Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
Akne vulgaris adalah penyakit radang menahun folikel pilosebasea dengan gejala klinis:
komedo, papul, pustul, kista, dan nodus dengan tempat predileksi di muka, bahu, leher, dada,
punggung bagian atas, dan lengan atas. Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
etiologi, pathogenesis, dan terapi akne vulgaris.
Akne vulgaris menjadi masalah pada hampir 85% para remaja sehingga gangguan ini
sering dapat dianggap sebagai proses fisiologis. Biasanya akne vulgaris mulai timbul pada masa
pubertas. Pada wanita, insidens terbanyak terdapat pada usia 14-17 tahun, sedangkan pada lakilaki 16-19 tahun. Pada waktu pubertas terdapat kenaikan dari hormon androgen yang beredar
dalam darah yang dapat menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi dari glandula sebasea yang
merupakan salah satu faktor penyebab akne vulgaris.
Beberapa peneliti mengajukan klasifikasi akne vulgaris dan gradasi yang berbeda, oleh
karenanya hasil terapi satu peneliti dengan peneliti lainnya tidak dapat dibandingkan. Terapi akne
vulgaris meliputi segi preventif dan kausatif.1,2,3,4

BAB II
AKNE VULGARIS
II.1. DEFINISI
Akne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea
yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus, dan kista pada tempat predileksinya.
Nama lainnya adalah jerawat.1
II.2. EPIDEMIOLOGI
Hampir setiap orang menderita penyakit ini, maka sering dianggap sebagai kelainan kulit
yang fisiologis. Kligman mengatakan bahwa tidak ada seorang pun (100%) yang sama sekali
tidak pernah menderita penyakit ini. Umumnya insidens terjadi pada sekitar umur 14-17 tahun
pada wanita, 16-19 tahun pada pria dan pada masa itu lesi yang predominan adalah komedo dan
papul dan jarang terlihat lesi beradang. Dari sebuah penelitian diketahui bahwa mereka yang
bergenotip XYY mendapat akne vulgaris yang lebih berat. Ras oriental (Jepang, Cina, Korea)
lebih jarang menderita akne vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih
sering terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada negro.
Sebuah studi menyatakan bahwa 85% penduduk usia 18-24 tahun di Amerika Serikat
mengalami akne vulgaris. Studi lain memaparkan angka prevalensi akne vulgaris 71,23% di
Peru, 93,3% di Australia, dan 14% di Inggris. Angka kejadian akne vulgaris di Indonesia cukup
tinggi, namun belum ada penelitian mengenai prevalensinya karena data yang kurang lengkap.
Salah satu penelitian mengenai prevalensi akne vulgaris di Indonesia menyatakan bahwa
prevalensi akne vulgaris di Palembang mencapai 68,2% pada penduduk usia 15-16 tahun.5
II.3. ETIOLOGI
Etiologi pasti penyakit ini belum diketahui. Faktor yang berkaitan dengan patogenesis
penyakit1:
1. Perubahan pola keratinisasi dalam folikel
Keratinisasi dalam folikel yang biasanya berlangsung longgar berubah menjadi padat
sehingga sukar lepas dari saluran folikel tersebut.
2. Produksi sebum yang meningkat
2

Menyebabkan peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadinya


lesi akne.
3. Terbentuknya fraksi asam lemak bebas
Asam lemak bebas merupakan penyebab terjadinya proses inflamasi folikel dalam sebum
dan kekentalan sebum yang penting dalam patogenesis penyakit.
4. Peningkatan jumlah flora folikel (Propionibacterium acnes)
Flora ini berperan pada proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan enzim lipolitik
pengubah fraksi lipid sebum.
5. Terjadinya respons hospes
Respon berupa pembentukan circulating antibodies yang memperberat akne.
6. Peningkatan kadar hormon androgen, anabolik, kortikosteroid, gonadotropin serta ACTH
Hormon ini mungkin menjadi faktor penting pada kegiatan kelenjar sebasea.
7. Terjadi stres psikik
Stres psikik dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea, baik secara langsung maupun tidak
langsung atau melalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis.
8. Faktor lain : usia, ras, familial, makanan, cuaca / musim
Faktor-faktor ini secara tidak langsung dapat memacu peningkatan proses patogenesis
tersebut.
II.4. PATOGENESIS
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan patogenesis panyakit tersebut.
Terdapat empat mekanisme utama terjadinya akne, yaitu:
1.

