Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH BONUS DEMOGRAFI YANG DIDOMINASI GENERASI

MILLENIAL TERHADAP PERUBAHAN KEPRIBADIAN NASIONAL


MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi


Perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen: Dr. Drs. Lamijan, S.H., M.Si.

Oleh:
AKHDAN ANGGIKA PRATAMA
NIM : 18510043

PROGRAM STUDI S1-MANAJEMEN


UNIVERSITAS DARUL ULUM ISLAMIC CENTER SUDIRMAN GUPPI
2019
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kementerian Perencanaan Pembangunan/Bappenas memperkirakan
jumlah penduduk Indonesia pada 2045 mencapai 321 juta jiwa. Adapun jumlah
penduduk dengan usia produktif, diperkirakan mencapai 209 juta jiwa. Bonus
demografi tidak hanya berpotensi memberikan keuntungan saja, namun juga
potensial menimbulkan ancaman berbahaya bagi suatu bangsa. Bonus demografi
adalah besarnya jumlah penduduk usia produktif antara umur 15-64 tahun dalam
suatu negara. Bonus demografi tidak hanya berpotensi memberikan keuntungan
saja, namun juga potensial menimbulkan ancaman berbahaya bagi suatu bangsa.
Bonus demografi adalah besarnya jumlah penduduk usia produktif antara umur
15-64 tahun dalam suatu negara (Nasir, 2018). Salah satunya dalam pembentukan
kepribadian nasional.
Menurut data dari BPS tahun 2010 menunjukkan komposisi penduduk
yang tinggal di kota semakin tinggi. Masyarakat kota yang disebut masyarakat
urban adalah masyarakat terbuka dan cenderung individualis, nilai-nilai
tradisional pelan tapi pasti akan semakin tergeser oleh budaya urban (Mazwahid,
2016). Masyarakat urban adalah masyarakat yang digerakkan oleh nilai-nilai
ekonomi sehingga sifat-sifat komunal juga akan tersisih.
Bonus demografi ini didominasi oleh generasi millennial. Generasi Y
dikenal dengan sebutan generasi millenial atau millennium adalah yang lahir pada
rentan tahun 1980-1995. Generasi ini banyak menggunakan teknologi komunikasi
instan seperti email, SMS, instant messaging dan media sosial seperti facebook
dan twitter, dengan kata lain generasi Y adalah generasi yang tumbuh pada era
internet booming (Lyons, 2004). Menurut Lyons (2004) mengungkapkan ciri – ciri
dari generasi Y adalah: karakteristik masing-masing individu berbeda, tergantung
dimana ia dibesarkan, strata ekonomi, dan sosial keluarganya, pola
komunikasinya sangat terbuka dibanding generasi-generasi sebelumnya, pemakai
media sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan
perkembangan teknologi, lebih terbuka dengan pandangan politik dan ekonomi,
sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang
terjadi di sekelilingnya, memiliki perhatian yang lebih terhadap kekayaan.
Lyons mengungkapkan karakteristik generasi milenial memiliki pola
komunikasi sangat terbuka dibanding generasi-generasi sebelumnya, pemakai
media sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan
perkembangan teknologi, lebih terbuka dengan pandangan politik dan ekonomi,
sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang
terjadi di sekelilingnya, memiliki perhatian yang lebih terhadap kekayaan (Putra,
2016) Generasi milenial lebih terkesan individual, mengabaikan masalah politik,
bersikap apatis pada lingkungan sekitar, fokus pada nilai materialistis, dan kurang
peduli untuk membantu sesama. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk
membahas tentang Pengaruh Bonus Demografi yang Didominasi Generasi
Millenial terhadap Perubahan Kepribadian Nasional.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pola hidup generasi millennial?
2. Bagaimana bonus demografi yang didominasi millenial dapat mengubah
kepribadian nasional?
Pembahasan
A. Pola Hidup Generasi Millenial
Milenial menjadi generasi yang materialistis, artinya menurut mereka materi
adalah segala-galanya. Pola dan gaya kehidupan (lifestyle) para milenial
khususnya yang hidup dikota besar lebih mengutamakan mencari kesenangan
semata atau menganut paham hedonis, sebagai cara untuk mengekspresikan
kesenangan, mereka haus akan dunia hiburan, berhura-hura dan tidak terlepas dari
teknologi internet. Gaya hidup, hobi dan olahraga, menjadi rutinitas sehari-hari
dan tingkah laku terhadap internet dan interaksi online mereka di social media
