Anda di halaman 1dari 18

Tugas Mandiri Dosen Pengampu

Demografi Yulia Asyura M, Pd

“Pelaksanaan pemakaian Kb didaerah rokan hulu”

Disusun Oleh :

Nama : Dian Islamiati

NIM :1181122

Kelas : Pendidikan Geografi 2.A

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

TAHUN AKADEMIK

2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut nama ALLAH yang maha pengasih lagi maha penyayang kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami dapat menyelesaikan makalah Geologi yang berjudu
KEBIJAKAN PENDUDUK.

Makalah Demografi ini telah saya susun dengan maksimal dan saya sudah
melakukan diskusi kelompok secara seksama dan makalah ini kami sudah melakukan
beberapa pemeriksaan dari cover hingga kata penutup.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuh nya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari Ibu Yulia Asyura M, Pd Dan Pembaca
untuk memberikan usulan dan kesalahan untuk memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah Demografi tentang KEBIJAKAN


PENDUDUK. Dapat memberikan manfaat bagi kita khususnya yang membuat makakah ini
dan dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca dan mepedomankan dalam kehidupan
kita.

Dengan ini saya mengucapkan terima kasih.

Pekanbaru, 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................i
..........................................................................................................................

Daftar Isi..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A.Latar Belakang..................................................................................1
B.Rumusan Masalah.............................................................................1
C.Tujuan Masalah.................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2

A.kebijakan penduduk .........................................................................2

B.kebijakan penduduk diberbagai negara.............................................3

C.kebijkan penduduk diindonesia.........................................................7

D.status kebijakan penduduk sat ini.....................................................12

E.data pemakaian Kb dirokan hulu.......................................................15

BAB III PENUTUP.........................................................................................17

A.Kesimpulan.......................................................................................17

B.Saran..................................................................................................17

Daftar Pustaka................................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam bidang kependuduk tampak semakin


kompleks,khususnya pada dekade terakhir abad ke-20.permasalahan yang menyangkut
kependudukan kini tidak lagi hanya yang berkaitan dengan indikator-indikator umum
kependudukan,seperti pengendalian jumlah penduduk,penurunan angka fertilitas,penurunan
angka kematian bayi,dan anak serta migrasi penduduk. Akan tetapi,telah bergeser pada isu-
isu yang lebih luas lagi,seperti isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan hidup,pembangunan
berkelanjutan,hak asasi manusia,kesetaraan gender,kesehatan reproduksi,penduduk usia
lanjut,pengangguran,dan kemiskinan.

Kebijakan kependudukan sendiri adalah langkah-langkah dan program-program yang


membantu tercapainya tujuan-tujuan ekonomi,sosial,demografis,dan tujuan-tujuan umum lain
dengan jalan memengaruhi variabel-variabel utama demografi.Secara umum kebijakan
kependudukan dapat dibedakan antara kebijakan yang memengaruhi variabel-variabel
kependudukan dan kebijakan yang menanggapi perubahan-perubahan dalam bidang
kependudukan.contoh kebijakan kependudukan yang memengaruhi variabel kependudukan
adalah program keluarga berencana(kb) diindonesia.

B.Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan kependudukan?

2. Sebutkan ruang lingkup kebijakan kependudukan?

3. Sebutkan kebijakan kependudukan yang ada diberbagai negara?

4. Sebutkan kebijakan apa saja yang dilakukan oleh pemerintah indonesia?

5. Apa saja tantangan dimasa depan dalam masalah kebijakan kependudukan?

6. Apa status kebijakan kependudukan saat ini?

4
7. Sebutkan sasaran pembangunan milineum untuk kebijakan kependudukan?

C.Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui definisi dari kebijakan kependudukan

2. Untuk mengetahui ruang lingkup kebijakan kependududkan

3. Untuk mengetahui kebijkan kependuduksn ysng diterapkan diindonesia

4. Untuk mengetahui kebijakan kependudukan apa yang ada diberbagai negara

5. Untuk mengetahui tantangan masa depan dalam masalah kebijakan kependududkan

6. Untuk mengetahui ststus kebijakan penduduk pada saat sekarang

7. Unntuk mengetahui sasaran pembanguann milineum untuk kebijakann kependudukan

5
BAB II

PEMBAHASAN

A.Kebijakan Kependudukan

1.Pengertian kebijakan kependudukan

Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar,


komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk. sedangkan DR. Elibu Bergman
(Harvard university) Mendefinisikan kebijakan penduduk sebagai tindakan-tindakan
pemerintah untuk mencapai suatu tujuan dimana didalamnya termasuk pengaruh dan
karakteristik penduduk.  Secara umum kebijakan penduduk harus ditujukan untuk:

1)      Melindungi kepentingan dan mengembangkan kesejahteraan penduduk itu sendiri


terutama generasi yang akan datang.

