D. PERMASALAHAN MASYARAKAT
1. Lapangan pekerjaan di luar pertanian (nonagraris) hampir tidak ada
2. Sistem upah pada sektor pertanian rendah bahkan lebih rendah bahkan lebih rendah dari
sistem upah nonpertanian
3. Sistem kehidupan sosial budaya bersifat tradisional
4. Keterkatian terhadap kepemilikan lahan
5. Menurunnya kesuburan lahan pertanian
E. KLASIFIKASI DESA
a. Berdasarkan Luas Wilayah
1. Desa terpencil, yaitu desa yang luasnya kurang dari 2 km2
2. Desa kecil, yaitu desa yang luasnya 2-4 km2
3. Desa sedang, yaitu desa yang luasnya 4-6 km2
4. Desa besar, yaitu desa yang luasnya 6-8 km2
5. Desa terbesar, yaitu desa yang luasnya 8-10 km2
b. Berdasarkan Jumlah Penduduk
1. Desa terkecil, yaitu desa yang jumlah penduduknya kurang dari 800 jiwa
2. Desa kecil, yaitu desa yang jumlah penduduknya 800-1.600 jiwa
3. Desa sedang, yaitu desa yang jumlah penduduknya 1.600-2.400 jiwa
4. Desa besar, yaitu desa yang jumlah penduduknya 2.400-3.200 jiwa
5. Desa terbesar, yaitu desa yang jumlah penduduknya lebih dari 3.200 jiwa
c. Berdasarkan Kepadatan Penduduk
1. Desa terkecil, yaitu desa yang kepadatan penduduknya kurang dari 100 jiwa/km2
2. Desa kecil, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 100-500 jiwa/km2
3. Desa sedang, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 500-1.500 jiwa/km2
4. Desa besar, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 1.500-3.000 jiwa/km2
5. Desa terbesar, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 3.000-4.500 jiwa/km2
d. Berdasarkan Perkembangan Masyarakat
1. Desa Swadaya
Ciri-ciri desa swadaya, antara lain:
Mata pencaharian beranekaragam dan tidak tergantung hanya pada sektor pertanian
Lembaga-lembaga sosial mulai berfungsi sebagaimana mestinya
Tingkat pendidikan dan kesehatan cukup tinggi
Pola pikir mulai berubah (terbuka)
Administrasi pemerintahan desa terlaksana dengan baik
Mampu menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri
Mulai mendapat pengaruh dari luar
3. Desa Swasembada
Ciri-ciri desa swasembada, antara lain:
Jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya berjauhan, tidak berjejal seperti di kota.
Salah satu contoh bentuk tata ruang desa adalah seperti yang digambarkan Soetardjo
Kartohadikusumo.
Ia menggambarkan bahwa tata ruang desa di Jawa. Secara fisik, desa-desa di Jawa tepinya
dipagari dengan tanaman, misalnya bambu.
Di luar pagar desa itu terhampar persawahan dan atau perladangan. Di bagian dalamnya
adalah rumah-rumah penduduk yang berjejer di kiri kanan jalan desa.
Berdasarkan Pasal 215 UU No. 32 Tahun 2004, pembangunan kawasan pedesaan yang
dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan
badan permusyawaratan desa.
Di desa, sistem perhubungan sangat dipengaruhi oleh kondisi geografisnya. Desa yang
kondisi geografisnya berupa dataran memiliki tingkat kelancaran yang tinggi dibandingkan
desa-desa di daerah perbukitan atau pun pegunungan.
Adapun sistem transportasi di pedesaan dipengaruhi oleh tiga faktor, sebagai berikut.
a. Letak atau lokasi desa
Komunikasi dan mobilitas penduduk di desa yang terpencil lebih terbatas, sedangkan yang
letaknya strategis dan topografinya baik akan lebih cepat berkembang
c. Keadaan topografi
Keadaan topografi desa yang berelief kasar tentunya menyulitkan pembuatan sarana
perhubungan dan pengangkutan ke daerah lain. Sebaliknya, daerah yang topografinya landai
atau datar memudahkan pembuatan sarana perhubungan dan pengangkutan.
