EKSPLOITASI ANAK
DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
RABIATUL ADAWIYAH NPM:2208010441
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya
sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu tanpa adanya hambatan.
Sholawat serta Salam juga semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad
SAW.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hak Asasi Manusia. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Eksploitasi Anak bagi para pembaca dan
juga bagi penulis. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih sebesar- kepada dosen Mata Kuliah
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan saya. Maka dari itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Banjarmasin……..2022
RABIATUL ADAWIYAH
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
melekat hak dan martabat manusia seutuhnya. Anak merupakan generasi penerus cita-
cita dan masa depan Bangsa. Di dalam masyarakat banyak anak yang belum tercukupi
kesejahteraan jasmani, sosial, dan ekonomi. Orang tua yang seharusnya melindungi,
Orang tua berdalih sibuk mencari nafkah, kemiskinan, dan faktor-faktor struktural
“arus anak turun ke jalan”. Secara garis besar keberadaan anak di jalan dapat
dikelompokkan menjadi dua, salah satu di antaranya adalah anak jalanan yang masih
memiliki Orang tua. Anak-anak miskin seringkali haknya terabaikan. Anak-anak yang
kesengsaraan, dan masa depan yang suram. Kurangnya pemenuhan hal kelangsungan
pendidikan anak menjadi salah satu faktor penyebab mereka menjadi anak jalanan.
pendidikan dasar. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan krisis kepercayaan pada anak
dalam lingkungan sosialnya dan keadaan ini yang mengakibatkan keberadaan anak
tahun 2002 tercatat ada 170.000 anak jalanan, dan pada 2009 tercatat 230.000 anak
Eksploitasi anak merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang untuk memanfaatkan atau memeras tenaga kerja orang lain demi
kepentingan bersama maupun pribadi. Bagi keluarga miskin, anak pada umumnya
memiliki fungsi ekonomis, menjadi salah satu sumber pendapatan atau penghasilan
keluarga, sehingga anak sudah terbiasa sejak usia dini dilatih, dipersiapkan untuk
menghasilkan uang di jalanan. Eksploitasi anak jalanan sangat beragam, mulai dari
anak-anak yang dijadikan sebagai pengemis, pengamen, bahkan berjualan. Hal ini
dikuatkan oleh pernyataan dari Hadi Supeno yang merupakan Ketua Komisi
salah/penyimpangan dari orang tua, Pemerintah juga menjadi salah satu faktor
tidak dapat mencari solusi pemecahan atas permasalahan tersebut. Dalam dunia
pendidikan contohnya, program wajib belajar 9 tahun dan sekolah gratis melalui
program Bantuan Operasional Sekolah atau yang disingkat dengan istilah (BOS),
seakan tidak ada artinya karena anak-anak dari ekonomi menengah ke bawah masih
dibebani oleh sekolah untuk membeli buku paket yang harganya cukup mahal.
Keadaan makin parah ketika buku-buku paket yang dibeli tidak dapat diwariskan
kepada adiknya karena tiap tahun kurikulum selalu berganti dan buku tersebut tidak
dapat digunakan lagi. Dalam situasi yang memberatkan semacam ini membuat Orang
tua dari tingkat ekonomi menengah ke bawah lebih memilih menjadikan anak-anak
mereka sebagai penopang ekonomi keluarga daripada bersekolah. Anak yang telah
Tindak Pidana Perdagangan Orang Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
fisik, psikis, dan sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik
emosional korban, sehingga dapat hidup dengan kemampuan penyesuaian diri yang
dikemudian hari mereka dapat kembali hidup dengan pemenuhan hak-hak yang lebih
seharusnya mampu memberikan perlindungan yang lebih baik kepada anak jalanan,
namun kenyataannya anak jalanan yang menjadi korban eksploitasi tidak pernah
mendapatkan solusi yang baik dan tiap tahunnya, bahkan selalu mengalami
peningkatan. Oleh sebab itu dibutuhkan usaha yang lebih serius lagi dari Pemerintah,
membantu menangani permasalahan sosial ini. Dengan adanya perhatian lebih dari
yang terkait dengan masalah eksploitasi ekonomi anak jalanan antara lain:
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, dan Pasal 34
yang berbunyi Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar di pelihara oleh negara.
Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Terutama Pasal 504
dan Pasal 504 dan Pasal 505 tentang Pengemis dan Gelandangan .7
Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, terutama Pasal 2 dan Pasal
Nomor 56
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165. Pasal 52 ayat (1)
dan (2), Pasal 58 ayat (1) dan Pasal 64 yang mengatur Perlindungan Hak Anak
3941.
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109. Pasal 13 ayat (1) butir b dan
(2) dan Pasal 66 ayat (1) dan (2) butir c tentang Perlindungan Khusus bagi Anak
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. Khususnya dalam Pasal 74
(1) dan (2) yang mengatur tentang Pelarangan Perbudakan dan Jenis Pekerjaan
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2003 tentang Komisi
jalanan dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
berahlak mulia, dan sejahtera di kemudian hari. Dengan adanya tindakan yang lebih
serius lagi dari pemerintah diharapkan jumlah anak yang “turun” ke jalan menjadi
anak jalanan jumlahnya bisa berkurang, Anak jalanan bisa menikmati hak-haknya
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II Tinjauan Pustaka. Berisi tentang uraian mengenai tinjauan teori Eksploitasi
anak.
BAB III Pembahasan. Berisi tentang permasalahan yang diangkat dari rumusan
masalah yaitu instrumen perlindungan terhadap hak asasi anak dan perlindungan
BAB IV Penutup. Berisi tentang kesimpulan dari semua materi atau pembahasan yang
TINJAUAN PUSTAKA
pemanfaatan untuk keuntungan sendiri, penghisapan, pemerasan atas diri orang lain
1979 tentang Kesejahteraan anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Menurut undang-
undang tersebut, anak adalah siapa saja yang belum berusia 18 tahun, belum menikah,
dan termasuk anak yang masih di dalam kandungan (berarti segala kepentingan yang
Adapun yang dimaksud dengan eksploitasi anak oleh orangtua atau pihak
turutserta melakukan eksploitasi ekonomi atau seksual terhadap anak (Pasal 66 ayat 3
bahwa eksploitasi anak merupakan tindakan tidak terpuji, karena tindakan eksploitasi
anak telah merampas hak-hak anak, seperti mendapatkan kasih sayang dari orangtua,
pendidikan yang layak, dan sarana bermain yang sesuai dengan usianya. Selain itu,
ekspoitasi pada anak dapat berdampak pada gangguan fisik maupun psikologis anak.
Gangguan pada anak juga dapat berdampak panjang pada masa depan anak yang
kurang dapat membedakan antara yang benar dan yang salah karena rendahnya
1. Eksploitasi Fisik
keuntungan orangtuanya atau orang lain seperti menyuruh anak bekerja dan
anak dipaksa bekerja menggunakan segenap tenaganya dan juga mengancam jiwanya.
Tekanan fisik yang berat dapat menghambat perawakan atau fisik anakanak hingga
30% karena mereka mengeluarkan cadangan stamina yang harus bertahan hingga
dewasa. Oleh sebab itu, anak-anak sering mengalami cedera fisik yang bisa
diakibatkan oleh pukulan, cambukan, luka bakar, lecet dan goresan, atau memar
dengan berbagai tingkat penyembuhan, fraktur, luka pada mulut , bibir, rahang, dan
mata.
2. Eksploitasi Sosial
perkembangan emosional anak. Hal ini dapat berupa kata-kata yang mengancam atau
menghindari anak, tidak memperdulikan perasaan anak, perilaku negatif pada anak,
gelap, mengurung anak di kamar mandi, dan mengikat anak. Pada sektor jasa,
berkemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Mereka harus melayani
3. Eksploitasi Seksual
Eksploitasi seksual adalah keterliban anak dalam kegiatan seksual yang tidak
dipahaminya. Eksploitasi seksual dapat berupa perlakuan tidak senonoh dari orang
anak malu, menelanjangi anak, prostitusi anak, menggunakan anak untuk produk
pornografi dan melibatkan anak dalam bisnis prostitusi. Eksploitasi seksual dapat
karena anak-anak biasanya “dijual” untuk pertama kalinya saat masih perawan. Bukan
hanya itu, Ayom (dalam narchrowi, 2004) juga menyebutkan anak-anak pelacur
Narchrowi, 2004) menyebutkan dampak secara umum, yaitu merusak fisik dan
psikososial.
