Anda di halaman 1dari 22

INTERAKSI KERUANGAN DESA DAN KOTA

I. Struktur Keruangan Desa


A. PENGERTIAN DESA
Istilah desa berasal dari bahasa Sanskerta yaitu deshi yang artinya tanah kelahiran
atau tumpah darah.
Istilah desa di setiap daerah juga berbeda-beda, tergantung sebutan daerah
setempat, seperti Aceh disebut dengan istilah gampong atau meunasah, di Tapanuli
disebut dengan istilah huta, di Minangkabau disebut dengan istilah nagari atau
kampuang, di Lampung disebut dengan istilah dusun atau tiuh, dan di Bali disebut
dengan istilah banjar, dan di Sulawesi Utara disebut dengan sitilah wanus.
Ada berbagai macam pengertian Desa yang dikemukakan oleh para ahli, antara
lain:
UU No. 6 Tahun 2014,
Desa adalah desa dan desa adat yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut
desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hal asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
UU No 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah Bab 1 Pasal 1,
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul adat-
istiadat setempat yang diakui dalam pemerintahan nasional dan berada di daerah
kabupaten
R. Bintarto,
Desa merupakan hasil perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
fisiografis, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di suatu daerah serta
memiliki hubungan timbal balik dengan daerah lainnya.
S.D. Misra
Desa merupakan kumpulan tempat tinggal dan kumpulan daerah pertanian dengan
batas-batas tertentu yang luasnya antara 50 sampai 1.000 area.
Paul H. Landis
Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-
ciri sebagai berikut:
1. Cara berusaha bersifat agraris yang sangat dipengaruhi oleh alam seperti
iklim, topografi, dan sumber daya alam
2. Mempunyai pergaulan hidup yang saling mengenal
3. Adanya ikatan perasaan yang sama tentang kebiasaan
Dirjen Bangdes Tahun 2010
Suatu daerah dikatakan desa jika masih memiliki ciri-ciri khas yang dapat dibedakan
dengan daerah lain di sekitarnya. Desa memiliki empat ciri sebagai berikut:
1. Perbandingan lahan dan manusia cukup besar#
2. Lapangan kerja yang dominan adalah sektor pertanian (agraris)
3. Hubungan antarwarga desa masih sangat akrab
4. Masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku
5. Sektor agraris seperti halnya pertanian menjadi ciri khas dari pedesaan
Vernor C. Finc dan Glenn T. Trewartha
Desa pada prinsipnya hanya berupa tempat tinggal, bukan sebagai pusat bisnis. Pada
umumnya, desa terdiri atas daerah perwasawahan dan bangunan-bangunan sederhana
yang mengelilinginya
Sutardjo Kartohadikusumo
Desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang
berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri
Di Indonesia terdapat lebih dari 41.000 desa, lebih dari 21.000 desa diantaranya
terdapat di Pulau Jawa.
Desa-desa yang terdapat di Indonesia tersebut dihuni oleh sekitar 80% dari seluruh
penduduk Indonesia. Pada umumnya penduduk di pedesaan bermatapencaharian
sebagai petani,
Hal ini berarti bahwa sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian,
termasuk peternakan dan perikanan.
Meskipun demikian, makin lama terdapat kecenderungan bahwa penduduk yang
bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan.
B. UNSUR – UNSUR DESA
1. Penduduk
Penduduk yang dimaksud adalah kualitas dan kuantitasnya. Kualitas penduduk
meliputi tingkat pendidikan, kesehatan, mata pencaharian, dan tingkat kesejahteraan
atau kemakmuran.
Sedangkan kuantitas penduduk meliputi jumlah penduduk, pertumbuhan,
kepadatan, persebaram, mobiltias, dan sebagainya
2. Perilaku
Meliputi pola tata kehidupan atau kelakuan, tata pergaulan masyarakat desa, adat
istiadat, dan norma-nomra yang berlaku di daerah tersebut. Perilaku masyarakat
desa ditunjukkan oleh adanya ikatan antarwarga yang sangat erat.
Hal ini bisa dilihat dengan adanya sikap gotong-royong yang mengutamakan
kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi
3. Wilayah
Wilayah merupakan tempat bagi manusia untuk bisa melakukan berbagai aktivitas,
baik sosial, ekonomi, maupun budaya. Adanya perbedaan kondisi fisik antarwilayah
menyebabkan terjadinya perbedaan perkembangan wilayah.
Misalnya daerah yang relatif datar dan terletak di dekat perkotaan akan berkembang
lebih cepat daripada daerah pegunungan.
C. CIRI-CIRI DESA
Menurut Soerjono Soekanto berikut ini ciri-ciri wilayah pedesaan:
1. Proses sosialnya berjalan lambat
2.     Sifat gotong royong masih kuat
3.     Tingkat pendidikannya relatif rendah
4.     Golongan orang-orang tua kampung umumnya memegang peranan penting
5.     Masyarakanya masih memegang norma-nomra agama secara kuat
6.     Warga masyarakatnya memiliki hubungan kekerabatan erat karena berasal dari satu
keturunan
7.     Corak kehidupannya bersifat paguyuban
8.     Struktur ekonominya agraris
9.     Cara bertaninya sebagian besar masih tradisional

Menurut Rouceck dan Warren berikut ini ciri-ciri masyarakat pedesaan:


1.     Hubungan masyarakat bersifat kekeluargaan
2.     Mobilitas penduduk rendah, baik mobilitas horizontal (perpindahan tempat) dan
mobilitas sosial (status sosial)
3.     Keluarga di pedesaan yang masih tradisional memiliki banyak fungsi, khususnya
sebagai unit ekonomi 
4.     Kelompok penduduk yang bermata pencaharian utama di daerah tertentu dan
mempunyai peran yang cukup besar
5.     Komunikasi keluarga terjadi secara langsung, mendalam, dan informal
6.     Suatu kelompok dibentuk berdasarkan faktor geografis

D. PERMASALAHAN MASYARAKAT
1.     Lapangan pekerjaan di luar pertanian (nonagraris) hampir tidak ada
2.     Sistem upah pada sektor pertanian rendah bahkan lebih rendah bahkan lebih rendah dari
sistem upah nonpertanian
3.     Sistem kehidupan sosial budaya bersifat tradisional
4.     Keterkatian terhadap kepemilikan lahan
5.     Menurunnya kesuburan lahan pertanian

E. KLASIFIKASI DESA
 a. Berdasarkan Luas Wilayah
1.     Desa terpencil, yaitu desa yang luasnya kurang dari 2 km2
2.     Desa kecil, yaitu desa yang luasnya 2-4 km2
3.     Desa sedang, yaitu desa yang luasnya 4-6 km2
4.     Desa besar, yaitu desa yang luasnya 6-8 km2
5.     Desa terbesar, yaitu desa yang luasnya 8-10 km2
b. Berdasarkan Jumlah Penduduk
1.     Desa terkecil, yaitu desa yang jumlah penduduknya kurang dari 800 jiwa
2.     Desa kecil, yaitu desa yang jumlah penduduknya 800-1.600 jiwa
3.     Desa sedang, yaitu desa yang jumlah penduduknya 1.600-2.400 jiwa
4.     Desa besar, yaitu desa yang jumlah penduduknya 2.400-3.200 jiwa
5.     Desa terbesar, yaitu desa yang jumlah penduduknya lebih dari 3.200 jiwa
c. Berdasarkan Kepadatan Penduduk
1.     Desa terkecil, yaitu desa yang kepadatan penduduknya kurang dari 100 jiwa/km2
2.     Desa kecil, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 100-500 jiwa/km2
3.     Desa sedang, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 500-1.500 jiwa/km2
4.     Desa besar, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 1.500-3.000 jiwa/km2
5.     Desa terbesar, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 3.000-4.500 jiwa/km2
d. Berdasarkan Perkembangan Masyarakat
1. Desa Swadaya
Ciri-ciri desa swadaya, antara lain:

 Tergantung pada adat istiadat dan budaya setempat


 Ekonomi masyarakatnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
 Sebagian besar mata pencaharian sebagai petani
 Produktivitas rendah
 Lembaga-lembaga sosial belum berfungsi sebagaimana mestinya
 Administrasi desa belum terlaksana dengan baik
 Belum mampu mandiri
 Tingkat pendidikan rendah
 Penduduknya jarang
2. Desa Swakarya
Ciri-ciri desa swakarya, antara lain:

 Mata pencaharian beranekaragam dan tidak tergantung hanya pada sektor pertanian
 Lembaga-lembaga sosial mulai berfungsi sebagaimana mestinya
 Tingkat pendidikan dan kesehatan cukup tinggi
 Pola pikir mulai berubah (terbuka)
 Administrasi pemerintahan desa terlaksana dengan baik
 Mampu menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri
 Mulai mendapat pengaruh dari luar

3. Desa Swasembada
Ciri-ciri desa swasembada, antara lain:

 Masyarakatnya mulai lepas dari adat istiadat dan tradisi


 Tingkat pendidikan dan keterampilan sudah tinggi
 Mata pencaharian penduduk sebagaian besar di bidang jasa dan perdagangan 
 Sarana dan prasarana lengkap
 Administrasi desa terlaksana dengan baik
 Mampu memanfaatkan sumber daya alam yang ada
 Lembaga-lembaga sosial berfungsi sebagaimana mestinya dan mampu mendorong
partisipasi masyarakat dalam pembangunan
 Teknologi mulai digunakan
 Masyarakatnya mulai maju
e. Berdasarkan Mata Pencaharian Masyarakat
1.     Desa nelayan, yaitu desa yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian
sebagai nelayan
2.     Desa industri, yaitu desa yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian
sebagai pekerja di bidang industri
3.     Desa pertanian, yaitu desa yang sebagaian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani

F . TATA RUANG DAN SISTEM PERHUBUNGAN

Jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya berjauhan, tidak berjejal seperti di kota.

Salah satu contoh bentuk tata ruang desa adalah seperti yang digambarkan Soetardjo
Kartohadikusumo.

Ia menggambarkan bahwa tata ruang desa di Jawa. Secara fisik, desa-desa di Jawa tepinya
dipagari dengan tanaman, misalnya bambu.

Di luar pagar desa itu terhampar persawahan dan atau perladangan. Di bagian dalamnya
adalah rumah-rumah penduduk yang berjejer di kiri kanan jalan desa.

Berdasarkan Pasal 215 UU No. 32 Tahun 2004, pembangunan kawasan pedesaan yang
dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan
badan permusyawaratan desa.

Pelaksanaanya dengan memerhatikan faktor-faktor sebagai berikut.


a. Kepentingan masyarakat desa
b. Kewenangan desa
c. Kelancaran pelaksanaan investasi
d. Kelestarian lingkungan hidup
e. Keserasian kepentingan antarkawasan dan kepentingan umum

Di desa, sistem perhubungan sangat dipengaruhi oleh kondisi geografisnya. Desa yang
kondisi geografisnya berupa dataran memiliki tingkat kelancaran yang tinggi dibandingkan
desa-desa di daerah perbukitan atau pun pegunungan.

