Anda di halaman 1dari 12

Nama : Nadila Urlia Putri Shafna P

NIM : D0121075

Kelas : C

Menyelami Anomali Kebijakan Pengentasan Kemiskinan di Pesisir Ibukota

Abstrak:
Fraud terjadi pada kebijakan pemberian bantuan sosial tunai dengan mengangkat isu
dari Kampung Apung Muara Baru, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Menggunakan metode kualitatif yaitu studi literatur, didapatkan bahwa dalam
kebijakan bantuan sosial tunai di wilayah tersebut terjadi pemborosan dana dan
penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran sehingga kemiskinan di salah satu
wilayah paling miskin ibukota tersebut semakin parah. Tujuannya yaitu mencari
penyebab dari fraud yang ada lalu dikaji dengan teori implementasi kebijakan dari
Ripley dan Franklin dan diperkuat teori kebijakan Mazmanian dan Sabatier. Diperoleh
hasil bahwa lembaga yang bertanggungjawab kurang menjalankan tugasnya dengan
baik dan perlu mengkaji ulang kebijakan dan peraturan yang dibuat. Beberapa saran
dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan daya guna kebijakan
penanggulangan kemiskinan.

I. PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan masalah struktural yang berskala besar dan mendasar.
Disadari atau tidak, kemiskinan melekat pada sebagian masyarakat Indonesia dan
mengikat mereka dalam keterpurukan. Kemiskinan di Indonesia cenderung terjadi di
daerah tertinggal dan sulit diakses. Namun dalam bahasan kali ini, kemiskinan ditinjau
dari daerah ibukota yang seharusnya sudah maju dengan angka kemiskinan yang
harusnya rendah. Ironisnya, kemiskinan di DKI Jakarta ini malah meningkat dan perlu
ditelisik apa yang menjadi penyebabnya.
Berangkat dari pemberitaan dari BBC News Indonesia yang bersumber laporan
terbaru BPS, angka kemiskinan di Jakarta melambung ekstrem mencapai 0,89% atau
meningkat 0,29% dari tahun sebelumnya yaitu 0,6%. Penyebab dari meningkatnya
angka kemiskinan ini disinyalir karena masyarakat belum sepenuhnya pulih dari
dampak pandemi. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah DKI Jakarta
memberikan bantuan seperti BLT, bantuan sosial tunai, PKH, dan lain sebagainya.
Namun dalam pemberitaan tersebut, Dekan FEB UI yang berfokus pada kemiskinan,
Teguh Dartanto menyebutkan bahwa bantuan-bantuan ini tidak efektif untuk
menanggulangi kemiskinan.

Anomali dari upaya pengentasan kemiskinan ini juga disebabkan oleh adanya fraud
dalam realisasi angaran yaitu adanya ”pemborosan anggaran” yang terjadi di birokrasi
pemerintahan dan lembaga yang memangku kepentingan. Selain itu, ada juga masalah
exclusion error yaitu bantuan sosial tunai yang tidak tepat sasaran. Hal ini
menyebabkan penggelontoran bantuan sosial tunai kurang efektif dalam menurunkan
angka kemiskinan ekstrem. Oleh karena itu, perlu ditelusuri bagaimana keberjalanan
kebijakan tersebut dalam upaya pengentasan kemiskinan.

Tujuan dari analisis kasus ini yaitu untuk mengetahui fraud kebijakan pemberian
bantuan sosial tunai ini terhadap upaya pengurangan masyarakat miskin DKI Jakarta
seperti yang terjadi di Kampung Apung, Muara Baru, Jakarta Utara. Bagaimana
penyimpangan dari kebijakan ini dapat berimbas pada upaya penanggulangan
kemiskinan terutama pada penyaluran bantuan sosial tunai kepada warga miskin. Selain
itu, perlu ditekankan juga mengapa di daerah ibukota yang seharusnya mudah terjamah
pemerintah pusat malah cenderung terpinggirkan dengan lingkungan yang kumuh dan
rumah yang tidak layak huni.

Kasus di Kampung Apung, Muara Baru, Jakarta Utara ini terkait permasalahan
pemberian bantuan sosial tunai. Masalah ini akan ditelisik dari bagaimana sebenarnya
implementasi kebijakan pemberian bantuan sosial tunai, penyelewengan bantuan sosial
tunai, dan keberjalanan kebijakan ditinjau dari sudut pandang warga penerima manfaat.
Setelah mengetahui seluk beluk apa yang mendasari permasalahan ini, maka dapat
ditarik kesimpulan dan rekomendasi yang menjadi evaluasi agar kebijakan ini dapat
memberikan manfaat yang diharapkan para warga.

