Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Jerawat atau akne adalah penyakit kronis pada unit pilosebaceous, ditandai
dengan pembentukan komedo, papula eritematosa dan pustula.
1baru
(Ravishankar M, Shwetha S, Deepika G. Metasone furoate induced
acneiform eruption. J int of basic and clinical pharmacology. 2014; 3(4): 737-736)

Erupsi akneformis adalah reaksi kulit berupa peradangan folikular akibat


adanya iritasi epitel duktus pilosebasea. Erupsi akneiformis merupakan erupsi kutan
akut yang menyerupai akne vulgaris tetapi berhubungan dengan tidak adanya
komedo. Erupsi ini dapat muncul dalam beberapa keadaan dan keadaan iatrogenik
atau erupsi acneiform diinduksi obat, menjadi penyebab paling sering1,2

2
(Thappa M. Devinder, Malathi Munisamy. Acneiform drug eruption. Word
clin Dermatol. 2013;1(1);218-33))

Cutaneous drug reactions (CDRs) atau Reaksi obat kutan dilaporkan terjadi
pada hampir semua obat yang diresepkan, biasanya pada tingkat melebihi 10 kasus
untuk 1000 pengguna baru. CDR yang paling umum adalah ruam makulopapular
(37,73%) dan erupsi obat tetap (17,2%), diikuti oleh urtikaria (14,56%), pruritus
(9,06%), tinea (6,54%) dan erupsi akneiformis (5,26). %)3

3
( Ricci F, Paradisi A, Masini F, Battalgia D, Capizzi R, dkk. Acneiform
eruptyion induced by ethosuximide. Departement of dermatology catholic
university. EJD. Italy: vol 24; 2014).

Ruam biasanya muncul dalam 4 minggu pertama penggunaan obat dan telah
dilaporkan terjadi pada sekitar 85% pasien dengan insiden yang lebih tinggi.

1
Presentasinya juga sedikit bervariasi tergantung pada penyebab contohnya dengan
terapi inhibitor EGFR. Toksisitas kulit yang parah dilaporkan pada 5 hingga 10%
pasien.4

4
(acneiform rash (papulopustular rash) associated with epidermal growth
factor receptor (EGFR) inhibitors. 2014 [internet] Available on :
(https://www.eviq.org.au/WWW_eviQ/CmsPages/Protocols/PDF.aspx?uid=1241
&format=Standard&print=print&pdf=pdf&pOpt=)

Etiologi Penyakit ini masih ini masih belum jelas namun diduga erupsi
akneiformis disebabkan oleh obat, baik obat-obatan sistemik maupun secara
topikal. Erupsi akneformis dianggap menjadi sebagai salah satu jenis akne, namun
kemudian diketahui bahwa etiopatogenesis dan gejalanya berbeda. Mekanisme
patogenesis terjadinya erupsi akneiformis belum diketahui secara pasti.1 Berbeda
dengan akne, erupsi akneformis dapat timbul secara akut, subakut, dan kronis.
Tempat terjadinya tidak hanya terjadi di tempat predileksi akne saja, namun dapat
terjadi di seluruh bagian tubuh yang mempunyai folikel pilosebasea. Tempat
tersering pada dada, punggung bagian atas dan lengan.1

Acne-like eruptions atau dikenal sebagai erupsi akneiformis digunakan


untuk menggambarkan erupsi yang biasanya dimulai dengan lesi inflamasi seperti
papulopustul, kista dan nodul.2

Penghentian konsumsi obat-obat penyebab dapat menghentikan


bertambahnya dan secara perlahan menghilangkan erupsi yang ada. Apabila
penghentian pemakaian obat tidak bisa dilakukan, maka pemberian obat-obatan
yang digunakan untuk mengobati akne, baik secara sistemik maupun topikal dapat
memberikan hasil yang cukup baik.

2
Oleh karena itu perlu ditegakkan diagnosis yang tepat dari gangguan ini
karena kasus ini memberikan manifestasi yang serupa dengan gangguan kulit lain
pada umumnya. Identifikasi dan anamnesis yang tepat dari penyebab timbulnya
reaksi obat adalah salah satu hal penting untuk memberikan tatalaksana yang
cepat dan tepat bagi penderita dengan tujuan membantu meningkatkan
prognosis serta menurunkan angka morbiditas

In general, the postulated mechanism of drugs induced acneiform eruptions


is injury to the follicular epithelium, with subsequent rupture of the follicular
contents into the dermis, resulting in an inflammatory reaction forming the initial
inflammatory papule clinically. However, individual drugs can have specific
mechanisms playing a role in the pathogenesis of acneiform eruptions, the most
common and important ones – steroid, lithium and epidermal growth factor
inhinitor will be discussed.

Secara umum, mekanisme dari obat-obatan yang menyebabkan erupsi


akneiformis adalah cedera pada epitelium folikular, dengan pecahnya isi folikel ke
dalam dermis, menghasilkan reaksi peradangan membentuk inflamasi awal papula
secara klinis. Namun, obat-obatan dapat memiliki mekanisme khusus yang
berperan dalam patogenesis erupsi akneiformis, yang paling umum dan penting
yaitu steroid, lithium, dan inhibitor faktor pertumbuhan epidermal.

