Anda di halaman 1dari 16

MATERI GEOGRAFI POLA KERUANGAN

DESA DAN KOTA (01 MARET 2021)

A. POTENSI DESA DAN PERKEMBANGAN DESA-KOTA

Desa dalam kehidupan sehari-hari sering diistilahkan dengan kampung, yaitu suatu daerah
yang letaknya jauh dari keramaian kota dan dihuni oleh sekelompok masyarakat yang jauh
sebagian besar mata pencahariannya dalam bidang pertanian.

Pengertian Desa menurut Daldjoeni (2003) Bahwa, ‘’ Desa merupakan permukiman manusia
yang letaknya diuar kota dan penduduknya berpangupajiwa agraris’’, Menurut R.Bintarto
(1997) bahwa wilayah pedesaan merupakan suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan
oleh unsur-unsur fisiografi, sosial,ekonomi, politis dan kultural.

1. Ciri khas desa

Berdasarkan pengertian Dirjen pembangunan Desa, Ciri-ciri desa sebagai berikut.

a. Perbandingan lahan dengan manusia (mand land ratio) cukup besar


b. Lapangan kerja yang dominan ialah sektor pertanian (agraris)
c. Hubungan antar warga desa masih sangat akrab
d. Sifat-sifat masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku

2. Unsur-unsur Desa
a. Daerah,terdiri atas tanah-tanah produktif dan non produktif serta penggunaannya,
lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografi setempat
b. Penduduk, meliputi jumlah, pertumbuhan kepadatan, penyebaran dan mata
pencaharian penduduk
c. Tata kehidupan, pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa.

3. Potensi Desa
a. Potensi Fisik
1) Tanah, dalam artian sumber tambang dan mineral, sumber tanaman yang
merupakan sumber mata pencaharian, bahan makanan dan tempat tinggal.
2) Air kondisi dan tata airnya untuk irigasi, pertanian dan kebutuhan hidup
sehari-hari.
3) Ternak sebagai sumber tenaga, bahan makanan, dan pendapatan
4) Iklim, perannya sangat penting bagi desa yang bersifat agraris
5) Manusia, sebagai sumber tenaga kerja potensional, baik pengolah tanah dan
produsen dlam bidang pertanian.
b. Potensi Non Fisik
Potensi nonfisik desa antara lain meliputi:
1) masyarakat desa, yang hidup berdasarkan gotong royong dan dapat merupakan suatu
kekuatan berproduksi dan kekuatan membangun atas dasar kerja sama dan saling
pengertian.
2) lembaga-lembaga sosial, pendidikan, dan organisasi-organisasi sosial yang dapat
memberikan bantuan sosial dan bimbingan terhadap masyarakat.
3) aparatur atau pamong desa, untuk menjaga ketertiban dan keamanan demi kelancaran
jalannya pemerintahan desa.