II. METODE PENELITIAN


Metode penelitian yang digunakan adalah literatur review dengan mencari artikel
dari internet. Beberapa database yang membantu dalam pencarian ini yaitu Mendeley,
E-Resources Perpustakaan Nasional, Cambridge University Press, Wiley Online
Library, World Bank, website Badan Pusat Statistik dan Kementerian terkait, media
berita online (BBC, Lipuan6, Metro dan sebagainya), dan beberapa repositori
universitas (Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas
Diponegoro)
Kata kunci yang digunakan yaitu ”poverty”, ”cash transfer”, ”poverty policy”,
“policy implementation”, dan “fraud”. Artikel yang dipilih dari rentang 2021 sampai
2023 berjenis jurnal internasional dan beberapa kutipan buku dari beberapa ahli.
Temuan dari review yang dilakukan mayoritas digunakan untuk menyusun landasan
teori, hasil dan pembahasan, dan pada bagian saran. Beberapa sumber dari pemberitaan
media massa yang terpercaya. Dalam mengambil kutipan, tidak semua diambil utuh
tetapi sudah dikembangkan dalam bahasa penulis dan disesuaikan dengan topik yang
diangkat.

III. LANDASAN TEORI


Implementasi kebijakan menurut Ripley dan Franklin (1986:11) dalam buku Policy
Implementation and Bureaucracy adalah hal yang terjadi setelah penetapan undang-
undang pemberi otoritas atau wewenang terhadap program, kebijakan dan keuntungan.
Istilah implementasi merujuk pada beberapa kegiatan yang sejalan dengan tujuan
program dan hasil yang diinginkan oleh pemangku kepentingan. Implementasi
merupakan tindakan konkret yang dilakukan oleh aktor atau implementor. Para
implementor ini biasanya adalah birokrat yang menjalankan kebijakan agar program
yang direncanakan bisa terlaksana.
Meskipun demikian, implementasi kebijakan akan menemui hambatannya. Salah
satu penyebab dari terhambatnya pelaksanaan kebijakan ini adalah fraud. Menurut
Rajeev K.Goel (2020) berdasarkan hasil penelitiannya terkait kebijakan amal atau
bantuan sosial tunai, fraud adalah kejahatan seperti kecurangan yang biasanya
dilakukan oleh kalangan kerah putih (aktor kebijakan).
Implementasi pasti selalu menemui hambatan sehingga sebisa mungkin para aktor
kebijakan ini memanajemen variabel-variabel yang dominan dalam keberhasilan
implementasi kebijakan. Dalam teori dari Mazmanian dan Sabatier (1983) terdapat tiga
variabel yang mempengaruhi keberhasilan dari diimplementasikannya kebijakan, yaitu:
1. Karakteristik masalah (tractability of the problems)
Meliputi beberapa faktor seperti tingkat kesulitan teknis, kemajemukan,
perbandingan antara kelompok sasaran dan total populasi, dan perubahan perilaku
yang diharapkan masuk ke dalam cakupan.
2. Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure
implementation)
Mencakup kejelasan isi kebijakan, besar kecil dukungan teoritis, alokasi
finansial, lembaga yang mendukung, aturan yang jelas dan konsisten, komitmen
aparat, dan keluasan akses kelompok luar untuk berpartisipasi
3. Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).
Meliputi keadaan sosial ekonomi dari masyarakat dan kemajuan teknologinya,
publik yang mendukung kebijakan, dan bagaimana kelompok pemilih dalam
bersikap.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Kampung Apung Muara Baru atau bisa disebut Kampung Pojok berlokasi di
Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Disebut ”Apung” karena memang dibangun di
atas tanggul laut yang hanya berpondasi bambu dan beralas papan bekas. Jalanan yang
ada di kampung tersebut juga berbahan papan bekas dan hanya bisa dilewati satu orang
saja. Sebagian besar warga Kampung Apung bekerja sebagai nelayan dan penjual ikan
karena memang dekat dengan laut. Selain kemiskinan ekstrem, mereka juga mengalami
krisis air bersih dan sanitasi yang buruk sehingga kehidupan mereka tergolong tidak
layak.
Kemiskinan ekstrem yang terjadi di Kampung Apung ini ditandai dengan
ketidakmampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti bahan pangan, air
bersih, tempat tinggal, baju, kesehatan, dan pendidikan. Aksesibilitas informasi juga
dinilai rendah oleh masyarakat seperti informasi tentang pekerjaan, pendapatan, dan
lebih parahnya lagi adalah akses layanan sosial. Padahal, mereka sangat membutuhkan
akses layanan sosial untuk peningkatan taraf hidup. Selain itu, informasi terkait
pekerjaan juga seharusnya mudah diakses agar mereka bisa mendapatkan pendapatan
lebih demi mencukupi kebutuhan hidup.
Melihat kondisi ini, pemerintah tentu mengeluarkan kebijakan seperti bantuan
sosial tunai termasuk bagi warga Kampung Apung ini. Dinas Sosial Provinsi Jakarta
Utara menyatakan bahwa upaya untuk mengatasi kemiskinan ekstrem sudah dilakukan
yaitu memberikan program bantuan dalam bentuk kartu seperti Kartu Anak Jakarta
(KAJ), Kartu Lansia Jakarta (KLJ), dan program anak terdampak Covid-19. Selain itu,
pemberian Bantuan sosial tunai Tunai (BST) juga sudah direalisasikan pemerintah.
Dana yang dianggarkan untuk perlindungan sosial tahun 2023 ini juga besar yaitu
sebanyak Rp476 Triliun.
Dalam keberjalanannya, masyarakat penerima manfaat di Kampung Apung ini
berpandangan lain. Mereka mengatakan bahwa bantuan sosial tunai tidak diberikan
secara merata dan cenderung salah sasaran. Ada yang mendapat secara rutin dan ada
yang hanya mendapat sekali saja lalu setelah itu tidak lagi mendapat bantuan sosial
tunai tersebut. Salah satu pengakuan warga yang tergolong lanjut usia mengatakan
bahwa penerima bantuan malah warga dengan usia muda dan masih mampu bekerja,
sedangkan dia yang sudah renta dan tidak bekerja malah tidak mendapat dan harus
menghidupi ke empat cucunya.
Pengakuan lain yaitu saat berusaha untuk menanyakan kepada pihak yang
bertanggung jawab atas hal ini. Salah seorang warga pernah mendatangi instansi terkait
dan mempertanyakan bantuan sosial tunai yang salah sasaran. Orang yang sudah
mampu tetap mendapat gelontoran dana sedangkan orang yang di bawah garis
kemiskinan malah tidak kunjung mendapatkan bantuan. Dari sana, mereka mendapat
jawaban bahwa perlu mendaftarkan diri agar terdata dan datang ke pusat untuk
mengurus pendataan warga miskin tersebut.