Hipertrofi kelenjar sebasea dengan peningkatan penghasilan sebum (akibat rangsangan


hormon androgen)
Akne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu kelenjar sebasea membesar
dan mengeluarkan sebum lebih banyak. Meningkatnya produksi sebum pada penderita
akne disebabkan oleh respon organ akhir yang berlebihan (end-organ hyperresponse)
pada kelenjar sebasea terhadap kadar normal androgen dalam darah. Produksi sebum ini
lebih banyak dihasilkan pada seseorang yang menderita akne dibanding dengan yang
tidak menderita akne.

2.

Hiperkeratosis epitelium folikular (pertumbuhan sel-sel yang cepat dan mengisi ruang
folikel polisebasea dan membentuk plug)
Akibat dari meningkatnya sebum pada penderita akne, terjadi penurunan konsentrasi
asam linoleik. Hal ini dapat menyebabkan defisiensi asam linoleik setempat pada epitel
folikel, yang akan menimbulkan hiperkeratosis folikuler dan penurunan fungsi barier dari
3

epitel. Dinding komedo lebih mudah ditembus bahan-bahan yang dapat menimbulkan
peradangan.
3.

Pertumbuhan kuman, Propionibacterium acnes yang cepat (folikel polisebasea yang


tersumbat akan memerangkap sebum serta meningkatkan pertumbuhan kuman)
Bakteri ini memproduksi porfirin yang bila dilepaskan dalam folikel akan menjadi
katalisator untuk terjadinya oksidasi skualen, sehingga oksigen dalam folikel tambah
berkurang lagi. Penurunan tekanan oksigen dan tingginya jumlah bakteri ini dapat
menyebabkan peradangan folikel.

4.

Inflamasi akibat hasil sampingan kuman Propionibacterium acnes, karena kuman ini
memproduksi lipase, hialuronidase, protease, lesitinase dan neuramidase yang diduga
memegang peranan penting dalam proses terjadinya peradangan.2,3,4,6,7,8,9

Usia
Ras
Familial
Cuaca

Hormonal
Stress

Kelenjar palit
Trigliserida

Asam lemak bebas

Lipase

Kental

Sumbatan
komedo

Kemotaktik

Flora

Papul, pustul,
nodus, kista
Respon hospes
Jaringan parut
Hiperpigmentasi

II.5. KLASIFIKASI
Domonkos dalam buku Andrews diseases of the skin (1971) menulis bahwa akne terdiri
atas akne vulgaris, akne keloidalis, perifolikulitis, akne tropikalis, akne neonatorum, rinofima,
akne rosasea, perioral dermatitis.
4

Cunliffe dalam buku Acne (1989) menyatakan akne terdiri atas: 1. Akne vulgaris yang
meliputi akne konglobata, akne fulminans, folikulitis negatif-gram, pioderma fasial, akne
vaskulitis, 2. Varian akne yang meliputi akne induksi obat, acne excoriee, akne infantil dan akne
juvenil, akne klor, oil acne, other chemical acne, Fiddlers neck, akne nevoid, akne fisika
(frictional acne dan immobility acne), akne kosmetika, akne deterjen, senile (solar) comedones,
familial comedones, dan akne tropikalis.
Plewig dan Kligman dalam buku Acne: Morphogenesis and Treatment (1975) yang
dianut oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah:
1. Akne vulgaris dan varietasnya :
a. Akne tropikalis
b. Akne fulminan
c. Pioderma fasiale
d. Akne mekanika
e. Dan lainnya
2. Akne venenata akibat kontaktan eksternal dan varietasnya :
a. Akne kosmetika
b. Pomade acne
c. Akne klor
d. Akne akibat kerja
e. Akne deterjen
3. Akne komedonal akibat agen fisik dan varietasnya :
a. Solar comedones
b. Akne radiasi (sinar X, kobal)
Pada akne vulgaris terjadi perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar akibat
pengaruh berbagai faktor penyebab. Pada akne venenata terjadi penutupan oleh massa eksternal.
Pada akne fisis, saluran keluar menyempit akibat radiasi sinar ultraviolet, sinar matahari, atau
sinar radioaktif.1
II.6. GAMBARAN KLINIS

