisik
 Pencemaran air
 Pencemaran udara
 Pencemaran suara

 Degradasi kualitas lingkungan sosial


 Kepadatan lalu lintas kendaraan yang banyak dimiliki penduduk kota
dapat menimbulkan perasaan jengkel dan kesal pemakai jalan akibat
kemacetan
 Semakin berkembangnya sikap hidup materialistis dan individualistis
 Tumpukan sampah yang terdapat di banyak tempat, terutama dekat
pemukiman, mengganggu kesehatan, dan keindahan lingkungan
 Rumah dan bangunan kota yang terlantar atau tidak terawat
mengganggu pemandangan di sekitarnya

D. Perkembangan Kota dan Alih Fungsi Lahan


1. Perkembangan Kota
Faktor yang mempengaruhi perkembangan wilayah kota
a. Gaya sentrifugal kota
Gaya sentrifugal mendorong penduduk dan kegiatannya bergerak ke luar.
Dorongan ini menyebabkan dispersi kegiatan penduduk serta relokasi sektor-sektor dan
zona-zona kota. Penyebab gerak sentrifugal kota, yaitu:
1) Terjadi gangguan keadaan kota yang berkali-kali. Gangguan ini menjadikan
penduduk kota tidak nyaman tinggal dan bekerja di kota
2) Industri modern di kota membutuhkan lahan yang luas dan relatif kosong.
3) Sewa tanah di pinggiran kota jauh lebih murah dibanding dengan di tengah kota
4) Perluasan industri lebih memungkinkan di wilayah luar kota, karena lahan kosong
masih tersedia dan dengan biaya lebih murah dibanding lahan di tengah kota
5) Pembangunan rumah yang luas, sehat, dan mengikuti model mutakhir dapat
dilakukan di luar kota.
6) Kecenderungan penduduk kota untuk bermukim di luar kota yang masih alami
b. Gaya sentripetal kota
Gaya sentripetal mendorong penduduk dan kegiatannya menuju pusat sehingga
terjadi konsentrasi di pusat. Penyebab gerak sentripetal kota, yaitu:
1) Lokasi strategis umumnya berada di wilayah tengah kota
2) Lokasi untuk kegiatan bisnis dan perusahaan cenderung memilih dekat dengan
stasiun kereta api atau terminal bus di tengah kota
3) Tempat-tempat praktik para ahli saling berdekatan
4) Pemusatan pertokoan yang menjual berbagai jenis barang dalam satu kompleks di
tengah kota yang kemudian menjadi pusat perbelanjaan.
5) Pengelompokan gedung-gedung yang sejenis memengaruhi penurunan pajak sewa
dan harga tanah
6) Tempat berolahraga, hiburan, dan seni budaya yang dapat dikunjungi sewaktu-
waktu menyebabkan warga memilih bertempat tinggla di dekatnya
7) Pertimbangan jarak antara tempat tinggal dan tempat bekerja yang berdekatan
merupakan alasan warga tinggal di tengah kota.
2. Alih Fungsi Lahan Daerah Kota
Kota merupakan tempat berpusatnya segala aktivitas, saran, dan prasarana. Dari segi
pembangunannya, kota sangat menarik bagi para pencari pekerjaan dan pencari fasilitas
yang lain misalnya pendidikan. Kota yang sudah padat secara struktur spasialnya, akan
menjadi lebih padat lagi karena adanya interaksi antara desa dengan kota. Interaksi
tersebut selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak negatif bagi
penduduk kota. Dampak negatif yang seringkali terjadi pada proses interaksi ini adalah
adanya pertambahan jumlah penduduk. Pertambahan atau peningkatan jumlah penduduk
tidak dapat dihindari sehingga muncul berbagai kenampakan di kota, seperti permukiman
padat penduduk, permukiman kumuh, dan atau rumah toko (ruko). Hal inilah yang