Adapun sistem transportasi di pedesaan dipengaruhi oleh tiga faktor, sebagai berikut.
a. Letak atau lokasi desa
Komunikasi dan mobilitas penduduk di desa yang terpencil lebih terbatas, sedangkan yang
letaknya strategis dan topografinya baik akan lebih cepat berkembang

b. Fungsi desa terhadap daerah sekitarnya


Bila dihubungkan dengan kota, maka desa dapat berfungsi sebagai hinterland kota. Hal ini
tentunya perlu didukung sarana dan prasarana perhubungan

c. Keadaan topografi
Keadaan topografi desa yang berelief kasar tentunya menyulitkan pembuatan sarana
perhubungan dan pengangkutan ke daerah lain. Sebaliknya, daerah yang topografinya landai
atau datar memudahkan pembuatan sarana perhubungan dan pengangkutan.

G. POTENSI DESA
1. Potensi Fisik
a. Iklim
Pada ketinggian tertentu suatu desa menjadi maju karena kecocokan iklimnya bagi
pengembangan tanaman dan pemanfaatan tertentu. Seperti perkebunan, pertanian sayur,
tempat rekreasi, tempat peristirahatan, dan sebagainya.

b. Flora dan Fauna


Di desa masih banyak lahan yang dikembangkan untuk usaha pertanian. Berbagai tanaman
pangan dan hewan ternak banyak dibudidayakan di pedesaan. Hal ini merupakan upaya untuk
pemenuhan kebutuhan di desa dan di kota.

c. Lahan
Lahan tidak hanya sebagai tempat tumbuh tanaman, tetapi juga sebagai sumber bahan
tambang dan mineral. Lahan memiliki jenis tanah yang menjadi media bagi tumbuhnya
tanaman tertentu. Misalnya, jenis tanah aluvial cocok bagi tanaman padi, jagung, dan kacang.
Pada lahan juga dimungkinkan terjadi eksploitasi bahan tambang seperti batu bara, batu
kapur, pasir kuarsa, batu marmer, dan sebagainya.

d. Air
Pada umumnya desa memiliki potensi air yang bersih dan melimpah. Dari dalam tanah, air
diperoleh melalui penimbaan, pemompaan, atau mata air. Air digunakan untuk keperluan
minum, irigasi, mencuci, memasak, dan keperluan lainnya.
2. Potensi Non Fisik
a. Lembaga dan Organisasi Sosial
Yaitu lembaga pendidikan dan organisasi sosial yang dapat memberikan bantuan sosial dan
bimbingan terhadap masyarakat. Contoh: Koperasi Unit Desa, Balai Kesehatan Ibu dan Anak,
dan sebagainya.

b. Aparatur atau Pamong Desa


Aparatur bertugas menjaga kelancara administrasi desa dan menggerakkan sumber daya
manusia di desa. Contoh: kepala desa, kepala adat, dan sebagainya
c. Masyarakat Desa
 Masyarakat desa yang hidup gotong royong merupakan suatu kekuatan berproduksi atau
kekuatan membangun atas dasar kerja sama dan saling pengertian.

H. FUNGSI DESA
1.     Desa sebagai mitra pembangunan wilayah kota
2.     Desa merupakan hinterland, daerah penyokong dan penyuplai kebutuhan masyarakat
kota
3.     Desa sebagai sumber bahan mentah bagi kota
4.     Desa sebagai sumber tenaga kerja bagi kota

I. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA PEMUKIMAN


Bentuk dan pola desa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan geografisnya. Kondisi  lingkungan
geografis tersebut antara lain letak desa, iklim, tanah, dan air.

1. Tanah
Unsur tanah berkaitan dengan tingkat kesuburannya. Kesuburan tanah mempengaruhi
peroduktivitas lahan, khususnya untuk pertanian.

Desa yang tanahnya subur, pola permukiman penduduknya cenderung mengelompok di


sekitar areal pertanian.

Desa yang tanahnya tidak subur, pola permukiman penduduknya tidak bergantung pada
kesuburan tanah, tetapi menyebar.

2. Air
Kondisi air yang dimaksud adalah air tanah. Desa dengan air tanah yang dangkal, memiliki
pola permukiman mengelompok.

Desa dengan air tanah yang dalam, cenderung membentuk pola permukiman menyebar atau
tidak beraturan karena mencari sumber-sumber air.

3. Letak Desa
Desa-desa yang terletak di dataran rendah memiliki pola persebaran yang lebih kompak dan
teratur.

Hal ini disebabkan oleh kemudahan pembangunan yang didukung oleh topografi yang
cenderung datar. Berbeda dengan desa-desa di daerah pegunungan.

Desa ini membentuk pola tidak beraturan. Hal itu disebabkan oleh pembangunan-
pembangunan permukiman yang menghindari tebing-tebing terjal dan lahan yang tidak rata.

4. Iklim
Iklim dipengaruhi oleh suhu dan ketinggian tempat. Selain itu, curah hujan juga turut serta
mempengaruhi perkembangan suatu desa.

Desa-desa yang dipengaruhi oleh iklim yang cenderung ekstrem akan sulit berkembang.