4. Perkembangan desa-kota
Potensi suatu desa tidaklah sama, tergantung pada unsur-unsur desa yang dimiliki.
Kondisi lingkungan geografis dan penduduk suatu desa dengan desa lainnya berbeda,
maka potensi desa pun berbeda. Potensi yang tersimpan dan dimiliki desa seperti
potensi sosial, ekonomi, demografis, agraris, politis, kultural dan sebagainya
merupakan indikator untuk mengadakan suatu evaluasi terhadap maju mundurnya
suatu desa (nilai desa). Dengan adanya indikator ini, maka berdasarkan tingkat
pembangunan dan kemampuan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki, desa
diklasifikasikan menjadi desa swadaya, desa swakarya, dan desa swasembada.
a. Desa swadaya (desa terbelakang) adalah suatu wilayah desa yang masyarakat
sebagian besar memenuhi kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri. Desa
ini umumnya terpencil dan masyarakatnya jarang berhubungan dengan
masyarakat luar, sehingga proses kemajuannya sangat lamban karena kurang
berinteraksi dengan wilayah lain atau bahkan tidak sama sekali.
b. Desa swakarya (desa sedang berkembang), keadaannya sudah lebih maju
dibandingkan desa swadaya. Masyarakat di desa ini sudah mampu menjual
kelebihan hasil produksi ke daerah lain, di samping untuk memenuhi kebutuhan
sendiri. Interaksi sudah mulai nampak, walaupun intensitasnya belum terlalu
sering.
c. Desa swasembada (desa maju) adalah desa yang sudah mampu mengembangkan
semua potensi yang dimiliki secara optimal. Hal ini ditandai dengan kemampuan
masyarakatnya untuk mengadakan interaksi dengan masyarakat luar, melakukan
tukar-menukar barang dengan wilayah lain (fungsi perdaganagan) dan
kemampuan untuk saling mempengaruhi dengan penduduk di wilayah lain. Dari
hasil interaksi tersebut, masyarakat dapat menyerap teknologi baru untuk
memanfaatkan sumber dayanya sehingga proses pembangunan berjalan dengan
baik.
Selama ini, membangun desa-desa di Indonesia sudah banyak dilakukan oleh pemerintah,
seperti program PMD (Pembangunan Masyarakat Desa) dan modernisasi desa. Pembangunan
desa berarti membina dan mengembangkan swadaya masyarakat desa melalui pemanfaatan
potensi yang dimiliki secara optimal, sehingga tercapai kesejahteraan dan kemakmuran
seluruh masyarakat desa. Baik PMD maupun modernisasi desa pada dasarnya memiliki
tujuan yang sama, yaitu:

a. memberi gairah dan semangat hidup baru dengan menghilangkan pola kehidupan
yang monoton, sehingga warga desa tidak merasa jenuh;
b. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi warga desa;
c. meningkatkan bidang pendidikan.

Adanya pembangunan di pedesan seperti ini, diharapkan dapat menahan laju urbanisasi yang
selama ini menjadi permasalahan kompleks terutama bagi daerah perkotaan. Perkembangan
desa tidak hanya dipengaruhi oleh potensinya, beberapa faktor lain juga sangat menentukan,
seperti faktor interaksi (hubungan) dan lokasi desa. Adanya kemajuan-kemajuan di bidang
perhubungan dan lalu lintas antardaerah, menyebabkan sifat isolasi desa berangsur-angsur
berkurang. Desa-desa yang berdekatan dengan kota mengalami perkembangan yang cepat
dibandingkan desa lainnya akibat dari banyaknya pengaruh kota yang masuk.

Daerah pedesaan di perbatasan kota yang mudah dipengaruhi oleh tata kehidupan kota
disebut dengan rural urban areas atau daerah desa-kota. Daerah ini juga merupakan
suburban fringe, yaitu suatu area melingkari suburban dan merupakan daerah peralihan
antara daerah rural dengan daerah urban.

Menurut Bintarto (1977), petani-petani di daerah desa-kota keadaannya lebih maju dari petani
di daerah pedesaan, karena:

1) jarak yang dekat dengan kota, sehingga pergaulan antarwarga boleh dikatakan agak
tinggi;
2) kemungkinan bersekolah bagi anak-anak lebih besar daripada anakanak di desa-desa
yang agak jauh;
3) kesempatan memperoleh mata pencaharian tambahan di kota dimungkinkan
dengan adanya letak yang berdekatan dengan kota.
B. STRUKTUR DESA DAN KOTA
1. STRUKTUR RUANG DESA

Desa sering diartikan sebagai wilayah yang letaknya jauh dari keramaian kota,
wilayahnya masih alami, dan sebagian besar arealnya dimanfaatkan untuk persawahan,
ladang, perumahan, atau kebun penduduk. Sebagian besar penduduk desa bekerja di sektor
pertanian. Di Indonesia, penjelasan desa secara administratif dituangkan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999, desa adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem
pemerintahan nasional dan berada di dalam daerah kabupaten.
Menurut Bintarto, desa adalah perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-
unsur fisiografis sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di suatu tempat dalam
hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain.
 Unsur-unsur desa menurut Bintarto ada tiga sebagai berikut.
 Daerah yang meliputi berbagai aspek, seperti lokasi, luas, bentuk lahan, keadaan
tanah, dan keadaan tata air.
 Penduduk yang terdiri dari jumlah penduduk, kepadatan penduduk, tingkat
kelahiran, tingkat kematian, perbandingan jenis kelamin, mata pencaharian, dan
sebagainya.
 Tata kehidupan berkaitan erat dengan adat istiadat, norma-norma yang berlaku di
daerah tersebut, sistem pergaulan, dan pola-pola budayanya.