sudah tidak bisa dielakkan lagi. Ciri pengikut aliran hedonisme adalah bergaya
hidup yang lebih mengutamakan materi daripada hal-hal lain.
Gaya hidup milenial selalu ingin mencari perhatian dan ingin eksistensinya
diakui lewat benda yang dimilikinya, akibatnya tidak sedikit dari mereka terlibat
persaingan yang tidak sehat. Semua dampak-dampak negatif tersebut saat ini
menjadi tantangan bagi generasi milenial untuk dapat merubah lifestylenya dari
hedonis menjadi bergaya hidup sederhana yang tidak haus akan pengakuan yang
bersifat sementara. Generasi milenial sebagian besar menganut pola hidup bebas
yang sudah sangat mengkhawatirkan, padahal kehidupan bebas bukanlah
mencirikan budaya kita, bahkan tidak bermanfaat sama sekali bagi kita yang
masih berpedoman pada keluhuran budaya timur.
Kehidupan bebas membuat para milenial dapat melakukan banyak hal yang
menurut keyakinan dan budaya kita sebenarnya tabu dilakukan. Akan tetapi oleh
karena adanya degradasi budaya, prilaku yang dikatakan tabu itu tetap
dilakukannya dan dianggap biasa-biasa saja. Perilaku seperti ini tidak dapat
dibiarkan terus berlangsung, karena lama kelamaan akan berimbas pada
masyarakat berupa kerusakan diri yang bisa berakibat cacat mental.
Pengaruh canggihnya teknologi yang membuat informasi lebih cepat
tersebar, tentunya potensi semakin besar generasi muda di Indonesia sudah
mengalami pergeseran budaya juga semakin nyata. Faktanya bahwa generasi
millenial, mengadopsi penuh inovasi teknologi informasi di bidang komunikasi
dan membuka lebar pintu globalisasi di bidang akulturasi budaya asing.
Perubahan tersebut akan terjadi jika adanya penggunaan maupun penolakan pada
ide-ide baru tersebut dapat menimbulkan sebuah akibat, sehingga dapat dikatakan
jika perubahan sosial merupakan akibat dari adanya komunikasi sosial, sehingga
jika mayoritas generasi milenial sudah begitu jauh dalam memahami hakekat
Pancasila, maka potensi bergesernya nilai luhur budaya akan sangat besar.
Paradigma akulturasi serta upaya mengeneralisasi unsur sosial budaya
nasional dengan unsur sosial budaya asing memang belum seutuhnya terjadi,
namun dikalangan generasi milenial nuansa degradasi nilai Pancasila sudah makin
jelas terasa, bahkan berdasarkan pengamatan peneliti, tercatat beragam unsur
negatif bahkan telah terjadi dalam lingkungan masyarakat, seperti: Terjadinya
disintegrasi sosial, yaitu berupa perbedaan kepentingan hingga perbedaan tingkat
sosial masyarakat yang mencolok sehingga dapat menimbulkan sebuah
perpecahan; Adanya kondisi dan situasi ketegangan di daerah/kawasan
(chauvinisme, extrimisme dan radikalisme); Muncul sebuah permasalahan unsur-
unsur berubahnya budaya masyarakat yang baru diakibatkan adanya perubahan
nilai, norma, serta kondisi kebudayaan yang berbeda. dapat menjadi penyebab
rusaknya lingkungan masyarakat; Makin tersisihnya adat kebiasaan disebabkan
karena keberadaan budaya-budaya asli yang dianggap kuno dan ingin
ditinggalkan; Munculnya kesenjangan sosial; Budaya konsumtif yang meningkat
drastis akibat adanya anggapan keterkaitan antara tingkat konsumsi dengan status
seseorang.
B. Bonus Demografi yang Didominasi Millenial Dapat Mengubah
Kepribadian Nasional
Bonus demografi yang dihadapi oleh Indonesia ini ada sisi positif dan
negatif. Adapun salah satu sisi negatif yang timbul adalah perubahan kepribadian
nasional. Selama ini Indonesia terkenal dengan masyarakatnya yang ramah,
sederhana, dan memiliki pola hidup gotong royong. Akan tetapi, bonus demografi
ini yang banyak didominasi oleh generasi millenial dengan karakteristik
kepribadian bertolak belakang dengan generasi sebelumnya.
Salah satu kepribadian yang paling menonjol adalah individualis. Apalagi
generasi millenial yang tinggal di daerah perkotaan. Bintarto (1989: 54)
luengatakan, bahwa kesibukan setiap warga kota dalam tempo yang cukup tinggi
dapat mengurangi perhatian terhadap sesamanya. Apabila hal ini berlebihan akan
menimbulkan sifat acuh tak acuh atau kurang mempunyai toleransi sosial. Adanya
fenomena di atas dan melihat sifat kehidupan kota yang cenderung kepada
kondisi: 1) heterogenitas jumlah dan kepadatan penduduk yang cukup tinggi,
2) sifat kompetitif, egosentris dan hubungan personal berdasarkan kepentingan
