Ali Romdhoni
Sekolah Tinggi Agama Islam Mathali’ul Falah, Pati, Jawa Tengah
email: ali_romdhoni@yahoo.com
Abstract: Sovereign nation will only be born by building strong families. Strong family educate
and pay for education to educate sons and daughters. Families are able to meet the costs
of everyday life. The family that have orientation to birth good generation, to inherit
and carry forward the ideals of the nation. In a short word, building a nation begins
with a good quality in building families in the country. One of the most important
aspects of family development (as a foot step in developing the nation) is to establish
economic independence. Build economic independence of the nation must begin by
giving birth families with strong economy and using healthy ways in producing their
personal assets. This writing discusses about the importance of building economic in-
dependence within the family, and confirm that the strong and healthy economy of
family will be birth a healthy and strong seeds of the nation’s economic resilience.
One of solution offered here is to move the public awareness (families in Indonesia) to
entrepreneurship-be entrepreneur.
Abstraksi: Bangsa yang berdaulat hanya akan lahir dari bangunan keluarga-keluarga yang
kuat. Keluarga yang kuat mendidik dan membiayai pendidikan putera dan put-
erinya. Keluarga yang mampu memenuhi biaya kehidupan sehari-hari. Keluarga
yang memiliki orientasi melahirkan generasi hebat untuk mewarisi dan menerus-
202_Jurnal Bimas Islam Vol.7. No.II 2014
kan cita-cita bangsanya. Pendek kata, membangun satu bangsa sangat baik dimu-
lai dengan membangun kualitas keluarga-keluarga di negara itu. Salah satu aspek
terpenting dalam pembangunan keluarga (untuk melangkah pada pembangunan
bangsa) adalah membangun kemandirian ekonominya. Membangun kemandirian
ekonomi bangsa harus dimulai dengan melahirkan keluarga-keluarga yang kuat
ekonominya dan menggunakan cara-cara yang sehat dalam memproduksi asset
pribadinya. Tulisan ini membahas pentingnya membangun kemandirian ekonomi
dalam keluarga, serta menegaskan bahwa dari dalam keluarga yang ekonominya
sehat dan kuat akan lahir benih-benih ketangguhan ekonomi satu bangsa. Salah
satu solusi yang ditawarkan di sini adalah menggerakan kesadaran masyarakat
(keluarga-keluarga di Indonesia) untuk berwirausaha—menjadi intrepreneur.
A. Pendahuluan
Mencermati kondisi keseharian orang-orang di sekitar, kita segera
menangkap kesan sesungguhnya masyarakat sedang dilanda rasa gelisah
yang serius. Di sana-sini orang mengeluhkan tingginya kebutuhan
hidup. Di sisi lain, peluang untuk mencari penghidupan (pendapatan
keluarga) semakin sulit. Ketersediaan lapangan pekerjaan semakin
sempit, sementara angka jumlah manusia penduduk Indonesia terus naik.
Apa bila sudah demikian maka kecurangan akan menjadi hal yang biasa
di tengah masyarakat. Apa jadinya kalau mayoritas keluarga di Indonesia
terbiasa berbuat curang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya? Yang
terjadi tentu saja seperti sekarang ini. Berita di media massa, termasuk
di televisi, dipenuhi dengan berita korupsi, penjambretan, dan segudang
penyelewengan asset negara. Menggunakan yang bukan haknya,
mengambil hasil karya orang lain, dan mengorbankan saudaranya demi
keuntungan pribadi menjadi perilaku sehari-hari.
Bila seperti itu yang terjadi, maka sejatinya apa pun yang telah kita
berikan kepada anak-anak kita, termasuk pendidikan, adalah investasi
dan tabungan kita untuk masa-masa mendatang yang tidak terukur
durasinya. Menyadari hal ini, menganggarkan waktu, tenaga, fikiran
dan materi untuk mendidik diri dan anak-anak kita tidak boleh ditunda,
apa lagi sampai diabaikan. Itu semua adalah proses menyiapkan tempat
untuk diri diri kita di masa yang akan datang.
Dalam ajaran Islam, ada tiga prestasi (amal baik) yang tidak akan lekang
oleh zaman. Salah satunya adalah putera-puteri yang unggul (saleh).