Tentu masyarakat keberatan karena tidak adanya dana untuk datang kesana. Lebih
lanjut, masyarakat diberi kalimat penenang bahwa pemberian bantuan akan diberikan
secara bergilir. Namun, pada kenyataannya bantuan yang ditunggu tersebut tidak
kunjung turun. Hal ini membuat warga kecewa karena keadaan mereka yang sedang
terpuruk imbas dari musim hujan yang membuat laut tidak bersahabat bagi para nelayan
yang mencari ikan. Akhirnya, mereka benar-benar terpuruk di tengah kenaikan harga
barang terutama bahan makanan.
Masalah dalam kebijakan ini dapat dikaji melalui pendekatan yang dituliskan oleh
Randall B. Ripley dan Grace A. Franklin dalam buku Policy Implementation and
Bureaucracy. Setelah dilakukan kajian lebih lanjut, maka dapat diketahui apakah
kebijakan telah dilakukan dengan baik melalui penilaian atau pengukuran terhadap
fakor-faktor yang ada.

1. Approach focuses on compliance (Kepatuhan)


Tingkat keberhasilan implementasi ditinjau dari pendekatan ini yaitu melalui
sejauh mana kepatuhan implementor terhadap peraturan dalam
pengimplementasian kebijakan tertentu. Patuh atau tidaknya dapat dilihat dari
perilaku implementor apakah sudah sesuai standar, prosedur, atau aturan yang
ditetapkan kebijakan. Jika para implementor ini patuh, maka kebijakan berhasil
dilakukan, begitu juga sebaliknya. Ada dua indikator dalam pendekatan kepatuhan
ini yaitu perilaku implementor dan pemahaman implementor terhadap kebijakan.
Perilaku implementor seperti yang diberitakan dalam kebijakan bantuan
sosial tunai yaitu pemborosan dana. Berdasarkan laporan BPK dan Ombudsman
yang telah memeriksa pengelolaan dana bantuan sosial tunai, para birokrat yang
bertanggung jawab ternyata tidak menggunakannya secara efektif. Anggaran
tersebut membengkak tapi tidak dibarengi dengan perbaikan ekonomi keluarga
penerima bantuan sosial tunai. Beberapa kalangan terutama dari masyarakat
berpandangan bahwa ini adalah masalah yang sering terjadi di pemerintahan.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi
(KemenpanRB) memberikan pernyataan bahwa sebagian anggaran digunakan
untuk ”studi banding” atau seminar di hotel. Kegiatan inilah yang membuat
pemborosan ini terjadi. Acara yang dilakukan di hotel cenderung lebih banyak
memakan biaya padahal di tempat biasa masih bisa dirasakan manfaatnya. Terlalu
banyak studi banding tanpa diimbangi kompetensi yang tidak sesuai juga sia-sia.
Hal ini karena para birokrat tidak mampu mengimplementasikan ilmu yang
didapat.
Uang yang seharusnya digelontorkan untuk bantuan sosial tunai menjadi
berkurang karena dialihkan menjadi uang rapat, uang perjalanan dinas, honor
anggota panitia, atau honor tim. Para birokrat sudah terbiasa dengan ”plus-plus”
yang mereka dapat saat menghadiri acara. Oleh karena itu, mereka harus dipancing
dengan pemberian honor agar mau mengikutinya. Hal inilah yang kemudian
menjadi penganggu alokasi anggaran dan ketidakmerataan bantuan sosial tunai di
masyarakat yang berhak menerima.
Selain itu, pelayanan yang mereka berikan cenderung tidak efektif.
Dibuktikan dengan perilaku mereka yang terlalu menyerahkan semua kepada
pusat, hanya menyuruh warga untuk datang sendiri tanpa membantu atau melayani.
Warga Kampung Apung yang jelas kekurangan dana untuk mobilitas tersebut
merasa kesusahan untuk mendaftarkan namanya ke pusat. Akhirnya, mereka hanya
berpasrah dan tidak terdaftar dalam daftar penerima bantuan sosial tunai.
Dampak lain akibat kelalaian dari peraturan yaitu adanya exclusion error
yaitu bantuan sosial tunai yang tidak tepat sasaran. Pemberian bantuan sosial tunai
yang tidak sesuai pada tempatnya seperti memberi bantuan kepada orang yang
secara ekonomi dan tenaga lebih mampu untuk bekerja dan menghidupi dirinya.
Pengalaman salah seorang warga Kampung Apung yang sudah termasuk lanjut usia
melihat keluarga dengan usia muda dan masih kuat bekerja mendapat bantuan
sosial tunai tunai.
Melihat hal tersebut, warga dengan usia lanjut ini kaget dan heran karena
keluarga tersebut sudah mendapatkan bantuan berkali-kali selama kurun waktu 3-
4 tahun dan keadaan juga sudah membaik. Akan tetapi, dia sendiri yang sudah renta
harus membanting tulang untuk menghidupi ke empat cucunya. Dia mengaku
pernah mendapatkan bantuan sosial tunai tunai tersebut di tahun 2019, tapi hanya
sekali dan tidak mendapat lagi sampai sekarang. Inilah efek dari data yang tidak
diperbarui sehingga salah sasaran.

