Anda di halaman 1dari 91

VERUKA VULGARIS V.

PROGNOSIS
Vella Penyakit ini sering residif, walaupun diberikan pengobatan yang
adekuat.

I. DEFINISI VI. DAFTAR PUSTAKA


Veruka vulgaris adalah kelainan kulit berupa hiperplasi
epidermis yang disebabkan oleh virus papiloma humanus (VPH) 1. Androphy EJ, Kirnbauer R.Human Papiloma Virus Infections.
tipe tertentu. Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS,
Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in
II. ETIOPATOGENESIS general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw
Virus penyebabnya tergolong dalam virus papiloma (grup Hill;2012.2421-33.
papova), virus DNA dengan karakteristik replikasi terjadi 2. Sterling JC.Virus Infections. Dalam: Burns T, Breathnach S,
intranuklear. Cox NN, Griffiths C, editors.Rook’sTextbook of
Dermatology.Edisi ke-8.Willey-Blackwell;2010.3329-46.
III. KRITERIA DIAGNOSIS 3. James WL, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases. Dalam:
A. KLINIS : Andrews Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi
Sering terjadi pada anak - anak, berupa nodula berwarna ke-11. Saunder Elsevier; 2011.403-7.
abu - abu kecoklatan dengan permukaaan kasar atau verukosa,
bila di gores dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan
(fonemena Koebner)

B. DIAGNOSIS BANDING :
- Moluskum kontagiosum
- Seboroik keratosis
- Kerato akantoma
- Basal sel karsinoma

IV. PENATALAKSANAAN :
1. Bedah skalpel
2. Bedah beku
3. Bedah listrik
4. Bahan kaustik, misalnya asam trikloroasetat
5. Bedah laser(CO2)

1
MOLUSKUM KONTAGIOSUM IV. PENATALAKSANAAN :
Vella Prinsip dari pengobatan adalah dengan mengeluarkan massa
yang mengandung badan moluskum.

I. DEFINISI MEDIKA MENTOSA


Moluskum kontagiosum adalah infeksi virus yang sering  TOPIKAL :
terjadi pada anak-anak. - Cantharidin (0,7% atau 0,9%)
- Podofilin (10% - 25% resin, 0,3% atau 0,5% crem)
II. ETIOPATOGENESIS - Krioterapi liquid nitrogen
Moluskum kontagiosum virus adalah penyakit yang - Imiquimod 5% cream
disebabkan okeh virus poks. - Topikal retinoid, campuran asam salisilat dan asam
laktat topikal
III. KRITERIA DIAGNOSIS - Silver nitrat paste
A. KLINIS : - Trichoroasetat acid 25% - 35%
Moluskum kontagiosum terlihat seperti papul - papul, pada - Cidofovir cream/gel (1%,3 %)
permukaannya terdapat lekukan, berisi massa yang - Kalium hidroksida 10 % 2 kali/hari selama 30 hari atau
mengandung badan moluskum. Masa inkubasi berlangsung sampai terjadi inflamasi dan ulserasi di permukaan
satu sampai beberapa minggu.Kelainan kulit berupa papul papul
miliar, kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, - Adapalen 1% gel selama 1 bulan
berbentuk kubah yang kemudian ditengahnya terdapat lekukan
(delle). Jika di pijat akan ke luar massa berwarna putih seperti  SISTEMIK :
nasi. Lokasi pada muka, badan dan ektremitas, pada dewasa - Cimetidin 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis
lokasi pada daerah pubis dan genetalia eksterna. dengan dosis maksimal 800 mg 3x/hari
B. DIAGNOSIS BANDING  PEMBEDAHAN
1. Veruka - Kuretase /enukleasi
2. Granoloma piogenikum
3. Melanoma amelanotik V. PROGNOSIS
4. Basal sel karsinoma - Dengan menghilangkan semua lesi yang ada, penyakit ini
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG tidak atau jarang residif.
1. Giemsa - Dapat sembuh dengan spontan tetapi dalam waktu beberapa
2. Histopatologi bulan ataupun tahun.

2
VI. DAFTAR PUSTAKA HERPES ZOSTER
Vella
1. Sterling JC.Virus Infections. Dalam: Burns T, Breathnach S,
Cox NN, Griffiths C, editors.Rook’sTextbook of
Dermatology.Edisi ke-8.Willey-Blackwell;2010.3311-4. I. DEFINISI
2. James WL, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases.Dalam: Herpes Zoster (HZ) atau shingles, adalah penyakit neurodermal
Andrews Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke- ditandai dengan nyeri radikuler unilateral serta erupsi vesikel
11. Saunder Elsevier; 2011.394-7. berkelompok dengan dasar eritematosa yang tersebar sesuai
3. Piggott C, Friedlander SF, Tom W.Poxvirus Infections.: Dalam: dermatom yang diinervasi oleh satu ganglion saraf sensoris.
Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ,
Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine. II. ETIOPATOGENESIS
Edisi ke-8.New York: McGraw Hill;2012.2417-20. Herpes zoster terjadi pada penderita yang telah pernah
menderita varisela, karena reaktivasi virus yang laten yang dapat
terjadi pada ganglion dorsalis atau nervus kranialis. Pada masa
reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi
peradangan ganglion sensoris. Virus menyebar ke sumsum tulang
belakang dan batang otak, dari saraf sensoris menuju kulit dan
menimbulkan erupsi kulit vesikuler yang khas. Pada daerah dengan
lesi varisela terbanyak, diperkirakan merupakan daerah virus
terbanyak mengalami keadaan laten dan merupakan daerah terbesar
kemungkinannya mengalami herpes zoster.

III. KRITERIA DIAGNOSIS


A. KLINIS
1. Stadium prodromal
Dimulai dengan adanya rasa nyeri dan parestesia pada
daerah kulit yang terkena dengan gejala prodromal
sistemik (seperti demam, pusing, malaise) dan gejala
prodromal lokal (seperti rasa terbakar, nyeri otot-tulang,
gatal, pegal dan sebagainya).
2. Stadium erupsi

3
Mula-mula timbul papul atau plakat berbentuk urtika Eritromisin 250-500 mg, dikloksasilin 125-250 mg sehari 3
yang setelah 1-2 hari akan timbul kelompok vesikel di kali
atas kulit yang eritematosa sedangkan kulit di antara 3. Topikal
kelompok vesikel tetap normal, usia satu pada satu Bila basah : kompres larutan garam faali
kelompok adalah sama sedangkan usia lesi dengan Bila erosi : salep sodium fusidat
kelompok lain adalah tidak sama.Lokasi sesuai dengan Bila kering : bedak salisil 2%, calamine lotion
dermatom, unilateral dan biasanya tidak melewati garis 4. Anti virus: harus diberikan dalam waktu 24 jam setelah
tengah tubuh. onset
Neonatus: asiklovir 10 mg/kg selama 10 hari
3. Stadium krustasi Anak –anak (2-28 tahun): Valacyclovir 20 mg/kg setiap 8
Vesikel menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas jam selama 5 hari atau Acyclovir 20 mg/kg tiap 6 jam
dalam waktu 1-2 minggu.Sering terjadi neuralgia pasca selama 5 hari
herpetika, terutama pada orang tua yang dapat Dewasa: Valacyclovir 1 gr per oralsetiap 8 jam selama 7
berlangsung berbulan-bulan dengan parestesi yang hari
bersifat sementara. Imunokompromais: Valacyclovir 1 gr per oral selama 7-10
hari; atau Acyclovir 800mg per oral 5x/hari atau
B. DIAGNOSIS BANDING Famciclovir 500 mg per oral setiap 8 jam selama 7-10
1. Impetigo bulosa hari.
2. Dermatitis kontak alergika Imunokompromais berat: acyclovir 10 mg/kg IV setiap 8
3. Pemfigus vulgaris jam selama 7-10 hari
4. Dermatitis herpetiformis Resisten Acyclovir: Foscarnet 40 mg/kg IV setiap 8 jam
5. Bulous pemfigoid sampai membaik
5. Terapi untuk neuralgia pasca herpetika
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Aspirin: 500 mg sehari 3 kali
1. Tzanck test : sel raksasa yang multilokuler dan sel-sel b. Anti Depresan Trisiklik misalnya amitriptilin 50-100
akantolitik. mg/hari
2. Kultur virus. Hari 1 : 1 tablet (25 mg)
Hari 2 : sehari 3 kali 1 tablet
IV. PENATALAKSANAAN : Hari 3 : sehari 3 kali 1 tablet
MEDIKA MENTOSA c. Carbamazepine : 200 mg sehari 1-2 kali. Khusus untuk
1. Analgetika : Metampiron sehari 4 kali 1 tablet trigeminal neuralgia.
2. Bila ada infeksi sekunder :

4
V. PROGNOSIS
Umumnya baik, pada herpes zozter oftalmikus prognosis
tergantung pada tindakan perawatan secara dini. Imunokompeten VARISELA
dewasa: sembuh dalam 2-3 minggu. Komplikasi neuralgi pasca Vella
herpes pada umur <50 tahun. Dewasa imunokompromais:
penyebaran virus ke visceral, dapat fatal.
I. DEFINISI
VI. DAFTAR PUSTAKA Varisela (chichenpox) adalah penyakit menular akut yang
disebabkan oleh virus varisela – zoster (VVZ), sering pada anak-
1. Schmader KE, OOxman MN, Varricella and Herpes Zoster. anak, mengenai kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi,
Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi pada bagian sentral
Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in tubuh.
general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw
Hill;2012.2383-401. II. ETIOPATOGENESIS
2. James WL, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases. :Dalam: virus varisela zoster masuk ke dalam tubuh manusia melalui
Andrews Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi mukosa saluran nafas atas dan orofaring, kemudian memperbanyak
ke-11. Saunder Elsevier; 2011.379-84. diri dan menyebar melalui aliran darah dan jaringan retikulo-
3. Sterling JC.Virus Infections. Dalam: Burns T, Breathnach S, endotelial (viremia primer). Pada sebagian besar individu replikasi
Cox NN, Griffiths C, editors.Rook’sTextbook of virus dapat mengatasi pertahanan tubuh yang belum berkembang
Dermatology.Edisi ke-8.Willey-Blackwell;2010.3325-6. sehingga 2 minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam
jumlah yang lebih banyak. Hal tersebut menyebabkan demam dan
malaise serta menyebarkan virus ke seluruh tubuh, terutama ke kulit
dan mukosa.

III. KRITERIA DIAGNOSTIK


A. ANAMNESIS
Masa inkubasi berlangsung 10 sampai 23 hari.Pada anak –
anakterdapat gejala prodromal yang ringan, terdiri dari malaise,
nyeri kepala,sumer, mual dan muntah, sakit tenggorokan, dan
batuk ringan yang timbul sebelum erupsi keluar.Pada orang
dewasa gejala prodromal lebih berat dan lebih lama.Pada
anamnesis ada kontak dengan penderita varisela atau
zoster.Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih

5
timbul.Nyeri kepala, mialgia, dan anoreksia sering menyertai TOPIKAL :
demam dan lebih berat pada anak besar dan orang - Untuk yang erosi : salep sodium fusidat, neomisin-
dewasa.Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang basitrasin, mupirosin.
biasanya timbul selama stadium vesikuler. - Bila vesikel belum pecah: bedak mengandung
B. KLINIS antipruritus (mentol 0,05-0,5%), calamine lotion.
Lesi kulit mula-mula timbul di muka dan kulit kepala, SISTEMIK :
kemudian menyebar secara cepat ke badan, ektremitas, 1. Bila ada panas
distribusi bersifat sentripetal.Awalnya berupa makula Dewasa : Metampiron 500 mg sehari 3 kali, oral
eritematus yang cepat berkembang menjadi papul, vesikel, Paracetamol 500 mg sehari, oral
pustul, dan krusta. Mula-mula vesikel dikelilingi daerah Anak : Paracetamol :10 mg/kg/dosis sehari 4 kali,
eritematosa sehingga terlihat seperti embun di atas daun bunga oral
mawar (tear drops).Cairan vesikel cepat menjadi keruh karena 2. Bila ada infeksi infeksi dapat diberikan antibiotik oral
masuknya sel radang sehingga menjadi pustul.Lesi kemudian Dicloksasilin: 12,5 – 50 mg/kg/hari per oral
mengering, mula-mula di bagian tengah sehingga Eritromisin stearat:250-500mg sehari 4 kali per oral
menyebabkan umbilikasi (delle), dan menjadi krusta. 3. Anti virus : harus diberikan dalam waktu 24 jam setelah
onset
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG Neonatus : asiklovir 10 mg/kg selama 10 hari
MelakukanTzanck test dengan cara membuat sediaan apus Anak –anak (2-28 tahun) : Valacyclovir 20 mg/kg setiap
yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan 8 jam selama 5 hari atau Acyclovir 20 mg/kg tiap 6 jam
dasar vesikel atau pustul, maka dapat ditemukan sel datia selama 5 hari
berinti banyak atau sel-sel epidermalmultinucleated. Dewasa: Valacyclovir 1 gr per oralsetiap 8 jam selama
7 hari
IV. DIAGNOSIS BANDING Imunokompromais: Valacyclovir 1 gr per oral selama
1. Eritema multiforme 7-10 hari; atau Acyclovir 800mg per oral 5x/hari atau
2. Impetigo bulosa Famciclovir 500 mg per oral setiap 8 jam selama 7-10
3. Dermatitis herpetiformis hari
4. Skabies Imunokompromais berat: acyclovir 10 mg/kg IV setiap
5. Insect bite 8 jam selama 7-10 hari
6. Dermatitis kontak Resisten Acyclovir: Foscarnet 40 mg/kg IV setiap 8
V. PENATALAKSANAAN jam sampai membaik
A. NON MEDIKA MENTOSA
- Istirahat yang cukup PENCEGAHAN
B. MEDIKA MENTOSA Pemberian vaksin Varisela Virus Vaccine (Oka strain)

6
membentuk massa besar dan eksofitik (cauliflower) khususnya pada
VI. PROGNOSIS bagian tubuh yang lembab.
- Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan
hygienepasien, prognosis yang baik dan jaringn parut II. ETIOPATOGENESIS
yang timbul sangat sedikit. Kondiloma akuminta disebabkan infeksi virus papiloma
- Anak imunokompoten:swasirna humanus (VPH) yang biasanya ditularkan melalui hubungan
- Dewasa imunokompeten: dapat terjadi komplikasi seksual. Sebagian besar KA disebabkan oleh HVP-6 dan HVP-11
- Pada kehamilan (20 minggu): sindrom varisela kongenital and tipe HVP lain. HVP ini dibagi dalam dua kelompok yaitu resiko
rendah yang menimbulkan lesi jinak yaitu padaVHP-6 dan VHP-
VII. DAFTAR PUSTAKA 11, dan kelompok resiko tinggi yang menimbulkan lesi keganasan
1. Schmader KE, OOxman MN, Varricella and Herpes yaitu pada VHP-16 dan VPH -18.
Zoster. Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA,
Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks III. KRITERIA DIAGNOSIS
dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: A. KLINIS
McGraw Hill;2012. 2383-401. Manifestasi infeksi VPH pada kelamin dapat berupa:
2. James WL, Berger TG, Elston DM. Viral 1. Infeksi klinis
Diseases.Dalam: Andrews Diseases Of The Skin Clinical Kondiloma akuminatum, berbentuk seperti kol yang
Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; 2011.376-9. menonjol.
3. Sterling JC.Virus Infections. Dalam: Burns T, Breathnach 2. Papula halus, papul kecil, halus, warna daging atau
S, Cox NN, Griffiths C, editors.Rook’sTextbook of papul hiperpigmentasi yang mungkin bergabung
Dermatology.Edisi ke-8.Willey-Blackwell;2010. .3322- membentuk plaque
3. 3. Papul keratotik atau seperti veruka vulgaris.
4. Veruka plana pada laki laki berupa papul verrocous,
sedangkan di vagina vulgaris.

KONDILOMA AKUMINATA B. DIAGNOSIS BANDING


Vella 1. Veruka vulgaris
2. Kondilomata latum
3. Karsinoma sel skuamosa
I. DEFINISI
Kondiloma akuminta (KA) atau kutil anogenital, kutil genital, C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
kutil kelamin, terdiri dari papul atau nodul epidermis yang terdapat - Untuk lesi yang meragukan dapat dilakukan
pada perineum, genitalia, lipat paha dan anus. Lesi dapat pemeriksaan dengan membubuhkan asam asetat 5%

7
pada lesi lesi selama 3-5 menit. Lesi KA akan berubah V. PROGNOSIS
menjadi putih. Baik tetapi sering residif.Faktor predisposisi di cari, misalnya
- Dapat dilakukan pemeriksaan Histopatologi. higiene, adanya fluor albus, atau kelembaban pada pria akibat tidak
IV. PENATALAKSANAAN : disirkumsisi.
1. Kemoterapi
A. Tingtura Pedofilin 25% VI. DAFTAR PUSTAKA
Kulit disekitar lesi dioleskan dengan vaselin agar tidak
terjadi iritasi.Setelah 4-6 jam, lesi di cuci. Dapat 1. Androphy EJ, Kirnbauer R.Human Papiloma Virus Infections.
dilakukan 2 kali seminggu, setiap kali pemberian tidak Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS,
lebih dari 0,5 cc, sebaiknya tidak dilakukan pada lesi Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in
yang luas, terutama yang terdapat pada mukosa. Tidak general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw
boleh dilakukan pada wanita hamil. Hill;2012.2421-33.
B. Podofilotoksin 0,5% 2. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WWE, PiotP, Wasserheit
Reaksi iritasi lebih jarang dibandingkan tingtura JN, Corey L. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4.
podofilin. Dioleskan 2 kali sehari selama 3 hari berturut McGraw-Hil;2008.296-7.
–turut. 3. James WL, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases. Dalam:
C. Asam trikloroasetat 25-50% Andrews Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi
Dioleskan seminggu sekali dan harus berhati hati karena ke-11. Saunder Elsevier; 2011.407-11.
dapat menimbulkan ulkus yang dalam.Tidak perlu di 4. Sterling JC.Virus Infections. Dalam: Burns T, Breathnach S,
cuci.Boleh diberikan pada wanita hamil. Cox NN, Griffiths C, editors.Rook’sTextbook of
2. Tindakan bedah Dermatology.Edisi ke-8.Willey-Blackwell;2010. 3329-46.
A. Bedah scalpel
B. Bedah listrik: biasanya efektif tetapi membutuhkan
anestesi lokal IMPETIGO DAN EKTIMA
C. Bedah beku : mudah dilakukan dan tidak membutuhkan Vella
anestersi lokal. Dengan memakai lidi kapas, nitrogen cair
diletakkan pada lesi selama 10-20 detik.
3. Laser karbondioksida I. DEFINISI
4. Interferon Penyakit infeksi piogenik pada kulit yang disebabkan oleh
5. Imunoterapi staphylococcus dan/atau streptococcus superfisial pada epidermis
(impetigo) dan jika sudah sampai ke dermis (ektima).
Ada 2 bentuk :

8
1. Impetigo non bulosa (Impetigo kontagiosa) disebabkan oleh Timbul bula yang bertambah besar, kurang cepat pecah
staphyloccus aureus dan/atau streptococcus pyogenes dapat tahan 2-3 hari. Isi bula mula-mula jernih kemudian
(streptococcus beta-hemolytic group A). keruh, sesudah pecah tampak krusta kecoklatan yang
2. Impetigo bulosa disebabkan oleh staphylococcus aureus. tepinya meluas dan tengahnya menyembuh, sehingga
tampak gambaran lesi sirsiner.
II. ETIOPATOGENESIS
Penyakit ini mengenai kulit pada lapisan superfisial C. DIAGNOSIS BANDING :
(epidermis). Kuman penyebab dapat ditemukan dan dibiakkan dari 1. Tinea corporis
cairan bulanya.Pada impetigo bulosa, dari cairan bula ditemukan 2. Varisela
toksin epidermolitik yang dianggap sebagai penyebab terjadinya 3. Ektima
bula.Masuknya kuman melalui mikro lesi di kulit dan menular. 4. Sifilis stadium II
5. Dermatitis
III. KRITERIADIAGNOSIS 6. Pemfigus
A. KLINIS :
o Impetigo kontagiosa IV. PENATALAKSANAAN:
1. Sering pada anak anak 1. Pengobatan topikal
2. Tempat predileksi : muka sekitar hidung dan mulut, - Lesi sedikit dan dini hanya dengan topikal: mupirosin
anggota gerak (kecuali telapak tangan dan kaki), dan ointment
badan. - Drainage : bula dan pustul dengan di tusuk jarum steril
3. Kelainan kulit : vesikel/bula berdinding tipis di atas untuk mencegah penyebaran lokal
kulit yang eritem yang cepat pecah, sehingga - kompres lesi pelan - pelan dan melepas krustanya
vesikel/bulanya sendiri jarang sekali terlihat, yang 2. Pengobatan sistemik
terlihat adalah khas berupa krusta tebal berwarna 2.1 Penisilin
kuning kecoklatan/keemasan/seperti madu. Krusta a. Penisilin G prokain injeksi
dilepas tampak erosi di bawahnya. Dosis : 0,6 – 1,2 juta IU, im, sehari 1-2 kali
4. Tidak disertai gejala konstitusi (demam, malaise, Anak anak : 25.000 – 50.000 IU/kg/dosis, sehari
mual), kecuali bila kelainan kulitnya berat. 1-2 kali
B. IMPETIGO BULOSA b. Ampicilin
1. Pada semua umur Dosis : 250-500mg/dosis sehari 4 kali
2. Tempat predileksi: muka dan bagian tubuh lainnya Anak-anak : 7,5-25mg/kg/dosis, sehari 4 kali a.c
termasuk telapak tangan dan telapak kaki, mukosa c. Amoksisilin
membran dapat terkena Dosis : 250-500 mg/dosis, sehari 3 kali
3. Kelainan kulit Anak anak : 7,5-25mg/kg/dosis sehari 3 kali a.c

9
d. Cloksasilin 4. Hay RJ, Adriaans M.Bacterial Infections. Dalam: Burns T,
Dosis : 250-500mg/dosis sehari 4 kali a.c Breathnach S, Cox NN, Griffiths C, editors.Rook’sTextbook
Anak-anak : 10-25 mg/kg/dosis, sehari 4 kali a.c of Dermatology.Edisi ke-8.Willey-Blackwell;2010. 3014-6.
e. Dicloksasillin
Dosis : 125-250 mg/dosis, sehari 3-4 kali
a.c
Anak anak : 5-15mg/kg/dosis. sehari 3-4 kali a.c FOLIKULITIS/FURUNKEL/KARBUNKEL
f. Phenoxymethyl penicilline Vella
Dosis : 250-500mg/dosis sehari 4 kali a.c
Anak-anak : 7,5-12,5mg/kg/dosis, sehari 4 kali
a.c I. DEFINISI
Furunkel adalah infeksi akut dari satu folikel rambut yang
2.2 Eritromisin biasanya mengalami nekrosis disebabkan oleh staphylococcus
Dosis : 125-250 mg/kg/dosis, sehari 4 kali aureus. Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut
p.c yang terinfeksi oleh staphylococcus aureus, yang disertai oleh
Anak-anak : 12,5-50 mg/kg/dosis, sehari 4 kali keradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan dibawahnya
termasuk lemak di bawah kulit.
V. PROGNOSIS
Impetigo akan sembuh dalam beberapa minggu, tetapi jika II. ETIOPATOGENESIS
tidak diobati maka akan terjadi ektima. Karena adanya mikrolesi baik karena garukan (portal of entry),
maka kuman masuk dalam kulit biasanyaStaphylococcus aureus.
VI. DAFTAR PUSTAKA
III. KRITERIA DIAGNOSIS
1. Craft N. Superficial infections and pyodermas. Dalam: A. KLINIS :
Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, 1. Furunkel
Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in general - Mula - mula nodul kecil yang mengalami keradangan
medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill;2012.2141-2. pada folikel rambut, kemudian menjadi pustule dan
2. James WL, Berger TG, Elston DM. Bacterial Infections. mengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus
Dalam: Andrews Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. keluar dan meninggalkan sikatrik.
Edisi ke-11. Saunder Elsevier; 2011.255-9. - Nyeri terutama pada yang akut, besar, di hidung,
3. Brown J , Shiriner DL, Janniger CK. Impetigo : an lubang telinga luar
updateInternational Journal of Dermatology;2003:42. 251– - Gejala konstitusioanal yang sedang (panas, malaise
255. ,mual)

10
- Dapat satu atau banyak dan dapat kambuh kambuh 3. Pengobatn sistemik : pemberian antibiotik selama 7-10 hari
- Tempat predikleksi : muka, leher, pergelangan Dikloxasilin : 3 x 500 mg selama 5-7 hari atau
tangan, jari jari tangan, pantat dan daerah anogenital Amoksisilin clavulanat : 3 x 500 mg atau
2. Karbunkel Azitromisin : 1 x 500 mg/ hari ; dilanjutkan 1
- Pada permulaan infeksi terasa sangat nyeri dan x 250 mh/ hari atau
tampak benjolan merah, permukaaan halus, bentuk Clindamisin : 3 x 150 – 300 mg/ hari atau
seperti kubah dan lunak Eritromisin : 4 x 500mg /hari selama 5-7 hari
- Ukuran dapat membesar 3-10 cm 4. Pengobatan penyakit dasarnya misalkan diabetes mellitus
- Supurasi terjadi setelah 5-7 hari dan pus keluar dari 5. Tindakan : insisi bila telah supurasi
banyak lubang fistel
- Setelah nekrosis tampak nodul yang menggaung atau V. PROGNOSIS
luka yang dalam dengan dasar yang purulen Prognosis baik jika diobati dengan antibiotik.
B. DIAGNOSIS BANDING Akan sering terjadi kekambuhan pada orang dengan diabetes
1. Furunkel mellitus
- Impetigo
- Herpes simplek
- Akne stadium pustule VI. DAFTAR PUSTAKA
- Hidradenitis
- Myasis 1. Craft N. Superficial infections and pyodermas. Dalam:
2. Karbunkel Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ,
- Antraks Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in general
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill;2012.2134-36.
1. Pemeriksaan gram 2. Hay RJ, Adriaans M.Bacterial Infections. Dalam: Burns T,
2. Kultur Breathnach S, Cox NN, Griffiths C, editors.Rook’sTextbook
of Dermatology.Edisi ke-8.Willey-Blackwell;2010.3021-6.
IV. PENATALAKSANAAN : 3. James WL, Berger TG, Elston DM. Bacterial Infections.
1. Pada furunkel di bibir atas pipi dan karbunkel pada orang Dalam: Andrews Diseases Of The Skin Clinical Dermatology.
tua sebaiknya dirawat inapkan Edisi ke-11. Saunder Elsevier; 2011.252-3.
2. Pengobatan topikal
- Lesi basah/kotor : dikompres dengan solusio sodium
chloride 0,9%
- Lesi bersih, salep natrium fusidat atau mupirosin
ointment/cream

11
ERISEPELAS
Vella C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis erisepelas dapat ditegakkan secara klinis, dan
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
I. DEFINISI seperti :
Erisepelas adalah infeksi bakteria, akut pada dermis dan 1. Pemeriksaan darah lengkap (Leukositosis ≥
jaringan subkutan bagian atas.disebabkan oleh streptococcus beta 20.000/mm3)
hemolyticus group A. Kadang juga di sebabkan oleh grup B, C dan 2. Kultur darah serta spesimen dari cairan vesikula atau
G dan beberapa varian dari bakteri, khusus untuk streptococcus erosi atau ulkus
group B seringkali mengenai bayi baru lahir. 3. Pemeriksaan gram

II. ETIOPATOGENESIS IV. PENATALAKSANAAN:


Erisepelas dapat berawal dari berbagai luka, trauma, luka 1. Sebaiknya tirah baring
tertusuk, tinea interdigitalis, dan trauma lainya seperti gigitan 2. Bagian tubuh yang terkena diimobilisasi
serangga, trauma setelah imunisasi, dan berbagai kondisi yang 3. Pemberian antibiotik :
memungkinkan kolonisasi kuman. - Oral penisilin selama 10-14 hari atau dapat diberikan
benzatin penisilin 2,4 IM. Jika pasien alergi terhadap
III. KRITERIA DIAGNOSIS penisilin dapat diberikan eritromisin
A. KLINIS : - Intramuskular prokain
Biasanya didahului gejala prodromal malaise, bisa disertai - Amoksisilin
reaksi konstitusional yang hebat berupa panas tinggi, sakit - Vancomisin
kepala, menggigil, muntah, nyeri sendi. 4. Pengobatan topikal
Lesi kulit berupa kemerahan atau eritema lokal berbatas - Kompres dengan solusio chloride 0,9%
jelas dengan tepi meninggi, teraba panas, terasa nyeri.Diatasnya - Lesi kulit kering diberikan salep natrium fusidat atau
dapat ada vesikel atau bula yang mengandung mupirosin
cairanseropurulen.Terdapat leukositosis.Sering terdapat di
wajah dan kaki. V. PROGNOSIS
Prognosisnya baik dengan pemberian terapi yang tepat, tetapi
B. DIAGNOSIS BANDING : pada pasien imunokompromais prognosis tergantung dari sistem
1. Dermatitis kontak alergika imun pasien.
2. Selulitis
3. Ektima gangrenosum
4. Insect bite

12
VI. DAFTAR PUSTAKA LEPRA
Sulamsih Sri Budini
1. Lipwoth AD, Saavedra AP, Weinberg AN, Johnson AR. Non-
Necrotizing Infections of the Dermas and Subcutaneous Fat:
Cellulitis and Erysipelas. Dalam: Goldsmith LAKatz SI, I. DEFINISI
Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-8. infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang
New York: McGraw Hill;2012.2160-77. saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat
2. James WL, Berger TG, Elston DM. Bacterial menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem
InfectionsDalam: Andrews Diseases Of The Skin Clinical retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan
Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; 2011. 260-1. syaraf pusat.
3. Celestin R, Brown J, Kihiczak, Schwartz RA.Erysipelas: a
common potentiallydangerous infection. Acta Dermatoven II. ETIOPATOGENESIS
APA Vol 16, 2007, No.3. M. Leprae adalah kuman tahan asam, berbentuk batang,
4. Hays RJ, Adriaans M.Bacterial Infections. Dalam: Burns T, biasanya berkelompok ataupun tersebar satu-satu, hidup dalam sel
Breathnach S, Cox NN, Griffiths C, editors.Rook’sTextbook terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur
of Dermatology.Edisi ke-8.Willey-Blackwell;2010.3017-2. dalam media buatan.
M. leprae masuk ke dalam tubuh tersering melalui kulit yang
lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa
nasal. Pengaruh M. leprae terhadap kulit bergantung pada faktor
imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada suhu yang
rendah, waktu regenerasi yang lama serta sifat kuman yang avirulen
dan nontoksis.
M. leprae merupakan parasit obligat intraseluler terutama
terdapat pada makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada
dermis atau sel schwann di jaringan saraf. Bila kuman M. leprae
masuk ke dalam tubuh maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan
makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear, histiosit)
untuk mengfagositnya.
Pada kusta tipe lepromatosa (LL) terjadi kelumpuhan sistem
imunitas seluler dengan demikian makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi
dengan bebas kemudian dapat merusak jaringan.