Steroid acne is reported to occur with topical, inhaled and oral steroid. It has
been suggested that glucocorticoids enhance toll-like receptor-2 expression in
human keratinocytes stimulated by Propionibacterium acnes or proinflammatory
cytokines, resulting in acne. Pityrosporum ovale infection of pilosebaceous unit has
also been proposed to be associated with steroid acne.

3
Jerawat steroid dapat terjadi secara topikal, inhalasi maupun oral. Telah
dikemukakan bahwa glukokortikoid meningkatkan ekspresi seperti reseptor-2
dalam keratinosit manusia yang distimulasi oleh Propionibacterium acnes atau
sitokin proinflamasi, yang menghasilkan jerawat. Infeksi Pityrosporum ovale dari
unit pilosebaceous juga telah diusulkan untuk dikaitkan dengan jerawat steroid.

In patient taking lithium, a ten-fold higher content of lithium has been


demonstrated in the acneiform lesions along with pathological findings of
neutrophilic infiltration in the epidermis in these lesions. Thus acneiform eruptions
may be the result of increase in circulating neutrophils an neutrophil chemotaxis
associated with lysosomal release from leukocytes.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Erupsi akneiformis adalah sekelompok gangguan yang ditandai dengan
papula dan pustula menyerupai akne vulgaris. Erupsi akneiformis memiliki onset
akut dan dapat mempengaruhi semua kelompok umur. Lesi awal dapat berupa
nodul, papula, pustular atau kista dan diikuti lesi sekunder berupa komedon.3,5

2.2 EPIDEMIOLOGI
Erupsi akneiformis dapat terjadi pada usia berapa pun dan dapat
mempengaruhi pria ataupun wanita. Individu yang paling rentan untuk terkena
gangguan kulit adalah orang yang terkena bakteri dan mereka yang menggunakan
antibiotik. Kondisi ini sering terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit. 3
Erupsi akneiformis, seperti akne vulgaris rosacea, folliculitis, dan dermatitis
perioral sering ditemui. Sekitar 1% dari semua erupsi kulit yang diinduksi oleh obat
merupakan erupsi akneiformis. Keadaan ini mennjukan diagnosis berbeda yang
paling umum dari erupsi akne dan juga berbagai obat telah terlibat dalam penyebab
erupsi ini.2

2.3 ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini masih belum jelas. Erupsi akneiformis dapat
berkembang karena infeksi, hormonal, kelainan metabolik, kelainan genetik, reaksi
obat, kontak dengan bahan kimia, atau dari gesekan dan tekanan.
Ada banyak penyebab erupsi akneiformis yang berasal dari paparan kulit
berbagai bahan kimia industri, seperti asap yang dihasilkan dalam pembuatan klori,
paparan hidrokarbon aromatik terhalogenasi dan penggunaan antibiotik seperti
makrolida dan penisilin. Hidrokarbon terklorinasi ini dapat menyebabkan akne,
yang terdiri dari kista, nanah, folikulitis, dan komedo. Agen penginduksi akne yang
paling kuat adalah hidrokarbon polihalogenat, terutama dioksin Obat lain yang juga
dapat menyebabkan erupsi akne adalah nistatin, isoniazid, corticotropin, naproxen,
dan hydroxychloroquine.

5
Banyak organisme juga dapat menyebabkan erupsi yang menyerupai
jerawat oleh infeksi oleh Proteus, Klebsiella, Escherichia coli, dan Enterobacter.
Pityrosporum folikulitis yang disebabkan oleh Malassezia furfur dapat juga muncul
pada badan dan ekstremitas atas dengan erupsi pruritus. Infeksi yang diketahui
menyebabkan erupsi akneiform termasuk sifilis sekunder, infeksi mikotik,
coccidioidomycosis kulit, dan Sporothrix schenckii. Ekskresi zat penyebab yang
berkepanjangan dan meningkat dapat mengganggu epitelium folikel dan
menghasilkan reaksi inflamasi. Erupsi akneiformis juga dapat terlihat pada kondisi
seperti nevus comedonicus, kista rambut eruptif, dan tuberous sclerosis.3,5

2.4 PATOFISIOLOGI
Akneiform akne dapat diklasifikasikan menjadi berikut:

Penyebab umum dari reaksi acneiform yang diinduksi obat adalah


kortikosteroid sistemik dan androgen lainnya (steroid acne), tetapi lebih
dari 200 obat telah dilaporkan menyebabkan atau memperburuk jerawat.
Obat penyebab akneiformis, mekanismenya masih kurang dipahami, tetapi
dalam beberapa kasus terdapat bukti histologis dari hiperkeratosis folikel.
Pada beberapa obat, didapatkan bahwa terdapat konsentrasi atau ekskresi
folikuler yang menyebabkan iritasi dan infamasi unit pilosebaseus.[drugs-
induced acneiform reactions]