2)      Memberikan kemungkinan bagi tiap-tiap orang untuk memperoleh kebebasan yang


lebih besar, guna menentukan apa yang terbaik bagi kesejahteraan diri, keluarga dan
anaknya.

3)      Kebijakan harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri.
Pemecahan masalah kependudukan dengan pengendalian kelahiran saja tidak menjamin
bahwa hasilnya secara otomatis akan meningkatkan kualitas hidup penduduk yang
bersangkutan atau generasi yang akan datang.

 Pada tahun 1965 PBB mempunyai kebijakan kependudukan yang jelas dan menjadi
dasar bagi tindakan-tindakan yang nyata, walaupun badan yang bernama “The Population
Commission” dengan resmi sudah dapat disahkan pada tanggal 3 oktober 1946.
2.Ruang Lingkup Kebijakan Kependudukan

Pada tahun 1950-an dan tahun 1960-an kelompok neo-malthusian member perhatian khusus
pada tingkat pertumbuhan penduduk yang begitu tinggi,yang berdampak pada aspek-aspek
kehidupan lainnya,antara lain menghambat pertumbuhan ekonomi,memicu kerusakan
lingkungan,berkurangnya pelayanan sosial,dan menimbulkan konflik horizontal dalam
masyarakat.

6
Pada konferensi kependudukan dunia di tahun 1974 dibukares,Rumania,Negara-negara
maju beranggapan bahwa program kb hendaknya menjadi alat utama dalam pengendalian
pertumbuhan penduduk. Pada waktu itu terdapat dua kelompok Negara yang berbeda
pandangan.kelompok Negara-negara barat berpendapat bahwa kemiskinan adalah akibat dari
ledakan jumlah penduduk sehingga perlu diupayakan cara-cara untuk menghambat
pertumbuhannya.kelompok Negara-negara komunis dan banyak Negara berkembang
beranggapan bahwa permasalahan bukan teletak pada jumlah penduduk,namun kebijakan
ekonomi yang tidak tepat telah mengakibatkan pengangguran dan penurunan kesejahteraan
masyarakat.

Priode tahun 1980-an, program KB telah meluas ke Negara-negara berkembang. Pada


Konfensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference
on Population and Developme-ICPD) yang berlangsung pada bulan September 1994 di Kairo,
Mesir, dihasilkan program aksi yang mendukung strategi baru dalam kebijakan
kependudukan yang menekankan adanya keterkaitan secara integral antara penduduk dan
pembangunan dengan focus perhatian diarahkan pada kesesuaian kepentingan individu antara
laki-laki dan perempuan.

Sadik (1995) menyatakan bahwa kunci dari pendekatan baru ini adalah pemberdayaan
perempuan dan memberinya lebih banyak akses dalam bidang pendidikan dan pelayanan
kesehatan , pengembangan keterampilan dan pekerjaan, serta pengikutsertakan perempuan
pada proses pengambilam keputusan di berbagai tingkatan, pada kedekatan terakhir abad ke-
20 telah terjadiperubahan visi dalam kebijakan kependudukan, dari focus pada pengendalian
variabel-variabel demografi semata menjadi kea rah perbaikan kualitas hidup terutama
perempuan dan pembangunan. Sen, Germain, dan Chen (1994) menyatakan bahwa
mempertimbangkan kembali kebijakan kependudukan penting dilakukan untuk memeriksa
etika dasar, tujuan, dan metodologi dari kebijakan-kebijakan kependudukan yang berlaku saat
ini.