Membangun Kemandirian Ekonomi Keluarga _209
Mereka adalah anak yang akan menjaga nama baik kita, mengharumkan
nama kita, mengenang kasih sayang kita, dan terus mendoakan kebaikan
kita. Dari mana anak-anak dengan kualitas yang demikian lahir. Tentu
setelah kita membekali dengan pengetahuan dan wawasan yang cukup.
Seorang anak yang tidak memiliki bekal pengetahuan yang dia peroleh
dari keluarga akan rentan kaget (bergejolak) ketika menghadapi hal-hal
baru di luar rumah. Contohnya, seorang anak tiba-tiba meninggalkan
kebiasaan keluarganya dan lebih mendengarkan nasehat orang lain
ketimbang menuruti nasehat sang ibunya. Dengan bekal pengetahuan
dari keluarga, diharapkan hal itu tida terjadi.
210_Jurnal Bimas Islam Vol.7. No.II 2014
Pada tahun 1776, Adam Smith, bapak ilmu ekonomi, dalam karyanya,
An Inquiry into The Nature and The Wealth of Nations, menggambarkan
seorang entrepreneur sebagai seorang individu yang menciptakan satu
organisasi untuk tujuan-tujuan komersil. Tetapi, ia juga memandang
seorang entrepreneur sebagai seorang yang memiliki pandangan ke depan,
hingga ia berkemampuan untuk mendeteksi peta potensi permintaan
pasar terhadap barang dan jasa tertentu.14
Di sini, ada dua hal yang bisa kita ambil sebagai pelajaran. Pertama,
para guru di Madrasah Mathali’ul Falah memiliki dedikasi untuk
mengajar di lembaga tempat mereka bernaung. Namun mereka dari
awal siap untuk tidak bergantung kepada siapa pun, termasuk terhadap
pendapatan dari proses mengajar (menjadi guru).
Raja bersedia mengikuti nasihat Yusuf. Bahkan oleh sang Raja, Yusuf
akhirnya diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Keuangan dan
penanggungjawab program penyediaan pangan nasional. Di bawah
manajemen Yusuf, negara kemudian menyiapkan persediaan bahan
216_Jurnal Bimas Islam Vol.7. No.II 2014
Dalam konteks ini setidaknya ada dua kejahatan yang telah dilakukan
negara rakus tadi. Pertama, membeli produk (bahan mentah) dengan
harga murah dan menolak bekerjasama. Kedua, menyebarkan kabar
bahwa produk alam yang dimiliki negeri setempat kurang gizi dank
arena itu harus memberi barang olahan mereka (negeri rakus). Padahal,
bahan yang mereka olah berasal dari negeri miskin tadi.
Belajar dari kisah di atas, bangsa yang ingin maju harus terus berupaya
memutus tali ketergantungan kepada negara lain. Belajar dalam
mengolah kekayaan alam sendiri harus dilakukan, demi mendapatkan
produk unggulan yang ke depan bisa menarik mata dunia untuk menatap
kita. Hentikan kebiasaan lebih mempercayai iklan negara tetangga, dan
biasakanlah mengolah hasil alam sendiri.
Membangun Kemandirian Ekonomi Keluarga _217
bahwa usaha kita akan berbuah manis. Dengan sikap itu langkah kita
akan tetap tenang, dan dalam kondisi tenang maka perhitungan kita
akan tetap akurat. Dengan ini pula, kesuksesan akan semakin dekat
menghampiri kita.
F. Kesimpulan
Salah satu pekerjaan rumah dunia pendidikan di Indonesia
adalah menanamkan kepada generasi muda, bahwa kesuksesan dan
penghidupan yang layak hanya bisa didapat dengan kesungguhan niat,
kerja keras dan pengetahuan yang cukup. Tanpa hal ini, keterpurukan
dan kegelapan akan menyelimuti manusia. Sayang, masyarakat di
sekitar kita umumnya hanya melihat kemewahan namun tidak memiliki
kesadaran perlunya bekerja keras untuk mencapai hal itu. Maka, yang
Membangun Kemandirian Ekonomi Keluarga _219
Apa jadinya bila mayoritas penduduk negara ini terdiri dari orang-
orang yang memiliki pemahaman yang demikian—mau hidup enak
tetapi tidak bekerja keras. Tentu yang terjadi adalah kerancuan, kekerasan
di mana-mana, hilangnya hak rakyat, miskinnya fasilitas umum, dan
kemiskinan yang semakin parah. Asset warga negara dirampok para elit
politik dan pemerintah. Biaya kesehatan dan pendidikan semakin mahal.