J. POLA PERMUKIMAN DESA


1. Memusat
Pola perkampungan memusat dapat dengan mudah Anda temui pada wilayah-wilayah dataran
tinggi atau perkampungan yang dibentuk karena aturan adat.

Penduduk yang mendiami perkampungan ini pun relatif tidak begitu banyak dan biasanya
dihuni secara turun temurun oleh beberapa generasi.

2. Tersebar
Pola desa tersebar terdapat di daerah dataran tinggi atau gunung api.

Penduduk akan mendirikan permukiman secara tersebar karena mencari daerah-daerah yang
relatif aman, tidak terjal, dan morfologi yang relatif rata.

Pola tersebar juga terdapat di wilayah karst (kapur). Penduduk akan tersebar mencari daerah
yang memiliki kondisi air yang baik karena biasanya di daerah karst kondisi air sangat buruk.

3. Memanjang / Linier
Pola permukiman pedesaan yang masih sangat tradisional banyak mengikuti pola bentuk
sungai, karena saat itu sungai sebagai sumber kehidupan sehari-hari.

Selain itu, juga berfungsi sebagai jalur transportasi antarwilayah. Melalui jalur transportasi
sungai, perekonomian sederhana saat itu telah berlangsung.

Kondisi seperti ini banyak ditemui di wilayah-wilayah kerajaan Jawa (contoh masa
Majapahit) dan Sumatera (masa Sriwijaya).

Pola ini juga masih berkembang hingga kini di wilayah pedesaan pedalaman, seperti di
pedalaman Siberut, Kalimantan, dan Papua.

Saat ini pola permukiman wilayah pedesaan, khususnya di Pulau Jawa dan Sumatera sedikit
banyak telah dipengaruhi oleh keberadaan jalan.

Sehingga penempatan rumahnya pun akan mengikuti arah jalan. Biasanya, pola permukiman
ini banyak tersebar pada wilayah yang memiliki topografi datar.

Sejalan dengan itu, posisi bangunan rumah pedesaan menghadap ke arah yang tidak teratur.
Menurut kondisi fisik bangunan, rumah di pedesaan banyak dibangun secara tidak permanen,
terbuat dari bahan yang tidak sepenuhnya dari tembok.

II. STRUKTUR KERUANGAN KOTA


A. PENGERTIAN KOTA
Kota didefinisikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang memiliki ciri
sosial, seperti jumlah penduduk tinggi dan strata sosial-ekonomi yang heterogen dengan
corak yang materialistis.

Berbeda dengan desa, kota memiliki kondisi fisik relatif lebih modern, seperti kondisi sarana
dan prasarana jaringan transportasi yang kompleks, sektor pelayanan dan industri yang lebih
dominan.

Adapun beberapa pengertian kota menurut para ahli sebagai berikut.

Grunfeld
Kota adalah suatu permukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi daripada
kepadatan penduduk nasional, struktur mata pencaharian nonagraris, dan sistem penggunaan
tanah yang beraneka serta ditutupi oleh gedung-gedung tinggi yang lokasinya berdekatan.

Louis Wirth
Kota adalah permukiman yang relatif besar, padat, dan permanen yang dihuni oleh orang-
orang yang heterogen kedudukan sosialnya.

R. Bintarto
Kota adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan nonalami
dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, corak kehidupan yang lebih heterogen,
dan materialistik dibandingkan dengan daerah sekitarnya

Max Weber
Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagaian besar kebutuhan
ekonominya di pasar lokal. Ciri kota adalah adanya pasar sebagai benteng serta mempunyai
sistem hukum sendiri dan bersifat kosmopolitan.

Arnold Toynbe
Kota selain merupakan permukiman juga merupakan suatu kondisi kompleks yang khusus
dan tiap kota menunjukkan pribadinya masing-masing.

B .CIRI-CIRI KOTA
1. Ciri-Ciri Sosial

 Masyarakat heterogen
 Bersifat individualistis dan materialistis
 Mata pencaharian nonagraris
 Corak kehidupannya bersifat gesselschaft (hubungan kekerabatan mulai pudar)
 Terjadi kesenjangan sosial antara golongan masyarakat kaya dan masyarakat miskin
 Norma-norma agama tidak begitu ketat
 Pandangan hidup lebih rasional
 Menerapkan strategi keruangan, yaitu pemisahan kompleks atau kelompok sosial
masyarakat secara tegas

2. Ciri-Ciri Fisik

 Sarana perekonomian seperti pasar atau supermarket


 Tempat parkir yang memadai
 Tempat rekreasi yang memadai
 Alun-alun
 Gedung-dedung pemerintahan
BACA JUGA:
o Materi Lengkap Sejarah Indonesia Kelas XI BAB 3 Dampak Perkembangan
Kolonialisme
o MATERI GEOGRAFI KELAS XII BAB 4 KERJASAMA NEGARA MAJU DAN
BERKEMBANG
o MATERI GEOGRAFI KELAS XII BAB 1 KONSEP WILAYAH DAN TATA
RUANG
C. KLASIFIKASI KOTA
1. Berdasarkan Jumlah Penduduk

 Kota kecil, yaitu kota dengan jumlah penduduk antara 20.000 sampai dengan 50.000
jiwa.
 Kota sedang, yaitu kota dengan jumlah penduduk antara 50.000 sampai dengan
1.00.000 jiwa.
 Kota besar, yaitu kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 sampai dengan
1.000.000 jiwa
 Kota metropolitan, yaitu kota dengan jumlah penduduk antara 1.000.000 sampai
dengan 5.000.000 jiwa
 Kota megapolitan, yaitu kota dengan jumlah penduduk lebih dari 5.000.000 jiwa.

