Anda di halaman 1dari 11

SELEKSI TERBUKA PENGISIAN

JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA


DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG
TAHUN 2022

SELEKSI UJI GAGASAN TERTULIS


(PENULISAN MAKALAH)

I. DATA PESERTA
NAMA :
NIP :
GOLONGAN / PANGKAT :
JABATAN SEKARANG :
JABATAN YANG DILAMAR :

II. JUDUL MAKALAH

MEMBANGUN WAJAH KOTA SEMARANG


BEBAS PGOT
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kota Semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia, Ibukota
Provinsi Jawa Tengahh, pusat segala aktivitas ekonomi, sosial dan budaya.
Seperti halnya kota-kota lain yang sedang berkembang di seluruh dunia, Kota
Semarang juga merasakan fenomena yang serupa. Perkembangan pesat,
seperti berdirinya kantor-kantor, pusat perbelanjaan, sarana perhubungan,
pabrik, sarana hiburan dan sebagainya tak pelak mendorong para urban untuk
mengadu nasib. Bagi mereka yang mempunyai bekal ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang cukup bukan tidak mungkin mereka mampu bertahan di
kota ini. Tapi sebaliknya, bagi mereka yang belum beruntung bukan tidak
mungkin pula mereka menyambung hidupnya dengan menjadi gelandangan
atau pengemis. Munculnya gelandangan secara struktural dipengaruhi oleh
system ekonomi yang menimbulkan dampak berupa terasingnya sebagian
kelompok masyarakat dan sistem kehidupan ekonomi. Kaum gelandangan
membentuk sendiri Sistem kehidupan baru yang kelihatannya berbeda dari
sistem kehidupan ekonomi kapitalistis. Munculnya kaum gelandangan ini
diakibatkan oleh pesatnya perkembangan kota yang terjadi secara paralel
dengan tingginya laju urbanisasi. Faktor terbesar munculnya pengemis dan
gelandangan yaitu faktor kemiskinan.
Kemiskinan merupakan salah satu problem sosial yang sangat serius.
Langkah awal yang perlu dilakukan dalam membahas pengentasan
kemiskinan ini adalah mengidentifikasi apa yang sebenanya yang dimaksud
dengan miskin atau kemiskinan itu dan bagaimana mengukurnya. Konsep
yang berbeda akan melahirkan cara pengukuran yang berbeda pula. Setelah
itu, dicari faktor-faktor dominan (baik yang bersifat kultural maupun
sruktural) yang menyebabkan kemiskinan. Penanganan masalah masyarakat
miskin yang bergantung pada penghasilan di jalanan merupakan masalah
yang harus dihadapi oleh semua pihak, terutama pemerintah setempat.
Kemiskinan seringkali didefinisikan semata hanya sebagai fenomena
ekonomi, dalam arti rendahnya penghasilan atau tidak dimilikinya mata
pencaharian yang cukup mapan untuk tempat bergantung hidup (Suyanto
2011).
Upaya penanggulangan kemiskinan secara konseptual dapat dilakukan
oleh empat jalur strategis, yaitu perluasan kesempatan, pemberdayaan
masyarakat, peningkatan kapasitas, dan perlindungan sosial. Strategi
perluasan kesempatan ditujukan menciptakan kondisi dan lingkungan
ekonomi, politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin baik
laki-laki maupun perempuan dapat memperoleh kesempatan seluas-luasnya
dalam pemenuhan kebutuhan dasar dalam peningkaan taraf hidup secara
berkelanjutan. Strategi pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk
memperkuat kelembagaan sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat,
dan memperluas partisipasi masyarakat miskin baik laki-laki maupun