Erupsi kulit polimorfi, dengan gejala predominan salah satunya, komedo, papul yang
tidak beradang dan pustul, nodus dan kista yang beradang. Dapat disertai rasa gatal, namun

umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetis. Komedo adalah gejala patognomonik bagi
akne berupa papul miliar yang di tengahnya mengandung sumbatan sebum, bila berwarna hitam
akibat mengandung unsur melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black comedo,
open comedo) sedang bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak
mengandung unsur melanin disebut sebagai komedo putih atau komedo tutup (white comedo,
close comedo). Predileksi akne vulgaris adalah muka, bahu, dada bagian atas, dan punggung
bagian atas. Lokasi lain misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang terkena.

II.7. GRADASI
Gradasi yang menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan bagi pilihan pengobatan.
Penulis (1982) di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris sebagai berikut1:
1. Ringan, bila :
a. Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi
b. Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi
c. Sedikit lesi tak beradang pada 1 predileksi
2. Sedang, bila :
a. Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi
b. Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
c. Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi
d. Sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi
3. Berat, bila :
a. Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
b. Banyak lebih beradang pada 1 atau lebih predileksi
Catatan :

sedikit < 5, beberapa 5 10, banyak > 10 lesi


tak beradang : komedo putih, komedo hitam, papul
beradang

: pustul, nodus, kista

II.8. DIAGNOSIS
Diagnosis Akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan Pemeriksaan ekskohleasi
sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan ekstraktor komedo (sendok Unna). Sebum
yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai
nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.
6

Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran pada etiologi
dan patogenesis penyakit dapat dilakukan di laboratorium mikrobiologi yang lengkap untuk
tujuan penelitian, namun hasilnya sering tidak memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids) dapat pula
dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam lemak bebas (free fatty acid)
meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk
menurunkannya.1
II.9. DIAGNOSIS BANDING1
1. Erupsi akneiformis
Yang disebabkan oleh induksi obat, misal kortikosteroid, INH, barbiturat, bromida,
iodida, difenil hidantoin, trimetadion, ACTH, dan lainnya. Klinis berupa erupsi papulo
pustul mendadak tanpa adanya komedo di hampir seluruh bagian tubuh. Dapat disertai
demam dan dapat terjadi di semua usia.
2. Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis
Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat
predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsang fisisnya.
3. Rosasea
Merupakan penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritema, pustul,
teleangiektasis, dan kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo
kecuali bila kombinasi dengan akne.
4. Dermatitis perioral
Terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis polimorfi eritema, papul, pustul, di
sekitar mulut yang terasa gatal.

II.10 PENATALAKSANAAN
Meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk
menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif). Kedua usaha tersebut dilakukan bersamaan.
Pencegahan
a. Menghindari terjadinya jumlah lipid sebum dan perubahan isi sebum dengan :
i. Diet rendah lemak dan karbohidrat
ii. Perawatan kulit berupa membersihkan kulit dari kotoran dan jasad renik yang
mempunyai peranan etiopatogenesis pada akne vulgaris
b. Hindari faktor pemicu :
i. Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stress.
7

ii. Penggunaan kosmetika secukupnya, baik banyaknya maupun lamanya


iii. Menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misal minuman keras, pedas, rokok,
lingkungan tidak sehat, dsb.
iv. Menghindari polusi debu, pemencetan lesi yang tidak lege artis, yang dapat
memperberat erupsi yang telah terjadi.
c. Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai penyebab penyakit,
pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya, serta prognosisnya. Penting agar
penderita tidak underestimate atau overestimate terhadap usaha penatalaksanaan yang
dilakukan.

