Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam
dirinya melekat hak dan martabat manusia seutuhnya. Anak merupakan generasi
penerus cita-cita dan masa depan Bangsa. Di dalam masyarakat banyak anak yang
belum tercukupi kebutuhan hidupnya. Hambatan-hambatan tersebut di antara lain
belum terpenuhinya kesejahteraan jasmani, sosial, dan ekonomi. Orang tua yang
seharusnya melindungi, mencukupi, dan menjamin terpenuhinya hak-hak anak
justru memanfaatkan anaknya. Orang tua berdalih sibuk mencari nafkah,
kemiskinan, dan faktor-faktor struktural mereka memanfaatkan anaknya. Anak
mempunyai hak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, dan perlindungan.

Resesi ekonomi yang berkepanjangan merupakan salah satu faktor


penggerak arus anak turun ke jalan. Secara garis besar keberadaan anak di jalan
dapat dikelompokkan menjadi dua, salah satu di antaranya adalah anak jalanan
yang masih memiliki Orang tua. Anak-anak miskin seringkali haknya terabaikan.
Anak-anak yang hidup dalam kemiskinan seringkali terperangkap dalam situasi
penuh penderitaan, kesengsaraan, dan masa depan yang suram. Kurangnya
pemenuhan hal kelangsungan pendidikan anak menjadi salah satu faktor penyebab
mereka menjadi anak jalanan. Anak-anak yang hidup dari keluarga menengah ke
bawah hanya mengenyam pendidikan dasar. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan
krisis kepercayaan pada anak dalam lingkungan sosialnya dan keadaan ini yang
mengakibatkan keberadaan anak jalanan tiap tahunnya mengalami peningkatan.

Anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas mereka berada di jalanan
memang tidak dapat disamaratakan. Dilihat dari sebab, sangat dimungkinkan tidak
semua anak jalanan berada dijalan karena tekanan ekonomi, pergaulan, pelarian,
tekanan orang tua, atau atas dasar pilihannya sendiri.

Anak jalanan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu anak semi jalanan dan
anak jalanan murni. Anak semi jalanan diistilahkan untuk anak-anak yang hidup
dan mencari penghidupan dijalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan dengan
keluarga. Sementara itu anak jalanan murni diistilahkan untuk anak-anak yang
hidup dan menjalani kehidupannya di jalanan tanpa punya hubungan dengan
keluarganya.1

Anak jalanan dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok berdasarkan hubungan


dengan orang tuanya, yaitu : Pertama, Anak yang putus hubungan dengan orang
tuanya, tidak sekolah dan tinggal di jalanan ( anak yang hidup dijalanan / children
the street ). Kedua, anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya,
tidak sekolah, kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua
bulan atau tiga bulan sekali biasa disebut anak yang bekerja di jalanan ( Children
on the street ). Ketiga, Anak yang masih sekolah atau sudah putus sekolah,
kelompok ini masuk kategori anak yang rentan menjadi anak jalanan ( vulnerable
to be street children ).2
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang anak menjadi anak jalanan,
baik pada tingkat mikro maupun makro, yaitu:
1. Tingkat mikro (Immediate causes)
Yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya, seperti lari
dari
keluarga, dipaksa bekerja, berpetualang, diajak teman, kemiskinan
keluarga,
ditolak/kekerasan/terpisah dari orang tua dan lain-lain.
2. Tingkat meso (underlying causes)
Yaitu faktor masyarakat yang mengajarkan anak untuk bekerja, sehingga
suatu saat menjadi keharusan dan kemudian meninggalkan sekolah,
kebiasaan pergi ke kota untuk mencari pekerjaan pada suatu masyarakat
karena keterbatasan kemampuan di daerahnya, penolakan anak jalanan
oleh masyarakat yang menyebabkan mereka makin lama dijalanan dan
lain-lain
3. Tingkat Makro (basic cause)

1 Asmawati. 2001. Anak Jalanan Dan Upaya Penanganannya Di Kota Surabaya, Jurnal Hakiki Vol
1/No 2/Nov 1999
2 Tata Sudrajat. 1999. Isu Prioritas Dan Program Intervensi Untuk Menangani Anak. Jalanan,
Jurnal Hakiki Vol 1/No 2/Nov
Yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur makro, seperti peluang
kerja pada sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal dan
keahlian yang besar, urbanisasi, biaya pendidikan yang tinggi dan perilaku
guru yang diskriminatif, belum adanya kesamaan persepsi instansi
pemerintah terhadap anak jalanan.