perempuan, keputusan yang diambil perempuan dalam pengambilan
keputusan kebijakan publik yang menjamin penghormatan, perlindungan, dan
pemenuhan kebutuhan dasar.
Strategi penanggulangan PGOT (pengemis, gelandangan dan orang
terlantar) di Kota Semarang memang harus dilakukan secara insentif dan
berjangka panjang. Permasalahan PGOT di Kota Semarang cukup
memberikan dampak besar bagi peningkatan perekonomian masyarakat.
Pembenahan wajah Kota Semarang bebas dari PGOT harus disesuaikan
denggan Visi dan Misi Pemerintah Kota Semarang. Pengemis dan
gelandangan sering dijumpai pada kawasan padat atau tengahh kota,
khususnya pada lampu merah yang dapat dilihat oleh banyak orang.
Banyaknya PGOT pada lamp merah memberikan kesan tidak enak dipandang
oleh warga apalagi oleh wisatawan. Dampak PGOT pada aspek
pariwisatajugga cukup besar karena banyak wisatawan yang tidak menyukai
adanya pengemis atau gelandangan pada saat berwisata.
Permasalahan lain terkait PGOT yang merupakan aspek penting dalam
keindahan kota juga harus dapat diatasi, karena Kota Semarang yang akan
menjadi Tuan Rumah dari “Summit Kota Sehat 2021” yang akan diikuti oleh
514 Kabupaten dan Kota dari seluruh Indonesia. Karena itu permasalahan
PGOT harus segera diatasi untuk memberikan aspek keindahan dan
kebersihan wajah Kota Semarang yang dapat dirasakan oleh masyarakat Kota
Semarang, wisatawan maupun tamu dalam “Summit Kota Sehat 2021”.
Tetapi juga dalam pelaksanaan penanganan PGOT (pengemis,
gelandangan dan orang terlantar) di Kota Semarang masih mengalami
kendala-kendala, antara lain :
1. Terbatasnya Sumber Daya Manusia (Personil) pada Dinas Sosial Kota
Semarang, utamanya tenaga Pekerja Sosial Kecamatan (PSK), dimana
sebelum terbentuknya Dinas Sosial, petugas tersebut merupakan bagian
dari personil Dinas Sosial yang berada di kecamatan-kecamatan, sehingga
memperlancar tugas-tugas usaha kesejahteraan sosial.
2. Kurang mencukupinya / memadainya sarana prasarana (Mobilitas) dinas
dibanding tugas-tugas kesejahteraan sosial yang begitu kompleks,
utamanya di dalam pelaksanaan penanganan PGOT (pengemis,
gelandangan dan orang terlantar) di Kota Semarang.
3. Dasar-dasar keterampilan penanganan usaha kesejahteraan sosial di
lingkungan Dinas Sosial Kota Semarang masih kurang sehingga perlu
ditingkatkan.
4. Koordinasi antar Lembaga terkait (stakeholders) dalam penanganan
usahausaha kesejahteraan sosial masih lemah sehingga perlu terus
ditingkatkan / dioptimalkan.
5. Profesional aparat baik dari Dinas Sosial maupun pelaku-pelaku
kesejahteraan sosial, seperti Karang Taruna, PSM, Orsos, Tagana dan lain
sebagainya juga masih kurang sehingga perlu ditingkatkan.
6. Ketersediaan dana / anggaran yang dialokasikan pada Dinas Sosial relatif
kecil, sehingga belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan untuk
penanggulangan masalah usaha kesejahteraan sosial di Kota Semarang.
B. Perumusan Masalah
1. Tingginya angka pengemis, gelandangan dan orang terlantar di Kota
Semarang.
2. Penyebaran pengemis, gelandangan dan orang terlantar banyak terjadi di
tengah kota yang menyebabkan pemandangan yangg kurangg enak di
pandang oleh wisatawan.
3. Kurangnya penanganan dan pembinaan pengemis, gelandangan dan orang
terlantar oleh Pemerintah Kota Semarang.