2. Berdasarkan Fungsi

 Kota pusat pemerintahan, yaitu kota yang memiiki fungsi sebagai pusat pemerintahan
atau ibu kota negara. Misalnya Jakarta, Moskow, dan Berlin
 Kota pusat kebudayaan, yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat kebudayaan.
Contoh Yogyakarta, Surakarta, Athena, dan Baghdad
 Kota sebagai pusat kesehatan, yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat
kesehatan dan rekreasi, umumnya terletak di dataran tinggi yang sejuk dan di tepi pantai.
Contoh Lembang, Kaliurang, Cipanas, Florida, Bangkok, dan Buenor Aires.
 Kota pusat produksi, yaitu kota yang berfungsi sebagai pusat produksi atau pemasok
baik berupa bahan mentah, barang setengah jadi, maupun barang jadi. Contoh Bukit Asam
dan Ombilin (batu bara); Bontang dan Lhoksumawe (LNG); Gresik Cilacap, Padang
(semen); Cilegon (industri besi dan baja); Bandung, Pekalongan (industri tekstil)
 Kota pusat perdagangan, yaitu kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan baik
domestik maupun internasional. Contoh Hongkong, Singapura, Bremen, Rotterdam, New
York, Boston, dan Philadelphia.

3. Berdasarkan Tingkat Perkembangan

 Tingkat eupolis, yaitu suatu desa yang telah berkembang dan telah menunjukkan ciri-
ciri kehidupan perkotaan atau berkembang menjadi suatu kota baru
 Tingkat polis, yaitu kota yang masih memiliki ciri-ciri atau sifat agraris. Sebagian
besar kota-kota di Indonesia masih berada pada tahap ini.
 Tingkat metropolis, yaitu kota besar yang perekonomiannya sudah mengarah ke
sektor industri, seperti Jakarta, Medan, Bandung, dan Surabaya
 Tingkat megapolis, yaitu wilayah perkotaan yang terdiri atas beberapa kota
metropolis. Dalam beberapa hal, kota ini telah menunjukkan penurunan kualitas mendekati
kemunduran. Contohnya Bos-Wash (jalur Boston-Washington) dan San-San (jalur San
Diego-San Francisco)
 Tingkat triyanopolis, yaiti kota yang kehidupannya sudah penuh dengan kemacetan
lalu lintas, tingkat kriminalitas yang tinggi, dan penurunan pelayanan umum
 Tingkat nekropolis, yaitu suatu kota yang berkembang menuju
kehancuran/keruntuhan. Contoh peradaban Romawi, Babylonia, Harapa, Astek, Maya-Inca
dan Mahenjo Daro.

D. POTENSI KOTA
1. Potensi Politik
Yaitu keberadaan aparatur kota yang menjalankan tugasnya dengan baik dalam melayani
masyarakat, termasuk partai politik, dan lembaga-lembaga politik lainnya.

2. Potensi Budaya
Ditandai dengan keberadaan sarana pendidikan dan kesenian yang memberi semangat dan
gairah hidup bagi warga kota

3. Potensi Ekonomi
Yang ditandai dengan terdapatnya fasilitas-fasilitas perekonomian, seperti pasar, pusat
perbelanjaan, bank, dan kawasan industri

4. Potensi Sosial
Yaitu fasilitas yang dapat menimbulkan keserasian, dan ketenangan hidup warga kota.
Contohnya tempat ibadah, rumah sakit, tempat hiburan, badan atau yayasan sosial, dan
organisasi sosial.

E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN KOTA


1. Kependudukan
Penduduk merupakan faktor yang dinamis, terutama jika ditinjau dari kuantitasnya.

Sehubungan dengan jumlah penduduk, ada dua hal yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan kota, yaitu pertambahan alami dan tingkat urbanisasi.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya urbanisasi, sebagai berikut.


1.     Adanya berbagai fasilitas yang lebih lengkap daripada di desa
2.     Makin sempitnya kepemilikan lahan di desa
3.     Kemajuan transportasi memacu perpindahan penduduk dari desa ke kota
4.     Di kota mudah mendapatkan pekerjaan meskipun dengan ketrampilan terbatas
5.     Adanya kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
6.     Tingkat upah di kota lebih tinggi

2. Budaya
Faktor budaya berperan dalam perkembangan kota, yaitu tingkat kepandaian manusia dalam
mengelola lingkungan kehidupannya.

Faktor budaya yang menjadi tolok ukur perkembangan kota kota adalah tingkat penguasaan
teknologi.

Perkembangan teknologi ikut menentukan perkembangan tingkat sosial ekonomi masyarakat.


3. Alam
Alam merupakan faktor yang relatif statis terhadap perkembangan kota. Karena apabila ada
perubahan, perubahan itu berlangsung relatif lama.

F. TATA RUANG KOTA


1. Pusat Kota
 Pusat kota (inti kota) yaitu pusat kegiatan kota, baik kegiatan ekonomi, politik, kebudayaan,
dan sosial.

2. Selaput Inti Kota


Selaput inti kota adalah lokasi pusat kegiatan yang berada di luar inti kota yang merupakan
perluasan atau pemekaran kota

3. Kota Satelit
Kota satelit yaitu suatu kawasan yang mempunyai sifat perkotaan yang memberi daya dukung
bagi kehidupan di kota

4. Suburban
Suburban yaitu suatu daerah di sekitar pusat kota yang berfungsi sebagai daerah permukiman
dan pabrik (industri)

Pola keruangan kota atau pemanfaatan kota secara umum digambarkan sebagai berikut.