Eksploitasi anak merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang untuk memanfaatkan atau memeras tenaga kerja orang lain
demi kepentingan bersama maupun pribadi. Bagi keluarga miskin, anak pada
umumnya memiliki fungsi ekonomis, menjadi salah satu sumber pendapatan atau
penghasilan keluarga, sehingga anak sudah terbiasa sejak usia dini dilatih,
dipersiapkan untuk menghasilkan uang di jalanan. Eksploitasi anak jalanan sangat
beragam, mulai dari anak-anak yang dijadikan sebagai pengemis, pengamen,
bahkan berjualan. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan dari Hadi Supeno yang
merupakan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang menyatakan bahwa
eksploitasi anak-anak sangat tinggi dan bervariasi, seakan-akan eksploitasi sudah
menjadi budaya. Akar permasalahan sosial anak jalanan sebenarnya bukan hanya
bentuk perlakuan salah/penyimpangan dari orang tua, Pemerintah juga menjadi
salah satu faktor penyebab permasalahan sosial ini.

Di setiap sudut Kota Malang, banyak dijumpai anak-anak jalanan


berkeliaran setiap pagi, siang, sore hingga malam. Setelah dilakukan pendekatan
kepada beberapa anak jalanan di kota Malang, terungkap fakta bahwa alasan
beberapa anak jalanan turun ke jalan karena perintah dari orang tua mereka. Orang
tua memaksa anak mereka yang masih di bawah umur untuk mencari uang dengan
meminta-minta di jalan karena faktor ekonomi. Kota Malang sebagai penyandang
Kota Layak Anak telah mengatur mengenai anak jalanan, gelandangan dan
pengemis yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 9 Tahun
2013 tentang Penanganan Anak Jalanan, Gelandangan, dan Pengemis. Pasal 3
huruf b Peraturan Daerah ini menyebutkan bahwa Perda ini mencegah
penyalahgunaan komunitas anak jalanan, gelandangan dan pengemis dari
eksploitasi pihak-pihak tertentu. Namun dengan adanya Peraturan Daerah ini
belum sepenuhnya mengatasi masalah tentang eksploitasi anak jalanan tersebut.

Untuk itu, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai


fenomena anak jalanan yang terjadi di Kota Malang terkait Pasal 3 huruf b
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penanganan Anak
Jalanan, Gelandangan, dan Pengemis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa faktor orang tua mengekploitasi anak untuk bekerja di jalanan ?
2. Bagaimana peran pemerintah dalam menangani masalah anak jalanan
tersebut ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui faktor orang tua memerintahkan anaknya untuk
mencari uang dengan turun ke jalan
2. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam menangani masalah anak
jalanan tersebut

D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian : Empiris
2. Pendekatan Penelitian : Yuridis Sosiologis
3. Lokasi Penelitian : Kota Malang
4. Jenis dan Sumber Data :
1. Data Primer : data yang diperoleh langsung dari responden diambil
dari hasil wawancara bebas
2. Data Sekunder : data penunjang dan pendukung data utama,
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945, Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002,
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Penanganan Anak Jalanan, Gelandangan, dan Pengemis, hasil
penelitian orang lain, artikel-artikel dari internet,surat kabar dan
literatur-literatur.
5. Teknik Memperoleh Data :
1. Wawanacara bebas
2. Studi Dokumentasi /arsip
6. Populasi dan Sampel
- Populasi : Seluruh anak jalanan kota Malang
- Sampel :
1. Anak jalanan yang turun ke jalan karena faktor perintah orang
tua
2. Orang tua yang memerintahkan anak turun ke jalan
7. Teknik Analisa Data
Dilakukan secara kualitatif yaitu dari data yangng diperoleh kemudian
disusun secara sitematis, kemudian dianalisis dan disajikan secara
deskriptif yaitu menggambarkan apa adanya sesuai dengan
permasalahan yang diteliti.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor - Faktor Orang Tua Mengeksploitasi Anak Untuk Bekerja di


