Anda di halaman 1dari 11

Asuhan Keperawatan Umum pada Pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan

Pengkajian Keperawatan
Faktor Predisposisi
1. Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah merupakan hasil dari dorongan
insting (instinctual drives)
2. Psikologis
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresevitas timbul sebagai hasil dari peningkatan
frustasi. Tujuan yang tidak tercapai dapat menyebabkan frustasi berkepanjangan
3. Biologis
Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas sebagai berikut.
a. Sistem limbik
Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi emosi serta perilaku
seperti makan, agresif, dan respon seksual. Selain itu, mengatur sistem informasi dan
memori.
b. Lobus temporal
Organ yang berfungsi sebagai penyimpan memori dan melakukan interpretasi
pendengaran.
c. Lobus frontal
Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis, serta pengelolaan emosi
dan alasan berpikir.
d. Neurotransmitter
Beberapa neurotransmitter yang berdampak pada agresivitas adalah serotonin (5-HT),
Dopamin, Norepineprin, Acetylcoline, dan GABA.
4. Perilaku (behavioral)
a. Kerusakan organ otak, reterdasi mental, dan gangguan belajar mengakibatkan
kegagalan kemampuan dalam berespon positif terhadap frustasi.
b. Penekanan emosi berlebihan (over rejection) padda anak-anak atau godaan
(seduction) orang tua memengaryhi kepercayaan (trust) dan percaya diri (self esteem)
individu.
c. Perilaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak (child abuse) atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga memengaruhi penggunaan kekerasan
sebagai koping.
Teori belajar sosial mengatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil belajar ddari proses
sosialisasi dari internal dan eksternal, yakni sebagai berikut
a. Internal : penguatan yang diterima ketika melakukan kekerasan
b. Eksternal : observasi panutan (role model), seperti orang tua, kelompok, saudara,
figur olahragawan atau artis, serta media elektronik (berita kekerasan, perang, olahraga
keras)
5. Sosial kultural
a. Norma
Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini mendefinisikan
ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau tidak diterima akan menimbulkan
sanksi. Kadang kontrol sosial yang sangat ketat (strict) dapat menghambat ekspresi
marah yang sehat dan menyebabkan individu memilih cara yang maladaptif lainnya.
b. Budaya asertif di masyarakat membantu individu untuk berespon terhadap marah
yang sehat.
Faktor sosial yang dapat menyebabkan timbulnya agresivitas atau perilaku kekerasan yang
maladaptif antara lain sebagai berikut.
a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup
b. Status dalam perkawinan
c. Hasil dari orang tua tunggal (single parent)
d. Pengangguran
e. Ketidakmampuan mempertahankan hubungan interpersonal dan struktur keluarga dalam
sosial kultural.

Faktor Presipitasi
Semua faktor ancamanantara lainn sebagai berikut.
1. Internal
a. Kelemahan
b. Rasa percaya menurun
c. Takut sakit
d. Hilang kontrol
2. Eksternal
a. Penganiayaan fisik
b. Kehilangan orang yang dicintai
c. Kritik

Diagnosis
Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri: harga diri


rendah
Diagnosis Keperawatan

1. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan denga perilaku
kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

Rencana Intervensi

Tindakan Keperawatan untuk Pasien

1. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual,
sosial, dan dengan terapi psikofarmaka
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien
b. Diakusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa lalu
c. Diskusika perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah
secara:
1) Verbal
2) Terhadap orang lain
3) Terhadap diri sendiri
4) Terhadap lingkungan
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
1) Fisik, misalnya pukul kasur dan bantal, tarik napas dalam
2) Obat
3) Sosial/verbal, misalnya menyatakan secara asertif rasa marahnya
4) Spiritual, misalnya sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, yaitu latihan napas dalam
dan pukul kasur/bantal, secara sosial/verbal, secara spiritual, dan patuh minum obat
h. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi mengontrol
perilaku kekerasan

Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

1. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
2. Tindakan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda dan gajala,
serta perilaku yang muncul dan akibat ddari perilaku tersebut)
c. Diskusikan bersama kaluarga kondisi-kondisi paien yang perlu segera dilaporkan
kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain
d. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
1) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah
diajarkan oleh perawat
2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat
melakukan kagiatan tersebut secara tepat
3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien
menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan
e. Buat perencanaan pulang bersama keluarga

Strategi Penahanan

Strategi Preventif Strategi Antisipasi Strategi Penahanan

- Kesadaran diri - Komunikasi - Menajemen krisis


- Pendidikan pasien - Perubahan - Pengasingan
- Latihan asertif lingkungan - Pengendalian/
- Perilaku pengekangan
- Psikofarmakologi

Rangkaian Intervensi Keperawatan dalam Manajemen Perilaku Kekerasan


Manajemen Krisis

1. Identifikasi pemimpin tim krisis


2. Susun atau kumpulkan tim krisis
3. Beritahu petugas keamanan yang diperlukan
4. Pindahkan semua pasien dari area tersbut
5. Siapkan atau dapatkan alat pengekang (restrain)
6. Susun strategi dan beritahu anggota lain
7. Tugas penanganan pasien secara fisik
8. Jelaskan semua tindakan pada pasien, “kami harus mengontrol Tono, karena perilaku
Tono berbahaya pada Tono dan orang lain. Jika Tono sudah dapat mengontrol
perilakunya, kami akan lepaskan”
9. Ikat/ kekang pasien sesuai instruksi pemimpin (posisi yang nyaman)
10. Berikan obat psikofarmaka sesuai instruksi
11. Jaga tetap kalem dan konsisten
12. Evaluasi tindakan dengan tim
13. Jelaskan kejadian pada pasien lain dan staf seperlunya
14. Secara bertahap integrasikan pasien pada lingkungan

Pengasingan

Pengasingan dilakukan untuk memisahkan pasien dari orang lain di tempat yang aman dan cocok
untuk tindakan keperawatan. Tujuannya adalah melindungi pasien, orang lain, dan staf dari
bahaya. Hal ini legal jika dilakukan secara terapeutik dan etis. Prinsip pengasingan antara lain
sebagai berikut (Stuart dan Sundee 1995: 738)

1. Pembatasan gerak
a. Aman dari menciderai diri
b. Lingkungan aman dari perilaku pasien
2. Isolasi
a. Pasien butuh untuk jauh dari orang lain, contohnya paranoid
b. Area terbatas untuk adaptasi, ditingkatkan secara bertahap
3. Pembatasan input sensoris
Ruangan yang sepi akan mengurangi stimulus

Pengekangan

Tujuan dari pengekangan adalah mengurangi gerakan fisik pasien, serta melindungi pasien dan
orang lain dari cedera. Indikasi antara lain sebagai berikut

1. Ketidakmampuan mengontrol perilaku


2. Perilaku tidak dapat dikontrol oleh obat atau teknik psikososial
3. Hiperaktif dan agitasi
Prosedur pelaksanaan pengekangan adalah sebagai berikut
1. Jelaskan pada pasien alasan pengekangan
2. Lakukan dengan hati-hati dan tidak melukai
3. Ada perawat yang ditugaskan untuk mengontrol tanda vital, sirkulasi, dan membuka
ikatan untuk latihan gerak
4. Penuhi kebutuhan fisik, yaitu makan, minum, eliminasi, dan perawatan diri
5. Selengkapnya baca Stuart dan Sundee (1995:739) dan pedoman pengikatan
Evaluasi

1. Pada pasien
a. Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan, serta akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan
b. Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara teratur
sesuai jadwal, yang meliputi:
1) Secara fisik
2) Secara sosial/verbal
3) Secara spiritual
4) Terapi psikofarmaka
2. Pada keluarga
a. Keluarga mampu mencagah terjadinya perilaku kekerasan
b. Keluarga mampu menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai pasien
c. Keluarga mampu memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol perilaku
kekerasan
d. Keluarga mampu mengidentifikasi perilaku pasien yang harus dilaporkan pada
perawat

Yusuf, AH. dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika hlm
131-137

Studi Kasus

Tn. P (41 tahun) datang ke IGD dengan keluhan 10 hari yang lalu klien tampak bingung, sering
mengamuk dan marah-marah. Kakak klien mengatakan bahwa klien tidak bisa tidur, akhir-akhir
ini klien sering berbicara kacau dengan nada yang keras dan mondar-mandir. Akhirnya Tn. P
dibawa ke RSJD Surakarta untuk dirawat lagi. Sebelumnya klien pernah mengalami gangguan
jiwa dan pernah dirawat di RSJD Surakarta 2 kali. Keluarga sudah berusaha untuk memberikan
obat yang diberikan dari rumah sakit sebelumnya, tetapi klien tidak mau minum obat. Klien
dibawwa lagi ke RSJD Surakarta karena bingung, mengamuk, membanting barang, berbicara
kacau dengan nada keras dan mondar-mandir.

Pengkajian

1. Identitas
Inisial : Tn. P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 41 tahun
Informan : Tn. S (49 tahun) sebagai kakak
Tempat tinggal : Wonogiri
Pendidikan : SD
Agama : Islam
tinggal di Wonogiri, pendidikan SD, beragama Islam, status belum menikah, pekerjaan petani,
rujukan dari IGD terus dibawa ke bangsal Abimanyu, diagnosa medis skizofrenia, tanggal masuk
25 Januari 2012. Identitas penanggung jawab klien bernama Tn. S, tinggal di Wonogiri, umur 49
tahun, pekerjaan petani, hubungan dengan klien adalah sebagai kakak.

Klien tidak pernah mengalami atau menyaksikan penganiayaan fisik dan tindakan kekerasan,
tetapi klien pernah mengalami kegagalan yang tidak menyenangkan yaitu tidak dapat
melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi. Analisa genogram: klien merupakan anak ke-7 dari
7 bersaudara. Klien tinggal serumah dengan orangtua dan kakak pertamanya sedangkan keenam
kakaknya sudah menikah.

Pengkajian

Tn. P mengatakan jika klien memiliki masalah selalu membicarakan dengan kakaknya.
Mekanisme koping klien adaptif: klien suka membantu orang tuanya bekerja disawah tiap hari
sedangkan mekanisme koping maladaptif klien mengatakan mudah marah ketika berbeda
pendapat dengan lawan bicaranya (kakaknya) kemudian klien mengamuk dan membanting
barang. Tetapi yang sering digunakan klien adalah koping maladaptif karena klien mengamuk
dan membanting barang. Stressor yang terjadi tahun terakhir masalah yang membuat klien stress
adalah klien diputus pacarnya karena tidak memiliki sepeda motor, sekarang klien mengalami
gangguan jiwa Tn. P tampak mondar-mandir, bicara terdengar keras (membentak), mata melotot,
respon klien yang sekarang adalah klien tidak menyadari kalau dirinya sakit jiwa, klien selalu
menganggap orang lain yang salah.

Hasil pemeriksaan klien kesadaran umum composmentis, TTV: TD 112/66 mmHg, Nadi
103x/menit, suhu 36ºC, RR 20x/ menit, tinggi badan 161 cm, BB 60 kg selama sakit klien
mengalami kenaikan BB 2 kg. Dari hasil pemeriksaan Head to toe adalah sebagai berikut:
rambut hitam lurus, pendek, tidak ada uban, mata konjungtiva tidak anemis, fungsi penglihatan
baik, simetris kanan dan kiri. Hidung mancung simetris dan bersih, mulut simetris, atas bawah
tidak ada sariawan, telinga simetris kanan kiri dan bersih. Dada tidak ada lesi, simetris kanan dan
kiri, ekstremitas lengkap, tidak ada fungsi alat gerak yang terganggu.

Klien mendapatkan terapi medis berupa Risp 3x1 mg, Trihexipenidril 3x2 mg dan
Clorpromazine 3x100 mg

Diagnosa Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan

Data subyektif: klien mengatakan mengamuk dan membanting barang dirumahnya

Data obyektif: klien tampak melotot, mata klien tampak merah, tampak kesal, tampak jengkel.

Pohon masalah yang muncul: isolasi sosial/ menarik diri sebagai (penyebab), resiko perilaku
kekerasan sebagai core problem, halusinasi sebagai efek (akibat). Resiko perilaku kekerasan
sebagai core problem adalah keadaan dimana individu mengalami perilaku yang membahayakan
orang lain, diri sendiri dan lingkungan dan penyebab resiko perilaku kekerasan adalah halusinasi/
efek.

Perencanaan

1. Tujuan khusus (TUK) 1: klien dapat membina hubungan saling percaya.

Kriteria evaluasi: setelah 1x interaksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat:
wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, bersedia menceritakan perasaan.

Intervensi: bina hubungan saling percaya dengan: beri salam setiap berinteraksi, perkenalan
nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi, tanyakan dan penggil nama
kesukaan klien, tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi,
tanyakan masalah klien yang dihadapi klien,, buat kontrak interaksi yang jelas, dengarkan
dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien.

2. TUK 2: klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya.

Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan klien menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukannya: menceritakan penyebab perasaan jengkel/ kesal baik dari diri sendiri maupun
lingkungannya

Intervensi: bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya: motivasi klien untuk menceritakan
penyebab rasa kesal atau jengkelnya, dengarkan tanya mengela atau memberi penilaian setiap
ungkapan klien.
3. TUK 3: klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan klien menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku
kekerasan: klien mampu mengungkapkan perasaan saat marah/ jengkel, klien mampu
menyimpulkan tanda-tandda jengkel/ marah

Intervensi: bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya: ajarkan
klien untuk mengungkapkan apa yang dirasakan, observasi tanda-tanda perilaku kekerasan,
simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel yang dialami pasien

4. TUK 4: klien mengidentifikasi perilaku kekerasan

Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan klien menjelaskan: klien dapat mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan, klien mengetahui cara yang benar dalam menyelesaikan
masalah

Intervensiskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini: motivasi
klien menceritakan jenis-jenis tinndakan kekerasan tersebut yang terjadi, diskusikan apakah
dengan tindak kekerasan yang dilakukan masalah yang dialami teratasi

5. TUK 5: klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan klien menjelaskan akibat tindakan kekerasan yang
dilakukannya: diri sendiri, luka-luka, dijauhi teman-teman, orang lain keluarga: luka tersinggung,
ketakutan, lingkungan: barang atau benda rusak

Intervensi: diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) yang dilakukan pada: diri sendiri,
orang lain/ keluarganya, lingkungannya.

6. TUK 6: klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.

Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan klien: menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan


marah.

Intervensi: diskusikan dengan klien: apakah klien mampu mempelajari cara baru
mengungkapkan marah yang sehat, jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan
marah selain perilaku kekerasan yang diketahui klien, jelaskan cara-cara sehat untuk
mengungkapkan marah: cara fisik, nafas dalam, pukul bantal/kasur, verbal: mengungkapkan
bahwa dirinya sedang kesal, spiritual: sembahyang atau doa, dzikir, meditasi sesuai dengan
agamanya

7. TUK 7: klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan


Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan klien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan
fisik: tarik nafas dalam, memukul kasur, verbal: mengungkapkan perasaan kesal/jengkel padda
orang lain tanpa menyakiti, spiritual: dzikir/ doa, meditasi sesuai agamanya

Intervensi: diskusikan cara yang mmungkin dipilih dianjurkan klien memilih cara yang mungkin
untuk mengungkapkan kemarahan, latih klien memperagakan cara yang dipilih: peragakan cara
melaksanakan cara yang dipilih, jelaskan manfaat cara tersebut, beri penguatan pada klien
perbaiki cara yang masih belum sempurna

8. TUK 8: klien dapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan

Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan: menjelaskan cara merawat klien

Intervensi: diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk mengatasi
perilaku kekerasan: jelaskan pengertian penyebab akibat dan cara merawat klien perilaku
kekerasan yang dilaksanakan oleh keluarganya, peragakan cara merawat klien (menangani
perilaku kekerasan), beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang, beri pujian kepada
keluarga setelah mencoba peragaan, tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang
dilatihkan

9. TUK 9: klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan

Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan klien menjelaskan: manfaat minum obat, kerugian tidak
minum obat, nama obat, bentuk dan warna obat, dosis yang diberikan kepadanya, waktu
pemakaian, cara pemakaian, efek yang dirasakan, setelah 1x pertemuan klien menggunakan obat
sesuai program

Intervensi: jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak
menggunakan obat. Menjelaskan kepada klien: jenis obat (nama, warna, dan bentuk obat) dosis
yang tepat untuk klien, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang akan dirasakan klien,
anjurkan klien: minta dan menggunakan obat tepat waktu, lapor ke perawat/ dokter jika
mengalami efek yang tidak biasa.

Implementasi

SP 1 : klien dapat membina hubungan saling percaya (BHSP), mengiddentifikasi tanda dan
gejala perilaku kekerasan yang dilakukan, mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan yang
dilakukan, mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan: nafas dalam, pukul bantal, secara
verbal, berdoa (spiritual), minum obat, mengajarkan untuk mempraktekkan nefas dalam,
menganjurkan klien untuk pukul bantal
SP 2: mengevaluasi pukul bantal, mengevaluasi cara mengontrol perilaku kekersan dengan nafas
dalam, mengajarkan untuk mempraktekkan secara verbal, menganjurkan pasien untuk
mempraktekkan pukul bantal.

SP 3: mengevaluasi puukuul bantal, melatih mempraktekkan nafas dalam, menganjurkan pasien


untuk mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal

Evaluasai

Evaluasi SP 1: subyektif: klien mengatakan mengamuk dan membanting barang dirumahnya.


Klien mengatakan setelah diajari cara nafas dalam, klien menjasi tahu cara mengontrol
marahnya. Obyektif: klien kooperatif saat diwawancarai, klien mampu mempraktekkan nafas
dalam. Analisis: masalah teratasi sebagian. Rencana selanjutnya untuk perawat: evaluasi SP 1
lanjutkan SP 2 (pukul bantal). Sedangkan untuk klien : anjurkan klien untuk melakaukan nafas
dalam SP 2 (pukul bantal)

Evaluasi SP 2: subyektif: klien mengatakan sudah mencoba mempraktekkan nafas dalam. Klien
mengatakn mau berlatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal. Klien
mengatakan mau memasukkan latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal.
Secara obyektif: klien tampak tenang, klien tampak mempraktekkan latihan dengan mengontrol
perilakuk kekerasan dengan pukul bantal, klien mampu mempraktekkan cara perilaku kekerasan
dengan pukul bantal. Analisis: masalah teratasi sebagian. Rencana selanjutnya untuk perawat
sedangkan untuk klien: evaluasi SP 2 lanjutkan SP 3 (secara verbal) klien: anjurkan klien untuk
cara mengontrol perilaku kekerasan dengan nafas dalam dan pukul bantal

Evaluasi SP 3: subyektif: klien mengatakan sudah bisa cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan pukul bantal. Klien mengatakan mau berlatih cara mngontrol perilaku kekerasan secara
verbal. Klien mengatakan mau memasukkan latihan mengontrol perilaku kekerasan secara
verbal. Secara obyektif: klien tampak tenang, klien tampak mempraktekkan latihan dengan
mengontrol perilaku kekerasan secara verbal, klien mampu mempraktekkan cara perilaku
kekerasan cara verbal. Analisis: masalah teratasi. Rencana selanjutnya untuk perawat sedangkan
untuk klien: evaluasi SP 3 lanjutkan SP 4 berdoa (spiritual). Klien : anjurkan klien untuk cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan nafas dalam, pukul bantal dan secara verbal.

Anda mungkin juga menyukai