pribadi dan keuntungan secara ekonomi, masyarakat kota cenderung menyikapi
kondisi tersebut dengan cara:
a. Hanya saling mengenal terutama dalam sata peranannya saja., misalnya sebagai
kondektur, penjaga toko dan sebagainya. Oleh karena itujuga dikatakan bahwa
sifat hubungan-personal masyarakat kota tidak bersifat primer, namun lebih
bersifat sekunder (berdasarkan peran dan atributnya).
b. Melindungi diri sendiri secara berlebihan agar tidak·terjadi terlaIu· banyak
hubungan-hubungan yang sifatnya pribadi, mengingat konsekuensi waktu,
tenaga dan biaya. Orang kota juga harus melindungi dan membatasi diri
terhadap relasi yang dianggap potensial membahayakan baginya. Akibatnya
ialah seringnya terjadi kontak personal yang ditandai oleh semacam reserve,
acuh tak acuh dan kecurigaan.
c. Cenderung mengadakan kontak, personal bukan dengan keinginan yang
berlandaskan kepentingan bersama, namun kebanyakan hubungan itu hanya
digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan dan kepentingan masing-
masing individu.
Perilaku individualis pada msyarakat kota secara umum bisa dibedakan
dalaln 2 aspek yaitu perwujudan dalam ungkapan fisik (spasial., material dan
bentuk), serta perwujudan dalaln sikap dan peiiIakunya. Kedua aspek tersebut
bersama-sama mengupayakan suatu"pertahanan"atau"perlawanan" terhadap
kondisi kehidupan kota.
Perilaku individualis masyarakat kota cenderung akan tercermin atau
diungkapkan dalam suatu ungkapan fisik yang bisa berupa batas ruang (territory)
atau ungkapan bentuk. Ungkapan fisik yang berupa batas (territory) bisa bersifat
tetap atau suatu kondisi yang relative tidak berubah-ubah, na!nun bisa juga
bersifat tidak tetap. Ini sejalan dengan pendapat Lang(1987: 76), bahwa
teritorialitas adalah salah satu perwujudan ego yang tidak ingin diganggu, dan
merupakan perwujudan dan privasi. Perlu diperhatikan apabila keinginan
perwujudan privasi ini sangat berlebihan, hal ini merupakan indikasi dari sikap
dan perilaku individualis.
Perilaku individualis selain diwujudkan pada sikap dan perilaku
masyarakat kota. Hal ini bisadilihat dari beberapa contoh:
1. Kurang akrabnya 'antar tetangga pada suatu kompleks perumahan atau
perkampungan, karena masing-masing orang telah sibuk dengan urusannya
sendiri.
2. Masing-masing tetangga lnerasa tidak periu menyapa apabila bertemu di jalan,
karena merasa tetangga tersebut adalah orang asing bagi orang tersebut.
Kemungkinan lain dan kondisi tersebut adalah tidak terpikirkannya orang
tersebut untuk menyapa, karena pikirannya memang sudah dipenuhi dengan
berbagai kesibukan kerja hari itu.
3. Kurangnya tenggang rasa dalam bersikap dan berbuat.
Penutup
Kesimpulan
Bonus demografi yang dialami oleh Indonesia ada sisi positif dan
negatifnya apalagi dominasi kependudukan adalah generasi millenial. Salah satu
sisi negative yang timbul dari bonus demografi adalah berubahnya karakter dan
perilaku para generasi milenial. Milenial yang berciri khas kreatif dan inovatif,
namun pada umumnya bersifat materialistis, konsumtif, dan cenderung lebih
membanggakan budaya asing dibanding dengan budaya sendiri dengan mengikuti
pola dan gaya hidup bebas, hedonis, individualistis, serta pragmatis. Sebagai aset
bangsa yang dipersiapkan untuk berperan sebagai penyelamat budaya bangsa,
generasi milenial seharusnya dapat berfikir lebih kritis dalam melihat kenyataan
adanya proses perubahan budaya di masyarakat Indonesia, agar dapat mengurangi
dampak generalisasi budaya khususnya dalam menjaga kebhinekaan.
Saran
Perlu terjalin komunikasi dengan orang tua untuk mengurangi perubahan
kepribadian yang mengarah ke negatif.
Daftar Pustaka
Lyons, S. 2004. An exploration of generational values in life and at work.
ProQuest Dissertations and Theses, 441-441 . Retrieved from
http://ezproxy.um.edu.my/docview/305203456?accountid=28930.
Nasir, Rahmad Yuliadi. 2018. Peluang dan Tantangan Bonus Demografi
Indonesia. Dari website:
https://www.kompasiana.com/independentnews/5bd2d47243322f2384342ed
4/peluang-dan-tantangan-bonus-demografi-indonesia?page=all
Sebastian, Yoris, dkk., 2016. Generasi Langgas Millenials Indonesia. Jakarta:
Gagas Media.

Anda mungkin juga menyukai