Jalanan

Eksploitasi anak merupakan masalah-masalah baru yang di timbulkan


oleh garis kemiskinan, bahkan faktanya eksploitasi anak tidak terjadi pada
ekonomi kalangan bawah tetapi ekonomi kalangan atas pun sering meng-
eksploitasi anak untuk meraih keuntungan semata. Eksploitasi anak merupakan
pengambilan hak-hak asasi yang seharusnya di miliki anak, misalnya anak di
bawah umur. Anak dibawah umur seharusnya memiliki hak-hak untuk bermain
dengan teman sebayanya, memperoleh pendidikan yang layak, dan seharusnya
mendapatkan kasih sayang yang tulus dari orang tuanya. Tetapi pada kenyataanya,
eksploitasi anak ini sering terjadi karena disebabkan oleh orang tuanya sendiri.
Orang tua yang memliki tanggung jawab untuk menafkahi anak-anak dan
keluarganya kini harus berpindah tangan dengan anaknya sendiri. Mereka
seharusnya menjadi tulang punggung dalam keluarga kini malah justru bertukar
dengan anaknya sendiri yang menjadi tulang punggung dalam keluarga.
Alasannya sederhana, mereka menjadikan anak tersebut bekerja adalah sama-
sama memperoleh keuntungan dari kedua belah pihak yaitu orang tua dan anak itu
sendiri. Prinsip yang salah ini masih tetap saja di pegang oleh orang tua itu.

1. Kemiskinan dan keuntungan yang besar dari mengamen

Eksploitasi anak bisa meliputi beberapa hal, misalnya menyuruh anak di


bawah umur untuk bekerja, memaksa anak untuk belajar terlalu keras, dan masih
banyak lagi bentuk eksploitasi anak lainnya. Kita tentu sering melihat anak-anak
jalanan yang menjadi pengamen, penjual koran bahkan pengemis. Sebagian dari
mereka bekerja untuk bisa membantu orang tuanya serta memenuhi kebutuhannya
sendiri karena himpitan ekonomi. Itu artinya mereka bekerja atas dasar kesadaran
pribadi. Akan tetapi, banyak juga dari mereka yang bekerja keras karena perintah
dan paksaan dari orang tuanya. Hal ini pun tidak terlepas dari himpitan ekonomi
yang diderita oleh keluarga tersebut.

Kemiskinan dinilai menjadi salah satu penyebab utama terjadinya


eksploitasi terhadap anak, meski undang-undang dengan tegas ditegakkan
melarang penggunaan tenaga kerja anak-anak. Banyak orang tua yang malas
bekerja dan menugaskan anaknya untuk bekerja. Padahal sudah menjadi
kewajiban orang tua untuk mencari nafkah dan sudah menjadi tugas seorang anak
untuk belajar. Kekurangan bahan pokok, biaya sekolah bahkan hutang bisa
menjadi penyebab utama orang tua mempekerjakan anak-anaknya.

Kehidupan di kota besar yang sangat keras dan persaingannya yang kuat
membuat orang orang yang tidak mampu melalui hal tersebut akan tereliminasi
dari proses seleksi sosial. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kehidupan yang berat
di kota-kota menjadi alasan lemahnya kehidupan ekonomi. Hal ini mengakibatkan
timbulnya masalah masalah bagi pihak yang tidak mampu melalui proses seleksi
tersebut. Salah satunya adalah anak jalanan dan para orang tua yang melakukan
eksploitasi terhadap anak itu sendiri.

Menghadapi kehidupan yang keras ini membuat kaum lapisan bawah


menghadapinya dengan berbagai cara yang berbeda beda. Mulai dari mencari
nafkah dengan cara yang halal sampai ke yang haram. Ada juga mereka yang
menggunakan jalan jalan yang praktis untuk mencari nafkah, seperti mengemis
di jalanan. Hanya dengan meminta minta uang yang mereka hasilkan hampir
sama dengan bekerja keras siang malam.