 Ciri-ciri khas desa berdasarkan kondisi masyarakatnya menurut Soerjono Soekanto.


 Warga masyarakat pedesaan memiliki hubungan kekerabatan yang kuat, karena
umumnya berasal dari satu keturunan.
 Corak kehidupannya bersifat gemeinschaft, yaitu diikat oleh sistem kekeluargaan
yang kuat.
 Sebagian besar penduduknya hidup dari sektor pertanian dan perkebunan.
 Cara bertani masih tradisional (subsistence farming).
 Sifat gotong royong masih tertanam kuat pada warga masyarakat.
 Golongan orang-orang atau ketua kampung memegang peran penting.
 Masyarakat desa memegang norma-norma agama secara kuat (religius trend)
 Struktur ruang desa
Dilihat dari pola desa, Bintarto menggolongkan desa dalam beberapa macam, antara
lain sebagai berikut.
1) Pola memanjang jalan.
Pola persebaran desa memanjang jalan terdapat di daerah yang arealnya datar dan
menghubungkan dua kota. Pola desa yang memanjang bertujuan untuk mendekati
prasarana transportasi sehingga memudahkan untuk bepergian ke tempat lain apabila
ada keperluan.
2) Pola memanjang sungai.
Pola persebaran desa terletak di kanan kiri sungai. Pola desa ini memanfaatkan air
sungai untuk berbagai keperluan, dan umumnya terdapat pada daerah dataran.
3) Pola memanjang pantai.
Di daerah-daerah pantai yang landai, pola persebaran desa biasanya memanjang
mengikuti arah garis pantai. Desa memanjang pantai merupakan desa nelayan yang
mata pencaharian penduduknya menangkap ikan di laut.
4) Pola memanjang pantai dan sejajar jalan kereta api.
Pola persebaran desa semacam ini terdapat di daerah pantai yang landai. Pada
umumnya penduduknya bekerja sebagai nelayan dan pedagang.
5) Pola radial.
Pola persebaran desa radial atau melingkar terdapat di daerah gunung berapi,
biasanya terletak di kanan kiri sungai-sungai di lereng gunung tersebut.
6) Pola tersebar.
Pola persebaran desa tersebar umumnya terdapat di daerah yang homogen dengan
kesuburan yang tidak merata, seperti di pegunungan kapur (karst). Desa satu dengan
yang laindihubungkan oleh jalan setapak.

 Menurut N. Daljuni, pola persebaran desa dapat dibedakan menjadi empat sebagai
berikut.
1) Pola desa linier atau memanjang mengikuti jalur jalan raya atau alur sungai.
Pola persebaran desa linier terletak di dataran rendah dan umumnya sejajar
dengan jalan raya yang memotong sungai. Jika penduduk bertambah, maka dibuat
jalan baru mengelilingi desa untuk memudahkan pergerakan barang dan jasa.
2) Pola desa yang memanjang mengikuti garis pantai.
Pola persebaran desa yang terletak di daerah pantai landai. Jika penduduk
bertambah, maka akan berkembang menyusur garis pantai.
3) Pola desa terpusat.
Pola desa terpusat terdapat di wilayah pegunungan dan dihuni oleh penduduk
yang berasal dari satu keturunan yang sama. Umumnya, semua warga masyarakat di
daerah itu adalah kerabat atau keluarga.
4) Pola desa yang mengelilingi fasilitas tertentu.
Pola desa ini umumnya terletak di dataran rendah dan memiliki fasilitas-fasilitas
umum yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat, misalnya mata air danau,
waduk, atau fasilitas lainnya.

