Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN

PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN


“MENYUSUN RENCANA PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DI
KELURAHAN BONEOGE”

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK I

Priska Dara F23118015

Istigfara F23118034

Intan F23118036

Elvi Stevani F23118056

Andri Lakoro F23118135

Inang Afrianti F23118157

Stevi Adelia F23118161

Arif Labanu F23118164

PRODI S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
hikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar sehingga kami pada akhirnya bisa
menyelesaikan laporan hasil survey mata kuliah perumahan dan permukiman yang berjudul
“PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DI
KELURAHAN BONEOGE”.

Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Kami
juga menyadari bahwa Laporan ini juga masih memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu kami
mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca sekalian demi penyusunan Laporan
dengan tema serupa yang lebih baik lagi.

Palu, 27 November 2019

Kelompok 1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman,


perumahan diartikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana. Secara fisik perumahan
merupakan sebuah lingkungan yang terdiri dari kumpulan unit-unit rumah tinggal dimana
dimungkinkan terjadinya interaksi sosial diantara penghuninya, serta dilengkapi prasarana
sosial, ekonomi, budaya, dan pelayanan yang merupakan subsistem dari kota secara
keseluruhan. Lingkungan ini biasanya mempunyai aturan-aturan, kebiasaan-kebiasaan serta
sistem nilai yang berlaku bagi warganya.

Pembangunan perumahan dan permukiman selalu menghadapi permasalahan


pertanahan, terlebih di daerah perkotaan terkait ketersediaan lahan yang terbatas.
Kecenderungan pengembangan pertumbuhan penduduk mengarah pada wilayah pinggiran
kota sebagai akibat perluasan aktivitas kota. Pusat kota sudah tidak mampu lagi
menampung desakan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk yang terus meningkat
mengindikasikan bahwa perkembangan penduduk menyebar ke arah pinggiran kota (sub-
urban) sehingga sebagai konsekuensinya adalah terjadi perubahan penggunaan
lahan di perkotaan. Keterbatasan lahan kosong di perkotaan menjadikan daerah pinggiran
kota menjadi alternatif pemecahan masalah. Saat ini, kota-kota di Indonesia telah mengalami
perkembangan yang pesat sehingga muncul pergeseran fungsi-fungsi kekotaan ke
daerah pinggiran kota (urban fringe) yang disebut dengan proses perembetan kenampakan
fisik kekotaan ke arah luar dari kota (urban sprawl). Akibat selanjutnya adalah di
daerah pinggiran kota akan mengalami proses transformasi spasial berupa proses
densifikasi permukiman dan transformasi sosial ekonomi sebagai dampak lebih lanjut dari
transformasi sosial. Proses densifikasi permukiman yang terjadi di daerah pinggiran kota
merupakan 2 realisasi dari meningkatnya kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan
(Giyarsih, 2001).

Kelurahan Boneoge meruapakan salah satu kelurahan terletak di sebelah barat kabupaten
Donggala. Kelurahan ini memiliki luas 600 Ha. Dengan jumlah penduduk 3.617 jiwa. Kelurahan
ini memiliki luas perumahan sekitar 50 Ha.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana kondisi eksisting di kelurahan boneoge?
2. Bagaimana perencanaan kawasan perumahan dan permukiman di keluruhan boneoge?
2.1. TUJUAN DAN SASARAN
TUJUAN :
sesuai dengan rumusan masalah yang telah ada,maka tujuan yang akan di capai
adalah :
1. Untuk mengetahui kondisi eksisting di kelurahan bonooge
2. Untuk mengetahui perencanaan kawasan
SASARAN :
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka sasaran yaitu antara lain :
1. Mengidentifikasi kondisi yang mempengaruhi eksisiting tersebut di Kelurahan
Boneoge.
2. Menganalisis perencanaan perumahan permukiman dari sumber Kelurahan Boneoge.
2.2. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu ruang lingkup
wilayah dan ruang materi:
a. Ruang Lingkup Wilayah
Kelurahan Boneoge adalah kelurahan dikecamatan Banawa, Donggala, Sulawesi
Tengah, Indonesia. Ruang lingkup wilayah yang menjadi kawasan penelitian ini
adalah Kelurahan Boneoge yang memiliki luas 5,5 km2. Kelurahan Boneoge sebelah
selatan berbatasan dengan kelurahan Ganti dan Kelurahan Boya, sebelah timur
berbatasan dengan Kelurahan Labuan Bajo, sebelah barat berbatasan dengan Selat
Makassar.
b. Ruang Lingkup Materi
Adapun ruang lingkup materi yang akan dibahas dalam penelian laporan ini yaitu
pada lingkup perumahan dan permukiman di Kelurahan Boneoge.
2.3. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memahami lebih jelas pembahasan pada laporan ini, maka materi yang tertera
pada laporan ini dikelompokkan menjadi beberapa sub bab dengan sistematika
penyampaian sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini beisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan sasaran
penelitian, ruang lingkup wilayah, ruang lingkup pembahasan dan sistematika
penelitian.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan pembahasan umum yang berhubungan dengan penelitian pada
isi laporan.
3. BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang berisikan tentang metode yang di gunakan dalam proses
pendekatan penelitian yang di lakukkan di wilayah yang telah di tetapkan yaitu kelurahan
Bonoge
4. BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH
Bab ini berisikan pembahasan umum yang berhubungan dengan tentang kondisi
administrasi Kelurahan Boneoge
5. BAB V PROFIL PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
Pada bab ini berisikan pembahasan yang termaksud permasalahan perumahan serta
tentang karakteristik perumahan dan permukiman di Kelurahan Boneoge
6. BAB VI PEMBAHASAN
Bab ini berisi kajian terkait penyelenggaraan perumahan kawasan permukiman,
membahas tentang Analisis kebijakan pembangunan dan tata ruang di Kelurahan
Boneoge
7. BAB VII PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dan saran pada isi laporan ini
serta Pada bab ini membahas tentang kesimpulan, rekomendasi, dan block plan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Perumahan
Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan
maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil
upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Sementara permukiman adalah bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai
prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotaan atau kawasan perdesaan. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup
di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan. So, perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan
sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan
permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem
pembiayaan, serta peran masyarakat.

Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan,


pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan
terpadu.Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang
berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata
ruang.Penyelenggaraan kawasan permukiman tersebut bertujuan untuk memenuhi hak warga
negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur
serta menjamin kepastian bermukim, yang wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan
pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan.