Sen, Germain, dan Chen (1994) menyatakan bahwa ada tiga halpenting dalam kaitannya
dengan kebijakan kependudukan. Pertama kebijakan kependudukan harus berubah dan
mencerminkan adanya suatu komitmen yang mendasarkan pada etika dan hak asasi manusia.
Kedua, kebijakan kependudukan, lebih dari sekedar pengendalian fertilitas, hanya akan
efektif apabila menjadi bagian dari pendekatan pembangunan manusia yang lebih luas yang
mencipkan lingkungan dimana orang-orang memproleh kesehatan dan haknya. Ketiga,

7
kebijakan kependudukan mempunyai prioritas strategi pemberdayaan perempuan dan strategi
pelayanan kesehatan produksi. Oleh karena itu, pendekatan kependudukan yang baru ini
berbeda dari kebijakan yang ada sebelumnya karena beberapa alasan. Pertama, kebijakan
kependudukan memasukkan aspek produksi dan sekssualitas manusia sebagai komponen
yang tidak dapat dipisahkan dan pembangunan manusia dan pembangunan berkelanjutan.
Kedua, strategi pemberdayaan dan pelayanan kesehatan reproduksi akan melengkapi program
pembangunan manusia yang sedang dijalankan sekarang ini. Ketiga, pendekatan ini bersifat
inklusif dan partisipatif, member suara dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan kepada
merekayang berperan dalam reproduksi manusia dan sekssualitas.

B.Kebijakan Kependudukan diberbagai Negara


Usaha pemerintah dapat dibedakan atas dua, yaitu yang nampak dari kebijaksanan yang
diarahkan untuk mempengaruhi fertilitas dengan maksud merubah tingkat pertumbuhan
penduduk dan yang merubah tingkat kematian.

1.Kebijaksanaan Pronatalis

Kebanyakan kebijaksanaan peme-rintah yang berkaitan dengan trend fertilitas sebelum


abad 20 mengarah kepada peningkatan fertilitas dan pertumbuhan penduduk. Bentuk-bentuk
umum yang terkenal adalah:

(1) Propaganda pronatalis.

(2) Program-program yang mendorong keluarga, sistim perpajakan, dan insentif untuk
seorang ibu dan,

(3) Pembatasan terhadap distribusi dan penggunaan kontrasepsi dan aborsi.

Dewasa ini kebijaksanaan yang demikian masih dilakukan di beberapa negara. Mereka yakin
bahwa penduduk yang besar merupakan prasarat untuk pertumbuhan ekonomi atau dapat
menempatkan daerah-daerah yang masih kosong. Brazil, Argentina dan beberapa Negara di
Afrika memiliki kebijaksanaan yang demikian. Misalnya Argentina menginginkan
penduduknya menjadi 50 juta pada akhir abad ini.

Banyak pemimpin negara yang beraliran Marxist dan kiri di Amerika Latin yang percaya
bahwa problem dalam negerinya, lebih bersifat sosial dan ekonims daripada demografis.
Mereka percaya bahwa kalau terjadi kondisi dalam negeri yang memburuk, maka revolusi
sosial harus dilakukan. Karena itu mereka percaya bahwa pertumbuhan penduduk merupakan
dorongan bagi revolusi untuk mencapai tujuan-tujuan sosial, ekonomis dan politis. Mereka
menafsirkan bahwa pembatasan kelahiran hanyalah merupakan suatu propaganda para negara
kapitalis atau imperialis yang terus berusaha untuk mengeksploitasi sumberdaya alam
Amerika Latin.Negara maju seperti Jerman, Italia dan jepang selama perang Dunia I dan II
juga menginginkan hal yang sama.

8
Propaganda pronatalis yang insentif, pembayaran uang cash pada keluarga yang memiliki
anak, pembatasan aksess terhadap alat kontrasepsi, pengaturan emigrasi, dan hukum
“eugenic“ (yang mendorong perkembangan etnis tertentu, sementara melarang yang lain)
merupakan refleksi dari usaha pemerintah untuk mencapai jumlah penduduk yang lebih
besar. Kebijaksanaan-kebijaksanaan ini diadopsi karena kekuasaan dan kesejahteraan
dianggap sama dengan jumlah penduduk yang besar
.
Beberapa negara industri seperti Perancis, dan Romania juga telah mengadopsi
kebijaksanaan pronatalis ini beberapa saat sejak perang dunia pertama. Kebijaksanaan ini
menggambarkan reaksi mereka terhadap fertilitas dan mortalitas yang rendah yang terjadi
bersamaan dengan masuknya moderinisasi. Negara-negara ini kuatir bahwa kesejahteraan
ekonomi dan politikya akan turun kecuali penduduk terus meningkat. Karena mortalitas
cenderung mengecil dan karena pemerintah membatasi immigrasi besar-besaran dari negara
lain berhubung dengan perbedaan politik dan budayanya, maka metode satu-satunya yang
diambil pemerintah adalah meningkatkan pertumbuhan penduduk melalui peningkatan
fertilitas.