Berdasarkan hasil observasi yang penulis laksanakan, para orang tua


anak jalanan tersebut terpaksa menyuruh anak anak mereka turun ke jalanan
karena alasan ekonomi. Sebenarnya para orangtua ini juga memiliki keingginan
untuk melihat anak anak mereka bias pergi ke sekolah. Namun kondisi yang
mereka hadapi tidak memungkinkan. Cara mereka para orang tua memang suatu
perilaku menyimpang dimata masyarakat. Masyarakat menganggap
mengeksploitasi anak dibawah umur bukan merupakan suatu contoh yang baik,
karena secara tidak langsung kegiatan tersebut membuat sang anak mengalami
goncangan psikologis.

Disisi lain perbuatan menyimpang yang dilakukan oleh orangtua ini juga
tidak bisa dihindari. Tuntutan ekonomi bisa membuat orang lain melakukan apa
saja yang bisa dilakukan demi terpenuhinya kebutuhan hidup mereka. Hal ini
merupakan suatu fakta yang tidak bisa dipungkiri lagi. Meskipun menurut defenisi
masyarakat kegiatan eksploitasi terhadap anak anak ini tidak pantas dilakukan,
tapi kegiatan ini dilakukan oleh pihak yang terkait dengan alasan yang sangat jelas
menurut mereka.

Penulis telah melakukan observasi di salah satu perempatan di Kota


Malang, tepatnya di perempatan Jalan Veteran Kota Malang di mana terdapat dua
anak perempuan berumur 10 tahun dan kakanya 12 tahun dijadikan alat oleh
orang tuanya sendiri menjadi seorang pengemis jalanan.3 Setelah di lakukan
penelitian, tenyata orang tua tersebut adalah orang tua yang mapan, bahkan di
orang tuanya memiliki usaha rumah kontrakan yang disewakan kepada orang lain.
Kedua anak tersebut memang sudah tidak bersekolah karena mereka telah
mendapatkan kenyamanan di jalan dengan meminta-minta.

Fakta lain terungkap di sudut lain di kota Malang, yaitu di bawah fly over
Arjosari. Pada malam hari, sekitar pukul 19.00 WIB terdapat beberapa anak
perempuan berumur 5-7 tahun. Mereka adalah adik dan kakak dari orang tua yang
sama. Mereka turun ke jalan lantaran perintah dari orang tua, padahal setelah
ditelisik lebih dalam ternyata kedua orang tua mereka tergolong orang yang
mampu. Orang tuanya memiliki rumah dengan 2 lantai yang layak huni, bukan
hanya rumah yang hanya terbuat dari bilik.4

Miris memang melihat kejadian ini, peran orang tua sangat jauh
melenceng dari kenyataanya. Ia memanfaatkan kepolosan si anak demi meraih
keuntungan dan keuntungan. Padahal kenyataanya ekonomi mereka tidak terlalu
sulit dari yang di perkirakan. Faktanya orang tua itu masih mampu berjalan dan
seharusnya masih mampu mempekerjakan dirinya untuk mendapatkan uang.
Alasannya memang sederhana, keuntungan dari mengemis lebih besar daripada
bekerja. Serta keuntungan dari mengemis-lah yang mampu untuk membelikan
anak-anak itu sebuah mainan.

2. Pengaruh Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal

Keadaan di lingkungan sekitar juga merupakan faktor pendorong


terjadinya kegiatan eksploitasi terhadap anak dibawah umur ini. Sesuai dengan
ilmu antropologi yang mengkaji bahwa manusia itu hidup secara kolektif. Oleh
karena itu pola pola tindakan dan tingkah laku manusia itu adalah hasil proses

3 Wawancara dengan Tina dilakukan pada Selasa 18 November 2014 pukul 17.00 WIB, lokasi di Jl
Veteran
4 Wawancara dengan Rika dilakukan pada Selasa 18 November 2014 pukul 19.00 WIB, lokasi di
Arjosari
belajar. Manusia itu saling berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya. Proses
interaksi yang berkelanjutan ini akan membentuk kepribadian seseorang.