Pengertian Perumahan dan Permukiman

Berdasarkan Undang-undang No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman,


terdapat beberapa pengertian dasar, yaitu;

1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga.
2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempal tinggal
atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang
berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan
4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan
ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang
terstruktur.
5. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan
lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Rumah sebagai bangunan merupakan bagian dari suatu Permukiman yang utuh, dan tidak
semata-mata merupakan tempat bernaung untuk melindungi diri dari segala bahaya, gangguan,
dan pengaruh fisik belaka, melainkan juga merupakan tempat tinggal, tempat beristirahat setelah
menjalani perjuangan hidup sehari-hari. (C. Djemabut Blaang, Perumahan dan Permukiman,
1986: 28),

Permukiman adalah satuan kawasan perumahan lengkap dengan prasarana lingkungan,


prasarana umum, dan fasilitas sosial yang mengandung keterpaduan kepentingan dan keselarasan
pemanfaatan sebagai lingkungan kehidupan.

Perumahan dan pemukiman merupakan kesatuan fungsional, sebab pembangunan


perumahan harus berlandaskan suatu pola pemukiman yang menyeluruh, yaitu tidak hanya
meliputi pembangunan fisik rumah saja, melainkan juga dilengkapi dengan prasarana
lingkungan, sarana umum dan fasilitas sosial, terutama di daerah perkotaan yang mempunyai
permasalahan majemuk dan multidimensional.

Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman

Ada 3 (tiga) kebijakan dan strategi nasional perumahan dan permukiman yang dituangkan
dalam S.K. Menteri Kimpraswil Nomor 217/2002 tentang Kebijaksanaan dan Strategi Nasional
Perumahan dan Permukiman (KSNPP), yaitu:

1. Melembagakan sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman dengan melibatkan


masyarakat (partisipatif) sebagai pelaku utama, melalui strategi:
a. Penyusunan, pengembangan dan sosialisasi berbagai produk peraturan
perundangundangan dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman
b. Pemantapan kelembagaan perumahan dan permukiman yang handal dan
responsif.
c. Pengawasan konstruksi dan keselamatan bangunan gedung dan lingkungan.
2. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi seluruh lapisan masyarakat, melalui
strategi:
a. Pengembangan sistem pembiayaan dan pemberdayaan pasar perumahan (primer dan
sekunder), meliputi
1) Peningkatan kualitas pasar primer melalui penyederhanaan perijinan,
sertifikasi hak atas tanah, standarisasi penilaian kredit, dokumentasi kredit,
dan pengkajian ulang peraturan terkait;
2) Pelembagaan pasar sekunder melalui SMF (Secondary Mortgage Facilities),
biro kedit, asuransi kredit, lembaga pelayanan dokumentasi kredit; dan
lembaga sita jaminan.
b. Pengembangan pembangunan perumahan yang bertumpu keswadayaan masyarakat,
meliputi
1) Pelembagaan pembangunan perumahan bertumpu pada kelompok
masyarakat (P2BPK);
2) Pengembangan dan pendayagunaan potensi keswadayaan masyarakat;
3) Pemberdayaan para pelaku kunci perumahan swadaya; serta
4) Pengembangan akses pembiayaan perumahan swadaya.
3. Pengembangan berbagai jenis dan mekanisme subsidi perumahan, dapat berbentuk
subsidi pembiayaan; subsidi prasarana dan sarana dasar lingkungan perumahan dan
permukiman; ataupun kombinasi kedua subsidi tersebut.Pemberdayaan usaha ekonomi
masyarakat miskin, meliputi
a. Pemberdayaan masyarakat untuk mengembangkan kemampuan usaha dan hidup
produktif;
b. Penyediaan kemudahan akses kepada sumber daya serta prasarana dan sarana usaha
bagi keluarga miskin, serta
c. Pelatihan teknologi tepat guna, pengembangan kewirausahaan, serta keterampilan
lainnya.

Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman akibat dampak bencana alam dan
kerusuhan sosial, meliputi

a) Penanganan tanggap darurat;


b) Rekonstruksi dan rehabilitasi bangunan, prasarana dan sarana dasar perumahan dan
permukiman; serta

Pemukiman kembali pengungsi. Penanganan tanggap darurat merupakan upaya yang harus
dilakukan dalam rangka penanganan pengungsi, penyelamatan korban dampak bencana alam
atau kerusuhan sosial, sebelum proses lebih lanjut seperti pemulangan, pemberdayaan, dan
pengalihan (relokasi).

Pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara, melalui pembinaan teknis penyelenggaraan
dan pengelolaan aset bangunan gedung dan rumah negara.

Mewujudkan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan guna mendukung
pengembangan jatidiri, kemandirian, dan produktivitas masyarakat, melalui strategi:

Peningkatan kualitas lingkungan permukiman, dengan prioritas kawasan permukiman


kumuh di perkotaan dan pesisir, meliputi

(a) Penataan dan rehabilitasi kawasan permukiman kumuh;

(b) Perbaikan prasarana dan sarana dasar permukiman; serta

(c) Pengembangan rumah sewa, termasuk rumah susun sederhana sewa (rusunawa).

Pengembangan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, meliputi


(a) Pengembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun (Lisiba);
dan

(b) Pengembangan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri, yang berdasarkan
RTRW Kabupaten atau Kota, dan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Permukiman di Daerah (RP4D) yang telah ditetapkan melalui peraturan daerah. Kasiba dan
Lisiba tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan kawasan permukiman skala besar secara
terencana dan terpadu dalam manajemen kawasan yang efektif.Dalam pengembangan Kasiba
dan Lisiba serta kaitannya dengan pengelolaan tata guna tanah, juga perlu dipertimbangkan
pengembangan Bank Tanah untuk lebih mengendalikan harga tanah.

Penerapan tata lingkungan permukiman, meliputi

(a) Pelembagaan RP4D, yang merupakan pedoman perencanaan, pemrograman,


pembangunan dan pengendalian pembangunan jangka menengah dan panjang secara sinergi
melibatkan kemitraan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat;

(b) Pelestarian bangunan bersejarah dan lingkungan permukiman tradisional;

(c) Revitalisasi lingkungan permukiman strategis; serta

(d) Pengembangan penataan dan pemantapan standar pelayanan minimal lingkungan


permukiman untuk mencegah perubahan fungsi lahan, menghindari upaya penggusuran,
mengembangkan pola hunian berimbang, menganalisis dampak lingkungan melalui Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL), serta Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL) secara konsisten.

Perubahan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang sangat fundamental menuntut
perlunya sistem perencanaan pembangunan yang komprehensif dan mengarah kepada
perwujudan transparansi, demokratisasi, desentralisasi, dan partisipasi masyarakat, yang pada
akhirnya dapat menjamin pemanfaatan dan pengalokasian sumber dana pembangunan yang
semakin terbatas menjadi lebih efisien dan efektif serta berkelanjutan.

Salah satu upaya untuk merespon tuntutan tersebut, pemerintah telah mengundangkan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(SPPN), yang didalamnya diatur sistem perencanaan pembangunan yang baru yang terdiri dari
empat tahapan, yaitu:

1. penyusunan rencana;
2. penetapan rencana;
3. pengendalian pelaksanaan rencana;
Evaluasi pelaksanaan rencana. Perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi
pelaksanaan rencana merupakan bagian-bagian dari fungsi manajemen yang saling terkait dan
tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Perumahan dan permukiman diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman. Undang-undang tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman adalah salah satu bentuk tanggung jawab negara untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat
mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam lingkungan
yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai salah satu
kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus dimiliki oleh setiap keluarga, terutama bagi
masyarakat yang berpenghasilan rendah dan bagi masyarakat yang tinggal di daerah padat
penduduk di perkotaan.Negara juga bertanggung jawab dalam menyediakan dan memberikan
kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman serta keswadayaan masyarakat.

Penyediaan dan kemudahan perolehan rumah tersebut merupakan satu kesatuan fungsional
dalam wujud tata ruang, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin
kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan
keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:

a. memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang
sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan utilitas umum secara berkelanjutan
serta yang mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia;
b. ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan
rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan;
c. mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata ruang serta tata
guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna;
d. memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan negara; dan
e. mendorong iklim investasi asing.

UU 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman disahkan oleh Presiden
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 12 Januari 2011. Agar semua orang
mengetahuinya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7
dan Penjelasan Atas UU 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman ke dalam
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188 oleh Menkumham Patrialis Akbar
pada tanggal 12 Januari, hari itu juga, di Jakarta.
1.1 Penyelengaraan Kawasan Perumahan

Menurut Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2016 tentang penyelengaraan perumahan dan
permukiman menyatakan bahwa :

1. Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah kegiatan perencanaan,


pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang
terkoordinasi dan terpadu.
2. Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
pembinaan, penyelenggaraan Perumahan, penyelenggaraan kawasan Permukiman,
pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap Perumahan
Kumuh dan Permukiman Kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan,
serta peran masyarakat.
3. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik
berupa Kawasan Perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau Lingkungan Hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
4. Lingkungan Hunian adalah bagian dari kawasan Permukiman yang terdiri atas lebih dari
satu satuan Permukiman.
5. Permukiman adalah bagian dari Lingkungan Hunian yang terdiri atas lebih dari satu
satuan Perumahan yang mempunyai Prasarana, Sarana, Utilitas Umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di Kawasan Perkotaan atau Kawasan Perdesaan.

Selain itu perturan daerah kota Palu nomor 2 tahun 2018 tentang penyelenggaraan
Perumahan dan Permukiman menyatakan bahwa perencanaan program dan kegiatan bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat Daerah yang ditetapkan dalam rencana
pembangunan jangka panjang, jangka menengah, tahunan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan dan perencanaan pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman tingkat Daerah.

1.2 SNI Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan


Standar Nasional Indonesia Tata cara perencanaan lingkungan perumahan diperkotaan
adalah panduan (dokumen nasional) yang berfungsi sebagai kerangka acuan untuk perencanaan,
perancangan, penaksiran biaya dan kebutuhan ruang, serta pelaksanaan pembangunan
perumahan dan permukiman. Standar Nasional Indonesia ini merupakan model untuk: a)
menetapkan sistem perencanaan yang memudahkan proses pembangunan perumahan dan
permukiman khususnya di lingkungan baru dan area terbangun perkotaan; dan b)
mengembangkan kode/standar/pedoman perencanaan baik di tingkat Pusat, dan khususnya di
Propinsi dan Daerah (Kota/Kabupaten).

Standar Nasional Indonesia ini mencakup: a) penjelasan beberapa istilah dan pengertian
yang langsung maupun tidak langsung digunakan dalam buku ini, berkaitan dengan bidang
perencanaan tata ruang kota, kawasan dan tata bangunan; b) daftar peraturan perundang-udangan
yang banyak digunakan dalam perencanaan tata ruang kota, kawasan dan tata bangunan. Untuk
mempermudah para pemakai dalam melakukan penyesuaian besaran-besaran yang tercantum
dalam pedoman, diberikan juga informasi yang diperlukan dan cara perhitungannya; c) memuat
besaran-besaran ketentuan umum untuk perencanaan sarana lingkungan; sarana hunian, sarana
pendidikan, sarana kesehatan, sarana dagang dan niaga, sarana pemerintahan dan pelayanan
umum, sarana budaya dan rekreasi, sarana peribadatan, sarana ruang terbuka dan olahraga; dan
d) memuat ketentuan umum untuk perencanaan prasarana dan utilitas lingkungan yang meliputi
jaringan jalan, jaringan drainase, jaringan air bersih, jaringan air limbah, jaringan sampah,
jaringan listrik, jaringan telepon, serta jaringan transportasi lokal.

Pedoman teknis ini pada akhirnya dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi para
perencana dan perancang, para pengembang kawasan, dan aparat pemerintah yang berwenang di
bidang perencanaan, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah daerah setempat,
sektor industri perumahan, dan dapat digunakan untuk mengembangkan standar dan peraturan
perumahan dan permukiman setempat melalui peraturan daerah setempat.

Standar Nasional Indonesia Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan ini
berlaku untuk: a) perencanaan prasarana dan sarana lingkungan perumahan baru; b)
perencanaan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan perumahan yang telah berkembang
secara terencana; dan c) perencanaan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan perumahan
yang yang telah berkembang secara tidak terencana.

2.4 Syarat Perumahan dan pemukiman


Dalam penentuan lokasi suatu permukiman, perlu adanya suatu kriteria atau persyaratan
untuk menjadikan suatu lokasi sebagai lokasi permukiman. Kriteria tersebut antara lain:
1. Tersedianya lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan dan dilengkapi dengan
prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial.
2. Bebas dari pencemaran air, pencemaran udara dan kebisingan, baik yang berasal dari
sumber daya buatan atau dari sumber daya alam (gas beracun, sumber air beracun,
dsb).
3. Terjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi pembinaan
individu dan masyarakat penghuni.
4. Kondisi tanahnya bebas banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15 %, sehingga dapat
dibuat sistem saluran air hujan (drainase) yang baik serta memiliki daya dukung yang
memungkinkan untuk dibangun perumahan.
5. Adanya kepastian hukum bagi masyarakat penghuni terhadap tanah dan bangunan
diatasnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :
- Lokasinya harus strategis dan tidak terganggu oleh kegiatan lainnya.
- Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan, seperti pelayanan kesehatan,
perdagangan, dan pendidikan.
- Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat dan
tidak sampai menimbulkan genangan air.
- Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang siap
untuk disalurkan ke masing-masing rumah.
- Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor, yang dapat dibuat dengan
sistem individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik
komunal.
- Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur agar
lingkungan permukiman tetap nyaman.
- Dilengkapi dengan fasilitas umum, seperti taman bermain untuk anak, lapangan
atau taman, tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai dengan skala
besarnya permukiman tersebut.
- Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.
(Sumber: “Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun”
Departemen PU)

2.5 Syarat ketentuan bangunan


1. Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Garis sempadan merupakan jarak bebas minimum bangunan yang diizinkan. Hal
ini biasanya berkaitan dengan bangunan yang dibangun di pinggir jalan atau di
pinggir sungai. Maksud adanya peraturan tentang garis sempadan adalah
memberikan batas dari bangunan sehingga bangunan aman.
2. Ketinggian Bangunan (KB)
Ini adalah ketinggian maksimum yang diperbolehkan untuk suatu bangunan
dibangun di atas suatu lahan/tanah. Hal ini biasanya dikaitkan dengan lokasi
lahan yang berdekatan dengan area tertentu, misalnya: Bandara.
3. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Ini adalah koefisien angka persentase perbandingan luas seluruh lantai bangunan
dengan luas tanah/lahan yang dimiliki. Peraturan tentang koefisien lantai
bangunan hanya berlaku pada bangunan dengan jumlah lantai lebih dari satu.
4. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Ini merupakan angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan dan luas area tanah/lahan yang dimiliki. Koefisien dasar bangunan ini
yang nantinya akan menjadi patokan seberapa luas area lantai dasar bangunan
yang diizinkan untuk dibangun.
5. Koefisien Daerah Hijau (KDH)
Adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar
bangunan yang diperuntukkan untuk penghijauan dan luas lahan/tanah yang
dimiliki.
6. Koefisien Tapak Basemen (KTB)
Adalah persentase perbandingan antara luas tapak basemen dan luas lahan/tanah
yang dimiliki. Hal ini hanya berlaku untuk bangunan yang memiliki basemen.

2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman


Keberadaan suatu permukiman dapat mempengaruhi berkembangnya suatu wilayah, dan
sebaliknya kegiatan pembangunan dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi berkembangnya
permukiman. Permukiman berkaitan secara langsung dengan kehidupan dan harkat hidup
manusia, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman cukup banyak, antara
lain faktor geografis, faktor kependudukan, faktor kelembagaan, faktor swadaya dan peran serta
masyarakat, faktor keterjangkauan daya beli, faktor pertanahan, faktor ekonomi dan moneter.
Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah disebabkan oleh
perubahan nilai-nilai budaya masyarakat. (Sumber: “Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota,
Nomor 12.April 1994)

Sedangkan menurut Siswono, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi


perkembangan permukiman yang dapat dilihat dari 9 aspek, antara lain: letak geografis,
kependudukan, sarana dan prasarana, ekonomi dan keterjangkauan daya beli, sosial budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi, kelembagaan, dan peran serta masyarakat (Sumber : Siswono, dkk)

1) Faktor geografi
Letak geografis suatu permukiman sangat menentukan keberhasilan pembangunan
suatu kawasan. Permukiman yang letaknya terpencil dan sulit dijangkau akan sangat
lambat untuk berkembang. Topografi suatu kawasan juga berpengaruh, jika topografi
kawasan tersebut tidak datar maka akan sulit bagi daerah tersebut untuk berkembang.
Lingkungan alam dapat mempengaruhi kondisi permukiman, sehingga menambah
kenyamanan penghuni permukiman.
2) Faktor Kependudukan
Perkembangan penduduk yang tinggi, merupakan permasalahan yang memberikan
pengaruh yang sangat besar terhadap pembangunan permukiman. Jumlah penduduk
yang besar merupakan sumber daya dan potensi bagi pembangunan, apabila dapat
diarahkan menjadi manusia pembangunan yang efektif dan efisien. Tetapi sebaliknya,
jumlah penduduk yang besar itu akan merupakan beban dan dapat menimbulkan
permasalahan bila tidak diarahkan dengan baik. Disamping itu, penyebaran penduduk
secara demografis yang tidak merata, merupakan permasalahan lain berpengaruh
terhadap pembangunan perumahan.
3) Faktor Kelembagaan
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah perangkat
kelembagaan yang berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan, pembinaan, dan
pelaksanaan baik sektor pemerintah maupun sektor swasta, baik di pusat maupun di
daerah. Secara keseluruhan perangkat kelembagaan tersebut belum merupakan suatu
sistem terpadu. Menurut UU No. 5 Tahun 1979, Pemda memegang peranan dan
mempunyai posisi strategis dalam pelaksanaan pembangunan perumahan. Namun
unsur-unsur perumahan di Tingkat Daerah yang melaksanakan program khusus untuk
koordinasi, baik dalam koordinasi vertikal maupun horisontal dalam pembangunan
perumahan, masih perlu dimantapkan dalam mempersiapkan aparaturnya. Termasuk
didalamnya adalah kebijaksanaan yang mengatur kawasan permukiman, keberadaan
lembaga-lembaga desa, misalnya LKMD, Karang Taruna, Kelompok wanita dan
sebagainya.
4) Faktor Swadaya dan Peran Serta Masyarakat
Dalam rangka membantu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah,
menengah, tidak tetap, perlu dikembangkan pembangunan perumahan secara swadaya
masyarakat yang dilakukan oleh berbagai organisasi non-pemerintah. Dalam hal ini
dapat dinyatakan bahwa masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap serta amat
rendah dan tidak berkemampuan tersebut mampu membangun rumahnya sendiri
dengan proses bertahap, yakni mula-mula dengan bahan bangunan bekas atau
sederhana, kemudian lambat laun diperbaiki dengan bangunan permanen bahkan ada
pula beberapa rumah yang sudah bertingkat. Faktor swadaya dan peran serta
masyarakat atau aspek sosial tersebut juga meliputi kehidupan sosial masyarakat,
kehidupan bertetangga, gotong royong dan pekerjaan bersama lainnya.
5) Sosial dan Budaya

Faktor sosial budaya merupakan faktor internal yang mempengaruhi


perkembangan permukiman. Sikap dan pandangan seseorang terhadap rumahnya, adat
istiadat suatu daerah, kehidupan bertetangga, dan proses modernisasi merupakan
faktor-faktor sosial budaya. Rumah tidak hanya sebagai tempat berteduh dan
berlindung terhadap bahaya dari luar, tetapi berkembang menjadi sarana yang dapat
menunjukkan citra dan jati diri penghuninya.

6) Ekonomi dan Keterjangkauan Daya Beli


Aspek ekonomi meliputi yang berkaitan dengan mata pencaharian. Tingkat
perekonomian suatu daerah yang tinggi dapat meningkatkan perkembangan
permukiman. Tingkat perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi tingkat
pendapatan seseorang. Makin tinggi pendapatan sesorang, maka makin tinggi pula
kemampuan orang tersebut dalam memiliki rumah. Hal ini akan meningkatkan
perkembangan permukiman di suatu daerah. Keterjangkauan daya beli masyarakat
terhadap suatu rumah akan mempengaruhi perkembangan permukiman. Semakin
murah harga suatu rumah di daerah tertentu, semakin banyak pula orang yang
membeli rumah, maka semakin berkembanglah permukiman yang ada.
7) Sarana dan Prasarana
Kelengkapan sarana dan prasarana dari suatu perumahan dan permukiman dapat
mempengaruhi perkembangan permukiman di suatu wilayah. Dengan adanya sarana
dan prasarana yang memadai dapat memudahkan penduduknya untuk beraktivitas
sehari-hari. Semakin lengkap sarana dan prasarana yang tersedia maka semakin
banyak pula orang yang berkeinginan bertempat tinggal di daerah tersebut.
8) Pertanahan
Kenaikan harga lahan sebagai akibat penyediaan kelangkaan lahan untuk
permukiman, menyebabkan timbulnya slum dan squatter.
9) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan perkembangan
perumahan dan permukiman. Dengan diciptakannya teknologi-teknologi baru dalam
bidang jasa konstruksi dan bahan bangunan maka membuat pembangunan suatu
rumah akan semakin cepat dan dapat menghemat waktu. Sehingga semakin banyak
pula orang-orang yang ingin membangun rumahnya. Hal ini akan meningkatkan
perkembangan permukiman.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian


Kegiatan penelitian untuk penyusunan Laporan ini dilaksanakan di Kabupaten Donggala,
Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 bulan November tahun 2019
sebagai bagian dari upaya pemenuhan tugas dan kewajiban penulis selaku mahasiswa untuk
Tugas Besar mata kuliah PERKIM (Perumahan dan Permukiman).

B. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam menyelesaikan Laporan ini, yaitu dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif yang merupakan sebuah metode yang memfokuskan
pada pemahaman dari sudut pandang partisipan secara deskriptif. Dengan kata lain, metode ini
lebih menekankan pada penelitian yang bersifat memberikan gambaran secara jelas dan sesuai
dengan fakta di lapangan.

C. Sumber dan Metode Pengumpulan data


Pengumpulan data dilakukan menurut parameter fokus dan subtansi studi penelitian terkait
yang disusun berdasarkan data primer dan data sekunder.Penggalian dan perekaman penelitian
sebagai.Data sekunder menggunakan teknik dokumentasi resmi tertulis melalui kajian teori suatu
pustaka, studi literatur, dan peraturan atau kebijakan pemerintah.

1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan menggunakan teknik survei pengamatan terhadap kondisi
eksisting lokasi studi penelitian, fotografi, dan teknik wawancara kepada narasumber di
lokasi studi penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan menggunakan teknik dokumentasi resmi tertulis melalui
kajian teori suatu pustaka, dokumen, peraturan atau kebijakan pemerintah, literatur-
literatur dan penelitian terdahulu, serta informasi lain yang mendukung penelitian ini.
Data ini digunakan untuk mendukung data primer.
D. Teknik Pengumpulan Data
1) Observasi
Observasi merupakan salah satu metode untuk mendapatkan penjelasan dan
gambaran terperinci tentang kondisi dan karakter wilayah studi penelitian secara
keseluruhan. Metode ini dilakukan melalui pengamatan dan analisis langsung di lokasi
studi penelitian dengan melakukan pencatatan data, baik secara digital dan manual,
terkait dengan aspek fisik arsitektural dan tata ruang, maupun aspek non fisik sosial
budaya masyarakat yang ada di lokasi studi penelitian.

2) Dokumentasi
Dokumentasi ini dilakukan dengan cara mendokumentasikan unsur-unsur
perumahan dan permukiman di lokasi berupa foto, arsip, dan seluruh gambar-gambar
objek penelitian yang didapatkan secara langsung maupun melalui software (perangkat
lunak). Dokumentasi penting untuk memperdalam data dan menjadi bahan pembahasan
dalam laporan ini.

E. Instrumen Penelitian
Adapun instrumen atau alat yang kami gunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai
berikut.

1) Komputer portabel (Laptop), berfungsi sebagai alat pendukung untuk pengerjaan


laporan.
2) Kamera
Kamera ini membantu penulis dalam mengabadikan kegiatan penelitian serta
dokumentasi yang diperlukan untuk laporan penelitian
3) Notebook
Notebook ini digunakan penulis untuk membantu dalam mencatat hal-hal penting dari
hasil observasi dan wawancara dilapangan saat turun penelitian.
4) Google Maps
Google Maps digunakan penulis sebagai penunjuk arah ke tempat lokasi penelitian.
5) Sepeda Motor
Sepeda Motor digunakan penulis sebagai fasilitas kendaraan menuju ke tempat lokasi
penelitian yang ada dikecamatan tatanga.

f. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode partisipatif yaitu metode ini
dilakukan dengan cara mengamati secara langsung tentang kondisi dilapangan,baik yang berupa
keadaan fisik maupun perilaku yang terjadi selama berlangsungnya penelitian.
Analisis didasarkan pada beberapa pendekatan:
1. Pendekatan atas potensi, permasalahan,kesempatan dan ancaman/kendala yang
terdapat di internal maupun eksternal wilayah perencanaan.
2. Issue-issue strategis pengembangan kawasan permukiman kabupaten Donggala
kelurahan boneoge.
3. Kriteria, kaidah dan standar baik yang menyangkut persyaratan teknis maupun non
teknis suatu pengembagan kawasan permukiman antara lain:
A. Kriteria dan kaidah perencanaan dan
B. Standar dan perhitungan infrastruktur kawasan.adapun proses analisis yang
dilakukan meliputi:
1. Analisis implikasi kebijakan pembangunan dan kebijakan tata ruang daerah kabupaten
terhadap pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman.
2. Analisis sistem pusat-pusat pelayanan
3. Analisis karakteristik social kependudukan
4. Analisis karakteristik perumahan dan kawasan permukiman.
5. Analisis arah pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di perkotaan dalam
wilayah kota Palu terhadap renacana pengembangan wilayah kabupaten/kota secara
keseluruhan.
6. Analisis kebutuhan prasarana, sarana dan utilitas umum
7. Analisis besarnya permintaan masyarakat terhadap rumah
8. Analisis kebutuhan tanah untuk pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.
9. Analisis daya dukung dan daya tamoung lingkungan hidup serta optimasi
BAB IV

GAMBARAN UMUM WILAYAH

1. SEJARAH WILAYAH (KELURAHAN BONEOGE)

Pada awalnya Boneoge hanya merupakan kawasan tempat persinggahan sementara para
pedagang yang kebetulan lewat.Pada saat itu sepanjang Boneoge dan Tanjung karang masih
dikenal dengan dalam bahasa kaili disebut “Lemba” atau pemikul. Disebut demikian karena
secara geografis Boneoge dan Tanjung karang tampak seperti tanjung yang memikiul dua laut,
yaitu selat Makassar dan Teluk Palu. Namun sebelum bernama Boneoge, dearah Lembah ini
dikenal oleh orang seberang (Sambote) dengan sebutan bahasa kaili , Pompai Ra’a. Artinya
tempat membasuh darah. Karena sering tejadi pertempuran antara tomalanggai (Pendekar)
dengan para perompak yang sering singgah didaerah Lemba untuk membasuh darah mereka
dengan daun-daun pohon.

Nama Pompai RA’a kemudian diubah menjadi Boneoge sesuai dengan kondisi
geografisnya yang berciri khas kawasan pasir putih, dengan luas wilayah 5,5 Km2. Orang Tavaili
(Sambote) kemudian datang dan menetap di Boneoge yang saat itu masih dibawah kekuasaan
Tanjung Batu. Disebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Ganti, sebelah Barat berbatasan
dengan Selat Makassar, sementara sebelah utara berbatasan dengan Teluk Palu dan di Timur
berbatasan dengan Kelurahan Labuan Bajo dan Maleni.

Adapun yang pernah memimpin di Boneoge sejak masih disebut kepala kampong yaitu
berturut-turut, Abd.Kadir, Lasemang, Latoto dan Abd.Latif Lanuhu serta Sudiman. Dimasa desa
di pimpin oleh Anis.M.Yabu dan Ibrahim D Yabu.

Seiring perkembangan paradigma dan kebutuhan masyarakat yang ingin agar ibukota
Kabupaten Donggala berkedudukan di Donggala, maka sesaui aturan perundangan pada 1998
Desa Boneoge bersama dengan delapan desa lainnya di Kecamatan Banawa beralih status
menjadi kelurahan yanag dibentuk berdasarkan SK Gubernur Sulteng No. 146.1/627/97/Ro.Pem
tanggal 13 Agustus 1997.

2. Keadaan geografi

Boneoge adalah kelurahan di kecamatan Banawa, kabupaten Donggala Sulawesi tengah.


Kelurahan ini memiliki luas 600 Ha.berdasarkan posisi geografisnya kelurahan Boneoge
berbatasan dengan Kelurahan Labuan Bajo di sebelah Utara, Sebelah Selatan berbatasan
Kelurahan Ganti, Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar dan sebelah timur berbatasan
dengan kelurahan Boya.

Jarak kelurahan Boneoge dari Pusat Pemerintahan Kecamatan adalah 5 Km. Jarak dari
Pusat Pemerintahan Kabupaten adalah 5 Km. sedangkan Jarak dari Ibu Kota Propinsi adalah
41 Km.

Secara geografis Kelurahan ini berbatasan dengan Kelurahan Ganti disebelah Selatan,
sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar, sementara sebelah utara berbatasan dengan
Teluk Palu dan di Timur berbatasan dengan Kelurahan Labuan Bajo dan Maleni. Dan secara
Administrasi Kelurahan ini dibagi menjadi 3 (Tiga ) RW dan 10 (Sepuluh ) RT.

3. Keadaan iklim
Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi atmosfer bumi secara keseluruhan pada variasi
rata-rata kondisi iklim suatu tempat atau variabilitasnya yang nyata untuk kurun waktu yang
panjang. Perubahan variabel iklim khususnya suhu udara dan curah hujan terjadi secara
berangsur-angsur.

Gambaran umum curah hujan sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan geografi
dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu data curah hujan beragam menurut bulan
dan letak stasiun pengamat. Dalam jangka waktu setahun terakhir terlihat curah hujan bervariasi.
Dari data yang tercatat pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) .

Sebagaimana dengan daerah-daerah lain diIndonesia, Kelurahan Boneoge juga memiliki


dua musim, yaitu musim panas dan musim hujan. Musim panas terjadi antara Bulan Mei–
September, sedangkan musimhujan terjadi pada Bulan Januari dan Desember. Curah hujan
tertinggi tahun 2016 terjadi pada bulan Desemberdengan curah hujan sebesar 260mm,
sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli yaitu 50mm. Adapun untuk hari
hujan,harihujan terbanyak sebanyak 16 hari pada bulan Desember,sedangkan hari hujan terendah
terjadi pada bulan Juni yaitu sebanyak 6 hari. Suhu udara rata-rata di daerah ini adalah 300C.

Kelembaban udara yang tercatat pada stasiun yang sama berkisar antara 73 – 82 persen.
Kelembaban udara rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Pebruari yang mencapai 82 persen, sedangka
kelembaban udara rata-rata terendah terjadi pada bulan Juli dan Agustus yaitu 73 persen. Curah hujan
pada tahun 2005 yaitu antara 27-281 mm perbulan atau rata-rata 148,08 mm perbulan, sementara jumlah
hari hujan berkisar anatara 4-13 hari perbulan atau rata-rata 8,25 hari perbulan. Penyinaran matahari rata-
rata 69%, dan penguapan rata-rata 6,14 mm/hari.

4. Keadaan topografi

Sebagian besar daerah di Kelurahan Boneoge dataran rendah yaitu sekitar 75% dari luas
wilayahnya yaitu sekitar 3,75 km2. Di kelurahan boneoge tidak terdapat perbukitan hanya ada
pegunungan, luas Pegunungan 25% dari luas wilayah administrasinya yaitu sekitar 1,25 km2 .
5. Keadaan penggunaan lahan

Peruntukan Luas

a Jalan 2,5 Km

b Bangunan Umum 5 Ha

c Pemukiman / Perumahan 50 Ha

d Pekuburan 3 Ha

Penggunaan lahan Luas

a Pertokoan / Perdagangan 3 Ha

b Pekarangan 30 Ha

c Perkebunan Rakya 250 Ha

d Tempat Rekreasi

2 Ha

6. Keadaan hidrologi

Secara umum, keadaan hidrologi di kelurahan Boneoge sama dengan kelurahan lainnya di
Kabupaten Donggala. Khusus untuk ketiga lokasi yang masuk kedalam kawasan wisata yaitu Tanjung
Karang, Boneoge dan Dusun Kaluku tidak terdapat sungai. Selain Tanjung Karang, kedua lokasi tersebut
memiliki sumber air tanah yang dimanfaatkan oleh penduduk untuk keperluannya sehari-hari dengan
menggali sumur di sekitar pemukiman mereka. Sementara, Tanjung Karang merupakan wilayah daratan
yang menjorok ke laut, dengan wilayah dataran yang relative sempit dan tidak memiliki sumber air tawar
berupa air tanah seperti yang dimiliki oleh kedua lokasi lainnya. Karenanya untuk kebutuhan air bagi
warga dan wisatawan sangat tergantung pada suplai air dari Perusahaan Daerah Air Mimum (PDAM) di
Donggala.

7. Kependudukan

Penduduk di kelurahan boneoge KEADAAN BULAN JANUARI S/D BULAN


DESEMBER TAHUN 2018. Kepadatan penduduk Kelurahan bervariasi seperti ditunjukan oleh
Tabel di bawah ini :

Jumlah penduduk menurut


1. Sosial budaya

Sebagian besar kegiatan manusia dikecamatan tatanga melakukan gotong royong. Dan
kegiatan pengajian yang dilakukan oleh beberapa organisasi keagamaan. Kecamatan Tatanga
adalah merupakan daerah yang didiami oleh suku mayoritas kaili serta beragama mayoritas
islam. Di kelurahan boneoge sendiri masyarakatnya setiap sore melakukan olahraga seperti
bermain di lapangan.

2. Ekologi

Ekologi berhubungan erat dengan lingkungan dan pengembangan lingkungan hidup dapat
dilaksanakan, maka perlu pengetahuan dalam penggunaan air tanah serta sumber daya alam,

Pelaksanaan pembangunan yang juga menjaga kelestarian sumber daya alam adalah
merupakan tantangan yang tepat untuk mencapai kesejahteraan manusia yang juga
mempertahankan keselarasan dengan alam. Pada dasarnya pelaksanaan pembangunan
menimbulkan perubahan yang dibuat oleh manusia. Akan tetapi yang paling penting dalam
pelaksanaan pembangunan adalah untuk mengusahakan suatu cara, pola dan kebijaksanaan
pembangunan, yaitu;

- Minimal tidak mengganggu keseimbangan (equilibrium) dari ekosistem dan maksimal turut
membina ekosistem yang lebih stabil dan dinamis berimbang.

- Membina ekosistem yang lebih beragam.

Ekologi dapat membentuk jalinan kehidupan antara mahluk hidup sesamanya dan dengan
alam lingkungannya, mengikuti asas-asas tertentu yang berlaku dalam ekosistem yang
bersangkutan menjadi seimbang, stabil dan dinamik. Asas-asas itu adalah asas keanekaragaman,
asas kerjasama, asas persaingan, asas interaksi dan asas keanekaragaman (Nursid Sumatmadji
(1989). Ekologi yang dapat dipertahankan akan memberikan hasil yang baik terhadap lingkungan
hidup masyarakat karena ekologi dapat menunjang aspek ekonomi, social dan estetika yang
berhubungan dengan kawasan dan bangunan yang sangat ditunjang dengan perkembangan
ekologi.

3. Dinamika pembangunan
BAB V

PROFIL PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

1. Skala

Pengembangan permukiman dalam skala besar tidak dapat dipisahkan dengan perencanaan
suatu kota, karena pada hakekatnya kota adalah tempat terkonsentrasinya permukiman penduduk
dalam skala besar. Hal ini didukung pendapat Kirmanto (2002) yang menyatakan bahwa
pembangunan kota termasuk di dalamnya pengembangan kawasan permukiman atau
pembangunan permukiman. Dengan memperhatikan pengertian permukiman, perumahan dan
kota tersebut maka untuk merencanakan pembangunan permukiman tidak lepas akan
pembahasan tentang teori perencanaan kota. Teori dan praktek perencanaan kota atau
permukiman modern berurusan dengan membentuk dan menata lingkungan fisik buatan dan
sosial manusia melalui desain maupun kebijakan yang rasional. Perencanaan kota ini merupakan
respons terhadap buruk dan kacaunya lingkungan buatan fisik dan sosial kota-kota yang
unliveable, yaitu antara lain lingkungan yang tidak sehat, tidak aman, tidak nyaman, tidak
tersedianya lapangan pekerjaan dan perumahan yang layak, tuntutan akan kualitas hidup tetap
tidak berubah. Pendekatan perencanaan kota senantiasa mengalami perubahan. Dari sejarah
perencanaan kota, kota dapat diamati sebagai: taman, karya seni, perluasan arsitektur, drama
sosial, sistem dan sebagainya.

Kelurahan Boneoge termasuk dalam skala perumahan .Hal ini dilihat dari banyaknya
jumlah rumah yang terdapat di kelurahan tersebut yaitu 632 unit rumah berdasarkan data
kelurahan.
2. Tipologi rumah

Jumlah unit bangunan rumah di kelurahan boneoge dibagi berdasarkan kelompok kualitas
bangunan rumah yaitu: permanen, semi permanen, dan tidak permanen.
Kriteria permanen suatu bangunan ditentukan oleh dinding, atap dan lantai.
Rumah permanen adalah rumah yang dindingnya terbuat dari tembok/kayu (kualitas tinggi),
lantainya terbuat dari ubin/ keramik/kayu berkualitas tinggi dan atapnya terbuat dari
seng/genteng/sirap/asbes.

Rumah semi permanen adalah rumah yang dindingnya setengah tembok/bata tanpa
plester/kayu (kualitas rendah), lantainya dari ubin/semen/kayu berkualitas rendah, dan atapnya
seng/genteng/sirap/asbes. Rumah tidak permanen adalah rumah yang dindingnya sangat
sederhana (bambu/papan/ daun), lantainya dari tanah, dan atapnya dari daun-daunan atau atap
campuran genteng/seng bekas dan sejenisnya.

Berdasarkan kriteria tersebut maka jumlah bangunan rumah yang ada di kelurahan
Boneoge dikelompokan menjadi rumah permanen dan semi permanen dengan jumlah masing
masing dapat dilihat pada table di atas.

GAMBARAN UMUM PERMUKIMAN

Tipe Permukiman dikelurahan Bonooge terbagi dua (2), berdasarkan Waktu Huniannya
yaitu :

Perumahan di kelurahan boneoge :

Jenis Jumlah

Permanen 220 unit

Semi permanen 412 unit

Non – permanen -
Permukiman bersifat Permanen : permukiman di bangun dan di huni dalam jangka waktu yang
tidak terbatas. Pada kelurahan Boneoge dominan bersifat permanen

Permukiman bersifat semi permanen :

Jenis Rumah :

Jenis rumah Kondisi/gambar

Komersil
Kondisi Rata-rata baik
Terbuat dari dinding semen dan papan
Umum
Hampir disetiap Kelurahan Banyak
terdapat jenis rumah Umum

Swadaya Huntara
Dibangun untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat yang terkena dampak bencana
28 September 2018 silam

Bentuk Rumah di Kelurahan Boneoge terdapat rumah tunggal, rumah deret, dan rumah susun

Bentuk Rumah : Kondisi/gambar

Tunggal

Deret

Lainnya

Jenis Perumahan di Kelurahan Boneoge rata-rata yaitu rumah sederhana, Rumah sedang, dan rumah
mewah. Berikut tabel jenis perumahan
jenis perumahan Kondisi/gambar

Sedang

mewah

sederhana

3. Dukungan SarPas

Penyediaan sarana dan prasarananya telah diatur di dalam peraturan yang dikeluarkan
oleh pemerintah. Standar terkait penyediaan sarana dan prasarana tersebut diatur dalam
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 534/KPTR/M/2001 yaitu Pedoman Penentuan
Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman, dan
Pekerjaan Umum (Kementerian Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2001) yang dilengkapi
dengan SNI 03-1733- 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan (Badan Standarisasi Nasional, 2004)

a. Prasrana

1. Jalan :

Prasarana jaringan jalan yang ada di kota donggala umumnya telah menjangkau ke seluruh
wilayah dan terdiri dari beberapa tipe jalan seperti jalan aspal, jalan cor, jalan tanah.