C. Maksud dan Tujuan


1. Maksud
Penulisan makalah ini mempunyai maksud agar Pemerintah Kota
Semarang berencana mempunyai inovasi dan pengembangan pemikiran
yang mengarah pada upaya-upaya mengetasi PGOT (pengemis,
gelandangan dan orang terlantar) di Kota Semarang.
2. Tujuan
a. Menurunkan angka PGOT (pengemis, gelandangan dan orang
terlantar) di Kota Semarang.
b. Meningkatkan pembinaan dan penggarahan kepada PGOT (pengemis,
gelandangan dan orang terlantar) di Kota Semarang.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Eksisting
Arah pembangunan Kota Semarang sebagaimana tertuang dalam
RPJMD periode 2021-2026, dimana visi yang diwujudkan adalah :
Visi :
Terwujudnya Kota Semarang yang Semakin Hebat yang Berlandaskan
Pancasila, dalam Bingkai NKRI yang Ber-Bhineka Tunggal Ika
Misi :
1. Meningkatkan kualitas dan kapasitasSumber Daya Manusia yang Unggul
dan Produktif untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan social.
2. Meningkatkan potensi ekonomi local yang berdaya saing dan stimulasi
pembangunan industry, berlandaskan riset dan inovasi berdasar prinsip
demokrasi ekonomi Pancasila.
3. Menjamin kemerdekaan masyarakat menjalankan ibadah, pemenuha hak
dasar dan perlindungan kesejahteraan sosial serta hak asasi manusia bagi
masyarakat secara berkeadilan.
4. Mewujudkan infrastruktur berkualitas yang berwawasan lingkungan
untuk mendukung kemajuan kota.
5. Menjalankan reformasi birokrasi pemerintahan secara dinamis
danmenyusun produk hokum yang sesuai nlai-nilai Pancasila dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kota Semarang saat ini sedang marak berita tentang banyaknya import
gelandangan, pengemis, dan anak jalanan yang masuk. Sedangkan bila
diamati, sesungguhnya Kota Semarang sangatlah berpotensi dalam
mengembangkan daerahnya di dalam meningkatkan taraf perekonomian
masyarakatnya. Pengemis, gelandangan dan orang terlantar telah kita ketahui
merupakan salah satu dampak negatif pembangunan. Dengan berkembangnya
gepeng maka diduga akan memberi peluang munculnya gangguan keamanan
dan ketertiban, yang pada akhirnya akan menganggu stabilitas sehingga
pembangunan akan terganggu. Data yang dimiliki oleh Dinas Sosial Kota
Semarang terkait PGOT (pengemis, gelandangan dan orang terlantar), sebagai
berikut :
Tabel Data PGOT di Kota Semarang
Anak Gelandangan
No Tahun Pengamen Jumlah
Jalanan & Pengemis
1 2018 211 119 106 437
2 2019 372 285 120 777
3 2020 332 247 174 753
Sumber : Dinas Sosial Kota Semarang, 2021

B. Gagasan / Ide Kreatif (Solusi)


Gelandangan merupakan sekelompok masyarakat yang terasing, karena
mereka ini lebih sering dijumpai dalam keadaan yang tidak lazim, seperti di
kolong jembatan, di sepanjang lorong-lorong sempit, di sekitar pinggir sungai
ataupun di setiap emper-emper toko, dan dalam hidupnya sendiri mereka ini
akan terlihat sangat berbeda dengan manusia merdeka lainnya. Implementasi
kebijakan dalam mengatasi gelandangan, maka pemerintah Kota Semarang
dapat dilakukan dengan merencanakan kebijakan untuk menangani
gelandangan, kebijakan yang di maksud dengan pembinaan ketrampilan dan
pendidikan lanjutan bagi PGOT (pengemis, gelandangan dan orang terlantar)
di Kota Semarang. Secara umum tujuan dilakukannya pembinaan ketrampilan
dan pendidikan lanjutan bagi PGOT adalah membantu gelandangan dan anak
jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sedang secara khusus tujuan pembinaan
ketrampilan dan pendidikan lanjutan bagi PGOT adalah :
1. Membentuk kembali sikap dan prilaku gelandangan dan anak yang sesuai
dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
2. Mengupayakan gelandangan dan anak-anak kembali kerumah jika
memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya jika
diperlukan.
3. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan
gelandangan dan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi
masyarakat yang produktif.

C. Strategi Penerapan
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak
sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta
tidak mempunyai mata pencaharian dan tempat tinggal yang tetap. Pada
dasarnya gelandangan dan pengemis adalah dua hal yang berbeda. Pengemis
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mencari penghasilan dengan cara
meminta-minta dan memiliki tempat tinggal yang tetap, bahkan pengemis
dijadikan sebagai suatu profesi pekerjaan tetap mereka. Sedangkan,
gelandangan merupakan seseorang yang tidak memiliki mata pencaharian dan
tempat tinggal yang tetap.
Dari kondisi Kota Semarang yang masih banyak terdapat PGOT
(pengemis, gelandangan dan orang terlantar) dapat melakukan strategi
penerapan dalam mengatasi PGOT, yaitu dengan cara :
1. Program Pemberdayaan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
Tujuan PMKS adalah meningkatkan kemampuan dan pemberdayaan
PMKS dengan memberikan peluang hidup yang produktif sehingga
diharapkan dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan memenuhi
kebutuhan hidupnya secara memadai dan wajar.
2. Melakukan kerja sama dengan pihak swasta dalam pembinaan PGOT
(pengemis, gelandangan dan orang terlantar)
Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Sosial dapat melakukan kerja
sama dengan pihak ke-2 (swasta) untuk membantu dalam pembinaan dan
pengarahan PGOT (pengemis, gelandangan dan orang terlantar).
3. Penyuluhan sosial di lokasi tempat PGOT (pengemis, gelandangan dan
orang terlantar)berada
4. Penguatan keluarga, pemenuhan kebutuhan dasar, layanan kesehatan dan
pendidikan, lapangan kerja dan pendapatan keluarga
5. Mendirikan pos pelayanan gelandangan dan pengemis untuk memberikan
konsultasi, pendataan, penjaringan, rujukan bagi gelandangan dan
pengemis untuk ditindak lanjuti proses rehabilitasi
6. Razia dipergunakan setelah penyuluhan sosial dimulai untuk menjaring
gelandangan dan pengemis untuk ditampung sementara dalam barak
penampungan sebelum dikirim ke panti.

D. Target Pencapaian
Penanggulangan gelandangan dan pengemis yang meliputi usaha-usaha
preventif, represif dan rehabilitatif bertujuan agar tidak terjadi
pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya pengaruh akibat
pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat, dan memasyarakatkan
kembali gelandangan dan pengemis menjadi anggota masyarakat yang
menghayati harga diri, serta memungkinkan pengembangan para gelandangan
dan pengemis untuk memiliki kembali kemampuan guna mencapai taraf
hidup, kehidupan, dan penghidupan yang layak sesuai dengan harkat martabat
manusia.
Dalam penanganan PGOT (pengemis, gelandangan dan orang terlantar)
di Kota Semarang dilakukan untuk mencapai target tujuan antara lain :
1. Meningkatkan harkat PGOT (pengemis, gelandangan dan orang terlantar
yang tercapai melalui hidup layak dan normal yang telah ditunjukkan
dalam kesehariannya.
2. Meningkatkan kesejateraan PGOT (pengemis, gelandangan dan orang
terlantar) sebagai akibat teerhadap bakat dimilikinya keterampilan dan
kemampuan bekerja yang dapat memperoleh penghasilan yang dapat
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup masa depannya.
3. Membebaskan Iingkungan dari gangguan sosial yang menyebabkan
kenyamanan hidup masyarakat terjamin tanpa gangguan yang berarti.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil identifikasi isu-isu strategis yang telah dipaparkan,
akan dijadikan sebagai sebuah acuan dalam perumusan strategi Dinas Sosial
Kota Semarang. Strategi yang dibuat merupakan sebuah rencana yang
disusun guna mendukung capaian hasil yang optimal atas rumusan strategi
Dinas Sosial yang selama ini telah dilaksanakan. Perumusan program yang
akan disusun saat ini selain bertolak pada strategi yang sedang dilaksanakan
juga bersumber dari hasil temuan isu-isu strategis. Hal tersebut akan lebih
mudah dilaksanakan jika telah dibuat menjadi sebuah rumusan program
strategis.

B. Rekomendasi
1. Pengoptimalkan anggaran yang ada agar semua rencana yang telah dibuat
sesuai dengan yang diinginkan, karena dengan anggaran yang mencukupi
sehausnya dapat dimaksimalkan sebagaimana semestinya dalam
penanganan PGOT tersebut, agar dana yang ada tepat pada sasarannya
2. Kurangnya SDM yang ada di dinas maupun yang ada di dalam balai
membuat hasil strategi dinas yang telah dibuat tidak berjalan sesuai
dengan rencana, dengan membuka lapangan pekerjaan atau menambah
pegawai baru memungkinkan kinerja Dinas Sosial Kota Semarang dapat
berjalan secara efektif dalam pengentasan PGOT.
3. Belum adanya Perda dan landasan hukum yang menaungi PGOT
membuat strategi tersebut sedikit tersendat, dengan dipercepatnya perda
tentang yang menangani PGOT dalam mensejahterakan masyarakat
miskin, dan dengan adanya perda dan landasan hukum tersebut membuat
efek jerah buat siapa saja yang melanggar aturan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Astini, Nuha, Fatin, 2014. Empirical Study Praktek Inovasi Birokrasi Dalam
Penanganan Permasalahan Gelandangan Di Kota Surabaya, Jurnal
Administrative.

Bryson, Jhon M. 2007. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syani, Abdul, dkk. 2013. Penyebab Terjadinya Gelandangan dan Pengemis,


Jurnal Sociologie.

Anda mungkin juga menyukai