 Pola persebaran desa menurut Paul H. Landis


1) The Farum Village Type.
Tipe desa yang penduduknya tinggal bersama di suatu tempat dengan lahan
pertanian di sekitarnya.
2) The Nebulous Farm Type.
Tipe desa yang sebagian besar penduduknya tinggal bersama di suatu tempat
dengan lahan pertanian di sekitarnya, tetapi karena permukiman padat akibat
pertumbuhan penduduk maka sebagian penduduk mencari tempat di luar
permukiman pokok.
3) The Arranged Isolated Farm Type.
Tipe desa yang penduduknya bermukim di sepanjang jalan utama desa yang
terpusat pada pusat perdagangan. Lahan pertanian berada di sekitar permukiman.
Jarak satu rumah dengan rumah lain tidak terlalu jauh.
4) The Pure Isolated Type
Tipe desa yang penduduknya tinggal tersebar secara terpisah dengan lahan
pertanian masing-masing dan berpusat pada suatu pusat perdagangan.
2. STRUKTUR RUANG KOTA
 Pengertian kota

Untuk mengetahui pengertian kota, berikut ini disajikan beberapa definisi kota.

1) Bintarto, kota merupakan kesatuan jaringan kehidupan manusia yang ditandai


dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi
yang heterogen dan coraknya materialistis. Dengan kata lain, kota adalah bentang
budaya yang ditimbulkan unsur-unsur alami dan nonalami.
2) Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, kawasan perkotaan
adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa, pemerintah, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
3) Northam mengemukakan kota adalah lokasi yang memiliki kepadatan penduduk
yang lebih tinggi daripada populasi lokasi tersebut, yang menjadi pusat administrasi,
perekonomian, dan kebudayaan serta tidak hanya terpusat pada satu sektor.

 Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam membahas pengertian kota, antara
lain:
 Urban adalah suatu bentuk yang memiliki suasana kehidupan dan penghidupan yang
modern.
 City adalah pusat kota,
 Town adalah kota kabupaten,
 Township adalah kota kecamatan.

 Ciri fisik tersebut berdampak pada sifat-sifat kehidupan masyarakat kota. Sifat-sifat
tersebut antara lain:
 Hubungan sosial antarwarga bersifat patembayan (gesselschaft).
 Adanya heterogenitas social.
 Sikap hidup penduduk bersifat egois dan individualistic.
 Adanya segregasi keruangan, yaitu pemisahan yang dapat menimbulkan kelompok
atau kompleks-kompleks tertentu.
 Norma-norma keragaman tidak begitu ketat.
 Pandangan hidup masyarakat kota lebih rasional.
 Struktur ruang kota
Secara umum struktur penggunaan lahan kota dapat dibedakan menjadi tiga bentuk
sebagai berikut.
1. Teori konsentrik
Dikembangkan oleh E.W. Burgess (1920), pola penggunaan lahan kota
memperlihatkan zona-zona konsentrik (melingkar). Pusat dari zona tersebut
merupakan inti kota, tempat paling ramai sebagai pusat kegiatan ekonomi. Semakin
ke tepi, zona kegiatan ekonomi semakin sedikit. Sebaliknya, wilayah permukiman
semakin banyak.
Menurut Burgess, struktur penggunaan lahan kota dikelompokkan dalam enam
zona konsentrik sebagai berikut.
a. Pusat Daerah Kegiatan /PDK (Central Business District/CBD). Wilayah CBD ini
sering disebut down town (kota asal) atau loop (jantung kota). Daerah inti kota
yang ditandai dengan gedung-gedung, pusat pertokoan, kantor pos, bank,
bioskop, pasar, dan sebagainya.
b. Zona transisi. Wilayah ini merupakan daerah industri manufaktur pabrik-pabrik
ringan dan wilayah permukiman orang-orang kaya. Penggunaan lahan zona
transisi merupakan pola campuran meliputi gudang-gudang barang sentra
industrimanufaktur, halaman parkir, kompleks perumahan yang disewakan,
wilayah lokasi apartemen (kondominium) serta banyak dijumpai daerah slums.
c. Wilayah perumahan atau tempat masyarakat yang berpendapatan rendah,
merupakan daerah tempat tinggal kaum buruh kecil yang ditandai adanya daerah
rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar serta sebagian besar
penduduknya bekerja sebagai buruh atau karyawan kelas bawah.
d. Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan menengah. Wilayah tempat
tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Daerah ini ditandai adanya daerah elit
yang dihuni oleh orang-orang kaya, merupakan daerah perumahan yang dihuni
oleh keluarga-keluarga kecil dengan ukuran rumah dan halaman bermain yang
luas, sebagian besar penduduknya merupakan kaum eksekutif, pengusaha besar,
dan pejabat tinggi.
e. Wilayah jalur batas desa – kota (rural urban fringe zone). Daerah ini ditandai
adanya daerah pinggiran kota dan banyak dijumpai para penglaju, yaitu penduduk
yang bekerja di kota sedangkan sehari-harinya tinggal di daerah pinggiran kota.
2. Teori sektoral.
Dikembangkan oleh Homer Hoyt (1930), pola penggunaan lahan kota cenderung
berkembang berdasarkan sektor-sektor. Pusat daerah kegiatan (CBD) terletak di
pusat kota, namun pola-pola penggunaan lahan lainnya berkembang menurut sektor-
sektor yang bentuknya menyerupai irisan kue tart. Sektor-sektor yang memanjang
menyerupai kue tersebut disebabkan faktor geografi, yaitu bentuk lahan dan
pengembangan jalan sebagai prasarana rute, komunikasi, dan transportasi.