Jalan arteri adalah sebuah jalan berkapasitas tinggi. Jalan lingkungan adalah jalan yang
berada dilingkungan perumahan. Dikelurahan boneoge merupakan jalan arteri yaitu jalan trans
sulawesi dan jalan lingkungan.

Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan 5 km, Jarak dari Pusat Pemerintahan Kabupaten
5 km, Jarak dari Ibu Kota Propinsi 41 km, Jarak dari Ibu Kota Negara - .

2. Drainase :

Drainase dibuat untuk mengalirkan air yang berasal dari hujan maupun air buangan agar
tidak terjadi genangan yang berlebihan pada suatu kawasan tertentu, selain itu untuk mengurangi
kelebihan air sehingga suatu kawasan dapat difungsikan secara optimal dan normal sebagai mana
mestinya.
Pada kelurahan boneoge yang menjadi permasalahannya ialah drainase. Drainase
dikelurahan boneoge belum memadai di karenakan masyarakat setempat menolak untuk dibuat
oleh pemerintah di kelurahan boneoge. Penyebab masyarakat menolak dibuatnya drainase karena
adanya pertimbangan passang surut air laut di kelurahan boneoge. Drainase di kelurahan
boneoge hanya ada di rt 10 yaitu drainase terbuka.

3. Air bersih :

Air bersih sebagai kebutuhan yang vital karena mempengaruhi kesehatan manusia karena
digunakan untuk mandi, minum, mencuci atau memasak, sehingga air harus mempunyai
persyaratan khusus yang diantaranya adalah 1. Sebagai syarat fisik, air harus bening sehat dan
tidak berasa, 2.Syarat bakteriologis air harus bebas dari segala bakteri pathogen dan bakteri E.
Colli, 3. Syarat kimia tidak mengandung zat kimia yang dapat mengakibatkan gangguan fisiologi
pada manusia (Notoatmodjo, 1997 :152)
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila sudah dimasak PerMenKes RI No.
907/MenKes/SK/VII/2002 Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air)
Salah satu kebutuhan jalan lingkungan untuk mencapai perumahan yang digunakan
sebagian besar masyarakat yang belum tertangani, namun hal ini juga menjadi prioritas dalam
pemenuhan prasarana lingkungan sebagai upaya mempermudah akses munuju perumahan.
Air bersih di kelurahan boneoge menggunakan air sumur dengan sistem pompa dan pipa
untuk dikonsumsi air mineral (air penjualan galong). Dikelurahan boneoge tidak menggunakan
air pdam di sebabkan air tersebut berkapur serta terkadang keruh.

4. Komunikasi

komunikasi adalah suatu alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan
dari komunikator kepada khalayak. Sarana komunikasi sendiri terdiri dari kantor pos, pemancar
radio, stasiun TV, ORARI, KRAF, INTERCOM, TV umum, dan telepon umum. Berdasarkan
data kelurahan dikelurahan boneoge sendiri sarana komunikasinya tidak memadai hal ini
dikarenakan sarana komunikasi yang ada di kelurahan Boneoge tidak tersedia.

5. Persampahan

Permasalahan persampahan di kelurahan Boneoge yaitu tidak adanya TPS.

6. Listrik
Untuk listrik sendiri dikelurahan Boneoge tidak tersedia pembangkit listrik, namun
sumberr listriknya berasal dari sambungan langsung dari kabupaten donggala.

7. Hiburan dan rekreasi

Prasarana hiburan dan rekreasi yaitu sarana yang digunakan sebagai tempat rekreasi atau
tempat wisata yang dapat juga menunjang pendapatan daerah dan dijadikan sebagai ikon suatu
daerah, di kelurahan Boneoge sendiri terdapat 1 tempat wisata yaitu pantai Boneoge.

Komunikasi

Kantor pos -

Pemancar radio 5

Stasiun tv 6

Orari -

Craft -

Intercom -

Tv umum -

Telefon umum -

Industri

Besar -

Sedang -

Kecil 5

Rumah tangga 1

b. Sarana

1. Sarana pendidikan

sarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses
pendidikan. Sarana Pendidikan di Kerlurahan Boneoge

NO. NEGERI SWASTA


JENIS
GEDUNG GURU MURID GEDUNG GURU MURID
PENDIDIKAN

1. TK 1 5 53 1 4 45

2. SD 2 24 507 - - -

3. SMP 1 19 206 - - -

4. SMA - - - - - -

5. AKADEMI - - - - - -

6. UNIVERSITAS - - - - - -

SD
TK

2. Sarana Kesehatan
Tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan suatu lembaga dalam
mata rantai sistem kesehatan nasional yang mengemban tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh
masyarakat

Kesehatan

Kesehatan Jumlah

Puskesmas pembantu 1 unit

Posyandu -

3. Sarana peribadatan
Sarana Peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi kebutuhan rohani yang
perlu disediakan dilingkungan perumahan Sarana Peribadatan di kelurahan Boneoge yaitu
mesjid.

Sarana peribadatan Jumlah


Masjid 2

Mushalla 1

4. Rekreasi dan budaya


Sarana Rekreasi adalah tempat dimana untuk menyenangkan atau menyegarkan diri.
Sarana rekreasi di kelurahan boneoge

Parawisata

Tempat rekreasi 2

Hotel -

Motel -

Losmen -

Reustaurant/rumah makan -

Museum Bersejarah -

5. Perdagangan Jasa
Sarana Perdagangan Jasa berfungsi melayani dan menyediakan kebutuhan sehari-hari
penduduk yang dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan. Sarana Perdagangan jasa di
kelurahan boneoge. Atau dapat di katakan sebagai bangunan komersil yang dimaksud ialah
kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan jual,beli, dan sewa. Jadi bangunan
komersial merupakan bangunan yang dijual kembali ke pembeli atau disewakan dalam periode
waktu tertentu. Contoh bangunan komersial yang digunakan untuk menjual antara lain
kios,ruko,supermarket,mall,pasar dan restaurant. Sedangkan komersial yang dipakai untuk
menjual jasa misalnya laundry,hotel dan perkantoran. Dikelurahan Boneoge rata-rata bangunan
komersial berbentuk kios,warung makan
Di kelurahan boneoge memiliki tempat pengelegan ikan sekaligus pendaratan.
Sarana PS Jumlah
Tempat Pelelangan Ikan 1
Pasara -
Toko -
warung 50
Kios 30

BAB VI
PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA
http://trtb.pemkomedan.go.id/artikel-1048-pengertian-perumahan-permukiman-menurut-defenisi-para-
ahli-dan-aspek-program-penyediaan-pembanguan-p.html

Anda mungkin juga menyukai