G. POTENSI DESA
1. Potensi Fisik
a. Iklim
Pada ketinggian tertentu suatu desa menjadi maju karena kecocokan iklimnya bagi
pengembangan tanaman dan pemanfaatan tertentu. Seperti perkebunan, pertanian sayur,
tempat rekreasi, tempat peristirahatan, dan sebagainya.
c. Lahan
Lahan tidak hanya sebagai tempat tumbuh tanaman, tetapi juga sebagai sumber bahan
tambang dan mineral. Lahan memiliki jenis tanah yang menjadi media bagi tumbuhnya
tanaman tertentu. Misalnya, jenis tanah aluvial cocok bagi tanaman padi, jagung, dan kacang.
Pada lahan juga dimungkinkan terjadi eksploitasi bahan tambang seperti batu bara, batu
kapur, pasir kuarsa, batu marmer, dan sebagainya.
d. Air
Pada umumnya desa memiliki potensi air yang bersih dan melimpah. Dari dalam tanah, air
diperoleh melalui penimbaan, pemompaan, atau mata air. Air digunakan untuk keperluan
minum, irigasi, mencuci, memasak, dan keperluan lainnya.
2. Potensi Non Fisik
a. Lembaga dan Organisasi Sosial
Yaitu lembaga pendidikan dan organisasi sosial yang dapat memberikan bantuan sosial dan
bimbingan terhadap masyarakat. Contoh: Koperasi Unit Desa, Balai Kesehatan Ibu dan Anak,
dan sebagainya.
H. FUNGSI DESA
1. Desa sebagai mitra pembangunan wilayah kota
2. Desa merupakan hinterland, daerah penyokong dan penyuplai kebutuhan masyarakat
kota
3. Desa sebagai sumber bahan mentah bagi kota
4. Desa sebagai sumber tenaga kerja bagi kota
1. Tanah
Unsur tanah berkaitan dengan tingkat kesuburannya. Kesuburan tanah mempengaruhi
peroduktivitas lahan, khususnya untuk pertanian.
Desa yang tanahnya tidak subur, pola permukiman penduduknya tidak bergantung pada
kesuburan tanah, tetapi menyebar.
2. Air
Kondisi air yang dimaksud adalah air tanah. Desa dengan air tanah yang dangkal, memiliki
pola permukiman mengelompok.
Desa dengan air tanah yang dalam, cenderung membentuk pola permukiman menyebar atau
tidak beraturan karena mencari sumber-sumber air.
3. Letak Desa
Desa-desa yang terletak di dataran rendah memiliki pola persebaran yang lebih kompak dan
teratur.
Hal ini disebabkan oleh kemudahan pembangunan yang didukung oleh topografi yang
cenderung datar. Berbeda dengan desa-desa di daerah pegunungan.
Desa ini membentuk pola tidak beraturan. Hal itu disebabkan oleh pembangunan-
pembangunan permukiman yang menghindari tebing-tebing terjal dan lahan yang tidak rata.
4. Iklim
Iklim dipengaruhi oleh suhu dan ketinggian tempat. Selain itu, curah hujan juga turut serta
mempengaruhi perkembangan suatu desa.
Desa-desa yang dipengaruhi oleh iklim yang cenderung ekstrem akan sulit berkembang.
Penduduk yang mendiami perkampungan ini pun relatif tidak begitu banyak dan biasanya
dihuni secara turun temurun oleh beberapa generasi.
2. Tersebar
Pola desa tersebar terdapat di daerah dataran tinggi atau gunung api.
Penduduk akan mendirikan permukiman secara tersebar karena mencari daerah-daerah yang
relatif aman, tidak terjal, dan morfologi yang relatif rata.
Pola tersebar juga terdapat di wilayah karst (kapur). Penduduk akan tersebar mencari daerah
yang memiliki kondisi air yang baik karena biasanya di daerah karst kondisi air sangat buruk.
3. Memanjang / Linier
Pola permukiman pedesaan yang masih sangat tradisional banyak mengikuti pola bentuk
sungai, karena saat itu sungai sebagai sumber kehidupan sehari-hari.
Selain itu, juga berfungsi sebagai jalur transportasi antarwilayah. Melalui jalur transportasi
sungai, perekonomian sederhana saat itu telah berlangsung.
Kondisi seperti ini banyak ditemui di wilayah-wilayah kerajaan Jawa (contoh masa
Majapahit) dan Sumatera (masa Sriwijaya).
Pola ini juga masih berkembang hingga kini di wilayah pedesaan pedalaman, seperti di
pedalaman Siberut, Kalimantan, dan Papua.
Saat ini pola permukiman wilayah pedesaan, khususnya di Pulau Jawa dan Sumatera sedikit
banyak telah dipengaruhi oleh keberadaan jalan.