3. Teori inti berganda. Dikembangkan oleh CD Harris dan E.L Ullman (1949).
Pola penggunaan lahan di kota tidaklah sederhana seperti yang dikemukakan oleh
teori konsentrik dan teori sektoral, sebab dapat terjadi pada suatu kota di mana
terdapat tempattempat tertentu yang berfungsi sebagai inti-inti kota dan pusat
pertumbuhan baru.

4. Sejarah pertumbuhan kota


1) Kota pusat perdagangan
2) Kota pusat administrasi
3) Kota pusat pertambangan
4) Kota pusat perkebunan

5. Tahap perkembangan kota


Tahap perkembangan kota berdasarkan bentuk dan persebaran bangunan dibedakan
menjadi empat.
1) Stadia Infantile, yaitu tidak ada pemisah antara toko dan rumah.
2) Stadia Juvenile, yaitu ada pemisah antara toko dan rumah, bentuk rumah kuno
diganti menjadi rumah baru.
3) Stadia Mature, yaitu timbulnya area-area baru, seperti kawasan industri, kawasan
perdagangan, serta perumahan-perumahan yang sudah diatur penyusunannya.
4) Stadia Sinile, yaitu kemunduran pada zona masing-masing karena kurangnya
pemeliharaan.

6. Tahap perkembangan kota berdasarkan kualitas perkembangan masyarakatnya


dibedakan menjadi enam.
1) Tahap eopolis, yaitu desa yang sudah teratur ditandai dengan memperlihatkan
ciriciri perkotaan yang merupakan peralihan kehidupan tradisional ke arah
kehidupan kota.
2) Tahap polis, yaitu daerah kota yang masih bercirikan sifat-sifat agraris atau masih
ada pengaruh kehidupan agraris.
3) Tahap metropolis, yaitu ditandai oleh sebagian besar orientasi kehidupan
ekonomi penduduknya mengarah ke sektor industri.
4) Tahap megalopolis, yaitu suatu wilayah perkotaan yang ukurannya sangat besar,
terdiri dari beberapa kota membentuk jalur perkotaan.
5) Tahap tiranopolis, yaitu kehidupan kota dikuasai oleh tirani, kemacetan,
kejahatan, kriminalitas maupun kekacauan pelayanan sehingga kehidupan sulit
dikendalikan.
6) Tahap nekropolis, yaitu perkembangan kota yang menuju ke arah kematiannya.