2.Kebijaksanaan Antinatalis

Kebijaksanaan antinatalis diarahkan untuk mengurangi fertilitas. Ada dua pendekatan utama
yaitu:

a) Program Keluarga Berencana Nasional

Program keluarga berencana nasional ditujukan untuk mengurangi fertilitas dengan


memberikan peralatan, pelayanan dan informasi tentang kontrasepsi. Dasar pemikirannya
adalah bahwa pasangan usia subur yang ingin membatasi besarnya keluarga mereka akan
cukup untuk menurunkan rata-rata kelahiran untuk kurun waktu tertentu.
Diskusi tentang program keluarga berencana biasanya berkisar pada hak orang tua untuk
memutuskan jumlah dan jarak kelahiran. Tekanan diberikan pada aspek kesukarelaan dan
menghindarkan kelahiran yang tidak diinginkan.
Disamping kerelaan untuk mengikuti, keluarga berencana juga diusahakan diterima secara
politis karena program ini dapat dipandang sebagai suatu kebijaksanaan kesehatan, yang
memiliki keuntungan kemanusiaan yang jelas, dan mempromosikan kebebasan individu
dengan menolong pasangan menentukan jumlah yang mereka inginkan.
Keluarga berencana juga memiliki karekteristik tertentu yang membatasi potensinya untuk
menurunkan fertilitas. Kebanyakan program keluarga berencana memusatkan perhatiannya
hanya pada mekanisme yang mempengaruhi besarnya keluarga yaitu pemakaian kontarsepsi.
karena berbagai hambatan agama dan budaya, maka program tersebut gagal. Tingkat
penerimaan terhadap program tersebut menjadi rendah dan akhirnya mengurangi efektivitas
program.

b) Pendekatan Non Keluarga Berencana

Kelemahan pendekatan keluarga berencana dalam menurunkan fertilitas telah


meningkatkan jumlah demographer yang menyimpulkan bahwa pendekatan yang tidak
tergantung kepada keluarga berencana nampaknya perlu dilakukan. Pendekatan ini berusaha
mempengaruhi fertilitas dengan memotivasi orang untuk menginginkan jumlah anak yang
lebih kecil.Mungkin perbedaan antara keluarga berencana dengan pendekatan non keluarga
berencana adalah pada treatment pada besarnya keluarga yang diinginkan.

9
Pendekatan keluarga berencana melihat fertilitas sebagai “ penyakit “ yang dapat dikontrol
dengan treatmen masal melalui kontrasepsi. Pendekatan ini tidak menghiraukan kemungkinan
besarnya keluarga yang diinginkan dapat berubah dan meminta prubahan minimal dalam
struktur lembaga masyarakat. Sebaliknya pendekatan non keluarga berencana yang diarahkan
untuk menurunkan fertilitas menyadari bahwa besarnya keluarga hanyalah meru pakan
respons terhadap cara seorang melihat dunia sosialnya.
Pendekatan ini menekankan pentingnya perubahan kelembagaan dan dukungan lingkungan
sosial budaya.Berikut ini akan dibahas secara singkat metode non keluarga berencana yang
sering kali diusulkan tetapi belum disetujui secara luas
.
(1) Moderenisasi

Mungkin salah satu cara untuk menurunkan fertilitas tanpa melalui program keluarga
berencana adalah moderinisai masyarakat. Moderenisasi telah dilihat sebagai kondisi yang
perlu dalam menurunkan besarnya keluarga berencana. Meskipun demikian diskusi tentang
keterkaitan antara moderenisasi dan penurunan fertilitas masih sangat kontroversial. Mana
yang terjadi lebih dahulu, fertilitas atau moderinisasi ?

(2) Membayar yang tidak memiliki anak/ tidak hamil

Salah satu cara yang sering kali direkomedasikan untuk menurunkan fertilitas adalah
membayar pasangan yang selama periode tertentu (misalnya 3 sampai 5 tahun) tidak hamil.
Cara ini sangat mahal karena membutuhkan dana yang sangat besar.Cara ini juga dapat
memancing cara sebaliknya yaitu bahwa mereka yang memiliki anak atau hamil adalam
periode yang tidak diinginkan harus membayar. Hal demikian kurang etis.