13
Pada kusta tipe tuberkuloid (TT) kemampuan fungsi sistem aurikularis magnus, n. peroneus komunis, n. tibialias
imunitas seluler tinggi sehingga makrofag sanggup menghancurkan posterior dan beberapa saraf tepi lain.
kuman. Sayangnya setelah kuman difagositosis makrofag akan 2. Kelainan kulit dan organ lain.
berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang- Kelainan kulit bisa hipopigmentasi ataupun
kadang bersatu membentuk sel datia Langhans. Bila infeksi ini tidak eritematus dengan adanya gangguan estesi yang jelas.
segera diatasi akan terjadi reaksi berlebihan dan masa epiteloid akan Bila gejala lanjut timbul gejala-gejala akibat banyaknya
menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan di sekitarnya. kuman yaitu:
Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M.  Facies leonine (gejala infiltrasi yang difus di muka)
leprae di samping itu sel Schwann berfungsi sebagai demielinisasi  Penebalan cuping telinga
dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi bila terjadi  Madarosis (penipisan alis mata bagian lateral)
gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann kuman dapat  Anestesi simetris pada kedua tangan – kaki (gloves
bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf and stocking anaestesia).
berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif.
C. PEMERIKSAAN FISIK
III. KRITERIA DIAGNOSIS 1. Kulit
A. ANAMNESIS Dicari adanya gangguan sensibilitas terhadap suhu dan
Anamnesis adanya bercak putih (hipopigmentasi) atau raba pada lesi yang dicurigai.
kemerahan yang mati rasa. Dapat pula berbentuk papul atau Pemeriksaan sensibilitas suhu dengan cara tes panas
nodul, adanya pembesaran saraf tepi disertai gangguan pada dingin.
daerah yang dipersarafi, baik sensorik, otonom maupun Terhadap rasa nyeri digunakan jarum pentul.
motorik. Adanya kontak dengan penderita dan riwayat tinggal Terhadap rasa raba digunakan kapas.
di daerah endemis. Gangguan autonomik terhadap kelenjar keringat
B. KLINIS dilakukan guratan tes ( lesi digores dengan tinta)
1. Kelainan saraf tepi. penderita exercise, bila tinta masih jelas maka tes
Kerusakan saraf tepi meliputi saraf sensorik, motorik menunjukkan positif (+) disebut tes Gunawan.
dan otonom. Sensorik biasanya berupa hipoestesi
ataupun anestesi pada lesi kulit yang terserang. Motorik 2. Saraf tepi
berupa kelemahan otot biasanya di daerah ekstremitas Dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan saraf tepi yang
atas, bawah, muka dan otot. berjalan di dekat permukaan kulit.
Otonom menyerang persyarafan kelenjar keringat Cara pemeriksaan :
sehingga lesi terserang tampak lebih kering. Gejala lain - N. aurikularis magnus
adalah pembesaran saraf tepi terutama yang dekat
dengan permukaan kulit antara lain n. ulnaris, n.

14
Kepala menoleh kearah yang berlawanan maka derajat sambil mengerok sisi dan dasar didapat bubur
teraba syaraf menyilang muskulus jaringan.
sternokleidomastoideus bagian 1/3 atas dan tengah. o Bahan tersebut dibuat sediaaan apus.Sediaan yang
- N. ulnaris telah dicat dilihat di bawah mikroskop dengan
Posisi tangan dalam keadaan pronasi ringan, sendi pembesaran 100x kemudian ditentukan bentuk
siku fleksi, jabat tangan penderita raba epikondilus kuman: solid, fragmented, granular, globus, clump.
medialis humerus di belakang dan atas pada sulkus Kepadatan kuman dinyatakan dalam:
ulnaris. Urut ke arah proksimal untuk membedakan 1. Indeks bakteri : ukuran semi kuantitatif dengan
dengan tendon. nilai 1+ sampai 6+.
- N. peroneus lateralis komunis 2. Indeks morfologi: merupakan persentasi bentuk
Penderita duduk dalam kedaan lutut fleksi 900 raba utuh/solid terhadap seluruh basil tahan asam.
kapitulum fibulae kearah bagian atas dan belakang.
- N. tibialis posterior  Pemeriksaan Serologis
Raba maleolus medialis kaki, raba bagian posterior o Lepromin test: untuk mengetahui imunitas seluler dan
dan urutkan ke bawah kearah tumit. Pemeriksaan membantu menentukan tipe kusta.
harus dibandigkan kanan dan kiri dalam hal size o MLPA (Mycobacterium Lepra Particle Agglutination
(besar), shape (bentuk), texture (seratnya) dan ) untuk mengetahui imunitas humoral terhadap
tenderness ( lunaknya). antigen yang berasal dari M. leprae.
o PCR (Polimerase Chain Reaction): sangat sensitif,
dapat mendeteksi 1-10 kuman, sediaan diambil
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG biasanya pada jaringan.
 Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaaan dilakukan dengan menggunakan  Pemeriksaan histopatologi
pewarnaan Ziehl Nielsen dengan sediaan diambil dari Sebagai pemeriksaan penunjang untuk diagnosis dan
kedua cuping telinga dan lesi yang ada di kulit. menentukan tipe kusta.
Cara pengambilan sediaan :
o Bagian yang diambil lebih dulu dilakukan tindakan E. DIAGNOSIS
asepsis. Berdasarkan WHO pada tahun 1997 diagnosis berdasarkan
o Bagian tersebut dijepit di antara jari kedua dengan adanya tanda utama atau cardinal sign berupa:
tangan sehingga tampak jaringan kulit menjadi pucat 1. Kelainan kulit yang hipopigmentasi atau eritematosa dengan
agar kemungkinan perdarahan sedikit. anastesi yang jelas.
o Dengan skalpel steril dibuat sayatan ½ cm panjang 2. Kelainan saraf tepi berupa penebalan saraf dengan anestesi.
sampai mencapai dermis kemudian skalpel diputar 90 3. Hapusan kulit positif untuk kuman tahan asam.

15
Diagnosis ditegakkan bila dijumpai satu tanda utama Rifampicin 600 mg/bulan
tersebut di atas. DDS 100 mg/hari
Pengobatan diberikan secara telama 6 bulan dan diselesaikan
F. PENENTUAN TIPE dalam waktu maksimal 9 bulan. Setelah selesai minum 6
Pembagian tipe kusta menurut Ridley Jopling adalah tipe dosis dinyatakan RFT (Release From Treatment)
TT, BT, BB, BL dan LL. WHO membagi berdasarkan 2. Multibasiler
pengobatan yang diberikan hanya dengan tipe Multibasiler (MB) Rifampicin 600 mg/bulan
dan Pausibasiler (PB). Tipe TT dan BT termasuk dalam tipe Lampren 300 mg/hari
Pausibasiler. Tipe BB, BL, LL termasuk Multibasiler. Ditambahkan : Lampren 50 mg/hari ; DDS 100 mg/hari
Pengobatan dilakukan secara teratur sebanyak 12 dosis
Perbedaan tipe PB dan MB sesuai tabel berikut. (bulan) dan diselesaikan dalam waktu maksimal 18 bulan.
PEMERIKSAAN TIPE Setelah selesai 12 dosis dinyatakan RFT, meskipun secara
PB MB klinis lesinya masih aktif dan BTA (+).
Lesi Asimetris (jumlah Simetris (jumlah
1-5) >5) VI. DAFTAR PUSTAKA
Batas tegas, kering Tidak tegas, halus
dan kasar berkilat 1. Jopling W.H. Hand Book of Leprosy . 5 th ed New Delhi:CBS.
Anastesi jelas Anastesi tidak Published & Distributor. 2011. p.1-53,92-100.
Hipopigmentasi jelas 2. Report the International Leprosy Association Technical
Eritematus Forum. 25-28 February 2002, Paris France.
Penebalan syaraf Terjadi dini dan Terjadi lanjut dan 3. Hasting Robert C. Eds. Leprosy, 2nd ed. Churchill
tepi asimetris cenderung Livingstone, Edinburg, 1994.
simetris 4. DepKes RI. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta,
BTA Negative Positif Cetakan XIV, 2001.
5. Bryceson ADM. Pfatzgrost RE. Leprosy. 3thed Longnam:
IV. KOMPLIKASI Singapore Publisher (Dte) Ltd.1990.
1. Sekunder infeksi
2. Reaksi
3. Kecacatan

V. PENATALAKSANAAN
Diberikan berdasarkan regimen MDT (Multi Drug Therapy).
1. Pausibasiler

16
REAKSI LEPRA n.ulnaris dan n. medianus) dengan gejala nyeri yang
Sulamsih Sri Budini hebat dan atau adanya gangguan fungsi.

o Reaksi tipe 2
I. DEFINISI Terjadi pada 50% tipe LL dan 25% tipe BL. Dapat
Reaksi kusta adalah adanya suatu hipersensitivitas terhadap terjadi sebelum, selama ataupun setelah pengobatan.
antigen M.leprae karena adanya ketidakseimbangan imunologis. Gejala demam terutama pada kulit berupa Eritema
Nodusum Leprosum (ENL) yaitu adanya nodul
II. ETIOPATOGENESIS kemerahan yang nyeri pada perabaan dapat superfisial
Ada 2 tipe reaksi : ataupun dalam. Pada reaksi tipe 2 berat lesi ENL
o Reaksi tipe 1 menjadi vesikuler atau bula dan pecah disebut sebagai
Disebabkan karena hipersensitivitas tipe IV (Coombs dan eritema nekrotikan. Dapat juga menyerang mata
Gel). Antigen dari M.leprae bereaksi dengan limfosit T (iridosiklitis) , testis (orchitis) , ginjal (nefritis), sendi
karena adanya perubahan yang cepat dari imunitas seluler (arthritis), limfadenitis dan neuritis. Gejala sistemik
(CMI, celuller mediated immunity) berupa malaise, panas badan, sakit kepala dan
o Reaksi tipe 2 kelemahan otot.
Terjadi karena kompleks imun (rekasi antigen antibodi yang
melibatkan komplemen). Istilah eritema nodusum leprosum Cara Pemeriksaan dan diagnosis
(ENL) digunakan bila terdapat adanya lesi kulit berupa Mencari faktor pencetus berupa penyakit lain yang
nodul-nodul eritematus. mungkin timbul bersama. Bila timbul pertama kali harus
ditegakkan dulu diagnosis kustanya.
III. KRITERIA DIAGNOSIS
A. KLINIS B. DIAGNOSIS BANDING
o Reaksi tipe 1 Eritema nodosum karena penyakit Rheuma, Tuberculosis,
Timbul pada kusta tipe borderline (BT,BB,BL) karena Sarcoidosis.
ketidakstabilan imunologis. Disebut juga sebagai
reaksi upgrading atau reaksi reversal bila kenaikan IV. KOMPLIKASI
CMI yang cepat. Gejala klinis : lesi di kulit makula Bila reaksi tidak ditangani dengan baik akan timbul kecacatan
eritematus , menebal, teraba panas dan nyeri tekan. terutama yang menyerang saraf tepi.
Bila berat dapat membengkak sampai pecah. Gejala
sistemik jarang dijumpai. Gejala saraf biasanya V. PENATALAKSANAAN
menonjol berupa keradangan saraf yang mendadak 1. Memperbaiki gizi dan keadaan umum penderita
pada satu atau beberapa saraf tepi (yang paling sering 2. Mengobati penyakit penyerta

17
3. Obat MDT harus diteruskan SKROFULODERMA
4. Pemberian obat antireaksi: Sulamsih
a. Bila reaksi ringan
Berobat rawat jalan, istirahat
Analgetik : aspirin sehari 3-4 kali I. DEFINISI
Bila dianggap perlu diberikan Chloroquin base 150mg Skrofuloderma merupakan kelainan kulit yang disebabkan
sehari 3 kali oleh Mycobacterium tuberculosis yang mengenai subkutan dan
b. Bila reaksi berat ( neuritis dan demam tinggi) merupakan perluasan langsung dari tuberculosis pada jaringan
Istirahat jika perlu rawat inap. dibawah kulit yang kemudian membentuk abses dingin yang makin
Immobilisasi lokal lama makin membesar dan pecah pada kulit diatasnya.
Prednison dengan dosis 30-40 mg dan sesudah membaik
diturunkan secara perlahan-lahan. II. EPIDEMIOLOGI
Skrofuloderma terbanyak mengenai anak-anak dan dewasa
VI. DAFTAR PUSTAKA muda terutama pada pria, namun dapat terjadi pada semua umur
dan perbedaan banyaknya insidens pada pria dan wanita tidak
1. Jopling W.H. Hand Book of Leprosy . 5 th ed New Delhi:CBS. bermakna.
Published & Distributor. 2011. p.1-53,92-100. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini
2. Report the International Leprosy Association Technical sering terkait dengan faktor lingkungan dan pekerjaan seperti ahli
Forum. 25-28 February 2002, Paris France patologi, ahli bedah, orang-orang yang melakukan autopsi, peternak,
3. Hasting Robert C. Eds. Leprosy, 2nd ed. Churchill Livingstote, juru masak, anatomis dan pekerja lain yang berkontak langsung
Edinburg, 1994. dengan M. tuberculosis seperti petugas laboratorium. Pada negara-
4. DepKes RI. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, negara yang belum berkembang, daerah dengan sanitasi yang
Cetakan XIV, 2001. kurang baik dan gizi kurang, penyakit lebih mudah meluas dan lebih
5. Bryceson ADM. Pfatzgrost RE. Leprosy. 3thed Longnam: berat.
Singapore Publisher (Dte) Ltd.1990.
III. ETIOLOGI
Skrofuloderma disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
merupakan kuman aerob yang patogen pada manusia, berbentuk
batang, panjang 2-4/µ dan lebar 0,3-1,5/m, tahan asam dan hidup
intraseluler fakultatif, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan
suhu optimal pertumbuhan pada 370C.

18
IV. PATOGENESIS seropurulen, jika mengering menjadi krusta berwarna kuning.
Timbulnya skrofuloderma akibat penjalaran per kontinuitatum Ulkus-ulkus tersebut dapat sembuh spontan membentuk sikatriks
dari organ dibawah kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis, yang memanjang dan tidak teratur dan diatasnya kadang-kadang
tersering berasal dari kelenjar getah bening juga dapat berasal dari terdapat jembatan kulit (skin bridge). Basil tahan asam banyak
sendi dan tulang sehingga tempat predileksinya pada tempat-tempat dijumpai pada lesi/jaringan. Tes tuberkulin biasanya positif.
banyak didapati kelenjar getah bening superfisialis, tersering pada
leher, ketiak dan terjarang pada lipat paha. Port d’entrée VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
skrofuloderma di daerah leher ialah pada tonsil atau paru. Jika di Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
ketiak kemungkinan port d’entrée pada apex pleura, bila dilipat menegakkan diagnosis skrofuloderma adalah :
paha pada ekstremitas bawah. Penyebaran secara hematogen dapat 1) Tes Tuberkulin
menyebabkan ketiga tempat predileksi tersebut diserang sekaligus Tes ini bergantung dari reaksi hipersensitivitas tipe lambat
yakni pada leher, ketiak dan lipat paha. terhadap tuberculo protein, yang diperantarai oleh sel limfosit
yang tersensitisasi. Jika reaksi yang terjadi sangat kuat,
mengindikasikan telah terjadi tuberkulosis yang aktif.
V. KLINIS 2) Pemeriksaan Laboratorium
Skrofuloderma diawali terbentuknya limfadenitis tuberkulosis, Hasil pemeriksaan laboratorium mungkin menunjukan hasil
berupa pembesaran kelenjar getah bening, tanpa tanda-tanda yang tidak spesifik dengan hasil hitung darah (blood count) yang
radang akut. Awalnya hanya beberapa kelenjar getah bening yang normal. Hanya saja pada sebagian besar penderita TB kutis
diserang, lalu semakin banyak dan sebagian berkonfluensi. termasuk skrofuloderma terjadi peningkatan laju endap darah
Selain limfadenitis juga terdapat periadenitis yang menyebabkan (LED) sampai mencapai >100 mm/jam.
perlekatan kelenjar getah bening tersebut dengan jaringan sekitar.
Kemudian kelenjar-kelenjar tersebut mengalami perlunakan tidak 3) Pemeriksaan Histopatologi
serentak menyebabkan konsistensinya menjadi bermacam-macam Pemeriksaan ini diakukan dengan excision biopsy pada limfonodi
yaitu didapati kelenjar getah bening melunak dan membentuk abses yang mengalami pembesaran. Gambaran yang tampak adalah
yang akan menembus kulit kemudian pecah. Abses ini disebut abses jaringan granulasi, yaitu akumulasi histiosit yang menyerupai
dingin artinya abses tersebut tidak panas maupun nyeri tekan namun epitel (epiteloid) dan sel Langerhans, tampak pula sel-sel
dijumpai adanya fluktuasi. mononuklear mengelilinginya. Pada bagian tengahnya dapat
Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, dijumpai nekrosis caseosa. Gambaran ini biasanya tampak pada
pecah dan mencari jalan keluar dengan menembus kulit di atasnya dermis yang lebih dalam.
sehingga membentuk fistel. Muara fistel kemudian meluas hingga
menjadi ulkus yang mempunyai sifat khas, yakni bentuk memanjang 4) Pemeriksaan Sitologi
dan tidak teratur, disekitarnya berwarna merah kebiru-biruan (livid), Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC) prosedur
dinding bergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh pus pengerjaannya lebih sederhana dan relatif tidak menimbulkan

19
rasa sakit sehingga FNAC dapat menggantikan metode excision
biopsy yang lebih traumatik dan invasif. Gambaran yang tampak
adalah lesi granulomatous, terdiri dari sel-sel epiteloid dengan VIII. PENATALAKSANAAN
atau tanpa nekrosis kaseosa. Sel-sel epiteloid tampak sebagai sel Prinsip penatalaksanaan skrofuloderma adalah sama seperti
yang memanjang atau semilunar dengan inti kromatin halus atau pengoobatan TB paru yaitu harus secara teratur, menggunakan
granuler. Dapat pula dijumpai sel-sel raksasa Langhans bersama kombinasi dengan minimal 3 (tiga)macam obat anti-TB dan
sel epiteloid atau yang berdiri sendiri. perbaikan keadaan umum.
Obat-obat anti-TB antara lain:
5) Kultur Jaringan 1) Isoniazid
Media yang digunakan adalah Lowenstein-Jensen. Pertumbuhan - Bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosidal.
M. tuberculosis membutuhkan waktu sekitar 2 sampai 8 minggu - Dosis : 5- 10 mg/Kg BB/ hari, dosis maksimal 400 mg.
karena pertumbuhannya memang lambat pada media laboratoris. - Efek samping: demam, erupsi kulit, neuritis perifer,
hepatotoksik dan komplikasi hematologi (agranulositosis,
6) Polymerase Chain Reaction (PCR) eosinofilia, anemia dan trombositopenia).
Metode PCR yang dikenal adalah Lymph Node PCR (LN-PCR), 2) Rifampisin
dimana spesimen diambil dari sisa spesimen yang masih ada - Dosis: 10 mg/Kg BB, dosis maksimal 600 mg/hari.
dalam syringe pada saat dilakukan tindakan FNAC atau dari - Efek samping: ekskresi saliva dan urin akan berwarna jingga
jaringan hasil biopsi kelenjar getah bening yang kemudian sampaikemerahan, gangguan hepar (hepatotoksik).
dihomogenisasikan. Keunggulan metode ini adalah sensitivitas 3) Pyrazinamid
dan spesivisitasnya tinggi, hasilnya dapat diperoleh dalam waktu - Dosis: 20-35 mg/Kg BB, dosis maksimal 2 gram/ hari
relatif singkat yaitu sekitar 8 jam, dapat membedakan - Efek samping: gangguan hepar (hepatotoksik)
mikroorganisme penyebab yaitu M.tuberculosisdengan 4) Ethambutol
mikobakteria lainnya, dan dapat mengetahui adanya mutasi gen - Merupakan anti-TB yang bersifat bakteriostatik dan paling
M. tuberculosis yang dikaitkan dengan resistensi terhadap sering dikombinasi dengan rifampisin dan isoniazid.
pengobatan. - Dosis : 15-25 mg/kg BB
- Efek samping : gangguan nervus II.
VII. DIAGNOSIS BANDING - Sebaiknya tidak diberikan pada penderita berusia dibawah 13
Aktinomikosis sering dijadikan diagnosis banding terhadap tahun.
skrofuloderma di leher. Aktinomikosis biasanya menimbulkan
deformitas atau benjolan dengan beberapa muara fistel produktif. 5) Streptomycin
Selain itu skrofuloderma didaerah leher juga harus dibedakan - Merupakan antibiotik yang bersifat bakterisidal.
dengan Limfadenitis Bakterial Non Tuberkulosis, limfosarkoma - Dosis : 25 mg/Kg BB, intramuskular, dikombinasi dengan 2
dan limfoma maligna. (dua) obat anti-TBlainnya.

20
- Tidak dapat digunakan dalam jangka panjang oleh karena efek 3. Yates VM. Mycobacterial infection. Dalam: Burns T,
sampingnyayaitu: gangguan vestibular dan gangguan Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rook’s Textbook of
pendengaran, disfungsi nervus optikus,dermatitis eksfoliatif Dermatology. 8th ed. Blackwell publishing, 2010: 31: 14.
dan diskrasia darah.

Saat ini telah ditetapkan regimen pengobatan tuberkulosis kutis


oleh The AmericanThoracic Society danCenter for Disease Control INFEKSI JAMUR
and Prevention. Regimen ini terdiri darifase inisial, fase intensif dan Sitti Hajar
fase lanjutan. Pemberian fase inisial dan fase intensif bertujuan
untuk membunuh dengan cepat populasi mikobakteria yang sangat
besar, terdiri dari isoniazid, rifampisin, pyrazinamid, dan Infeksi jamur atau mikosis pada kulit terdiri dari:
ethambutol atau streptomycin (diberikan setiap hari dalam jangka A. Dermatofitosis
waktu 8 minggu). Pemberian fase lanjutan bertujuan untuk B. Non dermatofitosis
membunuh sisa-sisa mikobakteria yang mungkin dorman dalam C. Deep mycosis
tubuh, dengan obat rifampisin dan isoniazid baik setiap hari, tiga kali
seminggu atau dua kali seminggu selama 16 minggu. A. DERMATOFITA
Merupakan penyakit jamur superfisialis yang akut atau
IX. PROGNOSIS kronis yang dapat mengenai kulit, rambut dan kuku, disebabkan
Prognosis skrofuloderma secara umum adalah baik. Lesi oleh kelompok dermatofita (Trichophyton sp., Epidermophyton
skrofuloderma dapat sembuh secara spontan, namun memakan sp.dan Miscrosporum sp.), dengan sumber penularan hewan
waktu yang sangat lama, sebelum lesi inflamasi dan ulserasi menjadi (zoophilic), manusia (anthropophilic) dan tanah (geophilic).
jaringan parut. Patogenesis terjadi ketika seseorang yang rentan berkontak
dengan tanah,hewanatau manusia terinfeksi, yang dipengaruhi oleh
X. DAFTAR PUSTAKA faktor lingkungan panas, lembab dan pakaian yang tidak menyerap
keringat. Mula-mula terjadi kolonisasi pada lapisan tanduk kulit
1. Aisha Sethi. Tuberculosis and infections with atypical kemudian memakan keratin dengan cabangnya hifa bersepta. Hifa
mycobacteria. Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, ini menghasilkan enzim keratolitik eksogen yang dengan mudah
Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks menyebar ke epidermis dan merusak keratinosit selama jamur terus
dermatology in general medicine. 8thed. New York: McGraw berinvasi. Trias klinis yang klasik berupa peradangan, deskuamasi
Hill;2012.2225-41. dan pruritus tetap dihasilkan. Pola radial pertumbuhan pada stratum
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Mycobacterial diseases. korneum menghasilkan tepi melingkar. Semua spesies dermatofita
Dalam:Andrews Diseases Of The Skin Clinical dapat menghasilkan gambaran ini dan tidak ada bentuk klinis yang
Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; 2011: 322-333. khas untuk satu spesies dermatofita.

21
dengan tepi aktif karena tanda radang, eritema, skuama dan kadang
Berdasarkan lokasi, dermatofitosis terdiri dari: dengan papula di tepi, penyembuhan ditengah (central healing).
1. Tinea Kapitis Pada yang menahun tampak hiperpigmentasi dan skuama.
Dermatofitosis pada kulit kepala yang ditandai dengan
sisik/skuama kemerah-merahan. Secara klinis tinea kapitis dibagi 4. Tinea Korporis
menjadi 2 bentuk: Mengenai kulit tidak berambut, dengan keluhan gatal terutama
a. Non inflamasi bila berkeringat dan secara klinis tampak lesi berbatas tegas,
Gray patch ringworm: infeksi dimulai dari papula eritema, polisiklik, dengan tepi aktif karena tanda radang lebih jelas,
melebar membentuk bercak berskuama yang menjadi pucat, rambut polimorfik terdiri atas eritema, skuama dan kadang dengan papul
menjadi abu-abu dan tidak berkilat berbentuk alopesia setempat. dan vesikel di tepi, penyembuhan ditengah (central healing).
Biasa terjadi paada anak-anak.
Black dot ringworm: lesi kulit alopesia setempat rambut patah-patah 5. Tinea kruris
tepat pada muara folikel beberapa milimeter hingga yang tertinggal Infeksi pada sela paha, perineum dan perianal. Gejala paling
adalah bintik-bintik hitam patahan rambut yang penuh spora. menonjol adalah rasa gatal, lesi awal berupa pacth eritema
b. Inflamasi berbentuk sirsinar dengan tepi berbatas tegas, skuama bervariasi
Kerion: lesi kulit inflamasi hebat menyerupai sarang lebah disertai kadang ditutupi proses peradangan, penyembuhan sentral bisa
supurasi. dijumpai.
Favosa: lesi kulit berupa pacth eritema dengan skuama yang
menyerupai gambaran“honeycombyellow cup” yang disebut skutula 6. Tinea Manus
(papul kuning/merah dikelilingi oleh vesikel yang menyebar Infeksi dermatofita pada palmar dan interdigital pada tangan.
membentuk numular). Krusta berkelompok membentuk plak, Lesi berupa hiperkeratosis telapak tangan dan jari-jari biasanya
eksudat, berbau “mousy odor”.Tipe inflamasi pada penyembuhan unilateral yang kemudian ditandai lesieritema, folikuler, diskret
akan meninggalkan parut. dengan pengelupasan kulit (skuama) seperti bulan sabit. Terdapat 2
bentuk :
2. Tinea Barbae a. Dishidrotik: lesi segmental, atau anular berupa vesikel dengan
Mengenai kulit pada dagu, dengan keluhan gatal dan secara skuama di tepi pada telapak tangan dan jari, dan tepi lateral
klinis tampak lesi berbatas tegas, polisiklik, dengan tepi aktif, tangan.
eritema, skuama dan kadang dengan papula di tepi, penyembuhan b. Hiperkeratotik: vesikel mengering dan membentuk lesi sirkular
ditengah (central healing). atau irregular, eritematosa, dengan skuama. Lesi kronis dapat
mengenai seluruh telapak tangan dan jari dengan disertai fisura.
3. Tinea Fasialis
Mengenai kulit wajah, dengan keluhan gatal terutama bila
berkeringat dan secara klinis tampak lesi berbatas tegas, polisiklik,

22
7. Tinea pedis 4. Tinea korporis: Psoriasis, dermatitis seboroika, kandidiasis
Terutama melibatkan sela jari kaki dan telapak kaki. Bentuk mukokutan, pitiriasis rosea, morbus hansen tipe lepromatosa
klinis: 5. Tinea manus: dermatitis kontal alergika, dermatitis kontak
a. Infeksi interdigitalis: gatal, eritema, maserasi, skuamasi, iritan, psoriasis, sifilis sekunder, keratoderma palmaris
dan fisura terutama di sela jari kaki IV-V. 6. Tinea unguium: onikolisis, kandidiasis unguium, dermatitis
b. Hiperkeratotik kronis (moccasin foot): lesi hiperkeratotik, kontak alergika
dengan skuama di daerah plantar, tumit dan tepi lateral 7. Tinea kruris: eritrasma, dermatitis kontak alergika,
kaki. kandidiasis mukokutan
c. Infeksi subakut/vesikular: tampak vesikel di plantar, dan 8. Tinea pedis: dermatitis kontal alergika, dermatitis kontak
interdigital pedis. Bisa ditemukan infeksi bakteri sekunder. iritan, psoriasis, sifilis sekunder, keratoderma plantaris

8. Tinea Unguim PEMERIKSAAN PENUNJANG


Infeksi dermatofita pada kuku tangan dan kaki. Lesi awal pada 1. Pemeriksaan dengan sinar UVA (lampu wood)
kuku berupa bercak kecil berbatas tegas, kuning dan keputih- 2. Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit dengan KOH
putihan, dapat menyebar ke dasar kuku atau menetap selama 10-20 %
beberapa tahun. Pada saat itu lempeng kuku menjadi rapuh, menebal 3. Pemeriksaan kultur
dan bisa retak karena debris subungual yang menumpuk. Warna 4. Pemeriksaan histopatologis
kuku menjadi coklat kehitaman. Akumulasi keratin dan debris
subungual merupakan gambaran khas. PENATALAKSANAAN
- Obat topikal
Beberapa bentuk klinis :  Indikasi: lesi tidak luas pada Tinea korporis, Tinea kruris,
a. Onikomikosis subungual proksimal Tinea manuum dan Tinea pedis ringan
b. Onikomikosis subunguan distal  Obat
c. Onikomikosis lateral distal  Pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin)
d. Distrofik totalis sekali sehari selama 1-2 minggu
 Alternatif: golongan azol, siklopiroksilamin, asam
DIAGNOSIS BANDING undesilinat, tolnaftat 2xue 2-4 minggu
1. Tinea kapitis: dermatitis seboroik, pedikulosis kapitis,  Salep Whitfield 2x/hari (=AAV I/Half Strengh
dermatitis kontak alergika Whitfield ointment)
2. Tinea barbae:dermatitis seboroika. Pedikulosis barbae, AAV I  asidum salisilikum 3% + asidum benzoikum
dermatitis kontak alergika 6%; AAV II  asidum salisilikum 6% + asidum
3. Tinea fasialis:dermatitis numularis, dermatitis atopik, bensoikum 12%
morbus hansen tipe lepromatosa  Salep 2-4 / 3-10. 2x /hari( asidum salisilikum 2-3% +

23
sulfur presipitatum 4-10% ) o 20-40kg: 125 mg (1/2 tablet )/hari
 Mikonasol 2x /hari - Dewasa: 1 tablet (250mg)/hari hingga klinis
 Pengobatan umumnya minimal selama 3 minggu (2 membaik dan laboratorium negatif.
minggu sesudah KOH negatif /klinis membaik), untuk
mencegah kekambuhan pada obat fungistatik - Keadaan khusus
 Tinea kapitis
- Obat oral  Obat oral
 Indikasi : Griseofulvin ( gold standard ), 6-12 minggu
 Tinea kapitis, Tinea imbrikata, Tinea unguium dan - 20 – 25 mg/kgBB/hari (microsize)6-8 minggu
Tinea barbae - 5 mg/kgBB/hari (ultra microsize)
 Tinea korporis / kruris / pedis / manuum yang berat / luas  Ajuvan
/ sering kambuh / tidak sembuh dengan obat topikal / a. Shampo selenium sulfid 1-1,8%
mengenai daerah berambut. b. Shampo ketokonazol 1-2 % 2-3x/minggu
 Cara c. Rambut tidak perlu dipotong/dicukur
Tergantung obat oral yang dipakai, lokasi dan penyebab
 Lamanya  Tinea unguium
 Obat fungistatik : 2-4 minggu  Obat topikal
 Obat fungisidal : 1-2 minggu
a. Indikasi
 Obat oral - SWO, dikerok dulu
 Griseofulvin - DLSO terbatas pd kurang 2/3 bagian distal (
- Anak : 10-25 mg/kgBB/hari ( microsize ) terbaik  1/3 bagian distal ) dan yg terkena tak
5,5 mg/kgBB/hari (ultra microsize) lebih dari 3 kuku
- Dewasa: 500-1000 mg/hari - Kombinasi obat oral
 Ketokonazol - Pencegahan kambuh
- Anak: 3-6 mg/kgBB/hari b. Macam obat topikal
- Dewasa: 1 tablet (200mg)/hari - Ciclopirox 8% lacquer
 Itrakonasol o 1 x / minggu 6 bulan, atau
- Anak: 3-5 mg/kgBB/hari o Bulan I : 3 x / minggu
- Dewasa: 2 kapsul/ 100mg/hari o Bulan II : 2 x / minggu
 Terbinafin o Bulan III : 1 x / minggu
- Anak: 3-6 mg/kgBB/hari  Obat oral
o 10-20kg: 62,5 mg (1/4 tablet)/hari a. Terbinafin: 1 tablet/hari

24
Tangan: 6-8 minggu, kaki: 12-16 minggu 4. Menjaga dari keringat, bila berkeringat keringkan dengan
b. Itrakonazol handuk.
- 2 kapsul/hari 5. Menjaga pakaian tidak dalam keadaan lembab.
Tangan: 6 minggu, kaki: 12 minggu 6. Menggunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang
- Terapi denyut (pulse treatment) dapat menyerap keringat seperti bahan katun.
Pemberian obat dengan dosis tinggi dalam waktu 7. Membersihkan pakaian dan handuk yang telah digunakan
singkat sehingga menimbulkan efek fungisidal dengan mencucinya.
sekunder karena terjadi fungitoksik. Penderita 8. Memeriksakan dan mengobati anggota keluarga.
akan lebih patuh dan tidak sering lupa 
kesembuhan lebih baik dan kekambuhan jarang B. NONDERMATOFITA
terjadi.  PITYRIASIS VERSIKOLOR
o Itrakonazol 400mg (2x2 kapsul)/hari untuk 1 I. DEFINISI
minggu Infeksi kulit non-dermatofitosis disebabkan Malasezzia
o Istirahat 3 minggu/siklus furfur (Pitryrosporum orbiculare /ovale) yang ditandai
o Kuku tangan : 2 siklus dengan makula hipopigmentasi atau hiperpigmentasi.
o Kuku kaki : 3-4 siklus
 Bedah kuku II. KRITERIA DIAGNOSIS
a. Curettage Penyakit ditemukan pada semua umur, terutama pada usia
o SWO 20-40 tahun, lesi terutama pada daerah seboroik, tidak
o Subungual debris, mengurangi beban kuku menular, serta ada kecenderungan genetik. Keluhan subjektif
yang harus diobati oral berupaterkadang timbul rasa gatal terutama bila berkeringat.
o Pencabutan kuku tak dilakukan Pemeriksaan fisik kulit:
 Tinea pedis (mocassinfoot) Lesi terutama di daerah berkeringat berupa bercak
- Itrakonazol 2x100 mg/hari atau terbinafin 1x250 hipopigmentasi, eritema hingga kecoklatan dengan skuama
mg/hari selama 4-6 pekan halus.

2. Non farmakoterapi III. DIAGNOSIS BANDING


Edukasi: 1. Dermatitis seboroik
1. Menjaga daerah lesi tetap kering. 2. Sifilis sekunder
2. Menjaga jangan menggaruk bila timbul rasa gatal karena 3. Morbus Hansen
akan memperluas lesi. 4. Pityriasis alba
3. Menjaga kebersihan kulit. 5. Hipopigmentasi paska inflamasi

25
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine.
- Pemeriksaan dengan lampu wood : terlihat fluoresensi 8thed. New York: McGraw Hill;2012.2276-2297.
berwarna kuning keemasan. 2. Roopal V. Kundu dan Amit Garg.Yeast infection: Candidiasis,
- Pemeriksaan langsung dengan mikroskop dan larutan Tinea (pityriasis) versicolor, and Malassezia (pityrosporum)
KOH 20% tampak spora berkelompok dan hifa pendek folliculitis. Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr
(meetball and spaghetty). AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in
- Kultur ditemukan koloni jamur general medicine. 8thed. New York: McGraw Hill;2012.2298-
2311.
V. PENATALAKSANAAN 3.James WD, Berger TG, Elston DM. Diseases resulting from fungi
 Topikal and yeasts:Andrews Diseases Of The Skin Clinical Dermatology.
Obat pilihan : sampo selenium sulfida 1-2% dioleskan Edisi ke-11. Saunder Elsevier; 2011: 287-321.
diseluruh tubuh 15-30 menit sebelum mandi 4.Jones JB dan Holden CA. Dermatophytosis. Dalam: Burns T,
sekali/hari atau 2-3 kali minggu. Khusus untuk daerah Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rook’s Textbook of
wajah dan genital digunakan golongan azol topikal. Dermatology. 8th ed. Blackwell publishing, 2010: 36: 18-50.
Altenatif : Shampo ketokonazole2 %, sampo zinc
pyrithione.
 Sistemik :
Untuk lesi luas atau jika sulit disembuhkan/kronis
dapat digunakan ketokonazol oral 200 mg sehari
selama 10 hari.
Alternatif: itrakonazol 200-400 mg/hari selama 7 hari
dan flukonazol400 mgsingle dose
Obat dihentikan bila pemeriksaan klinis, lampu wood,
dan mikologis langsung berturut-turut selama
seminggu telah negatif.
Pada kasus kronik berulang, terapi pemeliharaan
dengan topikal tiap 1-2 minggu atau sistemik
ketokonazol 2x200 mg/hari sekali sebulan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Stefan MS dan Amit Garg. Superficial fungal infection. Dalam:


Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ,

26
Merupakan manifestasi kandidosis kronis rekuren pada pasien
dengan kelainan/defek kongenital pada sistem imun selular berupa
KANDIDIASIS MUKOKUTAN infeksi yang luas, eritematosa atau granulomatosa pada membran
Sitti Hajar mukosa, kulit dan kuku.

III. DIAGNOSIS BANDING


I. DEFINISI - Kandidosis kutis:Eritrasma, Dermatitis intertriginosa,
infeksi kulit non-dermatofitosis disebabkan spesies Candida Dermatofitosis
sp. Bisa mengenai kulit, mukosa dan kadang-kadang bisa mengenai - Kandidosis Kuku:Tinea unguium, Psoriasis kuku,
paru-paru. dermatitis kontak iritan/alergi

II. KRITERIA DIAGNOSIS IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Kandidiasis kutis:  Pemeriksaan sediaan langsung KOH 20% atau pewarnaan
Ditemukan pada semua umur, mengenai intertriginosa misalnya gram: pseudohifa, blastospora dan sel ragi
daerah sela paha, ketiak, sela jari dan infra mamae atau sekitar kuku  Kultur dengan agar sabouraud: koloni ragi tampak dalam
dan juga dapat meluas ke bagian tubuh lainnya. Pada pemeriksaan waktu 24- 48 jam dan suhu 37°C.
fisik kulit ditemukan bercak berbatas tegas, bersisik, basah, dan Tidak selalu harus dilakukan kecuali pada kandidiasis
eritermatosa, dikelilingi oleh lesi satelit berupa vesikel dan pustul- kuku.
pustul kecil disekitarnya.
V. PENATALAKSANAAN
Kandidiasis mukosa: - Kandidiasis kutis
Merupakan infeksi oportunis, dapat berupa :  Nistatin dan krim imidazole (mikonazol)
a. Oral thrush: lesi berwarna putih pada mukosa bukal dan  Ketokonazol 1x200mg/hari selama 14 hari
lidah  Bedak mikonazol untuk pencegahan
b. Stomatitis - Kandidiasis oral
c. Angular cheilitis : eritema dan fisura pada sudut mulut.  Nistatin 400.000-600.000 unit, 4x/hari selama 14 hari
 Solusio gentian violet 1-2% 2x/hari selama 3 hari
Kandidiasis kuku:  Ketokonazol 200-400 mg/hari selama 2-5 minggu atau
Kuku tampak tebal, mengeras dan berlekuk-lekuk, kadang flukonazol 150-200 mg dosis tunggal
berwarna kecoklatan, tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat - Kandidiasis kuku
sisa jaringan dibawah kuku.  lihat tinea unguium, namun terbinafin tidak efektif
- Kandidiasis mukokutan kronik
Kandidosis mukokutan kronis:  Flukonazol 100-400 mg/hari sampai sembuh

27
 Itrakonazol 200-600 mg/hari sampai sembuh CUTANEOUS LARVA MIGRANS
Dilanjutkan dengan terapi maintenance obat yang sama Nanda Earlia
selama hidup

VI. DAFTAR PUSTAKA I. DEFINISI


1. Roopal V. Kundu dan Amit Garg. Yeast infection: Merupakan erupsi pada kulit berupa kelainan kulit berbentuk
Candidiasis, Tinea (pityriasis) versicolor, and Malassezia peradangan linier atau berkelok-kelok (serpiginosa) yang
(pityrosporum) folliculitis. Dalam: Goldsmith LAKatz SI, disebabkan oleh penetrasi dan migrasi dari larva cacing
Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. tambang melalui epidermis. Infeksi ini biasanya terjadi pada
Fitzpatricks dermatology in general medicine. 8thed. New musim panas. Lesi kulit dapat sembuh sendiri. Sinonim:
York: McGraw Hill;2012.2298-2311. creeping eruption
2.James WD, Berger TG, Elston DM. Mycobacterial diseases
:Andrews Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi II. ETIOPATOGENESIS
ke-11. Saunder Elsevier; 2011: 322-333. Invasi larva cacing tambang masuk ke kulit disertai rasa gatal
3. Hay RJ dan Ashbee HR. Candidosis. Dalam: Burns T, dan panas, kemudian timbul papula berbentuk linier atau
Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rook’s Textbook of berkelok-kelok berwarna kemerahan, polisiklik, serpiginosa
Dermatology. 8th ed. Blackwell publishing, 2010: 36: 56-68. dan membentuk terowongan. Tempat predileksi di tungkai,
plantar tangan, anus, bokong, paha dan bagian tubuh dimana
saja yang sering kontak dengan tempat larva cacing tambang.

III. KRITERIA DIAGNOSIS


A. KLINIS
- Pruritus dapat timbul setelah panetrasi cacing pada kulit
- Beberapa hari kemudian timbul vesikel, edema, dan
terowongan yang berkelok-kelok dengan konfigurasi
serpiginosa
- Setiap larva memproduksi satu terowongan dan migrasi rata-
rata 1-2 cm setiap hari.
- Lokasi tersering : ekstremitas inferior dan gluteus, dapat juga
ditemukan di tangan, paha dan area perianal.
- Jika tidak diterapi, terowongan semakin berkembang
kemudian menghilang dalam beberapa hari, tetapi dapat
timbul kembali dan menetap selama beberapa minggu-bulan,

28
kemudian dapat hilang secara spontan. PEDIKULOSIS
Nanda Earlia
B. DIAGNOSIS BANDING
1. Skabies
2. Dermatofitosis I. DEFINISI
3. Strongyloidiasis Infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan oleh
4. Dermatitis kontak iritan Pediculosis (dari family Pediculidae) dan yang menyerang
manusia adalah Pediculus humanus yang bersifat parasit obligat
IV. PENATALAKSANAAN yang artinya harus menghisap darah manusia untuk
MEDIKA MENTOSA mempertahankan hidup. Pedikulosis juga sangat mudah untuk
a. Albendazol 400-800 mg/hari (anak : 10-15 mg/kg) menular dengan gejala pruritus yang residif.
b. Tiabendazole 50 mg/kg BB/hari 2 kali sehari selama 2 hari Klasifikasi :
c. Cryoterapi 1. Pedikulosis kapitis
d. Kloretil spray sepanjang lesi Infestasi yang disebabkan Pediculus humanus var. capitis. yang
e. Thiabendazol topikal 10-15 % mengisap darah dikulit kepala, leher dan tengkuk, kemudian
hidup di rambut kepala. Sinonim: pediculosis capitis, cooties,
V. DAFTAR PUSTAKA head lice.
1. Suh KN, Keystone JS. Helmintic infection. Dalam: 2. Pedikulosis korporis
Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Infestasi yang disebabkan oleh Pediculus humanus var.
Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in general humanus yang bersifat transien pada kulit tubuh (punggung,
medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill;2012.2544- leher, dan bahu) untuk mengisap darah, kemudian menetap pada
69. serat kapas di sela-sela lipatan pakaian. Sering terjadi pada
2. Nelsen SA, Warschaw KE. Protozoa and Worm. orang yang jarang mandi atau hidup dalam lingkungan yang
Dalam:.Bolognia, JL, Jorizzo J L, Schaferr Julie V editors. rapat serta tidak pernah mengganti bajunya. Sinonim:
Dermatology. Edisi ke-3.New York: Mosby; 2012. 1406-8. pediculosis corporis, body lyce, clothing lice.
3. Pedikulosis pubis
Infestasi yang disebabkan oleh Phthirus pubis. Penyakit yang
dapat digolongkan dalam infeksi menular seksual, menyerang
rambut area pubis dan sekitarnya, juga bagian tubuh lain yang
berambut, misalnya jenggot, kumis, bulu mata, alis mata, aksila,
dan tepi batas rambut kepala. Sinonim : Phtirus pubis, , pubic
lice, crab lice.

29
II. ETIOPATOGENESIS dan mencuci pakaian, karena itu penyakit ini sering disebut
1. Pedikulosis kapitis Vagabond. Hal ini disebabkan kutu tidak melekat pada kulit,
Kutu Pediculus humanus capitismempunyai 2 mata dan 3 tetapi pada serat kapas di sela-sela lipatan pakaian dan hanya
pasang kaki, berwarna abu-abu dan menjadi kemerahan jika transien ke kulit untuk menghisap darah. Penyakit ini bersifat
telah menghisap darah. Betina mempunyai ukuran yang lebih kosmopolit, lebih sering pada daerah beriklim dingin karena
besar (panjang 1,2-3,2 mm lebar lebih kurang setengah orang memakai baju tebal dan baju jarang dicuci.Keadaan
panjangnya) daripada yang jantan (sekaligus jumlahnya lebih kumuh padat &tidak tersanitasi.Kutu badan sekitar 30% lebih
sedikit).Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa, besar daripada kutu kepala, namun mempunyai morfologi yang
dandewasa. Telur (nits) diletakkan di sepanjang rambut dan sama. Kutudapat ditemukan pada pakaian yang kontak dengan
mengikuti tumbuhnya rambut (makin ke ujung terdapat telur leher, aksila, dan setinggi pinggang ataupun tempat tidur yang
yang lebih panjang). Pada orang yang dadanya berambut terkontaminasi. Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh
terminal, kutu ini dapat melekat pada rambut tersebut dan dapat garukan untuk menghilangkan gatal. Gatal ditimbulkan oleh
ditularkan melalui kontak langsung.Penyakit ini lebih liur dan eksreta kutu yang dikeluarkan ke kulit sewaktu
menyerang anak-anak dan cepat meluas di lingkungan yang menghisap darah.
padat seperti asrama dan panti asuhan, ditambah lagi jika
kondisi hygiene tidak baik (misalnya jarang membersihkan 3. Pedikulosis pubis
rambut). Cara penularannya melalui perantara, misalnya sisir, Kutu ini berukuran panjang dan lebar yang sama (1-2 mm) pada
kasur, topi, dan bantal. Lebih banyak terjadi di kaum betina. Pada jantan ukurannya lebih kecil.Paling sering
perempuan. Kutu dapat bertahan selama 24 sampai 48 jam. ditularkan melalui hubungan seksual. Kutu pubis memiliki
Rasa gatal timbul karena adanya reaksi hipersensitivitas yang kecenderungan menyerang laki-laki homoseksual. Paling sering
diperoleh terhadap antigen dari saliva kutu. Kelainan kulit di daerah rambut pubis. Semua kulit yang mengandung rambut
kepala yang timbul disebabkan oleh garukan untuk harus diperiksa ( jenggot, kumis, dan bulu mata).
menghilangkan gatal. Gatal ditimbulkan oleh liur dan eksreta
kutu yang dikeluarkan ke kulit kepala sewaktu menghisap III. KRITERIA DIAGNOSIS
darah. A. KLINIS
1. Pedikulosis kapitis
2. Pedikulosis korporis Pada infestasi pertama, membutuhkan waktu 3-6
Pediculus humanus humanus betina mempunyai ukuran minggu sebelum timbulnya pruritus sebagai respon
panjang 1,2-4,2 mm dan lebar kira-kira setengah panjangnya, imunologik terhadap komponen iritan dari saliva dan eksreta
sedangkan jantan relatif lebih kecil. Siklus hidup sama dengan kutu. Pada infestasi berikutnya pruritus timbul dalam 24-48
pedikulosis pada kepala.Penyakit ini lebih menyerang dewasa jam. Beberapa pejamu dapat asimptomatik atau carier.
terutama pada orang dengan hygiene buruk, misalnya Ekskoriasi, eritema, krusta, dan skuama pada kulit kepala
pengembala karena mereka jarang mandi dan jarang mengganti dan tengkuk sering ditemukan.

30
2. Pedikulosis korporis a. Tinea kapitis
Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa gatal dan b. Pioderma (impetigo krustosa)
bekas garukan pada badan (punggung, leher, dan bahu). c. Dermatitis seboroik
Klinis berupa pinpoint red macule, papula eritematosa,
krusta, dan ekskoriasi. 2. Pedikulosis korporis
3. Pedikulosis pubis a. Alergi obat
Gejala yang dominan yaitu gatal di daerah pubis dan b. Dermatitis atopik
sekitarnya. Gatal dapat meluas sampai ke daerah abdomen c. Dermatitis kontak
dan dada, yang ditemukan bercak-bercak yang berwarna d. Viral exanthem
abu-abu kebiruan yang disebut macula serulae. Walaupun e. Skabies
kutu ini dapat dilihat dengan mata telanjang, kutu ini sulit f. Penyakit sistemik lainnya (gangguan hepar atau ginjal)
dilepaskan karena kepalanya dimasukkan ke dalam muara g. Neurotic excoriation
folikel rambut.Gejala lainnya adanya black dot, yaitu bercak-
bercak hitam yang tampak jelas pada celana dalam berwarna 3. Pedikulosis pubis
cerah (atau putih) setelah bangun tidur. Bercak ini a. Dermatitis Seboroika.
merupakan krusta darah yang disalah artikan sebagai b. Dermatitis kontak
hematuria. c. Piedra
d. Dermatomikosis
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG e. Skabies
1. Pedikulosis kapitis f. Arthropod bites
Paling baik memeriksa rambut di bawah mikroskop, g. Trichomycosis pubis
dengan menemukan kutu dewasa dalam keadaan hidup, nimfa
imatur, atau telur berwarna abu-abu dan mengkilat. IV. KOMPLIKASI
2. Pedikulosis korporis Kadang-kadang pasien dapat mengalami demam,
Mencari telur atau bentuk dewasa. Caranya dengan limfadenopati, dan infeksi sekunder.
menemukan kutu atau telur pada serat kapas pakaian. V. PENATALAKSANAAN
3. Pedikulosis pubis PRINSIP :
Paling sering menemukan kutu di daerah pubis. Jikakutu 1. Memusnahkan semua kutu
tidak ditemukan, nits kadang ditemukan di dekat pangkal 2. Mencegah resistensi kutu terhadap obat
rambut, alis, bulu mata. 3. Mengurangi resiko reinfeksi
4. Mengatasi infeksi sekunder
C. DIAGNOSIS BANDING
1. Pedikulosis kapitis

31
Pedikulosis kapitis dan pubis disusul dengan obat yang telah disebutkan sebelumnya
a. Permetrin 1 % lotion diaplikasikan pada kulit kepala dan dalam bentuk shampo.
rambut yang kering selama 10 menit atau Permetrin 5% j. Higyene merupakan syarat supaya tidak terjadi residif.
krim dioleskan sepanjang malam, kemudian dicuci dengan k. Sebaiknya rambut pubis dicukur dan pakaian dalam direbus
non-medicated shampoo, boleh diberikan untuk usia ≥ dan disetrika untuk membunuh telur dan kutu. Mitra
2bulan dan wanita hamil kategori B. seksual juga harus diperiksa dan jika perlu diobati.
b. Pyrethrin sinergized 0,33% dioleskan 10 menit pada l. Jika ada infeksi sekunder bisa diberikan antibiotik sistemik
rambut yang kering atau topikal.
c. Malathion 0,5-1% dalam bentuk lotion atau gel.
Caranya: malam sebelum tidur rambut dicuci dengan sabun Pedikulosis korporis
kemudian dipakai losio malathion, lalu kepala ditutup a. Desinfestasi kasur, dengan lice spray karena kutu dapat
dengan kain selama 8-12 jam. Keesokan harinya rambut meletakkan kutunya pada sela-sela matras. Pakaian
dicuci lagi dengan sabun lalu disisir dengan sisir bergerigi sebaiknya dibuang. Pasien harus diterapi dari kepala hingga
halus dan rapat. Pengobatan diulang seminggu sekali bila kaki dengan insektisida dan ivermectin oral seperti
masih terdapat kutu. Obat ini paling efektif tetapi sulit pengobatan untuk skabies.
didapat. Boleh diberikan untuk usia ≥ 6 tahun dan wanita b. Jika ada infeksi sekunder bisa diberikan antibiotik sistemik
hamil kategori B. atau topikal.
d. Carbaryl shampoo 0,5%, dioleskan 8-12 jam
e. Lindan shampoo 1%, dioleskan selama 4 menit lalu VI. DAFTAR PUSTAKA
dicuci 1. Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies,other Mites, and
f. Spinosad krim, rinse, dapat dioleskan 10 menit pada rambut Pediculosis. Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA,
yang kering. Boleh digunakan untuk usia 4 tahun dan Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks
wanita hamil kategori B. dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York:
g. Ivermection topikal, dioleskan selama 10 menit ; oral 200 McGraw Hill;2012. 2573-78.
µg/kg , diberikan pada hari ke-1,8, dan 15. 2. Morel SD, Burkhart CN, Burkhart CG. Infestation.
h. Yang mudah didapat di Indonesia adalah krim gama Dalam:.Bolognia, JL, Jorizzo J L, Schaferr Julie V editors.
benzene heksaklorida (gameksan)1%. Cara pemakaian: Dermatology. Edisi ke-3. New York: Mosby; 2012. 1426-
setelah dioleskan lalu didiamkan 12 jam, kemudian dicuci 29.
dan disisir agar semua kutu dan telur terlepas. Jika masih 3. Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA.
ada telur, pengobatan diulang secara berkala. Infestation and bites. Dalam: Habif P Thomas, Campbell J
i. Untuk infeksi sekunder, sebaiknya rambut dicukur dan L, Dinulos JGH, Zug KA, editors. Skin disease : diagnosis
diobati dengan antibiotika sistemik dan/atau topikal, lalu & treatment. Edisi ke-3. Edinburg: Elsevier; 2011. 334-38.
4. James WD, Berger TG, Elston DM. Parasitic infestation,

32
stings, and bites. Dalam: Andrews Diseases Of The Skin rangsangan gatal akan mengurangi jumlah organisme dan
Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; membantu membatasi derajat infestasi.Pada reinfestasi, gejala klinis
2011.414-47. timbul lebih cepat yaitu sekitar 1-4 hari setelah infestasi dengan
5. Stough D, Shellabarger S, Quiring J, at al. Efficacy and derajat yang lebih ringan.Hal ini terjadi oleh karena pada infestasi
safety of spinosad and permethrin cream rinses for ulang telah terjadi sensitisasi dalam tubuh pasien terhadap tungau
pediculosis capitis (head lice). Pediatric.2009;124:389-95. dan produknya yang merupakan antigen dan mendapat respon dari
sistem imun tubuh.Tungau betina membuat liang di dalam epidermis
(stratum korneum, yang bersifat lebih longgar dan tipis) dan
SKABIES meletakkan telur dalam liang-liang yang ditinggalkannya. Awalnya
Nanda Earlia pejamu tidak menyadari adanya aktivitas penggalian terowongan
dalam epidermis tetapi setelah 4-6 minggu terjadi reaksi
hipersensitivitas terhadap tungau atau bahan-bahan yang
I. DEFINISI dikeluarkannya, dan mulainya timbul gatal. Reaksi alergi terhadap
Skabies adalah penyakit kulit yang sangat menular, tungau dan produknya disebabkan akibat substansi yang dilepaskan
disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei S.scabiei sebagai respon terhadap hubungan antara tungau,
varian hominis. Penyakit ini ditandai dengan keluhan subyektif keratinosit, dan sel-sel Langerhans ketika melakukan penetrasi
yang sangat gatal terutama pada malam hari, disertai erupsi kulit kedalam kulit. Hasil penelitian terbaru, menunjukkan keterlibatan
dengan derajat keparahan yang bervariasi. Onset gejala klinis reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV. Pada reaksi tipe I, terjadi akibat
terjadi seiring dengan berkembangnya respon imun terhadap pertemuan antigen tungau dengan imunoglobulin E pada sel mast,
keberadaan tungau dan produk-produknya pada sehingga terjadi peningkatan imunoglobulin-E. Keterlibatan reaksi
epidermis.Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan gejala sekitar 10-30
yang khas. Pemeriksaan laboratorium dengan mikroskop hari setelah sensitisasi tungau dan berupa terbentuknya papul dan
ditemukan adanya terowongan dan tungau di dalam terowongan nodul inflamasi. Cara penularan skabies melalui kontak langsung
tersebut. (skin to skin), sehingga penyakit ini dapat menyerang seluruh
anggota keluarga. Penularan secara tidak langsung melalui
II. ETIOPATOGENESIS penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur, juga
Erupsi skabies disebabkan oleh respon imun terhadap kontak seksual.
keberadaan Sarcoptes scabiei atauproduk-produknya pada
kulit.Pada infestasi primer, erupsi kulit biasanya terjadi sekitar 4 III. KRITERIA DIAGNOSIS
minggu setelah infestasi dan diikuti dengan timbulnya gejala A. ANAMNESIS
klinis.Rasa gatal dan inflamasi adalah hasil dari reaksi Gatal terutama pada malam hari sehingga dapat
hipersensitivitas dari pejamu karena adanya bahan-bahan asing mengganggu penderita yang akan dirasakan oleh
(seperti kutu, telur dan feses) pada kulit.Garukan yang terjadi akibat penderita 4-6 minggu setelah tertular.

33
B. KLINIS Pemakaian kortikosteroid topikal atau sistemik dapat
- Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies: memperbaiki gejala dan tanda klinis skabies, tetapi
terowongan dan lesi skabies. infestasi S. scabiei dan kemungkinan penularannya tetap
- Terowongan : ada.
Patognomonis berupa terowongan dengan dinding c. Skabies nodularis
tipis, bentuk berkelok-kelok berwarna putih keabu- Lesi berupa nodul berwarna coklat kemerahan dan gatal,
abuan 1-10 mm panjangnya, disebabkan perpindahan terdapat pada daerah tertutup terutama genetalia laki-
kutu pada stratum korneum, dan ada vesikel pada salah laki, inguinal dan aksila. S. scabiei jarang ditemukan
satu ujung yang berdekatan dengan tungau yang pada nodul. Nodul timbul akibat reaksi hipersensitivitas,
sedang menggali terowongan, dan seringkali lesi ini dapat bertahan beberapa bulan sampai satu tahun
dikelilingi eritema ringan. Terowongan ditemukan walaupun telah diberikan obat anti skabies.
pada: bagian tepi dari jari-jari, telapak tangan, sela-sela d. Skabies pada bayi dan anak-anak
jari, bagian volar pergelangan tangan, dan punggung Kesalahan diagnosa sering terjadi karena adanya
kaki. Pada bayi, terowongan sering pada telapak kurangnya kecurigaan terhadap penyakit ini dan
tangan, telapak kaki, juga bisa ditemukan di badan, perubahan eksema sekunder serta karena terapi yang
kepala, dan leher. Terowongan pada genetalia pria tidak sesuai. Skabies pada bayi dan anak-anak gejalanya
biasanya ditutupi oleh papula yang meradang, dan gatal, sering erupsi generalisata dengan area yang sering
papula tersebut yang ditemukan pada penis dan terkena adalah muka, kulit kepala, telapak tangan dan
skrotum adalah patognomonis untuk skabies. kaki, gambaran yang tersering adalah papul,
- Lesi kulit pada skabies: lesi primer dan sekunder vesikopustul dan nodul. Terowongan sukar ditemukan.
Lesi primer pada skabies merupakan reaksi alergi e. Skabies pada usia lanjut
terhadap tungau, berupa erupsi papula yang terdapat Pada kelompok ini, diagnosis skabies sering terabaikan
disekitar aksila, umbilikus, dan paha. Lesi sekunder karena perubahan kulit sangat minimal atau tidak khas.
berupa ekskoriasi, krusta dan bila timbul infeksi Rasa gatal dapat seperti pruritus senilis, xerosis, atau
sekunder terdapat pustula yang dapat mengaburkan yang disebabkan psikogenik. Reaksi inflamasi seperti
lesi primernya. yang terlihat pada orang muda biasanya tidak ada.
Bentuk/variasi klinis skabies: Daerah yang terkena biasanya punggung.
a. Skabies pada orang bersih f. Skabies krustosa (skabies Norwegia)
Bentuk ini gejalanya minimal dan terowongannya sukar Pertama kali ditemukan di Norwegia pada tahun 1848
ditemukan. Terdapat pada orang dengan tingkat pada pasien-pasien Lepra. Kasus skabies jenis ini jarang
kebersihan yang tinggi dan S. scabiei dapat hilang ditemukan. Biasanya terjadi pada mereka dengan respon
dengan mandi teratur. imun abnormal atau keadaan imunosupresi, pasien sering
b. Skabies inkognito tidak merasakan gatal karena kehilangan kemampuan

34
sensoris yang disebabkan oleh kelainan-kelainan 5. Pruritus disebabkan kelainan sistemik
neurologis. Lesi bervariasi mulai dari krusta skuama 6. Delusions of parasitosis
generalisata atau bentuk dermatitis papular. Predileksi:
kulit kepala, telinga, bokong, siku, lutut, telapak tangan D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Dapat disertai - Beberapa cara untuk menemukan terowongan
distrofi kuku dan menjadi generalisata. Gatal biasanya (kanalikuli) :
tidak menonjol tetapi sangat menular karena jumlah 1. Kerokan kulit
tungau pada kulit sangat banyak (sangat kontagius dan kanalikuli utuh ditetesi minyak mineral atau
merupakan sumber epidemi) KOH10%, lalu dilakukan kerokan dengan skalpel
g. Skabies pada kulit kepala steril. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas
Skabies jarang mengenai kulit kepala orang dewasa, objek, ditutup kaca penutup lalu diperiksa
tetapi dapat terjadi bersamaan atau menyerupai dibawah mikroskop
dermatitis seboroik. Sering terjadi pada bayi, anak-anak 2. Mengambil tungau dengan jarum
dan orang tua. Bila menemukan terowongan, jarum suntik
h. Skabies bulosa ditusukkan kedalam terowongan yang utuh dan
Vesikel sering terjadi pada anak-anak dan jarang pada digerakkan secara tangensial keujung lainnya
dewasa. Skabies bulosa pada dewasa secara klinis, kemudian dikeluarkan, bila positif, tungau terlihat
patologi dan imunopatologi mirip dengan pemfigoid pada ujung jarum sebagai parasit yag kecil dan
bulosa, tetapi lebih banyak ditemukan terowongan. transparan.
Banyak pada pasien lebih dari 65 tahun. Onset penyakit 3. Pemeriksaan dengan tinta parker (Burrow ink test)
ini beberapa minggu sampai beberapa bulan. Kanalikuli skabies dilapisi tinta cina, biarkan 20-
C. DIAGNOSIS BANDING 30 menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas
 Sangat mirip : alkohol, terowongan tersebut terlihat lebih gelap
1. Dermatitis atopik karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes
2. Dyshidrotic eczema dinyatakan positif bila terbentuk gambaran
3. Pioderma kanalikuli yang khas berupa garis zigzag.
4. Dermatitis kontak 4. Dermatoskop (Epiluminescence microscopy)
5. Insect bite
 Dipertimbangkan :
1. Dermatitis herpetiformis - Beberapa cara untuk menemukan tungau :
2. Psoriasis 1. Kerokan kulit
3. Pemfigoid bulosa Papul utuh ditetesi minyak mineral atau
4. Erupsi obat KOH10%, lalu dilakukan kerokan dengan skalpel

35
steril. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas - Pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dengan
objek, ditutup kaca penutup lalu diperiksa mandi secara teratur setiap hari.Semua pakaian, sprei
dibawah mikroskop. dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara
2. Epidermal shave biopsy teratur dan bila perlu direndam air panas.
Lesi dijepit dengan ibu jari telunjuk kemudian - Anggota keluarga yang berisiko tinggi untuk tertular,
dilakukan irisan superfisial dengan hati-hati agar terutama bayi dan anak-anak, harus dijaga
tidak berdarah. Kerokan diletakkan diatas kaca kebersihannya dan menghindari terjadinya kontak
objek, tetesi minyak mineral, periksa dibawah langsung.
mikroskop. - Semua anggota keluarga atau orang seisi rumah yang
berkontak dengan penderita harus diperiksa dan bila
E. DIAGNOSIS juga menderita skabies juga diobati bersamaan agar
Diagnosis klinis cukup ditegakkan berdasarkan tidak terjadi penularan kembali.
anamnesis, manifestasi klinik, dan pemeriksaan penunjang, -

dengan menemukan 3 dari 4 kriteria sebagai berikut : C. MEDIKA MENTOSA


1. Pruritus nokturna (gatal malam hari, karena aktivitas  TOPIKAL
tungau lebih tinggi pada suhu lembab) - Pemberian obat pada pasien skabies harus
2. Menyerang sekelompok manusia didasarkan pada beberapa syarat-syarat yang
3. Predileksi dan morfologi lesi yang khas harus terpenuhi antara lain efektif terhadap
4. Identifikasi mikroskopik adanya tungau, telur, fecal semua stadium kutu (telur, larva, kutu dewasa),
pellet (skibala) potensi toksisitas obat serta cara penggunaan
yang tepat, tidak menimbulkan iritasi kulit, tidak
IV. KOMPLIKASI berbau, mudah didapat, murah harganya.
Rasa gatal yang timbul merangsang pasien untuk - Pada beberapa pasien lesi kulitdan gatal akan
menggaruk sehingga dapat terjadi infeksi sekunder pada lesi menetap selama 2-4 minggu setelah terapi,
skabies. Bila infeksi disebabkan oleh S. pyogenes maka dapat disebut dengan post scabietic dermatitis, harus
terjadi glomerulonefritis akut, limphadenopathy. Hal lain yang dijelaskan ke pasien bahwa reaksi tersebut bukan
mungkin timbul adalah penyakit menjadi kronik oleh karena karena kegagalan terapi merupakan respon tubuh
salah diagnosis dan salah penanganan. terhadap tungau yang mati dan akan hilang dalam
2 minggu bersamaan dengan pengelupasan
V. PENATALAKSANAAN alamiah epidermis. Kebanyakan pasien akan
A. PRINSIP merasakan gejala pruritus berkurang dalam 3
Kombinasi antara skabisid dengan kontrol fomite hari.
B. NON MEDIKA MENTOSA - Aplikasi kedua dari obat topikal dilakukan pada

36
hari ke 8 dengan tujuan untuk mengurangi Dosis: oles selama 8 jam pada hari ke- 1,2,
reinfestasi fomit dan memastikan terbunuhnya dan 3. Aman untuk bayi dan ibu hamil, harga
larva yang dapat bertahan hidup dalam telur. murah.
- Seluruh anggota keluarga harus diterapi secara d. Krotamiton (crotonyl-N-ethyl-O-toluidine)
simultan (bersamaan), untuk mencegah krim atau lotion 10%
reinfestasi dari anggota keluarga yang carier dan Tidak efektif, memiliki efek anti pruritus.
asimptomatis. Dosis: oles selama 8 jam pada hari ke-1,2,3,
- Pasien kontrol kembali 1 minggu kemudian, bila dan 8
ada lesi baru obat topikal bisa digunakan lagi e. Benzil benzoat 25-30%
- Ada beberapa macam obat anti skabies, seperti: Dosis : oles selama 24 jam
a. Permetrin 5% krim  SISTEMIK
Merupakan sintetis pyrethroid, yang - Ivermectin
menghambat transpor sodium pada neuron Tahun 1993, ivermektin mulai digunakan dengan
artropoda, sehingga mengakibatkan paralisis. dosis untuk skabies: 1 atau 2 dosis oral 200
Efektif untuk semua stadium kutu. Dosis: µg/kgBB, pada hari 1 dan 8. Merupakan
olesmalam hari selama 8 jam, dari leher antiparasit terbaik saat ini. Obat ini bekerja pada
kebawah, pada hari 1 dan dapat diulang pada sinap saraf menggunakan glutamat atau γ
hari ke 8. Ibu hamil kategori B. Penggunaan aminobutiric acid. Perkembangan blood-brain
permetrin 5% untuk ibu hamil, ibu menyusui, barierpada anak belum sempurna maka tidak
dan anak dibawah 2 tahun, hanya boleh dua direkomendasikan pemberian Ivermectin untuk
kali pemakaian dengan durasi pemakaian 2 anak-anak kurang dari 15 kg, maupun untuk
jam. wanita hamil, dan menyusui. Pada skabies
b. Lindan (gamma benzena hexachloride = krustosa, pemberian Ivermectin dan skabisid
GBHC) topikal direkomendasikan.
Dosis: oles malam hari hari ke-1 dan 8. Efek - Antihistamin
samping berupa toksisitas pada sistem saraf - Antibiotik bila ditemukan infeksi sekunder
pusat melalui absorbsi perkutan.
Kontraindikasi untuk bayi, anak-anak, ibu VI. DAFTAR PUSTAKA
menyusui, skabies krustosa, dan pasien 1. Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies,other Mites, and
dengan riwayat dermatitis atopik. Tidak Pediculosis. Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA,
begitu efektif dan sering resisten. Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks
c. Sulfur presipitatum 5% - 10% dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York:
McGraw Hill;2012.2569-73.

37
2. Morel SD, Burkhart CN, Burkhart CG. Infestation. kadar air di kulit sehingga memudahkan penetrasi bahan iritan; (b)
Dalam: Bolognia, JL, Jorizzo J L, Schaferr Julie V editors. Kerusakan membran sel yang mengaktivasi phospolipase sehingga
Dermatology. Edisi ke-3. New York: Mosby; 2012. terbentuklah arachidonat acyd (AA), diacylgliseride (DAG),
1423-26. inositide (IP3), platelet activating factor (PAF), daneicosanoid.
3. Burn DA. Disease causes by arthropoda and other arachidonat acyd akan diubah menjadi prostaglandin (PG) dan
noxiuous animal.Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox NN, leucotriene (LT), yang berfungsi sebagai chemoatractant yaitu
Griffiths C, editors.Rook’sTextbook of menarik sel neutrofil dan limfosit, dan mengaktivasi sel mast
Dermatology.Edisi ke-8.Willey-Blackwell;2010.37-7. sehingga terbentuklah antihistamin, LT, PG, PAF yang
4. Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA. meningkatkan permeabilitas dan pelebaran pembuluh darah
Infestation and bites. Dalam: Habif P Thomas, Campbell sehingga terjadi inflamasi; (c) Denaturasi keratin epidermal; dan (d)
J L, Dinulos JGH, Zug KA, editors. Skin disease: Efek sitotoksik langsung melalui pelepasan mediator proinflamasi,
diagnosis & treatment. Edisi ke-3.Edinburg: Elsevier; terutama sitokin dari sel keratinosit.
2011. 334-38. DKI tidak membutuhkan sensitisasi sebelumnya. Kerusakan
5. James WD, Berger TG, Elston DM. Parasitic infestation, pada barier kulit menyebabkan lepasnya sitokin seperti interleukin
stings, and bites. Dalam: Andrews Diseases Of The Skin (IL)-1α, IL-1β, dan tumor necrosis factor α (TNF-α), dan
Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; granulocyte-macrophag colony stimulating factor (GM –CSF).
2011.414-47. TNF-α merupakan sitokin utama pada DKI yang meningkatkan
ekspresi major histocompatibility complex (MHC) class II dan
intracellular adhesion molecule1 (ICAM-1) dan mengekspresi
human leucocyte antigen DR (HLA-DR) pada keratinosit. IL1 dan
DERMATITIS KONTAK IRITAN GM-CSF akan mengaktifasi T helper lymphocyte sehingga
Nanda Earlia terbentuknya IL2, dan reseptor bagi IL2 pada permukaan limfosit T
akan menstimulasi proliferasi limfosit T. Hilangnya fungsi dari
polimorfisme gene filagrin yaitu protein yang berfungsi sebagai
I. DEFINISI barier kulit, juga berperan pada proses DKI kronis.
Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah inflamasi pada kulit Ada dua jenis bahan iritan penyebab DKI, yaitu : iritan kuat
melalui mekanisme non-imunologik,disebabkan kulit terpapar dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
bahan iritan eksogen berupa agen kimiawi, fisik, maupun biologik. pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah
hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak
II. ETIOPATOGENESIS berulang-ulang. Bahan iritan lemah, contohnya sabun, detergen,
Mekanisme kerusakan kulit pada DKI berkaitan dengan empat surfaktan, pelarut organik, dan minyak. Bahan iritan kuat seperti
faktor : bahan kimia kaustik (asam dan basa kuat)
(a) Hilangnya lipid permukaan dan substansi yang mempertahankan Dermatitis kontak iritan dipengaruhi oleh multifaktorial, yaitu :

38
setelah paparan berulang: bercak eritem,
(a) Faktor eksogen : hiperkeratosis, dan fisura.
1. Karakteristik bahan kimia: struktur molekul, pH,
konsentrasi, dosis, toksisitas; Bentuk-bentuk klinis DKI :
2. Karakteristik penetrasi: vehikulum, solubilitas, tipe,dan 1. Reaksi iritasi (Irritant reaction)
durasi kontak; Merupakan reaksi yang akut, efloresensi
3. Faktor mekanis: tekanan, gesekan, abrasi monomorf, berupa skuama, makula eritematous,
(b) Faktor endogen : vesikel, atau erosi pada dorsum manus dan jari-jari.
1. Genetik/kerentanan individual; Biasanya berhubungan dengan individu yang
2. Jenis kelamin: wanita lebih rentan karena berhubungan pekerjaannya sering terpapar air. Dapat sembuh atau
dengan pekerjaan; berlanjut menjadi DKI kumulatif.
3. Usia: usia dibawah 8 tahun lebih mudah untuk absorbsi 2. DKI akut (Acute ICD)
bahan kimia dan iritan; Reaksi akut akibat paparan terhadap iritan kuat
4. Ethnik: kulit hitam lebih resisten terhadap iritasi; (asam dan basa kuat), menimbulkan sensasi terbakar,
5. Regio anatomi yang terpapar: wajah, leher, skrotum, dan gatal, dan menyengat segera setelah terpapar bahan
dorsum manus lebih rentan; iritan. Efloresensi berupa makula eritematous dengan
6. Penyakit kulit yang ada: misalnya dermatitis atopik. batas tegas, edema, vesikulasi/bula, dan nekrosis
jaringan pada kasus yang berat. Contoh: irritant
III. KRITERIA DIAGNOSTIK cheilitis, diaper dermatitis.
A. ANAMNESIS 3. Iritasi akut tipe lambat (Delayed acute irritancy)
 Riwayat terpapar dengan bahan iritan. Reaksi akut tanpa gejala inflamasi pada kulit,
 Bila paparan dihentikan, lesi membaik, bila paparan sampai 8-24 jam atau lebih setelah paparan.Contoh
berulang lesi bertambah berat. bahan kimia penyebab adalah akrilat, antralin
 Gejala subjektif : (dithranol), benzoilperoksida, kalsipotriol, propilen
- Paparan iritan kuat: rasa terbakar, gatal,dan nyeri glikol, tretinoin, podofilin .
seperti tersengat 4. DKI kumulatif kronik (Chronic Cummulative ICD)
- Paparan iritan lemah: rasa gatal dan nyeri atau Traumiterative ICD
B. KLINIS DKI yang paling sering ditemukan, timbul setelah
- Pada iritan kuat akan terjadi dermatitis akut, pada paparan berulang , contohnya: sabun, detergen,
paparan pertama: eritema, edema, batas tegas sesuai surfaktan. Efloresensi berupa patch eritematous
bahan penyebab, vesikulasi, eksudasi, bula, dan lokalisata pada kulit yang kering, kemudian eritema,
nekrosis jaringan hiperkeratosis, dan terbentuknya fisura.
- Pada iritan lemah akan terjadi dermatitis kronis, 5. Iritasi subyektif (Subjective atau simptomatic

39
sensory irritancy)  Diseminata
Pasien mengeluh gatal, sensasi seperti geli, 1. Dermatitis atopik
menyengat, terbakar, yang timbul beberapa menit 2. Dermatitis kontak autosensitisasi
setelah kontak dengan bahan iritan tanpa adanya lesi 3. Dermatitis asteatotik
kulit. 4. Dermatofitosis
6. Iritasi non/suberitematous (Non/suberythematous
irritation)  Dipertimbangkan :
Lesi iritasi tidak terlihat, tetapi secara histologik  Lokalisata
ditemukan kelainan. Gejala seperti terbakar, gatal, dan 1. Akne disebabkan steroid
menyengat. 2. Liken simpleks kronis
7. Dermatitis karena gesekan berulang (Friction 3. Herpes simpleks
Dermatitis) 4. Herpes zoster
Mekanisme iritasi akibat mikrotrauma atau  Diseminata
gesekan berulang, contoh nipple dermatitis, lesi 1. Dermatitis numularis
biasanya kering, dan ditemukan hiperkeratosis 2. Erupsi obat
8. DKI traumatika (Traumatic ICD) 3. Psoriasis
Reaksi kulit yang timbul setelah trauma berupa 4. Parapsoriasis
luka bakar ataupun laserasi,menetap sampai 6 bulan D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
atau lebih. Uji tempel (patch test) dengan menggunakan bahan
9. DKI seperti akne (Acneiform ICD) standar atau bahan yang dicurigai hanya diperlukan bila
Timbul karena terpapar minyak, tar, logam berat. tidak dapat dibedakan dengan dermatitis kotak alergi.
Lesi berupa pustul steril.
10. Asteatotic irritant eczema (Exsiccation eczematid) IV. KOMPLIKASI
Biasanya pada orangtua dicetuskan karena kulit Infeksi sekunder
kering, klinis berupa ichtyosiform scaling.
V. PENATALAKSANAAN
C. DIAGNOSIS BANDING A. NON MEDIKAMENTOSA
 Sangat mirip :  Identifikasi dan eliminasi serta proteksi bahan iritan
 Lokalisata tersangka
1. Dermatitis atopik  Anjuran penggunaan alat pelidung diri (APD):
2. Dermatitis asteatotik sarung tangan, krim barier
3. Dermatitis seboroik B. MEDIKAMENTOSA
4. Dermatitis stasis

40
 Kasus ringan dan sedang (DKI kronik) :  Antihistamin
TOPIKAL :  Antibiotika: bila ada superinfeksi bakteri
 Kortikosteroid dengan potensi sesuai derajat
inflamasi VI. DAFTAR PUSTAKA
Kortikosteroid masih kontroversial, tetapi 1. Amado antoine, Sood A, Taylor JS. Irritant contact
bermanfaat sebagai anti inflamasi. Perlu dermatitis.Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA,
diperhatikan timbulnya efek samping berupa Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks
potensiasi, atrofi kulit, dan erupsi dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York:
akneiformis. McGraw Hill;2012.499-506.
 Emolien (petrolatum based) untuk 2. Cohen DE, Sauza AD. Irritant contact
memperbaiki kulit kering dan likenifikasi. dermatitis.Dalam:.Bolognia, JL, Jorizzo J L, Schaferr Julie
 Calcineurin inhibitor (pimekrolimus 0,3%; V editors. Dermatology. Edisi ke-3. New York: Mosby;
1.0% cream): Menghambat sekresi IL-2, 2012. 249-58.
TNF-α, dan GM-CSF. Mengurangi sintesis 3. Iris Ale S,Maibach HI. Irritant contact dermatitis versus
leukotrin pada sel mast serta pelepasan allergic contact dermatitis. Dalam: Iris Ale S,Maibach HI,
histamin dan serotonin. editors. Irritant contact dermatitis. Berlin: Springer Verlag;
SISTEMIK 2006. 11-8.
 Antihistamin 4. Sterry W, Paus R, Burgdorf. Irritant contact dermatitis.
 Antimetabolik : steroid sparing agent Dalam: Sterry W, Paus R, Burgdorf, editors. Thieme
(Azatioprin) Clinical Companions Dermatology. Edisi ke-5. German:
 Imunosupresan makrolaktam; siklosporin, George Thieme verlag KG; 2006. 199-200.
takrolimus 5. Wilkinson SM, Beck. MH. Contact dermatitis: Irritant.
Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox NN, Griffiths C,
 Kasus berat (DKI akut) : editors.Rook’sTextbook of Dermatology.Edisi ke-
TOPIKAL : 8.Willey-Blackwell;2010.709-32.
 Lesi basah (madidans): kompres terbuka (2-3
lapis kain) dengan NaCl 0,9%
 Lesi kering: kortikosteroid potensi sesuai
derajat inflamasi
SISTEMIK
 Kortikosteroid, digunakan dalam waktu
singkat

41
DERMATITIS KONTAK ALERGIKA diproses dulu di SL dan diekspresikan pada permukaan SL sebagai
Nanda Earlia molekul HLA DR. Sel Langerhans sangat berperan pada patogenesis
DKA. Alergen akan dikenalkan oleh SL kepada limfosit. Setelah
alergen penetrasi kekulit, alergen akan berikatan dengan molekul
I. DEFINISI MHC class I yang berikatan dengan sel TCD8+ pada kelenjar limfe.
Dermatitis kontak alergika (DKA) adalah inflamasi pada kulit Alergen juga dapat berikatan dengan MHC class II yang kemudian
melalui mekanisme imunologik,disebabkan kulit terpapar bahan akan berikatan dengan sel TCD4+. MHC class I/II terdapat pada
alergen eksogen. permukaan SL. Di epidermis hapten yang bersifat lipofilik berikatan
denganMHC class I, sedangkan hapten yang hidrofilik misalnya ion
II. IMUNOPATOGENESIS nikel lebih mudah berikatan dengan MHC II. Hapten/alergen juga
DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang terikat pada protein kulit misalnya kation nikel yang terdapat pada
diperantarai imunitas seluler (tipe IV- a). Patogenesis DKA logam yang akan berikatan dengan protein kulit membentuk struktur
diklasifikasikan menjadi 2 bagian, yaitu fase induksi (fase yang lebih stabil (metal-protein chelates). Jadi jenis hapten
sensitisasi) dan fase elisitasi (fase efektor). Fase sensitisasi dimulai menentukan macam sel T yang akan diaktifkan (sel TCD4+ atau sel
dari waktu pertama kalinya kulit penderita terpapar dengan alergen TCD8+).
kontak sampai waktu penderita tersensitisasi, yaitu siap untuk
mewujudkan terjadinya reaksi DKA. Fase ini memerlukan waktu (b) Hapten / alergen mengaktivasi sel penyaji antigen
lebih kurang 10-15 hari, biasanya asimptomatik. Fase efektor sel Langerhans setelah berikatan dengan hapten akan menjadi aktif
dimulai dari paparan ulang alergen kontak yang sama sampai waktu dan migrasi dari epidermis ke kelenjar limfe melalui pembuluh
terjadinya manifestasi klinik DKA, dan ini memerlukan 1-2 hari. limfe. Limabelas menit setelah kulit terpapar dengan bahan alergen
Reaksi inflamasi yang timbul pada DKA dipengaruhi oleh lamanya kontak, SL mengeluarkan IL-1β ( Interleukin-1β), sedangkan IL 1β
kulit terpapar dengan bahan alergen, berbeda dengan DKI, dimana merangsang keratinosit untuk menghasilkan TNF-α (tumor necrosis
reaksi inflamasi yang timbul sebanding dengan dosis dan factor-α) dan granulocyte-macrophag colony stimulating factor
konsentrasi bahan iritan yang terpapar dengan kulit. (GM –CSF). Ketiga sitokin tersebut berperan dalam proses migrasi
Mekanisme kerusakan kulit pada DKA terdiri dari enam tahap: SL dari epidermis ke kelenjar limfe. Dalam waktu 24 jam setelah
(a) Pengikatan hapten/alergen kontak pada komponen kulit alergen terpapar pada kulit maka SL akan bermigrasi ke kelenjar
Bahan yang terpapar kulit dapat penetrasi melalui stratum korneum limfe. IL-1β dan TNF-α juga menurunkan ekspresi E-chaderin,
bila berat molekul bahan tersebut <500 Daltons, dinamakan hapten, sehingga melepaskan ikatan antara SL dengan jaringan sekitarnya.
yang dapat menjadi alergen kontak bila telah berikatan dengan Enzim metalloproteinase-3(MMP-3) dan MMP-9 merusak
protein kulit, sehingga berat molekulnya minimal 5000 Daltons, makromolekul dermoepidermal dan matriks ekstraseluler sehingga
dinamakan hapten-protein complex. Hapten-protein complex mempermudah SL melewati stratum basalis. Ketika SL tiba di
ditangkap sel penyaji antigen (antigen precenting cells / APC) yaitu dermis, SL akan migrasi kearah pembuluh limfe dengan tuntunan
sel Langerhans (SL) dan atau sel dendritik dermal, kemudian SLC (secondary limphoid tissue). Setelah SL aktif, SL akan

42
menurunkan ekspresi beberapa reseptor kemokin (CCR12,5 dan (e) Perkembangan sel T ke pembuluh darah
CCR6), sedangkan CCR4,7 dan CXCR4 meningkat. CCR7 berperan Sel T yang aktif melalui pembuluh limfe menuju sirkulasi darah.
dalam pematangan SL selama proses migrasi SL ke kelenjar limfe. Pada sel T terdapat reseptor beberapa molekul sehingga
Aktivasi dan proliferasi sel T oleh SL membutuhkan stimulasi TCR memungkinkan sel T bermigrasi ke jaringan. Seandainya kulit tidak
(T cell reseptor) yang dikenal dengan signal 1, juga membutuhkan kontak dengan bahan alergen yang sama, jumlah sel T spesifik akan
signal 2 (co-stimulation) oleh IL1, molekul adhesi yang terdapat menurun dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Keadaan
dipermukaan SL dan sel T. Setelah sel Tspesifik menjadi aktif, inilah yang menyebabkan sel T memiliki nilai ambang yang lebih
maka sel T menghasilkan beberapa sitokin misanya IL2. rendah untuk teraktivasi jika terpapar ulang dengan alergen yang
sama, sehingga beberapa sel radang mudah datang dan terjadilah
(c) Pengenalan alergen oleh SL kepada limfosit reaksi radang.
Sel Langerhans yang sudah matang (IDC/interdigitating cell)
mengenalkan alergen ke sel T melalui dendrit-dendritnya sehingga (f) Fase efektor
sel Tnaif dalam beberapa hari akan berdiferensiasi menjadi sel T Paparan ulang kulit dengan alergen kontak yang sama menandakan
tipe-0, sel tipe-1, dan tipe-3 dengan menghasilkan sitokin yang dimulainya fase efektor. Proses untuk terjadinya DKA memerlukan
berbeda. Sel Th1 menghasilkan IFN-γ dan IL-18, sehingga waktu 18-48 jam. Terpapar ulang kulit dengan alergen yang sama
menghambat aktivasi sel T tipe-2. Sel T tipe-1 merupakan sel T menginduksi aktivasi dan migrasi SL, sedangkan pada endotel
efektor yang berperan pada terjadinya DKA. Sel T tipe-2 terjadi peningkatan molekul adhesi, yang
menghasilkan IL-4 dan atau IL-10, yang sering teraktivasi bila
mukosa terpapar alergen. Sel T tipe-3 menghasilkan TGF-β
(transforming growth factor-β) secara interaktif mengatur aktivasi
sel T tipe lainnya sehingga dapat mengkontrol respon imun. Sel p
Langerhans akan mengenalkan alergen yang terdapat pada MHC memudahkan ekstravasasi sel T spesifik. Terikatnya hapten dengan
class I/II kepada sel Tnaif sehingga sel Tnaif berubah menjadi sel T sel T menyebabkan peningkatan mediator inflamasi sehingga reaksi
spesifik, yaitu sel T yang sudah mengenal alergen kontak tertentu radang di epidermis meningkat, ditandai dengan infiltrasi, edema,
(sensitisized lymphocyte). spongiosis (kemerahan, edema, papul, vesikel, dan pada palpasi
teraba hangat). Akhirnya derajat reaksi radang menurun perlahan,
(d) Proliferasi sel T spesifik walaupun masih didapatkan beberapa sel T spesifik sehingga
IL-1 yang dihasilkan SL mengaktivasi sel T, sehingga sel T yang memudahkan timbulnya DKA jika kulit terpapar ulang dengan
aktif akan melepaskan growth factormisalnya IL-2 yang bersifat alergen yang sama.
autocrine yaitu mengaktifkan reseptor IL-2 sehingga menyebabkan Pengetahuan terbaru terhadap patogenesis DKA,
sel T berdiferensiasi menjadi limfoblast. menyatakan bahwa imunitas alamiah memainkan peranan utama
pada proses sensitisasi, sehingga T regulatory (Treg) cell dianggap
sebagai sel yang mengendalikan reaksi inflamasi pada DKA.

43
Kekurangan Treg dapat menyebabkan DKA kronis. Keratinosit juga 1. Dermatitis atopik
memainkan peranan penting dalam DKA, dari fase inisiasi saat 2. Dermatitis asteatotik
mereka memproduksi TNFα sampai antigen memodulasi migrasi 3. Dermatitis seboroik
APC dan T cell trafficking; serta menghasilkan IL-10 dan IL-16 4. Dermatitis stasis
yang merekrut Treg.
 Diseminata
III. KRITERIA DIAGNOSTIK 1. Dermatitis atopik
A. ANAMNESIS 2. Dermatitis kontak autosensitisasi
 Riwayat terpapar dengan bahan alergen 3. Dermatitis asteatosis
 Bila paparan dihentikan, lesi membaik, bila paparan 4. Dermatofitosis
berulang lesi memberat.
 Gejala subjektif berupa rasa gatal  Dipertimbangkan :
 Riwayat penyakit terdahulu (dermatitis atopik)  Lokalisata
 Riwayat pekerjaan penderita juga penting ditanyakan 1. Akne karena steroid
2. Liken simpleks kronis
B. KLINIS: 3. Herpes simpleks
Efloresensi DKA polimorfik, batas tegas, dimanaalergen 4. Herpes zoster
kuat selalu menyebabkan pembentukan vesikel,
sedangkan alergen yang lemah ditandai dengan adanya  Diseminata
papula. Pada fase akut ditandai dengan gejala pruritus, 1. Dermatitis numularis
edema, makula eritematous batas tegas dan vesikel 2. Erupsi obat
hanya pada area terpapar (lokalisata). Lesi subakut dapat 3. Psoriasis
berupa: eritema, papula, dan skuama. Bilakontak 4. Parapsoriasis
dengan alergen berulang, maka dapat ditemukan gejala
dan tanda DKA kronik, berupa plak eritematosa batas D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
tidak tegas, pada permukaan lesi bisa didapatkan Uji tempel (patch test) dengan menggunakan bahan
skuama, fissura, likenifikasi; dan lesi dapat meluas standar atau bahan yang dicurigai hanya diperlukan bila
melewati area yang terpapar (diseminata). tidak dapat dibedakan dengan dermatitis kotak iritan.

C. DIAGNOSIS BANDING IV. KOMPLIKASI


 Sangat mirip : Infeksi sekunder
 Lokalisata
V. PENATALAKSANAAN

44
a. NON MEDIKA MENTOSA  Desloratadin, D. 5 mg/dosis/24 jam ; A. 6-12
 Identifikasi dan eliminasi dan proteksi bahan alergen tahun 2,5 mg/dosis/24 jam
tersangka  Cetirizin, D. 10 mg/dosis, 1-2kali/24 jam ;
 Anjuran penggunaan alat pelidung diri (APD) : A.2-6 tahun 5 mg/dosis/24 jam
sarung tangan, krim barier  Levocetirizin, D.5mg/dosis,1-2 kali/24 jam ;
b. MEDIKA MENTOSA A. ≥ 6 tahun 2,5 mg/dosis/24 jam
Kasus ringan dan sedang ( DKA sub akut kronik) :  Fexofenadin, D.120;180 mg/dosis/24 jam ; A.
TOPIKAL : ≥ 12 tahun 60 mg/dosis/24 jam
 Kortikosteroid potensi sesuai derajat inflamasi.
(hidrokortison 2,5% krim, ointment ; difluokortolon 3. H2 :
valerat 0,1 % krim ; momethason furoat 0,1% krim,  Cimetidin, D.100 mg/dosis, 3 kali/24 jam atau
ointment ; desoksimethason 0,25%, krim, ointment ; 300mg/dosis/24 jam
klobetasol propionat 0,1% krim, ointment, gel. Perlu  Ranitidin, D. 150mg, 300 mg/dosis, 2kali/24
diperhatikan timbulnya efek samping berupa jam ; A. 5-10 mg/kg/dosis/ 2 kali/24jam
potensiasi, atrofi kulit, dan erupsi akneiformis.  Famotidin, D. 20mg,40 mg/dosis/2kali/24
 Emolien (petrolatum based) untuk memperbaiki jam ; A. 1-16 tahun 1 mg/kg/2 kali/24 jam
kulit kering dan likenifikasi  Antimetabolik : steroid sparing agent
 Calcineurin inhibitor (pimekrolimus 1.0% ;  Azatioprin : D. 0,5-2,5-mg/kg/dosis/24 jam ; A.
tacrolimus 0,03%, 1.0% cream ) 1-2 mg/kg/dosis/24 jam
 Imunosupresan makrolaktam ;
SISTEMIK:  Siklosporin : D. 2,5-5 mg/kg/dosis/24 jam ; A.
 Antihistamin : 5-7 mg/kg/dosis/24 jam
1. H1 – Generasi 1 :  Tacrolimus :150-200µg/kg/dosis/24 jam ; A.
 Klorfeneramin maleat, Dewasa (D): 4 200-300 µg/kg/dosis/24 jam
mg/dosis, 2-3 kali/24 jam; Anak (A): 0,09 Menghambat fungsi sel T helper dan produksi
mg/kg/dosis, 3 kali/24jam IL-1, mengurangi aktivitas sel T, monosit,
 Difenhidramin, D. 10-20 mg/dosis i.m 1-2 makrofag,keratinosit, dan hambat ekspresi
kali/24 jam; A. 0,5 mg/kg/dosis, 1-2 kali/24 ICAM-1.
jam
2. H1 – Generasi 2 : Kasus berat (DKA akut) :
 Loratadin, D. 10 mg/dosis/24 jam ; A. 2-9 TOPIKAL :
tahun5mg/dosis/24 jam  Lesi basah (madidans) : kompres terbuka (2-3 lapis

45
kain) dengan NaCl 0,9% ke-3. Philadelphia: Elsevier ;2011. 291-305.
 Lesi kering : kortikosteroid potensi sesuai derajat 4. Sterry W, Paus R, Burgdorf. Allergic contact dermatitis. Dalam:
inflamasi Sterry W, Paus R, Burgdorf, editors. Thieme Clinical
SISTEMIK Companions Dermatology. German: George Thieme Verlag
 Kortikosteroid, digunakan dalam waktu singkat : KG;2006. 196-99.
 Prednison 5. Pohan SS. Irritant versus Contact Dermatitis : a new
D. 5-10 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam A : immunological. approach. Dalam: Pendidikan kedokteran
1mg/kgBB/hari berkelanjutan “New perspective of dermatitis”,
 Metilprednisolon Surabaya;2008:35-46.
D. 4,8,16 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam A :
1mg/kgBB/hari
 Deksametason
D. 0,5- 1 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam A : DERMATITIS ATOPIK
0,1mg/kgBB/hari Nanda Earlia
 Triamsinolon
D. 4,8,16 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam A :
1mg/kgBB/hari I. DEFINISI
Dermatitis atopik (DA) adalah inflamasi pada kulit yang
 Antihistamin
menahun, residif, umumnya muncul pada bayi, kanak-kanak,
 Antibiotika : bila ada superinfeksi bakteri
ataupun dewasa, yang mempunyai riwayat atopi pada dirinya sendiri
ataupun pada keluarganya, baik berupa asma, rhinitis alergika,
VI. DAFTAR PUSTAKA
konjungtivitis, maupun dermatitis atopik, dengan gejala pruritus dan
1. Modin RL, Miller LS, Bangert C, Stingl G. Innate and adaptive
distribusi khas. Dapat dikaitkan dengan gangguan pada fungsi barier
immunity in skin. Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA,
kulit, sensitisasi alergen, dan infeksi kulit yang berulang.
Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology
in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw
II. IMUNOPATOGENESIS
Hill;2012.106-51.
Paradigma baru tentang DA berdasarkan fakta bahwa
2. Tardan MPC, Zug KA. Allergic contact dermatitis. Dalam:
kekeringan kulit merupakan faktor penting, sehingga DA terbagi 3
Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ,
fase : Fase awal DA berupa nonatopic dermatitis terjadi pada bayi
Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine.
yang belum tersensitisasi. Fase kedua true atopic dermatitis (60-
Edisi ke-8. New York: McGraw Hill;2012.152-821.
80% pasien DA) dimana faktor genetik berpengaruh pada sensitisasi
3. Abas AK, Lichtman AH, editors. Hypersensitivity. Dalam: Basic
oleh makanan maupun alergen lingkungan yang diperantarai oleh
immunology: function and disorders of the immune system. Edisi
IgE. Fase ketiga, pengaruh garukan yang dapat menimbulkan

46
kerusakan sel-sel dan jaringankulit sehingga terjadi pelepasan yang dapat meningkatkan kadar antibodi imunoglibulin E (IgE)
autoantigen yang menginduksi autoantibodi. dalam serum, serta aktivasi eosinofil dan sel mast pada kulit.
Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya dermatitis Pada pemeriksaan histopatologi akan nampak sebukan sel
atopik : eosinofil.
1. Faktor herediter Genetik Penelitian terakhir menemukan sitokin baru, interleukin 17(IL-
Peranan Kromosom 5q31 – 33 sangat penting karena 17) yang disekresikan oleh sel Thelper yang berbeda dengan Th1
mengandung gen penyandi Interleukin (IL) : IL3, IL4, IL13 dan dan Th2, yaitu Th17. Interleukin (IL) 17 dapat memobilisasi dan
granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) mengaktifkan neutrofil.
yang diproduksi oleh sel T helper (Th2). Meskipun infiltrasi fase akut DA didominasi oleh sel Th2 namun
2. Kelainan imunologi kemudian sel Th1 juga ikut berpartisipasi. Pada lesi kronik terjadi
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat (immediate type perubahan pola sitokin. IFNγ yang merupakan sitokin Th1 akan
hypersensitivity), terdiri dari 2 fase: (1) Early phase reaction diproduksi lebih banyak. Lesi kronik berhubungan dengan
(EPR), terjadi 15-60 menit setelah penderita terpapar antigen, IgE hiperplasia epidermis. IFN γ dan GM-CSF mampu menginduksi
akan mengadakan cross linking dengan FceRI, menyebabkan sel basal untuk berproliferasi menghasilkan pertumbuhan
degranulasi sel mast dan akan keluar histamin dan faktor keratinosit epidermis. Pada pemeriksaan histopatologi nampak
kemotaktik lainnya yang menyebabkan rasa gatal dan kemerahan sebukan sel netrofil. Jejas yang terjadi mirip dengan respons
dikulit. (2) Tiga sampai empat jam setelah EPR terjadilah late alergi tipe IV tetapi dengan perantara IgE sehingga respons ini
phase reaction (LPR)dimana terjadi ekspresi molekul adhesi disebut IgE mediated-delayed type hypersensitivity. Garukan
pada dinding pembuluh darah yang diikuti terekrutnya eosinofil, kronis dapat menginduksi terlepasnya TNFα dan sitokin pro
limfosit, monosit, ketempat tersebut sehingga terjadi radang pada inflamasi epidermis lainnya yang akan mempercepat timbulnya
kulit. Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup, alergen peradangan kulit DA. Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit
makanan, autoantigen, ataupun superantigen) terpajan ke kulit tanpa rangsangan dari luar sehingga timbul dugaan adanya
individu dengan kecenderungan atopi, maka antigen ditangkap autoimunitas pada DA.
IgE, sel Langerhans (melalui reseptor FceRI, FceRII dan IgE-
binding protein), kemudian bekerjasama dengan MHC class II Respon imun sistemik pada DA adalah sebagai berikut :
akan dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel Tnaif) yang - Sintesis IgE meningkat.
mengakibatkan diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi - IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat.
menjadi sel T ke arah Th1 atau Th2. Sel Th1 akan mengeluarkan - Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.
sitokin IFN-γ, TNF-α, IL-2, yang merupakan sel efektor bagi - Respon hipersensitivitas lambat terganggu
infeksi oleh mikroba intrasel. Sitokin IFN-γ dapat mengaktivasi - Eosinofilia pada darah perifer akibat akibat aktivitas Th2
CD8+, sel NK (Natural Killer), dan makrofag. Sel Th2 - Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel Th2 meningkat
memproduksi IL-4, IL-5, dan IL-13, yang merupakan efektor - Sekresi IFN-α oleh sel Th1 menurun
pada infeksi nematoda didalam saluran cerna, dan proses alergi; - Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.

47
- Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai terhadap alergen;
peningkatan IL-13 dan PGE2 (prostaglandin E2) - Mekanisme 2: Berkurangnya paparan dengan
mikroorganisme non patogen pada sel dendritik (karena
seringnya menggunakan antibiotika pada periode
3. Kelainan kulit antenatal) dapat menghambat sel TRegulatory (Treg) yang
Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Hal ini seharusnya menekan produksi Th1 dan Th2. Mekanisme
diduga terjadi akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans ini menjelaskan peran probiotik pada pencegahan dan
epidermal water loss meningkat, skin capacitance (kemampuan penurunan derajat keparahan DA. Hubungan antara
stratum korneum mengikat air) menurun. Kekeringan kulit ini berkurangnya paparan infeksi dengan peningkatan
mengakibatkan ambang rangsang gatal menjadi relatif rendah keparahan dan prevalensi DA disebut hygiene hypothesis
dan menimbulkan sensasi untuk menggaruk. Garukan ini (HH), yang dapat dijelaskan melalui konsep Treg dan Th17
menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga memudahkan pada teori Th1/Th2. Dengan ditemukannya Th17 yang
mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain untuk melewati memiliki peran yang berlawanan dengan Treg maka dapat
kulit. dijelaskan peran Th1, Th2, Th17, dan Treg yang saling
4. Lingkungan sebagai faktor pencetus antagonis dalam mempertahankan keseimbangan, dengan
a. Bahan iritan : sabun, detergen, bahan kimia,asap, pakaian penjelasan sebagai berikut :
kasar yang abrasif, paparan suhu, astrigen. o Sel Th1 menghasilkan IL12 yang menghambat
b. Bahan alergen : aeroalergen (house dust mite,animal dander, perkembangan Th2
human dander, mold, polen). Tungau debu rumah (TDR) serta o Sel Th2 menghasilkan IL4 yang menghambat
serbuk sari merupakan alergen hirup yang dapat menjadi perkembangan Th1
faktor pencetus DA, dan 95% penderita DA mempunyai IgE o IFNγ yang berasal dari Th1 menghambat perkembangan
spesifik terhadap TDR. Derajat sensitisasi terhadap Th17
aeroalergen berhubungan langsung dengan tingkat keparahan o IL6 yang dihasilkan Th17 menghambat Treg
DA. o Treg menghambat perkembangan Th1 dan sel Th2
c. Mikroba sebagai alergen : melalui kontak langsung serta menghambat
- Mekanisme 1 : Sel imunitas alamiah seperti makrofag dan perkembangan sel Th17 melalui TGFβ
sel dendritik mengekspresikan pattern recognition Staphylococcus aureus yang dapat melepaskan Protein A,
receptors (PRR) yang dapat mengenali mikroorganisme alpha toksin, dan eksotoksin sebagai superantigen yang
melalui pathogen assaciated moleculer pattern (PAMP). mempunyai efek sitotoksik terhadap keratinosit sehingga
Aktivasi PRR setelah paparan mikroorganisme melepaskan TNF α. Antigen Staphylococcus aureus dapat
menginduksi respon sel Th1, sehingga pada kondisi tidak merangsang pembentukan IgE. Staphylococcus
adanya mikroorganisme patogen dapat menyebabkan aureusjuga meningkatkan regulasi Homing cutaneoous
deviasi respon imun sehingga meningkatkan respon sel Th2 lymphocyte factor (CLA) dipermukaan sel Th2 sehingga

48
menarik limfosit lebih banyak. pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak mulai
d. Iklim : Suhu dan kelembaban udara juga merupakan faktor merangkak, lesi bisa ditemukan didaerah ekstensor
pencetus DA, suhu udara yang terlampau panas/dingin, ekstremitas. Sebagian besar penderita sembuh setelah
keringat dan perubahan udara tiba-tiba dapat menjadi 2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak.
masalah bagi penderita DA. Pada penderita DA terjadi DA pada anak (2 – 10 tahun)
kelainan instrinsik pada parasimpatik sehingga - Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil
mengganggu fungsi thermoregulator yang menyebabkan ataupun timbul sendiri (de novo).
eksaserbasi penyakit. DA biasanya membaik pada musim - Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian fleksor
panas dan memburuk pada musim dingin dan kering. pergelangan tangan, kelopak mata dan leher. Lesi
Aktivitas olahraga dan berkeringat juga menjadi pencetus, berupa papul likenifikasi, sedikit skuama, erosi,
tergantung keseimbangan antara panas dan hilangnya air hiperkeratosis dan mungkin infeksi sekunder. DA
melalui kulit. berat yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat
e. Stress emosi: Hubungan psikis dan penyakit DA dapat mengganggu pertumbuhan.
timbal balik. Penyakit yang kronik residif dapat DA pada remaja dan dewasa
mengakibatkan gangguan emosi. Sebaliknya stres akan - Lokasi lesi pada remaja adalah di lipatan siku/lutut,
merangsang pengeluaran substansi tertentu melalui jalur samping leher, dahi, sekitar mata. Pada dewasa,
imunoendokrinologi yang menimbulkan rasa gatal. distribusi lesi kurang khas, sering mengenai tangan
f. Hormonal : premenstrual dapat mencetuskan DA, dan pergelangan tangan, dapat pula berlokasi
demikian juga dengan kehamilan, terutama pada trimester setempat misalnya pada bibir (kering, pecah,
1 dan 2. bersisik), vulva, puting susu atau skalp. Kadang-
kadang lesi meluas dan paling parah di daerah
III. KRITERIA DIAGNOSTIK lipatan, mengalami likenifikasi.
A. ANAMNESIS - Lesi kering, agak menimbul, papul datar cenderung
Berdasarkan kriteria Hanifin Rajka. berkonfluens menjadi plak likenifikasi dan sedikit
B. KLINIS skuama. Bisa didapati ekskoriasi dan eksudasi akibat
 Fase klinis DA : garukan dan akhirnya menjadi
DA infantil (2 bulan – 2 tahun), hiperpigmentasi.Umumnya DA remaja dan dewasa
- DA paling sering muncul pada tahun pertama berlangsung lama kemudian cenderung membaik
kehidupan yaitu pada bulan kedua. setelah usia 30 tahun, jarangsampai usia pertengahan
- Lesi mula-mula tampak didaerah muka (dahi-pipi) dan sebagian kecil sampai tua.
berupa eritema, papul-vesikel,pecah karena garukan - Pruritus merupakan gejala subjektif yang paling
sehingga lesi menjadi eksudatif dan akhirnya dominan dan terutama dirasakan pada malam hari.
terbentuk krusta. Lesi bisa meluas ke kepala, leher, Histamin yang keluar akibat degranulasi sel mast

49
bukanlah satu-satunya penyebab pruritus. rangsangan terhadap sistem vaskular perifer.
Disangkakan sel peradangan, ambang rasa gatal yang - Keilitis
rendah akibat kekeringan kulit, perubahan - Lipatan infra orbital (Dennie Morgan fold);
kelembaban udara, keringat berlebihan, bahan iritan merupakan lipatan linear yang masuk kedalam
konsentrasi rendah serta stres juga terkait dengan kelopak mata bawah. Denni Morgan fold
timbulnya pruritus. patognomonis utuk DA.
- Hertoge sign; merupakan penipisan atau kelonggaran
 Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 3 alis bagian lateral, selain terdapat pada dermatitis
kriteria mayor dan 3 kriteria minor. atopik, juga ditemukan pada pasien hipotiroidisme.
KRITERIA MAYOR : Hal ini diduga suatu kelainan otonom atau akibat
- Pruritus garukan terus menerus.
- Dermatitis kronis atau residif - Konjungtivitis berulang
- Distribusi dan morfologi lesi khas : - Keratokonus
 dermatitis di muka atau ekstensor bayi dan anak, - Katarak subkapsular anterior
 dermatitis di fleksura pada dewasa, - Orbita menjadi gelap (orbital darkening): bertambah
- Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya gelapnya daerah kelopak mata terutama kelopak mata
bawah, kadang terlihat sedikit edema dan lebih sering
KRITERIA MINOR : usia muda. Terjadi oleh karena gangguan tidur.
- Xerosis - Wajah pucat (facial pallor) dan eritema: terjadi
- Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus H. karena peninggian tonus dari pembuluh darah perifer;
simpleks) dan terjadinya kemerahan pada wajah (facial eritem)
- Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki apabila kena rangsangan dari luar terutama sinar
- Hiperlinearity pada telapak tangan (Hiperlinearis matahari
palmaris); bertambahnya garis-garis tangan, ternyata - Gatal bila berkeringat
terdapat hubungan antara hyperlinearity dengan - Intolerans perifolikular
ichtyosis vulgaris pada penderita DA. - Hipersensitif terhadap makanan (Food intolerance);
- Pitiriasis alba banyak terjadi pada anak, biasanya telur ayam, susu
- Dermatitis di papila mammae sapi, kacang-kacangan, gandum, ikan laut
- White dermatografism dan delayed blanched - Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor
response; adanya kelainan respon vaskular pada DA, lingkungan atau emosi
walaupun tanda ini cukup banyak dijumpai pada DA, - Tes alergi kulit tipe cepat: positif
tetapi bukan patognomonis, Tanda ini merupakan - Kadar IgE dalam serum meningkat
respon vaskular terhadap berbagai macam - Awitan pada usia dini

50
C. DIAGNOSIS BANDING V. PENATALAKSANAAN
 Sangat mirip : Prinsip terapi :
1. Dermatitis seboroik (terutama DA fase infantil) - Hindari paparan antigen
2. Dermatitis numularis (terutama DA fase - Cegah timbulnya ikatan antigen dengan IgE
anak/dewasa) - Hambat sekresi mediator radang yang disekresi mastosit
3. Dermatitis kontak (alergika/iritan) dan eosinofil
4. Skabies - Kurangi populasi sel imun yang reaktif
5. Psoriasis vulgaris - Cegah infeksi berarti mencegah kekambuhan
6. Iktiosis vulgaris
7. Dermatofitosis NON MEDIKAMENTOSA
 Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak
 Dipertimbangkan : sama untuk setiap individu,
1. Dermatitis asteatotik karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai
2. Liken simpleks kronis faktor pencetus.
3. Impetigo  Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen,
4. Drug eruption alkohol, astringen,
5. Perioral dermatitis pemutih, dll)
6. Porfiria  Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin,
7. Juvenile palmoplantar dermatosis kelembaban tinggi.
 Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG keringat.
- Uji klinis white dermographysm  Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat
- Atopic patch test dan prick test mencetuskan DA.
- Pemeriksaan darah tepi : eosinofilia  Melakukan hal-hal yang mengurangi jumlah tungau debu
- Pemeriksaan level serum IgE rumah/agen infeksi, seperti menghindari penggunaan
- Tes tempel (patch test) dengan menggunakan bahan kapuk/karpet/mainan berbulu, menghindarkan stres
standar atau bahan yang dicurigai hanya diperlukan emosi.
bila tidak dapat dibedakan dengan dermatitis kotak
alergi MEDIKAMENTOSA
TOPIKAL :
IV. KOMPLIKASI
 Hidrasi kulit (pelembab)
Infeksi sekunder

51
- Tujuan : mengatasi xerosis(kulit kering) akibat namun dapat mencetuskan dermatitis kontak alergika
berkurangnya ceramide dikulit yang menyebabkan karena mengandung pengawet, sedangkan solusio dapat
hilangnya air melalui lapisan epidermis. Kekeringan ini dipakai untuk kulit kepala atau daerah berambut lainnya.
menyebabkan mikrofisura serta celah di kulit yang - Frekuensi pengolesan disarankan dua kali sehari, bisa
memungkinkan masuknya patogen, antigen, dan bahan dikurangi misalnya area fleksural atau ditambah
iritan, sehingga menyebabkan timbulnya keinginan misalnya di tangan.
penderita untuk menggaruk sehingga proses penyakit - Penelitian menunjukkan kortikosteroid aman dan efektif
jadi menetap atau terjadi eksaserbasi penyakit. untuk terapi DA pada penggunaan hingga 4 minggu,
- Pelembab merupakan standar dalam perawatan kulit namun kortikosteroid potensi kuat dianjurkan tidak
penderita DA, guna mengatasi kondisi kulit yang kering digunakan lebih dari 2 minggu.
juga sebagai steroid sparing dan pencegahan dan terapi  Preparat Tar
rumatan (maintenance therapy) Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit.
- Pemakaian pelembab dilakukan beberapa kali sehari, Sediaan dalam bentuk salap hidrofilik misalnya
setelah mandi, idealnya dalam bentuk ointment seperti mengandung liquor carbonat detergent 5%, 10% atau crude
petrolatum atau cream, juga hydrophilic ointment. coal tar 1% - 5%. Digunakan untuk likenifikasi.
- Pada lesi DA yang berat dan kronis dapat dilakukan  Antihistamin
kompres (wet dressing). Hidrasi dengan berendam atau Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena
kompres meningkatkan penetrasi glukokortikoid berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit.
topikal, kompres juga berfungsi sebagai penghalang Pemakaian krim Doxepin 5% dalam jangka pendek (1
yang efektif untuk melakukan garukan. minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi, tapi
 Kortikosteroid topikal pemakaian pada area luas akan menimbulkan efek samping
- Kortikosteroid potensi lemah-sedang diberi pada bayi, sedatif.
daerah intertriginosa dan daerah genitalia.  Antibiotika topikal
Kortikosteroid potensi sedang dapat diberi pada anak Penggunaan antibiotika anti Staphylococcus bermanfaat
dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol, bagi penderita yang terinfeksi atau terdapat kolonisasi
kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua S.aureus yang banyak. Dapat diberi sediaan antibiotik
kali seminggu, dikombinasikan dengan pelembab. berupa mupirosin, ataupun asam dan natrium fusidat.
- Sediaan ointment lebih poten, paling oklusif, paling Pemakaian bergantung pada luasnya lesi dan derajat
sedikit mengandung pengawet. Selain itu sangat bagus keparahan infeksi, juga terdapat penelitian yang
sebagai penghantar obat dan kurang terjadi penguapan. menunjukkan penggunaan antibiotika topikal dan
Ointment harus dihindari pada lesi terbuka , basah, dan kortikosteroid memberi hasil yang memuaskan.
area lipatan. Sediaan krim lebih disukai pada cuaca  Imunomodulator topikal :
panas, ketat dan lembab karena mudah dioleskan, Merupakan imunomodulator non steroid sebagai alternatif

52
kortikosteroid topikal, bekerja dengan menghambat Sedatif (untuk bayi dan anak) atau non sedatif terapi
calcineurin di kulit sehingga terjadi hambatan aktivitas ajuvan, bila gatal sangat menggaggu, diberi untuk
awal dan proliferasi sel T serta pelepasan berbagai sitokin mengurangi rasa gatal. Pada kasus sulit dapat diberi
dari Th1 dan Th2. Dapat digunakan untuk pemakaian doxepin hidrochloride 75 mg/oral/2 x sehari yang
jangka lama pada DA yang sering kambuh, penderita yang sebagai tricyclic antidepressant) dan menghambat
tidak dapat menggunakan steroid topikal, atau untuk reseptor histamin H1 dan H2.
mengurangi pemakaian steroid topikal. Keuntungan  Anti infeksi
sediaan ini tidak menimbulkan atropi kulit sehingga Pemberian anti biotika berkaitan dengan
berguna di wajah termasuk kelopak mata, intertriginosa, ditemukannya peningkatan koloni S. aureus pada
dan hanya diabsorbsi minimal kedalam darah. kulit penderita DA. Dapat diberikan golongan
A. Takrolimus macrolide (eritromisin, azitromisin, klaritromisin),
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam penisilinase resisten penisilin (dikloksasilin,
bentuk ointment 0,03% untuk anak usia 2 – 16 tahun dan oksasilin, kloksasilin).
konsentrasi 0,1% usia ≥17 tahun. Indikasi : DA derajat  Interferon
sedang hingga berat. Pemakaian dua kali sehari. Pada IFN γ bekerja menekan respon IgE dan menurunkan
pengobatan jangka panjang, tidak ditemukan efek samping fungsi dan proliferasi sel Th1 sehingga menurunkan
kecuali rasa terbakar setempat. jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.
B. Pimekrolimus  Imunosupresan sistemik
Suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator Siklosporin
golongan makrolaktam. Kerjanya sangat mirip siklosporin Imunosupresan poten yang bekerjanya pada sel T
dan takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah krim dengan menekan transkripsi sitokin. Obat ini akan
konsentrasi 1%, aman pada anak dan dewasa dapat dipakai berikatan denagn cyclopilin, suatu protein
pada DA yang ringan dan sedang, pemakaian 2 kali sehari. intraseluler dan akan menjadi suatu kompleks yang
SISTEMIK akan menghambat calcineurin, suatu molekul yang
 Kortikosteroid dibutuhkan untuk inisiasi transkripsi gen sitokin.
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi Dosis anak 5 mg/kg BB/oral/ hari diturunkan
akut. Digunakan dalam waktu singkat (≤ 3 minggu) menjadi 2,5-5 mg/kg/hari atau dewasa 150 mg atau
dan dosis rendah, bila masih diperlukan disarankan 300 mg/hari, diberi dalam waktu singkat, bila obat
dosis minimal diberikan secara alternate saja. dihentikan umumnya penyakit kambuh kembali.
Pemakaian jangka panjang akan menimbulkan efek Efek sampingnya adalah peningkatan : kreatinin
samping dan bila tiba-tiba dihentikan akan timbul dalam serum dan bisa terjadi penurunan fungsi ginjal
rebound phenomen. dan hipertensi
 Antihistamin  Anti metabolit :

53
- Mofetil mikofenolat (DA refrakter), 2gr/hari melalui sawar kulit yang terganggu, merupakan
- Metotreksat (DA rekalsitran) : merupakan mekanisme yang melatarbelakangi stimulasi dan respon
antimetabolit dengan efek inhibisi poten pada imun dan sel inflamasi.
sintesa sitokin dan kemotaksis sel,telah digunakan o Menghindari alergen di lingkungan sekitar
pada penderita DA denagn kondisi yang parah dan o Pemberian air susu ibu (ASI) hingga usia 4 bulan.
tidak responsif terhadap modalitas terapi lain. Sebaiknya ibu tidak konsumsi susu sapi, produk yang
- Azatioprin (DA berat): bekerja menghambat mengandung susu(dairy product) dan telur selama 2-3
sintesa DNA dan RNA, berguna pada kasus minggu. Jika tidak ada perbaikan kulit, ibu dapat makan
rekalsitran melalui efek imunosupresif dan seperti biasa
sitotoksik. Dosis 2,5 mg/kg/hari atau 50 mg dua o Hindari stress
kali sehari o Hindari perubahan suhu secara tiba-tiba misalnya dari
 Probiotik rumah yang panas ke udara luar yang dingin
Pemberian probiotik perinatal akan menurunkan o Obati bila terdapat infeksi
resiko DA pada anak di usia 2 tahun pertama.
Laporan beberapa penelitian, menyatakan bahwa VII. PROGNOSIS
lactobacillus tidak hanya menurunkan resiko juga Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial.
menurunkan keparahan DA Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik, adalah :
- DA yang luas pada anak.
VI. PENCEGAHAN - Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale.
o Probiotik - Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.
Probiotik adalah mikroorganisme , yang memberikan - Awitan (onset) DA pada usia muda.
efek menguntungkan berupa anti alergenik pada epitel - Anak tunggal.
saluran cerna bayi, dengan meningkatkan respon imun - Kadar IgE serum sangat tinggi.
Th1 terhadap alergen - Diperkirakan 30 – 35% penderita DA infantil akan berkembang
o Proteksi sawar kulit menjadi asma bronkial atau hay fever.
Penambahan moisturizer pada terapi dengana hati
inflamasi akan meningkatkan hasil serta menurunkan VIII. DAFTAR PUSTAKA
kebutuhan akan steroid topikal. Penelitian terbaru, 1. Leung DMY, Eichenfield LF, Boguniewick M. Atopic
penambahan moisturizer atau lipid stratum korneum pada dermatitis.Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr
emolien dan emolien dominan ceramid dapat AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in
meningkatkan fungsi sawar kulit general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw
o Modulasi sistem umun Hill;2012.165-82.
Paparan bahan iritan, toksin mikroba, alergen yang masuk 2. Bieber T, Bussmann C. Atopic dermatitis . Dalam: Bolognia,

54
JL, Jorizzo J L, Schaferr Julie V, editor. Dermatology.Edisi ke- 1. Dermatitis numularis (berupa plak numular dengan erosi,
3. New York: Elsevier; 2012. 203-19. ekskoriasi, eksudasi, transudasi);
3. Prakoeswa CR. Does hygiene hypothesis support the 2. Dermatitis numularis dengan infeksi sekunder (berupa plak
immunopathogenesis of atopic dermatitis?. Dalam: Pendidikan numular, skuama, likenifikasi, xerosis konik);
kedokteran berkelanjutan “New perspective of dermatitis”, 3. Dermatitis numularis yang meluas (generalisata)
Surabaya;2008:47-55.
4. Murphy Kenneth P. Allergy and allergic disease. Dalam: III. KRITERIA DIAGNOSTIK
Janeway CA Jr,travers P, walport M, editors. Janeway’s A. ANAMNESIS
Immunobiology. Edisi ke-8. New York:Garland Science, 2012. 1. Gatal, terutama malam hari, berulang
571-606. 2. Anamnesis atopik lebih sering mengenai wanita muda
5. Bieber T. Mechanism of Disease : Atopic Dermatitis. N Eng J dengan lokasi DN di dorsum manus dan ekstremitas
Med.2008;358(14):1483-94. inferior pada laki-laki
B. KLINIS
1. Lesi berupa plak ukuran numular
DERMATITIS NUMULARIS 2. Lokasi tersering bagian ekstremitas sisi ekstensor
Nanda Earlia 3. Ada 3 pola : (1) DN pada tangan dan lengan ; (2) DN
pada tungkai dan badan; (3) DN kering
4. Lesi akut : lesi berwarna merah gelap, bentuk polimorf.
I. DEFINISI Kulit sekitarnya normal tapi kadang-kadang kering.
Dermatitis numularis (DN) adalah dermatitis yang Penyembuhan ditengah, dapat membentuk konfigurasi
penyebabnya tidak diketahui, dengan efloresensi berupa papul dan anular
vesikel, dengan dasar eritematosa, berbentuk mata uang (coin), 5. Lesi kronis : kering, berskuama, dan likenifikasi
berbatas tegas, umumnya mengenai tungkai bawah. Jumlah lesi
dapat satu atau lebih. Biasanya mudah pecah sehingga basah C. DIAGNOSIS BANDING
(oozing), bisa disertai krusta dan skuama. Puncak awitan usia 55-  Sangat mirip :
65 tahun dan 15-25 tahun. Sinonim : nummular eczema, discoid 1. Dermatitis kontak alergika
eczema, microbial eczema 2. Dermatitis stasis
3. Dermatitis atopik
II. ETIOPATOGENESIS 4. Tinea korporis
Penyebab tidak diketahui dengan pasti, beberapa faktor yang  Dipertimbangkan :
berpengaruh, antara lain 1. Impetigo
Infeksi, dermatitis kontak, trauma fisik, atau kimiawi. 2. Psoriasis tipe plak
Klasifikasi penyakit : 3. Mycosis fungoides

55
4. Paget’s disease

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG VI. DAFTAR PUSTAKA


1. Patch test : untuk kasus rekalsitran kronis 1. Burgin S. Numular dermatitis, lichen simplex chronicus, and
2. IgE serum normal prurigo nodularis. Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest
3. Histo PA : gambaran dermatitis berbeda sesuai BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks
stadium (akut, subakut, dan kronis) dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York:
McGraw Hill;2012. 182-4.
IV. KOMPLIKASI 2. Reider N, Fritsch PO. Other eczematous eruption. Dalam:
Infeksi sekunder Bolognia, JL, Jorizzo J L, Schaferr Julie V, editors.
Dermatology. Edisi ke-3. New York: Mosby;2012. 219-58.
V. PENATALAKSANAAN 3. James WD, Berger TG, Elston DM. Atopic dermatitis,
Prinsip : mengurangi pruritus, menekan inflamasi, dan infeksi eczema, and noninfectious immunodeficiency disorders.
NON MEDIKA MENTOSA Dalam: Andrews Diseases Of The Skin Clinical
1. Cegah garukan dan menjaga hidrasi kulit agar tidak kering Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; 2011.62-87.
2. Konsultasi: bila ada stress konsul ke psikolog atau psikiater 4. Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA.
Nummular eczema. Dalam: Habif P Thomas, Campbell J L,
MEDIKA MENTOSA Dinulos JGH, Zug KA, editors. Skin disease : diagnosis &
TOPIKAL : treatment. Edisi ke-3.Edinburg: Elsevier; 2011. 56-57.
1. Kortikosteroid potensi sedang sampai kuat bergantung
stadium penyakit
2. Calcineurin inhibitor : tacrolimus, pimecrolimus
3. Preparat Tar DERMATITIS POPOK (Napkin Eczema)
4. Emolien: untuk xerosis Nanda Earlia
5. Akut dan eksudatif: kompres larutan NaCl 0,9%
6. Infeksi sekunder oleh bakteri: antibiotik
I. DEFINISI
SISTEMIK : Dermatitis popok (DP) adalah dermatitis di daerah
 Antihistamin (bila pruritus hebat) genitokrural sesuai dengan tempat kontak popok (bagian yang
 Kortikosteroid jangka pendek: untuk kasus berat dan luas cembung). Umumnya pada bayi atau orang dewasa yang menderita
 Antibiotik yang sesuai bila ada infeksi sekunder sakit dan menggunakan popok. Sinonim : napkin dermatitis, diaper
dermatitis.
Bila penyakit luas: fototerapi broad/narrowband UVB

56
II. ETIOPATOGENESIS 1. Dermatitis popok iritan: makula eritematosa, batas
 Bahan iritan primer : terlalu lama menggunakan popok, agak tegas (bentuk mengikuti bentuk popok yang kontak
sehingga kulit terlalu lama kontak dengan urin atau feses. dengan kulit); disertai papul, vesikel, erosi, dan
Amonia sebagai hasil pemecahan urea dari urin oleh ekskoriasi; lokasi lesi pada area diaper (permukaan
Bacillus ammoniagenes merupakan faktor utama yang cembung/convex). Bila berat dapat menjadi
penyebab DP. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa infiltrat dan ulkus.
peran dari pH (alkaline) dari urin dan fecal bacteria. Enzim 2. Dermatatis popok kandida: plak eritematosa (merah
yang dihasilkan oleh fecal bacteria (pancreatic protease cerah), lebih eksudatif, disertai maserasi, kadang disertai
dan lipase) bersifat iritan. Urea yang dihasilkan dari fecal papula, pustula dan ditemukan lesi satelit; lokasi lesi di
bacteria dapat menaikkan pH urin. Hal ini menjawab lipatan.
pertanyaan mengapa dermatitis popok lebih sering terjadi
pada bayi yang mendapat susu sapi dibandingkan ASI?; C. DIAGNOSIS BANDING
disebabkan oleh susu formula(susu sapi) yang merupakan 1. Psoriasis inversa
kolonisasi dari sejumlah besar bakteri penghasil ureases 2. Kandidiasis intertriginosa
 Penggunaan diaper yang lama, dan keadaan lembab, dapat 3. Dermatitis seboroik
menyebabkan rusaknya lapisan barier kulit 4. Akrodermatitis enteropatika
 pH alkaline dapat memfasilitasi terjadinya infeksi Candida 5. Langerhans Cells Histiocytosis
albicans
 Gesekan antara kulit dengan bahan diaper merupakan D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
faktor fisik yang menyebabkan iritasi lebih parah. Tidak ada pemeriksaan khusus. Bila diduga terinfeksi
 Bahan kimiawi pada diaper dan/atau preparat topikal dan jamur kandida: pemeriksaan KOH/Gram dari kerokan kulit.
tissue basah bayi dapat mencetuskan dermatitis kontak
IV. KOMPLIKASI
III. KRITERIA DIAGNOSIS - Punched out ulcer atau erosi dengan tepi yang meninggi
A. ANAMNESA (Jacquet erosive diaper dermatitis)
o Riwayat perjalanan penyakit: kontak lama dengan - Papulae pseudoverrucous dan nodulae
popok basah (urin/feses) akibat pemakaian popok yang - Plaqueviolaceous dan nodul (Granuloma gluteale
tidak benar infantum)
o Tempat predileksi genitokrural sesuai dengan tempat
kontak popok atau di lipatan V. PENATALAKSANAAN
Prinsip :
B. KLINIS A : Air atau udara (popok dibuka saat tidur)
Bentuk-bentuk klinis DP : B : Barier ointment ( pasta zinc oxyde, dan petrolatum)

57
C : Cleansing dan anti kandida (air biasa, minyak mineral)
D : Diapers (ganti sesering mungkin) VII. DAFTAR PUSTAKA
E : Edukasi orangtua dan pengasuh 1. Chang MW. Neonatal, pediatric, and adolescent
dermatology. Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA,
NON MEDIKA MENTOSA Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks
Edukasi : dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York:
- Edukasi cara menghindari penyebab dan menjaga higyene McGraw Hill;2012.1197-99.
- Cara menggunakan popok dan mengganti secepatnya bila 2. Reider N, Fritsch PO. Cohen DE, Sauza AD. Others
basah (popok konvensional) exzematous eruption. In: Bolognia, JL, Jorizzo J L,
- Dianjurkan pakai popok sekali pakai jenis highly absorbent Schaferr Julie V, editors. Dermatology. Edisi ke-3. New
York: Mosby; 2012. 219-58
MEDIKA MENTOSA : menekan inflamasi dan mengatasi 3. James WD, Berger TG, Elston DM. Atopic dermatitis,
infeksi kandida eczema, and noninfectious immunodeficiency disorders.
1. Topikal: Dalam: Andrews Diseases Of The Skin Clinical
 Inflamasi ringan : cream atau ointment yang bersifat Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; 2011.62-87
protektif (zinc oxyde, petrolatum, mineral oi, lanolin, 4. Weston WL, Morelli JG. Diaper dermatitis. Dalam:
vitamin A&D ointment. Weston WL, Morelli JG, editors. Pediatric dermatology.
 Inflamasi berat : steroid topikal lemah (hidrokortison China: Elsevier; 2013. 81
1% atau 2,5% ointment)
 Infeksi bakteri : antibiotik (mupirocinecream)
 Bila terinfeksi kandida: antifungal (nistatin,
clotrimazole cream). LIKEN SIMPLEK KRONIK
 Tidak dianjurkan menggunakan antikandida yang Fitria
dikombinasikan dengan steroid untuk mengurangi
resiko atropi kulit karena steroid dan supresi
hypotalamic-pituitary axis, karena digunakan pada area I. DEFINISI
lipatan Liken simplek kronik (LSK) adalah peradangan kulit kronis
2. Sistemik: Pada kasus yang berat , bila ada infeksi bakteri dengan rasa sangat gatal ditandai dengan kulit menebal dan garis
kulit terlihat lebih jelas dengan bentuk sirkumkripta. Biasa dijumpai
VI. PROGNOSIS pada usia diatas 30-50 tahun dan sering pada wanita.
Swasirna (self limited) dalam 3 hari
II. ETIOPATOGENESIS

58
Likenifikasi terjadi akibat garukan dan gosokan yang berulang papila dermis tampak penebalan kolagen dan terdapat infiltrasi
karena adanya pruritus. Pruritus yang terjadi dapat ditimbulkan oleh limfohistiosit dan eosinofil disekitar pembuluh darah
pelepasan mediator atau aktivitas enzim proteolitik akibat penyakit superfisial.
kulit lain seperti dermatitis atopik maupun penyakit sistemik.
Beberapa laporan juga menghubungkan dengan stress emosional
dan riwayat atopik. Faktor lingkungan, seperti panas, keringat dan PENATALAKSANAAN
iritasi dapat juga menginduksi munculnya gatal. Pengobatan yang diberikan adalah simtomatik seperti:
1. Antipruritus mentol 0,25-0,5% atau bedak salisil 1-2%.
III. KRITERIA DIAGNOSIS 2. Steroid topikal potensi kuat, jika perlu oklusif
A. KLINIS 3. Emolien jika kulit kering
Penderita mengeluh gatal sekali sampai dapat 4. Injeksi steroid intralesi (triamsinolon asetonid)
mengganggu tidur dan biasanya gatal muncul saat tidak 5. Takrolimus topikal (steroid–sparing agent)
beraktivitas.Lesi biasanya tunggal namun dapat juga lebih 6. Antihistamin sedatif (hidroksizin, klorpeniramin) atau
dengan daerah predileksi pada tengkuk, leher bagian lateral, antidepresan trisiklik (doxepin) malam hari, SSRIs
lengan dan tungkai bawah bagian ekstensor, pergelangan (selective serotonin reuptake inhibitors) pagi hari atau
kaki, paha medial, dan genital (vulva, skrotum). Lesi awal pasien OCD (obsessive-compulsive disorder)
berupa papul-papul eritem konfluen yang selanjutnya karena - Edukasi pasien agar tidak terus menggaruk, kuku harus
garukan berulang membentuk plak hiperpigmentasi disertai pendek.
likenifikasidan sering terdapat ekskoriasi dengan skuama - Konsultasi psikiater bila diperlukan.
yang minimal. Bentuk lesi biasanya bulat, lonjong atau linear
sesuai pola garukan. V. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS
- Gangguan siklus tidur
B. DIAGNOSIS BANDING
1. Psoriasis vulgaris tipe plak VI. DAFTAR PUSTAKA
2. Dermatitis numularis 1. Burgin Susan. Lichen simplex. Dalam: Wolff K, Goldsmith
3. Dermatitis kontak alergika LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in General
4. Liken planus Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill, 2012: 4:
5. Mikosis fungoides stadium awal 184-1877.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG 2. James WD, Berger TG, dan Elston DM. Pruritus and
Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan, diagnosis dapat Neurocutaneous Dermatoses. Dalam: Andrews’ Diseases of
ditegakkan berdasarkan gejala klinis, jika dilakukan The Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunders
pemeriksaan histopatologi dijumpai hiperkeratosis, Elsevier, 2011: 4: 45-61.
hipergranulosis dan hiperplasiaepidermis psoriasiformis. Pada

59
3. Jones JB dan Holden CA. Eczema, Lichenification, Prurigo dengan krusta tebal pecah-pecah dan berminyak serta relatif
and Erythroderma. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N tidak/kurang gatal. Pada lokasi badan (daerah lipatan dan
dan Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke- popok) lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang
8. Blackwell publishing, 2010: 17: 41-43. tertutup dengan skuama berminyak. Lesi yang meluas menjadi
eritroderma dapat merupakan bagian dari sindroma Leiner bila
disertai demam, anemia, diare dan penurunan berat badan.
Pada dewasa (pubertas, usia 40 tahun) biasanya gatal pada
DERMATITIS SEBOROIK area seboroik terdapat makula atau plak eritem disertai skuama
Fitria tipis sampai tebal yang kering atau berminyak dan biasanya
bersifat kronik residif.

I. DEFINISI B. DIAGNOSIS BANDING


Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit kronis dengan 1. Psoriasis vulgaris
predileksi di area kelenjar seboroik yang aktif (wajah terutama di 2. Kepala: Pityriasis sika (ketombe)
alis, nasolabial, kepala, retroaurikular, presternal, dan lipatan kulit). 3. Daerah fleksural: kandidiasis intertrigo
Dandruff/pityriasis sika adalah deskuamasi pada kulit kepala yang 4. Pada bayi: dermatitis atopik
merupakan awal dermatitis seboroik. 5. Erupsi obat: metil dopa, chlorpromazin, simetidin
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
II. ETIOPATOGENESIS Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus, diagnosis
Penyebab pasti belum diketahui, dihubungkan dengan ditegakkan berdasarkan gejala klinis, bila diperlukan dapat
Malessezia furfur/Pityrosporum ovale, gangguan imunologi, dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis banding.
aktivitas kelenjar sebasea (sekresi dan komposisinya), genetik, Pemeriksaan KOH dapat dilakukan untuk menegakkan
faktor fisik (suhu dan kelembaban rendah, fototerapi, pityrosporum folliculitis. Gambaran histopatologi dijumpai
trauma/garukan), obat (seperti: griseofulvin, simetidin, metildopa, parakeratosis fokal dengan beberapa netrofil,dan terdapat
psoralen, chlorpromazin, haloperidol), gangguan akantosis, spongiosis (udem interseluler).
neurotransmiter(epilepsi, obat neuroleptik penyebab Parkinson,
depresi dan stres emosional), gangguan nutrisi (defisiensi zinc, IV. PENATALAKSANAAN
biotin dan asam lemak bebas). Non medikamentosa:
Hindari faktor pencetus dan faktor yang memperberat penyakit
III. KRITERIA DIAGNOSIS serta perbaiki pola hidup.
A. KLINIS Medikamentosa:
Pada bayi (usia 2 minggu-12 minggu) sering muncul lesi Bayi:
di daerah kepala (frontal dan parietal) disebut cradle cap

60
- Skuama melekat dan tebal: asam salisilat 3% dalam minyak 3. Jones JB dan Holden CA. Seborrheic Dermatitis. Dalam:
kelapa/zaitun atau vehikulum yang larut dalam air, kompres Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rook’s
minyak hangat 1x/hari selama beberapa hari Textbook of Dermatology. Edisi ke-8. Blackwell publishing,
- Losio atau krim kortikosteroid potensi lemah (hidrokortison 2010: 17: 10-15.
1%)
- Shampo/losio/krim ketoconazole 1%
Dewasa:
1. Kulit kepala: shampo selenium sulfida1-2,5%, ketokonazol PITYRIASIS ROSEA
2%, zinc pyrithione, benzoil peroksida, asam salisilat, tar. Fitria
2. Wajah dan badan: hidrokortison 1%, desonide 0,05%,
fluosinolon asetonid krim 0,05%, tacrolimus, mikonazol. I. DEFINISI
Pityriasis rosea adalah penyakit erupsi kulit papuloskuamosa
Sistemik: akut yang belum diketahui penyebabnya, dengan lesi yang khas dan
1. Atihistamin dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 4-10 minggu.
2. Kortikosteroid sistemik hanya pada kasus yang berat atau
eritroderma 0,5mg/kgbb/hari II. ETIOPATOGENESIS
Pityriasis rosea biasanya mengenai umur 10-35 tahun, jarang
Konsultasi: pada bayi ataupun orang tua. Penyebabnya dicurigai Human herpes
1. Bila ada stres ke ahli psikologi/psikiater. virus (HHV 7) dan HHV 6.
2. Bila ada kelainan sistemik ke dokter spesialis Anak atau
penyakit dalam. III. KRITERIA DIAGNOSIS
A. KLINIS
Gejala konstitusi (malaise dan demam) jarang ditemukan,
umumnya disertai gatal ringan. Lesi pertama (herald patch)
V. DAFTAR PUSTAKA biasanya terdapat dibadan, soliter, bentuk oval dan anular
1. Collins CD dan Hivnor Chad. Seborrheic Dermatitis. Dalam: dengan sumbu terpanjang searah pelipatan kulit, diameter
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology sekitar 2-4 cm, tepi meninggi dengan skuama halus melekat
in General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill, pada tepinya/collarette. Lesi-lesi lebih kecil menyusul 4-10 hari
2012:22: 259-266. kemudian pada badan, paha atas dan lengan atas bagian
2. James WD, Berger TG, dan Elston DM.Seborrheic proksimal.Pada punggung lesi tersusun menyerupai pohon
Dermatitis. Dalam: Andrews’ Diseases of The Skin: Clinical cemara.
Dermatology. Edisi ke-11. Saunders Elsevier, 2011: 10: 188-
189. B. DIAGNOSIS BANDING

61
a. Psoriasis gutata Dermatology. Edisi ke-11. Saunders Elsevier, 2011: 11: 204-
b. Sifilis sekunder 205.
c. Tinea korporis 3. Jones JB dan Holden CA. Pityriasis Rosea. Dalam: Burns T,
d. Dermatitis numularis Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rook’s Textbook of
e. Morbus Hansen Dermatology. Edisi ke-7. Blackwell publishing, 2004: 17:
10-15.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan, diagnosis PSORIASIS VULGARIS
ditegakkan berdasarkan gejala klinis serta lokasi yang Fitria
khas.Gambaran histopatologi dijumpai parakeratosis setempat
atau difus, tidak terdapat stratum granulosum, akantosis dan
spongiosis ringan.Pada papila dermis terlihat udem dan terdapat I. DEFINISI
infiltrasi limfositdan histiosit disekitar pembuluh darah. Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit yang kronik residif,
ditaandai dengan adanya plak eritematosa, diatasnya terdapat
IV. PENATALAKSANAAN skuama kasar, transparan, berlapis-lapis, dan bewarna putih
a. Edukasi bahwa tentang penyakit dan kesembuhannya keperakan.
b. Terapi hanya bersifat simtomatik yaitu antipruritus topikal
seperti bedak salisil 1-2% atau mentol 0,25-0,5% dan II. ETIOPATOGENESIS
kortikosteroid potensi sedang. Penyebabnya masih belum diketahui namun ada 3 faktor yang
c. Asiklovir 5x800mg selama 1 minggu jika disertai gejala flu berperan, yaitu:
dan/atau lesi kulit yang banyak. 1. Predisposisi genetik
d. Fototerapi UVB efektif tetapi dapat terjadi hiperpigmentasi Psoriasis dipengaruhi oleh faktor genetik yang diturunkan
paska inflamasi. secara autosomal dominan dengan incomplete penetrance dan
berhubungan dengan Human Leucocyte Antigen (HLA)-B13,
V. DAFTAR PUSTAKA B17, Bw57, Cw6, B27 dan Cw2.
1. Blauvelt Andrew. Pityriasis Rosea. Dalam: Wolff K, 2. Faktor imunologik
Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in Defek genetik diekspresikan pada sel limfosit T, sel
General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill, langherhans dan keratinosit.Pembentukan epidermis (turn over
2012: 42: 458-463. time) lebih cepat pada psoriasis yaitu 3-4 hari sedangkan pada
2. James WD, Berger TG, danElston DM. Pityriasis Rosea. kulit normal 27 hari.
Dalam: Andrews’ Diseases of The Skin: Clinical 3. Faktor pencetus

62
Stres emosional, trauma, infeksi (terutama Streptococcus beta d. Psoriasis arthropatika, lesi psoriasis disertai arthritis kronik
haemolyticus), endokrin, metabolik (hipokalsemia dan dialisis), pada sendi-sendi kecil dari tangan dan kaki.
obat (antimalaria, litium, kortikosteroid, agen beta-adrenergic e. Psoriasis pustulosa, terdapat 2 bentuk yaitu lokalisata
blocking), alkohol dan rokok. (palmoplantar/Barber) dan generalisata akut (von
Zumbusch). Tipe Barber bersifat kronik residif, mengenai
III. KRITERIA DIAGNOSIS telapak tangan dan/atau kaki dengan lesi berupa pustul-
A. KLINIS pustul kecil steril diatas patch eritematosa dan disertai rasa
Keluhan dirasakan sedikit gatal dan panas selain keluhan gatal. Pada von Zumbusch, gejala awal kulit terasa nyeri
kosmetik.Tempat predileksi adalah daerah yang mudah terkena disertai demam, malaise, nausea dan anoreksia. Plak
trauma seperti siku, lutut, sakrum, kepala dan genetalia. Lesi psoriasis yang telah ada semakin merah dan udem, kulit
biasanya berupa plak eritematosa dengan ukuran bervariasi dari normal juga menjadi eritematosa kemudian timbul banyak
gutata, nummular sampai plakat yang tertutup skuama tebal, pustul miliar pada plak tersebut. Pustul-pustul
kasar, kering, transparan dan berlapis yang bewarna putih berkonfluensi membentuk “lake of pus”.Pemeriksaan
keperakan. Psoriasis dapat juga menyerang kuku sehingga laboratorium terdapat leukositosis, kultur pus dari pustul
terjadi onikolisis dan onikodistrofi, perubahan warna kuku steril. Kelainan ini dapat menjadi eritroderma.
menjadi keruh, kekuningan dan terdapat cekungan/pitting atau f. Eritroderma psoriatika, dapat disebabkan oleh pengobatan
titik-titik punctuate, menebal dan terdapat subungual topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang
hiperkeratosis sehingga kuku terangkat dari dasarnya. Kuku meluas. Lesi khas biasanya tidak terlihat lagi karena
tangan lebih sering terkena daripada kuku kaki. Mukosa dan terdapat eritem dan skuama tebal menyeluruh.
sendi-sendi kecil juga dapat terkena.
B.DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis seboroik
Berdasarkan bentuk lesinya, psoriasis dapat dibagi menjadi: 2. Tinea korporis
a. Psoriasis vulgaris, bentuk tersering dijumpai dan sering 3. Pytiriasis rosea
disebut tipe plakat. 4. Sifilis stadium II
b. Psoriasis gutata, ukuran lesi kurang dari 1 cm, timbul 5. Morbus Hansen
mendadak dan diseminata, biasanya muncul setelah
terinfeksi terutama oleh Streptococcus pada saluran nafas C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
atas atau morbili. Diagnosis ditegakkan secara klinis dan histopatologi. Ada
c. Psoriasis inversa (fleksural), predileksi didaerah fleksor 3 tanda klinis yang dapat dijumpai yaitu Karsvlek
seperti lipat siku, lipat lutut, infra mammae dan phenomena/fenomena bercak lilin (bila skuama dikerok akan
selangkangan. terlihat warna keruh seperti kerokan lilin), Auspitz sign (jika
kerokan diteruskan akan terlihat titik perdarahan), Koebner

63
phenomena (pada kulit sehat yang terkena trauma /goresan akan Psoriasis ringan sangat responsif terhadap kortikosteroid
muncul lesi baru). Gambaran histopatologi dijumpai topikal.
parakeratosis, penipisan/hilangnya stratum granulosum, 2. Fototerapi/fotokemoterapi: pada pasien yang resisten
akantosis dan pemanjangan rete ridges dengan bentuk terhadap terapi topikal atau psoriasis derajat sedang/berat.
psoriasiformis.Pada stratum korneum dapat dijumpai kumpulan Fototerapi dapat menggunakan Narrow Band UVB atau
kecil dari sel-sel netrofil yang disebut mikro abses Munro.Pada Broad Band UVB. Fotokemoterapi memakai psoralen oral
dermis tampak papila dermis memanjang dan melebar, atau topikal dengan UVA (PUVA).
vasodilatasi di subepidermis, dermis udem disertai infiltrasi sel 3. Sistemik: diberikan pada psoriasis yang berat seperti
limfosit dan monosit.Dapat juga dilakukan pemeriksaan ASTO, psoriasis pustulosa generalisata dengan obat pilihan berupa
asam urat, faktor rheumatoid, kultur dari usapan tenggorokan retinoid (tigason/neotigason), metotreksat, siklosporin;
untuk infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A dan rontgen psoriasis yang tidak responsif dengan
tulang sendi. fototerapi/fotokemoterapi; dan bila ASTO (+) diberi
penisilin V oral 4x250mg/hari selama 1 bulan.
IV. PENATALAKSANAAN 4. Terapi rotasi: untuk menghindari efek samping
Non medikamentosa: obat/tindakan dan untuk mengontrol penyakit tersebut.
1. Penjelasan penyakit dan perjalanan penyakit yang kronik 5. Psikoterapi: konsultasi dengan psikolog atau psikiater pada
residif, serta kemungkinan kuku dan sendi dapat terkena. pasien dengan stres psikis.
2. Jangan menggaruk/trauma untuk mencegah fenomena 6. Konsultasi ke bagian Rheumatologi untuk psoriasis
Koebner. arthropati.
3. Hindari faktor pencetus seperti stres, rokok, alkohol,
infeksi, dan obat tertentu.
4. Pengobatan ditujukan untuk mencegah keparahan dan V. DAFTAR PUSTAKA
meningkatkan kualitas hidup. 1. James WD, Berger TG, Elston DM. Psoriasis. Dalam:
5. Anjuran berobat teratur dan diperhatikan komplikasi dan Andrews’ Diseases of The Skin: Clinical Dermatology.
perjalanan penyakitnya yang berat Edisi ke-11. Saunders Elsevier, 2011: 10: 190-198.
2. Elder JT dan Gudjonsson JE.Psoriasis. Dalam: Wolff K,
Medikamentosa: Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in
1. Topikal: psoriasis ringan dapat diberikan emolien, salep General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill,
campuran asidum salisikum dan tar (LCD 5%), krim/salap 2012: 18:197-231..
antralin 0,2-0,8%, kortikosteroid poten/super poten atau 3. Griffiths CEM, Camp RDR dan Barker JNWN. Psoriasis.
salep kalsipotriol. Pada psoriasis pustulosa lokalisata Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C.
terkadang dapat diatasi dengan kortikosteroid poten. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-8. Blackwell
publishing, 2010: 35: 1-47.

64
gambaran histopatologik gelembung terjadi pada stratum
spinosum sehingga menyebabkan peradangan pada kulit
dan perifer kulit di epidermis.
MILIARIA 3. Miliaria pustulosa
Fitria Berasal dari miliaria rubra dimana vesikelnya berubah
menjadi pustule.
I. DEFINISI 4. Miliaria profunda
Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi kelenjar keringat Bentuk ini jarang kecuali didaerah tropis, merupakan
yang ditandai adanya vesikel milierdengan predileksi pada dahi, kelanjutan dari miliaria rubra, ditandai dengan papul
leher, badan, tempat tekanan/gesekan pakaian maupun ekstremitas. putih, keras, berukuran 1-3 mm, dapat disertai pustul.
Letak retensi keringat lebih dalam sehingga lebih banyak
II. ETIOPATOGENESIS papul daripada vesikel, tidak gatal dan tidak ada eritem.
Biasa terjadi pada penderita dengan riwayat hiperphidrosis, Gambaran histopatologik tampak kelenjar ekrin yang
berada pada lingkungan yang panas dan lembab serta pada bayi yang pecah pada dermis bagian atas dengan atau tanpa infiltrasi
dirawat dalam inkubator. Penyebabnya ada sumbatan keratin pada sel radang.
muara kelenjar keringat dan perforasi sekunder pada bendungan
keringat di epidermis.Kadar garam yang tinggi juga menyebabkan B. DIAGNOSIS BANDING
penimbunan cairan diantara sel-sel epidermis sehingga celah sel 1. Morbili
melebar (spongiosis). 2. Erupsi obat tipe morbiliformis
3. Folikulitis
III. KRITERIA DIAGNOSIS 4. Kandidiasis kutis
A. KLINIS 5. Varisela
Terdapat 3 bentuk miliaria sehingga diklasifikasikan
menjadi: C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Miliaria kristalina Diagnosis ditegakkan secara klinis, tidak ada
Secara klinis terlihat vesikel 1-2 mm tanpa tanda pemeriksaan penunjang khusus kecuali untuk
inflamasi, superfisial dan sembuh dalam beberapa hari menyingkirkan diagnosis banding. Histopatologi
dengan deskuamasi halus.Gambaran histopatologik menunjukkan obstruksi kelenjar keringat parakeratotik
terlihat gelembung intra/subkorneal. sesuai dengan masing-masing tipe miliaria.
2. Miliaria rubra
Gejala klinis lebih berat dari miliaria kristalina dan lebih IV. PENATALAKSANAAN
sering dijumpai.Tampak papul eritem atau papulovesikel 1. Menghindari banyak keringat, panas dan kelembaban
ekstrafolikular yang sangat gatal dan pedih. Pada berlebihan.

65
2. Usahakan regulasi suhu yang baik, pilih lingkungan yang
sejuk dan sirkulasi udara (ventilasi) cukup.
3. Mandi dengan air dingin dan pakai sabun serta gunakan
pakaian yang tipis dan menyerap keringat, juga menjaga
kebersihan kulit.
4. Terapi topikal atau sistemik untuk mengurangi pruritus,
menekan inflamasi serta membuka retensi keringat
5. Topikal: liquor faberi, bedak kocok mengandung kalamin
dapat ditambahkan antipruritus (mentol 0,25% atau kamfer),
lanolin menghilangkan dan mencegah timbulnya miliaria
profunda, serta resorsin 3% dalam alkohol.
6. Sistemik: antihistamin sedatif (hidroksizin 2x25 mg) atau HIDRADENITIS SUPPURATIVA
nonsedatif (loratadin 1x10 mg) selama 7 hari. Fitria

I. DEFINISI
Hidradenitis suppurativa (HS) adalah penyakit kulit kronik dan
V. DAFTAR PUSTAKA rekuren akibat infeksi kelenjar apokrin yang biasanya mengenai usia
1. James WD, Berger TG, dan Elston DM. Miliaria. Dalam: pubertas dan lebih sering pada wanita (2-5:1).
Andrews’ Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. Edisi
ke-11. Saunders Elsevier, 2011: 3: 19-20. II. ETIOPATOGENESIS
2. Jones JB dan Holden CA. Miliaria. Dalam: Burns T, Infeksi HS disebabkan oleh Staphylococcus aureus, biasanya
Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rook’s Textbook of diawali dengan adanya trauma.Selain itu faktor predisposisi HS
Dermatology. Edisi ke-8. Blackwell publishing, 2004: 45: 15- adalah faktor genetik, penyakit Crohn perianal, pioderma
18. gangrenosum, sindrom nefrotik, amiloidosis dan arthropati.
3. Fealey RD dan Hebert AA.Disorders of the Eccrine Sweat Pengaruh hormon androgen, merokok dan obesitas diyakini dapat
Glands and Sweating. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz memicu terjadinya HS. Mekanisme terjadinya lesi diawali dengan
SI. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke- tertutupnya saluran kelenjar apokrin dan folikel rambut oleh keratin
8. New York: Mc Graw-Hill, 2012: 84: 946-94. sehingga menyebabkan dilatasi di daerah tersebut dan bakteri dapat
berkembang. Ruptur pada saluran/kelenjar apokrin menyebabkan
inflamasi/infeksi berlangsung lebih lama sehingga terjadi
suppurasi/kerusakan jaringan, ulserasi, fibrosis dan pembentukan
sinus.

66
III. KRITERIA DIAGNOSIS melunak dapat diberikan kompres terbuka. Pada kasus kronik dan
A. KLINIS residif biasanya dilakukan eksisi kelenjar apokrin.
Penyakit ini dapat disertai gejala konstitusi seperti demam,
malese dan nyeri intermiten. Lesi kulit dapat berupa nodul V. DAFTAR PUSTAKA
dengan kelima tanda radang, biasanya terdapat pada aksila, 1. James WD, Berger TG, Elston DM. Hidradenitis
perineum, inguinal, inframamma, bokong, daerah pubis, dada, Suppurativa. Dalam: Andrews’ Diseases of The Skin:
kulit kepala dan retroaurikular.Nodul yang ada dapat melunak Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunders Elsevier, 2011:
menjadi abses dan memecah membentuk fistel.Pada infeksi 13: 239-240.
yang kronis, abses, fistel dan sinus dapat terjadi secara multipel. 2.. Zouboulis CC dan Tsatsou F. Hidradenitis Suppurativa.
Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York:
B. DIAGNOSIS BANDING Mc Graw-Hill, 2012: 85: 947-959.
1. Furunkel 3. Hay RJ dan Adriaans BM. Bacterial Infections. Dalam:
2. Karbunkel Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rook’s
3. Limfadenitis Textbook of Dermatology. Edisi ke-8. Blackwell publishing,
4. Skrofuloderma 2010: 27: 825-85.
5. Aktinomikosis

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis HS ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan AKNE VULGARIS
pemeriksaan penunjang seperti pewarnaan gram dan Fitria
histopatologi dengan gambaran awal terdapat oklusi saluran
apokrin dan folikel rambut dan dilatasi duktus. Pada stadium I. DEFINISI
lanjut terdapat destruksi kelenjar apokrin/ekrin/pilosebasea, Akne vulgaris adalah suatu peradangan kronis pada folikel
fibrosis dan hiperplasia pseudoepiteliomatosa pada sinus. pilosebasea yang biasanya terjadi pada usia remaja (pubertas). Akne
ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, kista pada daerah
IV. PENATALAKSANAAN predileksi seperti wajah, dada, lengan atas, dan punggung atas.
Terapi HS adalah pemakaian antibiotik sistemik seperti Terkadang akne dapat sembuh dengan meninggalkan skar.
klindamisin 2-3x300mg, minosiklin 100mg/hari, dan rifampisin
600mg/hari. Pada wanita dapat diberikan preparat hormonal anti II. ETIOPATOGENESIS
androgen (siproteron asetat 100mg/hari). Injeksi glukokortikoid Patogenesis akne dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
intralesi, pembedahan, dan isotretinoin oral juga dapat diberikan. 1. Hiperproliferasi epidermal folikuler, yang menyebabkan
Jika telah terbentuk abses maka harus diinsisi dan bila belum terbentuknya mikrokomedo

67
2. Hiperplasia kelenjar sebasea, yang mengakibatkan peningkatan 4. Milia
produksi sebum 5. Hiperplasia sebasea
3. Kolonisasi Propionibacterium acnes di folikel, yang
memproduksi lipase sehingga menghidrolisis trigliserida C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
menjadi gliserol dan asam lemak bebas yang mempunyai efek Tidak di butuhkan pemeriksaan laboratorium. Dapat
komedogenik dan proinflamasi. dilakukan ekskohleasi/ekstraksi komedo untuk membuktikan
4. Inflamasi, P. acne juga menghasilkan faktor kemotaktik yang adanya sebum.
menarik netrofil yang akan mengeluarkan enzim lisosom
sehingga mengakibatkan munculnya mediator inflamasi, IV. PENATALAKSANAAN
keratin maupun lipid ke dalam dermis. 1. Umum
Faktor-faktor lain yang ikut berperan adalah genetik, hormonal, diet, - Hindari pemencetan lesi terutama secara non higienis.
bahan kosmetik yang komedogenik dan obat-obatan seperti - Pilih kosmetik nonkomedogenik
kortikosteroid, isoniazid, dan fenitoin. - Hindari faktor pencetus dan jaga kebersihan wajah

III. KRITERIA DIAGNOSIS 2. Medikamentosa


A. KLINIS a. Derajat ringan
Lesi yang muncul umumnya tidak gatal atau sedikit gatal Topikal retinoid atau agen keratolitik, dapat juga
yang awalnya berupa komedo tertutup (white comedones) dan ditambahkan benzoil peroksida (BPO) atau antibiotic
komedo terbuka (blackhead comedones), jika terjadi topical (gel/solusio klindamisin 1,2% atau eritromisin
peradangan maka akan terdapat lesi berupa papul eritematus, 1%).
pustul bahkan nodulokistik. b. Derajat sedang
Klasifikasi akne berdasarkan Lehman, 2003: Retinoid topikal dan BPO atau antibiotik topical.
1. Akne derajat ringan: komedo < 20 atau lesi inflamasi < 15, Antibiotik oral dapat diberikan selama 6-8 minggu atau
total lesi < 30 maksimal 12-18 minggu, seperti:
2. Akne derajat sedang: komedo 20-100, pustul 15-20, kista < - Tetrasiklin 2 x 500 mg
5, total lesi 30-125 - Doksisiklin 2 x 50 -100 mg
3. Akne derajat berat: komedo > 100, atau lesi inflamasi > 50, - Minosiklin 2 x 50 -100 mg
kista > 5, total lesi > 125 - Klindamisin 2-3 x 150-300 mg
c. Derajat berat
B. DIAGNOSIS BANDING : Kombinasi retinoid, BPO dan antibiotik oral, jika tidak
1. Rosasea membaik disarankan penggunaan isotretinoin oral 0,1-
2. Dermatitis perioral 2,0 mg/kg/hari sampai dengan dosis kumulatif 120-150
3. Folikulitis mg/kgbb dan harus diawasi ketat. Pada wanita dengan

68
akne derajat sedang dan berat dan ada indikasi faktor Urtikaria merupakan reaksi vaskular dari kulit, berwarna
hormonal sebagai penyebab dapat diberikan anti merah atau keputihan yang timbul mendadak dan hilang perlahan-
androgen oral. lahan, karena pengeluaran histamin yang menimbulkan pelebaran
d. Terapi pemeliharaan pembuluh darah. Angioedema adalah urtika yang mengenai lapisan
Terapi yang dapat digunakan adalah retinoid topikal kulit yang lebih dalam daripada dermis, dapat disubmukosa atau
(tretinoin krim 0,025-0,1 %) atau keratolitik dkombinasi subkutis, juga mengenai salutan cerna dan organ kardiovaskular
dengan BPO.
e. Tindakan khusus
Ekstraksi komedo, injeksi kortikosteroid intra lesi, II. ETIOPATOGENESIS
peeling kimiawi (GA, TCA), dermabrasi, punch graft, Klasifikasi urtikaria dan Angioedema:
collagen implant dan laser. - Berdasarkan lamanya serangan dibagi atas 2 jenis :
1. Urtikaria akut (bila < dari 6 minggu)  akibat kontak
V. DAFTAR PUSTAKA (dengan tumbuhan, bulu binatang, makanan) ; akibat
I. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutaut DM. Acne vulgaris pencernaan makanan (kacang, kerang, strawberry); akibat
and acneiform eruption. Dalam: Goldsmith LA, Kats SI, pemakaian obat (aspirin, penisilin).
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolf K, editor. 2. Urtikaria kronis (bila berlangsung > 6 minggu)
Fitzpattrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-
8New York: McGraw Hill. 2012. 897-917. - Berdasarkan etiopatogenesis :
2. Layton AM. Acne vulgaris: Disorders of sebaceous glands.  Imunologik :
Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. a. Autoimmune (autoantibodi melawan FcεR1 atau IgE)
Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Blackwell b. Bergantung IgE (alergika) : misalnya karena makanan
publishing, 2010: 42: 17-27. atau obat
3. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. Dalam: Andrews’ c. Kompleks imun (vaskulitis)
Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-11. d. Bergantung pada Kinin dan complement dependent
Saunders Elsevier, 2011: 13: 228-235. inhibitor deficiency
.  Non Imunologik
- Degranulasi sel mast dicetuskan langsung (misalnya :
opiat)
URTIKARIA DAN ANGIOEDEMA - Stimuli vasoaktif (misalnya : gigitan serangga)
Nanda Earlia - Aspirin, non steroidal antiinflammatory drugs, dietary
pseudoallergen
- Angiotensin-converting enzyme inhibitor
I. DEFINISI

69
- Berdasarkan klasifikasi klinis :  Spasme usus sehingga timbul nyeri.
a. Urtikaria Fisik, terdiri dari :
 Urtikaria karena stimuli mekanis: d. Urtikaria pigmentosa penumpukan sel-selmast secara
Dermographism: timbul akibat tekanan berbentuk linear abnormalsehingga timbul makula berpigmen multipel
sesuai dengan bagian tekanan/garukan/goresan. Tes membentuk urtikaria
dermografisme positif (digaruk, digores akan keluar
urtika).
 Cepat: simpel dan simptomatik
 Lambat III. KRITERIA DIAGNOSTIK
- Urtikaria tekanan tipe lambat (delayed pressure A. ANAMNESIS
urticaria) Keluhan subjektif : gatal, rasa panas, tersengat, terbakar atau
- Angieodema karena getaran (vibratory angioedema): tertusuk
bawaan dan didapat B. KLINIS
 Urtikaria karena perubahan temperatur: 1. Pemeriksaan fisik yang teliti mengenai bentuk
- Panas (local heat urticaria): urtikaria akibat panas urtikarianya, penyakit umum/sistemik yang menyertai.
- Dingin (cold urticaria): urtikaria karena dinginprimer 2. Pada umumnya semua berbentuk urtika, yaitu edema
- Sekunder (cryoglobulin, cryofibrinogen) setempat meninggi di kulit, berwarna merah / keputihan,
 Urtikaria karena berkeringat atau stress: besarnya bervariasi (lentikulersampai plakat). Bila
 Urtikaria Kolinergik mengenai submukosa, subkutis, dan organ lainnya dapat
 Urtikaria Adrenergik bersamaan dengan angioedema
3. Angioedema (Giant Urticaria, Quinke’s edema) bila
 Urtikaria dicetuskan exercise
urtikaria besar-besar disertai edema pada palpebra,
- Anafilaksis dicetuskan exercise
genetalia, bibir.
- Anafilaksis dicetuskan makanan dan exercise
4. Urtikaria dengan/tanpa Angioedema : bila dengan
 Urtikaria solar: timbul setelah terpapar dengan sinar
angioedema dapat sulit bernafas, juga dengan/tanpa
matahari
kelainan sistemik.
 Urtikaria aquagenik 5. Pada urtikaria fisik dapat berbentuk linier
(dermographism) atau bentuk yang mengikuti bentuk
b. Urtikaria spontan (ordinary) : sindrome Muckle-Wells tekanan
c. Angioedema herediterAutosomal dominan : 6. Urtikaria akibat penyinaran: biasanya berbentuk papular
 C1 esterase inhibitor tidak ada atau tidak bekerja baik urtikaria, terjadi 18-72 jam setelah pajanan
 Secara mendadak timbul angioedema, yang dapat 7. Urtikaria kolinergik: timbul setelah berkeringat,
mengancam jiwa gatal,ukuran kecil-kecil kemudian meluas dan melebar

70
8. Dingin (cold urticaria) : timbul beberapa menit sampai 2. Lesi lebih dari 2 jam
beberapa jam setelah terpapar hawa/air dingin. Dapat 3. Delayed pressure urticaria
ringan/setempat, sampai berat (disertai hipotensi, 4. Vibratory angioedema
hilangnya kesadaran dan sesak nafas). 5. Familial cold induced syndrome
9. Gejala sistemik yang menyertai : pusing, sakit
kepala, mual dan muntah, nyeri perut, diare, sulit D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
bernafas o Mencari fokal infeksi dengan :
1. Pemeriksaan laboratorium rutin: darah, urine, feses
C. DIAGNOSIS BANDING untuk mencari infeksi tersembunyi
- Urtikaria akut 2. Konsultasi gigi,THT, IMS
1. Reaksi karena obat (Drug eruption) 3. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan alergi
o Diperantarai IgE (urtikaria karena obat) lanjutan misalnya IgE, jumlah eosinofil, kadar
o Idiosinkrasi komplemen
o Imunitas seluler o Uji kulit :
2. Reaksi karena makanan (Food reaction) 1. Kecurigaan urtikaria dingin diperiksa dengan ice tube
a. Diperantarai IgE test, krioglobulin, cold hemolysin
b. Tidak diperantarai IgE 2. Kecurigaan urtikaria fisik dilakukan tes
3. Pemberian melalui Intravenous dermografisme, tes fisik (exercise)
4. Infeksi: virus (viral exanthem) 3. Prick test dilakukan bila tidak ada erupsi kulit dan
5. Bites: papular urticaria memeuhi syarat uji kulit
4. Dilakukan di tahap lanjut : uji dermographism, uji ice
- Urtikaria kronis tube,uji serum autolog
1. Autoimun o Uji eliminasi makananbila diduga alergi terhadap
2. Idiopatik makanan
3. Urticarial vasculitis

- Urtikaria Fisik IV. KOMPLIKASI


1. Lesi kurang dari 2 jam :  Syok anafilaktik
a. Cold urticaria  Edema laring
b. Cholinergic urticaria
c. Dermographism V. PENATALAKSANAAN
d. Local heat urticaria I. Antihistamin H1
e. Aquagenic urticaria o Dipenhidramin HCl, intramuskular

71
D : 10-20 mg/dosis, 3-4 kali/24 jam; A : 0,5 urtikanya tebal) ; D : 0,3-0,5ml/kali, dapat diulang 15-30
mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam menit kemudian ; A : 0,1 – 0,3ml/kali (BB < 35kg)
o Klorpheniramin maleat V. Tablet Ephedrin
D : 3-4 mg/dosis, 3 kali/24jam ; A : 0,09 D : 2 x 0,5 tablet minimal selama 3 hari ; A : 0,2-
mg/kg/dosis, 3 kali/24jam 0,3mg/KgBB/kali 2-3 kali/hari
o Hydroxyzine HCl Pengganti injeksi adrenalin.
D : 25 mg/dosis, 3-4 kali/24jam ; A : 0,5
mg/kg/dosis,3 kali/24jam
Terbaik untuk urtikaria kronis, urtikaria dermografik VI. DAFTAR PUSTAKA
dan urtikaria kolinergik. Mempunyai efek anti 1. Kaplan PA.Urticaria dan angioedema. Dalam: Goldsmith
stress. Dapat kombinasi dengan antihistamin H1 LA, Katz IS, Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff K, editors.
lainnya. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.Edisi ke-8.
o Cyproheptadin HCl New York: Mc Graw-Hill Book;2012. 414-30.
D : 4mg/dosis, 3-4 kali/24jam ; Lebih efektif untuk 2. Grattan CE. Urticaria dan Angioedema. In : Bolognia, JL,
urtikaria dingin Jorizzo J L, Schaferr Julie V, editors. Dermatology. 3rd ed.
o Loratadin 10 mg/dosis 1 kali/24 jam; Cetirizin New York: Elsevier; 2012. 291-305.
10mg/dosis 2 kali/24 jam 3. David M, Brostoff J, Roth DB, Roitt I, editors. Immediate
II. Kombinasi antihistamin H1 dan antihistamin H2 (Tablet hypersensitivity (type 1) In: Immunologi. 8th ed.
Cimetidin200-400mg, 2-4 kali/hari atau 1x800mg waktu Philadelphia: Elsevier;2008.p.423-46.
tidur malam). Untuk urtikaria dermographism, urtikaria 4. Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA,
dingin dan urtikaria kronis editors. Urticaria. In: Skin Disease Diagnosis & treatment.
III. Kortikosteroid: Digunakan pada urtikaria yang akut dan 3rd ed.Edinburg: Elsevier ;2011.p. 86-95.
berat ; kontroversial untuk urtikaria kronis; Kombinasi
dengan antihistamin, diberikan selama 2 minggu, ERUPSI OBAT ALERGIK (EOA)
biasanya sesudah ini tidak kambuh. Nanda Earlia
a. Prednison
D : 5-10 mg/dosis, 3 kali/24 jam. A : I. DEFINISI
1mg/KgBB/hari Reaksi obat pada kulit (erupsi obat ) merupakan reaksi pada
b. Deksametason kulit atau mukokutan akibat pemberian obat tertentu (biasanya
D : 0,5-1 mg/dosis, 3 kali/24 jam. A : sistemik), dapat berupa reaksi terhadap kelebihan dosis, dan
0,1mg/KgBB/hari manifestasi efek samping yang tidak diperkirakan sebelumnya.
IV. Adrenalin injeksi subkutis, untuk yang akut, sangat dan Obat masuk ke dalam tubuh secara peroral, pervaginam, per rektal
luas (Angioedema + sesak, urtikaria seluruh tubuh dan atau parenteral. Yang dimaksud dengan obat adalah zat yang dipakai

72
untuk menegakkan diagnosis, pengobatan, dan profilaksis.  Reaksi hipersensitivitas tipe II (reaksi antibodi sitotoksik)
Termasuk dalam pengertian obat adalah jamu. Obat topikal juga  Reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun)
dapat menyebabkan gejala sistemik akibat penyerapan obat oleh  Reaksi hipersensitivitas tipe Tipe IV (IVa -Th1, IVb-Th2, IVc
kulit. sitotoksik, dan tipe IVd reaksi sel T yang menginduksi inflamasi
Klasifikasi reaksi simpang obat : neutrofilik
Tipe A: sering (80%), efek farmakologik atau kandungan toksik
obat, predictable, bisa terjadi pada setiap orang; Tipe B: jarang
terjadi (10-15%), non predictable, pada individu yang rentan: -
Immune mediated IgE atau sel T, atau immune complex mediated. –
Non immune mediated atau non allergic hypersensitivity reaction;
Tipe D: efek karsinogenik dan teratogenik; Tipe E: efek penghentian
obat; Tipe F: gagal terapi.
Erupsi obat alergik (EOA) merupakan respon abnormal
seseorang terhadap bahan obat (metabolit) melalui reaksi
imunologik (hipersensitivitas), terjadi selama atau setelah
pemakaian obat. Reaksi yang paling sering timbul adalah reaksi
hipersensitivitas tipe I dan IV.

II. ETIOPATOGENESIS
Faktor yang mempengaruhi resiko untuk mengalami erupsi
obat adalah : variasi farmakogenik pada enzim yang membantu
metabolisme obat, human leucocyte antigen (HLA); faktor yang
didapat: reaktivasi infeksi virus laten, interaksi obat, perubahan dari
metabolisme obat, detoksifikasi obat, pertahanan antioksidan, dan
reaktivitas imun.
 Non-immunologik (dapat diprediksikan /tidak): overdosis ; efek Gambar 2. Subkalasifikasi reaksi hipersensitivitas tipe IV
samping ; perubahan dari mikroflora komensal; idiosinkrasi
 Immunologik (dapat diprediksikan): rekasi hipersensitivitas, Hipersensitivitas tipe IV berhubungan dengan fungsi imun
dimana masing-masing obat dapat menyebabkan reaksi dengan diperantarai sel T dengan rekruitmen sel efektor. Reaksi ini
bentuk dan tipe lesi yang berbeda. diklasifikasikan menjadi IVa, IVb, IVc, dan Ivd. Reaksi-
reaksi ini sering terjadi bersamaan. Gambaran klinis yang
Klasifikasi Gell-Coombs, 4 tipe reaksi alergi : timbul berdasarkan fungsi sel T yang dominan dan
 Reaksi hipersensitivitas tipe I (reaksi hipersensitivitas segera) keterlibatan sel efektor.

73
ulkus)
 Riwayat timbulnya kelainan kulit dengan jarak
waktupemberian obat, apakah timbul segera, beberapa
saat atau jam atau hari.
 Keluhan sistemik
 Riwayat atopi pada diri dan keluarga, alergi dengan
alergen lain, serta alergi obat sebelumnya.
B. KLINIS
Bentuk klinis :
1. Ringan :
 Exanthematous drug eruption
 Fixed drug eruption (FDE)
 Urticarial eruption
 Eritema multiforme (EM) mayor dan minor)
 Eritema nodosum (EN)
2. Berat :
 Pustular Exanthema Generalisata Akut (PEGA)
 Drug hypersensitivity syndrome (DHS)
 Stevens Johnson Syndrome (SJS)
 Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)
C. DIAGNOSIS BANDING
1. Eritroderma  akibat perluasan dermatitis seboroik,
psoriasis, atau keganasan
2. Eritema Nodosum (EN)  eritema nodosum leprosum,
Gambar 1. Hipotesis kerja reaksi obat pada kulit demam rheuma, keganasan
3. Eksantema  rubeola (morbili)
III. KRITERIA DIAGNOSTIK 4. FDE  EM
A. ANAMNESIS 5. PEGA  psoriasis pustulosa
 Riwayat menggunakan obat secara sistemik (jumlah, 6. SJS  pemfigus vulgaris
jenis, dosis, cara pemberian, lama pemberian, runtutan 7. TEN  kombustio
pemberian obat atau pengaruh pajanan matahari); atau
kontak obat pada kulit yang terbuka (erosi, ekskoriasi, D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan secara bertahap setelah tidak ada erupsi kulit

74
(minimal 6 minggu setelah lesi kulit hilang), dan memenuhi  Erupsi dimulai dari trunkal lalu menyebar ke perifer dengan
syarat uji kulit, dilakukan ditahap lanjut : distribusi simetris. Bisa disertai gatal. Erupsi terjadi dalam1
1. Uji tempel tertutup minggu dari pemakaian obat dan dapat timbul 1-2 hari setelah
2. Uji tusuk bila uji tempel negatif obat pencetus dihentikan.
3. Uji provokasi peroral bila uji tusuk negatif
FIXED DRUG ERUPTION
IV. PENATALAKSANAAN  Reaksi obat alergik, berulang di tempat yang sama. Reaksi
Prinsip : hipersensitivitas tipe IVd, contoh obat penyebab : laxative,
o Hentikan obat NSAIDs, sulfa, tetrasiklin.
o Atasikeadaan umum  Bercak merah tembaga, berbentuk bulat atau oval, dan kadang-
o Berikan obat mengatasi proses alergi yang terjadi kadang timbul bula dibagian tengah lesi
Non medika mentosa  Bila sembuh meninggalkan bekas radang berupa
o Penjelasan kondisi pasien, Stop obat pencetus hiperpigmentasi. Kelainan ini bisa juga timbul dibanyak
o Bila pasien sembuh, berikan kartu alergi, berisi daftar obat- tempat, yang paling sering adalah ekstremitas dan genetalia.
obat yang diduga menyebabkan alergi Bisa didapatkan hanya satu lesi

Medika mentosa ERYTHEMA MULTIFORME


TOPIKAL  Suatu penyakit akut, diinduksi obat ataupun infeksi. Beberapa
Sesuai kelainan kulit (prinsip dermatoterapi) kasus merupakan sekunder dari infeksi sebelumnya yaitu virus
SISTEMIK herpes (HSV I dan HSV II), yang disebut dengan Herpes
o Perbaiki keadaan umum Simpleks Associated Erythema multiforme (HAEM) atau
o Ringan : prednison 30 mg Erithema multiforme minor.
o Berat : prednison 40-60 mg/hari  Lesi kutaneus simetris, melibatkan ekstremitas, predileksinya
pada tangan bagian dorsal dan ekstensor berupa makula
EXANTHEMATOUS DRUG ERUPTION (ERUPSI eritematus dengan batas tegas, kemudian lesi meninggi
EKSANTEMATOSA) membentuk papul edematus, dalam 24-48 jam membentuk
 Bentuk erupsi obat yang paling sering ditemukan, yang cincin eritematus. Terdapat 3 zona lesi target (lesi iris) ;
mengenai 95% dari luas permukaan tubuh. Sinonim : purpura sentral, cincin edematus / elevasi yang berwarna pucat,
morbiliform drug eruption, makulopapular. dan makula eritematus disebelah luar.
 Erupsi obat klasik, reaksi hipersensitivitas tipe IVb, dan IVc.  Ketika erythema multiforme timbul dengan bula, dan terdapat
 Diinduksi oleh CD54 yang dapat meningkatkan kadar IL5, IL6, lesi mukosa (bibir dan genetalia, tanpa kelainan mata) , disebut
dan TNFα kemudian mengeluarkan IL5 poten dan IL4, terjadi dengan erythema multiforme mayor. Sedangka true erythema
eosinofilia mutiforme terdiri dari erythema multiforme minor tanpa

75
mengenai mukosa dan erythema multiforme dengan sitotoksik yang masuk kedalam sel keratinosit sehingga
keterlibatan satu mukosa saja mencetuskan caspase cascade, dan mencetuskan apoptosis
 Masih terdapat perbedaan pendapat di beberapa literatur keratinosit.
mengenai kesamaan proses dari erythema mutiforme dengan
steven johnson’s syndrome. II. ETIOPATOGENESIS :
Penyebabnya banyak tetapi obat merupakan penyebab utama.
STEVENS JOHNSON SYNDROME (SJS) & TOXIC
EPIDERMAL NECROLYSIS (TEN)
I. DEFINISI
Stevens-Johnson Syndrome(SJS) termasuk penyakit kulit
dan mukosa yang akut danberat, yang diakibatkan oleh reaksi
intolerans terhadap obat dan beberapa infeksi, infeksi virus, dan
keganasan, yang mengakibatkan pembentukan sirkulasi kompleks
imun, yang melibatkan 10% sampai 30% luas permukaan tubuh.
Alan Lyell* mendeskripsikan nekrolisis epidermal toksik sebagai
suatu erupsi yang menyerupai luka bakar pada kulit, melibatkan
lebih dari 30% luas pemukaan tubuh. Beberapa literatur ada yang
menyebutkan SJS, jika dimulai dengan target lesi berupa purpura
yang atipikal, sedangan TEN bila diawali dengan nyeri pada kulit
dan eritema yang segera diikuti oleh pengelupasan kulit
(epidermolisis). Toxic epidermal necrolysis (TEN) adalah kelainan
kulit yang memerlukan penanganan segera yang paling banyak
disebabkan oleh obat-obatan. Meskipun begitu, etiologi lainnya,
termasuk infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa menyebabkan Gambar 3. Death receptor dan ligannya
penyakit ini. Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang Death receptor pada manusia ada enam ,yaitu : Fas, TNF-R1,
paling berat dari penyakit bullous drug eruption. TRAMP, TRAIL-R1, TRAIL R2, dan DR-6. Protein membran
Obat-obatan tersering yang menyebabkan SJS dan TEN tipe 1 mengandug domain ekstraseluler yang kaya cistein dan
adalah trimetropim/sulfametoksazol. Karbamazepin, antikonvulsan, sekuen sitoplasma yang dinamakan death domain. Ligan untuk
antiinflamsi, dan allopurinol juga merupakan penyebab tersering18. masing-masing reseptor seperti terlihat pada gambar diatas;
Patofisiologi terjadinya SJS dan TEN secara pasti belum diketahui. dimana ikatan Fas (CD 95) dengan FasL dan TRAIL R1 (DR4)
Beberapa penelitian menyebutkan adanya interaksi antara reseptor dengan TRAIL akan menyebabkan aktivitas apoptosis.
Fas dipermukaan keratinosit dengan Fas ligan, selain itu terdapat
keterlibatan perforin dan grazyme yang dihasilkan oleh sel T

76
Fas adalah death receptor pada permukaan sel keratinosit o Pada TEN, setelah terjadi demam yang persisten(8-12 hari),
normal (lapisan basal). Reseptor Fas merupakan domain ekstrasel terjadi pengelupasan epidermis (epidermolisis), dan ;
yang kaya cistein. FasL (fas ligand) adalah protein membran pada o Kelainan membran mukosa berupa mukosa yang eritematus,
keratinosit. Ekspresi fas ligan akan meningkat pada SJS dan TEN. sembab dan disertai bula yang kemudian akan pecah
FasL akan berikatan dengan sel lain yang mengekspresikan Fas dan sehingga timbul erosi yang tertutup pseudomembrane
akan menyebabkan apoptosis, berupa kematian sel epidermis dan (necrotic epithelium dan fibrin). Bibir diliputi massive
pemisahan tautan epidermis dan dermis (demo-epidermal junction) hemorrhagic crusts.
sehingga terjadi kematian sel. o Kelainan pada genetalia eksterna juga sering didapat berupa
bula yang hemorhagik dan erosi. Komplikasi berupa sepsis,
III. KRITERIA DIAGNOSIS pneumoni, dan gagal ginjal.
Diagnosis SJS dan TEN ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis yang cermat untuk mengetahui penyebab SJS B. DIAGNOSIS BANDING
terutama obat yang diduga sebagai penyebab 1.Generalized bullous fixed drug eruption
2. Tanda atau gejala prodromal, kelainan kulit, kelainan 2. TEN (toxic epidermal necrolysis)
mukosa, serta konjunctiva mata 3. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (4S)
3. Eksplorasi adanya infeksi yang mungkin sebagai penyebab 4. Paparan bahan iritan yang poten terhadap kulit
SJS
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. KLINIS : Pemeriksaan laboratorium hanya bisa membantu dalam
Gejala klinis SJS dan TEN ditandai dengan : menentukan terapi simptomatik atau suportif. Pemeriksaan
o Sindroma prodromal yang non spesifik dan reaksi radiologi tidak spesifik namun foto thoraks dapat dilakukan
konstitusional berupa meningkatnya suhu tubuh, sakit untuk mengetahui adanya inflamasi trakeobronkial yang
kepala, batuk, sakit tenggorokan, nyeri dada, mialgia, menyebabkan pneumonia.
sehingga penderita berobat. Dalam keadaan ini, sering
penderita mendapat pengobatan antibiotik, dan anti IV. KOMPLIKASI
inflamasi, sehingga menyebabkan kesukaran dalam 1. Sepsis
mengidentifikasi obat penyebab.Gejala dan tanda prodromal 2. Pneumoni
lainnya yang dapat berkembang seperti konjungtivitis (32%), 3. Gagal ginjal
faringitis (25%), dan pruritus (28%) ;
o Gejala kulit tampak berupa makula eritematus yang V. PENATALAKSANAAN
menyerupai morbilliform rash, timbul pada muka,leher, Prinsip terapi adalah dengan penggantian cairan (koloid),
dagu, tubuh dan ekstremitas. Lesi taget (target lesions) suplementasi nutrisi, tekhnik yang steril, dan perawatan kulit :
atipikal dengan bula dengan Nikolsky sign positif. o Perawatan di tempat khusus untuk mencegah infeksi

77
o Mengidentifikasi dan menghentikan pemakaian obat penyebab
o Perbaikan terhadap keseimbangan cairan, elektrolit dan protein  TOPIKAL :
(sebaiknya pertama kali diperiksa BJ Plasma) Perawatan luka :
o Hematokrit, blood gases, kesimbangan cairan dan elektrolit o Debridement semua jaringan nekrosis pada epidermis
selalu dimonitor dengan menggunakan biologic dressing dengan
o Pemberian makanan TKTP (tinggi kalori tinggi protein) substitusi bahan kolagen atau xenograft porcine.
o Perawatan dan pengobatan kelainan mata o Adhesive tapes harus dihindari karena kehilangan kulit
yang luas dapat terjadi pada tempat yangdiaplikasikan.
A. TERAPI SUPPORTIF Perawatan mulut dan penggunaan antiseptik juga
Rehidrasi : dibutuhkan
1. Pasien dengan SJS/TEN seharusnya dirawat di ICU atau unit
luka bakar dengn penggantian cairan  SISTEMIK :
 Rehidrasi cairan sangat penting, karena kehilangan o Kortikosteroid
epidermis yang masif dan menyebabkan dehidrasi. o Penggunaan pada kasus SJS/TEN sering digunakan.
 Suplementasi nutrisi Tetapi dari sejumlah penelitian belum menunjukkan
 Nutrisi yang sangat dibutuhkan, karenakehilangan protein keuntungan dan rata-rata morbiditas dan mortalitas
yang masif melalui kulit yang hilang, yang merupakan masih tinggi. Sehingga pengunaan kortikosteroid ini
predisposisi komplikasi pada paasien dan proses masih kontroversial.Pemberian glukokortikoid misalnya
reepitelisasi. metil prednisolon 80-120 mg per oral (1,5-
 Konsultasi 2mg/KgBB/hari) atau pemberian deksametason injeksi
o Bagian Mata : Tetes mata dapat diberikan untuk (0,15 - 0,2mg/KgBB/hari)
mencegah sinekia. Obat tetes mata tidak boleh o Pemberian antibiotik untuk infeksi, dengan catatan
mengandung sulfonamid karena sering berimplikasi menghindari pemberian sulfonamide, dan antibiotik
pada TEN. yang sering juga sebagai penyebab SJS misalnya
o Bagian Penyakit Dalam : bila terdapat gangguan pada penisilin, cephalosporin. Sebaiknya antibiotik yang
pencernaan. diberikan berdasarkan hasil kultur kulit, mukosa dan
 Terapi suportif lainnya sputum. Dapat dipakai injeksi gentamisin 2-3 x 80mg iv.
o Karena pengelupasan epidermal menyebabkan (1-1,5mg/KgBB/kali).
kehilangan panas yang besar, temperatur lingkungan o Imunoglobulin Intravena (IVIg)
dinaikkan menjadi 30-320C Penatalaksanaan terkini berdasarkan penelitian
o Mandi dengan antiseptik yang dhangatkan, penutup (Viard,dkk) yang menduga bahwa kematian sel
tubuh yang hangat, dan lampu infrared. (apoptosis) terjadi melalui aktivasi reseptor permukaan
sel yang mati. Apoptosis keratinosit yang luas terjadi

78
pada penderita TEN. Ditemukan hubungan antara kecil, termasuk angiodem, vaskulitis, SJS, TEN dan
keratinosit dan Fas ligand ditunjukkan dengan protein nekrosis akibat antikoagulan
yang menginduksi apoptosis dalam serum dan kulit dari  Diagnosa dan terapi yang baik dapat mencegah dan
pasien TEN yang cukup banyak. Apoptosis keratinosit menurunkan morbiditas dan mortalitas
dihambat oleh antibodi anti Fas ligand atau antibodi  Jika dibutuhkan penggunaan obat yang menimbulkan reaksi
yang terdapat dalam imunoglobulin manusia. Preparat pada penderita, monitoring ketat terhadap kemungkinan
imunoglobulin diduga menghambat aktivitas sitokin terjadi erupsi obat yang berat
dengan mengurangi ekspresi dari molekul adhesi  Yang harus diingat adalah bahwa banyak obat yang
dan/atau meningkatkan aktivitassupresor sel T. potensial menimbulkan reaksi dan banyak reaksi yang
Imnoglobulin Intravena mencegah apoptosis dari potensial mengancam nyawa
keratinosit yang diperantarai oleh reseptor sel yang  SCORTEN merupakan penilaian terhadap tingkat
disebut dengan FAS (CD95). Keuntungan dari keparahan sari kelainan pada TEN dan SJS, masing-masing
imunoglobulin intravena berdasarkan kemampuan kriteria diberik nilai 1dan maksimal nilai adalah 7.
aktivitas antiinflamasi dan proteksi terhadap
kemungkinan infeksi oleh kuman patogen (sepsis o Kriteria penilaian :
merupakan salah satu penyebab kematian pada TEN).  Usia diatas 40 tahun
Dosis dewasa 1 g/kg bb/hari IV selama 3 hari. Dapat  Terdapatnya keganasan
mempercepat reepitelisasi dari kutis dan lesi mukosa,  Nadi diatas 120 kali per menit
gambaran klinis dan masa perawatan rumah sakit.  Kadar glukosa lebih dari 252 252 mEq/L
Kontraindikasi riwayat hipersensitivitas dan defisiensi  Blood urea nitrogen diatas 27 mg/dL
IgA.  Bicarbonate kurang dari 20 mEq/L
o Imunosupresan  Luas permukaan tubuh yang terkena lebih dari 10%
Obat ini menghambat faktor-faktor yang berperan dalam
reaksi kompleks imun Obat yang sering digunakan o SCORTEN mortality rates
adalah Siklosporin, yang dapat menghambat produksi  Skor 0-1  3.2%
antibodi patogen. Dosis dewasa : 2,5-5 mg/kgbb/hari  Skor 2  12.1%
per oral dalam dosis terbagi.  Skor 3 35.3%
o Siklofosfamid, N-asetilsistein, dan antibodi monoklonal  Skor 4 58.3%
secara langsungmenghambat sitokin.  Skor 5 atau lebih  90%
VI. PROGNOSIS
 Kebanyakan erupsi obat merupakan reaksi ringan, dan VII. DAFTAR PUSTAKA
reaksi yang mengancam nyawa memilki persentase yang