Sehingga penempatan rumahnya pun akan mengikuti arah jalan. Biasanya, pola permukiman
ini banyak tersebar pada wilayah yang memiliki topografi datar.
Sejalan dengan itu, posisi bangunan rumah pedesaan menghadap ke arah yang tidak teratur.
Menurut kondisi fisik bangunan, rumah di pedesaan banyak dibangun secara tidak permanen,
terbuat dari bahan yang tidak sepenuhnya dari tembok.
Berbeda dengan desa, kota memiliki kondisi fisik relatif lebih modern, seperti kondisi sarana
dan prasarana jaringan transportasi yang kompleks, sektor pelayanan dan industri yang lebih
dominan.
Grunfeld
Kota adalah suatu permukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi daripada
kepadatan penduduk nasional, struktur mata pencaharian nonagraris, dan sistem penggunaan
tanah yang beraneka serta ditutupi oleh gedung-gedung tinggi yang lokasinya berdekatan.
Louis Wirth
Kota adalah permukiman yang relatif besar, padat, dan permanen yang dihuni oleh orang-
orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
R. Bintarto
Kota adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan nonalami
dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, corak kehidupan yang lebih heterogen,
dan materialistik dibandingkan dengan daerah sekitarnya
Max Weber
Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagaian besar kebutuhan
ekonominya di pasar lokal. Ciri kota adalah adanya pasar sebagai benteng serta mempunyai
sistem hukum sendiri dan bersifat kosmopolitan.
Arnold Toynbe
Kota selain merupakan permukiman juga merupakan suatu kondisi kompleks yang khusus
dan tiap kota menunjukkan pribadinya masing-masing.
B .CIRI-CIRI KOTA
1. Ciri-Ciri Sosial
Masyarakat heterogen
Bersifat individualistis dan materialistis
Mata pencaharian nonagraris
Corak kehidupannya bersifat gesselschaft (hubungan kekerabatan mulai pudar)
Terjadi kesenjangan sosial antara golongan masyarakat kaya dan masyarakat miskin
Norma-norma agama tidak begitu ketat
Pandangan hidup lebih rasional
Menerapkan strategi keruangan, yaitu pemisahan kompleks atau kelompok sosial
masyarakat secara tegas
2. Ciri-Ciri Fisik
Kota kecil, yaitu kota dengan jumlah penduduk antara 20.000 sampai dengan 50.000
jiwa.
Kota sedang, yaitu kota dengan jumlah penduduk antara 50.000 sampai dengan
1.00.000 jiwa.
Kota besar, yaitu kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 sampai dengan
1.000.000 jiwa
Kota metropolitan, yaitu kota dengan jumlah penduduk antara 1.000.000 sampai
dengan 5.000.000 jiwa
Kota megapolitan, yaitu kota dengan jumlah penduduk lebih dari 5.000.000 jiwa.
2. Berdasarkan Fungsi
Kota pusat pemerintahan, yaitu kota yang memiiki fungsi sebagai pusat pemerintahan
atau ibu kota negara. Misalnya Jakarta, Moskow, dan Berlin
Kota pusat kebudayaan, yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat kebudayaan.
Contoh Yogyakarta, Surakarta, Athena, dan Baghdad
Kota sebagai pusat kesehatan, yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat
kesehatan dan rekreasi, umumnya terletak di dataran tinggi yang sejuk dan di tepi pantai.
Contoh Lembang, Kaliurang, Cipanas, Florida, Bangkok, dan Buenor Aires.
Kota pusat produksi, yaitu kota yang berfungsi sebagai pusat produksi atau pemasok
baik berupa bahan mentah, barang setengah jadi, maupun barang jadi. Contoh Bukit Asam
dan Ombilin (batu bara); Bontang dan Lhoksumawe (LNG); Gresik Cilacap, Padang
(semen); Cilegon (industri besi dan baja); Bandung, Pekalongan (industri tekstil)
Kota pusat perdagangan, yaitu kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan baik
domestik maupun internasional. Contoh Hongkong, Singapura, Bremen, Rotterdam, New
York, Boston, dan Philadelphia.
Tingkat eupolis, yaitu suatu desa yang telah berkembang dan telah menunjukkan ciri-
ciri kehidupan perkotaan atau berkembang menjadi suatu kota baru
Tingkat polis, yaitu kota yang masih memiliki ciri-ciri atau sifat agraris. Sebagian
besar kota-kota di Indonesia masih berada pada tahap ini.
