Anda di halaman 1dari 9

Tugas Mandiri

IMPLENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA PONTIANAK TENTANG


PROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU)

Studi Implementasi Kebijakan Publik


Dosen :
Dr.Hj. Sri Haryaningsih, M.Si

Novia Putri Susanti


Nim. E1011161038

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS TANJUNG PURA
PONTIANAK
2020
IMPLENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA PONTIANAK TENTANG
PROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU)

Pemukiman Kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh sebagian besar kota-kota yang

ada di Indonesia bahkan hal ini juga masih banyak kita temui di negara berkembang lainnya.

Pengkajian tentang pemukiman kumuh pada umumnya dilihat dari tiga aspek yang

mencangkup didalamnya, pertama kondisi fisiknya, kedua kondisi sosial ekonomi budaya

masyarakat yang bermukim di permukiman tersebut dan terakhir di ialah dampak yang

diperoleh dari dua kondisi tersebut. kondisi fisik yang dimaksud antara lain ialah tampak dari

kondisi bangunan yang sangat rapat dengan kualitas kontruksi yang rendah, jaringan jalan

tidak terpola dan tidak diperkeras, santasi umum dan drainase yang tidak berfungsi serta

sampah-sampah yang masih belum dikelola dengan baik oleh masyarakat sekitar.

Adapun Pengertian kumuh diatur dalam UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Pemukiman dalam Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Nomer 13 ialah sebagai berikut,

Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan

bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan

prasarana yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan di poin 14 mendefinisikan tentang

Perumahan kumuh yaitu perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai

tempat hunian.

Salah satu fenomena yang menyebabkan semakin meningkatnya pemukiman kumuh

yang ada ialah karena semakin banyak masyarakat yang melakukan Urbanisasi dari desa ke

kota tanpa melakukan persiapan yang mantap sehingga hal ini menambah lagi permasalah

yang ada di kota tersebut salah satunya ialah kemiskinan perkotaan yang menyebabkan

semakin berkembangnya pemukiman kumuh karena banyak yang membangun rumahnya


dikawasan yang seharusnya tidak boleh dibangun hal ini menyebabkan pembengkakan di

sektor informal dengan diberbagai permasalahan yang ada.

Masalah kawasan pemukiman kumuh yang ada dikota pontianak sudah ada sejak

lama. adapun upaya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi masalh tersebut

sebagaimana di atur dalam SK Walikota Pontianak Nomer:398/D-CKTRP/Tahun 2015

tentang Penetapan Lokasi Perumahan dan Pemukiman Kumuh merupakan satuan perumahan

dan pemukiman dalam lingkup wilayah kota yang dinilai tidak layak huni karena ketidak

teraturannya bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta

sarana dan prasarana yang idak memenuhi syarat. adapun penetapan lokasi pemukiman dan

perumahan kumuh ini ditetapkan berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Pemerintah

Kota Pontianak dengan melibatkan peran masyarakat menggunakan Ketentuan Tata Cara

Penetapan Lokasi sebagaimana dengan panduan Teknis Percepatan Penanganan Permukiman

Kumuh di Perkotaan berbasis Pemberdayaan Mayarakat. Sesuai dengan SK Lokasi

Pemukiman dan Perumahan Kumuh yang ada di Kota Pontianak meliputi 18 lokasi di 6

kecamtan dengan luas total wilayah sebesar 70,507 hektar.

Lokasi Perumahan dan Pemukiman Kumuh di Kota Pontianak ditetapkan oleh

Permerintah sebagai dasar penyusun Rencana Aksi Peningkatan Kualitas Perumahan dan

Pemukiman Kumuh di Kota Pontianak yang merupakan Komitmen dari Pemerintah Kota

Pontianak dalam mendukung Program Nasional Pengetasan Pemukiman Kumuh. berdasarkan

ditetapkannya Penetapan Lokasi Preumahan dan Pemukiman Kumuh di Kota Ponianak,

Maka Pemerintah Kota Pontianak Brerkomitmen untuk melakanakan Peningkatan kualtas

Perumahan dan Pemukiman Kumuh secara tuntas dan berkelanjutan sebagai priorita

pembangunan dalam bidang permahan dan pemukiman.