Penjelasan pembagian wilayah perkotaan, sebagai berikut.

 City adalah suatu daerah yang memiliki sarana kehidupan dan penghidupan modern
 Suburban/forough adalah suatu area yang lokasinya dekat pusat kota atau inti kota
dengan luas mencakup daerah penglaju (comuter)
 Suburban fringe adalah suatu daerah peralihan antara kota dengan desa mengelilingi
suburban
 Urban fringe adalah daerah batas luar kota yang mempunyai sifat mirip dengan kota
 Rural urban fringe adalah daerah yang terletak antara kota dengan desa yang ditandai
dengan penggunaan tanah campuran
 Rural (desa) adalah daerah yang memiliki suasana kehidupan desa dan kehidupan
yang agraris

G. TEORI POLA KERUANGAN KOTA


1. Teori Sektoral
Teori sektor oleh Homer Hoyt menyatakan bahwa struktur kota bukan merupakan lingkaran-
lingkaran konsentris, melainkan berupa sektor-sektor terpisah dari dalam ke luar.

Hoyt bertitik tolak dari anggapan bahwa industri mengambil peranan yang lebih penting dan
cenderung meluas di sepanjang jalan keluar dari pusat.
 
Contoh kota yang mempunyai pola
sektoral adalah California, Boston,
dan San Fransisco. Susunan kota
menurut teori sektor sebagai
berikut.
1.     Sektor pusat kegiatan bisnis
terdiri atas bangunan-bangunan
kantor, hotel, bank, bisokop,
pasar, dan pusat perbelanjaan
2.     Sektor kawasan industri ringan
dan perdagangan
3.     Sektor kaum buruh atau kaum muda yaitu kawasan permukiman kaum buruh
4.     Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma
5.     Sektor permukiman adi wisma yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang terdiri
atas para eksekutif dan pejabat

2. Teori Inti Ganda


Harris dan Ullman menilai bahwa kota tidak seteratur penggambaran Burgess karena
antarkawasan kota seolah berdiri sendiri.
Struktur ruang kota tidaklah sesederhana dalam teori konsentris. Hal ini disebabkan oleh
tidak adanya urutan-urutan yang teratur yang dapat terjadi.

Dalam suatu kota terdapat tempat-tempat tertentu yang berfungsi sebagai inti kota dan pusat
pertumbuhan baru.

Keadaan tersebut telah menyebabkan adanya beberapa inti dalam suatu wilayah perkotaan
misalnya kompleks atau wilayah perindustrian, kompleks perguruan tinggi, dan kota-kota
kecil di sekitar kota besar.

Di Indonesia, struktur ruang kota ditandai dengan pemanfaatan lahan yang tidak tertata
dengan baik sehingga menimbulkan berbagai macam permasalahan, seperti permasalahan
permukiman, pembuatan trotoar, drainase, jalan raya, dan perindustrian

3. Teori Memusat / Konsentris


Burgess berpendapat bahwa pola penggunaan lahan di perkotaan memperlihatkan zona-zona
konsentris atau melingkar.
 
Pada pusat zona lingkaran terdapat inti kota, merupakan pusat kegiatan ekonomi kota.
Semakin ke tepi pusat zona, akan terlihat pengurangan kegiatan ekonominya.

Contoh kota dengan pola konsentris adalah Chicago, Adelaide, Calcuta, dan Amsterdam.
Pembagian zona-zona menurut Burgess sebagai berikut.
1.     Zona pusat daerah kegiatan (CBD) yang merupakan pusat pertokoan besar, gedung
perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel restoran, dan sebagainya
2.     Zona peralihan atau zona transisi merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini tidak
stabil baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekononomi. Daerah ini sering ditemui
kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini dihuni penduduk miskin.
Namun demikian sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus
menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya
3.     Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh
para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh
adanya rumah-rummah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang
dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini workingmen's home
4.     Zona permukiman kelas menengah, merupakan kompleks perumaha  para karyawan
kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan
kelas proletar
5.     Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya
kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum
eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi
6.     Zona penglaju (commuters) merupakan batas daerah yang memasuki daerah belakang
(hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di
pinggiran

H. SISTEM ANGKUTAN DAN PERHUBUNGAN


Sistem transportasi dan perhubungan kota-kota besar di Indonesia yang telah dilaksanakan,
sebagai berikut:
1.     Pembuatan jalan tembus (by pass)
2.     Pemasangan traffic light di persimpangan jalan
3.     Pembuatan jalur cepat dan jalur lambat
4.     Pembuatan jalur layang untuk kereta api dan jalur layang untuk kendaraan pada
persimpangan jalur kereta api
5.     Peraturan lalu lintas dan penggunaan jalan sesuai dengan jenis kendaraan
6.     Pembuatan jalan tol (bebas hambatan)
7.     Pembuatan jalan layang (fly pass) dan jalur bawah tanah (subways) untuk mengurangi
kemacetan

I. SEJARAH PERTUMBUHAN KOTA


1. Kota yang berasal dari pusat perkebunan
Kota ini terjadi adanya pembukaan lahan baru untuk areal perkebunan. Contoh, kota
Bandung, Palembang, Jambi, dan Bengkulu

2. Kota yang berasal dari pusat pertambangan


Kota ini terjadi karena adanya sumber daya alam berupa tambang dapat berakibat munculnya
kota-kota tambang seperti Belitung (timah), Balikpapan, Samarinda, Tarakan (minyak bumi),
dan Martapura (intan)

3. Kota yang berasal dari pusat administrasi


Terjadi karena wilayah tersebut menjadi pusat administrasi untuk mengurus segala sesuatu
yang berhubungan dengan urusan administrasi. Biasanya menjadi ibu kota suatu wilayah.
Contoh Jakarta sebagai ibu kota negara, Semarang sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah.

