Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK: DOSEN PENGAMPU:

Geografi Desa dan Kota Ismail, M.Pd

EVOLUSI DAN POLA PEMUKIMAN PERDESAAN

OLEH:

ALIFTYA KURNIATI

11811223238

PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS TARBIYAN DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

PEKANBARU

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat ALLAH SWT. yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah geografi ekonomi yaitu
tentang“Pengertian,Ruang Lingkup dan Geografi Perdesaan”ini dengan tuntas . Shalawat
serta salamtidak lupa kita haturkan kepada junjungan Baginda Nabi Besar Muhammad SAW,
atas bimbingan Beliau sehingga kita dapat membedakan mana yang benar dan mana yang
salah.

Ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah geografi ekonomi yang
telah memberikan saya kesempatan untuk membuat makalah ini sebagai pedoman, acuan, dan
sumber belajar.

Akhir kata, Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan baik dari
segi bahasa, tulisan, maupun kalimat yang kurang tepat dalam makalah  ini, oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah berikutnya.

Pekanbaru, 19 Maret 2020

Aliftya Kurniati
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1

A.Latar Belakang..................................................................................1

B,Rumusan Masalah.............................................................................2

C.Tujuan Masalah.................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................3

A. Konsep Permukiman........................................................................3
B. Bentuk Wilayah Perdesaan..............................................................5
C. Pola Permukiman di Wilayah Perdesaan.........................................5
D. Faktor yang Mempengaruhi Terhadap Pola Permukiman..............8

BAB III PENUTUP....................................................................................10

A. KESIMPULAN...............................................................................10
B. SARAN...........................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Geografi pedesaan adalah cabang dari studi geografi yang mempelajarifenomena


sosial ekonomi beserta perubahan-perubahan di pedesaan. Secaratradisional studi
banyak menyangkut masalah-masalah yang berhubungan denganpertanian,
permukiman dan pola pengunaan lahan saja, tetapi sekarang meliputipula
permasalahan-permasalan pedesaan yang lain seperti transportasi,kesempatan kerja,
perumahan, strategi pengembangan pedesaan dan lain-lain(Bintarto, 1983).

Permukiman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (kebutuhan primer)


yang harus terpenuhi agar manusia dapat sejahtera dan hidup layak sesuai dengan
derajat kemanusiaannya. Permukiman sebenarnya merupakan kebutuhanperorangan
(individu) namun dapat berkembang menjadi kebutuhan bersama jika manusia
berkeluarga dan bermasyarakat. Selain sebagai makhluk individu manusia juga
sebagai makhluk sosial maka manusia tidak hidup sendiri-sendiri akan tetapi hidup
bersama dan membentuk kelompok-kelompok, demikian pula halnya dengan rumah
tempat tinggalnya akan dibangun secara bersama-sama sehingga berkelompok atau
tersebar dalam suatu wilayah, dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang
diperlukan penghuninya, selanjutnya disebut dengan permukiman (settlement). Dalam
dimensi permukiman, secara harfiah pola permukiman dapat diartikan sebagai
susunan (model) tempat tinggal suatu daerah. Model dari pengertian-pengertian
permukiman mencakup didalamnya susunan dari pada persebaran permukiman.
Pengertian pola permukiman dan persebaran permukiman memiliki hubungan yang
sangat erat. Persebaran permukiman menekankan pada hal yang terdapat
permukiman, dan atau dimana tidak terdapat permukiman dalam suatu wilayah
(Sumaatmadja, 1981 dalam Banowati 2006).Perkembangan permukiman sangat
dipengaruhi oleh penghuni permukiman itu sendiri. Dengan adanya pertumbuhan
penduduk yang semakin pesat akan mengakibatkan kebutuhan permukiman semakin
besar. Masalah ini hampir terjadi disetiap daerah perkotaan, karena kota merupakan
daerah yang sangat dinamis yaitu pertumbuhan penduduknya setiap hari semakin
bertambah banyak, sehingga daerah perkotaan menghadapi ancaman semakin
tingginya kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan tempat tinggal yang
merupakan indikator penurunan kualitas lingkungan permukiman.