Tingkat metropolis, yaitu kota besar yang perekonomiannya sudah mengarah ke
sektor industri, seperti Jakarta, Medan, Bandung, dan Surabaya
Tingkat megapolis, yaitu wilayah perkotaan yang terdiri atas beberapa kota
metropolis. Dalam beberapa hal, kota ini telah menunjukkan penurunan kualitas mendekati
kemunduran. Contohnya Bos-Wash (jalur Boston-Washington) dan San-San (jalur San
Diego-San Francisco)
Tingkat triyanopolis, yaiti kota yang kehidupannya sudah penuh dengan kemacetan
lalu lintas, tingkat kriminalitas yang tinggi, dan penurunan pelayanan umum
Tingkat nekropolis, yaitu suatu kota yang berkembang menuju
kehancuran/keruntuhan. Contoh peradaban Romawi, Babylonia, Harapa, Astek, Maya-Inca
dan Mahenjo Daro.
D. POTENSI KOTA
1. Potensi Politik
Yaitu keberadaan aparatur kota yang menjalankan tugasnya dengan baik dalam melayani
masyarakat, termasuk partai politik, dan lembaga-lembaga politik lainnya.
2. Potensi Budaya
Ditandai dengan keberadaan sarana pendidikan dan kesenian yang memberi semangat dan
gairah hidup bagi warga kota
3. Potensi Ekonomi
Yang ditandai dengan terdapatnya fasilitas-fasilitas perekonomian, seperti pasar, pusat
perbelanjaan, bank, dan kawasan industri
4. Potensi Sosial
Yaitu fasilitas yang dapat menimbulkan keserasian, dan ketenangan hidup warga kota.
Contohnya tempat ibadah, rumah sakit, tempat hiburan, badan atau yayasan sosial, dan
organisasi sosial.
Sehubungan dengan jumlah penduduk, ada dua hal yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan kota, yaitu pertambahan alami dan tingkat urbanisasi.
2. Budaya
Faktor budaya berperan dalam perkembangan kota, yaitu tingkat kepandaian manusia dalam
mengelola lingkungan kehidupannya.
Faktor budaya yang menjadi tolok ukur perkembangan kota kota adalah tingkat penguasaan
teknologi.
3. Kota Satelit
Kota satelit yaitu suatu kawasan yang mempunyai sifat perkotaan yang memberi daya dukung
bagi kehidupan di kota
4. Suburban
Suburban yaitu suatu daerah di sekitar pusat kota yang berfungsi sebagai daerah permukiman
dan pabrik (industri)
Pola keruangan kota atau pemanfaatan kota secara umum digambarkan sebagai berikut.
City adalah suatu daerah yang memiliki sarana kehidupan dan penghidupan modern
Suburban/forough adalah suatu area yang lokasinya dekat pusat kota atau inti kota
dengan luas mencakup daerah penglaju (comuter)
Suburban fringe adalah suatu daerah peralihan antara kota dengan desa mengelilingi
suburban
Urban fringe adalah daerah batas luar kota yang mempunyai sifat mirip dengan kota
Rural urban fringe adalah daerah yang terletak antara kota dengan desa yang ditandai
dengan penggunaan tanah campuran
Rural (desa) adalah daerah yang memiliki suasana kehidupan desa dan kehidupan
yang agraris
Hoyt bertitik tolak dari anggapan bahwa industri mengambil peranan yang lebih penting dan
cenderung meluas di sepanjang jalan keluar dari pusat.
Contoh kota yang mempunyai pola
sektoral adalah California, Boston,
dan San Fransisco. Susunan kota
menurut teori sektor sebagai
berikut.
1. Sektor pusat kegiatan bisnis
terdiri atas bangunan-bangunan
kantor, hotel, bank, bisokop,
pasar, dan pusat perbelanjaan
2. Sektor kawasan industri ringan
dan perdagangan
3. Sektor kaum buruh atau kaum muda yaitu kawasan permukiman kaum buruh
4. Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma
5. Sektor permukiman adi wisma yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang terdiri
atas para eksekutif dan pejabat
Dalam suatu kota terdapat tempat-tempat tertentu yang berfungsi sebagai inti kota dan pusat
pertumbuhan baru.
Keadaan tersebut telah menyebabkan adanya beberapa inti dalam suatu wilayah perkotaan
misalnya kompleks atau wilayah perindustrian, kompleks perguruan tinggi, dan kota-kota
kecil di sekitar kota besar.