(3) Meningkatkan partisipasi tenaga kerja wanita

Banyak bukti empiris telah menunjukan bahwa wanita yang berpar tisipasi dalam dunia
industri memiliki jumlah anak yang lebih kecil dari pada yang tidak berpartisipasi dalam
bekerja. Karena itu untuk negara-negara yang sedang berkembang cara ini lebih
tepat.Kebijaksanaan yang demikian mengandung tuntutan kemanusiaan karena konsisten
dengan konsep kesamaan seksualitas. Wanita dapat memberikan konstribusi pada ekonomi
keluarga.Akan tetapi ada beberapa hal yang dipertimbangkan tidak efektif dari metode ini
dalam menurunkan besarnya keluarga khususnya di negara sedang berkembang. Salah satu
alasan adalah alasan ekonomi : negara sedang berkembang telah ditandai dengan tingkat
pengangguran laki-laki yang tinggi baik dalam arti pengangguran penuh maupun tidak
penuh.Efektivitas dari kebijaksanaan ini juga masih diragukan karena kesimpangsiuran dari
penemuan dalam beberapa penelitian. Ternyata wanita yang bekerja dan penurunan fertilitas
berhubungan secara negatif, kalau wanita tersebut bekerja pada sektor modern seperti pabrik.
Pada hal pekerjaan yang demikian tidak selalu ada di negara-negara sedang berkembang.

(4) Pendidikan kependudukan

Salah satu usaha menurunkan fertillitas melalui usaha non keluarga berencana adalah
dengan pendidikan kependudukan. Dasar pemikiran adalah bahwa kalau orang mengetahui
keuntungan dari keluarga kecil dan kerugian dari keluarga besar, maka mereka akan cende
rung memiliki jumlah anak yang lebih sedikit. Usaha memasukan pendidikan kependudukan
pada sekolah-skolah merupakan manifestasi dari kebijaksanaan tersebut.Meskipun demikian
ada masalah yang muncul dari kebijaksanaan tersebut. Paling mendasar adalah tidak adanya

10
konsensus antara pendidik-pendidik kependudukan tentang pendekatan yang digunakan. Apa
kah hal ini dilakukan melalui pendidikan sek, pendidikan kesejahteraan keluarga, kesadaran
penduduk, atau orientasi nilai dasar.Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah pendidi
kan ini lebih bersifat menanamkan pemahaman atau justru sebaliknya menjadi suatu forum
indoktrinasi.
.
C.Kebijakan Kependudukan di Indonesia

Aktivis Sita Aripurnami menggunakan kutipan Zillah Eisenstein, The Color of


Gender (1994) ini pada baris pertama tesis berjudul Reproductive Rights Between Control
and Resistence: A Reflection on the Discourse of Population Policy in Indonesia, yang
diajukan untuk mendapatkan Master of Science pada The Gender Institute, London School of
Economics (LSE) London, Inggris. Sungguh kutipan yang tepat untuk menganalisis politik
reduksionis dalam kebijakan kependudukan di Indonesia, yakni bagaimana kebijakan
kependudukan direduksi menjadi kebijakan keluarga berencana; kebijakan berencana
direduksi menjadi kebijakan kontrasepsi; kebijakan kontrasepsi direduksi lagi menjadi hanya
kontrasepsi bagi perempuan. Dari 20 jenis kontrasepsi yang beredar, 90 persen di antaranya
ditujukan untuk perempuan.

Bank Dunia pernah menyebut Indonesia sebagai "salah satu transisi demografis paling
mengesankan di negara sedang berkembang". Pada masa itu tingkat fertilitas turun dari 5,5
menjadi tiga per kelahiran, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28 per
1.000 kelahiran hidup. Tahun 1970, pertumbuhan penduduk turun dari sekitar 3,5 persen
menjadi 2,7 persen dan turun lagi menjadi 1,6 persen pada tahun 1991. Banyak negara
berkembang kemudian belajar implementasi program KB di Indonesia. Tetapi, hampir bisa
dipastikan, dalam "transfer pengetahuan" itu tidak disebut metode yang membuat program itu
sukses; yakni koersi (pemaksaan dengan ancaman) terhadap perempuan, khususnya dari
kelompok masyarakat kelas bawah, terutama saat awal program diperkenalkan.

Dibawah panji-panji Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS), program


pengendalian penduduk (baca: KB dengan alat kontrasepsi) dilancarkan. Seperti halnya di
negara berkembang lain awal tahun 1970-an, pemerintah Orde Baru meyakini KB sebagai
strategi ampuh mengejar ketertinggalan pembangunan. Ajaran Malthusian mengasumsikan,
dengan jumlah penduduk terkendali rakyat lebih makmur dan sejahtera. Untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi-yang merupakan pereduksian makna "pembangunan"-tinggi guna
mencapai kemakmuran, di antara syaratnya adalah "zero growth" di bidang kependudukan.
Hubungan antara pengendalian jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi menjadi
semacam kebenaran, sehingga tidak lagi memerlukan pembuktian. Dalam Konferensi
Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Cairo, Mesir, 1994, lembaga swadaya

11
masyarakat (LSM) mengungkapkan, kebijakan kependudukan yang reduksionis ini
dikonstruksi sistematis melalui lembaga internasional. Pertumbuhan penduduk menjadi
prakondisi bantuan pembangunan.