Begitu pula di daerah pedesaan baik disekitar kota maupun jauh dari kota. Hal
tersebut juga terjadi di Kecamatan Kendal yang setiap tahunnya mengalami
pertumbuhan penduduk. Menurut data Monografi KecamatanKendal pada tahun 2007
jumlah penduduk mencapai 54.031 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.965 jiwa/km2,
pada tahun 2008 jumlah penduduk mencapai 54.286 jiwa dengan kepadatan penduduk
1.975 jiwa/km2, sedangkan pada tahun 2009 jumlah penduduk mencapai 55.651 jiwa
dengan kepadatan penduduk 2.025 jiwa/km2. Bertambahnya jumlah penduduk
maupun kegiatan penduduk telah menuntut bertambahnya ruang untuk
mengakomodasi permukiman maupun bangunan-bangunan yang dapat mewadahi
kegiatan tersebut. Dengan adanya variasi topografi yang beragam di Kecamatan
Kendal sendiri menjadikan daerah tersebut menarik untuk diteliti. Dengan begitu, pola
persebaran permukiman yang terdapat di daerah penelitian dapat beragam. Karena
permukiman sendiri merupakan salah satu wujud adaptasi dari masyarakat sekitar
terhadap kondisi fisik lingkungannya. Pola permukiman yang terdapat di daerah yang
memiliki kemiringan lereng yang terjal dengan yang terdapat pada lereng yang lebih
landai akan berbeda.Pola persebaran permukiman di jadikan objek penelitian
dikarenakan urgensi pemecahan masalah yang berkaitan dengan permukiman seperti
penempatan sarana dan prasarana permukiman masih sering tidak sesuai dengan
persebaran konsentrasi penduduk dan pembangunan permukiman tidak mengindahkan
tempat yang layak untuk dihuni. Hal ini berakibat pada tidak seimbangnya
ketersediaan sarana dan prasarana dengan pelayanan terhadap penduduk sehingga
terbentuk pola persebaran permukiman tertentu dan berbeda.

َ ‫َوهَّللا ُ َج َع َل لَ ُك ْم ِم ْن بُيُوتِ ُك ْم َس َكنًا َو َج َع َل لَ ُك ْم ِم ْن جُ لُو ِد اأْل َ ْن َع ِام بُيُوتًا تَ ْستَ ِخفُّونَهَا يَوْ َم‬
‫ظ ْعنِ ُك ْم َويَوْ َم إِقَا َمتِ ُك ْم ۙ َو ِم ْن‬
‫ين‬ َ
ٍ ‫ارهَا أثاثا َو َمتَاعًا إِل ٰى ِح‬ ً َ َ ِ ‫ارهَا َوأَ ْش َع‬
ِ َ‫أَصْ َوافِهَا َوأَوْ ب‬

Artinya:Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan


Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak
yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu
bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing,
alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).

B, Rumusan Masalah

1. Sebutkan konsep permukiman?


2. Apa saja bentuk permukimsn didaerah perdesaan?
3. Apa saja pola permukiman diwilayah perdesaan?
4. sebutkan faktor faktor yang mempengaruhi terhadap pola permukiman
diiwilayah perdesaan?

C. Tujuan Penulisan

1.Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui konsep permukiman


2.Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui bentuk permukimsn
didaerah perdesaan
3.Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui pola permukiman diwilayah
perdesaan
4.Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui faktor faktor yang
mempengaruhi terhadap pola permukiman diiwilayah perdesaan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Permukiman

Menurut Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang


Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan permukiman
adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, menyatakan bahwa kawasan permukiman adalah bagian
dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan
maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.

Rumah tidak dapat dipandang secara sendiri-sendiri, karena ia terkait dan harus
perduli dengan lingkungan sosialnya, maka perumahan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem sosial lingkungannya. Perencanaan perumahan harus
dipandang sebagai unit yang menjadi satu kesatuan dengan lingkungan sekitarnya,
sehingga harus terdapat ruang-ruang sosial (ruang bersama) untuk masyarakat
berinteraksi satu sama lain. Unit-unit rumah adalah pengorganisasian kebutuhan
akan privasi dan kebutuhan untuk berinteraksi sosial.

Ruang-ruang dalam komplek perumahan yang lestari adalah ruang-ruang yang


mampu mengakomodasi aktivitas sosial masyarakat pada lingkungan tersebut,
termasuk mengorganisasikan keberagaman sosial dalam masyarakat. Harus diberi
ruang-ruang untuk aktivitas dengan latar belakang tradisi yang berlainan, dengan
proporsi yang seimbang untuk setiap aktivitas yang berbeda, misalnya tradisi
beragama dan adat istiadat. Dengan demikian rasa aman secara spiritual akan
tercapai dengan terpeliharanya tradisi dan aktivitas sosial masyarakat setempat
juga dengan adanya penerimaan bahwa perbedaan adalah hal yang wajar.
Perencanaan perumahan harus menggunakan pendekatan ekologi, rumah
dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem. Keseluruhan
bagian rumah, mulai dari proses pembuatan, pemakaian, sampai
pembongkarannya akan sangat berpengaruh terhadap keseimbangan alam.

Menurunnya kualitas lingkungan-meningkatnya suhu global; meningkatnya


pencemaran air, udara dan tanah; berkurangnya keanekaragaman hayati;
berkurangnya cadangan energi dari minyak dan gas dsb-yang sebagian besar
diakibatkan oleh pembangunan yang tidak terkendali, adalah masalah yang harus
dipecahkan dengan pendekatan teknologi yang ramah lingkungan. Berdasarkan
kenyataan ini maka perumahan adalah rumah yang seluruh prosesnyapembangunan,
pemakaian dan pembongkaran-berusaha untuk tidak mengganggu
keseimbangan alam, bahkan jika mungkin memperbaiki kualitas lingkungan. Bahwa
usaha-usaha untuk kenyamanan dan kesehatan penghuni harus dicapai
dengan pendekatan teknis yang tidak merusak alam.9
Dalam pendekatan teknis, perumahan yang berorientasi terhadap kepuasan
penghuni harus memenuhi syarat-syarat berikut

1. Struktur dan konstruksi rumah yang cukup kuat dan aman


2. Material bangunan yang menjamin terciptanya kenyamanan dan kesehatan di
dalam rumah
3. Prasarana/infrastruktur yang memenuhi standar kenyamanan, kesehatan dan
keamanan lingkungan

Beberapa kriteria permukiman atau kawasan permukan yang layak adalah sebagai
berikut;

a. Jaminan perlindungan hukum.

Perlindungan hukum mengambil banyak bentuk, diantaranya penyewaan


akomodasi (publik dan swasta), perumahan kolektif, kredit, perumahan
darurat, pemukiman informal, termasuk penguasaan tanah dan properti.
Meskipun ada beragam jenis perlindungan hukum, setiap orang harus
memiliki tingkat perlindungan hukum yang menjamin perlindungan hukum
dari pengusiran paksa, pelecehan, dan ancaman lainnya. Negara Pihak harus
secara bertanggung jawab, segera mengambil tindakan-tindakan yang
bertujuan mengkonsultasikan jaminan perlindungan hukum terhadap orangorang
tersebut dan rumah tangga yang saat ini belum memiliki perlindungan,
konsultasi secara benar dengan orang-orang atau kelompok yang terkena.

b. Ketersediaan layanan, bahan-bahan baku, fasilitas, dan infra struktur.

Tempat tinggal yang layak harus memiliki fasilitas tertentu yang penting bagi
kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan nutrisi. Semua penerima manfaat dari
hak atas tempat tinggal yang layak harus memiliki akses yang berkelanjutan
terhadap sumber daya alam dan publik, air minum yang aman, energi untuk
memasak, suhu dan cahaya, alat-alat untuk menyimpan makanan, pembuangan
sampah, saluran air, layanan darurat.

c. Keterjangkauan.

Biaya pengeluaran seseorang atau rumah tangga yang bertempat tinggal harus
pada tingkat tertentu dimana pencapaian dan pemenuhan terhadap kebutuhan
dasar lainnya tidak terancam atau terganggu. Tindakan harus diambil oleh
Negara Pihak untuk memastikan bahwa persentasi biaya yang berhubungan
dengan tempat tinggal, secara umum sepadan dengan tingkat pendapatan.
Negara Pihak harus menyediakan subsidi untuk tempat tinggal bagi mereka
yang tidak mampu memiliki tempat tinggal, dalam bentuk dan tingkat kredit
perumahan yang secara layak mencerminkan kebutuhan tempat tinggal. Dalam
kaitannya dengan prinsip keterjangkauan, penghuni harus dilindungi dengan
perlengkapan yang layak ketika berhadapan dengan tingkat sewa yang tidak
masuk akal atau kenaikan uang sewa. Di masyarakat, dimana bahan-bahan
baku alam merupakan sumber daya utama bahan baku pembuatan rumah,
Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan
ketersediaan bahan baku tersebut.
d. Layak huni.

Tempat tinggal yang memadai haruslah layak dihuni, artinya dapat


menyediakan ruang yang cukup bagi penghuninya dan dapat melindungi
mereka dari cuaca dingin, lembab, panas, hujan, angin, atau ancamanancaman bagi
kesehatan, bahaya fisik bangunan, dan vektor penyakit.
Keamanan fisik penghuni harus pula terjamin. Komite mendorong Negara
Pihak untuk secara menyeluruh menerapkan Prinsip Rumah Sehat yang
disusun oleh WHO yang menggolongkan tempat tinggal sebagai faktor
lingkungan yang paling sering dikaitkan dengan kondisi-kondisi penyebab
penyakit berdasarkan berbagai analisis epidemiologi; yaitu, tempat tinggal dan
kondisi kehidupan yang tidak layak dan kurang sempurna selalu berkaitan
dengan tingginya tingkat kematian dan ketidaksehatan.
e. Aksesibilitas.

Tempat tinggal yang layak harus dapat diakses oleh semua orang yang berhak
atasnya. Kelompok-kelompok yang kurang beruntung seperti halnya manula,
anak-anak, penderita cacat fisik, penderita sakit stadium akhir, penderita HIVpositif,
penderita sakit menahun, penderita cacat mental, korban bencana alam,
penghuni kawasan rawan bencana, dan lain-lain harus diyakinkan mengenai
standar prioritas untuk lingkungan tempat tinggal mereka.

f. Lokasi.

Tempat tinggal yang layak harus berada di lokasi yang terbuka terhadap akses
pekerjaan, pelayanan kesehatan, sekolah, pusat kesehatan anak, dan fasilitasfasilitas
umum lainnya. Di samping itu, rumah hendaknya tidak didirikan di lokasi-lokasi yang
telah atau atau akan segera terpolusi, yang mengancam hak
untuk hidup sehat para penghuninya.

g. Kelayakan budaya.

Cara rumah didirikan, bahan baku bangunan yang digunakan, dan


kebijakankebijakan yang mendukung kedua unsur tersebut harus memungkinkan
pernyataan identitas budaya dan keragaman tempat tinggal. Berbagai aktivitas
yang ditujukan bagi peningkatan dan modernisasi dalam lingkungan tempat
tinggal harus dapat memastikan bahwa dimensi-dimensi budaya dari tempat
tinggal tidak dikorbankan, dan bahwa, diantaranya, fasilitas-fasilitas
berteknologi modern, juga telah dilengkapkan dengan semestinya.

B. Bentuk Wilayah Perdesaan

Dari pola keruangannya, desa bisa dibedakan menjadi empat. Berikut empat pola desa
menurut Daldjoeni dalam Geografi Kota dan Desa (1987):

1. Desa linear
Pola ruang desa linear Lihat Foto Pola ruang desa linear(Nyoman Beratha)
Bentuk desa linear biasanya memanjang mengikuti alur jalan atau alur sungai.
Pola ini bisa ditemukan di desa dataran rendah. Misalnya desa dengan banyak
sawah. Dengan bergantung pada sarana transportasi, desa linear punya mobilitas
yang mudah.
2. Desa memanjang
Desa memanjang biasanya ditemukan di desa nelayan yang hidup di pinggir
laut. Pembangunannya mengikuti garis pantai. Setelah pantai, biasanya ada
daerah kawasan industri kecil. Di belakangnya baru rumah-rumah penduduk.

3. Desa terpusat
Pola ruang desa memusat Lihat Foto Pola ruang desa memusat(Nyoman
Beratha) Bentuk terpusat biasa ditemukan di wilayah pegunungan. Warga di desa
ini biasanya punya garus keturunan yang sama.

4. Desa mengelilingi fasilitas tertentu


Bentuk ini ditemukan di dataran rendah. Biasanya ada satu fasilitas umum
yang diandalkan.Misalnya mata air, danau, waduk, atau fasilitas lainnya.
Permukiman penduduk dan kawasan industri dibangun mengelilingi fasilitas ini.
C. Pola Permukiman di Wilayah Perdesaan

Ada banyak jenis pola pemukiman atau keruangan desa. Berikut ini contohnya:

1. Clustered Rural Settlements

Pola pemukiman desa ini cenderung berkelompok dimana sejumlah keluarga


tinggal berdekatan satu sama lain dengan area di sekitarnya berupa lahan
pertanian. Biasanya pola pemukiman memusat ada di daerah dataran rendah subur
dengan sumber air yang baik atau lembah, contohnya Kampung Naga di Neglasari
Tasikmalaya.Pemukiman desa model ini biasanya akan dijumpai rumah, lumbung
padi, gudang perkakas, tempat ibadah hingga sekolah. Setiap penduduk yang
hidup disana akan diberikan sebidang lahan atau menyewa lahan untuk
diusahakan. Saat populasi tumbuh semakin pesat maka pemukiman baru akan
dibangun di dekat rumah yang sudah ada. Pola pemukiman seperti ini membuat
kekerabatan diantara penduduk sangat erat karena jarak yang berdekatan

2. Circular Rural Settlements

Pola pemukiman ini membentuk lingkaran dengan ruang terbuka di tengah-


tengah pemukiman. Pemukiman dibangun mengikuti garis lingkaran dari pusat
daerah terbuka. Pengaturan bangunan biasanya akan dilakukan sesuai kesepakatan
atau hukum adat. Model ini menyerupai pola ruang Von Thunen karena
strukturnya melingkar dengan titik pusat di tengahnya.