1. Jerawat akibat induksi obat.


Erupsi jerawat yang disebabkan obat dapat terjadi selama masa
kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Lesi biasanya muncul sebagai papula dan
dengan dasar peradangan monomorfik tanpa komedo atau kista. Lesi
papulopustular dapat ditemui pada wajah, leher, dada, dan punggung bagian
atas. Meskipun perjalanan klinisnya bervariasi untuk semua orang namun,
seringkali erupsi jerawat akibat obat-obatan memiliki onset yang cepat
tanpa riwayat acne vulgaris sebelumnya. Lesi papulopustular dapat
berkembang minggu, bulan, atau bahkan bertahun-tahun setelah paparan

6
obat penyebab, dan lesi dapat terus berkembang setelah penghentian obat
[drugs induced acneiform eruption]53171

terhitung sekitar 1% dari semua erupsi kulit yang diinduksi oleh obat,
merupakan diagnosis banding yang paling umum dari erupsi akne dan
berbagai macam obat telah menyebabkan erupsi ini.[2baru]

Gambar 1 : obat penyebab erupsi akneiformis


(Sumber : 2

Zat yang bertanggung jawab untuk erupsi jerawat adalah


kortikosteroid (steroid akne), steroid anabolik termasuk danazole dan

7
testosteron (jerawat binaraga, jerawat doping), kortikotropin, tetrasiklin,
vitamin B1, B6, B12, D2, antikonvulsan, obat psikofarmakologi misalnya
lithium carbonate atau amineptine, isoniazid, quinidine, azathioprine,
cyclosporine A, etretinat, penicillamine, iodides, dan bromides (jerawat
halogen). Beberapa obat seperti testosteron dan obat anabolik bahkan dapat
menyebabkan jerawat fulminans. Meskipun asam 13-cis-retinoic digunakan
dalam pengobatan jerawat yang sudah parah, secara paradoks obat ini
dilaporkan menyebabkan jerawat fulminans. Dalam kebanyakan kasus
patogenesis yang tepat dari akne medikamentosa masih belum diketahui.2
Setelah pemberian glukokortikoid sistemik atau kortikotropin, folikulitis
juga dapat muncul. Keadaan ini sangat jarang pada anak-anak tetapi dapat
terjadi pada setiap orang dewasa 2 minggu setelah steroid dimulai. Lesi
yang serupa dapat terjadi setelah penggunaan glukokortikoid topikal yang
berkepanjangan pada wajah. Ketika dosis sedang atau tinggi dari
kortikosteroid diambil untuk waktu singkat 3-5 hari, bisa terjadi erupsi yang
khas, yang dikenal sebagai jerawat steroid.5,7

Tabel 1. perbedaan erupsi akibat obat dan akne vulgaris[drugs induced acneiform eruption]53171
Drugs-induced acneiform eruption Acne vulgaris
Lesi monomorfik, tidak terdapat komedo Lesi polimorfik (campuran komedo,
atau jarang, dan kista. papul, pustule, dan nodul)
Lebih luas area seboroik dan mencakup Lokasi pada daerah seberoik seperti :
lengan, tubuh, punggung bagian bawah, wajah dan leher, sedikit pada punggung,
dan alat kelamin dada, dan tangan.

Onset usia (>30tahun) Umumnya pada remaja dan dewasa muda.

Resisten pada pengobatan konvesional Membaik dengan pengobatan konvesional


akne akne
Onset setelah pengunaan obat dan Tidak ada hubungan dengan penggunaan
membaik setelah penghentian obat serta obat
mengulang setelah penggunaan obat lagi.

8
Selain karena kortikosteroid, beberapa contoh golongan obat seperti
antikonvulsan contohnya: fenitoin, antidepresan, antipsikotik olanzapine
dan lithium, obat antituberkulosis seperti INH, tiourea, tiourasil, disulfiram,
kortikotropin. Antijamur seperti nistatin dan itrakonazol,
hidroksichloroquine, naproxen, merkuri, amineptin, obat kemoterapi, dan
inhibitor reseptor faktor pertumbuhan epidermal.3
Antibiotik seperti penisilin dan makrolida menyebabkan erupsi pustular
akut tanpa komedo. Antibiotik lain termasuk kotrimoksazol, doksisiklin,
ofloxacin, dan kloramfenikol terutama pada pasien demam dengan
leukositosis.