Secara umum penulis menyimpulkan bahwa anak jalanan ini tinggal


dilingkungan lapisan bawah yang kumuh dan masyarakatnya tidak beraturan.
Masyarakat yang tidak beraturan ini memberikan pengaruh yang tidak baik bagi
mereka yang tinggal dikawasan tersebut.

Biasanya para pengemis tinggal di suatu kawasan yang sama. Ketika ada
suatu keluarga lapisan bawah yang masuk kedalam kawasan tersebut, secara tidak
langsung mereka pasti akan terpengaruh dengan lingkungan disekitar tempat
tinggal mereka. Menurut salah satu sumber yang penulis wawancarai menyatakan
bahwa ia membiarkan anak anaknya mencari uang dijalanan karena tetangga
tetangganya juga melakukan hal yang sama. Menurut mereka, dengan
membiarkan anak anak mereka mengemis ataupun bekerja dijalanan, mereka
akan mendapat uang yang lebih banyak. Mereka menganggap orang orang
diluar sana akan kasihan melihat seorang anak anak yang masih dibawah umur
meminta minta dijalanan.

Penulis telah mendatangi langsung beberapa kawasan di Kota Malang


untuk melihat kehidupan para anak jalanan, yaitu di daerah Sukun dan di daerah
Muharto Kota Malang. Pada dua daerah tersebut memang merupakan kawasan
kumuh dengan ekonomi mayarakat tingkat menengah ke bawah. Di daerah
tersebut memang banyak sekali anak-anak yang turun ke jalan untuk mencari
uang. Beberapa dari mereka menjadi polisi cepek, berjualan, dan ada pula yang
hanya meminta-minta kepada pengguna jalan.

Setelah alasan ekonomi, alasan ikut ikutan tetangga ini merupakan


factor yang paling dominan bagi orang tua untuk menyuruh anak anak mereka
mencari nafkah dijalanan. Sifat alamiah manusia yang suka meniru membuat
mereka cenderung meniru apa yang dilakukan orang disekitar mereka tanpa
pertimbangan yang matang.
Para orang tua yang terpengaruh oleh lingkungan disekitarnya ini
beranggapan tidak ada salahnya jika mereka juga ikut ikutan menyuruh anak
mereka mencari uang dijalanan.5 Toh, itu bisa memenuhi kebutuhan mereka sehari
hari. Ditambah lagi si anak juga tidak begitu keberatan melakukan hal ini. Anak
jalanan ini juga telah terpengaruh oleh lingkungan disekitar mereka. Sesuai
dengan teori sosialisai, bahwa media sosialisai yang paling berpengaruh setelah
keluarga adalah lingkungan masyarakat dimana mereka berada.

3. Kesenjangan Sosial

Setiap manusia memiliki status yang hanya diperoleh sesuai dengan


usahanya yaitu status yang diraih (achieved status). Status ini bisa berubah sesuai
dengan usaha manusia. Contohnya seorang petani bisa merubah statusnya menjadi
seorang pengusaha jika ia berusaha. Namun bagi kaum lapisan bawah, mereka
merasa sulit untuk melakukan mobilisasi status, karena jurang pemisah antara
lapisan atas dan lapisan bawah sangat jauh. Kaum lapisan bawah inipun merasa
pesimis untuk bisa mengubah status mereka. Status yang dimiliki setiap orang ini
membuat orang itu berbeda dengan orang yang lainnya. Pembedaan anggota
masyarakat berdasarkan statusnya ini dinamakan stratifikasi social.

Dalam pembahasan motif orang tua melakukan eksploitasi terhadap anak


mereka, konsep stratifikasi social ini menjadi alasan yang cukup berpengaruh
dalam kegiatan tersebut. Semakin jauh jurang pemisah yang diciptakan kalangan
atas membuat kaum lapisan bawah semakin terpuruk dan akhirnya membuat
kalangan bawah tidak mau menyentuh jalan menuju lapisan atas. Kalangan bawah
hanya berputar putar di area mereka sendiri.