menyebabkan kondisi lahan hijau di perkotaan atau di kota semakin lama semakin
berkurang.
3. Konflik Pemanfaatan Lahan di Perdesaan dan Perkotaan
Berbagai kepentingan dalam rangka penggunaan lahan dapat memicu terjadinya konflik,
perselisihan, atau sengketa. Konflik atas penggunaan lahan tersebut dapat terjadi antar
individu, individu dengan kelompok, individu dengan pemerintah, antar kelompok, atau
kelompok dengan pemerintah.
1) Konflik di pedesaan
Konflik yang muncul sehubungan dengan penggunaan lahan dapat dipicu antara lain
oleh adanya alih fungsi lahan dan pengakuan hak atas lahan. Alih fungsi lahan,
misalnya dari lahan pertanian dijadikan lahan industri, dapat menimbulkan
permasalahan sosial terhadap lingkungan sekitar. Berdirinya industri dianggap dapat
merusak kondisi lingkungan hidup, misalnya menimbulkan pencemaran.
2) Konflik di Perkotaan
Permukiman penduduk dengan tingkat ekonomi yang rendah cenderung selalu terdesak
oleh pembangunan kota, misalnya perluasan kawasan industri, pelebaran jalan, dan
perluasan pusat-pusat pertokoan. Hal itu dapat menimbulkan masalah-masalah sosial,
terutama masalah permukiman.
Pemanfaatan lahan di perkotaan dan di perdesaan perlu mendapat perhatian yang
sungguh-sungguh. Satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat konsolidasi
lahan.
Konsolidasi lahan merupakan konsep tentang pengaturan lahan yang mampu
meminimalkan dampak negatif yang timbul akibat penggunaan lahan di perkotaan.
Konsolidasi lahan bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan dalam
hubungannya dengan pemanfaatan, peningkatan produktivitas, dan konservasi bagi
kelestarian lingkungan sehingga pengembangan wilayah lebih terkontrol.
Manfaat adanya konsolidasi lahan antara lain sebagai berikut:
a) Pemilik lahan akan memperoleh kembali tanah berupa petak tanah yang bentuknya
teratur dan dekat dengan prasarana lingkungan.
b) Konflik dalam pemanfaatan lahan dapat dihindari dengan tertibnya kualitas
lingkungan.
c) Taraf kehidupan penduduk dapat ditingkatkan dengan mengatur permukiman.
d) Beban pusat wilayah dapat dikurangi dengan tersedianya prasarana sosial ekonomi
yang memadai di sekitar permukiman.
e) Pengendalian pengembangan lahan lebih mudah dilakukan.
f) Perkembangan perumahan liar dapat dicegah.
4. Usaha Pemecahan Masalah Hubungan Lahan baik di Kota Maupun di Desa agar
Tidak Terjadi Konflik
Berbagai macam pemanfaatan lahan di desaa dan perkotaan merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap terbentuknya pola keruangan. Selain itu, kondisi sosial
ekonomi penduduk akan mempengaruhi perubahan dan perkembangan tata ruang sehingga
membentuk zona-zona wilayah yang rawan konflik. Adapun usaha-usaha untuk
mengatasinya adalah sebagai berikut:
a. Penertiban hukum, berkaitan dengan pembangunan permukiman, akta tanah ganda, serta
akta palsu.
b. Membuat master plan (rancangan garis besar) baik di wilayah desa, kecamatan, dan
kabupaten/kota, agar penempatan sarana dan prasarana umum tepat sesuai aturan, dan
fungsinya.
c. Dalam membuat master plan harus ditinjau dan dipikirkan secara tepat mengenai tata
guna lahan, pola permukiman, dan pola keruangan, baik di wilayah desa maupun
wilayah kota.

