3. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan di antara gerombolan
ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat
dengan intinya terdesak ke pinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak
ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap-tiap tempat dan
juga pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama (berlainan)
B. Pembuluh Darah dan Saraf
1. Pembuluh Darah
a. Anyaman pembuluh nadi kulit atas atau luar,anyaman ini terdapat antara stratum
papilaris dan stratum retikularis,dari anyaman ini berjalan arteriole pada tiap - tiap papila
kori;
b. Anyaman pembuluh darah nadi kulit bawah atau dalam,anyaman ini terdapat
antara korium dan subkutis. Anyaman ini memberi cabang - cabang pembuluh nadi ke
alat - alat tambahan yang terdapat di korium.
2. Persarafan kulit
Terjadinya cacat pada penderita kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi syaraf
tepi, baik karena kuman kusta mupun karena terjadinya peradangan (neuritis) sewaktu
keadaan reaksi kusta, kerusakan tersebut meliputi:
a. Kerusakan fungsi sensorik
b. Kerusakan fungsi motorik
c. Kerusakan fungsi otonom
Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya yang membungkus
seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubug terhadap bahaya
kimia. Cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap
mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit
merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat
perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat,kekuning -
kuningan,kemerah- merahan atau suhu kulit meningkat ,meperlihatkan adanya kelainan
yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit karena penyakit tertentu.
1. Fungsi Kulit
Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalani
kelangsungan hidup secara umum yaitu:
a. Fungsi proteksi.
b. Proteksi rangsangan kimia
c. Fungsi absorbsi
d. Fungsi kulit sebagai pengatur panas.
e. Fungsi ekskresi
f. Fungsi persepsi.
g. Fungsi pembentukan pigmen
h. Fungsi keratinisasi.
i. Fungsi pembentukan vitamin D
Konsep Morbus Hansen
Definisi Morbus Hansen
Menurut Departement Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo (2009),
Morbus Hansen (Kusta, lepra) adalah penyakit infeksi yang kronis yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium lepromatosis yang menyerang syaraf tepi (primer), kulit dan
jaringan tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat.
Jadi, Morbus Hansen adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
Myrobacterium Lepra yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya,
kecuali susunan saraf pusat.
Klasifikasi Morbus Hansen
No Tanda Utama PB MB
1 Lesi kulit(makula 1-5 lesi 5 lesi
datar, papul Hipopigmentasi/eritem Distribusi lebihsimetris
yangmeninggi, a Hilangnya sensasi
nodus) Distribusi tidak simetris
Hilangnya sensasiyang
jelas
1. TT (Tuberkuloid Type)
2. BT (Borderlines Tuberculoid)
3. BB (Mid Borderline)
4. BL (Borderline Lepramatous)
5. LL (Lepramatosa type)
6. LI (Lepromatosa Indefinite)
6. LI (Lepromatosa Indefinite)
Etiologi Morbus Hansen
Menurut WHO diagnosa kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal berikut:
a. Lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas
b. BTA positif
c. Penebalan saraf tepi, nyeri tekan, parastesi.
Menurut Departement Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo (2009), gejala
klinis dari morbus hansen adalah:
1. Kelainan Saraf Tepi
2. Kelainan kulit dan organ lain
3. Tipe borderline merupakan campuran dari kedua tipe (tipe tuberculoid dan tipe
lepromatosa).
Patofisiologi Morbus Hansen
Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti,
beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh
bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Setelah M. Leprae masuk ke dalam
tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan
seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada
derajat sistem imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem
imunitas seluler tinggi. Penyakit berkembang ke arah tuberkuloid dan bila
rendah, berkembang ke arah lepromatosa.
M. Leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu
daerah akral dengan vaskularisasiyang sedikit. M. Leprae ( Parasis Obligat
Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah
superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh
tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn,
histiosit ) untuk memfagosit.
Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak
mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak
jaringan. Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat
menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi
sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel
dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa
epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena
respons imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan
tingkat reaksi seluler daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta
dapat disebut sebagai penyakit imunologis.