C. INTERAKSI DESA KOTA

1. Pengertian Interaksi

Interaksi wilayah dapat diartikan sebagai suatu proses hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi antara dua wilayah atau lebih, yang dapat menimbulkan gejala, kenampakan
atau permasalahan baru baik secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi tidak hanya
terbatas pada gerak manusianya, tetapi dapat merupakan proses perpindahan barang maupun
informasi. Interaksi dapat dilihat sebagai suatu proses sosial, proses ekonomi, proses
budaya,proses politik dan sebagainya. Interaksi antara desa dan kota terjadi karena adanya
berbagai faktor yang ada di dalam desa dan kota. Dari pengertian interaksi antar wilayah,
dapat dipahami bahwa dalam interaksi wilayah terkandung tiga hal pokok yaitu:

a. Hubungan timbal balik terjadi antara dua wilayah atau lebih;

b. Hubungan timbal balik antar wilayah menimbulkan adanya proses pergerakan atau
perpindahan,dapat berupa pergerakan manusia, informasi atau gagasan, ataupun
pergerakan/perpindahan materi atau barang;

c. Hubunga timbal balik menimbulkan gejala, kenampakan, dan permasalahan baru, baik
yang bersifat positif maupun negatif.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Desa dan Kota

Edward Ullman mengemukakan bahwa ada tiga faktor utama yang memengaruhi timbulnya
interaksi antar wilayah, yaitu :

a. Adanya wilayah yang saling melengkapi (regional complementary) Adanya hubungan


yang saling melengkapi dimungkinkan karena adanya perbedaan wilayah dalam hal
ketersediaan dan kemampuan sumberdaya. Di satu pihak ada wilayah yang surplus, dan ada
wilayah lainnya yang kekurangan sumberdaya. Keadaan ini akan mendorong terjadinya
interaksi, karena didorong rasa saling membutuhkan.

b. Adanya kesempatan untuk saling intervensi (intervening opportunity) Artinya ke dua


wilayah mempunyai kesempatan melakukan hubungan timbal balik, serta tidak ada pihak ke
tiga yang membatasi kesempatan itu. Adanya intervensi pihak ke tiga dapat menjadi
penghambat atau melemahkan interaksi antara dua wilayah.
Secara potensial wilayah A dan B dimungkinkan terjadi hubungan timbal balik,sebab
kelebihan sumber daya X dan kekurangan sumber daya Y. Sedangkan wilayah B dalam
kondisi sebaliknya.Tetapi karena kebutuhan masing-masing dapat dipenuhi oleh wilayah C,
maka interaksi wilayah A dan B menjadi lemah. Wilayah C berperan sebagai alternatif
pengganti pemenuhan sumber daya bagi wilayah A dan B.

c. Adanya kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang (spatial tranfer ability) Spatial
transfer abilityyaitu kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang, baik manusia,
informasi atau barang, sangat tergantung pada faktor jarak, biaya angkut atau transportasi,
dan kelancaran transportasi. Jadi semakin mudah transfer, semakin besar pemindahan arus
komoditas.
3. Zone Interaksi Desa dan Kota

Interaksi antara desa dan kota menimbulkan pengaruh tertentu. Pengaruhnya akan tergantung
pada jarak ke pusat kota. makin jauh dari pusat kota, interaksi semakin lemah. Wilayah
interaksi ini akan membentuk lingkaran-lingkaran, dimulai dari pusat kota sampai kewilayah
desa. Zonezone interaksi desa dan kota oleh Bintarto (1983:66) dijelaskan sebagai berikut:

a. City dimaksudkan sebagai pusat kota;

b. Suburban (sub daerah perkotaan), suatu wilayah yang lokasinya dekat pusat atau inti kota,
dihuni oleh para penglaju;

c. Suburban fringe (jalur tepi sub wilayah perkotaan), suatu wilayah yang melingkari
suburban dan merupakan wilayah peralihan antara kota dan desa;

d. Urban fringe (jalur tepi wilayah perkotaan paling luar) yaitu semua wilayah batas luar kota
yang mempunyai sifat-sifat mirip kota, kecuali inti kota;

e. Rural urban fringe (jalur batas desa dan kota), merupakan wilayah yang terletak antara kota
dan desa, yang ditandai dengan pola penggunaan lahan campuran antara sektor pertanian dan
non pertanian;

f. Rural (wilayah desa), wilayah yang masih menitik beratkan pada kegiatan pertanian.