individu sejak mereka lahir ke dunia. Lingkungan keluarga pertama adalah Ayah, Ibu
dan individu itu sendiri. Hubungan antara individu dengan kedua orangtuanya
Keinginan ini kemudian akan membentuk pola asuh yang akan ditanamkan orangtua
kepada anak-anak. Pola asuh pada prinsipnya merupakan parental control yaitu
1. Pola asuh otoriter (authoritarian parenting) Orangtua dengan tipe pola asuh ini
anak untuk mengikuti perintah dan menghormati mereka. Orangtua dengan pola ini
sangat ketat dalam memberikan Batasan dan kendali yang tegas terhadap anak-anak,
serta komunikasi verbal yang terjadi juga lebih satu arah. Orangtua tipe otoriter
umumnya menilai anak sebagai obyek yang harus dibentuk oleh orangtua yang
merasa “lebih tahu” mana yang terbaik bagi anak-anaknya. Anak yang diasuh dengan
pola otoriter sering kali terlihat kurang bahagia, ketakutan dalam melakukan sesuatu
karena takut salah, minder, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah.
Contoh orangtua dengan tipe pola asuh ini, mereka melarang anak laki-laki bermain
Pola pengasuhan dengan gaya otoritatif bersifat positif dan mendorong anak-
anak untuk mandiri, namun orangtua tetap menempatkan batas-batas dan kendali atas
tindakan mereka. Orangtua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk
memilih dan melakukan suatu tindakan, serta pendekatan yang dilakukan orangtua ke
anak juga bersifat hangat. Pada pola ini, komunikasi yang terjadi dua arah dan
orangtua bersifat mengasuh dan mendukung. Anak yang diasuh dengan pola ini akn
terlihat lebih dewasa, mandiri, ceria, mampu mengendalikan diri, beriorientasi pada
Orangtua dengan gaya pengasuhan ini tidak pernah berperan dalam kehidupan
anak. Anak diberikan kebebasan melakukan apapun tanpa pengawasan dari orangtua.
sehingga seringkali pola ini disukai oleh anak. Orangtua dengan pola asuh ini tidak
ammpu mengendalikan perilakunya, tidak dewasa, memiliki harga diri rendah dan
terasingkan dari keluarga. Dewasa ini, orangtua yang pada dasarnya menginginkan
yang terbaik bagi anak-anak mereka, tanpa sadar juga melakukan kesalahan dalam
1. Memberi banyak pilihan : Terlalu banyak memberikan pilihan dapat membuat anak
kewalahan.
3. Membuat anak sibuk : Anak yang terlalu sibuk selain kelelahan juga bisa
anak dapat membuat anak menjadi arogan dan merasa orang lain lebih bodoh. Kondisi
membicarakan soal seks dan percaya bahwa menghindari diskusi ini dengan anak-
anak mereka bisa membuat anak terhindar dari perilaku seksual tidak pantas. Padahal,
topik tentang pendidikan seks bisa dimulai sejak dini, disesuaikan dengan pemahaman
anak.
6. Terlalu sering mengkritik : Anak yang orangtuanya terlalu sering mengritik akan
tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri atau menuntut kesempurnaan dalam
segala hal. Saat ia melakukan kesalahan, mereka merasa tidak berguna dan marah.
7. Membebaskan anak nonton tv atau main gadget : Batasi waktu Anda menatap layar
elektronik, entah itu televisi, ponsel, atau gadget lain. Bahkan, seharusnya anak tidak
8. Terlalu melindungi anak : Naluri orangtua adalah melindungi anak, tetapi bukan
berarti anak harus “dipagari” dari kesusahan. Pola asuh seperti ini dapat membuat
anak kurang bersyukur dan menghargai sesuatu. Terkadang anak juga perlu belajar
menghadapi kehilangan atau masalah. Beberapa hal yang perlu dilakukan orangtua
untuk dapat memberikan pola pengasuhan yang baik pada anak adalah:
1. Memberikan pujian atas usaha yang sudah dilakukan anak. Hal ini bisa membangun
2. Hindari anak dari trauma fisik dan psikis. Marah kepada anak atas kesalahan yang
mereka lakukan adalah hal yang wajar, sebatas tujuannya adalah untuk mengajarkan
anak.
sayang dan kehangatan. Sikap hangat dari orangtua akan membantu mengembangkan
4. Tidak membandingkan anak dengan anak lain. Setiap anak memiliki keunikannya
kecerdasan anak.
dan kreativitas anak, orangtua yang selalu memberikan pandangan positif pada anak,
akan dapat membentuk anak menjadi individu yang lebih mandiri dan tidak mudah
putus asa.
