Anda di halaman 1dari 3

ROSACEA

A. DEFINISI
Rosacea adalah kondisi patologis pada yang ditandai kemerahan pada wajah dan
beberapa gejala klinik, meliputi erythema, telangiectasia, kulit kasar dan inflamasi
papulo pustular eruption yang terlihat seperti acne atau jerawat.

Rosacea adalah kondisi kulit jangka panjang yang memiliki ciri-ciri; kemerahan
vasoldilatasi pembuluh darah superfisial pada wajah, papules, pustles dan bengkak
(tuzun, 2014). Rosacea diawalai dengan kemerahan di tengah wajah kemudian ke pipi,
hidung atau dahi namun juga dapat terjadi di leher, dada, telinga dan kulit rambut
kepala.(National Rosacea Society.Retrieved 2008-11-10.)

Rosacea pada umumnya diawali dengan kemerahan pada pusat wajah kemudian menjalar
ke pipi, hidung, dan juga menjalar ke leher, dada, telinga dan kulit kelapa.(National Rosacea
Society.Retrieved 2008-11-10.)

B. ETIOLOGI
Menurut Laquer et all, (2009) penyebab rosacea masih belum diketahui secara pasti. Namun
ada beberapa hipotesis yang diduga menjadi penyebab rosacea antara lain:
1. Penambahan pembuluh darah pada wajah
2. Perubahan iklim atau cuaca
3. Degenerasi dermal matrix
4. Bahan kimia
5. Pilosebaseus yang tidak normal
6. Microbaorganisme
7. Ferritin expression
8. Reactive oxygen species (ROS)
9. Penambahan neoangeogenesis
10. Disfungsi dari antimicrobial peptides (AMPs)

C. PATOFISIOLOGI
A. Mikroba

B. Sinar Ultraviolet
C. R
D.

a. Mikroba
Kutu Demodex: benar tidaknya kutu Demodex memegang peranan penting dalam
patogen rosasea perlu dibuktikan. Bisa saja peningkatan densitas kutu tersebut
merupakan akibat dari rosasea, bukannya kutu sebagai penyebab rosasea. Kutu Demodex
dapat memicu reaksi hipersensititas yang tertunda dan mengkontribusi dalam
pembentukan papul dan pustul. Infestasi kutu ke bagian dalam dermis dapat
menimbulkan reaksi granulomatus. Cathelicidin Antimicrobial Peptides: penderita
rosasea memiliki tingkat Cathelicidin peptides yang lebih tinggi pada bagian kulit yang
terkena dibandingkan dengan bagian kulit sehat pada anatomi yang sama; Infeksi
Helicobacter pylori: infeksi Helicobacter pylori di dunia telah meningkat 50%. Infeksi
ini biasanya diderita pada masa kecil dan usia baru dewasa. Penderita rosasea dilaporkan
memiliki peningkatan antibodi anti- Helicobacter pylori.

a). Sinar Ultraviolet

Ultra violet menyebabkan edema di dermis, infiltrasi perivaskular lymphocytic,


dan pembuluh limfe yang melebar baik di dermis maupun di bagian atas subkutis (yang
ditandai dengan antibodi LYVE-1 selektif) menunjukkan bukti kuat bahwa rosasea
berawal sebagai actinic lymphatic vasculopathy. UV pada kulit manusia mengakibatkan
angiogenesis dermal yang kuat bersamaan dengan up-regulation dari VEGF dan down-
regulation dari endogenous angiogenesis inhibitor thrombospondin-1 (TS-1). Walaupun
tidak dimunculkan oleh endotel, VEGF tetap terdapat pada sel-sel epitel dan masuk ke
sel-sel kulit yang terkait dengan rosasea. Munculnya VEGF receptor (VEGFR) tampak
pada vaskular endotel maupun sel-sel mononuklear yang terinflitrasi. Ikatan VEGF
receptor–ligand membantu terhadap perubahan vaskular dan infiltrasi selular yang terjadi
pada rosasea. Tempat yang baru terbentuk akan infiltrasi dari sel-sel radang ke dalam
jaringan dermal, yang mengakibatkan kerusakan pada komponen matrik dermis. CD11b+
macrophages dan neutrofil menginfiltrasi epidermis setelah mengalami penyinaran UV
yang kuat, karena penyiranan UV dengan dosis sedang dapat menyebabkan peningkatan
ekspresi cyclooxygenase-2 (COX-2) di keratinosit yang menjadi penyebab terjadinya
eicosanoid prostaglandin E2. Mediator nuerogenik akan memperparah inflamasi dan
imunosupresi akibat penyinaran UV pada kulit. Substance P (SP) mengakibatkan
degranulasi dari sel mast bersamaan dengan pengeluaran histamin dan leukotrien, aktifasi
adhesi leukocyte-endothelial dan neutrofil. Corticotropin-Releasing Hormone (CRH)
bertindak sebagai koordinator untuk neuroendokrin. CRH dapat menyebabkan
peningkatan permeabiliti vaskuler pada mikrosirkulasi kulit melalui degranulasi dari sel-
sel mast dan histamin yang berasal dari sel-sel mast. CRH mengatur produksi interleukin
(IL)-18 pada keratinosit manusia dan sekresi basal IL-6 dan IL-8 pada sebocytes
manusia, yang mengatur MAP kinase (MAPK) dan nuclear factor-kB (NF-kB) dan dapat
menyebabkan eritema di wajah.

Transient eritema, atau flushing pada rosasea dimediasi oleh ke dua faktor neural
dan humoral. Mekanisme neural dan humoral menghasilkan reaksi flushing yang terlihat
terbatas pada wajah. Terlihat menyolok pada wajah disebabkan aliran darah di wajah
meningkat dibandingkan dengan tempat tubuh yang lain. Pembuluh darah kulit di wajah
lebih superficial dan pembuluh darahnya lebih banyak serta lebih besar dibandingkan
tempat-tempat lain.

b). Reactive Oxygen Species (ROS)

Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan penyebab pada dermatosis, penuaan


psikologik, imunusupresi yang disebabkan oleh UV, dan photoaging. Pasien rosasea
memiliki kulit dengan tingkatan ROS yang bertambah dibandingkan dengan pasien normal.
Walaupun peran ROS bebas pada patogenesis rosasea masih belum jelas, terdapat beberapa
hipotesis tentang perannya. Pertama, ROS yang dihasilkan oleh interfollicular neutrophils
bisa secara langsung merusak folikel muka pada pasien rosasea. Kedua, ROS yang
dihasilkan sinar UV bisa mengaktifkan matrix metalloproteinase yang mengakibatkan
rusaknya kolagen dermal, karena menghambat matrix metalloproteinase serta menghasilkan
aktivator protein A. Ketiga, kerusakan aktinik yang disebabkan oleh ROS bebas bisa
menambah terhadap simptom rosasea.
E. WOC
F. MANIFESTASI KLINIS
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
H. PENATALAKSANAAN
I. KOMPLIKASI
J. PROGNOSIS

Anda mungkin juga menyukai