Gambar 2. Jerawat akibat penggunaan setosteron jangka Panjang (>40tahun)


(Sumber :

Gambar 3. Jerawat akibat pimekrolimus


(Sumber: )

9
Gambar 4. Jerawat akibat pemberian obat epilepsy. (panfacial inflammatory
acne)
(Sumber: )

Gambar 5. Jerawat pada orang dewasa akibat pemberian HRT untuk primary
ovarian failure.
Sumber :

Jerawat jenis ini jelas berbeda dari akne vulgaris dalam


pendistribusiannya dan pada jenis lesi yang diamati. Lesi, yang biasanya
semuanya dalam tahap perkembangan yang sama, terdiri dari pustula kecil
dan papula merah. Berbeda dengan jerawat vulgaris, jerawat akibat steroid

10
timbul dengan papulopustules monomorf terletak terutama pada badan dan
ekstremitas, dengan sedikit keterlibatan wajah. Pasca hiperpigmentasi
inflamasi mungkin terjadi, tetapi komedo, kista, dan jaringan parut tidak
akan terlihat. Secara karakteristik, lesi muncul setelah pemberian
kortikosteroid sistemik. Kortikosteroid topikal juga dapat menyebabkan
erupsi akne pada kulit sekitar hidung atau mulut dalam kasus steroid
inhalasi. Pengobatan terutama terdiri dari menghentikan penggunaan
kortikosteroid. Perawatan jerawat khas seperti retinoid topikal dan
antibiotik juga dapat membantu.3,7

Secara umum, mekanisme dari obat-obatan yang menyebabkan


erupsi akneiformis adalah cedera pada epitelium folikular, dengan pecahnya
isi folikel ke dalam dermis, menghasilkan reaksi peradangan membentuk
inflamasi awal papula secara klinis. Namun, obat-obatan dapat memiliki
mekanisme khusus yang berperan dalam patogenesis erupsi akneiformis,
yang paling umum dan penting yaitu steroid, lithium, dan inhibitor faktor
pertumbuhan epidermal.2baru

Jerawat steroid dapat terjadi secara topikal, inhalasi maupun oral.


Telah dikemukakan bahwa glukokortikoid meningkatkan ekspresi seperti
reseptor-2 dalam keratinosit yang distimulasi oleh Propionibacterium acnes
atau sitokin proinflamasi, yang menghasilkan jerawat. Infeksi Pityrosporum
ovale dari unit pilosebaceous juga telah diusulkan untuk dikaitkan dengan
jerawat steroid.2baru

Pada pasien yang menggunakan lithium, kandungan litium sepuluh


kali lipat lebih tinggi berperan pada lesi akneiformis. Secara patologis
infiltrasi neutrofilik pada epidermis yang menunjukan peningkatan sirkulasi
neutrofil kemotaksis neutrofil yang terkait dengan pelepasan lisosom dari
leukosit. Epidermal growth factor receptor (EGFR) inhibitor yang

11
digunakan untuk pengobatan stadium lanjut keganasan padat sering
dikaitkan dengan erupsi akne sebagai efek samping yang paling umum.2baru

2. Jerawat di tempat kerja


Chloracne adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
jerawat akibat kerja yang disebabkan dari hidrokarbon terklorinasi.
Beberapa kelompok berbeda dari senyawa industri yang ditemui di tempat
kerja dapat menyebabkan jerawat termasuk turunan tar batubara, minyak
pemotongan yang tidak larut, dan hidrokarbon terklorinasi
(chloronaphthalene, chlorobiphenyls, dan chlorodiphenyloxide).
Chloraphthalene, chlorophenyl (digunakan sebagai konduktor dan
isolator), dan chlorophenols (digunakan sebagai insektisida dan fungisida).7

Paparan melalui penghirupan, atau kontak langsung dari senyawa


atau makanan yang terkontaminasi menginduksi erupsi kutan dari komedo
polimorfik dan kista. Jerawat di tempat kerja cenderung cukup meradang
dan, di samping komedo besar, ditandai oleh papula, pustula, nodul besar,
dan kista. jerawat sering disertai dengan hiperpigmentasi. Lesi jerawat
okupasi tidak terbatas pada wajah dan, faktanya lebih umum di area tertutup
dengan kontak intim dengan pakaian yang jenuh dengan senyawa yang
menyinggung.3,7

Karena minyak pemotongan begitu banyak digunakan, adalah


penyebab paling umum dari jerawat industri. Namun, hidrokarbon
terklorinasi, yang menyebabkan chloracne, telah menimbulkan masalah
yang lebih sulit karena tingkat keparahan penyakit yang diinduksi dengan
senyawa ini. Temuan kulit yang terkait termasuk xerosis, dan perubahan
pigmen juga terlihat. Paparan dapat menyebabkan komedo, kista dan
perubahan pigmen pada kulit tetapi juga dapat mempengaruhi sistem mata,
saraf, dan hati. Banyak kasus telah terjadi sebagai akibat dari paparan besar-
besaran dalam kecelakaan industri. Hidrokarbon terklorinasi ditemukan

12
dalam fungisida, insektisida, dan pengawet kayu. Chloracne secara klasik
mempengaruhi daerah malar, retroauricular, dan mandibula kepala dan
leher, serta aksila dan skrotum. Patologi menunjukkan beberapa kista
infundibular kecil. Beberapa chloraknegens juga dapat bersifat
onkogenik.3,7

3. Jerawat akibat bahan kimia


Bahan kimia seperti minyak berat, lilin, minyak pemotongan,
turunan tar batubara berat seperti pitch dan creosote, minyak nabati dalam
kosmetik, dan minyak pomade menyebabkan erupsi akne.3

4. Jerawat akibat mekanik


Tekanan dan gesekan menyebabkan erupsi akne di leher pemain
biola, di bawah lengan band, tali bra dan imobilisasi berkepanjangan dalam
kasus ortopedi.

Folikulitis eosinofilik pustular adalah penyakit hipersensitivitas


alergi. Kelainan ini muncul sebagai erupsi papulopustular pruritus yang
berulang pada wajah, tubuh, dan ekstremitas.3

Rosacea tampak mirip dengan akne vulgaris dengan papulopustules,


kemerahan pada wajah dan telangiektasis. Keadaan ini lebih sering terjadi
pada wanita di dekade ketiga dan keempat kehidupan. Perubahan mata yang
terkait termasuk blepharitis, konjungtivitis, iritis, iridocyclitis, hypopyon
iritis, dan keratitis. Cuaca ekstrim, makanan panas atau pedas, alkohol,
konsumsi vitamin B6 dan Demodex folliculorum tungau dosis tinggi dapat
memicu kondisi tersebut.3

13
2.5 GAMBARAN KLINIS
Karakteristik erupsi obat jerawat yang akan membantu dalam membuat
diagnosis dengan membangun hubungan potensial antara konsumsi obat dan
jerawat, yang adalah sebagai berikut:2baru
1. Anamnesis
a) Usia onset yang tidak biasa: sebelum atau setelah masa remaja dan
dewasa awal (usia> 30 tahun)
b) Munculnya jerawat yang mendadak karena tidak adanya riwayat
acne vulgaris
2. Manifestasi klinis
a) Monomorfik, lesi inflamasi dengan papula, pustula, nodul sebagai
lesi primer
b) Tidak adanya komedo dan kista atau atau biasanya muncul sebagai
lesi inflamasi sekunder
3. Tempat kejadian atipikal: membentang di luar area seboroik seperti lengan,
tubuh, punggung bagian bawah dan bahkan genitalia
4. Resisten terhadap terapi jerawat konvensional
5. Hubungan waktu
a) Onset setelah penggunaan obat
b) Perbaikan setelah penghentian obat
c) Dapat berulang setelah penggunaan obat lagi

Berbeda dengan akne, erupsi akneiformis timbul secara akut atau subakut,
dan tempat terjadinya tidak di tempat predileksi akne saja, namun di seluruh bagian
tubuh yang mempunyai folikel pilosebasea. Manifestasi klinis erupsi adalah papul
dan pustule monomorfik atau oligomorfik, pada mulanya tanpa komedo. Komedo
dapat terjadi sekunder kemudian setelah system sebum ikut terganggu. Papula,
pustula dan tanpa komedo dapat ditemukan pada badan dan punggung. Ketika
penyebabnya adalah karena erupsi obat, pasien biasanya akan menyatakan bahwa
lesi hilang setelah menghentikan obat.Dapat disertai demam, malese, dan umumnya
tidak terasa gatal. Umur penderita berbeda dari remaja sampai orang tua.3

14
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Erupsi akneiformis dapat dibedakan dari akne vulgaris dengan riwayat onset
mendadak, morfologi monomorfik, perkembangan erupsi pada usia berapapun,
mempengaruhi tubuh lebih umum daripada wajah, dan tidak selalu mempengaruhi
area sebaceous.8

1. Akne vulgaris
Akne vulgaris adalah salah satu kelainan yang paling umum pada kulit dan
mempengaruhi 85% individu sekali selama masa hidup. Meskipun
Patogenesis AV belum dipahami dengan jelas beberapa faktor seperti :
Faktor hormonal, Propionibacterium akne, hiperkeratinisasi folikel dan
sekresi sebum adalah faktor yang berkontribusi dalam patogenesis. Faktor-
faktor lain termasuk faktor genetik, paparan zat seperti minyak, tar mentah,
hidrokarbon terklorinasi (chlorakne), kosmetik comedongenic (akne
cosmetica); dan faktor fisik seperti oklusi berulang, gesekan dan tekanan
(akne mechanica). Ciri klasik dari jerawat adalah pleomorfik; termasuk
papulopustules, komedo (terbuka dan tertutup), jaringan parut, folikel
eritema sebagai dasar papul, jaringan parut dan nodul serta kista dalam
kasus penyakit berat (akne conglobata).[drugs induced acneiform eruption] 53171,

Diagnosis akne vulgaris sering jelas sehingga hanya berdasarkan gejala


klinis, kecuali jika tanda dan gejala menunjukkan hiperandrogenisme,
seperti : Wanita dengan pola pertumbuhan rambut di wajah atau alat
kelamin, alopecia awitan dini, klitoromegali, jerawat berat, dan tanda
hirsutisme. Jerawat ditandai oleh berbagai lesi yang menunjukkan berbagai
tingkat keparahan penyakit.[Fitzpatrick2018]

Pengobatan untuk akne vulgaris terbagi berdasarkan tingkatannya :


1. Jerawat ringan (terutama komedo)
Jerawat dengan komedo ringan dapat diobati dengan asam retinoid
topikal azelaic atau salisilat.

15
2. Jerawat ringan dengan papular dan / atau pustular dapat diobati dengan
retinoid topikal dan benzoil peroksida topikal.
3. Jerawat sedang (komedo dan atau tanpa papul dan pustule)
Dapat diobati dengan retinoid topical plus benzoil peroksida dana tau
antibiotic topical (termasuk kombinasi dengan benzoil peroksida dan
eritromisin atau klindamisin)
4. Jerawat berat (nodul dan jaringan parut)
Isotretinoin sistemik
Terapi hormonal wanita

Gambar 6. Komedo terbuka (blackhead) pada bagian belakang pada pria


dengan jerawat.
(Sumber :fitzpatrick2018.)

16
Gambar 7. Pasien akne vulgaris yang berat dengan papul folikel, folikel
pustule, kista akneiformis, dan jaringan parut permanen.
(Sumber :fitzpatrick2018.)

Tabel 2. Perbedaan antara akne dan erupsi akneiformis10


Akne Akneiform eruption
Site Sebaceous follicle Sebaceous follicle
Cause Multifactoral : Drugs
Androgens Tropical irritanst
Sebum Food supplements
Propionibacterium aknes
Follicular keratinization
Heredity
Primary lesion Comedon (noninflammatory) Papule, papulopustule
(inflammatory)
Secondary lesion Papules Postinflammatory
Papulopustule comedones
Nodules
Cysts
Draining sinuses

17
Scarring Inevitable after inflammation, Usually absent or
shallow to deep minimal
Onset Slow, month to years Sudden, days to weeks
Age at onset Adolescence Adulthood or later
Course Prolonged, years Short, after withdrawal
of the cause
Therapy Multiple topical and oral Usually not necessary
choices depending on staging after withdrawal of the
offending agent

5. Rosacea
Rosacea adalah Gangguan yang cukup umum pada orang dewasa, terutama
melibatkan daerah wajah (pipi, dagu, hidung, dan dahi pusat). Rosacea mungkin
dapat berada di lokasi lain, tetapi masih jarang terjadi. Pada usia anak-anak sangat
jarang terjadi. Terdapat dalam lima gejala klinis, seperti :
Terdapat dalam lima gejala klinis, seperti :

1. Jenis erythematous, telangiectactic, terhitung 70% dari kasus.


2. Jenis papulopustular
3. Jenis granulomatosa
4. Jenis kelenjar hiperplastik (phymatous rosacea) yang menyebabkan
pembengkakan hidung tidak beraturan dan bulat - kondisi yang
dikenal sebagai rhinophyma
5. Penyakit mata.
Sebagian besar kasus ditandai oleh eritema persisten, episode
rekuren flushing, edema, papula, dan pustula. Kemudian,
telangiectasia, dan sensasi terbakar serta fibrosis sering terjadi.

(Patterson J. Weedon’s skin pathology. Ed 4. Elsevier Health Sciences: 2014.)

Berdasarkan fitur klinis yang dominan pada setiap pasien, rosacea


diklasifikasikan menjadi empat subtype yaitu, Erythematotelangiektasi

18
rosacea (subtipe 1), papulopustular rosacea (PPR, didefinisikan sebagai
papula eritematosa kecil berbentuk kubah kecil dan pustula pada dasar
eritema dalam biasanya pada bagian tengah wajah) (subtipe 2), phymatous
rosacea (subtipe 3), dan rosacea okular (subtipe 4). Trias gambaran klinis
rosacea adalah eritema simetris, papula dan pustula, serta telangiektasia
pada pipi, dahi, dan hidung.10

Gambaran rosacea dapat bervariasi, dan pasien dapat menunjukkan


kombinasi dari gejala-gejala ini:
1. Papulopustular rosacea (rosacea klasik) - eritema dan telangiektasis
variabel pada wajah, dengan papula dan pustula berbasis folikel tetapi
tanpa komedo (Gambar 23.7-23.9). Subtipe ini juga dapat menunjukkan
variabel ushing dan edema wajah.
2. Erythromatotelangiectatic rosacea — penggunaan menonjol dan
telangiektasis, dengan atau tanpa edema. Pemakaian biasanya
disebabkan oleh alkohol, makanan pedas, minuman panas, atau
pengerahan tenaga.
3. Rhinophyma (phymatous rosacea) - nodularitas permukaan yang jelas
akibat pertumbuhan kelenjar sebaceous yang paling menonjol pada
hidung, tetapi pipi dan dagu mungkin juga terpengaruh.
4. Rosasea okular — 50% hingga 90% pasien dengan rosacea mungkin
memiliki beberapa derajat keterlibatan okular yang biasanya
bermanifestasi sebagai blepharitis, konjungtivitis, atau eritema
konjungtiva.

19
Gambar 7. Pasien dengan penggunaan steroid topikal pada rosacea.
(Sumber :Fitzpatrick 2018.)

Gambar 5. Rosacea dapat muncul pada usia lanjut, rosacea yang berat dengan
papul folikular dan eritema.
(Sumber :fitzpatrik2018.)

20
Gambar 5. Rosacea yang berat dengan papul folikular dan eritema serta
rinofimoma.
(Sumber :fitzpatrik2018.)

Meskipun tidak ada pedoman yang diterbitkan untuk perawatan rosacea


beberapa perawatan yang direkomendasikan digunakan untuk mengontrol
tanda-tanda dan gejala termasuk kombinasi perawatan kulit, fotoproteksi,
agen topikal, terapi oral serta penghindaran faktor pemicu seperti : olahraga
berat, suasana panas dan lembab, gangguan emosi, alkohol, minuman panas,
makanan pedas, paparan sinar matahari, gosokan kuat pada kulit, dan toner
atau pelembab yang mengandung asam glikolat. Pilihan perawatan
tampaknya bergantung pada berbagai faktor, seperti jenis rosacea dan
riwayat medis pasien dapat digunakan untuk pilihan terapi.10

6. Infeksi folikulitis
Infeksi folikulitis adalah infeksi pada bagian atas folikel rambut, akibat dari
trauma mekanis (misalnya gesekan), iritasi (agen topikal tertentu seperti
minyak), atau infeksi. Keadaan ini ditandai oleh papula folikuler, pustul,
dan erosi. Agen penyebab tersering adalah Staphylococcus aureus.
Meskipun, folikulitis Gram-negatif dapat terjadi akibat penggunaan
antibiotik jangka panjang untuk jerawat. Pityrosporum ragi saprofit, juga
dapat terlibat. Folikulitis Biasanya menginfeksi area janggut (sycosis

21
barbae), tubuh dan pantat.3 Gram - negatif folikulitis mungkin terjadi pada
pasien dengan akne vulgaris yang sudah ada sebelumnya dengan pemakaian
antibiotik oral jangka panjang, terutama tetrasiklin. Folikulitis gram negatif
dapat muncul sebagai papulopustules yang berada di sekitar hidung atau
sebagai nodul yang terletak di dalam.7

7. Dermatitis perioral
Dermatitis perioral adalah erupsi akne dengan etiologi yang tidak diketahui,
meskipun banyak faktor yang turut terlibat seperti: kortikosteroid topikal,
dermatitis kontak iritan subklinis, dan overmoisturisasi kulit. Dermatitis
perioral biasanya muncul pada usia dewasa dengan Insidensi lebih tinggi
pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. 6,10
Secara klinis dapat berupa papula eritema simteris yang menonjol,
papulovesikel, dan atau tanpa pustula berkelompok berukuran 2mm di
daerah perioral (pada dagu atau lipatan nasolabial, tetapi tidak pada batas
vermilion bibir) yang mungkin memiliki dasar eritematosa. Lesi serupa dan
bersamaan kadang-kadang ditemukan di perbatasan lateral mata.6,10

22
2.7 TATALAKSANA
Penanganan untuk erupsi akneiform tergantung pada penyebabnya. Dalam
banyak kasus, jika penyebabnya adalah organisme atau obat, maka pemaparan
harus dihentikan. Sebagian besar pasien sembuh dalam beberapa minggu.
Pengobatan topical dengan obat yang bersifat iritan, misalnya sulfur, resorsinol atau
asam vitamin A mempercepat menghilangnya erupsi kulit. Pemberian obat anti
akne sistemik sesuai dengan beratnya penyakit memberikan hasil yang cukup baik.
Untuk setiap lesi yang tersisa, perawatan yang telah digunakan untuk mengobati
erupsi akne adalah ablasi laser, eksisi, antibiotik topikal atau oral, dan retinoid
topikal atau oral. Jika penyebabnya adalah infeksi jamur seperti pityrosporum
folikulitis, maka penggunaan agen antijamur topikal dapat membantu seperti
ciclopirox, econazole, dan ketoconazole dapat membantu.1,3
Pengobatan chlorakne sulit karena dapat bertahan selama bertahun-tahun,
bahkan tanpa paparan lebih lanjut.Beberapa pasien dengan folikulitis eosinofilik
dapat diberikan indometasin. Lesi yang gagal merespon indometasin dapat diobati
dengan siklosporin3 Gatal adalah gejala yang sangat umum pada pasien dengan
erupsi akne sehingga dapat mengaplikasikan penggunaan antihistamin. Jika gatal
muncul saat keadaan nokturnal, antihistamin generasi pertama direkomendasikan
karena dapat juga menyebabkan tidur. Ada beberapa kasus erupsi akne yang dapat
diberikan dapson. Laporan anekdot menunjukkan bahwa erupsi pustular eosinofilik
merespon pada perjalanan singkat dapson.3
Selama bertahun-tahun, penggunaan retinoid untuk mengobati erupsi
jerawat memiliki hasil yang baik. Retinoid oral dan topikal juga telah digunakan.
Agen-agen ini dikenal untuk mengurangi produksi sebum dan cepat menghilangkan
erupsi. Beberapa hal yang sebaiknya dilakukan yaitu Hindari obat penyebab jerawat
akibat induksi obat. Minimalkan kontak atau gesekan yang akan mencegah jerawat
akibat kerja dan mekanik. Pakaian pelindung dan pemindahan pekerja dari
lingkungan yang tidak sesuai juga membantu.3