9. Aktif berkomunikasi dengan anak. Ada baiknya bila anak dan orangtua saling
terbuka, sehingga anak akan lebih nyaman untuk bercerita kepada orangtua.
Pola asuh orang tua itu dibentuk. Faktor yang mempengaruhi pola asuh
orangtua sangatlah banyak. Faktor-faktor ini bisa membentuk orang tua menjadi
pengasuh yang baik bagi si kecil ataupun sebaliknya. Dan dalam mengubah pola asuh,
orang tua pun perlu bekerja keras dimulai dari mengenal dirinya sendiri, kelebihan
dan kelemahannya dan lalu membentuk dirinya dengan kebiasaan baru sehingga dia
pertama kali berargumen tentang pentingnya pujian dalam mendidik anak di sekolah.
Efek pujian membentuk lingkungan yang lebih sehat dalam pembelajaran dibanding
teori mendidik anak berdasarkan umur, jenis kelamin atau kemampuan. Buat orang
tua yang dibesarkan dengan keluarga yang kaku atau miskin pujian, tentulah ini bukan
sebuah budaya. Makanya orang tua perlu mengetahui titik permasalahannya dirinya di
mana dan mulai memperbaikinya. Faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua
Setiap orang tua memiliki kepribadian yang berbeda. Hal ini tentunya sangat
mempengaruhi pola asuh anak. Misalkan orang tua yang lebih gampang marah
mungkin akan tidak sabar dengan perubahan anaknya. Orang tua yang sensitif lebih
Sadar atau tidak sadar, orang tua bisa mempraktekkan hal-hal yang pernah dia
dengar dan rasakan dari orang tuanya sendiri. Orang tua yang sering dikritik juga akan
membuat dia gampang mengkritik anaknya sendiri ketika dia mencoba melakukan
Nilai-nilai agama dan keyakinan juga mempengaruhi pola asuh anak. Mereka
akan mengajarkan si kecil berdasarkan apa yang dia tahu benar misalkan berbuat baik,
sopan, kasih tanpa syarat atau toleransi. Semakin kuat keyakinan orang tua, semakin
4. Pengaruh lingkungan
Orang tua muda atau baru memiliki anak-anak cenderung belajar dari
pengalaman. Baik atau buruk pendapat yang dia dengar, akan dia pertimbangkan
buku, seminar dan lain-lain akan lebih terbuka untuk mencoba pola asuh yang baru di
Usia orang tua sangat mempengaruhi pola asuh. Orang tua yang muda
cenderung lebih menuruti kehendak anaknya dibanding orang tua yang lebih tua. Usia
orang tua juga mempengaruhi komunikasi ke anak. Orang tua dengan jarak yang
terlalu jauh dengan anaknya, akan perlu kerja keras dalam menelusuri dunia yang
sedang dihadapi si kecil. Penting bagi orang tua untuk memasuki dunia si kecil.
7. Jenis kelamin
Ibu biasanya lebih bersifat merawat sementara bapak biasa lebih memimpin.
Bapak biasanya mengajarkan rasa aman kepada anak dan keberanian dalam memulai
sesuati yang baru. Sementara ibu cenderung memelihara dan menjaga si kecil dalam
kebebasan kepada si kecil untuk explore atau mencoba hal-hal yang lebih bagus.
Sementara orang tua dengan status ekonomi lebih rendah lebih mengajarkan anak
kerja keras. Kehidupan ekonomi merupakan hal yang fudalmental bagi seluruh
struktural sosial dan kultural dan, dan karenanya menentukan semua urusan dalam
pengaruh besar dalam terjadinya kejahatan26, faktor ini di latar belakangi oleh
merupakan pangkal utama dalam peningkatan jumlah pekerja anak, harga bahan
pokok yang semakin mahal tingkat kebutuhan yang tinggi serta pengeluaran yang
sebagai kasus pekerja anak ini terjadi pada keluarga menengah kebawah.
9. Kemampuan anak
Orang tua sering membedakan perhatian terhadap anak yang berbakat, normal
dan sakit misalkan mengalami sindrom autisme dan lain-lain. 10. Situasi Anak yang
penakut mungkin tidak diberi hukuman lebih ringan dibanding anak yang agresif dan
keras kepala
pengaruh lingkungan sosial, lingkungan fisik dan keturunan sebagai ruang studi
interaksionis dan sosiologi kriminalitas yang tidak hanya memandang kepada pelaku
tindakan kriminalitas sebagai titik sentralnya, tetapi juga hukum dan pelembagaannya.