2. What’s Happening and Why? (Apa yang terjadi dan Mengapa?)


Pendekatan kedua ini melihat keberjalanan implementasi kebijakan dan
aspek-aspek yang terpengaruh oleh kebijakan. Perspektif ini melihat perubahan-
perubahan yang terjadi setelah implementasi kebijakan itu. Dalam pendekatan ini,
ada 5 indikator yang dapat digunakan untuk menjelaskannya. Indikator tersebut
yaitu jumlah aktor terlibat, jelas atau tidaknya tujuan, kompleksitas program
pemerintah, partisipasi di tiap unit dan level pemerintahan, dan faktor pemengaruh
implementasi.
Indikator pertama, jumlah aktor terlibat menandakan semakin kompleksnya
suatu kebijakan. Apabila keahlian yang mereka punya masih di level minimum,
maka akan memperbesar risiko kegagalan kebijakan. Dalam kasus ini, perencanaan
kebijakan sudah baik karena sudah tersusun anggaran dana beserta regulasi yang
baik. Namun, pengalokasian dana oleh para aktor ini cenderung menyeleweng
karena tidak mengutamakan masyarakat tetapi malah digunakan untuk kegiatan
seperti studi banding dan seminar yang sebenarnya masih bisa dihemat lagi
pengeluarannya.
Indikator kedua, kejelasan tujuan yang akan memudahkan implementor
untuk memahami dan mewujudkan kebijakan dalam praktik nyata. Tujuan dari
pemberian bantuan sosial tunai ini sudah jelas untuk mengurangi tingkat
kemiskinan untuk menyejahterakan masyarakat Kampung Apung. Kenyataannya,
masih ada warga yang belum mendapat bantuan sosial tunai itu dan taraf
ekonominya masih rendah. Ini menandakan bahwa ada trouble yaitu perencanaa
yang baik tapi pelaksanaanya gagal atau tidak mencapai tujuan. Hal yang
memengaruhi bisa berasal dari implementor yang kurang responsif dan
keterbatasan informasi warga.
Indikator ketiga, kompleksitas program pemerintah yang berarti semakin
rumit program yang direncanakan maka akan semakin besar pula risiko kegagalan
implementasi. Petunjuk pelaksanaan pasti sudah direncanakan tetapi bersifat
dinamis karena menyesuaikan situasi dan kondisi. Ini tergantung pada bagaimana
implementor menghadapi tantangan yang ada seperti jumlah masyarakat yang naik
diluar perkiraan, warga kurang memahami mekanisme program bantuan sosial
tunai, dan aksesibilitas kepada masyarakat penerima manfaat.
Indikator keempat, partisipasi unit pemerintahan di semua level wilayah
mulai dari pusat, daerah, sampai kecamatan harus terkoordinasi. Pusat bisa ikut
turun tangan bersama pemerintah kota Jakarta Utara dan Kecamatan Penjaringan
dalam pemberian bantuan sosial tunai. Namun, menururt perngakuan warga,
petugas di kecamatan setempat mengarahkan mereka untuk mengurus sendiri yang
sangat tidak solutif mengingat adanya keterbatasan transportasi. Seharusnya,
petugas bisa mendampingi masyarakat sampai mereka benar-benar mendapat hak
bantuan sosial tunai mereka.
Indikator kelima, faktor-faktor di luar teknis yang akan memengaruhi
implementasi kebijakan sehingga kebijakan jadi terhambat bahkan gagal. Faktor
ini diluar batas kontrol dari implementor. Contohnya seperti aksesibilitas atau
sulitnya Kampung Apung ini dijangkau oleh kendaraan karena jalanannya hanya
terbuat dari papan bekas yang rawan roboh. Kondisi geografis yang ada di tanggul
laut Jakarta bukan di daratan. Meningkatnya masayarakat miskin di Kampung
Apung yang disebabkan pasangnya air laut sehingga para nelayan tidak melaut dan
tidak mendapat penghasilan.

Variabel yang dapat digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan kebijakan bantuan
sosial tunai terhadap Kampung Apung Muara Baru, Jakarta Utara ini dapat berdasarkan
teori yang dikembangkan oleh Mazmanian dan Sabatier. Dengan menggunakan variabel
ini, kebijakan diharapkan dapat yaitu sebagai berikut:
1. Karakteristik masalah (tractability of the problems)
Populasi warga Kampung Apung tentu saja miskin karena rumah
mereka dibangun di atas laut dan hanya berpondasikan papan bekas. Padahal
ukuran tempat tinggal yang layak yaitu pondasi rumah dari bata. Tingginya
angka kemiskinan ini membuat masalah semakin kompleks dan pemberian
bantuan sosial tunai harus mencukupi.
2. Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure
implementation)
Kebijakan pemberian bantuan sosial tunai perlu memperhatikan kondisi
warga. Bisa dengan mendahulukan warga yang sangat terpuruk dan sudah lama
tidak mendapat bantuan. Para petugas yang bertanggung jawab sebaiknya
membantu dalam proses pembagian bantuan sosial tunai ini sehingga kebijakan
pemberian bantuan sosial tunai ini benar-benar terlaksana secara adil dan
merata.
3. Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).
Kampung Apung termasuk kampung yang kumuh. Kondisi geografisnya
terletak di atas laut tanpa pondasi yang kuat. Krisis air bersih selalu menimpa
mereka karena memang tidak ada sumber air yang memadai. Oleh karena itu,
diperlukan kebijakan lain untuk membantu warga Kampung Apung seperti
akses air bersih.