23
2.8 PROGNOSIS
Erupsi aknesiformis merupakan penyakit yang dapat sembuh, apabila
penyebab induksi obat bisa dihentikan. Apabila hal tersebut tidak mungkin
dilaksanakan karena vital. Maka pengobatan topical maupun sistemik akan
memberikan hasil yang cukup baik.1

24
BAB III
KESIMPULAN

Akne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel
pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustule, nodus, dan kista
pada tempat predileksinya. Akne ditandai dengan kondisi kulit yang berminyak
dengan sebum yang berlebihan, komedo yang terbuka dantertutup, papul eritema
dan pustule, pada sebagian kasus juga terdapat nodul, pustul yang dalam dan
pseudocysts. Akne meliputi berbagai kelainan kulit yang hampir mirip satu dengan
lainnya, sehingga diperlukan penggolongan atau klasifikasi untuk
membedakannya.

Erupsi akneiformis adalah kelainan kulit yang menyerupai akne berupa


peradangan folikular dengan manifestasi klinis papulopustular. Etiologi penyakit
ini masih belum jelas. Semula erupsi akneiformis disangka sebagai salah satu jenis
akne, namun kemudian diketahui bahwa etiopatogenesis dan gejalanya berbeda.
Erupsi akneiformis diinduksi oleh obat-batan seperti yodida dari medium kontras
yang radiopaque atau yodida potassium bromidesseperti propantheline bromide,
testosterone, siklosporin, obat antiepilepsi,litium dan kortikosteroid sistemik.

Etiologi erupsi akneiformis sampai saat ini masih belum dapat diketahui
secara pasti, namun diduga erupsi akneiformis disebabkan oleh obat, baik obat-
obatan yang digunakan secara sistemik maupun yang digunakan secara topikal.
Erupsi akneformis adalah reaksi kulit yang berupa peradangan folikular akibat
adanya iritasi epitel duktus pilosebasea yang terjadi karena eksresi
substansi penyebab. Erupsi akneiformis dapat muncul pada lokasi yang tidak khas,
misalnya lengan dan tungkai. Bentuk lesi pada umumnya monomorf dan tidak
ditemukan komedo. Berbeda dengan akne, erupsi akneiformis timbul secara akut
atau subakut, dan tempat terjadinya tidak di tempat predileksi akne saja namun, di
seluruh bagian tubuh yang mempunyai folikel pilosebasea.

25
Manifestasi klinis erupsi adalah papul dan pustule, monomorfik atau
oligomorfik pada mulanya tanpa komedo, komedo dapat terjadi
sekunder kemudian setelah sisitem sebum ikut terganggu. Penghentian konsumsi
obat yang dipakai penderita dapat menghentikan bertambahnya erupsi dan secara
perlahan akan menghilangkan erupsi yang ada. Pengobatan topical dengan obat
yang bersifat iritan, misalnya sulfur, resorsinol atau asam vitamin A mempercepat
menghilangnya erupsi kulit. Pemberian obat anti akne sistemik sesuai dengan
beratnya penyakit memberikan hasil yang cukup baik.

26
Daftar Pustaka

1. Wasitaatmadja SM. Erupsi Akneiformis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.


Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2015.
2. Lobo A, Mathai R, Jacob M. Pathogenesis of drugs induced acneform
eruption. J Indian Dermatology Venereol Leprol. 1992. 58:3; 159-63.
3. Nair Pragya, Salazar Fransisco. Akneiform eruptions. USA: StatPearls
Publishing LLC Universidad De Guadalajara; 2017.
4. Plewig G Jansen. Akneiform dermatoses. J Dermatology
Ludwig Maximilians University of Munich. 1998;196:102–107
5. James W, Eston D, Berger T. Andrew’s diseases of the skin clinical
dermatology. 11th Ed. UK: Elsevier; 2011
6. Lauzon G, Taher M, Cheung M. Acneiform facial eruptions : A problem
for young women. J Can Fam Physician. 2005;51:527-533.
7. Paller A, Wolf K, Gold smith L, Stephen K, Gilchrest B, Leffel D.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Ed. Boston: Mc
Graw Hill; 2012

8. Har Kam M. Differential Diagnoses of Acneiform Eruptions. [internet]. 2002


[cited on 2018 July 28]. Available from :
(http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/dampak-dari-tidak-menyusui-di-
indonesia)
9. Plewig G, Kligman A. Acneiform Eruptions. [internet]. 2000 [cited on 2018
July 28]. Available from :
(https://link.springer.com/chapter/10.1007%2F978-3-642-59715-2_50)
10. Dessinioti C, Antoniou C, Katsambas A. Acneiform Eruptions. J Clinic in
Dermatology. 2014; 32: 24-34

27

Anda mungkin juga menyukai