Untuk itu dalam mencari sebab tidak cukup hanya menitikberatkan pada pelaku
kejahatannya
Pengaruh sosial dalam terjadinya kekerasan dalam rumah tangga cukup besar
diterimanya pada pihak Kepolisian. Hal ini dapat dilatarbelakangi oleh beberapa
stigma yang ada di masyarakat. Korban khawatir akan adanya penolakan maupun
citra negatif yang diberikan masyarakat terhadap korban maupun pelaku. Selain itu,
masyarakat masih menganggap bahwa perceraian adalah hal yang memalukan karena
menggambarkan kegagalan dalam membangun rumah tangga. Adanya stereotipe
negatif dari masyarakat membuat korban kekerasan dalam rumah tangga merasa
kurang percaya diri, depresi, dan cenderung menyalahkan dirinya sendiri sebagai
pihak yang pantas menerima kekerasan dari pelaku. Kondisi lingkungan sosial juga
dapat menjadi pencetus terjadinya kekerasan pada anak. Faktor lingkungan sosial
c. Adanya nilai dalam masyarat bahwa anak adalah milik orang tua sendiri;
1. Eksploitasi Fisik
keuntungan orangtuanya atau orang lain seperti menyuruh anak bekerja dan
anak dipaksa bekerja menggunakan segenap tenaganya dan juga mengancam jiwanya.
Tekanan fisik yang berat dapat menghambat perawakan atau fisik anakanak hingga
30% karena mereka mengeluarkan cadangan stamina yang harus bertahan hingga
dewasa. Oleh sebab itu, anak-anak sering mengalami cedera fisik yang bisa
diakibatkan oleh pukulan, cambukan, luka bakar, lecet dan goresan, atau memar
dengan berbagai tingkat penyembuhan, fraktur, luka pada mulut , bibir, rahang, dan
mata.
2. Eksploitasi Sosial
Eksploitasi sosial adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan
terhambatnya perkembangan emosional anak. Hal ini dapat berupa kata-kata yang
diri atau menghindari anak, tidak memperdulikan perasaan anak, perilaku negatif pada
anak, mengeluarkan kata-kata yang tidak baik untuk perkembangan emosi anak,
memberikan hukuman yang ekstrim pada anak seperti memasukkan anak pada kamar
gelap, mengurung anak di kamar mandi, dan mengikat anak. Pada sektor jasa,
berkemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Mereka harus melayani
3. Eksploitasi Seksual
Eksploitasi seksual adalah keterliban anak dalam kegiatan seksual yang tidak
dipahaminya. Eksploitasi seksual dapat berupa perlakuan tidak senonoh dari orang
anak malu, menelanjangi anak, prostitusi anak, menggunakan anak untuk produk
pornografi dan melibatkan anak dalam bisnis prostitusi. Eksploitasi seksual dapat
karena anak-anak biasanya “dijual” untuk pertama kalinya saat masih perawan. Bukan
hanya itu, Ayom (dalam narchrowi, 2004) juga menyebutkan anak-anak pelacur
Narchrowi, 2004) menyebutkan dampak secara umum, yaitu merusak fisik dan
psikososial.
Dampak yang bisa dirasakan dari anak yang mengalami bentuk eksploitasi ini,
meliputi:
Cedera fisik.
Kehamilan.
Infeksi menular seksual.
Penurunan berat badan.
Anak dapat menyakiti dirinya sendiri.
Gangguan kesuburan.
Rambut rontok.
Pola makan yang buruk.
PEMBAHASAN
terdahulu.
Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk
dikelompokkan 4 (empat) kategori hak-hak anak, antara lain :a. Hak untuk
baiknya. Hak ini antara lain termuat dalam pasal-pasalberupa :1) Hak
Hak anak untuk hidup bersama orang tuanya, kecualai kalau hal inidianggap
instrumen hukum, yakni Konvensi Hak Anak (Un’s Convention on the Rights of the
Child). KHA mendeskripsikan hak-hak anak secara detail, menyeluruh dan maju.