V. KESIMPULAN & SARAN


A. Kesimpulan
Garis merah yang dapat ditarik dari pembahasan mengenai permasalahan
kebijakan bantuan sosial tunai di Kampung Apung Muara Baru, Kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara yaitu bahwa pelaksanaannya masih belum efektif.
Setelah dinilai melalui dua pendekatan yang dituliskan oleh Randall B. Ripley dan
Grace A. Franxlin, dapat disimpulkan melalui pendekatan kepatuhan ternyata
perilaku para implementor kebijakan masih belum sesuai standar dan prosedur
yang ditetapkan. Mereka masih menyelewengkan dana terlalu besar yang telah
dianggarkan untuk bantuan sosial tunai. Selain itu, pelayanan mereka dipandang
belum cukup membantu bagi masyarakat Kampung Apung.
Pada pendekatan kedua, dari segi perencanaan sudah baik karena
penganggaran yang dituliskan sudah terarah beserta dengan teknis pelaksanaannya.
Para implementor juga dinilai sudah berpengalaman tetapi hanya kurang
bertanggung jawab sampai akhir. Selain itu, pemerintah tetap perlu bekerja sama
antar tingkat pemerintahan (pusat, daerah, dan wilayah terkecil) dan
berkooordinasi. Keadaan masyarakat yang dinamis juga membutuhkan
implementor yang mampu menjawab tantangan secara cepat sehingga kemampuan
problem solving juga sangat diperlukan.
Kebijakan pemberian bantuan sosial tunai di Kampung Apung perlu
memperhatikan ketiga variabel yang dominan penentu keberhasilan kebijakan.
Kebijakan yang diberlakukan harus memperhatikan lingkungan dan keadaan
geografis setempat dan mampu menjawab masalah dan tantangan yang muncul di
lapangan terkait pengimplementasian kebijakan bantuan sosial tunai. Pemerintah
didorong untuk selalo responsif dan responsibel untuk menampung aspirasi
Masyarakat.
B. Saran
Masalah-masalah implementasi kebijakan bantuan sosial tunai di atas kurang
lebih sejenis dengan masalah implementasi kebijakan yang terjadi di luar negeri.
Beberapa literatur memiliki resolusinya sendiri untuk terus meningkatkan
efektivitas dan efisiensi kebijakan bantuan sosial tunai. Hal ini perlu dilakukan
mengingat kemiskinan menjadi masalah mendasar yang sering ditemukan di setiap
negara sehingga tujuan pengentasan kemiskinan untuk meraih kesejahteraan
masyarakat perlu secara konsisten dilakukan.
Melihat kondisi di Kampung Apung Muara Baru, Jakarta Utara, wilayah ini
tergolong wilayah yang terpinggirkan dan cenderung termarginalisasi. Beberapa
kebijakan yang dapat menjadi masukan baik untuk wilayah tertentu atau Indoneisa
yaitu sebagai berikut:
1. Economic development (Pembangunan Ekonomi)
Dalam Research policy yang dilakukan Bank Dunia, pada abad ke 8 para
kapitalis dan masyarakat sipil telah berkembang lebih baik dengan dalam
manajemen bisnis. Mereka lebih membaur ke lembaga-lembaga publik.
Selain itu, kesadaran akan penyelenggaraan layanan sosial seperti
kesehatan, pendidikan, dan transportasi telah menaikkan tingkat
kesejahteraan yang ada. Selain itu, dilakukan pula upaya industrialisasi
yang padat modal yang optimis mampu mengembangkan masyarakat
miskin di kota-kota maupun desa sehingga tidak terpuruk dalam
kemiskinan.
Pertumbuhan PDB (Pendapatan Domestik Bruto) juga perlu diupayakan
karena dengan peningkatan PDB ini maka distribusi pendapatan juga
mudah dilakukan. Apabila distribusi pendapatan merata, maka kesenjangan
pendapatan antara kelompok miskin dan non miskin dapat diperkecil.
Selain mendapat penghasilan yang lebih baik, maka kebutuhan hidup juga
dapat tercukupi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Effective public action
Penggunaan data dan pengukuran yang efektif untuk menghasilkan
output yang valid terkait jumlah masyarakat miskin sehingga jumlah
bantuan sosial tunai yang dikeluarkan tidak kurang maupun kelebihan.
Koordinasi pemerintah setempat seperi camat atau pejabat terdekat dengan
masyarakatnya terkait pendataan masyarakat miskin secara berkala perlu
dilakukan. Hal ini bertujuan agar bantuan sosial yang diberikan tidak salah
sasaran karena perubahan jumlah masyarakat miskin bisa bertambah
maupun berkurang.
3. Undifferentiated transfers
Intervensi yang lebih hemat biaya yaitu “penargetan", artinya lebih
banyak penduduk miskin yang memperoleh bantuan dan lebih sedikit
penduduk tidak miskin yang memperoleh manfaat. Manfaat dari bantuan
yang tidak terdiferensiasi (seperti subsidi pangan umum) sering hilang
secara tidak proporsional terhadap kelompok non-miskin karena salah
sasaran. Penargetan yang lebih baik akan mengurangi efektivitas biaya
dalam pengentasan kemiskinan. Secara empiris, besarnya biaya tersebut
akan bergantung pada tanggapan peserta dan yang lain; misalnya, alokasi
waktu intra-rumah tangga merespons pekerjaan.
4. Intervensi yang efektif dan tepat sasaran
Intervensi yang dimaksud yaitu terkait pada reproduksi dan hak-ha
wanita. Intervensi kebijakan ini harus mengimbangi perbedaan faktor
penentu kesuburan antara kelompok miskin dan kelompok kaya. Hal ini
dilakukan karena dalam beberapa kasus, kelompok miskin cenderung
memiliki anak lebih banyak. Oleh karena itu, perlu intervensi kebijakan
untuk tetap menajaga pertumbuhan penduduk dari kalangan masyarakat
yang tergolong miskin.
5. Labour party
Hasil negara-negara maju seperti Amerika Serikat dapat ditarik
informasi bahwa Partai Buruh mampu mengatasi kemiskinan. Partai Buruh
cukup berpengaruh dalam parlemen. Mereka berhak mengajukan beberapa
pertimbangan sebagai alternatif kebijakan terhadap pemerintah. Partai ini
didukung oleh advokat yang dapat melindungi mereka dan membantu
mendukung nilai keadilan sosial masyarakat. Dengan adanya saran-saran
yang masuk, maka upaya nyata dalam penanggulangan kemiskinan dapat
segera dijalankan dan dipantau keberjalanannya.
6. Pembinaan Keluarga
Saran ini berdasarkan hasil penelitian Thomas Soseco dkk pada 2022
yang meneliti 295.155 kepala keluarga dari 34 provinsi di Indonesia.
Ditemukan bahwa penurunan pendapatan keluarga lebih signifikan saat
perempuan menjadi kepala keluarga sehingga lebih rentan menjadi miskin.
Perlu dilakukan upaya untuk mengurangi perempuan agar terhindar dari
posisi marginal akibat perceraian atau perpisahan. Caranya pencegahan
yang dilakukan seperti mencegah pernikahan dini, akses pendidikan yang
baik untuk perempuan, penciptaan peluang kerja yang baik bagi
perempuan, dan pembinaan program keluarga agar terencana.
7. Bolsa Familia
Bolsa Familia adalah program kemiskinan dari Brasil. Program ini
dirancang agar orang miskin bisa mengakses kebutuhan dasar seperti
pangan, pendidikan sembari mencari jalan untuk mendapatkan penghasilan.
Program ini bersifat targeting yang hanya diberikan padan kelompok yang
sangat miskin (extremely poor) dan miskin rentan yang ada di kantong-
kantong kemiskinan. Program ini dibarengi dengan jaminan pangan,
jaminan upah layak, dan dukungan bagi warga di pedalaman.
Di Brasil, anggaran yang dibutuhkan hanya 0,5% dari PDB Brazil atau
2,5% dari belanja pemerintah. Ini karena bersihnya pemerintahan Brasil dan
adanya Komite Kota sebagai evaluator dan mengontrol keberjalanan
kebijakan. Tantangan penerapannya di Indonesia yaitu adanya korupsi dan
birokratisme. Perlu memperbaiki pemerintahan yang dipenuhi korupsi,
kolusi, dan nepotisme agar kebijakan ini mampu berjalan tanpa ada
pemborosan dan penyelewengan dana.
8. Maximize career prospects
Karir atau pekerjaan dapat dimaksimalkan melalui pengembangan
ketrampilan pada masyarakat usia kerja. Tujuannya agar mereka menjadi
tenaga kerja dengan produktivitas tinggi. Potensi masyarkat perlu
dikembangkan untuk memperluas pangsa pasar tenaga kerja dan menjaga
efek stabilisasi pada permintaan agregat tenaga kerja maupun produk dalam
negeri. Ini dapat berimbas pada peningkatan pendapatan dan perbaikan
kualitas hidup masyarakat agar terbebas dari kemiskinan.
Daftar Pustaka