II.11 PENGOBATAN
Pengobatan akne vulgaris disesuaikan dengan gradasi penyakit yang diderita pasien.
Berikut pembagian terapi akne vulgaris menurut Canadian Medical Association Journal10:
Derajat Ringan
OBAT

SEDIAAN

DOSIS

Retinoid Topikal

Krim 0,05%, 0,1%

2x1 pagi dan sore setelah mandi

Gel 0,01%

Adapalene
Tazarotin

Antibiotik Topikal

Solusio 0,05%
Krim 1%

Oksi tetrasiklin
Eritromisin
Klindamisin fosfat

Derajat Sedang
OBAT
Retinoid Topikal

Adapalene
Tazarotin

Bahan iritan (peeling)

Peroksida benzoil
Asam salisilat
Sulfur
Resorsinol

SEDIAAN
Krim 0,05%, 0,1%

DOSIS
2x1 pagi dan sore setelah mandi

Gel 0,01%
Solusio 0,05%
Krim

2x1 pagi dan sore setelah mandi

2,5 10%
2 5%
4 8%
1 5%
8

Antibiotik Oral

250 mg

3x1

Tetrasiklin
Doksisiklin
Eritromisin
Azitromisin
Derajat Berat

50 mg

2x1

500 mg

2x1

250 mg

3 x 1 minggu

OBAT
Isoretinoid Oral
Kortikosteroid Oral

Prednison
Deksametason

SEDIAAN
5 mg

DOSIS
0,5 1 mg/kgBB/hari
1x1

5 mg

1x1

A. Pengobatan Topikal
Dilakukan untuk mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan, dan mempercepat
penyembuhan lesi. Terdiri atas :
1. Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (peeling), misal : sulfur (4-8%), resorsinol (15%), asam salisilat (2-5%), peroksida benzoil (2,5-10%), asam vitamin A (0,025-0,1%),
dan asam azeleat (15-20%). Efek samping dapat dikurangi dengan pemakaian konsentrasi
rendah.
2. Antibiotika topikal, misal: oksi tetrasiklin (1%), eritromisin (1%), klindamisin fosfat
(1%)
3. Anti radang topikal, misal: salep atau krim kortikosteroid kekuatan ringan atau sedang
(hidrokortison 1-2,5%) atau suntikan intralesi kortikosteroid kuat (triamsinolon asetonid
10 mg/cc) pada lesi nodulo kistik
4. Lainnya, misal: etil laktat 10% untuk menghambat pertumbuhan jasad renik.
B. Pengobatan sistemik
Terutama untuk menekan aktivitas jasad renik disamping juga mengurangi reaksi radang,
menekan produksi sebum, dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Terdiri dari :
1. Anti bakteri sistemik, misal: tetrasiklin (250 mg 1g/hari), eritromisin (4x250 mg/hari),
doksisiklin (50 mg/hari), trimetoprim (3x100 mg/hari).
2. Obat hormonal. Untuk menekan produksi androgen secara kompetitif menduduki reseptor
organ target di kelenjar sebasea, misal: estrogen (50 mg/hari selama 21 hari dalam
sebulan) atau antiandrogen siproteron asetat (2 mg/hari). Kortikosteroid misal prednison
(7,5 mg/hari) atau dexametason (0,25-0,5 mg/hari), untuk menekan peradangan dan
menekan sekresi kelenjar adrenal.
9