Di Indonesia, seperti pernah dikemukakan aktivis kesehatan reproduksi Ninuk Widyantoro,


para petugas medis hanya diajari cara memasang susuk (nama lain dari Norplant), tetapi tidak
cara mengeluarkannya. Pendarahan dan efek samping lain pemasangan kontrasepsi di tubuh
perempuan sering dianggap tidak soal. Secara ironis pula, perencanaan program sebagian
besar dilakukan laki-laki. Angka keberhasilan KB dijadikan salah satu komponen
keberhasilan pembangunan, sehingga cara apa saja digunakan untuk mencapai "angka
keberhasilan" itu. Manusia, khususnya perempuan, telah berubah maknanya menjadi hanya
angka dan target. Caranya, tak jarang menggunakan pemaksaan dan ancaman aparat.
Penelitian Sita Aripurnami dan Wardah Hafidz awal tahun 1990-an memperlihatkan, hal itu
terjadi pada pemasangan IUD di desa-desa. Rezim Orde Baru, seperti halnya rezim
pembangunanisme di mana pun, memperlakukan perempuan sebagai pihak yang bertanggung
jawab atas peledakan jumlah penduduk. Dengan demikian, mereka harus dikontrol ketat.
Sosiolog Ariel Heryanto pernah menyatakan, program KB telah membuat alat reproduksi
perempuan seperti milik sah negara yang bisa digunakan para birokrat korup untuk
mendapatkan utang.  Pelajaran masa lalu ini amat berharga, karena pelanggaran hak asasi
manusia (HAM) di Indonesia salah satunya disebabkan persoalan KB. Ke depan, kebijakan
kependudukan harus dikembalikan pada hakikatnya semula dengan menempatkan kesehatan
reproduksi perempuan sebagai landasan.  Itu berarti, perempuan mempunyai hak mengontrol
tubuhnya untuk bebas dari paksaan, kekerasan,serta diskriminasi pihak mana pun. Akses pada
pelayanan kesehatan reproduksi harus dibuka untuk siapa pun. Proses demokrasi harus
dimulai dari persoalan ini.
1.Transmigrasi

Hasil sensus penduduk pertama dilakukan di jawa pada tahun 1905 menunjukkan bahwa
penduduk jawa telah mencapai 30 juta jiwa perintah colonial kemudian mulai memikirkan
adanya proyek pemukiman kembali (reset tlemet), yakni penempatan petani-petani dari
daerah pulau jawa yang padat penduduknya, kedesa-desa baru yang disebut “koloni’ di
daerah-daerah di luar jawa yang belum ada atau sedikit penduduknya. Oleh sebab itu,
kebijakan ini kemudian dikenal sebagai kebijakan kolonisasi kebijakan transmigrasi dijankan
sampai pemerintah orde baru memberikan orientasi yang luas pada tahun 1972. Undang-
undang no 3 tahun 1972 memberikan tujuan yang luas pada transmigrasi yang dimana
pertimbangan demografis merupakan satu dari tujuh sasaran, yang terdiri atas :

12
1 peningkatan taraf hidup

2 pembangunan daerah

3 keseimbangan penyebaran hidup

4 pembangunan yang merata di seluruh Indonesia

5 pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia

6 kesatuan dan persatuan bangsa

7 memperkuat pertahanan dan keamanan nasional

Kebijakan transmigrasi tersebut mencakup aspek-aspek polik, ekonimi, sosial, budaya dan
pertahanan keamanan di samping redistribusi penduduk. Kebijakan ini merupakan kebijakan
sektoral dan regional. Program transmigrasi diarahkan pada transmigrasi swakarsa, yaitui
transmigrasi atas kehendak sendiri, yang dapat mengurangi beban pemerintah dan mendorong
penduduk berinisiatif untuk pindah dalam rangka pembangunan daerah asal maupun daerah
tujuan transmigras. Kebijakan kependudukan yang dijalankan saat ini merupakan
implementasi dari arah kebijakan yang telah dirumuskan dalam kamus-kamus besar haluan
Negara (GBHN) 1999-2004. Arah dalam bidang kepebdudukan seperti yang tercantum dalam
gbhn dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut “meningkatkan
kualitas hidup melalui pengendalian kelahiran, memperkecil angka kematian, dan
peningkatan program keluarga berencana”.

