Disusun Oleh :
NIM :1181122
TAHUN AKADEMIK
2018/2019
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama ALLAH yang maha pengasih lagi maha penyayang kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami dapat menyelesaikan makalah Geologi yang berjudu
KEBIJAKAN PENDUDUK.
Makalah Demografi ini telah saya susun dengan maksimal dan saya sudah
melakukan diskusi kelompok secara seksama dan makalah ini kami sudah melakukan
beberapa pemeriksaan dari cover hingga kata penutup.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuh nya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari Ibu Yulia Asyura M, Pd Dan Pembaca
untuk memberikan usulan dan kesalahan untuk memperbaiki makalah ilmiah ini.
Pekanbaru, 2019
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................i
..........................................................................................................................
Daftar Isi..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A.Latar Belakang..................................................................................1
B.Rumusan Masalah.............................................................................1
C.Tujuan Masalah.................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A.Kesimpulan.......................................................................................17
B.Saran..................................................................................................17
Daftar Pustaka................................................................................................18
3
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
4
7. Sebutkan sasaran pembangunan milineum untuk kebijakan kependudukan?
C.Tujuan Masalah
5
BAB II
PEMBAHASAN
A.Kebijakan Kependudukan
3) Kebijakan harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri.
Pemecahan masalah kependudukan dengan pengendalian kelahiran saja tidak menjamin
bahwa hasilnya secara otomatis akan meningkatkan kualitas hidup penduduk yang
bersangkutan atau generasi yang akan datang.
Pada tahun 1965 PBB mempunyai kebijakan kependudukan yang jelas dan menjadi
dasar bagi tindakan-tindakan yang nyata, walaupun badan yang bernama “The Population
Commission” dengan resmi sudah dapat disahkan pada tanggal 3 oktober 1946.
2.Ruang Lingkup Kebijakan Kependudukan
Pada tahun 1950-an dan tahun 1960-an kelompok neo-malthusian member perhatian khusus
pada tingkat pertumbuhan penduduk yang begitu tinggi,yang berdampak pada aspek-aspek
kehidupan lainnya,antara lain menghambat pertumbuhan ekonomi,memicu kerusakan
lingkungan,berkurangnya pelayanan sosial,dan menimbulkan konflik horizontal dalam
masyarakat.
6
Pada konferensi kependudukan dunia di tahun 1974 dibukares,Rumania,Negara-negara
maju beranggapan bahwa program kb hendaknya menjadi alat utama dalam pengendalian
pertumbuhan penduduk. Pada waktu itu terdapat dua kelompok Negara yang berbeda
pandangan.kelompok Negara-negara barat berpendapat bahwa kemiskinan adalah akibat dari
ledakan jumlah penduduk sehingga perlu diupayakan cara-cara untuk menghambat
pertumbuhannya.kelompok Negara-negara komunis dan banyak Negara berkembang
beranggapan bahwa permasalahan bukan teletak pada jumlah penduduk,namun kebijakan
ekonomi yang tidak tepat telah mengakibatkan pengangguran dan penurunan kesejahteraan
masyarakat.
Sadik (1995) menyatakan bahwa kunci dari pendekatan baru ini adalah pemberdayaan
perempuan dan memberinya lebih banyak akses dalam bidang pendidikan dan pelayanan
kesehatan , pengembangan keterampilan dan pekerjaan, serta pengikutsertakan perempuan
pada proses pengambilam keputusan di berbagai tingkatan, pada kedekatan terakhir abad ke-
20 telah terjadiperubahan visi dalam kebijakan kependudukan, dari focus pada pengendalian
variabel-variabel demografi semata menjadi kea rah perbaikan kualitas hidup terutama
perempuan dan pembangunan. Sen, Germain, dan Chen (1994) menyatakan bahwa
mempertimbangkan kembali kebijakan kependudukan penting dilakukan untuk memeriksa
etika dasar, tujuan, dan metodologi dari kebijakan-kebijakan kependudukan yang berlaku saat
ini.
Sen, Germain, dan Chen (1994) menyatakan bahwa ada tiga halpenting dalam kaitannya
dengan kebijakan kependudukan. Pertama kebijakan kependudukan harus berubah dan
mencerminkan adanya suatu komitmen yang mendasarkan pada etika dan hak asasi manusia.
Kedua, kebijakan kependudukan, lebih dari sekedar pengendalian fertilitas, hanya akan
efektif apabila menjadi bagian dari pendekatan pembangunan manusia yang lebih luas yang
mencipkan lingkungan dimana orang-orang memproleh kesehatan dan haknya. Ketiga,
7
kebijakan kependudukan mempunyai prioritas strategi pemberdayaan perempuan dan strategi
pelayanan kesehatan produksi. Oleh karena itu, pendekatan kependudukan yang baru ini
berbeda dari kebijakan yang ada sebelumnya karena beberapa alasan. Pertama, kebijakan
kependudukan memasukkan aspek produksi dan sekssualitas manusia sebagai komponen
yang tidak dapat dipisahkan dan pembangunan manusia dan pembangunan berkelanjutan.
Kedua, strategi pemberdayaan dan pelayanan kesehatan reproduksi akan melengkapi program
pembangunan manusia yang sedang dijalankan sekarang ini. Ketiga, pendekatan ini bersifat
inklusif dan partisipatif, member suara dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan kepada
merekayang berperan dalam reproduksi manusia dan sekssualitas.
1.Kebijaksanaan Pronatalis
(2) Program-program yang mendorong keluarga, sistim perpajakan, dan insentif untuk
seorang ibu dan,
Dewasa ini kebijaksanaan yang demikian masih dilakukan di beberapa negara. Mereka yakin
bahwa penduduk yang besar merupakan prasarat untuk pertumbuhan ekonomi atau dapat
menempatkan daerah-daerah yang masih kosong. Brazil, Argentina dan beberapa Negara di
Afrika memiliki kebijaksanaan yang demikian. Misalnya Argentina menginginkan
penduduknya menjadi 50 juta pada akhir abad ini.
Banyak pemimpin negara yang beraliran Marxist dan kiri di Amerika Latin yang percaya
bahwa problem dalam negerinya, lebih bersifat sosial dan ekonims daripada demografis.
Mereka percaya bahwa kalau terjadi kondisi dalam negeri yang memburuk, maka revolusi
sosial harus dilakukan. Karena itu mereka percaya bahwa pertumbuhan penduduk merupakan
dorongan bagi revolusi untuk mencapai tujuan-tujuan sosial, ekonomis dan politis. Mereka
menafsirkan bahwa pembatasan kelahiran hanyalah merupakan suatu propaganda para negara
kapitalis atau imperialis yang terus berusaha untuk mengeksploitasi sumberdaya alam
Amerika Latin.Negara maju seperti Jerman, Italia dan jepang selama perang Dunia I dan II
juga menginginkan hal yang sama.
8
Propaganda pronatalis yang insentif, pembayaran uang cash pada keluarga yang memiliki
anak, pembatasan aksess terhadap alat kontrasepsi, pengaturan emigrasi, dan hukum
“eugenic“ (yang mendorong perkembangan etnis tertentu, sementara melarang yang lain)
merupakan refleksi dari usaha pemerintah untuk mencapai jumlah penduduk yang lebih
besar. Kebijaksanaan-kebijaksanaan ini diadopsi karena kekuasaan dan kesejahteraan
dianggap sama dengan jumlah penduduk yang besar
.
Beberapa negara industri seperti Perancis, dan Romania juga telah mengadopsi
kebijaksanaan pronatalis ini beberapa saat sejak perang dunia pertama. Kebijaksanaan ini
menggambarkan reaksi mereka terhadap fertilitas dan mortalitas yang rendah yang terjadi
bersamaan dengan masuknya moderinisasi. Negara-negara ini kuatir bahwa kesejahteraan
ekonomi dan politikya akan turun kecuali penduduk terus meningkat. Karena mortalitas
cenderung mengecil dan karena pemerintah membatasi immigrasi besar-besaran dari negara
lain berhubung dengan perbedaan politik dan budayanya, maka metode satu-satunya yang
diambil pemerintah adalah meningkatkan pertumbuhan penduduk melalui peningkatan
fertilitas.
2.Kebijaksanaan Antinatalis
Kebijaksanaan antinatalis diarahkan untuk mengurangi fertilitas. Ada dua pendekatan utama
yaitu:
9
Pendekatan keluarga berencana melihat fertilitas sebagai “ penyakit “ yang dapat dikontrol
dengan treatmen masal melalui kontrasepsi. Pendekatan ini tidak menghiraukan kemungkinan
besarnya keluarga yang diinginkan dapat berubah dan meminta prubahan minimal dalam
struktur lembaga masyarakat. Sebaliknya pendekatan non keluarga berencana yang diarahkan
untuk menurunkan fertilitas menyadari bahwa besarnya keluarga hanyalah meru pakan
respons terhadap cara seorang melihat dunia sosialnya.
Pendekatan ini menekankan pentingnya perubahan kelembagaan dan dukungan lingkungan
sosial budaya.Berikut ini akan dibahas secara singkat metode non keluarga berencana yang
sering kali diusulkan tetapi belum disetujui secara luas
.
(1) Moderenisasi
Mungkin salah satu cara untuk menurunkan fertilitas tanpa melalui program keluarga
berencana adalah moderinisai masyarakat. Moderenisasi telah dilihat sebagai kondisi yang
perlu dalam menurunkan besarnya keluarga berencana. Meskipun demikian diskusi tentang
keterkaitan antara moderenisasi dan penurunan fertilitas masih sangat kontroversial. Mana
yang terjadi lebih dahulu, fertilitas atau moderinisasi ?
Salah satu cara yang sering kali direkomedasikan untuk menurunkan fertilitas adalah
membayar pasangan yang selama periode tertentu (misalnya 3 sampai 5 tahun) tidak hamil.
Cara ini sangat mahal karena membutuhkan dana yang sangat besar.Cara ini juga dapat
memancing cara sebaliknya yaitu bahwa mereka yang memiliki anak atau hamil adalam
periode yang tidak diinginkan harus membayar. Hal demikian kurang etis.
Banyak bukti empiris telah menunjukan bahwa wanita yang berpar tisipasi dalam dunia
industri memiliki jumlah anak yang lebih kecil dari pada yang tidak berpartisipasi dalam
bekerja. Karena itu untuk negara-negara yang sedang berkembang cara ini lebih
tepat.Kebijaksanaan yang demikian mengandung tuntutan kemanusiaan karena konsisten
dengan konsep kesamaan seksualitas. Wanita dapat memberikan konstribusi pada ekonomi
keluarga.Akan tetapi ada beberapa hal yang dipertimbangkan tidak efektif dari metode ini
dalam menurunkan besarnya keluarga khususnya di negara sedang berkembang. Salah satu
alasan adalah alasan ekonomi : negara sedang berkembang telah ditandai dengan tingkat
pengangguran laki-laki yang tinggi baik dalam arti pengangguran penuh maupun tidak
penuh.Efektivitas dari kebijaksanaan ini juga masih diragukan karena kesimpangsiuran dari
penemuan dalam beberapa penelitian. Ternyata wanita yang bekerja dan penurunan fertilitas
berhubungan secara negatif, kalau wanita tersebut bekerja pada sektor modern seperti pabrik.
Pada hal pekerjaan yang demikian tidak selalu ada di negara-negara sedang berkembang.