Karena KHA memposisikan anak sebagai dirinya sendiri dan hak anak sebagai
anak, kekerasan terhadap anak (domestik dan disektor publik), kekerasan psiskis dan
mentalitas serta beban yang berat, ekploitasi dan penekanan anak dalam media iklan,
siaran televisi, dan kebijakan serta hukum yang tidak pro hak anak. Bahkan perlakuan
aparatus penegak hukum, apakah para hakim, jaksa, polisi yang dalam praktek
penegakan hukum anak cendeung memidana anak. Padahal menurut prinsip hukum
meneguhkan tatanan, sistem dan konstruksi struktural yang pro anak/hak anak. Upaya
ini sejalan dengan upaya reformasi hukum yang mengikis tesis hukum yang
menerus dan sungguh-sungguh, mengingat masalah anak belum manjadi isu utama
orang dewasa yang memiliki kekuatan, kapitakuatan mendesak, dan sumber daya
bagaimanapun, anak tidak bisa dibiarkan mandiri secara total. Anak bukan orang
dewasa dalam ukuran mini sehingga tidak absah dibiarkan berjuang sendiri
menegakan hak-hak anak yang tertulis indah dalam dokumen formal ataupun
ketentuan hukum. Disinilah urgensi advokasi dan perlindungan hukum anak untuk
perlindungan hak-hak anak masih belum cukup ampuh bisa menyingkirkan keadaan
yang buruk bagi anak. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan prilaku kehidupan
masyarakat masih menyimpan masalah anak. Bahkan keadaan seperti itu bukan saja
melanda Indonesia, namun juga hampir pada seluruh muka jagat bumi ini.
menunjukan bahwa perlindungan anak dan pelaksanaan hak-hak anak masih perlu
bangsa-bangsa didunia.
Anak juga mempunyai hak dan kewajiban sebagai anak, dan hak anak
tersebut antara lain setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berispirasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, setiap anak berhak atas suatu
nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan dan anak juga berhak
kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua, anak juga berhak menyatakan
dengan kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan kepatutan, yang terpenting, setiap anak selama dalam pengasuhan
orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan
dominan yang menyebabkan anak-anak terlibat mencari nafkah. Anak sering menjadi
sumber penghasilan yang sangat penting. Bahkan dalam banyak hal, pekerja anak
Terlibatnya anak dalam kegiatan ekonomi juga karena adanya dorongan untuk
dari masyarakat, juga keinginan menikmati hasil usaha kerja, merupakan faktor-faktor
Akan tetapi sebab terbesar yang mendorong anak-anak bekerja adalah tuntutan
seringkali tidak dapat menghindar untuk tidak ikut terlibat dalam pekerjaan. Akan
pengeksploitasian terhadap anak? Tugas yang seharusnya dikerjakan oleh orang tua
untuk bekerja mencari nafkah, kini dibebankan kepada anak-anak yang belum terlalu
mengerti dan pahami benar dunia kerja itu seperti apa? Anak-anak seharusnya
diajarkan untuk mendapatkan pendidikan yang layak guna menghadapi masa depan
sebagai seorang penerus bangsa akan tetapi anak-anak malah diajarkan untuk
bagaimana melakukan suatu pekerjaan yang dapat menghasilkan uang agar supaya
tetap bertahan hidup. Bahkan ada orang tua yang mengajarkan kepada anak-anaknya
untuk mencari uang dengan cara-cara yang salah seperti mencuri dll. Ada juga anak-
anak yang meniru vara-cara mendapatkan uang dengan mudah lewat adeganadegan
orangtuanya.
pendidik adalah mendidik mengajarkan kepada anak – anak hal – hal yang bersifat
positif sehingga anak – anak menjadi penerus bangsa yang mampu membawa bangsa
menjadi suatu bangsa yang mampu menjadi contoh bagi bangsa – bangsa lain. Bahkan
orang tua ikut seharusnya menjadi contoh yang baik kepada anak – anak mereka harus
menjadi anak – anak yang berguna bagi bangsa dan negara.Faktor lingkungan
sekitar. Dari fakta yang ada, dalam kurun waktu lima tahun terakhir ratusan ribu anak
terjebak dalam berbagai konflik di tanah air, seperti yang terjadi di poso, aceh, irian,
maluku, dan tempat – tempat lain baik di jawa maupun di luar jawa. Mereka
mengalami kejadian kekerasan luar biasa, kehilangan orangtua dan sanak saudara
serta tempat tinggal akibat konflik yang berkepanjangan. Hal ini mendorong mereka
untuk bekerja sendiri untuk mencari uang. Keadaan mereka seperti ini yang sudah
kehilangan orang tua membuat mereka mudah terjerumus dalam eksploitasi anak.