4. Kota yang berasal dari pusat perdagangan


Terjadi karena adanya kegiatan perdagangan, baik lokal maupun internasional. Contoh
Makassar (pusat perdagangan hasil bumi)

5. Kota yang berasal dari pusat industri


Banyaknya pembangunan pabrik menyebabkan wilayah tersebut tumbuh berkembang
menjadi kota. Contoh kota-kota di Pulau Batam, Tangerang, dan lain-lain.

III. FAKTOR INTERAKSI DESA KOTA


A. FAKTOR INTERAKSI DESA KOTA
Interaksi merupakan suatu proses yang sifatnya timbal balik dan mempunyai pengaruh
terhadap perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan dengan kontak langsung melalui berita
yang didengar  atau media massa.
Menurut Edward Ullman, ada tiga faktor penyebab interaksi antarwilayah sebagai berikut.

1. Kesempatan untuk berintervensi


Artinya adanya kesempatan untuk timbulnya interaksi antarwilayah dan dapat memenuhi
kebutuhan sumber daya wilayah tersebut. Jadi, semakin besar intervening opportunity maka
semakin kecil arus komoditas.

2. Kemudahan pemindahan dalam ruang


Kemudahan pemindahan dalam ruang baik berupa barang, jasa, manusia, maupun informasi.
Adapun proses pemindahan dari kota ke desa atau sebaliknya dipengaruhi, sebagai berikut.
a. Kelancaran transportasi antarwilayah
b. Jarak mutlak maupun jarak relatif antarwilayah
c. Biaya transportasi dari satu tempat ke tempat lain
Jadi, semakin mudah transfer abilitas, maka semakin besar arus komoditas.

3. Wilayah yang saling melengkapi


Wilayah memiliki potensi sumber daya yang berbeda-beda baik secara kualitas maupun
kuantitasnya. Perbedaan sumber daya kota dan desa menyebabkan timbulnya interaksi.
Jadi, adanya kebutuhan saling melengkapi atau kmplementaritas. Hal ini didorong oleh
permintaan dan penawaran.

B. ASPEK INTERAKSI KOTA


1. Aspek Sosial

 Meningkatnya fasilitas pendidikan, kesehatan, hiburan, dan lain-lain


 Meningkatnya sarana transportasi dan komunikasi
 Terjadinya perubahan sosial
 Berkembangnya organisasi sosial
 Jumlah penduduk, pertambahan, penyebaran, serta kepadatannya

2. Aspek Budaya

 Berkembangnya peralatan dan perlengkapan hidup


 Komunikasi semakin terbuka
 Berubahnya sistem nilai dan norma
 Penetrasi budaya kota ke desa

3. Aspek Ekonomi

 Meningkatnya lapangan pekerjaan


 Meningkatnya perdagangan, transportasi, dan komunikasi
 Berkembangnya produksi, konsumsi, serta distribusi barang dan jasa
 Pemanfaatan sumber daya alam dan energi

C. TIMBAL BALIK INTERAKSI KOTA DAN DESA


Kota selalu mempunyai hubungan erat dengan sekitarnya.

Penduduk kota yang terdiri atas pedagang, pegawai pemerintah dan swasta, tukang-tukang,
seniman, guru, dan sebagainya, hidup dari hasil pertanian yang dihasilkan oleh para petani di
pedesaan.

Penduduk kota sangat tergantung secara ekonomis terhadap penduduk pedesaan.

Demikian pula sebaliknya, penduduk desa mempunyai ketergantungan tehadap perkotaan


terutama menyangkut sandang, pangan, dan barang jadi.

Timbulnya pasar bisa menjadi ajang pertukaran kebutuhan antara penduduk desa dan kota.

Menurut Daldjoeni, majunnya komunikasi dan transportasi menjadikan pengaruh kota


terhadap wilayah sekitarnya semakin kuat.

Sosiolog Hoselitsz, juga mengemukakan bahwa kota besar melancarkan sifat-sifat


paresiternya terhadap pedesaan dengan perincian, yaitu menelaah habis investasi, menyedot
tenaga manusia, mendominasi pola manusiawi, mengganggu perkembangan kota-kota lain
yang lebih kecil, dan cenderung memiliki konsumsi yang tinggi dibanding produksinya.

Paul Harrison menyatakan hubungan antara kota dan desa di dunia ketiga mirip sekali dengan
hubungan antara yang kaya dan miskin.

Pedesaan tidak memiliki sistem organisasi dan koordinasi yang mampu memaksa pihak kota
untuk membayar hasilnya dengan harga yang lebih tinggi.

Selanjutnya kota merupakan perpaduan antara pihak penguasa dan para pegawainya untuk
memajukan kota.

Boeke seorang ekonomi, berpendapat bahwa hubungan antara desa dan kota bersifat
dualistik. Di satu pihak terdapat sektor yang maju, sedangkan pihak lainnya terbelakang.

Gambaran masyarakat dualistik bisa saja timbul akibat dari adanya pembangunan.