Di Indonesia, struktur ruang kota ditandai dengan pemanfaatan lahan yang tidak tertata
dengan baik sehingga menimbulkan berbagai macam permasalahan, seperti permasalahan
permukiman, pembuatan trotoar, drainase, jalan raya, dan perindustrian
Contoh kota dengan pola konsentris adalah Chicago, Adelaide, Calcuta, dan Amsterdam.
Pembagian zona-zona menurut Burgess sebagai berikut.
1. Zona pusat daerah kegiatan (CBD) yang merupakan pusat pertokoan besar, gedung
perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel restoran, dan sebagainya
2. Zona peralihan atau zona transisi merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini tidak
stabil baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekononomi. Daerah ini sering ditemui
kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini dihuni penduduk miskin.
Namun demikian sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus
menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya
3. Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh
para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh
adanya rumah-rummah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang
dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini workingmen's home
4. Zona permukiman kelas menengah, merupakan kompleks perumaha para karyawan
kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan
kelas proletar
5. Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya
kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum
eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi
6. Zona penglaju (commuters) merupakan batas daerah yang memasuki daerah belakang
(hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di
pinggiran
2. Aspek Budaya
3. Aspek Ekonomi
Penduduk kota yang terdiri atas pedagang, pegawai pemerintah dan swasta, tukang-tukang,
seniman, guru, dan sebagainya, hidup dari hasil pertanian yang dihasilkan oleh para petani di
pedesaan.
Timbulnya pasar bisa menjadi ajang pertukaran kebutuhan antara penduduk desa dan kota.
Paul Harrison menyatakan hubungan antara kota dan desa di dunia ketiga mirip sekali dengan
hubungan antara yang kaya dan miskin.
Pedesaan tidak memiliki sistem organisasi dan koordinasi yang mampu memaksa pihak kota
untuk membayar hasilnya dengan harga yang lebih tinggi.
Selanjutnya kota merupakan perpaduan antara pihak penguasa dan para pegawainya untuk
memajukan kota.
Boeke seorang ekonomi, berpendapat bahwa hubungan antara desa dan kota bersifat
dualistik. Di satu pihak terdapat sektor yang maju, sedangkan pihak lainnya terbelakang.
Gambaran masyarakat dualistik bisa saja timbul akibat dari adanya pembangunan.
Oleh karena itu, strategi pembangunan pedesaan adalah untuk memberatkan kemiskinan dan
memeprbaiki kualitas hidup masyarakat pedesaan.
Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah maka perlu diadakan berbagai macam penyuluhan,
pelatihan, dan berbagai macam bentuk pembinaan.
Mulai dari perangkat desa (aparat desa) sampai pada anggota masyarakat pekerja.
Pengembangan keterampilan tenaga kerja di desa perlu diorientasikan pada mata pencaharian
masyarakat desa yang bersangkutan agar potensi yang ada bisa langsung diserap.
Kesempatan pasar atau pemasaran hasil produksi desa merupakan motor penggerak
pertumbuhan ekonomi desa.
Membaiknya pemasaran hasil produksi di desa akan mendukung masuknya modal ke daerah
pedesaan.
Oleh karena itu, dalam sistem pemasaran produk desa perlu adanya suatu sistem yang mampu
menumbuhkan kebijaksanaan pemerintah dan mampu mengikuti mekanisme atau tata niaga
ekonomi pasar yang berlaku.
C. PASAR KERJA DI DESA
Jumlah tenaga kerja yang memasuki pasaran kerja semakin bertambah banyak. Kualitas
diantara mereka pun beranekaragam.
Oleh karena itu, langkah pertama yang harus ditempuh adalah membuka kesempatan kerja
untuk menyerap tenaga kerja pasaran di desa.
Hal ini dimaksudkan supaya mereka tidak pergi ke pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lain,
yaitu kota-kota kecil, kota-kota sedang, atau kota-kota besar.
Usaha semacam ini biasanya disesuaikan dengan kondisi dan kualitas dari tenga kerja.
Teknologi yang digunakan tidak terlalu tinggi bahkan bisa dilakukan transfer teknologi
kepada masyarakat desa.
Karena bentuknya yang perorangan, kalaupun ada yang kelompok biasanya usahanya pun
kecil.
Untuk mendorong keberadaan usaha ini, maka pemerintah perlu untuk memberikan bantuan
kredit kecil untuk desa, seperti BKD (Bank Kredit Desa).