Faktor ekonomi (kemiskinan) Sebagai salah satu konsekuensi dari krisis multi
membiarkan anak dalam situasi kurang gizi, tidak mendapatkan perawatan kesehatan
yang memadai, tidak mendapatkan hak – haknya dalam bidang pendidikan, memaksa
anak untuk menjadi seorang pengemis, buruh pabrik, dan jenis – jenis pekerjaan yang
Dalam kasus eksploitasi anak ini, semua subjek mengatakan mereka tidak
mengetahui bahwa ada konvensi anak yang didalamnya berisi tentang hak-hak anak,
Dalam hal ini subjek hanya menjalankan peran sebagai orang tua pada umumnya
yaitu memberi makan dan memberikan anak-anak mereka rumah untuk berteduh.
Selebihnya mereka tidak mengerti tentang isi dari konvensi hak-hak anak tersebut.
Hal ini tentunya dengan mengorbankan hakhak anak. Akan hal adanya undangundang
tentang perlindungan hak dan kewajiban anak serta pasal 88 yang berbunyi :”Setiap
orang yang mengeksploitasi anak dalam bentuk ekonomi maupun seksual anak
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri maupun orang lain akan dipidana
penjara paling lama 10 tahun atau denda sebesar Rp. 200.000.000,00. Para orang tua
mengakui bahwa memang mereka tidak mengetahui ada undang-undang seperti itu.
Namun, kedua orang tua subjek memiliki peran yang besar dalam hal munculnya
Ketidaktahuan orang tua tentang konvensi hak-hak anak inilah yang menjadi
UNICEF sebagai badan perlindungan anak sedunia dalam PBB (dalam Ikawati,
2002), bahwa salah satu faktor penyebab anak dibawah umur terpaksa bekerja salah
satunya adalah
ketidaktahuan orang tua tentang konvensi hak-hak anak dan undang-undang tentang
anak.
Bagi para orang tua, anak memiliki nilai ekonomis tertentu. Meski orang tua H
tidak menyuruh anaknya untuk bekerja, namun dirinya mengakui bahwa dirinya dan
menganggap bahwa anak memiliki nilai ekonomis tertentu inilah yang menjadi
penyebab munculnya tenaga kerja anak dibawah umur sesuai dengan keterangan
UNICEF sebagai badan perlindungan anak sedunia dalam PBB (dalam Irwanto dkk,
1999).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Eksploitasi terhadap anak kerap terjadi di indonesia mulai terlihat dan dilakukan oleh
organisasi yaitu terkecil. Perlindungan anak terhadap tindakan ekploitasi bagi pekerja
anak haruslah mendapat perlindungan dari negara, pemerintah, masyarakat dan orang
tua. Jadi orang tua, keluarga, masyarakat dan negara bertanggung jawab untuk
menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan
oleh hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara
dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak,
yang dibuat oleh pemerintah guna untuk mencegah terjadinya eksploitasi anak di dunia
kerja di Indonesia. Ada begitu banyak dasardasar hukum tentang perlindungan anak
1979. Upaya apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan
diperbaiki dan dilengkapi secara terus menerus sesuai dengan perkembangan realitas
sosial yang ada. Sosialisasi hukum juga perlu ditingkatkan oleh masyarakat, khususnya
mereka yang barangkali akan menjadi calon korban eksploitasi (dalam hal ini
khususnya pekerja anak) sehingga tercipta kesadaran hukum, dalam arti tahu
2. Perlindungan anak segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap
anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan
anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial. perlindungan anak merupakan
Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya dengan
B. Saran
ada saat ini yang telah berusaha memberikan perlindungan terhadap pekerja anak,
mengenai eksploitasi pekerja anak, dan diatur secara tegas perihal hak-hak pekerja
anak dan sanksi terhadap pelanggaran hak-hak pekerja anak. Dan dalam Pelaksanaan
hak asasi di indonesia perlu semakin ditingkatkan disemua tingkat kegiatan, usaha
peningkatan pelaksanaan hak asasi perlu dibarengi peningkatan pemasyarakatan HAM
itu sendiri. Apabila masyarakat sudah mengerti makna hak asasi (sudah mengetahui
hak dan kewajiban), maka anggota masyarakat itu sendiri tidak mudah lagi
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA