Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KEPERAWATAN KESEHATAN KOMUNITAS II

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KELOMPOK BALITA

Fasilitator:

Sylvia Dwi Wahyuni, S.kep., Ns., M.Kep.

Disusun Oleh:

Tya Wahyun Kurniawati 131711133007

Rosita Agustin 131711133052

Mega Kurniawati Dewi 131711133053

Enggar Quráini Ayu 131711133091

Yulia Mariska 131711133128

Advi Astika 131711133128

Utari Suciati 131711133129

Audy Savira Y 131711133144

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya kami dari saya
dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Kesehatab Komunitas II dengan materi
Asuhan Keperawatan Kesehatan Komunitas pada Kelompok Khusus di Komunitas Balita
dalam bentuk makalah. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas yang diberikan oleh ibu
Sylvia Dwi Wahyuni, S.kep., Ns., M.Kep.

Terima kasih kepada ibu Sylvia Dwi Wahyuni, S.kep., Ns., M.Kep. sebagai dosen
pengampu yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini. Terlepas dari semua itu,
penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan makalah
ini baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.

Penulis menyadari adanya kekurangan pada makalah ini. Untuk itu kritik dan saran
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini

Semoga makalah ini, dapat bermanfaat dan menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca.
Dan apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan kiranya pembaca dapat
memakluminya. Sekian dan terima kasih.

Surabaya, 2 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...........................................................................................................1
1.2. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................2
1.3. TUJUAN................................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................3
2.1. Konsep Komunitas................................................................................................................3
2.2. Konsep Balita........................................................................................................................3
2.3 Upaya Promotif Dan Preventif Kesehatan Pada Balita......................................................5
2.4 Kebijakan dan Regulasi Pemerintah untuk Kesehatan Balita..........................................8
2.5 Peran Perawat Komunitas pada Kelompok Khusus Balita.............................................12
2.6 Masalah Kesehatan Mayoritas Pada Kelompok Balita........................................................14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................................18
3.1 Data Inti komunitas............................................................................................................18
3.2 Data subsistem komunitas..................................................................................................18
3.3 FGD (Focuss Group Discussion)........................................................................................20
3.4 Analisa Data........................................................................................................................21
3.5 Diagnosa Keperawatan.......................................................................................................23
3.6 Intervensi Keperawatan :...................................................................................................24
3.7 Rencana Strategis Penyelesaian Masalah..........................................................................28
3.8 Komponen Evaluasi............................................................................................................29
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................................31
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................................31
4.2 Saran....................................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keperawatan komunitas ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan


kesehatan, serta memberikan bantuan melalui intervensi keperawatan sebagai dasar
keahliannya dalam membantu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam mengatasi
berbagai masalah keperawatan kesehatan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Perawat sebagai orang pertama dalam tatanan pelayanan kesehatan, melaksanakan fungsi-
fungsi yang sangat relevan dengan kebutuhan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Sehat secara sosial meupakan hasil dari interaksi positif di dalam komunitas (Efendi, 2015)
Masalah kesehatan balita di Indonesia masih menjadi perhatian serius, karena masih
tingginya angka kematian balita di Indonesia. Masalah utama yang menyebabkan tingginya
angka kematian balita di Indonesia adalah gizi buruk. Gizi kurang banyak menimpa balita
sehingga golongan ini disebut golongan rawan gizi. Status gizi pada balita dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung yang
mempengaruhi status gizi balita ialah penyakit infeksi dan asupan makan balita, sedangkan
faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi balita diantaranya ialah pendidikan,
pengetahuan, ketrampilan keluarga dan ketahanan pangan yang berkaitan dengan kemampuan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang
cukup, baik jumlah maupun gizinya serta pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sanitasi
lingkungan, dengan penyebab dasar struktur atau kondisi ekonomi (Adisasmito, 2008).

1
Hampir lebih dari 2 juta anak anak balita mengalami gizi buruk. Masalah gizi di
Indonesia terutama di beberapa wilayah di bagian Timur seperti NTT dan Papua Barat, dinilai
masih tinggi. Namun, secara nasional, status gizi di Indonesia mengalami perbaikan yang
signifikan. Sebagai contoh provinsi NTT penurunan prevalensi stunting sebanyak 9.1%,
hampir 2 % pertahun penurunan, hal ini menunjukkan upaya multisektor yang terkonvergensi
pusat dan daerah. Penderita gizi buruk tentu tidak akan lepas dari pantauan tenaga kesehatan,
dimana pun kasusnya tenaga kesehatan dibentuk untuk selalu siaga membantu perbaikan gizi
penderita. Perbaikan status gizi nasional dapat dilihat berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018. Pada prevalensi Gizi Kurang (Underweigth) perbaikan itu terjadi berturut-
turut dari tahun 2013 sebesar 19,6% naik menjadi 17,7% 2018. Prevalensi stunting dari 37,2%
turun menjadi 30,8%, dan prevalensi kurus (Wasting) dari 12,1% turun menjadi 10,2%. Selain
itu, menurut Riskesdas 2018 hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah proporsi konsumsi
buah dan sayur kurang pada penduduk 5 tahun, masih sangat bermasalah yaitu sebesar 95,5%.
(Riskesdas, 2018)

Diare dan ISPA merupakan penyebab kematian berikutnya pada bayi dan balita,
disamping penyakit lainnya serta dikontribusi oleh masalah gizi. Menurut data World Health
Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak
dibawah 5 tahun. Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih
lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Namun, menurut
Riskesdas 2018 prevalensi penyakit menular seperti ISPA, malaria dan diare pada balita
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2013. (Riskesdas,2018)

1.2. RUMUSAN MASALAH


Bagaimana asuhan keperawatan kesehatan komunitas pada kelompok khusus balita di
komunitas?
1.3. TUJUAN
1.3.1. Tujuan Umum
mengetahui dan memahami mengenai asuhan keperawatan kesehatan
komunitas pada kelompok khusus balita di komunitas.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari balita.

2
2. Untuk mengetahui sasaran primer, sekunder, tersier dalam asuhan
keperawatan komunitas pada kelompok khusus balita di komunitas.
3. Untuk mengetahui tindakan prootif dan preventif dalam asuhan
keperawatan komunitas pada kelompok khusus balita di komunitas.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Komunitas

Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai persamaan


nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus dengan batas-batas
geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga (Sumijatun dkk, 2006).
Misalnya didalam kesehatan di kenal kelompok ibu hamil, kelompok ibu menyusui,
kelompok anak balita, kelompok lansia, kelompok masyarakat dalam suatu wilayah desa
binaan dan lain sebagainya. Sedangkan dalam kelompok masyarakat ada masyarakat
petani, masyarakat pedagang, masyarakat pekerja, masyarakat terasing dan sebagainya
(Mubarak, 2006).

Perawatan komunitas adalah bidang khusus dari keperawatan yang menggabungan


ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu sosial yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat baik yang sehat atau yang sakit secara komprehensif melalui upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif serta resosialitatif dengan melibatkan peran serta aktif
dari masyarakat.  (Elisabeth, 2007).

Sasaran pelayanan kesehatan masyarakat adalah individu, keluarga/ kelompok dan


masyarakat dengan fokus upaya kesehatan primer, sekunder dan tersier. Maka dari itu
pendidikan masyarakat tentang kesehatan dan perkembangan sosial akan membantu
masyarakat dalam mendorong semangat untuk merawat diri sendiri, hidup mandiri dan

3
menentukan nasibnya sendiri dalam menciptakan derajat kesehatan yang optimal
(Elisabeth, 2007).

2.2. Konsep Balita


Balita merupakan individu yang berumur 0-5 tahun, dengan tingkat plastisitas otak
yang masih sangat tinggi sehingga akan lebih terbuka untuk proses pembelajaran dan
pengayaan (Departemen Kesehatan RI, 2009). Balita terbagi menjadi dua golongan yaitu
balita dengan usia satu sampai tiga tahun dan balita dengan usia tiga sampai lima tahun
(Soekirman,2006).
Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun
sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun kerja
alat tubuh semestinya bagi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas
satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke dalam golongan yang
dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas
menyusu sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan
perkembangan kecerdasannya, fungsi tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga
jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya.
Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita merupakan konsumen pasif.
Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Uripi, 2004).
Pada masa toddler (1 sampai dengan3 tahun), pertumbuhan fisik anak lebih lambat
dibandingkan dengan masa bayi, tetapi perkembangan motoriknya berjalan lebih cepat.
Anak sering mengalami penurunan nafsu makan sehingga tampak langsing dan berotot,
dan anak mulai berjalan jalan. Anak perlu diawasi dalam beraktivitas karena anak tidak
memperhatikan bahaya (Nursalam, 2005).
Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan
kegiatan, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan
sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan
periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan
pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan
anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age
atau masa keemasan.

4
Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun prosesnya senantiasa
melalui tiga pola yang sama, yakni:
1. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah
(sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung kaki,
anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar
menggunakan kakinya.
2. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya adalah anak
akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan untuk menggenggam,
sebelum ia mampu meraih benda dengan jari.
3. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi
keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar, menendang, berlari dan
lain-lain.

Menurut Sigmun Freud tahap perkembangan manusia terdiri dari lima fase,
yaitu fase oral, fase anal, fase phallic, fase laten, dan fase genital. Dari kelima fase ini,
tiga fase awal yaitu fase oral, anal dan laten dilalui saat masa balita. (Wong, 2009)

1. Fase Oral
Fase oral dimulai dari saat dilahirkan sampai dengan 1-2 tahun. Pada
fase ini bayi merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan terjadi
kelekatan dan hubungan yang emosional antara anak dan ibu. Beberapa
mengatakan bahwa pada saat anak yang mengalami gangguan pada fase ini akan
sering mengalami stres dengan gejala gangguan pada lambung seperti maag atau
gastritis.
2. Fase Anal
Fase anal berkembang pada saat balita menginjak umur 15 bulan
sampai dengan umur 3 tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan
aktivitas buang air besar dan buang air kecil. Fase ini dikenal pula sebagai
periode "toilet training". Kegagalan pada fase ini akan menciptakan orang
dengan kepribadian agresif dan kompulsif, beberapa mengatakan kelainan sado-
masokis disebabkan oleh kegagalan pada fase ini.
3. Fase Phallic

5
Fase phallic disebut juga sebagai fase erotik, fase ini berkembang pada
anak umur 3 sampai 6 tahun. Yang paling menonjol adalah pada anak laki-laki
dimana anak ini suka memegangi penisnya, dan ini seringkali membuat marah
orangtuanya. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan kepribadian yang
imoral dan tidak tahu aturan.

2.3 Upaya Promotif Dan Preventif Kesehatan Pada Balita


Upaya untuk menuju sehat dalam kesehatan komunitas terangkum dalam kebijakan
kesehatan yang termasuk upaya kesehatan masyarakat (UKM) meliputi promotif
(peningkatan) dan preventif (pencegahan). Promotif adalah peningkatan kesehatan agar
status kesehatan semakin meningkat, sedangkan prevntif adalah pencegahan supaya tidak
terkena penyakit atau menjaga orang yang sehat agar tetap sehat. Upaya Promotif dan
preventif pada anak usia sekolah meliputi :

2.3.1 Mencuci tangan dengan sabun


Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun untuk menjadi
bersih dan memutuskan rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga
sebagai salah satu upaya penceghan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan
seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen
berpindah dari satu anak ke anak yang lain baik dengan kontak langsung ataupun
kontak tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain seperti handuk,
gelas). Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan binatang
ataupun cairan tubuh lain seperti ingus dan makanan/minuman yang terkontaminasi
saat tidak dicuci menggunakan sabun dapat memindahkan bakteri, virus, prasit pada
anak yang tidak mengetahui bahwa dirinya sedang ditularkan.
Manfaat mencuci tangan diantaranya mencegah terjadinya infeksi melalui
tangan, membantu menghilangkan mikroorganisme yang ada di kulit atau tangan
dan mencegh penularab penyakit. Adapun waktu yang tepat untuk mencuci tangan
adalah sebelum dan sesudah makan; setelah buang air besar karena kemungkinan
tinja masih tertempel di tangan; setelah bermain karena banyak kuman dari tanah
atau mainan yang menempel di tangan; setelah anak memegang benda-benda kotor,

6
berdebu dan berkarat, dan lain-lain. Terdapat beberapa penyakit yang dapat dicegah
dengan mencuci tangan pakai sabun terdiri atas :
1. Diare
Penyakit diare seringkali diasosiasikan dengan keadaan air, namun harus
diperhatikan juga penanganan kotoran anak seperti tinja dan air kencing, karena
kuman-kuman penyebab penyakit berasal dari kotoran ini. Kuman-kuman ini
membuat sakit ketika masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja,
air minum yang terkontaminasi, makanan mentah dan peralatan makan yang
tidak dicuci terlebih dahuluatau terkontaminasi akan tempat makanan yang
kotor.

2. Infeksi Saluran Pernapasan


Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka infeksi saluran pernafasan
dengan dua langkah : dengan melepaskan patogen-patogen pernafasan yang
terdapat pada tangan dan permukaan telapak tangan dan dengan menghilangkan
patogen (kuman penyakit) lainnya (terutama virus entrentic) yang menjadi
penyebab tidak hanya infeksi saluran pernafasan namun juga gejala penyakit
pernafasan lainnya.
3. Pneumonia
Adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas tinggi
disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak,
dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang).
4. Infeksi cacing, infeksi mata dan penyait kulit
Penelitian telah membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran
pernapasan, mencuci tangan dapat mengurangi kejadian kulit, infeksi mata
seperti trakoma, dan cacingan khususnya untuk ascariasis dan trichuriasis.

2.3.2 Kebersihan dan kesehatan gigi


Membiasakan membersihkan atau menggosok gigi sebaiknya ditanamkan sejak
dini, karena kebiasaan ini akan membawanya hingga dewasa kelak, sehingga
kesehatan gigi dan mulutnya senantiasa terjaga dengan baik.

7
Ciptakan suasana yang menyenangkan saat mengajak balita gosok gigi dengan
menggunakan cara-cara yang kreatif. Balita pun lebih semangat menggosok giginya.
a. Libatkan dan ajak balita saat membeli serta memilih peralatan gosok gigi yang
akan dipakainya. Mulai dari sikat gigi, pasta gigi, penutup kepala asikat, gelas
plastik untuk kumur dan tempat menyimpan sikat gigi.
b. Sediakan jam pasir berbentuk lucu untuk menghitung lamanya balita gosok gigi.
Umumnya, cukup 2 menit.
c. Dampingi balita gosok gigi, sambil melakukan hal-hal yang disukai balita agar
tercipta suasana yang menyenangkan selama gosok gigi.
d. Sambil mengajarkan balita gosok gigi, jelaskan manfaat gosok gigi terhadap
kesehatannya sampai dia besar nanti, serta jenis-jenis makanan yang membantu
pertumbuhan serta menguatkan giginya. Misalnya, minum susu bukan hanya
menyehatkan tubuhnya tapi juga membuat gigi dan tulangnya jadi kuat.
e. Sesekali gunakan sikat gigi elektrik sebagai selingan agar kegiatan gosok gigi
bervariasi dan menyenangkan.
2.3.3 Perilaku jajan makanan
Perilaku jajan makanan sembarangan pada balita menyebabkan rawan
terjadinya penyakit karena tidak diketahui kebersihan makanan tersebut, Anak
balita juga merupakan kelompok umur yang rawan gizi. Kelompok ini yang
merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi, dan jumlahnya dalam
populasi besar. Beberapa kondisi atau anggapan yang menyebabkan anak balita ini
rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain sebagai berikut :
1. Anak balita atau prasekolah baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi
kemakanan orang dewasa.
2. Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah bekerja
penuh, sehingga perhatian ibu sudah berkurang.
3. Anak balita sudah mulai main ditanah, dan sudah dapat main diluar rumahnya
sendiri, sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi
yang memungkinkan untuk terinfeksi dengan bebagai macam penyakit.
4. Anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri termasuk dalam memilih
makanan. Dipihak lainibunya sudah tidak begitu memperhatikan lagi makanan
anak balita, karena dianggap sudah dapat makan sendiri.

8
2.4 Kebijakan dan Regulasi Pemerintah untuk Kesehatan Balita

Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan


kesehatan anak, khususnya untuk menurunkan angka kematian anak, di antaranya sebagai
berikut:

1. Meningktakan mutu pelayanan kesehatan dan pemerataan pelayanan kesehatan.


Untuk meningkatkan mutu pelayanan serta pemerataan pelayanan kesehatan yang ada
di masyarakat telah dilakukan berbagai upaya, salah satunya adalah dengan
meletakkan dasar pelayanan kesehatan pada sektor pelayanan dasar. Pelayanan dasar
dapat dilakukan di puskesmas induk, puskesmas pembantu, posyandu, serta unit-unit
terkait di masyarakat. Cakupan pelayanan diperluas dengan pemerataan pelayanan
kesehatan untuk segala aspek atau lapisan masyarakat. Bentuk pelayanan tersebut
dilakukan dalam rangka jangkauan pemerataan pelayanan kesehatan. Upaya
pemerataan tersebut dapat dilakukan dengan penyebaran bidan desa, perawat
komunitas, fasilitas balai kesehatan, pos kesehatan desa, dan puskesmas keliling.
2. Meningkatkan status gizi masyarakat
Peningkatan status gizi masyarakat merupakan bagian dari upaya untuk mendorong
terciptanya perbaikan status kesehatan. Dengan pemberian gizi yang baik untuk
mendorong terciptanya perbaikan status kesehatan. Dengan pemberian gizi yang baik
diharapkan pertumbuhan dan perkembangan anak akan baik pula, disamping dapat
memperbaiki status kesehatan anak. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui upaya
perbaikan gizi keluarga atau dikenal dengan nama UPGK. Kegiatan UPGK tersebut
didorong dan diarahkan pada peningkatan status gizi, khususnya pada masyarakat yang
rawna memiliki resiko tinggi terhadap kematian atau kesakitan. Kelompok beresiko
tinggi terdiri atas anak balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia yang golongan
ekonominya rendah.
3. Meningkatkan peran serta masyarakat
Peningkatan peran serta masyarakat dalam membantu perbaikan status kesehatan ini
penting, sebab upaya pemerintahan dalam rangka menurunkan kematian bayi dan anak
tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah, melainkan peran serta masyarakat
dengan keterlibatan atau partisipasi secara langsung. Melalui peran serta masyarakat
diharapkan mampu pula bersifat efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan. Upaya
atau program pelayanan kesehatan yang membutuhkan peran serta masyarakat antara

9
lain pelaksanaan imunisasi, penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan, pebaikan gizi,
dan lain-lain.
4. Meningktakan manajemen kesehatan
Upaya pelaksanaan program pelayanan kesehatan anak dapat berjalan dan berhasil
dengan baik bila didukung dengan perbaikan dalam pengelolahan pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini adalah peningkatan manajemen pelayanan kesehatan melalui
pendayagunaan tenaga kesehatan professional yang mampu secara langsung mengatasi
masalah kesehatan anak.

Adapun kegiatan-kegiatan yang menunjang kebijakan tersebut antara lain :

1. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu)


Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dan petugas Puskesmas.
Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat yang merupakan salah satu wujud peran
serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan, tempat mayarakat memperoleh
pelayanan KB, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Gizi, Imunisasi dan Penanggulangan
diare pada waktu dan tempat yang sama. Kegiatan di posyandu merupakan kegiatan
nyata yang melibatkan partisipasi masyarakat dan untuk masyarakat, yang dlaksanakan
oleh kader-kader kesehatan, yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari
Puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar dengan tujuan tertentu.
Tujuan penyelenggaraan posyandu yaitu
a. mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak dan angka kelahiran,
b. mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)
agar masyarakat dapat mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan lain yang
menunjang sesuai kebutuhan dan kemampuan,
c. meningkatkan kemandirian masyarakat,
d. meningkatkan cakupan Puskesmas,
e. mempercepat tercapainya NKKBS (Sudarono, 1989). Sasaran penyelenggaraan
Posyandu dalam hal ini adalah pada bayi usia kurang dari 1 tahun, anak Baita
()Usia 1-4 tahun, ibuhamil, melahirkan, dan menyusui, serta wanita Pasangan Usia
Subur (PUS).

Kegiatan POSYANDU bermacam-macam diantaranya

10
a. penyuluhan nutrisi di Posyandu sebagai bagian dari UPGK dalam langkah-langkah
kebijaksananaan perbaikan gizi merupakan kegiatan upaya langsung yang meliputi,
pemantauan tumbuh kembang anak balita dengan Kartu Menuju Sehat KMS)
melalui penimbangan oleh kader, Pemberian Makananan Tambahan (PMT),
pemeriksaan kesehatan anak penyuluhan gizi ditekankan pada pentingya
penggunaan Air Susu Ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI (MP-ASI),
pemeberian kapsul vitamin A dan pemberian oralit.
b. Selain itu juga pemberian pelayanan anak usia balita yang meliputi pelayanan
keluarga untuk ibu dan anak dengan memberikan pelayanan imunisasi,
penanggulangan diare, dan penyuluhan kesehatan.
2. BKB (Bina Keluarga Balita)
Bina keluarga balita adalah kegiatan yang khusus mengelola tentang
pembinaan tumbuh kembang anak melalui pola asuh yang benar berdasarkan
kelompok umurm yang dilaksanakan oleh sejumlah kader dan berada di tingkat RW.
(Pedoman Pembinaan Kelompok Bina Keluarga Balita Tahun 2006). Program ini
merupakan suatu program yang melengkapi program-program pengembangan sumber
daya menusia yang telah dilaksanakan seerti program-program perbaikan kesehatan
dan gizi ibu dan anak (BKKBN, 1992).
Tujuan BKB
a. Bagi orang tua:
1) Agar dapat mengurus dan merawat anak serta pandai membagi waktu dan
mengasuh anak
2) Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan tentang pola asuh anak yang
benar
3) Untuk meningkatkan keterampilan dalam g=hal mengasuh dan mendidik anak
balita
4) Supaya lebih terarah dalam cara pembinaan anak
5) Agar mampu mencurahkan perhatian dan kasih saying terhadap anak sehingga
tercipta ikatan batin yang kuat
6) Agar mampu membentuk anak yang berkualitas
b. Bagi anak, diharapkan:
1) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2) Berkepribadian luhur
11
3) Tumbuh dan berkembang secara optimal
4) Cerdas, terampil, dan sehat
5) Memiliki dasar kepribadian yang kuat guna perkembangan selanjutnya.

3. Program PAUD
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang
pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang
diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan anak usia dini
merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada
peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik
halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan
spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia
dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
a. untuk membentuk anak yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang
sesuai dengan tingkat perkembangannya
b. untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di
sekolah.

2.5 Peran Perawat Komunitas pada Kelompok Khusus Balita


Praktik Keperawatan Kesehatan Komunitas / CHN adalah suatu bidang dalam
keperawatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat
dengan dukungan peran serta aktif masyarakat serta mengutamakan pelayanan promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif, dan resosilitatif secara berkesinambungan tanpa
mengabaikan pelayanan. Fokus utama upaya CHN adalah pencegahan penyakit,
peningkatan dan mempertahankan kesehatan dengan tanggung jawab utama perawat CHN
pada keseluruhan populasi dengan penekanan pada kesehatan kelompok populasi daripada
individu dan keluarga.

12
Perawat komunitas minimal dapat berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan
melalui asuhan keperawatan, pendidik atau penyuluh kesehatan, penemu kasus,
penghubung dan koordinator, pelaksana konseling keperawatan, dan model peran. Dua
peran perawat kesehatan komunitas, yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan serta
pelaksana konseling keperawatan kepada kelompok khusus balita merupakan bagian dari
ruang lingkup promosi kesehatan. Berdasarkan peran tersebut, perawat kesehatan
masyarakat diharapkan dapat mendukung kelompok khusus balita mencapai derajat
kesehatan yang optimal. Peran perawat komunitas pada kelompok khusus balita:
1. Pelaksana Pelayanan Keperawatan (care provider)
Peranan utama perawat komunitas yaitu sebagai pelaksana asuhan
keperawatan kepada balita, baik itu balita dalam kondisi sehat maupun yang
sedang sakit.
2. Pendidik (health educator)
Perawat sebagai pendidik atau penyuluh, memberikan pendidikan atau
informasi kepada keluarga yang berhubungan dengan kesehatan balita.
Diperlukan pengkajian tentang kebutuhan klien untuk menentukan kegiatan
yang akan dilakukan dalam penyuluhan atau pendidikan kesehatan balita. Dari
hasil pengkajian diharapkan dapat diketahui tingkat pengetahuan klien dan
informasi apa yang dibutuhkan.
3. Konselor
Perawat dapat menjadi tempat bertanya atau konsultasi oleh orangtua yang
mempunyai balita untuk membantu memberikan jalan keluar berbagai
permasalahan kesehatan balita dalam kehidupan sehari-hari.
4. Pemantau Kesehatan (health monitor)
Perawat ikut berperan memantau kesehatan balita melalui posyandu,
puskesmas, atau kunjungan rumah. Pemantauan ini berguna mengetahui
dinamika kesehatan balita terutama pertumbuhan dan perkembangannya,
sehingga jika terjadi masalah kesehatan dapat dideteksi sejak dini dan diatasi
secara tepat dengan segera.
5. Koordinator Pelayanan Kesehatan (coordinator of service)
Pelayanan kesehatan merupakan kegiatan yang bersifat menyeluruh dan
tidak terpisah-pisah. Perawat juga dapat berperan sebagai pionir untuk
mengkoordinir berbagai kegiatan pelayanan di masyarakat terutama kesehatan
13
balita dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan tim
kesehatan lainnya.
6. Pembaharu (inovator)
Tidak seluruhnya masyarakat mempunyai bekal pengetahuan mengenai
kesehatan balita. Perawat disamping memberikan penyuluhan juga dapat
menjadi pembaharu untuk merubah perilaku atau pola asuh orangtua terhadap
balita di suatu wilayah, misalnya budaya yang tidak sesuai dengan perilaku
sehat.

7. Panutan (role model)


Perawat sebagai salah satu tenaga medis dipandang memiliki ilmu kesehatan
yang lebih dari profesi lainnya di luar bidang kesehatan. Oleh sebab itu akan
lebih mulia bagi perawat untuk mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-
hari sehingga dapat memberikan contoh baik, misalnya memberi contoh tata
cara merawat balita.
8. Fasilitator
Perawat menjadi penghubung antara masyarakat dengan unit pelayanan
kesehatan dan instansi terkait, melaksanakan rujukan.

2.6 Masalah Kesehatan Mayoritas Pada Kelompok Balita

Bayi dan anak-anak di bawah lima tahun (balita) adalah kelompok yang rentan
terhadap berbagai penyakit karena sistem kekebalan tubuh mereka belum terbangun
sempurna. Pada usia ini, anak rawan dengan berbagai gangguan kesehatan, baik
jasmani maupun rohani.

1. Gizi kurang dan Gizi buruk

Hampir lebih dari 2 juta balita mengalami gizi buruk (Atmaria, 2005).
Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) dari tahun 2007 ke 2010 untuk gizi kurang tetap 13,0% dan untuk gizi
buruk dari 5,4% menjadi 4,9%.

Pada saat ini masalah terbesar yang disebabkan oleh gizi buruk yang banyak
dijumpai di kalangan anak-anak Indonesia adalah penghambatan pertumbuhan
intra-uterin, malnutrisi protein energi, defisiensi yodium, defisiensi vitamin A,
anemia defisiensi zat besi dan obesitas. Anak-anak yang mengalami defisiensi gizi,
14
berat badan lahir rendah dan penghambatan pertumbuhan akan tumbuh menjadi
remaja dan juga orang dewasa yang mengalami malnutrisi (Atmaria, 2005).

Masalah malnutrisi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan


perkembangan pada anak anak dan remaja. Penyebab gizi kurang dan gizi buruk
dapat dipilah menjadi tiga hal, yaitu: pengetahuan dan perilaku serta kebiasaan
makan, penyakit infeksi, ketersediaan pangan.

Tingginya AKB dan masalah gizi pada bayi dapat ditangani sejak awal
dengan cara pemberian Air Susu Ibu (ASI). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
UNICEF, risiko kematian bayi bisa berkurang sebanyak 22% dengan pemberian
ASI ekslusif dan menyusui sampai 2 tahun. Melalui pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan dapat menjamin kecukupan gizi bayi serta meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap penyakit infeksi. Manfaat lain yang diperoleh dari pemberian ASI
adalah hemat dan mudah dalam pemberiannya serta manfaat jangka panjang adalah
meningkatkan kualitas generasi penerus karena ASI dapat meningkatkan kecerdasan
intelektual dan emosional anak.

2. Diare

Diare masih merupakan problema kesehatan utama pada anak terutama di


negara berkembang seperti Indonesia. Menurut data World Health Organization
(WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak
dibawah 5 tahun. Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi
lebih lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Sekitar
lima juta anak di seluruh dunia meninggal karena diare akut. Di Indonesia pada
tahun 70 sampai 80-an, prevalensi penyakit diare sekitar 200-400 per 1000
penduduk per tahun. Dari angka prevalensi tersebut, 70-80% menyerang anak
dibawah lima tahun. Data nasional Depkes menyebutkan setiap tahunnya di
Indonesia 100.000 balita meninggal dunia karena diare. Itu artinya setiap hari ada
273 balita yang meninggal dunia dengan sia-sia, sama dengan 11 jiwa meninggal
setiap jamnya atau 1 jiwa meninggal setiap 5,5 menit akibat diare (Depkes RI,
2011).

Faktor-faktor penyebab diare akut pada balita ini adalah faktor lingkungan,
tingkat pengetahuan ibu, sosial ekonomi masyarakat, dan makanan atau minuman
yang di konsumsi (Rusepno, 2008). Menurut penelitian Hazel ( 2013), faktor-faktor
15
risiko terjadinya diare persisten yaitu : bayi berusia kurang atau berat badan lahir
rendah (bayi atau anak dengan malnutrisi, anak-anak dengan gangguan imunitas),
riwayat infeksi saluran nafas, ibu berusia muda dengan pengalaman yang terbatas
dalam merawat bayi,tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai higienis,
kesehatan dan gizi, baik menyangkut ibu sendiri ataupun bayi, pengetahuan, sikap,
dan perilaku dalam pemberian ASI serta makanan pendamping ASI, pengenalan
susu non ASI/ penggunaan susu botol dan pengobatan pada diare akut yang tidak
tuntas. Seseorang dapat menjadi sehat atau sakit akibat dari kebiasaan atau perilaku
yang dilakukannya.

Beberapa faktor yang menyebabkan kejadian diare pada balita yaitu infeksi
yang disebabkan bakteri, virus arau parasit, adanya gangguan penyerapan makanan
atau disebut malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia atau racun yang
terkandung dalam makanan, imunodefisiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun
serta penyebab lain (Haikin, 2012). Penyebab lain dari diare bisa karena kondisi
lingkungan buruk yang menjadi habitat dari patogen, sanitasi dan kebersihan rumah
tangga yang buruk, kurang minum air yang aman, pajanan pada sampah yang padat
serta musim kemarau karena patogen di saluran air yang bertambah (Adisasmito,
2011).

Diare pada anak merupakan masalah yang sebenarnya dapat dicegah dan
ditangani. Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor perilaku yang
menyebabkan penyebaran kuman, terutama yang berhubungan dengan interaksi
perilaku ibu dalam mengasuh anak dan faktor lingkungan dimana anak tinggal.
Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan resiko
terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada bulan
pertama kehidupan, tidak menjaga hygiene alat makan dan minum anak. (Assiddiqi,
2009).

3. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ
saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Inveksi ini
disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang host, apabila
ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling banyak di
temukan pada anak-anak dan paling sering menjadi satu-satunya alasan untuk
16
datang ke rumah sakit atau puskesmasuntuk menjalani perawatan inap maupun
rawat jalan. Anak di bawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit ( Danusantoso,
2012).

Menurut Depkes RI pada Profil Kesehatan Indonesia (2010) kasus ISPA


mencapai 23% dengan 499,259 kasus yang ditemukan pada tahun 2010, pada
Provinsi Sulawesi Utara 26,08% (Indonesia Health Profile, 2010). Sedangkan pada
profil kesehatan provinsi sulawesi utara 2008, bahwa infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) tersebar diseluruh provinsi sulawesi utara dengan bervariasi, dengan
prevalensi tingkat provinsi dalam satu bulan terakhir sebesar 20,5%, dengan rentang
(12,1-34,6%). Angka prevalensi ISPAdalam sebulan di atas 20% ditemukan di 5
kabupaten /kota. Seperti diketahui ISPA yang tidak ditangani dengan tuntas dapat
berkambang menjadi pneumonia (Dinkes Sulut, 2009).

Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak


dibandingkan dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Di negara
berkembang, satu balita meninggal dalam 20 detik karena pneumonia dari 9 juta
total kematian balita. Dari 5 kematian balita, 1 di antaranya disebabkan oleh
pneumonia. Di negara berkembang 60% kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri.
Menurut hasil Riskesdas 2007 proporsi kematian balita karena pneumonia
menempati urutan kedua (13,2%) setelah diare.

Secara umum terdapat tiga faktor resiko kejadian ISPA pada balita, yaitu:
faktor lingkungan, faktor balita, serta faktor perilaku orangtua. Faktor balita,
khususnya status gizi merupakan faktor yang paling berpengaruh dibandingkan
faktor lainnya. Balita merupakan kelompok usia yang masih rentan dengan
permasalahan kesehatan dan gizi. Status gizi diyakini dapat mempengaruhi sistem
imun seseorang, terutama balita. Status gizi buruk dapat menyebabkan kerusakan
mukosa yang bertugas sebagai sistem imunitas primer, sehingga meningkatkan
resiko terjadinya penyakit (Bipin, 2012)

Faktor instrinsik berupa umur, status imunisasi, status gizi, pemberian vitamin
A dan pemberian air susu ibu. Faktor ekstrinsik berupa lingkungan rumah yang
terdiri dari komponen rumah yang menunjang terciptanya rumah yang sehat, seperti
dinding, lantai, ventilasi, pencahayaan alami dan kepadatan penghuni (Deplkes RI,
17
2009)

Lingkungan fisik rumah merupakan salah satu faktor yang berhubungan


dengan kejadian pneumonia. Di wilayah Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes
cakupan rumah sehat yang ada sebanyak 3.442 rumah dari 9457 rumah yang
diperiksa atau 36.40%. Pencapaian ini masih dibawah target cakupan rumah sehat
menurut Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2010 untuk pedesaan 60% dan
perkotaan 75% (Depkes Kab Brebes, 2010).

Peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita termasuk dalam peran
orang tua dalam perawatan anak. Peran aktif orang tua dalam pencegahan ISPA
sangat diperlukan karena yang biasa terkena dampak ISPA adalah usia balita dan
anak-anak yang kekebalan tubuhnya masih rentan terkena infeksi. Sehingga
diperlukan peran orang tua dalam menangani hal ini. Orang tua harus mengerti
tentang dampak negatif dari penyakit ISPA seperti ISPA ringan bisa menjadi
Pneumonia yang kronologisnya dapat mengakibatkan kematian, jika tidak segera
ditangani. Pencegahan kejadian ISPA ini tidak terlepas dari peran orang tua yang
harus mengetahui cara-cara pencegahan ISPA. ISPA dapat dicegah dengan
mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan balita menciptakan lingkungan
yang nyaman, dan menghindar faktor pencetus (Andarmoyo, 2012).

18
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Di Kelurahan Kenjeran posyandu Suka Damai I terdapat 95 KK, dengan
jumlah warga sebanyak 220 jiwa, 55 balita yang terdiri dari usia 0-12 bulan = 7 balita,
usia 13-36 bulan = 20 balita, usia 37-60 bulan = 25 balita. Daerah tersebut mayoritas
warganya berasal dari pulau seberang yaitu Madura sebanyak 65% dan 35% dari suku
jawa. Berdasarkan informasi dari kader posyandu, balita yang berat badannya tidak
sesuai dengan umur (gizi kurang) ada 32 orang. Kondisi lingkungan kurang dari kata
sehat, setiap rumah kurang memiliki ventilasi dan tingkat kelembapan setiap rumah
juga tinggi karena mengingat jarak antar rumah saling berdekatan. Sebagian besar ibu
menjadi ibu rumah tangga dan kepala keluarga sebagian bekerja menjadi nelayan dan
pedagang. Rata-rata pendapatan disetiap KK dalam satu bulan yaitu Rp 700.000 -
1.200.000.
Tingkat pendidikan warga 45% lulusan SD, 30% lulusan SMP, selebihnya
lulusan SMA/SMK. Terdapat sungai di sekitar rumah warga, kedalaman sungai
dangkal sehingga jika terjadi hujan mengakibatkan banjir, selokan di depan rumah
warga banyak yang tersumbat, jalan di depan rumah kotor, banyak sisa sampah banjir
yang berserakan dan banyak lahan kosong yang bertumpukan sampah. Keamanan di
wilayah ini cukup aman karena hampir tidak ada kasus penculikan balita ataupun
pencurian barang berharga. Mayoritas warga beragama islam. Di wilayah ini memiliki
1 masjid, 3 musholla, 1 PAUD, 1 TK, 1 SDN Kenjeran, 1 Posyandu, dan 1 Puskesmas,
untuk beraktivitas masyarakat mengunakan sepeda motor dan sepeda angin untuk alat

19
transportasi dan perahu untuk berlayar menangkap ikan. Batas wilayah sebelah utara
adalah Kecamatan Kenjeran, sebelah timur adalah Selat Madura, batas sebelah selatan
Kecamatan Mulyorejo dan batas sebelah Barat adalah Kecamatan Tambaksari.
Terdapat kurang lebih 9 warung kelontong dan 4 toko sembako yang lumayan
besar dan terdapat 1 pasar yang sebagian besar menjual aneka ikan dan sayuran.
Biasanya para ibu membeli kebutuhannya di warung-warung tersebut. Dan yang paling
terkenal adalah terdapat taman yang sering dikunjungi warga sekitar maupun luar kota
untuk sekedar melepas penat atau bersantai di pinggir pantai sambal menikmati jajanan
yang dijual seperti pentol, telur gulung, dan aneka jajanan lainnya. Walaupun terkenal
dengan sentra ikannya, penduduk sekitar lebih memilih untuk menjual hasil
tangkapannya dan membeli bahan makanan yang lebih murah sehingga kebutuhan gizi
mereka kurang terpenuhi terutama anak-anak.
Kegiatan Posyandu Balita dilakukan setiap satu bulan sekali, diadakan di
masing-masing RT yang dibantu oleh beberapa kader binaan puskesmas. Kegiatan
yang dilakukan biasanya pengukuran antropometri dan kebutuhan gizi anak,
pemberian nutrisi yang tepat untuk balita serta penjelasan tentang penyakit yang sering
menyerang balita, tetapi setiap dilakukan kegiatan posyandu pastisipasi warga sekitar
masih sangat kurang karena kepercayaan warga disekitar apabila anaknya sakit lebih
memilih berobat ke dukun pijat dibandingkan ke puskesmas karena mereka masih
menganggap penyakit yang diderita menandakan proses pertumbuhan yang mereka
anggap masih wajar. Biasanya ibu-ibu mengajak anaknya naik mobil aneka warna
yang diputarkan lagu-lagu anak untuk berkeliling di sekitar kampung dengan biaya Rp
2000,- untuk satu kali putaran.

3.2 Data Inti komunitas


1. Sejarah
Dahulu konon ceritanya asal usul kampung pesisir nambangan berasal dari gresik.
Istilah kata Nambangan menurut bahasa jawa “Nambang” berarti “nyebrang”, atau
numpang nyebrang dengan naik perahu dari gresik dan berlabuh di pesisir surabaya,
sebagai tempat persinggahan untuk kemudian melanjutkan aktivitas kembali.
2. Demografi
Desa kenjeran terdapat 95 KK, dengan jumlah warga sebanyak 220 jiwa, 55 balita
yang terdiri dari usia 0-12 bulan = 7 balita, usia 13-36 bulan = 20 balita, usia 37-60
20
bulan = 25 balita dan berdasarkan informasi dari kader posyandu balita, balita yang
berat badannya tidak sesuai dengan umur (gizi kurang) ada 32 orang.
3. Kelompok etnis
Daerah tersebut mayoritas warganya berasal dari pulau seberang yaitu Madura
sebanyak 65% dan 35% dari suku jawa
4. Nilai dan keyakinan
Mayoritas penduduk beragama islam

3.3 Data subsistem komunitas

No Elemen Deskripsi
1. Lingkungan setiap rumah kurang memiliki ventilasi dan tingkat
kelembapan setiap rumah juga tinggi karena
mengingat jarak antar rumah saling berdekatan.
Terdapat sungai di sekitar rumah warga,
kedalaman sungai dangkal sehingga jika terjadi
hujan mengakibatkan banjir, selokan di depan
rumah warga banyak yang tersumbat, jalan di
depan rumah kotor, banyak sisa sampah banjir
yang berserakan
2. Lingkungan Terbuka Banyak lahan kosong yang bertumpukan sampah

3. Batas Batas wilayah sebelah utara adalah Kecamatan


Kenjeran, sebelah timur adalah Selat Madura,
batas sebelah selatan Kecamatan Mulyorejo dan
batas sebelah Barat adalah Kecamatan Tambaksari.
4. Kebiasaan Kegiatan Posyandu Balita dilakukan setiap satu
bulan sekali, ibu-ibu mengajak anaknya naik mobil
aneka warna yang diputarkan lagu-lagu anak untuk
berkeliling di sekitar kampung dengan biaya Rp
2000,- untuk satu kali putaran.

5. Transportasi masyarakat mengunakan sepeda motor dan sepeda

21
angin untuk alat transportasi.
6. Pusat Pelayanan wilayah ini memiliki 1 masjid, 3 musholla, 1
PAUD, 1 TK, 1 SDN Kenjeran, 1 Posyandu, dan 1
Puskesmas
7. Toko/Warung/Pasar Terdapat kurang lebih 9 warung kelontong dan 4
toko sembako yang lumayan besar dan terdapat 1
pasar yang sebagian besar menjual aneka ikan dan
sayuran. Biasanya para ibu membeli kebutuhannya
di warung-warung tersebut. Dan yang paling
terkenal adalah terdapat taman yang sering
dikunjungi warga sekitar maupun luar kota untuk
sekedar melepas penat atau bersantai di pinggir
pantai sambal menikmati jajanan yang dijual
seperti pentol, telur gulung, dan aneka jajanan
lainnya.

3.4 FGD (Focuss Group Discussion)

Tempat : Balai RW Kenjeran desa Tambangan

Hari, Tangal : Senin, 02 September 2019

Waktu : 17.00-18.00

Peserta : Anggota PKK, yang terdiri dari 10 ibu-ibu dengan rentang usia 30-35 tahun

Pertanyaan yang diajukan beserta jawabannya:

1. Mayoritas ibu-ibu disini sedang bekerja atau menjadi ibu rumah tangga?
Terdapat 4 ibu yang menjadi ibu rumah tangga, dan 6 ibu sedang bekerja, ada 4 ibu
yang menjadi pedagang dan 2 ibu yang menjadi nelayan.
2. Bagaimana pendapat ibu-ibu mengenai anak yang kurang gizi?

22
Ada seorang ibu yang menjawab, bahwa ibu tersebut merasa anaknya kurang gizi. Lalu
ada ibu yang lain menjawab bahwa anak yang kurang gizi adalah hal yang umum di
kampung ini.
3. Apakah mayoritas ibu sudah mengetahui cara menangani anak kurang gizi?
Ada 3 ibu yang menjawab kalau gizi buruk bisa diatasi dengan memberi makan anak
dengan porsi yang banyak, terdapat 4 ibu yang menjawab bahwa memberi asupan
makan yang selalu disertai sayur mayur adalah solusi yang terbaik, sisanya mengaku
belum tahu.
4. Apa saja penghambat ibu-ibu dalam mencukupi nutrisi anak?
6 ibu mengatakan bahwa tidak ada dana yang cukup untuk membeli bahan makanan
dalam jumlah banyak ataupun bergizi, 3 ibu berkata bahwa tidak punya waktu untuk
pergi ke pasar untuk sekedar membeli sayur mayur karena sudah kelelahan sehabis
bekerja, seorang ibu mengatakan bahwa anaknya susah makan sayur.
5. Apakah mayoritas ibu sudah memanfaatkan pelayanan kesehatan posyandu untuk
melakukan konseling?
Semua ibu sepakat bahwa pergi ke dukun meupakan pelayanan kesehatan yang
terpercaya dibandingkan dengan posyandu, ibu merasa kurang percaya dengan
pelayanan posyandu.

Data Jumlah Balita Data Posyandu: Balita Gizi Kurang

0-12 bulan
26%
Gizi adekuat
38%
Gizi Kurang
13-36 bulan 62%
74%

****

3.5 Analisa Data

No Data Subjektif Data Objektif

23
1. Sebagian besar ibu menjadi ibu rumah Terdapat 95 KK, dengan jumlah
tangga dan kepala keluarga sebagian warga sebanyak 215 jiwa, 55 balita
bekerja menjadi nelayan dan pedagang. yang terdiri dari usia 0-12 bulan =
7 balita, usia 13-36 bulan = 20
balita, usia 37-60 bulan = 25 balita
dan berdasarkan informasi dari
kader posyandu balita, balita yang
berat badannya tidak sesuai dengan
umur (gizi kurang) ada 32 orang
2. Pak RT mengatakan terdapat sungai di Di wilayah ini memiliki 1 masjid, 3
sekitar rumah warga, kedalaman sungai musholla, 1 PAUD, 1 TK, 1 SDN
dangkal sehingga jika terjadi hujan Kenjeran, 1 Posyandu, dan 1
mengakibatkan banjir, selokan di depan Puskesmas, untuk beraktivitas
rumah warga banyak yang tersumbat, masyarakat mengunakan sepeda
jalan di depan rumah kotor, banyak sisa motor dan sepeda angin untuk alat
sampah banjir yang berserakan dan transportasi dan perahu untuk
banyak lahan kosong yang bertumpukan berlayar menangkap ikan. Batas
sampah. wilayah sebelah utara adalah
Kecamatan Kenjeran, sebelah timur
adalah Selat Madura, batas sebelah
selatan Kecamatan Mulyorejo dan
batas sebelah Barat adalah
Kecamatan Tambaksari.
3. Bu Miyati, selaku anggota PKK Rata-rata pendapatan disetiap KK
mengatakan terdapat kurang lebih 9 dalam satu bulan yaitu Rp 700.000
warung kelontong dan 4 toko sembako - 1.200.000.
yang lumayan besar dan terdapat 1 pasar
yang sebagian besar menjual aneka ikan
dan sayuran. Biasanya para ibu membeli
kebutuhannya di warung-warung
tersebut. Dan yang paling terkenal
adalah terdapat taman yang sering
dikunjungi warga sekitar maupun luar
kota untuk sekedar melepas penat atau
24
bersantai di pinggir pantai sambal
menikmati jajanan yang dijual seperti
pentol, telur gulung, dan aneka jajanan
lainnya.
4. Walaupun terkenal dengan sentra Tingkat pendidikan warga 45%
ikannya, penduduk sekitar lebih lulusan SD, 30% lulusan SMP,
memilih untuk menjual hasil selebihnya lulusan SMA/SMK.
tangkapannya dan membeli bahan
makanan yang lebih murah sehingga
kebutuhan gizi mereka kurang terpenuhi
terutama anak-anak.

5. Setiap dilakukan kegiatan posyandu Kegiatan Posyandu Balita


pastisipasi warga sekitar masih sangat dilakukan setiap satu bulan sekali,
kurang karena kepercayaan warga diadakan di masing-masing RT
disekitar apabila anaknya sakit lebih yang dibantu oleh beberapa kader
memilih berobat ke dukun pijat binaan puskesmas. Kegiatan yang
dibandingkan ke puskesmas karena dilakukan biasanya pengukuran
mereka masih menganggap penyakit antropometri dan kebutuhan gizi
yang diderita menandakan proses anak, pemberian nutrisi yang tepat
pertumbuhan yang mereka anggap untuk balita serta penjelasan
masih wajar. tentang penyakit yang sering
menyerang balita

3.6 Diagnosa Keperawatan


1. Defisiensi kesehatan komunitas, pada warga Dusun Nambangan – Kelurahan
Kenjeran b.d ketidakcukupan kebutuhan gizi
2. Perilaku kesehatan cenderung berisiko, pada warga Dusun Nambangan –
Kelurahan Kenjeran b.d sikap negatif terhadap pelayanan kesehatan

***

25
3.7 Intervensi Keperawatan :

N DX TUJUAN SASARAN NOC NIC METO WAK TEMPAT PENANGGUNG SUMBER


O DE TU JAWAB DANA

1. Defisiensi Tujuan Sekunder : 2013 Domain 1 FGD Senin, Balai RW Pihak Warga : Iuaran
kesehatan jangka Ibu-ibu Keseimbanga Fisiologis (Small 02 Kenjeran Ketua PKK Mahasiswa
komunitas, panjang : Dusun n gaya hidup Dasar Group Septem desa Pihak Mahasiswa :
pada warga  Mengatasi Nambangan  201301 Dukungan Discuss ber Tambangan Enggar Ayu
Dusun gizi buruk , Kelurahan Mengenali Nutrisi ion) 2019.
Nambangan pada balita Kenjeran kebutuhan 1100 Jam
– Kelurahan Dusun untuk Manajemen 17.00-
Kenjeran Nambangan menyeimba Nutrisi pada 18.00
b.d ngkan balita Dusun
ketidakcuku Tujuan aktivitas- Nambangan,
pan jangka aktivitas Kelurahan
kebutuhan pendek : hidup Kenjeran
gizi d.d  Mengatasi  201302 Misal :
masalah masalah Mencari metode
kesehatan ketidakcu informasi sosialisai
yang kupan tentang
26
dialami kebutuhan strategi Domain 7
warga gizi pada untuk Komunitas
Dusun balita di aktivitas Peningkatan
Nambangan dusun hidup yang Kesehatan
yaitu gizi Nambang seimbang Komunitas
buruk an  201309 8500
(00215) Mengguna Pengembang
kan strategi an kesehatan
untuk komunitas
menyeimba pada balita
ngkan Dusun
aktivitas Nambangan,
kerja dan Kelurahan
peran Kenjeran
keluarga Misal :
Metode
sosialisasi
2. Perilaku Tujuan Sekunder : 1600 Domain 3 FGD Senin, Balai RW Pihak Warga : Iuaran
kesehatan jangka Ibu-ibu Perilaku Perilaku (Small 02 Kenjeran Ketua PKK Mahasiswa
cenderung panjang : Dusun Patuh Pendidikan Group Septem desa Pihak Mahasiswa :
berisiko,  Dapat Nambangan (Bersifat pasien Discuss ber Tambangan Enggar Ayu
27
pada warga menyukses , Kelurahan Aktif) 5568 ion) 2019.
Dusun kan Kenjeran  160002 pendidikan Jam
Nambangan pencegahan mencari orang tua : 17.00-
– Kelurahan masalah informasi bayi z 18.00
Kenjeran kesehatan kesehatan Misal :
b.d sikap yaitu gizi dari metode
negatif buuk pada berbagai sosialisasi
terhadap balita dusun macam
pelayanan Nambangan sumber Domain 7
kesehatan  160009 Komunitas
d.d gagal Tujuan menggunak Manajemen
melakukan jangka an strategi risiko
tindakan pendek : untuk komunitas
mencegah  Mengaahka mengoptim 6484
masalah n warga alkan manajemen
kesehatan desa kesehatan lingkungan :
oleh warga tambangan  160010 komunitas
Dusun agar menggunak Misal :
Nambangan memiliki an jasa metode
(00188) sikap pelayanan sosialisasi

28
positif kesehatan
terhadap sesuai
pelayanan dengan
kesehatan kebutuhan

29
3.8 Rencana Strategis Penyelesaian Masalah

N DIAGNOSA TANGGAL IMPLEMENTASI


O
1. Defisiensi Senin, 02 1. Melakukan FGD (Focuss Group Discussion)
kesehatan September 2019. tentang gizi buruk kepada ibu PKK
komunitas, pada Jam 17.00-18.00 2. Mendiskusikan bersama ibu PKK tentang
warga Dusun tindakan yang dapat dilakukan ibu khususnya
Nambangan – ibu yang memiliki balita.
Kelurahan
Kenjeran b.d
ketidakcukupan
kebutuhan gizi
d.d masalah
kesehatan yang
dialami warga
Dusun
Nambangan
yaitu gizi buruk
(00215)
2. Perilaku Senin, 02 1. Melakukan FGD (Focuss Group Discussion)
kesehatan September 2019. tentang gizi buruk kepada ibu PKK
cenderung Jam 17.00-18.00 2. Mendiskusikan bersama ibu PKK tentang
berisiko, pada tindakan yang dapat dilakukan ibu khususnya
warga Dusun ibu yang memiliki balita.
Nambangan –
Kelurahan
Kenjeran b.d
sikap negatif
terhadap
pelayanan
kesehatan d.d

30
gagal
melakukan
tindakan
mencegah
masalah
kesehatan oleh
warga Dusun
Nambangan
(00188)

3.9 Komponen Evaluasi

N DIAGNOSA TANGGAL EVALUASI


O
1. Defisiensi Senin, 02 1. Peserta yang hadir 10 orang
kesehatan September 2019. 2. 100% peserta FGD aktif dalam kegiatan
komunitas, pada Jam 17.00-18.00 diskusi
warga Dusun 3. 90% sudah mengerti cara menangani gizi
Nambangan – buruk
Kelurahan
Kenjeran b.d
ketidakcukupan
kebutuhan gizi
d.d masalah
kesehatan yang
dialami warga
Dusun
Nambangan
yaitu gizi buruk
(00215)
2. Perilaku Senin, 02 1. Peserta yang hadir 10 orang

31
kesehatan September 2019. 2. 100% peserta FGD aktif dalam kegiatan
cenderung Jam 17.00-18.00 diskusi
berisiko, pada 3. 90% sudah mengerti cara menangani gizi
warga Dusun buruk
Nambangan –
Kelurahan
Kenjeran b.d
sikap negatif
terhadap
pelayanan
kesehatan d.d
gagal
melakukan
tindakan
mencegah
masalah
kesehatan oleh
warga Dusun
Nambangan
(00188)

BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

32
Masalah kesehatan balita di Indonesia masih menjadi perhatian serius,
karena masih tingginya angka kematian balita di Indonesia. Masalah utama yang
menyebabkan tingginya angka kematian balita di Indonesia adalah gizi buruk.
Hampir lebih dari 2 juta anak anak balita mengalami gizi buruk. Salain itu,
menurut Riskesdas 2018 hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah proporsi
konsumsi buah dan sayur kurang pada penduduk 5 tahun, masih sangat
bermasalah yaitu sebesar 95,5%.
Pada kasus gizi buruk, hal utama yang menjadi perhatian pada balita
adalah terpenuhinya kebutuhan gizi pada masa tumbuh kembangnya. Sebaiknya
pada masa tumbuh kembang balita diberikan makanan yang bergizi seimbang
seperti buah dan sayur, hindari makanan yang dapat berdampak buruk pada
kesehatannya sehingga tidak terjadi gizi buruk pada balita.
Masalah kesehatan yang sering terjadi pada balita adalah gizi buruk yang
masih menduduki peringkat tertinggi di Indonesia. Selain itu, ada penyakit ISPA,
diare, DBD yang masih menjadi mayoritas penyakit yang menyerang balita di
Indonesia.

4.2 Saran
Sebagai perawat, yang dapat dilakukan di keperawatan kesehatan
komunitas adalah memberi penyuluhan atau pendidikan kesehatan baik untuk
tropik sehat ataupun sakit seperti nutrisi, latihan, penyakit dan pengelolaan
penyakit pada balita, serta memberi informasi ibu tentang pentingnya pemberian
ASI dan tahap perkembangan yang terjadi pada masa balita.

DAFTAR PUSTAKA

33
Irma Suryani1. 2016. Hubungan Lingkungan Fisik dan Tindakan Penduduk dengan Kejadian
ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk

Kementerian Kesehatan RI. 2011.Pedoman pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS),-- Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Situasi Balita Pendek. Jakarta selatan : Pusat Data dan
Informasi.

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2008. Perilaku Mencuci Tangan Pakai
Sabun di Indonesia diakses pada 1 September 2019 pukul 21.00 WIB

Supartini,Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC

Susana Surya Sukut, dkk. 2015. Faktor Kejadian Diare pada Balita dengan Pendekatan Teori
Nola J. Pender di Igd Rsud Ruteng. Jurnal Pediomaterna

34

Anda mungkin juga menyukai