E. Interaksi Desa-Kota Kaitannya dengan Distribusi Barang dan orang serta


perkembangan Ekonomi Wilayah
1. Penyeban Timbulnya Kerja Sama Wilayah Desa dan Kota
Interaksi antara wilayah desa dan kota dapat terjadi karena beberapa factor. Menurut Edward
Ullman, factor yang mempengaruhi interaksi desa-kota adalah sebagai berikut.
a. Adanya wilyah yang saling melengkapi (regional complementarity). Desa dan kota akan
berinteraksi karena tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Contohnya, penduduk kota
membutuhkan beras. Karena produksi beras berasl dari desa, maka terjadi inteaksi.
b. Kemudahan perpindahan dalam ruang (transferability) Karena ketersediaan sarana dan
prasarana transportasi.
c. Tidak adanya kesempatan untuk berintervensi (intervening opportunity). Interaksi dapat terjadi
antara kota dan desa jika tidak ada pihak ke tiga yang menghambat interaksi. Misalnya terjadi
bencana alam seperti letuasn gunung, gempa bumi, merajalelanya aids dan sebagainya
sehingga gerak migrasi, transportasi, komunikasi terganggu atau tak mungkin terlaksana, maka
manusia akan memutuskan memilih tujuan lain, karena rencananya semula gagal. Pilihan lain
untuk rencana semula buntu.
Manfaat interaksi kota dengan desa adalah sebagai berikut:
a. Hubugan sosial ekonomi penduduk desa dan kota meningkat.
b. Pengetahuan penduduk desa meningkat, terutama dalam penggunaan teknologi di bidang
pertanian, berita dan informasi lewat TV.
c. Banyak terjadi perpindahan penduduk dari desa ke kota.
d. Terjadi hubungan saling menguntungkan atau saling ketergantungan dalam pemenuhan
kebutuhanya sendiri.
e. Pembangunan sarana dan prasarana transportasi sehingga memudahkan akses ke desa.
2. Kota Mengubah/Memengaruhi Desa
Seara teoritis kota mengubah atau paling tidak mempengarui desa melalui beberapa cara berikut:
a. Ekspansi kota ke desa, atau perluasan kawaasan perkotaan dengan mengubah atau mengambil
kawasan pedesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan
yang beraneka ragam.
b. Invensi kota, pembangunan kota baru, misalnya Batam dan kota-kota baru sekitar Jakarta.
Pembangunan ini mengubah pedesaan menjadi perkotaan terutama yang berada di pinggiran
kota.
c. Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, perilaku dan nilai kekotaan ke desa.
d. Kooperasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkutan produk yang bersifat kedesaan ke
kota.
3. Perpindahan penduduk dari Desa ke Kota
Adanya hubungan masyarakat desa dan kota yang saling bergantung dan saling membutuhkan
dapat muncul masalah baru, yakni berpindahnya penduduk dari desa ke kota.
a. Sebab–sebab terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota
Hal-hal yang mendorong penduduk desa meninggalkan desa (push factor):
1) Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian.
2) Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
3) Adat-istiadat yang mengikat penduduk desa terutama kaum muda.
4) Di desa tida banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
5) Hasil panen yang tidak menentu sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari
penghidupan lain di kota.
Hal-hal yang menarik penduduk desa pindah ke kota (pull factor):
1) Anggapan bahwa di kota lebih banyak lapangan pekerjaan serta lebih mudah untuk
mendapatkan penghasilan.
2) Lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industry
kerajinan.
3) Terdapat banyak fasilitas pendidikan.
4) Merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
5) Kehidupan kota yang cenderung bebas dan individualis
b. Akibat perpindahan penduduk dari desa ke kota
1) Di kota kriminalitas meningkat
2) Di kota lingkungan jadi kumuh
3) Di desa banyak kehilangan tenaga muda produktif
4) Di desa pertanian tidak dapat dikerjakan secara optimal
5) Salah satu masalah penting yang dihadapi perkotaan dengan meningkatnya jumlah
penduduk akibat perpindahan penduduk dari desa adalah sulitnya permukiman.
c. Usaha mengatasi perpindahan penduduk dari desa ke kota
1) Peningkatan fasilias di desa, misanya listrik, sekolahan, tempat rekeasi dan hiburan.
2) Mengembangkan lapangan kerja dan meningkatkan standar upah minimum regional di
pedesaan.
3) Sering diadakan pemeriksaan KTP kota setempat bagi penduduk yang tidak ber-KTP
setempat tidak boleh bertempat tinggal di kota tersebut.
4. Aspek Poditif Masyarakat perkotaan
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur
yang meliputi sebagai berikut.
a. Wisma: untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya.
b. Karya: untuk penyediaan lapangan kerja
c. Marga: untuk pengembangan jaringan jalan dan telekomunikasi.
d. Suka: untuk fasilitas hiburan, rekreasi, kebudayaan, dan kesenian.
e. Penyempurnaan: untuk fsilitas keagamaan, permakaman, pendidikan, dan fasilitas umum.
Untuk itu semua, fungsi dan tugas aparatur pemerintah kota harus diingkatkan.
a. Aparatur kota harus memiliki pengetahuan tentang adminstrasi kota dan perencanaan kota
sehingga dapat menangani berbagai masalah di kota.
b. Kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan dan pengaturan tata kota harus dikerjakan dengan
cepat dan tepat agar tidak disusul dengan masalah lainnya.
c. Penanganan masalah dengan baik dan sigap
d. Adanya para pemimpin ditingkat kabupaten dalam rangka upaya pemekaran kota.
5. Pengembangan dalam pembangunan Ekonomi Wilayah
Pengebangan dalam pembangunan ekonomi wilayah mempunyai tiga sifat penting, antara lain
sebagai berkut.
a. Merupakan suatu proses perubahan yang terjadi terus-menerus
b. Saha untuk menaikkan tingkat pendapatan per kapita
c. Menaikkan pendapatan per kapita yang terus berlangsung dalam jangka panjang.
Pokok masalah dalam pembangunan ekonomi wilayah tersebut adalah kemiskinan yang
meliputi:
a. Miskin akan modal
b. Miskin akan tenaga ahli
c. Miskin akan tenaga-tenaga usahawan yang cakap (enterpreuner).
Tujuan utama pembangunan ekonomi haruslah memperhatikan nasib kaum miskin
atau yang lebih popular dikenal dengan program pengentasan kemiskinan. Program
tersebut dilakukan dengan cara:
a. Menaikkan pendapatan masyarat
b. Meningkatan produktivitas masyarakat
c. Meningktkan produktivitas masyarakat memeratakan pendapatan bagi seluruh msyarakat.
Ada beberapa manfaat pengembangan dalam pembangunan ekonomi wilayah di daerah
tersebut, yakni antara lain sebagai berikut.
a. Pembangunan ekonomi wilayah menyebabkan output (kekayaan) masyarakat akan
bertambah
b. Meberikan kesempatan untuk mengadakan “pilihan” makin luas.
c. Adanya kemampuan yang lebih besar pada manusia untuk menguasai perekonomian.
d. Dapat mengurangi kesenjangan antara yang kaya dan miskin.
e. Membangun sarana yang banyak untuk kebutuhan manusia.

Anda mungkin juga menyukai