Orangtua yang melakukan kegiatan eksploitasi ini mengaku bahwa inilah


jalan mereka seharusnya. Mereka menganggap strata bawah tidak akan pernah
bisa naik kelas. Untuk itu mereka berpikiran tidak ada gunanya menyekolahkan
anak mereka jika pada akhirnya akan bernasib sama seperti mereka.

5 Wawancara dengan Ibu Djum, 45, salah satu orang tua anak jalanan. Lokasi di Sukun, Putrayuda
II
Para orangtua ini tidak memiliki pemikiran yang tepat, mereka mengira
bahwa mobilitas untuk naik kelas social itu tertutup sehingga mereka lebih
memilih untuk membiarkan anak anak mereka turun kejalanan membantu
mencari nafkah. Tidak bisa kita hindari bahwa pemikiran kalangan bawah
cenderung lebih pendek karena factor pendidikan yang mereka terima. Hal inilah
yang menjadi kendala bagi pemerintah untuk menanggulangi kegiatan eksploitasi
anak oleh orang tua ini. Pola pemikiran yang tradisional para orang tua membuat
program program yang akan dilaksanakan pemerintah menjadi tidak berjalan
dengan semestinya

B. Peran Pemerintah Dalam Menangani Masalah Anak Jalanan

Peran pemerintah dalam menangani masalah eksploitasi anak jalanan ini


harus lebih terlihat. Pemerintah yang kini sibuk dengan masalah-masalah
pribadinya seakan-akan tak peduli dengan masalah di sekitar. Pemerintah yang
seharusnya mengurus masalah anak-anak jalanan atau anak-anak yang di
eksploitasi disekitar masyarakat justru sibuk dengan politik pribadinya.
Pemerintah pasti sudah punya rencana untuk mengatasi masalah-masalah yang
terjadi khususnya pada anak-anak jalanan atau anak yang di eksploitasi yaitu
dengan menerbitkan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Penanganan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis. Dengan adanya perda
tersebut tetap tidak dapat mengatasi masalah-masalah yang terjadi. Pada
kenyataanya peran mereka hanyalah peran kantoran dan tidak ada satupun peran
yang menunjukan mereka berada di sekitar lapangan masalah tersebut. Mereka
hanya tahu sebuah berita lalu membuat solusinya tanpa tahu mana orang yang
bermasalah yang akan di selesaikan.

Peran dinas sosial sangat penting dalam hal ini. Dinas soail bertugas
sebagaipelaksana dalam kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh Pemerintah
Kota Malang, salah satu pelaksanaan kebijakan yang menjadi tanggungjawab
Dinas Sosial adalah kebijakan yang menyangkut permaslaahan sosial, termasuk
mengenai kebijakan dalam pemberian perlindunga terhadap anak jalanan.
Mengacu pada Keputusan Walikota Malang Nomor 88 tahun 2011, anak jalanan
dimasukkan sebagai salah satu kategori dalam Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS). Dalam Keputusan Walikota ini menyatakan bahwa
untuk melakukan penangann terhadap PMKS perlu dilakukan upaya koordinasi
secara terpadu dengan mengikutsertakan seluruh komponen, baik dari pihak
pemerintah maupun non pemerintah, juga peran serta masyarakat luas dalam
pelaksanaan kebijaksanaan ini.

Untuk mempermudah dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, dibentuk


suatu Komite Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di bawah pengarahan
dari Walikota Malang dan di bawah tanggungjawab dari Sekretaris Daerah Kota
Malang serta asisten Administrasi Daerah Kota Malang, dimana yang bertindak
sebagai ketua pelaksana adalah Dinas Sosial Kota Malang.