3. Vitamin A dan retinoid oral. Untuk antikeratinisasi (50.000-150.000 ui/hari). Sudah


jarang digunakan karena efek sampingnya. Isotretinoin (0,5-1 mg/kg BB/hari) merupakan
derivat retinoid yang menghambat produksi sebum sebagai pilihan pada akne
nodulokistik atau konglobata yang tidak sembuh dengan pengobatan lain.
4. Obat lainnya, misal: AINS (anti inflamasi non steroid), misal: ibuprofen (600 mg/hari),
dapson (2x100 mg/hari), seng sulfat (2x200 mg/hari).
C. Bedah Kulit
Untuk memperbaiki jaringan parut baik yang hipertrofik maupun yang hipotrofik. Tindakan
dilakukan setelah akne vulgaris sembuh.
1. Bedah skalpel dilakukan untuk meratakan sisi jaringan parut yang menonjol atau
melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik yang dalam.
2. Bedah listrik dilakukan pada komedo tertutup untuk mempermudah pengeluaran sebum
atau pada nodulo kistik untuk drainase cairan isi yang dapat mempercepat penyembuhan.
3. Bedah kimia dengan asam triklor asetat atau fenol untuk meratakan jaringan parut yang
berbenjol.
4. Bedah beku dengan bubur CO2 beku atau N2 cair untuk mempercepat penyembuhan
radang.
5. Dermabrasi untuk meratakan jaringan parut hipo dan hipertrofi pasca akne yang luas.

II.12 PROGNOSIS
Umumnya prognosis penyakit baik. Akne vulgaris umumnya sembuh sebelum mencapai
usia 30-40an. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai tua atau mencapai gradasi sangat
berat hingga perlu dirawat di rumah sakit.1

10

BAB III
KESIMPULAN
Akne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea
yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus, dan kista pada tempat predileksinya.
Hampir setiap orang menderita penyakit ini, maka sering dianggap sebagai kelainan kulit yang
fisiologis. Kligman mengatakan bahwa tidak ada seorang pun (100%) yang sama sekali tidak
pernah menderita penyakit ini. Umumnya insidens terjadi pada sekitar umur 14-17 tahun pada
wanita, 16-19 tahun pada pria dan pada masa itu lesi yang predominan adalah komedo dan papul
dan jarang terlihat lesi beradang.
Etiologi pasti akne vulgaris belum diketahui, namun beberapa faktor yang diyakini
berkaitan dengan pathogenesis penyakit antara lain perubahan pola keratinisasi dalam folikel,
produksi sebum yang meningkat, terbentuknya fraksi asam lemak bebas, peningkatan jumlah
flora folikel, peningkatan kadar hormon, stress psikik, dan faktor lain seperti usia, genetik,
makanan, cuaca.
Gambaran klinis berupa erupsi kulit polimorfi, dengan gejala predominan salah satunya,
komedo, papul yang tidak beradang dan pustul, nodus dan kista yang beradang. Dapat disertai
rasa gatal, namun umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetis. Predileksi akne vulgaris
adalah muka, bahu, dada bagian atas, dan punggung bagian atas.
Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan ekskohleasi sebum.
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI membagi akne berdasarkan gradasi ringan,
sedang, dan berat yang berguna untuk terapi akne. Terapi ini mencakup pencegahan dan
pengobatan farmakologi. Prognosis umumnya baik, sembuh sebelum mencapai usia 30-40an.

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Wasitaatmadja SM. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima. Dalam: Djuanda A,


Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: FKUI; 2013.
H.253-9.
2. Landow R. Kenneth. Kapita Selekta Terapi Dermatologik. Jakarta: EGC; 1994. H.1-8.
3. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000. H.35-45.
4. Baumann L. Cosmetic Dermatology (Principles and Practice). New York: McGraw-Hill;
2009. H.55-61.
5. Tjekyan RMS. Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris. Media Medika Indonesiana.
2008. Vol 43.
6. Wasitaatmadja SM, Sugito TL. Dermatologi Kosmetik. Jakarta: PD Perdoski. H.85-103.
7. Wasitaatmadja S. Pengobatan Mutakhir Dermatologi Pada Anak dan Remaja. Jakarta:
FKUI. H.70-80.
8. Baran R, Maibach HI, Dunitz M. Cosmetic Dermatology. H.433-44.
9. Wood MJ. Acne. In: Farar WE, Wood MJ, Innes JA, Hugh T. Infectious Disease. Times
Mirror International Publisher Ltd. Copyright 1995. On CD-ROM.
10. Kraft J, Freiman A. Management of Acne. CMAJ. 2011. Vol 4. 183(7).

12

Anda mungkin juga menyukai