Pemeriksaan Diagnostik Morbus Hansen
1. Inspeksi mata
2. Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kulit dengan menggunakan kapas
3. Pemeriksaan saraf tepi
4. Pemeriksaan fungsi saraf otonom
5. Pemeriksaan Bakteriologis
6. Indeks Bakteri (IB)
7. Indeks Morfologi (IM)
WOC
Penatalaksanaan Morbus Hansen
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien
kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari
pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insidens
penyakit.
Penatalaksanaan Medis
1) Prinsip pengobatan
Pada tahun 1981 WHO Study Group on Chemotherapyof Leprosy secara resmi
mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta dengan regimen MDT (Multi Drug
Therapy). (Marwali Harahap, 2000) Pengobatan berdasarkan regimen MDT (Multi Drug
Therapy) dalam buku Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSU Dokter Soetomo Surabaya (2009) adalah sebagai berikut :
1. Pausibasiler
◦ Rifampicine 600 mg/bulan, diminum di depan petugas (dosis supervisi)
◦ DSS 100 mg/hari
2. Multibasiler
◦ Rifampicine 600 mg/bulan, dosis supervisi
◦ Lamprene 300 mg/hari, dosis supervise ditambahkan
◦ Lamprene 50 mg/hari
2) Rehabilitasi
Usaha-usaha rehabilisasi meliputi medis, okupasi, kejiwaan, dan social. Usaha
medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh antara lain operasi dan fisioterapi.
Terapi kejiwaan berupa bimbingan mental diupayakan sedini mungkin pada setiap
pasien, keluarga, dan masyarakat sekitarnya untuk memberikan dorongan dan
semangat agar dapat menerima kenyataan dan menjalani pengobatan dengan
teratur dan benar sampai dinyatakan sembuh secara medis. Rehabilitasi social
bertujuan memulihkan fungsi social ekonomi pasien sehingga menunjang
kemandiriannya dengan memberikan bimbingan social dan peralatan kerja, serta
membantu pemasaran hasil usaha pasien.
Komplikasi Morbus Hansen
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta
baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi
reaksi kusta.
Konsep Luka Bakar
Defisini Luka Bakar
Combustio atau luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang
disebabkan oleh panas, kimia/radioaktif. (Long, 1996). Combustio atau Luka
bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas
tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi/radiasi elektromagnetik. (Effendi.
C, 1999). Sehingga dari beberapa pendapat tersebut, Luka bakar adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat disebabkan oleh panas (api,
cairan/lemak panas, uap panas), radiasi, listrik, kimia. Luka bakar merupakan
jenis trauma yang merusak dan merubah berbagai sistem tubuh.
Klasifikasi Luka Bakar
Terdapat kriteria dari World Health Association (WHO) dan American Burn Association
(ABA). WHO mengklasifikasikan luka bakar berdasarkan kedalaman sebagai berikut :
Menurut Effendi, 1999 manifestasi klinik yang muncul pada luka bakar sesuai dengan
kerusakannya :
1. Grade I
Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali, sembuh dalam
3-7 dan tidak ada jaringan parut.
2. Grade II
Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema subkutan,
luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh dalam 28 hari tergantung
komplikasi infeksi.
3. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah keputihputihan
dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri maka
perlu Skin graff.
Patofisiologis Luka Bakar
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau
ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan.
Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan karena luka
bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan
organ dapat terjadi.
Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas
dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik
serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah
ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi
perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga
interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Pemeriksaan Luka Bakar
A. Pemeriksaan Fisik Luka Bakar
1. Hitung darah lengkap
2. Leukosit
3. GDA (Gas Darah Arteri)
4. Elektrolit Serum
5. Natrium Urin
6. Alkali Fosfat
7. Glukosa Serum
8. Albumin Serum
9. BUN atau Kreatinin
10. Loop aliran volume
11. EKG
12. Fotografi luka bakar
Pemeriksaan Penunjang Luka Bakar
1. Keadaan umum
` Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan
gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai
derajat cukup berat
2. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga
tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
c. Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung
yang rontok d. Mulut Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering
karena intake cairan kurang
d. Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake
cairan kurang
e. Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen
f. Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengatasi kekurangan cairan
g. Pemeriksaan thorak/dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi
suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
h. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada
area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
i. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat
pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan
indikasi untuk pemasangan kateter.
j. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
k. Pemeriksaan neurologi
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan
kedalaman luka).
Web Of Caution Luka Bakar
Penatalaksanaan Luka Bakar
1. Pertolongan Pertama Pada Pasien Dengan Luka Bakar
a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan
oksigen pada api yang menyala
b. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek Torniket,
karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem
c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau
menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit.
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus
setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan
dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini
pada jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
d. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas karena
bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan langsung pada luka
bakar apapun.
e. Evaluasi awal
f. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat
trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti dengan
pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey sekunder.
2.Resusitasi Cairan
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar,
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang
adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar.
Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema
tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki
bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan
beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler.
3.Perawatan Luka Bakar
a. Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier
pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian salep
antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi
NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan pembengkakan.
b. Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya,
pertamatama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban
katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan
penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau
Allograft (homograft, cadaver skin) ) atau bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte,
integra).
c. Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok
kulit (early exicision and grafting )
4.Nutrisi
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari
orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan
hipermetabolik.
6.Escharotomy
Luka bakar grade III yang melingkar pada ekstremitas dapat menyebabkan
iskemik distal yang progresif, terutama apabila terjadi edema saat resusitasi cairan, dan
saat adanya pengerutan keropeng
7.Antimikroba
Dengan terjadinya luka mengakibatkan hilangnya barier pertahanan kulit
sehingga memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada luka. Bila jumlah
kuman sudah mencapai 105 organisme jaringan, kuman tersebut dapat menembus ke
dalam jaringan yang lebih dalam kemudian menginvasi ke pembuluh darah dan
mengakibatkan infeksi sistemik yang dapat menyebabkan kematian. Pemberian
antimikroba ini dapat secara topikal atau sistemik. Pemberian secara topikal dapat
dalam bentuk salep atau cairan untuk merendam. Contoh antibiotik yang sering dipakai
: Salep : Silver sulfadiazine, Mafenide acetate, Silver nitrate, Povidone-iodine, Bacitracin
(biasanya untuk luka bakar grade I), Neomycin, Polymiyxin B, Nysatatin, mupirocin ,
Mebo.
Komplikasi Luka Bakar
1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2. Sindrom kompartemen
3. Adult Respiratory Distress Syndrome
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat.
6. Gagal ginjal akut
Konsep Acne
Definisi Acne
Jerawat atau dalam bahasa medis disebut dengan Acne Vulgaris merupakan
salah suatu peradangan kronik folikel sebaseus yang menjadi masalah utama bagi
remaja saat ini. Susanto (2013) dalam Sampelan (2017), Acne vulgaris adalah suatu
keadaan dimana pori-pori kulit tersumbat sehingga timbul bruntusan atau bintik merah
dan abses (kantong nanah) yang meradang dan terinfeksi pada kulit. Apabila hal
tersebut bercampur dengan make-up, keringat, dan polusi makan dapat tumbuh
menjadi komedo. Jika komedo terinfeksi oleh bakteri yang melekat pada kulit, maka
terjadilah peradangan yang disebut dengan jerawat.
Etiologi Acne
Menurut Afriyanti (2015), penyebab Acne vulgaris sangat banyak (multifaktorial)
antara lain faktor genetik, bangsa ras, makanan, iklim, jenis kulit, faktor kebersihan,
penggunaan kosmetik, stress, infeksi, dan pekerjaan. Namun terdapat empat dasar
patofisiologi dari jerawat, antara lain: 1) penyumbatan folikel poliosebacea, 2) produksi
sebum berlebih, 3) proses inflamasi, dan 4) adanya dan aktivitas Propionibacterium
Acnes. Masing-masing proses ini saling terkait dan di bawah pengaruh hormon dan
kekebalan tubuh.
Tanda dan Gejala Klinik Acne
Jerawat ditandai dengan adanya lesi. Lesi dapat berupa inflamasi atau non
inflamasi. Lesi non inflamasi adalah komedo, yang mungkin tertutup (whitehead) atau
terbuka (komedo). Lesi inflamasi bervariasi dari papula kecil dengan batas merah
sampai pustula dan nodul berfluktuasi besar dan lembut. Beberapa nodul besar
sebelumnya disebut “kista” dan istilah nodulocystic telah digunakan untuk
menggambarkan kasus peradangan jerawat yang parah. Apakah lesi muncul sebagai
papula, pastule, atau nodul tergantung pada luas dan lokasi infiltrasi inflamasi di dermis.
Ada empat jenis umum bekas jerawat, yaitu: 1) ice pick, 2) rolling, 30 boxcar, dan 4)
hypertrophic.
Patofisiologi Acne
Patofisiologi jerawat (acne vulgaris) dikategorikan berdasarkan beberapa faktor
penyebab yaitu pelepasan mediator inflamasi ke dalam kulit, hiperkeratinisasi folikular,
bakteri Propionibacterium acnes, dan produksi sebum. Selama beberapa dekade,
patofisiologi jerawat/acne diperkirakan berkembang sebagai akibat dari interaksi
empat faktor berikut:
1. Hiperpoliferasi folikular epidermal dengan penyumbatan folikel,
2. Produksi sebum yang berlebih,
3. Keberadaan dan aktivitas dari bakteri komensal Propionibacterium Acne,
4. Peradangan.
Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi perubahan paradigma tentang
pemahaman patofisiologi terjadinya jerawat dimana respon inflamasi dapat timbul
sebelum timbulnya hiperpoliferasu folikular. Berdasarkan hasil penelitian terbaru,
patogenesis jerawat dapat dikategorikan oleh beberapa faktor penyebab sebagai
beriut:
1. Pelepasan Mediator Inflamasi ke Dalam Kulit
2. Hiperkeratinisasi Folikular
3. Propionibacterium Acnes
4. Produksi Sebum
Web Of Caution Acne
Penatalaksanaan Acne
1. Penatalaksanaan Umum
a. Pentingnya pembersihan dalam pengobatan jerawat, yaitu
mencuci muka minimal dua kali sehari dengan cara yang
lembut diikuti dengan pemberian terapi pengobatan jerawat.
b. Diet.
2. Agen topikal
a. Sulfur/Sodium Sulfacetamide/resorcinol.
b. Asam Salisilat
c. Benzoil peroksida
d. Antibiotik topical
e. Retinoid
3. Terapi sistemik
a. Antibiotik
i. Tetrasiklin
ii. Macrolides
iii. Trimethoprim-sulfamethoxazole
iv. Cephalexin
v. Clindamycin dan Dpsone
b. Hormon Therapy
i. Oral Contraceptives
ii. Glucocorticoids
iii. Gonadotropin-Releasing Hormone Agonist.
iv. Antiandrogens c. Isotretinoin
4. Tindakan
a. Acne surgery
b. Intralesional glukokortikoid
c. Phototherapy dan laser
Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan Morbus Hansen
Pengkajian
1. Identitas klien
Penyakit kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak (10-12 tahun)lebih
rentan dari pada orang dewasa, sedangkan frekuensi tertinggi yaitu pada kelompok
dewasa (umur 25-35 tahun), dan biasanya terjadi pada keluarga dengan status social
ekonomi rendah.
2. Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh ada bercak merah pada kulit tangan, kaki, atau
seluruh tubuh dan wajah yang kadang disertai dengan tangan dan kaki kaku serta
bengkak, kadang juga disertai nyeri atau mati rasa ditambah lagi dengan suhu tubuh
meningkat.
3. Riwayat penyakit sekarang
Adanya keluhan kaku pada jari-jari tangan dan kaki, nyeri pada pergelangan
tangan, tangan dan kaki bengkak disertai dengan suhu tubuh meningkat. Biasanya klien
dengan penyakit ini tidak dapat mengeluarkan keringat atau mati rasa
8. Aktivitas / Istirahat
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area
yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
9. Sirkulasi
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum
dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka
bakar).
10. Integritas Ego
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda:
ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
11. Eliminasi
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising
usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
16. Keamanan
Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak
terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
17. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. TTV
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1. Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut
setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan l
uas luka bakar
2. Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi
adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta
bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
3. Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung
yang rontok.
4. Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake
cairan kurang
5. Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen
6. Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengatasi kekurangan cairan
d. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi
suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
e. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada
area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakan tempat
pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan
indikasi untuk pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun
bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok
neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan
kedalaman luka).
Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Agens cedera fisik 9mis., abses, amputasi, luka bakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan).
2. Risiko infeksi b.dGangguan integritas kulit.
3. Kekurangan volume cairan b.d peningkatan suhu tubuh
Asuhan Keperawatan Acne Vulgaris
Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data Umum Pasien
a. Nama
b. Jenis kelamin
c. Usia
d. Pekerjaan
e. Alamat, dan lain-lain
B. Keluhan Utama
Seborea, komedo, papula, pustule, nodul, kista, dan jaringan parut yang
tersebar pada muka, leher, punggung, dan dada. Komedo, papula dan pustule pada
bahu, hidung, dagu, dada bagian atas dan punggung. Dalam kasus yang berat, seluruh
wajah mungkin terlibat dan lesi mungkin menyembuh dengan pembentukan jaringan
parut. Kulit biasanya berminyak. Biasanya keluhan yang dirasa paling mengganggu
yaitu adanya rasa nyeri dan kurangnya rasa percaya diri.
b. Moisture
Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit terhadap basah dan
minyak. Tanda fisik pertama yang perlu diperhatikan adalah wajah dan tubuh bagian
atas menjadi sangat berminyak akibat peningkatan produksi sebum Walaupun hal ini
normal terjadi pada masa pubertas, tetapi pada akne produksi sebum sangat
berlebihan.
c. Temperatur
Dikaji dengan dorsal tangan. Pada area yang terdapat lesi, suhunya lebih tinggi
daripada area kulit yang lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya proses inflamasi
pada lesi tersebut.
d. Texture
Palpasi tekstur kulit dengan menekan secara lembut dengan ujung jari . Pada
acne, ada lesi superficial yang biasanya muncul 5 sampai 10 hari dan tidak
menimbulkan bekas, tapi lesi yang lebih besar biasanya sampai berminggu-minggu dan
menimbulkan bekas.
e. Turgor
Cara mengkajinya adalah dengan mengukur seberapa lama kulit dan jaringan
dibawahnya kembali ke bentuk awal setelah ditarik. Biasanya pada kasus acne, turgor
kulit normal yaitu < 3 detik.
f. Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebihan dalam jaringan. Area
edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi, temperature, bentuk, mobilisasi.
Biasanya pada kasus acne, tidak ditemukan edema.
g. Odor
Biasanya apabila lesi acne dipencet, akan mengeluarkan cairan yang berbau.
h. Lesi
Akan terbentuk lesi (polimorf). Lesi yang khas adalah komedo. Bila terjadi
peradangan akan terbentuk papula, pustula, nodul, dan kista. Bila sembuh, lesi dapat
meninggalkan eritema dan hiperpigmentasi pasca inflamasi, bahan dapat terbentuk
sikatrik seperti cetakan es yang atrofik dan keloid. Lesi terutama timbul di daerah yang
banyak mempunyai kelenjar palit, seperti muka, punggung, leher, dada, bahu, dan
telinga.
3. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis jerawat (acne vulgaris) umumnya dapat ditegakkan berdasarkan
gejala klinis. Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan dalam diagnosis jerawat.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada pasien acne jika dicurigai adanya
hiperandrogenisme. Pada pasien dengan tanda virilisasi perlu pemeriksaan lengkap dari
level testosterone seperti testosteron bebas, DHEA-S, hormon luteinizing, dan follicle-
stimulating hormone.
Kultur dari lesi kulit dapat menyingkirkan kemungkinan folikulitis gram negatif,
dilakukan jika pasien tidak merespon pengobatan atau perbaikan tidak dapat
dipertahankan.
Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut b.d terbentuknya seborea, komedo, papula, pustule, nodul, inflamasi
secara sekunder.
b. Kerusakan integritas kulit b.d terbentuknya sikatrik seperti cetakan es yang atrofik dan
keloid.
c. Risiko infeksi b.d peradangan akut akibat manipulasi lesi. d. Gangguan citra tubuh
b.d rasa malu dan frustrasi terhadap tampilan diri.