Yang kaya semakin kaya, si miskin semakin dekil. Sekali lagi, hal ini
kegagalan yang dimulai dari pendidikan di keluarga, kemudian berlanjut
dengan kegagalan di wilayah lembaga endidikan di luar keluarga.
Mari kita ciptakan negeri yang makmur, sehat dan mandiri, dengan
memulai membangun kemandirian ekonomi di keluarga kecil kita.
Ibda’ binafsik; buatlah perubahan-perubahan kecil dengan memulai dari
diri sendiri. Dengan menata keluarga-keluarga kecil kita, kelak akan
lahir bibit unggul yang memiliki kesadaran dan nurani yang mampu
mengelola warisan negeri ini. Jutaan keluarga di negeri ini kelak akan
mewujud menjadi warga negara yang beradap dan unggul (civil society).
Semoga kita diberi kekuatan Allah untuk membangun keluarga yang
mandiri, berkah, mawaddah dan penuh rahmat.
220_Jurnal Bimas Islam Vol.7. No.II 2014
Daftar Kepustakaan
Al-Qur’an Kariem.
Azizy, A. Qodri, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004.
“Definisi Entrepreneurship, Intrapreneurship, Entrepreneurial
& Entrepreneur” dalam http://mlgcoffee.com/2011/05/17/definisi-
entrepreneurship-intrapreneurship-entrepreneurial-entrepreneur/
(diakses 28 Mei 2014).
Fatchurochman, Nanang, Teaching with Love, Jakarta: Lendean
Pustaka, 2008.
George, Susan, Pangan, Yogyakarta: Insist Press, 2007.
Hendrojogi, Koperasi: Asas-asas, Teori, dan Praktik, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007.
J. Winardi, Entrepreneur dan Entrepreneurship, Jakarta: Kencana, 2003.
Koentjaraningrat, Antropologi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009.
Mahfudh, M. A. Sahal, Pesantren Mencari Makna, Jakarta: Pustaka
Ciganjur, 1999.
Prawironegoro, Darsono, Filsafat Ilmu Pendidikan: Kajian tentang
Pengetahuan tentang Pendidikan yang Disusun Secara Sistematis dan
Sistemik dalam Membangun Ilmu Pendidikan, Jakarta: Nusantara
Consulting, 2010.
Rahman, Jamal Abdur, Tahapan Mendidik Anak, Bandung: Irsyad Baitus
Salam, 2005.
Rahmawati, Shinta, Mencetak Anak Cerdas dan Kreatif, Jakarta:
Kompas, 2001.Robert D. Hisrich dkk., Entrepreneurship, sixth
edition, New York: McGraw-Hill, 2005.
Romdhoni, Ali, Jejak Intelektual-Birokrat, Jakarta: Linus, 2012.
Sarwono, Sarlito Wirawan, Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 2000.
“Penjahat Wanita Cantik, Beli Berlian Rp20 Miliar Pake Cek Kosong”
dalam http://www.infobreakingnews.com/2014/05/penjahat-
wanita-cantik-beli-berlian.html (diakses 28 Mei 2014).
Wawancara dengan Wahrodi (39 tahun), guru madrasah.
Membangun Kemandirian Ekonomi Keluarga _221
Endnotes
2. Terutama bagi anak remaja, kondisi psikologi mereka rentan dan mudah
terpengaruh hal-hal di sekelilingnya. Mereka sedang mengalami masa-masa
peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Bila tidak didampingi secara intensif,
keberadaan mereka rawan mengikuti pengaruh negative di masyarakat.
Baca Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 2000, h. 31.
4. Baca, misalnya, “Penjahat Wanita Cantik, Beli Berlian Rp20 Miliar Pake Cek
Kosong” dalam http://www.infobreakingnews.com/2014/05/penjahat-wanita-
cantik-beli-berlian.html (diakses 28 Mei 2014).
9. Shinta Rahmawati, Mencetak Anak Cerdas dan Kreatif, Jakarta: Kompas, 2001,
222_Jurnal Bimas Islam Vol.7. No.II 2014
h. 115.