Adapun permasalahan Pemukiman dan Perumahan Kumuh ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya ialah keberadaan pemukiman yang berada dilahan yang bukan

diperuntukan sebagai pemukiman atau pemukiman ilegl, kondisi kawasan kumuh yang

berada di tepi air dan diatas air yang membutuhkan pola penanganan dan teknik

pembangunan yang berbeda dengan didarat, peningkatan akses pada air minum maupun

sanitasi yang layak dan berkualitas seringkali terhambat pesoalan tekni, kelembagaan dan

dukungan prilaku mayarakat, ketersedian sarana dan prasaran perasmpahan tebatas dan dalam

kondisi kurang baik ditambah dengan penangana yang belum mencangkup semua kawasan

yang memperburuk kondisi pesampahan dikawasan pemukiman, pembangunan kota yang

pesat perlu diimabangi dengan pembaharuan sistem jaringan drainase yang baru sebagai

konsekuensi menurut catchment area, dan prilaku membuang sampah sembarangan terutama

disungai dan parit sehingga pada saat kondisi surut sampah menjadi menumpuk di sekitar

pemukiman dan pinggiran sungai atai parit yang di mana membuang sampah sembarangan

juga bisa menyebabnya potensi terjadi banjir.

Adapun permasalahan yang biasa terjadi di Kawasan Purumahan dan Pemukiman

Kumuh ialah kurangnya sarana untuk publik baik untuk anak-anak maupun dewasa,

kepadatan bangunan yang tinggi dan banyaknya bangunan yang tidak layak huni, kondisi

jalan di lingkungan di pinggir sungai sempit, terbuat dari kayu dan sudah banyak dalam

kondisi buruk atau rusak, permasalahan air minum, sampah d sungai dan sanitasi yang buruk,

terdapat persoalan sosial dalam kawasan yang terkadang mengahmbat program pennganan

pemukiman, dan keterbatasan pendanaaan dan kepedulian masyarakat yang masih sangat

rendah,

Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) adalah satu dari sejumlah upaya strategis
Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk
mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia dan mendukung “Gerakan 100-0-
100”, yaitu 100 persen akses universal air minum, 0 persen permukiman kumuh, dan 100
persen akses sanitasi layak. Arah kebijakan pembangunan Dirjen Cipta Karya adalah
membangun sistem, memfasilitasi pemerintah daerah, dan memfasilitasi komunitas (berbasis
komunitas). Program Kotaku akan menangani kumuh dengan
membangun platform kolaborasi melalui peningkatan peran pemerintah daerah dan
partisipasi masyarakat.

Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Nasional Tahun 2015-2019 mengamanatkan pembangunan dan pengembangan
kawasan perkotaan melalui penanganan kualitas lingkungan permukiman yaitu peningkatan
kualitas permukiman kumuh, pencegahan tumbuh kembangnya permukiman kumuh baru,
dan penghidupan yang berkelanjutan. Pada tahun 2016 masih terdapat 35.291 Ha
permukiman kumuh perkotaan yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia sesuai hasil
perhitungan pengurangan luasan permukiman kumuh perkotaan yang dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal Cipta Karya. Kondisi tersebut diperkirakan akan terus mengalami
penambahan apabila tidak ada bentuk penanganan yang inovatif, menyeluruh, dan tepat
sasaran.

Permukiman kumuh masih menjadi tantangan bagi pemerintah kabupaten/kota,


karena selain merupakan masalah, di sisi lain ternyata merupakan salah satu pilar penyangga
perekonomian kota. Mengingat sifat pekerjaan dan skala pencapaian, diperlukan kolaborasi
beberapa pihak antara pemerintah mulai tingkat pusat sampai dengan tingkat kelurahan/desa,
pihak swasta, masyarakat, dan pihak terkait lainnya. Salah satu langkah mewujudkan sasaran
RPJMN 2015-2019 yaitu kota tanpa permukiman kumuh di tahun 2019, Direktorat Jenderal
Cipta Karya menginisiasi pembangunan platform kolaborasi melalui Program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU). Program KOTAKU mendukung Pemerintah Daerah sebagai
NAKHODA dalam penanganan permukiman kumuh dan menyiapkan masyarakat sebagai
subyek pembangunan melalui revitalisasi peran Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM).

Program Kotaku dilaksanakan di 34 provinsi, yang tersebar di 269 kabupaten/kota,


pada 11.067 desa/kelurahan. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kumuh yang ditetapkan oleh
kepala daerah masing-masing kabupaten/kota, permukiman kumuh yang berada di lokasi
sasaran Program Kotaku adalah seluas 23.656 Hektare. Sebagai implementasi percepatan
penanganan kumuh, Program Kotaku akan melakukan peningkatan kualitas, pengelolaan
serta pencegahan timbulnya permukiman kumuh baru, dengan kegiatan-kegiatan pada entitas
desa/kelurahan, serta kawasan dan kabupaten/kota. Kegiatan penanganan kumuh ini meliputi
pembangunan infrastruktur serta pendampingan sosial dan ekonomi untuk keberlanjutan
penghidupan masyarakat yang lebih baik di lokasi permukiman kumuh.