Dinas Sosial mengacu pada tiga hal yang disebut dengan 3 fungsi utama
penanganan anak jalanan, antara lain terdiri dari :

1) Fungsi pencegahan: dilakukan dengan cara sosialisasi kepada anak


jalanan melalui kerjasama dengan LSM ataupun pihak-pihak lain yang
terkait. Proses sosialisasi ini tidak serta merta dapat berjalan dengan
maksimal, sebagai alternatif pencegahan yang lain, Dinas Sosial Kota
Malang bekerjasama dengan Satpol-PP untuk melakukan kegiatan razia
anak jalanan yang disebut Operasi Simpatik. Kegiatan Operasi
Simpatik ini tidak hanya dilakukan oleh Satpol-PP, tetapi ada tim terkait
yang bekerjasama dalam kegiatan ini, tim tersebut adalah gabungan dari
Dinas Sosial, Satpol-PP, Polresta Kota Malang, Kementerian Agama
Kota Malang dan Dinas Ketenagakerjaan Kota Malang.
2) Fungsi rehabilitasi: anak jalanan yang hasil razia Operasi Simpatik
kemudian didata dan ditampung di LIPONSOS (Lingkungan Pondok
Sosial) yaitu tempat yang memang disediakan untuk membina anak-anak
jalanan yang terjaring dalam razia. Materi pembinaan yang diberikan
dalam upaya rehabilitasi di LIPONSOS antara lain adalah pembinaan
mental, keagamaan, dan motivasi-motivasi. Setelah dari LIPONSOS,
anak-anak jalanan ini akan dirujuk ke UPT-UPT (Unit Pelayanan
Terpadu) yang berada di Provinsi Jawa Timur untuk mendapatkan
pembinaan lebih lanjut. Dalam fase ini Dinas Sosial Kota Malang
bekerjasama dengan Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur. Dinas Sosial juga
bekerjasama dengan panti-panti asuhan untuk merujuk anak jalanan yang
tidak memiliki tempat tinggal tetap dan sudah tidak memiliki keluarga
ataupun orang tua.

3) Fungsi pemberdayaan: pemberdayaan ini dimaksudkan agar nantinya


anak-anak jalanan tersebut dapat memiliki keterampilan tertentu yang
nantinya dapat mereka jadikan bekal dalam bekerja, hal inilah yang
diharapkan secara perlahan dapat membuat mereka berhenti menjadi
anak jalanan. Pemberdayaan ini dimulai dari tahapan identifikasi atau
pendataan anak jalanan, dengan skema by name by address. Setelah
pendataan/identifikasi, data yang ada akan diseleksi. Proses seleksi ini
dimaksudkan agar pelatihan yang diikuti oleh anak-anak jalanan ini
sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk memastikan bahwa data
yang didapat dan telah terploting merupakan data yang benar, maka
Dinas Sosial melakukan home-visite. Tidak hanya berhenti pada proses
home-visite, selanjutnya dilakukan tahapan assessment, untuk dapat
mengetahui latar belakang anak jalanan secara lebih menyeluruh. Dalam
proses ini, para relawan (seperti halnya pekerja sosial, ataupun relawan-
relawan yang tergabung dalam LSM-LSM) melakukan
pengidentifikasian terhadap anak jalanan untuk mendapatkan data yang
selengkap-lengkapnya tentang mereka. Setelah semua data terkumpul
secara rinci, dibuatlah sebuah rencana intervensi yaitu upaya yang
dilakukan Dinas Sosial untuk memasukkan mereka dalam rangkaian
pelatihan keterampilan yang disebut dengan Program Bimbingan Sosial
dan Keterampilan. Oleh Dinas Sosial Kota Malang adalah pelatihan
fotografi, tataboga, otomotif dan kursus mengemudi. Ketika pelatihan ini
selesei mereka akan mendapatkan bantuan stimulant sesuai dengan
pelatihan keterampilan yang mereka ikuti, tapi seringkali pemberian
stimulant ini dimanfaatkan tidak sebagaimana mestinya oleh mereka.
Fenomena ini menjadi wajar saja terjadi, terlebih jika melihat lingkungan
anak-anak jalanan yang menyebabkan mereka cenderung berfikir pendek,
apa yang dapat mereka lakukan untuk mendapatkan uang dengan cepat,
itulah yang akan mereka pilih, tidak ada lagi pemikiran ke depan untuk
merubah kehidupan menjadi lebih baik, apalagi dengan berhenti menjadi
anak jalanan, karena sebagian mereka merasa bekerja mengamen,
meminta, dan berbagai macam pekerjaan di jalanan tersebut lebih mudah
dan lebih cepat menghasilkan uang. Dinas Sosial sudah berusaha
mengantisipasi hal ini dengan melakukan evaluasi dan monitoring, tetapi
karena tindakan evaluasi dan monitoring ini hanya dilakukan dalam
jangka waktu tertentu saja, itupun tenggang waktunya relatif jarang,
akhirnya praktik penyalahgunaan bantuan ini masih saja terjadi.