Acland, D. (2021). Poverty, Irrationality, and the Value of Cash Transfers. Cambridge
University Press, 227-257.
Cammeraat, E. (2020). The relationship between different social expenditure schemes and
poverty, inequality and economic growth. International Social Security Review, 101-
123.
Cheng, C. Y. (2021). Poverty alleviation and state building in peripheral areas: evidence from
China. Japanese Journal of Political Science, 312-332.
Edmiston, D. (2022). Plumbing the Depths: The Changing (Socio-Demographic) Profile of UK
Poverty. Cambridge University Press, 385-411.
Fabio Veras Soares, Rafael Perez Ribas, Rafael Guerreiro Osorio. (2010). EVALUATING THE
IMPACT OF BRAZIL'S BOLSA FAMILIA. Latin American Research Review, 173-
190.
Fajri dkk. (2022). ANALISIS KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
MELALUI PROGRAM KELUARGA HARAPAN. Jurnal Manajemen dan Kebijakan
Publik, 158-170.
Goel, R. K. (2020). Uncharitable Acts in Charity: Socioeconomic Drivers of Charity-Related
Fraud. Social Science Quarterly, 1398-1412.
Ham, A. (2014). THE IMPACT OF CONDITIONAL CASH TRANSFERS ON
EDUCATIONAL INEQUALITY OF OPPORTUNITY. Latin American Research
Review, 153-175.
Hellmann, A. G. (2015). How does Bolsa Familia Work? Washington : Inter-American
Development Bank.
Isma Yatun dkk. (2022, Mei). BPK TEMUKAN PEMBOROSAN KARTU PRAKERJA. Warta
Pemeriksa, pp. 1-56.
Michael Lipton and Martin Ravallion. (1993, April). Poverty and Policy. Policy Research
Working Paper . Washington DC, USA: The World Bank.
Okuputra Nasikh. (2022). Pengaruh inovasi daerah terhadap kemiskinan. Jurnal Ekonomi,
Keuangan dan Manajemen, 159-166.
Philip Mendes, Steven Rosche. (2022). How do Australian policymakers frame the causes of
and policy solutions to poverty? A critical examination of Anti-Poverty Week
parliamentary debates from 2012-2021. Australian Journal of Social Issues, 592-606.
Purwanto, E. A. (2007). Mengkaji Potensi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk
Pembuatan Kebiiakan Anti Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik , 295-324.
Randall B. Ripley, Grace A. Franklin. (1986). Policy Implementation and Bureaucracy.
Michigan: Dorsey Press.
Thomas Soseco dkk. (2022). Gender Determinant on Multidimensional Poverty Index:
Evidence from Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 137-151.
Timbunan. (2019). DINAMIKA PELAKSANAAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI INDONESIA. Jurnal Ilmu Administrasi
Negara, 227-239.
Wietzke, F.-B. (2020). Poverty, Inequality, and Fertility: The Contribution of Demographic
Change to Global Poverty Reduction. POPULATION AND DEVELOPMENT REVIEW,
65-99.