Pembangunan pedesaan ditujukan mencapai suatu pemecahan masalah di pedesaan terutama


masalah peningkatan pendapatan kerja serta pelayanan sosial.

Oleh karena itu, strategi pembangunan pedesaan adalah untuk memberatkan kemiskinan dan
memeprbaiki kualitas  hidup masyarakat pedesaan.

D. DAMPAK INTERAKSI DESA DENGAN KOTA


1. Ditinjau dari Aspek Sosial

 Terjadi mobilitas antara keduanya


 Terjadi saling ketergantungan antara desa dan kota, khususnya dalam bidang pasokan
bahan mentah 
2. Ditinjau dari Aspek Budaya

 Meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat desa


 Terjadinya tingkah laku, khususnya masyarakat pedesaan
 Meningkatkan sumber daya budaya yang dapat menarik wisatawan

3. Ditinjau dari Aspek Ekonomi

 Memperlancar hubungan desa dan kota


 Meningkatkan volume perdagangan antara desa dan kota
 Menimbulkan perubahan orientasi ekonomi penduduk desa
 Menimbulkan kawasan perdagangan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan jual
beli
 Meningkatkan pendapatan penduduk desa dan kota

IV. PEMERATAAN PEMBANGUNAN DESA KOTA


A. TENAGA KERJA KURANG TERAMPIL
Tenaga kerja di desa biasanya mempunyai kualitas yang rendah.

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah maka perlu diadakan berbagai macam penyuluhan,
pelatihan, dan berbagai macam bentuk pembinaan.

Mulai dari perangkat desa (aparat desa) sampai pada anggota masyarakat pekerja.

Pengembangan keterampilan tenaga kerja di desa perlu diorientasikan pada mata pencaharian
masyarakat desa yang bersangkutan agar potensi yang ada bisa langsung diserap.

B. PEMASARAN HASIL PRODUKSI


Kendala utama usaha-usaha yang dirintis di pedesaan adalah situasi harga yang fluktuatif,
karena hilang, atau karena berkurangnya kesempatan.

Kesempatan pasar atau pemasaran hasil produksi desa merupakan motor penggerak
pertumbuhan ekonomi desa.

Membaiknya pemasaran hasil produksi di desa akan mendukung masuknya modal ke daerah
pedesaan.

Sebaliknya, lesunya pemasaran akan menghambat perekonomian dan produktivitas desa.

Oleh karena itu, dalam sistem pemasaran produk desa perlu adanya suatu sistem yang mampu
menumbuhkan kebijaksanaan pemerintah dan mampu mengikuti mekanisme atau tata niaga
ekonomi pasar yang berlaku.
C. PASAR KERJA DI DESA
Jumlah tenaga kerja yang memasuki pasaran kerja semakin bertambah banyak. Kualitas
diantara mereka pun beranekaragam.

Oleh karena itu, langkah pertama yang harus ditempuh adalah membuka kesempatan kerja
untuk menyerap tenaga kerja pasaran di desa.

Hal ini dimaksudkan supaya mereka tidak pergi ke pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lain,
yaitu kota-kota kecil, kota-kota sedang, atau kota-kota besar.

D. MODAL USAHA KECIL


Pasaran kerja atau kesempatan kerja ini biasanya digeraan oleh perorangan atau kelompok di
desa.

Usaha semacam ini biasanya disesuaikan dengan kondisi dan kualitas dari tenga kerja.

Teknologi yang digunakan tidak terlalu tinggi bahkan bisa dilakukan transfer teknologi
kepada masyarakat desa.

Karena bentuknya yang perorangan, kalaupun ada yang kelompok biasanya usahanya pun
kecil.

Untuk mendorong keberadaan usaha ini, maka pemerintah perlu untuk memberikan bantuan
kredit kecil untuk desa, seperti BKD (Bank Kredit Desa).

V. DAMPAK PERKEMBANGAN KOTA


A. DAMPAK POSITIF URBANISASI BAGI DESA
1.     Mendorong pembangunan desa karena penduduk telah mengetahui kemajuan di kota
2.     Mengurangi jumlah pengangguran di pedesaan
3.     Bagi desa yang padat penduduknya, urbanisasi dapat mengurangi jumlah penduduk
4.     Meningkatnya kesejahteraan penduduk desa melalui kiriman uang dan hasil pekerjaan
dari keluarga yang bekerja secara layak di kota

B. DAMPAK NEGATIF URBANISASI BAGI DESA


1.     Perilaku yang tidak sesuai dengan norma setempat akibat contoh dai gaya hidup
perkotaan sering ditularkan di kehidupan pedesaan
2.     Desa banyak kehilangan penduduk yang memiliki potensi dan berkualitas
3.     Desa kekurangan tenaga kerja untuk mengolah pertanian karena sebagaian besar
penduduknya pindah ke kota

C. DAMPAK POSITIF URBANISASI BAGI KOTA


1.     Kota dapat memenuhi kebutuhan julah tenaga kerja
2.     Semakin banyaknya sumber daya manusia yang berpotensi dan bekualitas
  

D. DAMPAK NEGATIF URBANISASI BAGI KOTA


1.     Meningkatnya kemacetan  lalu lintas
2.     Meningkatnya kejahatan, pelacuran, perjudian, dan bentuk masalah sosial lainnya
3.     Meningkatnya pengangguran di perkotaan
4.     Munculnya tunawisma, tunasosial, dan gubuk-gubuk liar di kota

Anda mungkin juga menyukai