Salah satu usaha menurunkan fertillitas melalui usaha non keluarga berencana adalah
dengan pendidikan kependudukan. Dasar pemikiran adalah bahwa kalau orang mengetahui
keuntungan dari keluarga kecil dan kerugian dari keluarga besar, maka mereka akan cende
rung memiliki jumlah anak yang lebih sedikit. Usaha memasukan pendidikan kependudukan
pada sekolah-skolah merupakan manifestasi dari kebijaksanaan tersebut.Meskipun demikian
ada masalah yang muncul dari kebijaksanaan tersebut. Paling mendasar adalah tidak adanya
10
konsensus antara pendidik-pendidik kependudukan tentang pendekatan yang digunakan. Apa
kah hal ini dilakukan melalui pendidikan sek, pendidikan kesejahteraan keluarga, kesadaran
penduduk, atau orientasi nilai dasar.Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah pendidi
kan ini lebih bersifat menanamkan pemahaman atau justru sebaliknya menjadi suatu forum
indoktrinasi.
.
C.Kebijakan Kependudukan di Indonesia
Bank Dunia pernah menyebut Indonesia sebagai "salah satu transisi demografis paling
mengesankan di negara sedang berkembang". Pada masa itu tingkat fertilitas turun dari 5,5
menjadi tiga per kelahiran, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28 per
1.000 kelahiran hidup. Tahun 1970, pertumbuhan penduduk turun dari sekitar 3,5 persen
menjadi 2,7 persen dan turun lagi menjadi 1,6 persen pada tahun 1991. Banyak negara
berkembang kemudian belajar implementasi program KB di Indonesia. Tetapi, hampir bisa
dipastikan, dalam "transfer pengetahuan" itu tidak disebut metode yang membuat program itu
sukses; yakni koersi (pemaksaan dengan ancaman) terhadap perempuan, khususnya dari
kelompok masyarakat kelas bawah, terutama saat awal program diperkenalkan.
11
masyarakat (LSM) mengungkapkan, kebijakan kependudukan yang reduksionis ini
dikonstruksi sistematis melalui lembaga internasional. Pertumbuhan penduduk menjadi
prakondisi bantuan pembangunan.
Hasil sensus penduduk pertama dilakukan di jawa pada tahun 1905 menunjukkan bahwa
penduduk jawa telah mencapai 30 juta jiwa perintah colonial kemudian mulai memikirkan
adanya proyek pemukiman kembali (reset tlemet), yakni penempatan petani-petani dari
daerah pulau jawa yang padat penduduknya, kedesa-desa baru yang disebut “koloni’ di
daerah-daerah di luar jawa yang belum ada atau sedikit penduduknya. Oleh sebab itu,
kebijakan ini kemudian dikenal sebagai kebijakan kolonisasi kebijakan transmigrasi dijankan
sampai pemerintah orde baru memberikan orientasi yang luas pada tahun 1972. Undang-
undang no 3 tahun 1972 memberikan tujuan yang luas pada transmigrasi yang dimana
pertimbangan demografis merupakan satu dari tujuh sasaran, yang terdiri atas :
12
1 peningkatan taraf hidup
2 pembangunan daerah
Kebijakan transmigrasi tersebut mencakup aspek-aspek polik, ekonimi, sosial, budaya dan
pertahanan keamanan di samping redistribusi penduduk. Kebijakan ini merupakan kebijakan
sektoral dan regional. Program transmigrasi diarahkan pada transmigrasi swakarsa, yaitui
transmigrasi atas kehendak sendiri, yang dapat mengurangi beban pemerintah dan mendorong
penduduk berinisiatif untuk pindah dalam rangka pembangunan daerah asal maupun daerah
tujuan transmigras. Kebijakan kependudukan yang dijalankan saat ini merupakan
implementasi dari arah kebijakan yang telah dirumuskan dalam kamus-kamus besar haluan
Negara (GBHN) 1999-2004. Arah dalam bidang kepebdudukan seperti yang tercantum dalam
gbhn dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut “meningkatkan
kualitas hidup melalui pengendalian kelahiran, memperkecil angka kematian, dan
peningkatan program keluarga berencana”.
2.Keluarga Berencana
Salah satu dalam bidang kependudukan yang sangat penting di Indonesia dan telah
menunjukan keberhasilannya adalah kebijakan pengendalian jumlah penduduk melalui
program KB. Program yang dilaksanakan sejak awal 1970an angka fertilitas total Indonesia
telah menunrun drastis, dari 5,6 anak peribu menurup sp 1971 menjadi 2,6 anak per ibu
menurut SDKI 1997 dengan kata lain, jika TFR digunakan sebagai ukuran fertilitas maka
dapat dikatakan bahwa kalau dulu perempuan Indonesia mempunyai anak rata-rata sebanyak
5-6 orang. Kini hanya terkisar antara 2-3 orang saja. Ide dasar tentang pembangunan
Indonesia sejahtera merupan landasa filosofi pemerintah dalam merumuskan kebijakan
kependudukan. Program KB menjadi agenda utama dalam gerakan Indonesia ada beberapa
hal yang menjadi perhatian pada program KB di Indonesia. Pertama, program KB telah dapat
13
pandangan masyarakat yang pronatalis, yang melihat penduduk dari sudut kuantitas saja,
menjadi pandangan anti natalis, yang menekankan pada kesejahteraan masing-masing
keluargamelalui pengaturan kelahiran. Kedua, pernyataan bahwa dukungan masyarakat
cukup besar pada program KB dan tantangan dari beberapa pihak dapat dikurang berarti.
Ketiga, Indonesia dapat membuktikan bahwa program KB dapat dilaksanakan di daerah
pedesaan secara efektif. Keempat, untuk menjadikan gerakan KB sebagai satu lembaga atau
pranata sosial maka KB harus diusahakan menjadi bagian integral di depan masyarakat dalam
bentuk normal keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS). Kelima, program KB merupakan
usaha untuk melaksanakan kegiatan BEYOND family plening konsep ini sebenarnya
merupakan usaha untuk mempertemukan tiga pandangan yaitu sebagai berikut.
14
D.Status Kebijakan Kependudukan saat ini
Mengacu pada hasil ICPD 1994,kebijakan kependudukan saat ini memiliki pendekatan
baru,yakni member penekanan pada isu pemberdayaan perempuan dengan memberi kepada
mereka lebih banyak akses pada bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan ,pengembangan
keterampilan dan pekerjaan,serta melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan
dalam berbagai tingkatan.
Isu-isu kependudukan dituangkan dalam bab III-Bab XI.
15
09. Rokan
460 11,726 2,649 9,038 736 10 88 24,707
Hilir
10. Kepulauan
80 2,189 217 2,58 126 15 8 5,215
Meranti
11. Pekanbaru 2,495 11,062 802 10,84 737 51 110 26,097
12. Dumai 497 4,952 977 3,889 914 5 36 11,27
Berdasarkan data diatas dapat kita lihat salah satu kebijakan penduduk kabupaten rokan
hulu adalah pemakaian kb.dimana dapat kita lihat pemakian kb sebanyak 8108
16
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1) kelahiran (fertilitas)
2) kematian (mortalitas)
Demikanlah makalah ini kami buat kalau ada kesalahan baik dalam hal pengetikkan
maupun penyampaian kami minta maaf dan kami yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini dan kami berharap saran dan kritik dari teman dan dosen pengampu mengenai
makalh kami ini
Dengan demikian saya ucapkan terimakasih kepada sumber baik buku maupun
internet,teman,dan dosen pengampu yang telah menyukseskan pembuatan makalah ini
sehingga berjalan dengan lancar dan juga terimakasih atas saran dan kritikannya tehadap
makalah kami
17
Daftar Pustaka
Siswono,Eko.2015.Demografi.Ombak:Yogyakarta.
https://rohulkab.bps.go.id/publication/2018/08/16/3514aa70fd24d66ea7be3311/kabupaten-rokan-
hulu-dalam-angka-2018.html
18