2.Keluarga Berencana

Salah satu dalam bidang kependudukan yang sangat penting di Indonesia dan telah
menunjukan keberhasilannya adalah kebijakan pengendalian jumlah penduduk melalui
program KB. Program yang dilaksanakan sejak awal 1970an angka fertilitas total Indonesia
telah menunrun drastis, dari 5,6 anak peribu menurup sp 1971 menjadi 2,6 anak per ibu
menurut SDKI 1997 dengan kata lain, jika TFR digunakan sebagai ukuran fertilitas maka
dapat dikatakan bahwa kalau dulu perempuan Indonesia mempunyai anak rata-rata sebanyak
5-6 orang. Kini hanya terkisar antara 2-3 orang saja. Ide dasar tentang pembangunan
Indonesia sejahtera merupan landasa filosofi pemerintah dalam merumuskan kebijakan
kependudukan. Program KB menjadi agenda utama dalam gerakan Indonesia ada beberapa
hal yang menjadi perhatian pada program KB di Indonesia. Pertama, program KB telah dapat

13
pandangan masyarakat yang pronatalis, yang melihat penduduk dari sudut kuantitas saja,
menjadi pandangan anti natalis, yang menekankan pada kesejahteraan masing-masing
keluargamelalui pengaturan kelahiran. Kedua, pernyataan bahwa dukungan masyarakat
cukup besar pada program KB dan tantangan dari beberapa pihak dapat dikurang berarti.
Ketiga, Indonesia dapat membuktikan bahwa program KB dapat dilaksanakan di daerah
pedesaan secara efektif. Keempat, untuk menjadikan gerakan KB sebagai satu lembaga atau
pranata sosial maka KB harus diusahakan menjadi bagian integral di depan masyarakat dalam
bentuk normal keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS). Kelima, program KB merupakan
usaha untuk melaksanakan kegiatan BEYOND family plening konsep ini sebenarnya
merupakan usaha untuk mempertemukan tiga pandangan yaitu sebagai berikut.

1. Pandangan yanmg menyatakan penurunan fertilitas hanya dapat dicapai melalui


pembangunan ekonomi
2. Pandangan masyarakat dalam peranan anak dalam kehidupan keluarga dan sebagai
jaminan hari tua maupun tenaga bantuan untuk keluarga.
Negara-negara yang berhasil menurunkan fertilitas cepat dalam masa dua dasawarsa
adalah korea, Taiwan, hongkong, singapura.
Hasil yang dicapai dan pengarus program KB pada bidang kependudukan.Program KB
nasional, yang diubah menjadi gerakan KB nasional, sudah dilaksanakan lebih 30 tahun di
Indonesia. Hambatan dan rintangan yang di hadapai, khususnya tenaga lapangan yang
merupakan ujung tombang gerakan KB. Ada beberapa factor yang di lakukan untuk melihat
bagaimana kondisi kependudukan di Indonesia telah mengalami kemajuan sebagai akibat
langsung maupun tidak langsung dari pelaksanaan program KB, seperti peningkatan jumlah
peserta KB, penurunan laju prtumbuhan penduduk, penurunan angka fertifitas, penurunan
kematian bayi, penurunan angka kematian kasar, penurunan angka kelahiran kasar, dan
peningkatan angka hidup pada saat kelahiran.
Pada tahun 1960-an dimana program kb belum dilaksanakan atau mulai dilaksanakan.angka
kelahiran kasar Indonesia tercatat sebesar 44 per 1000 penduduk setelah 10 tahun
berjalannya program kb,cbr menurun menjadi 36,2 dll.Dengan adanya penurunan beberapa
indikator kependudukan terutama indikator fertilitas maka laju pertumbuhan penduduk
Indonesia juga mengalami penurunan.

14
D.Status Kebijakan Kependudukan saat ini

Mengacu pada hasil ICPD 1994,kebijakan kependudukan saat ini memiliki pendekatan
baru,yakni member penekanan pada isu pemberdayaan perempuan dengan memberi kepada
mereka lebih banyak akses pada bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan ,pengembangan
keterampilan dan pekerjaan,serta melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan
dalam berbagai tingkatan.
Isu-isu kependudukan dituangkan dalam bab III-Bab XI.