3. Linier Rural Settlements

Pola pemukiman ini berbentuk memanjang mengikuti suatu kenampakan seperti


sungai, rel kereta atau jalan raya. Transportasi utama mengandalkan sungai atau jalanan
sempit jika diantara rel kereta atau jalan raya. Banjarmasin menjadi salah satu daerah
dengan banyak pemukiman memanjang di pinggir sungai sehingga menghasilkan budaya
sungai. Gambar: rogpalmer.cantabphotos.com

Pola Ruang Desa Memanjang


4. Dispersed Rural Settlements

Pola pemukiman ini tersebar tidak merata di berbagai titik dan


biasanya berada di wilayah seperti pegunungan karst dan perbukitan.
Para penduduk cenderung terisolasi satu sama lain dengan kondisi
transportasi yang sulit.

Pola Ruang Desa Menyebar

D. Faktor yang Mempengaruhi Terhadap Pola Permukiman Perdesaan

1. Relief. Bentuk permukaan bumi terdiri dari relief-relief seperti pegunungan,


dataran rendah, pantai, dan perbukitan.
2. Kesuburan tanah. Pola pemukiman dipengaruhi juga oleh kesuburan tanah.
Kesuburan tanah berbeda-beda di setiap tempat. Masyarakat cenderung tinggal di
daerah yang memiliki kesuburan tanah, seperti di daerah pedesaan.

3. Keadaan iklim. Keadaan iklim juga mempengaruhi pola pemukiman penduduk.


Misalnya intensitas radiasi matahari dan suhu di masing-masing daerah. Di daerah
pegunungan yang bersuhu dingin, pemukiman penduduk cenderung merapat,
sedangkan di daerah pantai yang bersuhu panas, pemukiman cenderung
merenggang.
4. Kultur penduduk. Budaya penduduk mempengaruhi pola pemukiman penduduk.
Suku Badui di Banten, Suku Dayak di Kalimantan cenderung memiliki
pemukiman berkelompok.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari
satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan
perdesaan.Dari pola keruangannya, desa bisa dibedakan menjadi empat. Berikut
empat bentuk desa menurut Daldjoeni dalam Geografi Kota dan Desa (1987):

1.Desa linear
2.Desa memanjang
3.Desa terpusat
4.Desa mengelilingi fasilitas tertentu

Ada banyak jenis pola pemukiman atau keruangan desa. Berikut ini contohnya:
1. Clustered Rural Settlements
2. Circular Rural Settlements
3. Linier Rural Settlements
4. Dispersed Rural Settlements

B. Saran

Demikanlah makalah ini kami buat kalau ada kesalahan baik dalam hal
pengetikkan maupun penyampaian kami minta maaf dan kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini dan kami berharap saran dan kritik dari teman dan
dosen pengampu mengenai makalh kami ini

Dengan demikian saya ucapkan terimakasih kepada sumber baik buku maupun
internet,teman,dan dosen pengampu yang telah menyukseskan pembuatan makalah ini
sehingga berjalan dengan lancar dan juga terimakasih atas saran dan kritikannya
tehadap makalah kami
DAFTAR PUSTAKA

Bintarto, R, 1983, Geografi Desa, Yogyakarta, UP. Spring

Staff.Uny.Ac.Id › Sites › Default › Files › Diktat Geografi Perdesaan Diakses Pada Tanggal
26 Maret 2020 Pukul 13.30 Wib
Nibras Nada Naufar,Https://Www.Kompas.Com/Skola/Read/2020/01/09/140000069/Bentuk-
Desa-Dan-Klasifikasinya?Page=All Diakses Pada Tanggal 1 April 2020 Pukul 20.00 WIB

Https://Www.Gurugeografi.Id/2017/03/4-Tipe-Pola-Pemukiman-Pedesaan.HtmlDiakses
PadaTanggal 1 April 2020 Pukul 20.00 WIB

Http://Eprints.Ums.Ac.Id/17305/4/BAB_I.Pdf Diakses Pada Tanggal 1 April 2020 Pukul


20.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai