Anda di halaman 1dari 4

HORMON YANG BERPENGARUH PADA ACNE VULGARIS

Acne adalah kelainan yang disebabkan oleh hormon dan substansi lain pada
kelenjar minyak (kelenjar sebaseus) dan folikel rambut pada kulit. Pada pubertas,
tubuh

manusia

mulai

memproduksi

hormon

bernama

androgen,

yang

menyebabkan pembesaran dan menstimulasi kelenjar sebaseus yang ditemukan


pada folikel rambut1.
Kelebihan sebum yang bercampur dengan sel kulit mati dan bakteria pada
permukaan kulit akan menyumbat pori-pori. Pada pori-pori yang tersumbat,
bakteri berkembangbiak dan menyebabkan inflamasi1,2. Enzim 5-alfa reduktase
yang mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT) memiliki aktivitas
tinggi pada kulit yang mudah berjerawat, seperti pada wajah, punggung, dada, dan
bahu 2.
Perubahan hormonal juga berhubungan dengan siklus menstruasi,
kehamilan, menstruasi, dan juga saat pemakaian maupun pemberhentian
penggunaan kontrasepsi1. Penderita acne memiliki kadar androgen serum dan
sebum yang lebih tinggi dari orang normal. Pasien dengan hiperandrogenisme
seperti pada sindrom polikistik ovarium (PCOS), sebanyak 70% pasien juga
menderita acne. Namun sebagian besar acne pada perempuan dewasa tidak
berkaitan dengan gangguan endokrin2.
Sensitivitas terhadap androgen ini tidak disebabkan karena kelebihan level
hormon, namun disebabkan karena reaksi abnormal terhadap kadar hormon yang
normal tersebut1.
Pada penelitian yang dilakukan, level serum LH, FSH dan rasio LH/FSH
tidak memiliki hubungan signifikan dengan acne vulgaris, namun rastio LH/FSH
yang lebih tinggi berhubungan secara signifikan dengan derajat keparahan acne
vulgaris. Kelebihan LH menyebabkan peningkatan sekresi androgen pada
ovarium. Karena penurunan level FSH berhubungan dengan LH, sel granulosa
ovarium tidak dapat mengaromatisasi androgen menjadi estrogen1.

PERBEDAAN ACNE VULGARIS, ACNE STEROIDAL, DAN


ERUPSI ACNEIFORMIS
1. Acne Vulgaris
Acne vulgaris adalah penyakit kulit obstrutif dan inflamatif kronik pada
folikel pilosebasea yang umumya terjadi pada masa remaja 2,3. Penyebab yang
pasti masih belum jelas. Empat faktor patogenesis utama dari acne vulgaris
adalah hiperproliferasi epidermis folikular, sebum berlebih, inflamasi, dan
keberadaan dan aktifitas dan bakteri Propionibacterium acnes2,4.
Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka, bahu, dada, lengan
bagian atas, dan punggung bagian atas. Lokasi kulit lain, misalnya leher,
lengan atas, dan glutea kadang-kadang terkena. Erupsi kulit polimorfi, dengan
gejala predominan salah satunya komedo, papul yang tidak beradang dan
pustul nodus dan kista yang beradang3.
2. Erupsi acneiformis
Erupsi acneiformis adalah lesi yang mirip dengan acne, yaitu adanya
peradangan folikular dengan manifestasi klinis papulonodul, pustul, dan kista,
namun umumnya tidak terdapat komedo, yang mana merupakan ciri pembeda
dengan acne3,5. Erupsi akneiformis terjadi akibat adanya iritasi epitel duktus
pilosebasea yang terjadi karena ekskresi substansi penyebab (obat) pada
kelenjar kuit. Kelainan ini bukan merupakan reaksi alergi3.
Gejala klinis berbeda dengan acne, erupsi acneiformis timbul secara akut
maupun subakut, dan tempat terjadinya tidak di tempat predileksi akne saja,
namun di seluruh bagian tubuh yang mempunyai folikel pilosebasea.
Manifestasi klinis adalah papul dan pustul monomorfik atau oligomorfik,
pada mulanya tanpa komedo. Komedo dapat muncul sekunder setelah sistem
sebum ikut terganggu. Onset mendadak, apabila merupakan akibat dari
penggunaan obat, biasanya muncul dalam hitungan hari, dapat disertai
demam, malaise, dan umumnya tidak terasa gatal. Umur penderita berbeda

dari remaja sampai orang tua dan ada riwayat penggunaan obat yang lama
dikonsumsi3,6.
Etiologinya masih belum jelas, biasanya diinduksi oleh obat yang
diberikan secara sistemik seperti kortikosteroid, ACTH, INH, iodida dan
bromida, vit B2, B6, B12, fenobarbital, difenil hidantoin, trimetadion,
tetrasiklin, litium, pil kontrasepsi, kina,rifampisin, tiourea, aktinomisin D3,6.
Ada pula yang menganggap bahwa erupsi akneiformis dapat disebabkan oleh
aplikasi topikal kortikosteroid, PUVA, atau radiasi, bahkan berbagai bahan
kimia yang kontak ke kulit akibat kerja (minyak, klor), kosmetika, atau
tekanan pada kulit3.
3. Acne steroidal
Acne steroidal merupakan salah satu contoh dari erupsi acneiformis, yang
muncul akibat penggunaan kortikosteroid jangka panjang maupun jangka
pendek7. Steroid acne memiliki ujud kelainan papulopustul monomorfik yang
dominan, tidak terdapat komedo, terletak di badan dan ekstrimitas, dan jarang
pada area wajah. Lesi tersebut muncul pada penggunaan kortikosteroid
sistemik, topikal, maupun inhalan, dan menghilang saat penggunaan steroid
dihentikan5,8. Pada penggunaan kortikosteroid dosis sedang atau tinggi yang
dikonsumsi 3-5 hari, erupsi biasanya muncul tiba-tiba6.
Patofisiologi dari acne yang diinduksi oleh obat cukup komplek. Steroid
topikal dan oral menyebabkan acne steroidal yang ditandai dengan papul
dome-shaped

yang monomorfik pada dada. Diduga glukokortikoin

merangsang ekpresi toll-like receptor 2(TLR 2) pada keratinosit distimulasi


oleh P. acnes atau sitokin proinflamasi yang menyebabkan acne9.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ewadh MJ, Shemran KA, Al-Hamday KJ. The correlation of some hormones
with acne vulgaris. International Journal of Science and Nature. 2011; 2(4):
713-717
2. Movita T. 2013. Acne Vulgaris. CDK-203/ vol. 40 no. 4
3. Djuanda A et al. 2010.

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta h : 253-263


4. Julie C, Harper. An update on the pathogenesis and management of acne
vulgaris. J Am Acad Dermatol. 2004;51(1): 36-38.
5. Kuflik

JH.

2014.

Acneiform

Eruption.

Medscape.

Emedicine.medscape.com/article/1072536-overview
6. James WD, Berger TG, Elston DM. 2000. Andrews Diseases of the Skin
Clinical Dermatology Tenth Edition. Canada: Elsevier Inc
7. Plewig G, Kligman AM. Steroid Acne. Springer. 2000; p 440-448
8. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. 2013. Fitzpatricks Color Atlas and
Synopss of Clinical Dermatology, Seventh Edition. USA: The McGraw-Hill
Companies, Inc
9. Scheinfield N. Drug-induced acne and acneiform eruptions: A review. The
dermatologist. 2009; 17(8)

Anda mungkin juga menyukai