Bab III berisi tentang keterkaitan antara kependudukan.pengembangan ekonomi


berkelanjutandan pembangunan berkelanjutan.
Bab IV berisi tentang kesetaraan,pemerataan gender,dan pemberdayaan perempuan.
Bab V berisi mengenai keluarga terutama peranan keluarga,hak-haknya,komposisi dan
struktur keluarga.
Bab VI Mengenai pertumbuhan penduduk dan struktur umur penduduk.
Bab VII mengenai hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi.
Bab VIII membahas tentang kesehatan,morbiditas,dan mortalitas.
Bab IX membahas tentang distribusi penduduk,urbanisasi dan migrasi internal.
Bab X mengenai migrasi internasional.
Bab XI Mengenai kependudukan,pembangunan dan pendidikan.

D.Data Pemakaian KB diKabupaten Rokan Hulu

Kabupaten/Ko MOP MOW


ta I U D Iud PIL Kondom Suntikan Susuk Vasec Tubect Jumlah
Regency/City Pills Condom Injection Implant tomi omi Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
01. Kuantan
360 4,246 782 5,717 1,684 41 35 12,865
Singingi
02. Indragiri
583 7,644 1,361 5,628 859 17 29 16,121
Hulu
03. Indragiri
398 11,831 1,085 8,144 1,709 34 21 23,222
Hilir
04. Pelalawan 289 3,721 693 2,672 528 10 39 7,952
05. Siak 486 3,107 916 2,776 998 9 23 8,315
06. Kampar 311 4,844 822 5,763 2,987 8 33 14,768
07. Rokan
440 567 961 4,953 1,155 9 23 8,108
Hulu
08. Bengkalis 632 7,804 884 7,508 1,325 12 93 18,258

15
09. Rokan
460 11,726 2,649 9,038 736 10 88 24,707
Hilir 
10. Kepulauan
80 2,189 217 2,58 126 15 8 5,215
Meranti
11. Pekanbaru 2,495 11,062 802 10,84 737 51 110 26,097
12. Dumai 497 4,952 977 3,889 914 5 36 11,27

Berdasarkan data diatas dapat kita lihat salah satu kebijakan penduduk kabupaten rokan
hulu adalah pemakaian kb.dimana dapat kita lihat pemakian kb sebanyak 8108

16
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar,


komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan pendudukKebijakan kependudukan dapat
dilakukan melalui tiga komponen perkembangan penduduk yaitu :

1)      kelahiran (fertilitas)

2)      kematian (mortalitas)

3)      perpindahan penduduk (migrasi).

 Sedangkan Mencegah pertumbuhan penduduk sebenarnya dapat dilakukan dengan


berbagai cara, seperti : peningkatan migrasi keluar, peningkatan jumlah kematian atau
penurunan jumlah kelahiran.Alasan yang rasional mengapa diperlukan kebijakan
kependudukan. Pertama, salah satu fungsi pemerintah adalah menciptakan kesejahteraan
masyarakat. Ini tujuan paling mendasar dari setiap kebijakan pembangunan. Kedua, perilaku
demografi (demographic behavior) terdiri dari sejumlah tindakan individu. Ketiga, tindakan
tersebut merupakan usaha untuk memaksimalkan utilitas atau kesejahteraan individu.
Keempat, kesejahteraan masyarakat tidak selalu merupakan penjumlahan dari kesejahteraan
individu. Kelima, oleh karena itu pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk berusaha
mengubah situasi dan kondisi sehingga mempengaruhi persepsi tentang kesejahteraan
individu dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat sama dengan penjumlahan dari
kesejahteraan individu.
B.Saran

Demikanlah makalah ini kami buat kalau ada kesalahan baik dalam hal pengetikkan
maupun penyampaian kami minta maaf dan kami yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini dan kami berharap saran dan kritik dari teman dan dosen pengampu mengenai
makalh kami ini

Dengan demikian saya ucapkan terimakasih kepada sumber baik buku maupun
internet,teman,dan dosen pengampu yang telah menyukseskan pembuatan makalah ini
sehingga berjalan dengan lancar dan juga terimakasih atas saran dan kritikannya tehadap
makalah kami

17
Daftar Pustaka

Siswono,Eko.2015.Demografi.Ombak:Yogyakarta.

https://rohulkab.bps.go.id/publication/2018/08/16/3514aa70fd24d66ea7be3311/kabupaten-rokan-
hulu-dalam-angka-2018.html

18

Anda mungkin juga menyukai