Zone suburban, suburban fringe, urban fringe dan rural urban fringe merupakan wilayah yang
memiliki suasana kehidupan modern, sehingga dapat disebut perkotaan jalur-jalur yang
digambarkan tersebut merupakan gambaran yang ideal.Dalam kenyataannya jalur-jalur zone
interaksi desa dan kota tidak selalu konsentris.
4. Teori Interaksi Desa dan Kota

Ada beberapa analisis ilmiah dapat diterapkan melalui analisis kualitatif dan kuantitatif untuk
mengetahui kekuatan interaksi antara dua wilayah atau lebih, dalam hal ini adalah untuk
mengetahui interaksi desadan kota. Menurut Hagget (1970:33-35) masalah interaksi
keruangan menjadi perhatian geografi sejak tahun 1850 an. E.J. Ravenstein misalnya,adalah
orang pertama yang menggunakan model gravitasi dalam studi tentang hukum migrasi pada
tahun 1885 dan 1889. Model gravitasi didasarkan pada hukum Issac Newton yang telah
diterapkan pada masa sekarang untuk mengungkapkan interaksi, masalah perpindahan
penduduk, masalah pemilihan lokasi dan lain-lainnya. Dari hukum gravitasi diterangkan
bahwa:”besarnya kekuatan tarik menarik antara dua benda adalah berbanding terbalik dengan
jarak dua benda pangkat dua.”

Interaksi antara dua kelompok manusia satu dengan kelompok lainnya sebagai produsen dan
konsumen serta barang-barang yang diperlukan, menunjukkan adanya gerakan (movement).
Produsen suatu barang umumnya terletak ditempat tertentu dalam ruang geografis
(geographical space), sedang para pelanggan tersebar dengan berbagai jarak di sekitar
produsen. Sebelum terjadi transaksi harus ada gerakan terlebih dulu.

Frekuensi gerakan antara produsen dan pelanggan dipengaruhi oleh prinsip optimalisasi, oleh
persyaratan “treshold”yaitu jumlah minimal penduduk yang diperlukan, dalam hal ini adalah
pemakai yang dapat dipakai sebagai dasar perhitungan untuk mendirikan suatu unit usaha
(Toyne dan Newby, 1972; dalam Bintarto,1983: 86).Faktor jarak juga merupakan faktor
penting yang menentukan interaksi antar wilayah. Luas sempitnya areal interaksi tergantung
pada:

1) Tinggi rendah treshold;

2) Padat tidaknya kawasan;

3) Perbedaan kultur dan perbedaan daya beli penduduk;

4) Faktor lain yang berpengaruh.


4.1.Teori Gravitasi

Teori gravitasi dikemukakan oleh Issac Newton, yang sebenarnya digunakan dalam hukum
fisika, namun kemudian diaplikasikan dalam analisis interaksi dalam geografi. Hukum gaya
tarik berbunyi: tiap massa akan memiliki gaya tarik terhadap tiap titik di sekitarnya. Gaya
tarik menarik berbanding lurus dengan massa-massanya, dan berbanding terbalik dengan
kuadrat jaraknya. Dengan kata lain besarnya gaya tarik antara dua benda sama dengan hasil
perkalian massa kedua benda tersebut, dibagi kuadrat jarak antara keduanya.

4.2.Teori Titik Henti (The Breaking Point Theory)

WilliamJ.Reilly mengadopsi teori gravitasi untuk mengukur kekuatan interaksi keruangan


antara dua wilayah atau lebih. Beliau mengatakan bahwa kekuatan interaksi antara dua
wilayah atau lebih dapat diukur dengan memperhatikan jumlah penduduk masing-masing
wilayah dan jarak mutlak diantara wilayah-wilayah tersebut. Inti dari teori ini adalah bahwa
jarak titik henti atau titik pisah dari pusat perdagangan yang lebih kecil ukurannya adalah
berbanding lurus dengan jarak antara ke dua pusat perdagangan itu, dan berbanding terbalik
dengan satu ditambah akar kuadrat jumlah penduduk kota atau wilayah yang penduduknya
lebih besar, dibagi dengan jumlah penduduk kota atau wilayah yang lebih sedikit
penduduknya.

Anda mungkin juga menyukai