Tahapan pelaksanaan Program Kotaku adalah pendataan. Lembaga masyarakat di


desa/kelurahan yang bernama Badan/Lembaga Keswadayaan Masyarakat (BKM/LKM)
sudah melakukan pendataan kondisi awal (baseline) 7 Indikator Kumuh di desa/kelurahan
masing-masing. Data tersebut diintergrasikan antara dokumen perencanaan masyarakat dan
dokumen perencanaan kabupaten/kota untuk menentukan kegiatan prioritas mengurangi
permukiman kumuh dan mencegah timbulnya permukiman kumuh baru. Yang nantinya akan
dilaksanakan, baik oleh masyarakat atau oleh pihak lain, yang memiliki keahlian dalam
pembangunan infrastruktur pada entitas kawasan dan kota.

Monitoring dan evaluasi akan dilakukan secara berkala guna memastikan ketepatan
kualitas dan sasaran kegiatan, sehingga dapat membantu percepatan penanganan permukiman
kumuh. Kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas untuk pemerintah daerah dan masyarakat
akan dilakukan bersama tahapan kegiatan. Termasuk mendorong perubahan perilaku dalam
pemanfaatan dan pemeliharaan sarana prasarana dasar permukiman.

Program Kotaku ini telah disosialisasikan kepada pemerintah daerah pada 27 April
2016 bertempat di Jakarta. BKM akan menjadi faktor yang dapat mempercepat tercapainya
permukiman yang layak huni dan berkelanjutan karena sudah berpengalaman dalam
merencanakan dan melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan. BKM ini
“direvitalisasi” dari sebelumnya yang terfokus pada penanggulangan kemiskinan, kini
berorientasi ke penanganan kumuh.

Sumber pembiayaan Program Kotaku berasal dari pinjaman luar negeri lembaga
donor, yaitu Bank Dunia (World Bank), Islamic Development Bank, dan Asian Infrastructure
Investment Bank. Selain itu kontribusi pemerintah daerah dialokasikan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah maupun swadaya masyarakat, yang akan menjadi satu
kesatuan pembiayaan demi mencapai target peningkatan kualitas penanganan kumuh yang
diharapkan.

Tujuan umum program ini adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan
pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung perwujudan
permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan. Dalam tujuan umum
tersebut terkandung dua maksud. Pertama, memperbaiki akses masyarakat terhadap
infrastruktur dan fasilitas pelayanan di permukiman kumuh perkotaan. Kedua adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perkotaan melalui pencegahan dan peningkatan
kualitas permukiman kumuh, berbasis masyarakat, dan partisipasi pemerintah daerah.

Penjabaran atas tujuan Program Kotaku adalah memperbaiki akses masyarakat


terhadap infrastruktur permukiman sesuai dengan 7 + 1 indikator kumuh, penguatan kapasitas
pemerintah daerah untuk mengembangkan kolaborasi dengan pemangku kepentingan
(stakeholder), dan memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan
penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood). Indikator tersebut adalah:

1. Bangunan Gedung

o Ketidakteraturan dalam hal dimensi, orientasi, dan bentuk;

o kepadatan tinggi tidak sesuai dengan ketentuan dalam rencana tata ruang;

o ketidaksesuaian dengan persyaratan teknis sistem struktur, pengamanan petir,


penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan bahan bangunan.

2. Jalan Lingkungan

o Kondisi permukaan jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan dengan aman dan
nyaman;

o Lebar jalan yang tidak memadai;

o Kelengkapan jalan yang tidak memadai.

3. Penyediaan Air Minum

o Ketidaktersediaan akses air minum;

o Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu;

o Tidak terpenuhinya kualitas air minum sesuai standar kesehatan.

4. Drainase Lingkungan

o Ketidakmampuan mengalirkan limpasan air hujan;

o Menimbulkan bau;

o Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan.


5. Pengelolaan Air Limbah

o Ketidaktersediaan sistem pengelolaan air limbah;

o Ketidaktersediaan kualitas buangan sesuai standar yang berlaku;

o Tercemarnya lingkungan sekitar.