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Sosial terkait dalam


penangannan anak jalanan adalah :

1. Kerjasama Dinas Sosial dengan LSM-LSM di Kota Malang yang


concern menangani anak jalanan;

2. Kegiatan razia yangdilakukan Dinas Sosial yang bekerjasama dengan


Stpol-PP dan Polresta Kota Malang;

3. Kegiatan pembinaan dan bimbingan sosial pada anak jalanan di


LIPONSOS yang bekerjasama dengan Departemen Agama dan dinas-
dinas lain;
4. Program pelatihan-pelatihan keterampilan yang bertujuan untuk
memberikan bekal keterampilan bagi anak.

Tapi pada kenyataanya masih banyak kekurangan-kekurangan yang harus


dibenahi. Kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat yang menimbulkan
ketidaktahuan masyarakat dengan program tersebut. Seharusnya pemerintah lebih
aktif dan lebih komitmen dengan program-program yang seharusnya di jalani,
sehingga masyarakat lebih mengerti dan mengetahui akan dampak dan
keuntungan dari program dinas sosial.

Penanganan permasalahan anak jalanan jika dimasukkan dalam kebijakan


PMKS masih terlalu umum, sehingga tidak mengherankan jika kebijakan ini
belum mampu memberikan dampak positif bagi anak jalanan itu sendiri, dan
banyak anak jalanan yang belum dapat terlindungi dari adanya kebijakan tersebut.
Walaupun telah diterbitkan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 9 Tahun 2013
tentang Penanganan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis, namun
penerapannya belum dinilai berhasil karena masih banyak terdapat anak jalanan
yang berkeliaran di Kota Malang.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Eksploitasi anak bisa meliputi beberapa hal, misalnya menyuruh anak di
bawah umur untuk bekerja, memaksa anak untuk belajar terlalu keras, dan
masih banyak lagi bentuk eksploitasi anak lainnya. Kita tentu sering melihat
anak-anak jalanan yang menjadi pengamen, penjual koran bahkan pengemis.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan orang tua hingga tega
mengeksploitasi anaknya untuk mendapatkan uang, antara lain :
1) Kemiskinan dan Keuntungan yang besar dari mengamen
2) Pengaruh Lingkungan Sekitar tempat tinggal
3) Kesenjangan sosial
2. Pemerintah dalam hal menangani anak jalanan telah berupaya semaksimal
mungkin antara lain dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Malang
Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penanganan Anak Jalan, Gelandangan dan
Pengemis. Namun pelaksanaan terhadap Perda tersebut belum terlihat
maksimal.

B. Saran
1. Pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial khususnya seharusnya lebih menjalin
kerja sama dengan LSM maupun komunitas-komunitas di kota Malang yang
concern menangani anak jalanan agar tugas berat Dinsos dapat terbantu
dalam menangani masalah anak jalanan dan membenahi segala kekuranga-
kekurangan yang ada dalam Dinsos itu sendiri.
2. Pemerintah lebih meningkatkan sosialisasi Peraturan Daerah Kota Malang
Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penanganan Anak Jalan, Gelandangan dan
Pengemis agar para orang tua tidak semena-mena mengeksploitasi anak-
anak. Dan menciptakan Program program yang tepat sasaran harus
diciptakan agar kasus eksploitasi terhadap anak anak ini tidak terus
menerus terjadi.

Anda mungkin juga menyukai