79
1. Shear NH, Knowles SR. Cutaneous reaction to drug.
Dalam: Goldsmith LA, Katz IS, Gilchrest BA, Leffel DJ,
Wolff K editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill Book MELASMA
CO;2012. 449-50. Fitria
2. Khan D, Solensky R. Drug Allergy. Allergy clin immunol
2010. 125: S126- S137
3. Pichler WJ. In: Basel , Karger, editors. Drug I. DEFINISI
hypersensitivity. 2007. 168-89. Melasma adalah suatu hipermelanosis yang didapat, terutama
4. Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA. mengenai daerah wajah dan leher, sering pada wanita usia produktif,
Cutaneous drug reaction.. In: Habif P Thomas, Campbell J tipe kulit gelap (hispanic dan asia) dan tinggal didaerah dengan
L, Dinulos JGH, Zug KA, editors. Skin disease : diagnosis intensitas radiasi UV yang tinggi.
& treatment. Edisi ke-3.Edinburg: Elsevier; 2011. 301-8.
5. Perhimpunan dokter spesialis kulit dan kelamin Indonesia II.ETIOPATOGENESIS
(PERDOSKI). Panduan pelayanan medis dokter spesialis Melasma yang terjadi biasanya dipengaruhi oleh faktor genetik,
kulit dan kelamin. Jakarta;2011. 142-3. paparan sinar matahari, hormonal, kehamilan, kontrasepsi oral,
6. Allonore LV, Roujeau JC. Epidermal necrolysis. Dalam: terapi sulih hormon, disfungsi tiroid, tumor ovarium, obat-obatan
Goldsmith LA, Katz IS, Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff (fototoksik, antikejang) dankosmetik.
K editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Radiasi UV dan estrogen akan merangsang melanosit dan
Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill Book CO;2012.439- meningkatkan level enzim tirosinase yang berperan dalam
48. melanogenesis sehingga melanin diproduksi secara berlebihan.
7. Frans LE, Prins C. Erythema multiforme, Stevens Johnson
syndrome, and toxic epidermsl necrolysis. In:.Bolognia, III. KRITERIA DIAGNOSTIK
JL, Jorizzo J L, Schaferr Julie V editors. Dermatology. A. KLINIS
Edisi ke-3. New York: Elsevier, 2012:203-19.  Bercak kecoklatan berupa makula hiperpigmentasi batas
tegas tepi ireguler distribusi simetris.
 Ada 3 pola utama distribusi lesi, yaitu:
1. Sentrofasial: hipermelanosis meliputi pipi, dahi, bibir
atas, hidung dan dagu (63%)
2. Malar: pipi dan hidung (21%)
3. Mandibular: ramus mandibula (16%)

B. DIAGNOSIS BANDING

80
1. Hiperpigmentasi paska inflamasi - Asam askorbat
2. Freckles - Glutation
3.Lentigo senilis - Pycnogenol
4. Okronosis eksogen - Proanthocyanidin-rich
5.Drug-induced hyperpigmentation 3. Bedah kimiawi: Asam glikolat 20-70%, Asam
trikloroasetat 10-30%, Jessner
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG 4. Dermabrasi
- Lampu Wood, untuk membedakan tipe melasma: 5. Kamuflase kosmetik
1. Tipe epidermal : warna coklat bertambah kontras dan 6. Bedah laser: Nd Yag laser
jelas disbanding kulit sekitar (batas tegas) 7. Lainnya: Mesoterapi, skin needling
2. Tipe dermal : warna lesi tidak bertambah jelas (biru Pengobatan dilakukan secara kombinasi dan simultan.
abu-abu), batas tidak jelas
3. Campuran : lesi ada yang bertambah kontras ada
V. DAFTAR PUSTAKA
yang tidak (batas jelas/tidak jelas)
1. James WD, Berger TG, Elston DM. Melasma. Dalam:
- Biopsi/Histologi sebenarnya tidak dibutuhkan hanya untuk
menyingkirkan diagnosis banding dengan okronosis eksogen. Andrews’ Diseases of The Skin: Clinical Dermatology.
Edisi ke-11. Saunders Elsevier, 2011: 13: 847-848.
IV. PENATALAKSANAAN 2. Hilde Lapeere, Barbara Boone, Sofie De Schepper, Evelien
A. Nonmedikamentosa: Verhaeghe et al. Hypomelanoses and hypermelanoses.
 Hindari pajananlangsung sinar matahari terutama pukul Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz IS, Gilchrest BA,
09.00-15.00 WIB. Paller AS, Leffel DJ, et al, editors.Fitzpattrick’s
 Gunakan tabir surya spektrum luas dengan SPF minimal Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York:
30 bila berada diluar rumah pukul 07.00-16.00 WIB. McGraw Hill. 2012.p 804-826.
3. Anstey AV. Melasma. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox
 Hilangkan faktor etiologi atau predisposisi
NN, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology.
Edisi ke-8. Willey-Blackwell; 2010. 58:34.
B. Medikamentosa
1. Topikal
- Hidrokuinon 2-5% (krim, gel, losio)
- Asam retinoat 0,05%-0,1% (krim dan gel)
- Asam azeleat 20% (krim)
- Asam glikolat 8-15% (krim, gel, losio)
- Asam kojik 4%
2. Sistemik

81
- Akrofasial: bagian distal ekstremitas dan wajah
(periorifisial)
- Vulgaris: tersebar di banyak tempat tanpa pola
VITILIGO tertentu
Fitria c. Universal: hampir tidak ada area yang normal(lebih dari
80% luas permukaan tubuh)

I. DEFINISI B. DIAGNOSIS BANDING


Vitiligo adalah kelainan depigmentasi pada kulit dan membran 1. Hipopigmentasi paska inflamasi
mukosa kronik progresif akibat destruksi melanosit dengan 2. Pityriasis alba
karakteristik makula depigmentasi berbatas tegas. Faktor 3. Albinisme
predisposisi vitiligo antara lain adalah genetik, trauma fisik (luka 4. Pityriasis versicolor
bakar, zat kimia), penyakit internal (diabetes melitus, tiroid) serta 5. Morbus Hansen
penyakit autoimun lain dan stres.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
II.ETIOPATOGENESIS - Lampu Wood: putih mutiara/mengkilat
Survei epidemiologi menunjukkan bahwa kasus vitiligo terjadi - Histopatologi
secara sporadis, walaupun sekitar 15-20% dijumpai pada keluarga - Pemeriksaan gula darah puasa dan post prandial, T3, T4
(peran genetik). Etiologi vitiligo masih belum diketahui dengan dan TSH sesuai indikasi
jelas, namun banyak teori yang diduga berperan yaitu autoimun,
kelainan neural, autositotoksik dan bahan biokimia. IV. PENATALAKSANAAN
A. Nonmedikamentosa
III. KRITERIA DIAGNOSIS - Hindari stres
A. KLINIS - Gunakan tabir surya
- Bercak putih tanpa keluhan gatal ataupun mati rasa - Hindari trauma
- Makula hipopigmentasi/depigmentasi batas tegas tepi
ireguler dengan bentuk dan ukuran bervariasi B. Medikamentosa
- Distribusi: - Topikal: kortikosteroid, takrolimus, kalsipotriol
a. Lokal: - Sistemik:
- Fokal: satu atau beberapa makula/patch a. Detrovalen oral 10-60mg/hari diminum 2 jam sebelum
- Segmental: distribusi unilateral sesuai dermatom penyinaran selama 6-12 bulan
- Mukosa: jarang terkena b. Antioksidan: metionin sulfoksida eduktase (MSR),
b. Generalisata: katalase, superoksida dismutase, dan polipodium

82
leukotomos dihentikan
c. Kortikosteroid sistemik - Pengobatan depigmentasi dilakukan secara bertahap
d. Infliximab - Kriteria penyembuhan:
e. Imunosupresan sistemik: azatioprin, siklofosfamid  Repigmentasi berupa pulau pigmentasi folikular atau
pigmentasi marginal
- Fotokemoterapi:  Vitiligo universal berupa depigmentasi bertahap
a. Psoralen dengan Ultraviolet A (PUVA)
b. NBUVB V. DAFTAR PUSTAKA
c. Khellin oral/topikal dengan UVA (KUVA) 1. Stanca A. Birlea, Richard A. Spritz, David A. Norris. Vitiligo.
d. L-fenilalanin Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz IS, Gilchrest BA, Paller
- Laser: excimer, bioskin, helium neon AS, Leffel DJ,, et al, editors. Fitzpattrick’s Dermatology in
- Bedah: General Medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill. 2012.
 Minigrafting/punchgraft 792-803.
 Autologous thin thiersch grafting 2. James WD, Berger TG, Elston DM. Vitiligo. Dalam: Andrews’
 Suction Blister Grafts Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-11.
 Transplantasi kultur melanosit autolog Saunders Elsevier, 2011: 13: 854-858.
3. Fuller LC, Higgins EM. Vitiligo. Dalam: Burns T, Breathnach
- Pengobatan sesuai klasifikasinya, yaitu: S, Cox NN, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of
 Fokal: kortikosteroid potensi I-III (evaluasi 1 bulan, Dermatology. Edisi ke-8. Willey-Blackwell; 2010. 9:6-7.
tidak efektif harus diganti); delsoralen 0,01% dengan
dijemur
 Segmental: transplantasi autolog; PUVA
 Mukosal: transplantasi autolog; PUVA dengan
kalsipotriol
 Akrofasial: PUVA atau NBUVB; PUVAdengan
kalsipotriol, kombinasi NBUVB dengan salap
kortikosteroid
 Universal: depigmentasi kulit normal (benzoquinon
20%)

- Lama pengobatan NBUVB/PUVA maksimal 3 tahun,


namun jika 6 bulan tidak ada respon pengobatan

83
menyebabkan warna kemerahan dan bengkak pada meatus,
sehingga timbul rasa nyeri dan panas pada saat miksi. Bila
seluruh bagian distal penis bengkak di sebut “bull head clap.”
GONORRHEA Komplikasi pada pria adalah epididymitis, orchitis, prostatitis
Mimi Maulida akut dan kronis, seminal vesikulitis, proctitis, cowperitis dan
tysonitis
I. DEFINISI Gejala yang muncul pada wanita sebagian besar
Gonorrhea adalah suatu penyakit menular seksual yang asimptomatik, dan sering mengenai endocervix, sehingga
bersifat akut, disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, termasuk terjadi cervisitis dengan gejala keputihan yang encer, gatal pada
kuman gram negatif berbentuk biji kopi, terletak intra atau ekstra vagina dan disuria. Komplikasi pada wanita yaitu bartolinitis
seluler. dan pelvic inflammatory disease (PID).
Infeksi pada mata bayi bisa menimbulkan opthalmia
II. ETIOPATOGENESIS neonatorum, yang dapat menyebabkan perforasi dan scarring
Gonorrhea menular melalui hubungan seks, jarang oleh pada kornea. Infeksi juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain
karena hygin yang buruk. Selain itu penularan dapat terjadi dari ibu melalui aliran darah sehingga terjadi disseminated gonococcal
ke anak saat lahir. Kuman ini paling sering menginvasi sel mukosa infection (DGI). Kasus ini jarang terjadi dengan 3 gejala klasik
saluran urogenital pria dan wanita, dan hanya hidup pada sel epitel yaitu dermatitis, migratory polyarthritis dan tenosynovitis.
columnar. Selanjutnya organisme ini akan bereplikasi dan dapat Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, yaitu adanya
tumbuh dalam lingkungan aerob maupun anaerob yang kemudian coitus suspectus, fellatio atau cunilingus; gejala klinis, dan
merangsang respon inflamasi. Manusia merupakan satu-satunya pemeriksaan laboratorium.
host N. gonorrhoeae. Infeksi dapat menyebar luas bila terlambat
mendapat antibiotik, perubahan imunitas host, dan tingginya strain B. DIAGNOSIS BANDING
virulensi kuman. 1. Infeksi traktus urinarius 6. Pelvic
Inflammatory Disease
III. KRITERIA DIAGNOSIS 2. Chlamydia 7.
A. KLINIS Endometriosis
N. gonorrhoeae hanya menginfeksi membrane mukosa 3. Trichomoniasis 8. Orchitis
yang mempunyai sel epitel kolumnar, yaitu urethra, cervix, 4. Bacterial Vaginosis 9.
rectum, pharynx dan konjuntiva. Periode inkubasi pada pria Epididymitis
sekitar 2-8 hari, dan biasanya menjadi simptomatik setelah 2 5. Candidiasis vulvovaginalis
minggu. Manifestasi klinis infeksi gonorrhea pada pria adalah
urethritis, yang ditandai dengan discharge purulen yang keluar
dari lubang penis. Inflamasi di mukosa uretra anterior C. PEMERIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM)

84
1. Kultur (gold standard)
2. Sediaan langsung c. Gonore pada bayi dan anak
Sediaan diwarnai dengan pewarnaan Gram untuk 1. Ceftriaxone, 25-50 mg/kg/hari IV atau IM sehari sekali
melihat adanya kuman diplococcusGram negatif, selama 7 hari
berbentuk biji kopi yang terletak intra dan ekstra seluler. 2. Cefotaxime, 25 mg/kg IV atau IM setiap 12 jam selama 7
Bahan pemeriksaan diambil dari pus di uretra yang hari
keluar spontan ataupun melalui pemijatan, sedimen urin,
sekret dari masage prostat (pada pria), muara uretra, V. DAFTAR PUSTAKA
muara kelenjar bartolin, servik, rectum (pada wanita) 1. Hook EW, Handsfield HH. Sexually Transmitted
dan sekret mata. Diseases. 4th ed. New York Mc Graw Hill, 2008; 627-642.
2. Rosen T. Fitzpatrick’s Dermatology in General
IV. PENATALAKSANAAN Medicine. 8th ed. Mc Graw Hill, 2010; 2514-19.
a. Gonore tanpa komplikasi
1. Cefixim, 400 mgPO
2. Ceftriaxone,125 mg IM
3. Ciprofloxacin, 500 mg INFEKSI CHLAMIDIA
4. Ofloxacin, 400 mg PO Mimi Maulida
5. Levofloxacin, 250 mg PO
Bila alergi dengan cephalosporin atau quinolon dapat
diberikan spectinomycin 2 gram IM. Bila di duga ada infeksi I. DEFINISI
campuran dengan Chlamydia dapat di tambahkan Infeksi chlamidia merupakan peradangan pada selaput lendir
azithromisin 1 gram, single dose diberikan secara oral serta saluran kencing yang di sebabkan oleh Chlamydia trachomatis.
doksisiklin 2x100 mg untuk 7 hari.
II. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
b. Gonore dengan disseminated Clamidya trachomatis termasuk kuman Gram-negatif yang
1. Ceftriaxone 1 g IV atau IM setiap 24 jam bersifat obligat intraseluler. Kuman akan masuk ke mukosa setelah
2. Cefotaxim 1 g IV setiap 8 jam kontak seksual, dan pada stadium pertumbuhannya menghancurkan
3. Ceftizoxime 1 g IV setiap 8 jam sel mukosa, terjadi peradangan, mukosa oedem dan merah sehingga
4. Spectinomycin 2 g IM setiap 12 jam akan dijumpai adanya sel lekosit. Chlamidya trachomatis
Bila klinis membaik dapat diganti dengan terapi oral cefixim mempunyai 15 serotype, A sampai C bisa menyebabkan
2x400 mg dan Cefpodoxime 2x400 mg selama 7 hari. conjunctivitis chronis, D sampai K menyebabkan infeksi pada
tractus urogenital dan L1-L3 menyebabkan lymphogranuloma
venereum.

85
Infeksi pada traktus urogenital paling sering terjadi, dan bisa d. Polymerase Chain Reaction
mengenai pria dan wanita. Koinfeksi bersama penyakit seksual e. Ligase Chain Reaction
lainnya juga bisa terjadi, terutama gonorrhea. Penularan terjadi
melalui hubungan seks secara oral, anal dan vaginal. Gejala muncul IV. PENATALAKSANAAN
1-5 minggu setelah paparan. A. MEDIKAMENTOSA
1. Azitromisin, 1 g single dose
III. KRITERIA DIAGNOSIS 2. Doksisiklin tablet 2x100 mg 2x sehari selama 7 hari
A. GEJALA KLINIS 3. Eritromisin 4x500 mg selama 7 hari
1. Masa inkubasi 1-5 minggu 4. Eritromisin etilsuksinat 4x800 mg selama 7 hari
2. Discharge mukoid berwarna putih encer 5. Ofloksasin 2x300 mg selama 7 hari
3. Dysuria 6. Levofloxacin 1x500 mg selama 7 hari
4. Polakisuria 7. Azitromisin 1 g single dose dan amoxicillin 3x500 mg
5. Gatal selama 7 hari dapat diberikan untuk ibu hamil
6. Mukosa meatus bisa oedem ataupun normal 8. Eritromisin saja atau eritromisin etilsuksinat 4x50
mg/kg/hari selama 14 hari untuk opthalmia neonatorum
B. DIAGNOSIS BANDING
1. Urethritis GO pada pria dan cervisitis pada wanita B. EDUKASI
2. Trichomoniasis 1. Menjelaskan tentang penyakit dan penyebabnya,
3. Bacterial vaginosis kemungkinan komplikasi jangka panjang, cara
4. Candidiasis vulvovaginalis penularan, pentingnya mematuhi pengobatan serta
penanganan terhadap pasangan seksualnya
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM) 2. Penjelasan tentang kemungkinan tertular HIV
a. Kultur 3. Anjuran untuk menggunakan kondom bila berhubungan
b. Pemeriksaan mikroskopis apusan sekret uretra atau
cervix V. DAFTAR PUSTAKA
1. Pewarnaan Gram: tidak dijumpai diplokokus Gram 1. Stamm WE. Sexually Transmitted. 4th ed. New York Mc
negatif, lekosit >5 pada hapusan sekret uretra dan Graw Hill, 2008; 575-90
>30 pada hapusan sekret servix 2. Rosen T. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
2. Sediaan basah: tidak ditemukan Trichomonas 8th ed. Mc Graw Hill, 2010; 2519-21
vaginalis
c. Metode penentuan antigen
1. Pewarnaan imunofluoresen
2. ELISA

86
B. DIAGNOSIS BANDING
1. Cervisitis
TRICHOMONIASIS 2. Bakterial vaginosis
Mimi Maulida 3. Infeksi Chlamydia
4. Candidiasis Vulvovaginalis
5. Urethritis GO
I. DEFINISI C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Trichomoniasis merupakan salah satu infeksi protozoa yang 1. PH vagina >4,5
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis. Infeksi trichomoniasis 2. Mikroskopis: sediaan basah, tampak trichomonas
lebih sering ditemukan pada wanita, dan pada pria bersifat dengan pergerakan yang khas dan peningkatan jumlah
asimptomatik. leukosit
3. Kultur
II. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS 4. PCR
Trichomonas vaginalis dapat menginfeksi mukosa epitel dan
menyebabkan mikroulserasi. Masa inkubasi sebelum munculnya IV. PENATALAKSANAAN
gejala 4-28 hari, bisa terjadi inflamasi pada vagina namun juga bisa A. MEDIKAMENTOSA
asimptomatik. Gejala cenderung muncul selama atau sesudah 1. Metronidazole 2 g PO single dose atau tinidazole 2 g PO
menstruasi, karena parasit tumbuh dan reproduksi dalam suasana single dose
asam. 2. Terapi alternatif: Metronidazol 2x500 mg sehari selama
7 hari.
III. KRITERIA DIAGNOSIS B. EDUKASI
A. KLINIS Infeksi T. vaginalis bisa menimbulkan komplikasi pada
Gejala pada wanita keluar discharge berwarna kuning kehamilan, antara lain bayi lahir dengan berat badan rendah
kehijauan yang berbau dan berbusa, gatal, bengkak dan merah dan prematur. Pasangan seksual juga harus diobati untuk
pada vulva, dispareunia, nyeri di perut bagian bawah dan mencegah kambuhnya infeksi.
dysuria. Pada laki-laki sering asimptomatik, meskipun bisa
terdapat discharge uretra dan sering buang air kecil. Infeksi pada V. DAFTAR PUSTAKA
bayi bisa menular dari ibunya melalui jalan lahir. 1. Hobbs MM, Sena AC, Schwebke JR. Sexually Transmitted
Pemeriksaan fisik tampak adanya “punctata hemoragis” Diseases. 4th ed. New York Mc Graw Hill, 2008; 771-787
pada dinding vagina dan cervix, yang di kenal dengan istilah 2. Rosen T. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
“colpitis macularis” atau “strawberry cervix”. Ini merupakan 8th ed. Mc Graw Hill, 2010; 2523-24
tanda spesifik untuk diagnosis trichomoniasis.

87
4. Mikroskopis: ditemukan clue cells meningkat ≥20% dari
jumlah sel epitel, leukosit normal
BAKTERIAL VAGINOSIS
Mimi Maulida B. DIAGNOSIS BANDING
1. Trichomoniasis
2. Candidiasis vulvovaginalis
I. DEFINISI 3. Cervicitis
Salah satu penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan
oleh Gardnerella vaginalis C. PEMERIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM)
1. TestWhiff
II. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS 2. pH vagina
Bakterial vaginosis terjadi karena hilangnya laktobasilus 3. Pemeriksaan sediaan basah terhadap cairan vagina,
penghasil hydrogen peroksida sebagai flora normal vagina, sehingga ditemukan clue cells, yang jumlahnya paling sedikit 20%
menimbulkan pertumbuhan bakteri anaerobik yang berlebihan. dari jumlah sel epitel vagina
Bakterial vaginosis juga disebabkan karena ketidakseimbangan 4. Pewarnaan gram
flora normal dalam vagina. Penularan melalui kontak seksual belum 5. Kultur vagina
diketahui dengan jelas. Faktor resiko bisa karena sering berganti
pasangan, pemakaian alat kontrasepsi intra uteri, dan douching IV. PENATALAKSANAAN
vagina. A. MEDIKAMENTOSA
I. TERAPI TOPIKAL
III. KRITERIA DIAGNOSIS a. Metronidazol gel 0,75%, 5 g, intravagina, satu kali
A. GEJALA KLINIS sehari selama 5 hari
Tanda-tanda peradangan pada bakterial vaginosis sedikit b. Clindamisin cream 5%, 5 g, intravagina, satu kali
sekali, sehingga tujuh puluh lima persen asimptomatik. Cairan sehari, selama 7 hari
vagina berwarna putih keabu-abuan dan berbau amis (fishy odor), II. TERAPI SISTEMIK
rasa gatal dan inflamasi pada vagina jarang ditemukan. Bakterial a. Metronidazol tablet 2x500 mg selama 7 hari
vaginosis ditegakkan berdasarkan kriteria Amstel, di mana b. Khusus wanita hamil dapat diberikan metronidazol
didapatkan 3 dari 4 kriteria yaitu: tablet 3x250 mg selama 7 hari atau metronidazol 2g
1. Cairan vagina putih homogen single dose, atau clindamisin tablet 2x300 mg selama
2. Tes Whiff positif: cairan vagina dicampur dengan potassium 7 hari.
hidroksida 10% menimbulkan bau amis c. Terapi alternative: Tinidazole 2 g, diminum satu kali
3. pH vagina >4,5 sehari selama 3 hari; Tinidazole 1 g, diminum satu
kali sehari selama 5 hari; Clindamisin tablet 2x300

88
mg selama 7 hari; Clindamisin ovula, 100 g kortikosteroid, alat kontrasepsi intra uterine, pemakaian pakaian
intravagina, satu kali sehari, selama 3 hari yang terlalu ketat, serta pasien imunokompromised. Factor lain yang
juga dapat berpengaruh yaitu pemakaian antibiotic dalam jangka
B. EDUKASI panjang yang dapat membunuh flora normal vagina (lactobacillus).
Edukasi tentang pendidikan seks yang aman serta Lactobacillus dapat menghambat pertumbuhan candida.
menjelaskan bahaya infeksi penyakit menular seksual. Selain itu
juga menjelaskan tentang faktor resiko, sehingga sebaiknya III. KRITERIA DIAGNOSIS
hanya berhubungan dengan pasangannya serta tidak A. KLINIS
berhubungan seks pada usia yang sangat muda. 1. Gatal pada vulva
2. Vulva lecet, dapat timbul fisura
3. Eritema, edema
4. Duh tubuh vagina, putih seperti susu, dapat bergumpal
V. DAFTAR PUSTAKA dan tidak berbau
1. Hillier S, Marrazzo J, Holmes KK. Sexually Transmitted 5. Dapat terjadi dispareunia
Diseases. 4th ed. New York Mc Graw Hill, 2008; 737-
762. B. DIAGNOSIS BANDING
2. Rosen T. Fitzpatrick’s Dermatology in General 1. Gonore
Medicine. 8th ed. Mc Graw Hill, 2010; 2524-26. 2. Infeksi genital non spesifik
3. Trikomoniasis
4. Bakterial vaginosis
KANDIDIASIS VULVOVAGINALIS
Mimi Maulida
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM)
Bahan duh tubuh vagina yang berasal dari dinding lateral
I. DEFINISI vagina dilakukan pemeriksaan Gram dan KOH pada sediaan
Infeksi pada vulva dan vagina yang disebabkan oleh Candida basah, dimana pada kedua pemeriksaan ditemukan pseudohifa
albicans, atau kadang oleh Candida sp, Torulopsis sp, atau jamur dan blastospora.
lainnya
IV. PENATALAKSANAAN
II. ETIOPATOGENESIS 1. MEDIKAMENTOSA
Penyebab infeksi paling sering (80-90%) adalah Candida a. Klotrimazol kapsul vagina 500 mg dosis tunggal
albicans. Faktor pencetus terjadinya kandidiasis vulvovaginalis b. Klotrimazol kapsul vagina 200 mg selama 3 hari
adalah penderita diabetes mellitus (DM), penggunaan c. Klotrimazol kapsul vagina 100 mg selama 6 hari

89
d. Flukonazol kapsul 150 mg per oral dosis tunggal Penyakit ini menular melalui kontak langsung dari lesi yang
e. Itrakonazol kapsul 2x200 mg peroral selama 1 hari infeksius. Spirochaeta masuk melalui mukosa membran yang intak
f. Itrakonazol kapsul 1x200 mg/hari per oral selama 3 hari dan kulit yang rusak, kemudian menghasilkan reaksi inflamasi pada
g. Ketokonazole kapsul 2x200 mg/hari per oral selama 7 host dan membentuk chancre. Dalam waktu yang singkat
hari Spirochaetamasuk dalam aliran darah menuju ke setiap organ dalam
tubuh
2. EDUKASI
a. Hindari bahan iritan lokal, seperti produk berparfum III. KRITERIA DIAGNOSIS
b. Hindari pakaian ketat atau bahan sintesis A. KLINIS
c. Hilangkan factor predisposisi: hormonal, pemakaian 1. Stadium I: ulkus tunggal, tepi teratur, dasar bersih,
kortikosteroid dan antibiotik yang terlalu lama, terdapat indurasi, tidak nyeri; terdapat pembesaran
kegemukan, dll. kelenjar getah bening regional
2. Stadium II: terdapat lesi kulit yang polimorfi, tidak gatal
V. DAFTAR PUSTAKA dan lesi di mukosa, di sertai pembesaran kelenjar getah
1. Sobel JD. Sexually Transmitted Diseases. 4th ed. New York: bening generalisata
Mc Graw Hill, 2008; 823-835 3. Stadium II laten: tidak di dapatkan lesi di genital atau
2. Garg A, Kundu RV. Fitzpatrick’s Dermatology in General kulit, hanya ditemukan tes serologi sifilis (TSS) yang
Medicine. 8th ed. Mc Graw Hill, 2010; 2306 reaktif
4. Stadium III: di dapatkan gumma, yaitu infiltrat
sirkumskrip kronis yang cenderung mengalami
SYPHILIS perlunakan dan bersifat destruktif. Dapat mengenai
Mimi Maulida kulit, mukosa dan tulang.

B. DIAGNOSIS BANDING
I. DEFINISI 1. Stadium I : herpes simpleks, ulkus piogenik, scabies,
Penyakit sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum balanitis, LGV, karsinoma sel
(Spirochaeta). Sifilis dapat diklasifikasikan atas sifilis di dapat dan skuamosa, penyakit Bechet, ulkus molle
sifilis congenital. Sifilis di dapat terdiri atas stadium primer, 2. Stadium II : erupsi obat alergik, morbili, pityriasis
sekunder dan tersier, priode laten di antara stadium sekunder dan rosea, psoriasis, dermatitis seboroik, kondiloma
tersier. akuminata, alopesia areata
3. Stadium III : sporotrikosis, actinomikosis, tuberculosis
II. ETIOPATOGENESIS kutis gumosa, keganasan

90
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG 3. Doksisiklin tablet 2x100 mg sehari selama 4
1. Pemeriksaan Mikroskop Lapangan Gelap (Dark Field) minggu
Bahan yang digunakan adalah serum yang keluar dari 4. Tetrasiklin tablet 4x500 mg sehari selama 4 minggu
ulkus yang di jepit dengan jari atau pinset. Serum yang 5. Eritromisin tablet 4x500 mg sehari selama 4 minggu
keluar di taruh di atas objek gelas dan tepi sediaan di
beri vaselin kemudian periksa dengan mikroskop b. Stadium II
lapangan gelap. Positif bila ditemukan T. pallidum 1. Benzatin Penicillin G 2,4 juta unit IM satu minggu
yang berbentuk spiral sekali selama 3 minggu
2. Penentuan antibodi dalam serum 2. Doksisiklin tablet 2x100 mg selama 4 minggu
Pada waktu terjadi infeksi treponema, baik yang 3. Tetrasiklin tablet 4x500 mg selama 4 minggu
menyebabkan sifilis, frambusia atau pinta, akan
dihasilkan berbagai variasi antibodi. Beberapa tes yang
dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi c. Stadium Laten
nonspesifik, akan tetapi menunjukkan reaksi dengan 1. Benzatin Penicillin G 2,4 juta unit IM satu minggu
IgM dan juga IgG. sekali selama 3 minggu
 Stadium I 2. Bila alergi terhadap penicillin dapat diberikan:
- Tes serologi sifilis: dapat (+) atau (-) - Doksisiklin tab 2x100 mg selama 4 minggu
- Pemeriksaan mikroskopis lapangan gelap dan - Tetrasiklin tab 4x500 mg selama 4 minggu
Burry (+) atau (-) - Eritromisin tab 4x500 mg selama 4 minggu
 Stadium II : 2. EDUKASI
- Pemeriksaan dengan mikroskop lapangan gelap 1. Penanganan terhadap pasangan seksual
dan Burry (+)atau(-) 2. Konseling:
- Tes serologi sifilis: RPR (++); VDRL (+); TPHA a. Cara pencegahan, penularan serta pengobatan penyakit
(+) titer tinggi syphilis
 Stadium Laten: b. Kemungkinan resiko tertular HIV
- Tes serologis sifilis (+)
V. DAFTAR PUSTAKA
IV. PENATALAKSANAAN 1. Sparling PF, Swartz MN, Musher DM, Healy BP. Sexually
1. MEDIKAMENTOSA Transmitted Diseases. 4th ed. New York Mc Graw Hill,
a. Stadium I 2008; 661-84
1. Benzatin Penicillin G 2,4 juta unit IM dosis tunggal 2. Marrouche N, Ghosn SH. Fitzpatrick’s Dermatology in
2. Penicillin G Prokain dalam aqua 600.000 U IM sekali General Medicine. 8th ed. Mc Graw Hill, 2010; 2493-500
sehari selama 10 hari

91

Anda mungkin juga menyukai