Anda di halaman 1dari 10

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
VERUKA VULGARIS

A. Definisi

Vaskulitis disebut juga necrotizing angiitis adalah peradangan dan


nekrosis sebagian pembuluh darah. Kerusakan pembuluh darah
disebabkan proses imunonologik dan atau inflamasi.
Vaskulitis pada kulit sebagian besar melibatkan venula, dikenal
sebagai cutaneous venulitis/ vasculitis (CNV), cutaneous small vessel
vasculitis dan vaskulitis leukositoklastik. CNV dapat terbatas pada kulit
namun dapat pula berhubungan dengan penyakit kronik/sistemik, dapat
dicetuskan infeksi atau obat, maupun dapat idiopatik. Pada bab ini
pembahasan vaskulitis dibatasi hanya pada CNV

B. Epidemiologi

Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Pada anak-anak, vaskulitis


yang sering ditemukan adalah Henoch-Schonlein purpura. Sedangkan
vaskulitis yang terkait Antineutrophil cytoplasmic antibody (ANCA) sering
pada pasien berusia di atas 50 tahun.

C. Etiologi

Penyakit sistemik kronik yang dapat menim bulkan vaskulitis:


rheumatoid arthritis, sindrom Sjorgen, lupus eritematosus sistemik,
hypergam maglobulinemic purpura, vasculitis paraneoplastic,
cryoglobulinemia, ulcerative colitis, cystic fibrosis antineutrophil
cytoplasmic atau antiphospholipid antibody syndromes.
Beberapa faktor yang dapat mencetuskan timbulnya CNV: infeksi
bakteri (terutama Strep tococcus B hemolitikus, Staphylococcus aureus)
virus (terutama hepatitis B dan C), mikobakterium, riketsial, dan obat
(terutama propiltiourasil, hidra lazin, granulocyte-macrophage colony
3

stimulating factor, alopurinol, cephaclor, minosiklin, fenitoin, isotretinoin,


streptokinas radiocontrast, agen bio logik dan metotreksat).
Berikut adalah CNV idiopatik: Henoch Shonlein purpura, acute
hemorrhagic edema of infancy. urticarial venulitis, erythema elevatum
diutinum, nodular vasculitis, livedoid vasculopathy, defisiensi komplemen
genetik, vaskulitis eosinofilik.

D. Patogenesis

Mekanisme utama terbentuknya CNV adalah kompleks imun.


Kompleks imun yang bersirkulasi akan terdeposit secara lokal karena
adanya kelebihan antigen atau terbentuk kompleks imun in situ pada kulit.
Kompleks imun akan mengaktifkan komplemen yang menyebabkan
terbentuknya anafilatoksin C5a yang akan mendegranulasi sel mast,
menarik neutrofil yang akan melepaskan enzim lisosomal dan membentuk
oksigen reaktif yang merusak jaringan. Terbentuknya leukotrien B4 dari
neutrofil akan menarik lebih banyak neutrofil, Eosinofil sedikit berperan
kecuali pada vaskulitis eosinofilik dan CNV yang dicetuskan obat. Sel lain
seperti limfosit, sel mononuklear dan sel Langerhans juga diduga
berperan karena dapat ditemukan penvaskular. Berbagai sitokin juga
berperan di antaranya TNF-a yang memfasilitasi bertambahnya neutrofil.
Terdapat hubungan antara antibodi sitoplasma antineutrofil (ANCA),
antibodi sel antiendotel, HLA-A11, Bw53, DRB1 dengan kejadian CNV.

E. Klasifikasi

Belum ada klasifikasi baku untuk vaskulitis yang memuaskan. Namun


secara sederhana vaskulitis dapat dibagi menjadi vaskulitis pembuluh
darah kecil, pembuluh darah sedang dan pembuluh darah besar. Pada
kulit sebagian besar mengenai pembuluh darah kecil dan sebagian
pembuluh darah sedang.
4

F. Gambaran Klinis

Kelainannya polimorf yang utama ialah palpable purpura berbentuk


papul purpura multipel, lesi juga dapat berupa plak, urtika, angioedema,
pustul, vesikel, bula, ulkus, nekrosis dan livido retikularis. Bila mengenai
pembuluh darah sedang dapat berupa nodus eritematosa. Kadang
terdapat edema subkutan di bawah lesi dermal. Tempat predileksinya di
ekstremitas bawah, punggung dan bokong.
Lama lesi bertahan antara 1-4 minggu namun dapat berulang secara
episodik berminggu-minggu atau tahunan. Keluhannya dagat gatal atau
rasa terbakar, kadang nyeri. Pada waktu timbul dapat disertai demam,
malese, artralgia dan mialgia. Keterlibatan pembuluh darah kecil lain
dapat ditemukan pada sinovia, saluran cema, otot lurik, saraf tepi dan
ginjal.

G. Histopatologi

Terdapat pembengkakan endotel, nekrosis pembuluh darah dengan


deposisi materi fibrinoid disertal infiltrat seluler yang terdiri atas neutrofil
dengan debu inti, sel mononuklear, dan ekstravasasi eritrosit. Eosinofil
dapat ditemukan pada CNV yang tdicetuskan obat atau penyakit jaringan
konektif. Endapan imunoglobulin dan komplemen dapat terlihat dengan
menggunakan teknik direct immunofluorescence. Pada Henoch Schonlein
purpura terutama ditemukan endapan IgA1.

H. Pengobatan

Pendekatan terapi dapat dibagi menjadi menghilangkan antigen,


mengobati penyakit yang mendasari dan mengatasi CNV. Pada kasus
yang dicetuskan infeksi atau obat, dengan menghilangkan faktor tersebut
maka akan terjadi resolusi dari lesi kulit. Pengobatan penyakit
sistemik/kronik yang mendasarinya akan memperbaik lesi kulit.
Pengobatan CNV meliputi antihistamin H1 untuk mengurangi keluhan
dan mengurangi deposit kompleks imun, pilihan lain adalah obat anti
5

inflamasi non steroid antara lain indometasin. kolkisin, dapson dan


hidroksiklorokuin. Pada kasus yang tidak berespons dengan pengobatan
tersebut dapat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid sistemik,
azatioprin, metotreksat, siklosporin, mofetil mikofenolat, siklofosfamid,
imunoglobulin intravena, plasmaferesis atau agen biologik. Namun penting
untuk diperhatikan efek samping yang berat dan berbahaya dapat
ditimbulkan oleh obat-obat tersebut. Kortikosteroid diberikan dengan dosis
ekuivalen prednison 60 mg sehari tappering off lambat.

I. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan bila perlu


ditambahkan dengan pemeriksaan histopatologi (Sri Liniwuh, dkk, 2021).

J. Diagnosis Banding
1. Keratosis seboroik
Keratosis seboroik adalah jenis tumor epidermal yang
umumnya terjadi pada usia paru baya dan lansia. Secara klinis lesi
keratosis seboroik tampak memiliki permukaan yang kusam, berlilin
dan verukosa. Warna lesi bervariasi dari cokelat, kuning dan abu-
abu, dapat muncul sebagai lesi yang tampak terisolasi dari puluhan
hingga ratusan. Predileksinya dapat ditemukan dimana saja kecuali
telapak tangan, telapak kaki, dan membrane mukosa.(Michael,
2022).
6

Gambar 4. Keratosis Seboroik.

2. Nevus verukosus
Nevus verukosus merupakan tumor epidermal yang ditandai
dengan hyperkeratosis dari keratinosit dan permukaan yang
verukosa. Lesi tampak papul verukosus terlokalisasi atau difus,
rapat, warnanya dapat sewarna kulit, cokelat, atau cokelat
keabuan, dapat menyatu membentuk plak papilomatosa berbatas
tegas. Konfigurasi linear sering ditemukan pada ekstremitas
dengan distribusi Blaschko’s atau relaxed skin tension lines
(PERDOSKI,2017).

Gambar 4. Nevus Verukosus.


K. Tatalaksana
1. Medikamentosa
a. Agen destruktif
 Asam salisilat 25-50%
 Kantaridin
 TCA 80 % (Trichloroacetic Acid)
b. Agen antiproliferasi
 Krim 5-florourasil 5%
c. Terapi intralesi
 Lima-florourasil, lidokain, dan epinefrin
 Bleomycin
7

 Interferon beta

Tindakan
1. Bedah beku
2. Bedah laser
3. Bedah pisau
4. Photodynamic therapy
d. Non-Medikamentosa
 Mengurangi risiko penularan dengan cara menutup kutil
dengan bahan tahan air Ketika berenang, hindari pemakaian
barang pribadi secara bersama-sama, serta menggunakan
alas kaki Ketika menggunakan toilet umum.
 Mengurangi risiko auto-inokulasi, dengan cara tidak
menggaruk lesi dan tidak mencukur daerah yang terdapat
kutil (PERDOSKI, 2017)

L. Komplikasi

Efek samping dari penggunaan bahan kaustik dapat menyebabkan


ulkus (IDI, 2014).

M. Prognosis

Prognosis bergantung pada penyebab, bila dicetuskan obat, setelah


obat dihentikan kelainan kulit akan cenderung menyembuh. Bila
disebabkan infeksi prognosisnya baik setelah infeksinya diobati. Pada
kasus yang disebabkan penyakit kronik/ sistemik sesuai dengan hasil
pengobatan penyakit yang mendasarinya. Kekambuhan dapat terjadi
untuk beberapa minggu sampai beberapa tahun.
8

BAB III

ANALISA BERDASARKAN DASAR TEORI

Veruka vulgaris atau kutil merupakan kelainan kulit berupa papul


verukosa yang disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV)
terutama tipe 2. Veruka vulgaris terjadi akibat ketida-mampuan respon
imun tubuh menginaktivasi virus yang menebus sawar epidermis,
sehingga menyebabkan replikasi tidak terkontrol dari sel keratinosit basal.
Keluhan sudah dialami sejak 1 bulan yang lalu. Dari hasil
anamnesis yang diperoleh mengarah ke veruka vulgaris dimana awalnya
hanya muncul 1 benjolan kemudian bertambah jumlahnya dan tidak
merasakan gatal serta nyeri. Keluhan sudah pernah dialami 1 tahun yang
lalu dan dilakukan operasi pengangkatan benjolan. Benjolan pada veruka
vulgaris akan terus bertambah bila tidak diobati karena bersifat auto-
inokulasi dan biasanya tidak disertai gatal dan nyeri karena kelainan
terjadi pada lapisan epidermis, serta dapat rekurent.
Pemeriksaan fisik pasien didapatkan status dermatologi dengan
loksai regio dorsum manus digiti 2 derxtra, dorsum manus digiti 3 dan 4
sinistra dengan effloresensi papul padat verukosa ukuran popular dan
nodular, distribusi diskret. Pada regio dorsum pedis dextra dengan
effloresensi papul padat ukuran papular dan nodular distribusi diskret.
Diagnosis veruka vulgaris ditegakkan secara klinis berdasarkan
anamnesis lesinya dari 1 kemudian bertambah tanpa disertai gatal dan
nyeri, dan riwayat sudah pernah dialami 1 tahun yang lalu dan diberikan
tindakan, serta morfologi lesi khas berupa papul padat verukosa.
9

BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus veruka vulgaris pada anak laki-laki usia 12

tahun yang datang ke poli kulit dan kelamin RS Pelamonia TK.II

Makassar. Pasien datang dengan keluhan benjolan padat pada tangan

dan kaki hingga pergelangan kaki tanpa gatal dan nyeri sejak 1 bulan lalu.

Tanda klinis dan pemeriksaan status dermatologis mengarah pada veruka

vulgaris. Pasien mendapatkan terapi obat topical yang sesuai dengan

penatalaksanaan veruka vulgaris.


10

DAFTAR PUSTAKA

1. Bola GV. Jembatan SL. Klasifikasi sindrom vaskulitis , Dalam: Ball


GV, Bridges SL, penyunting. Vaskulitis. Edisi ke-1. New York:
Oxford University Press: 2002.h.1-6.
2. Sams WM, Sams H. Cutaneous manifestations. Dalam: Ball GV,
Bridges SL, penyunting. Vasculitis. Edisi ke-1. New York: Oxford
University Press: 2002.h.55-62
3. Soter NA. Cutaneous Necrotizing Vasculitis. Dalam: Tukang Emas
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, penyunting.
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New
York: McGraw Bukit: 2012.h.2003-12
4. Panduan pelayanan medis Departemen Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo 2007.
5. Abbas AK, Lichtman AH, Pillal S. Cellular and molecular
immunology. Edisi ke-7. Philadelphia: Elsevier Saunders:
2012.h.407-24
6.

Anda mungkin juga menyukai