6. Pengelolaan Persampahan

o Ketidaktersediaan sistem pengelolaan persampahan;

o Ketidaktersediaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan;

o Tercemarnya lingkungan sekitar oleh sampah.

7. Pengamanan Kebakaran

o Ketidaktersediaan sistem pengamanan secara aktif dan pasif;

o Ketidaktersediaan pasokan air untuk pemadaman yang memadai;

o Ketidaktersediaan akses untuk mobil pemadam kebakaran.

8. Ruang Terbuka Publik

o Ketidaktersediaan lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH);

o Ketidaktersediaan lahan untuk ruang terbuka non-hijau/ruang terbuka publik (RTP).

Adapun penagangganan yang bisa dilakukan untuk menanggani Kawasan Perumahan


dan Pemukiman Kumuh yang ada di Kota Pontianak ialah dengan cara meningkatkan
kesadaran masyarakat dan penyiapan masyarakat sebelum penanganan fisik dilakukan,
penyadaran terkait prilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan kualitas jalan lingkungan atau
gertak pinggir sungai, perbaikan rumah yang tidak layak huni, penertiban bangunan ilegal,
peningkatan terhadap akses air bersih dan pengelolaan persampahan, pemanfaatan lahan
kosong sebagai ruang terbuka hijau untuk aktfitas warga dan implementasi rencana kegiatan
fisik oleh pemerintah kota.

Program Kotaku Sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Walikota Pontianak Nomor
398 Tahun 2015 wilayah kumuh di Kota Pontianak terdapat di 18 kelurahan dari 29 kelurahan
yang ada. Sehingga target pengentasan kumuh difokuskan pada 18 kelurahan yang di
tetapkan kumuh tadi, sedangkan sisanya 11 kelurahan masuk ke dalam program pencegahan
kawasan kumuh. Target penyelesaian kawasan kumuh di Kota Pontianak sampai dnegan
tahun 2019 sekitar 70,51 hektare. Penanganan dan pencegahan kawasan kumuh tak cukup
hanya mengandalkan pembangunan fisik semata. Pemberdayaan peningkatan kapasitas
penduduk juga tak kalah pentingnya. Melalui Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) yang
digagas Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, juga dikembangkan program kegiatan penghidupan masyarakat yakni
Business Development Center (BDC).

Pengembangan BDC ini terutama untuk memberikan layanan kepada kelompok


Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Mulai dari peningkatan kapasitas sumber daya
manusia, manajemen usaha, akses keuangan maupun akses terhadap pasar lokal, internasional
dan lain-lain. Meskipun pengembangan kapasitas serta fasilitasi intermediasi bisnis produk-
produk unggulan yang ada di Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan telah dibina oleh
Kotaku ini sudah berjalan, namun diakui masih belum optimal.

BDC sejauh ini dengan difasilitasi oleh Pemerintah Kota Pontianak baru dapat
membranding produk jenis makanan dengan cara menitipkan dan mendisplay produk-produk
untuk dijual di 184 lokasi dengan berbagai jenis produk. Diantaranya di koperasi-koperasi,
minimarket dan supermarket, hingga di Bandara Supadio dengan memajang produk di
etelase. Sebagai pelaksananya, pengelola BDC Zamrud Khatulistiwa bertugas memfasilitasi
KSM yang terlibat dalam ekonomi produktif yang kreatif dan potensial. Sedangkan produk-
produk yang dipasarkan diantaranya bahan makanan olahan atau snack, kain tenun corak
insang dan tenun songket Sambas, juga ada kerajinan tangan seperti miniatur Tugu
Khatulistiwa, meriam karbit dan sebagainya.

Disisi lain Pemkot Pontianak tetap berkomitmen menjalankan program-program


pemerintah pusat seperti Program Seratus Nol Seratus, yakni 100 persen akses air bersih, 0
persen wilayah kumuh dan 100 persen akses penduduk terhadap sanitasi yang layak. Saat ini
luas kawasan kumuh sekitar 62 hektar terus diupayakan dikurangi hingga menjadi nol. Dalam
Program Kotaku, selain pekerjaan infrastruktur, juga ada pemberdayaan peningkatan
kapasitas penduduk untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Program pemberdayaan itu
meliputi program pendidikan, kesehatan, ekonomi mikro dengan menggali, memfasilitasi dan
memberi peluang kepada pelaku-pelaku usaha yang kira-kira warga bisa berusaha dimulai
dari ekonomi mikro dan industri rumahan.

Anda mungkin juga menyukai