Sumber berita

BBC. (2023). Anggaran kemiskinan Rp500 T 'sebagian tersedot untuk seminar di hotel dan
perjalanan dinas' - 'praktik lazim di birokrasi Indonesia,' kata Ombudsman. Jakarta:
BBC News Indonesia. Retrieved Oktober 21, 2023, from
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cjrerjr4p25o
BBC. (2023). Angka kemiskinan ekstrem Jakarta meningkat, warga Kampung Apung Jakarta
Utara mengaku 'sudah bertahun-tahun tidak menerima bantuan sosial'. Jakarta: BBC
News Indonesia. Retrieved Oktober 19, 2023, from
https://www.bbc.com/indonesia/articles/c0v98g75rpgo
Fithriansyah, H. (2023). Potret Kehidupan Warga Kampung Apung Muara Baru Jakarta. DKI
Jakarta: Liputan6. Retrieved Oktober 20, 2023, from
https://www.liputan6.com/photo/read/5416788/potret-kehidupan-warga-kampung-
apung-muara-baru-jakarta?page=5
Utama, P. (2023). Melihat Lebih Dekat Kemiskinan Ekstrem di Kampung Apung Jakut. DKI
Jakarta: Detiknews. Retrieved Oktober 19, 2023, from https://news.detik.com/foto-
news/d-6547774/melihat-lebih-dekat-kemiskinan-ekstrem-di-kampung-apung-jakut/2

Anda mungkin juga menyukai