Anda di halaman 1dari 28

TUGAS KELOMPOK

Mata Kuliah : Pemberdayaan Keluarga dalam Komunitas


Dosen Pengajar : dr. Dwi Nilasari

OLEH:
KELOMPOK II

Kiki Lestari Madhona P07224322134


Luthfi Yuliastika Wibawa P07224322115
Najiah Ahmad P07224322120
Nidaul Mahmudah P07224322044
Nurbayah P07224322114
Ratih Fitriana P07224322216
Riana Dwi Saftayani P07224322082
Syahriana P07224322070
Winda Sari P07224322220
Windi Muliana Ningsih P07224322088
Wiwik Hildayanthie P07224322165

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KEMENENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nyalah, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Penyusunan
makalah ini dimaksudkan agar dapat memberikan suatu pengetahuan. Kami berharap
makalah ini dapat mendukung proses kegiatan belajar mengajar di ruangan kelas.

Kami menyadari sepenuhnya makalah ini tentu banyak kekurangan. Oleh sebab itu,
Kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun. Harapan
kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca terutama bagi para mahasiswa.

Samarinda, 03 Oktober 2022

Kelompok II

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. Latar Belakang........................................................................................................ 1
B. Tujuan...................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................. 3

BAB III PENUTUP..................................................................................................... 10


A. Kesimpulan.............................................................................................................. 10
B. Saran........................................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desa siaga aktif adalah bentuk pengembangan dari desa siaga yang telah
dimulai sejak tahun 2006. Desa atau kelurahan siaga aktif adalah desa atau kelurahan
yang penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang
memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau
sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti Pusat Kesehatan
Masyarakat Pembantu (Pustu), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau
sarana kesehatan lainnya, penduduk mengembangkan Usaha Kesehatan Berbasis
Masyarakat (UKBM) dan melaksanakan survailans berbasis masyarakat (Kemenkes
RI, 2010). Pengembangan desa siaga merupakan salah satu strategi dalam
mewujudkan Indonesia sehat. Desa siaga merupakan gambaran masyarakat yang
sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman
terhadap kesehatan masyarakat dengan memanfaatkan potensi setempat secara
gotong royong menuju desa sehat (Misnaniarti, 2011). Dunia internasional sangat
memberi perhatian terhadap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
terutama yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan bayi.
Dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat sebagaimana yang
diharapkan, program pemberdayaan masyarakat khususnya dalam bidang
kesehatan reproduksi harus ditingkatkan. Upaya mengatasi AKI juga tidak
mungkin dapat dilakukan pemerintah sendiri tanpa partisipasi masyarakat.
Pemerintah menyadari bahwa apapun peranan yang dimainkan pemerintah,
tanpa partisipasi aktif. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertisipasi
masyarakat dengan adanya advokasi yang merupakan suatu kegiatan untuk
memperoleh komitmen politik, dukungan kebijakan, penerimaan sosial dan
dukungan sistem dari pembuat keputusan atau pembuat kebijakan terhadap
program kesehatan yang bertujuan untuk mendorong dikeluarkannya
kebijakan-kebijakan publik sehingga dapat mendukung atau menguntungkan
kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian Kesehatan pada tahun 2009 diketahui
bahwa dari 75.410 desa dan kelurahan di seluruh Indonesia tercatat 42.295
(56,1%) desa dan kelurahan telah memulai upaya mewujudkan Desa dan
Kelurahan Siaga. Atas dasar pertimbangan tersebut diatas perlu dilakukan
revitalisasi Pengembangan Desa atau Kelurahan Siaga guna mengakselerasi
pencapaian target 80 % Desa Siaga Aktif pada tahun 2015 (Kemenkes RI, 2010).
Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat merupakan salah satu
penanda keberhasilan proses program pengembangan desa siaga aktif yang
berguna untuk memberdayakan masyarakat dan memberi kemudahan kepada
1
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi (Kurniawan, 2007).
Desa Tentram masih terdapat kematian ibu serta balita, dan penyebab
kematian tersebut adalah masih tingginya kepercayaan kepada ke dukun yg
merupakan salah satu orang yang paling disegani di Desa Tentram, tidak adanya
sarana dan prasarana untuk memfasilitasi dalam keadaan darurat, serta belum
terbentuknya desa siaga dimana tidak ditemukan pada kasus tersebut adanya
pelayanan kesehatan dasar, pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka diperlukan suatu pendekatan Desa
Siaga Aktif oleh Bidan Arumi yang dapat membantu Desa Tentram dalam
menyelesaikan permasalahannya.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli, dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di wilayahnya.
2. Tujuan Khusus
a. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya
kesehatan.
b. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko
dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah,
kegawadaruratan dan sebagainya)
c. Peningkatan kesehatan lingkungan di desa. Meningkatnya kemampuan dan
kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan. 

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI DESA SIAGA
Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumberdaya dan
kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasimasalah kesehatan,
bencana, dan kegawatdaruratan kesehatan secaramandiri. Desa yang dimaksud di sini
adalah kelurahan atau istilah lain bagikesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah, yangberwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan yang
diakui dandihormati dalam Pemerintah Kesatuan Republik Indonesia.

2.2 KONSEP DESA SIAGA


Desa Siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan
untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan
kesehatan) secara mandiri (Depkes RI,2006). Konsep desa disini serupa dengan desa,
kelurahan, nagari, dan lain-lain yang sepadan.
A. Sasaran dalam pengembangan desa siaga
1. Pihak-pihak yang dapat memengaruhi individu dan keluarga, yaitu tokoh
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), kader, dan media massa.
2. Pihak-pihak yang dapat member dukungan atau bantuan, yaitu pejabat atau
dunia usaha.
3. Semua individu dan keluarga di desa.

Semua sasaran di atas diharapkan dapat lebih mandiri dlaam mengatasi


masalah-masalah kesehatan. Untuk menuju Desa Siaga, ada beberapa kriteria
yang harus dipenuhi, yaitu desa tersebut minimal mempunyai pos kesehatan desa
(poskesdes). Poskesdes di sini merupakan suatu upaya bersumber daya
masyarakat (UKBM) yang minimal melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti
berikut :

1. Pengamatan epidemiologis penyakit menular dan yang berpotensi menjadi


kejadian luar biasa (KLB) serta faktor-faktor risikonya.
2. Penanggulangan penyakit menular dan yang berpotensi menjadi kejadian luar
biasa serta kekurangan gizi.
3. Kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana dan kegatdaruratan kesehatan.
4. Pelayanan kesehatan dasar, sesuai dengan kompetensinya (jika dekat dengan
puskesmas atau pustu maka bisa diambil alih oleh salah satunya).

3
5. Kegiatan lain-lain misalnya promosi untuk sadar gizi, perilaku hidup bersih dan
sehat, penyehatan lingkungan, dan kegiatan pengembangan

Poskesdes di masyarakat juga berfungsi sebagai coordinator dari UKBM


lainnya seperti posyandu, warung obat desa, dan lainnya. Oleh karena itu,
poskesdes perlu didukung sumber daya tenaga (minima; satu orang perawat
maternitas atau bidan dan dua orang kader) serta sarana (fisik bangunan, peralatan
dan perlengkapan, serta alat komunikasi ke masyarakat dan puskesmas). Untuk
membentuk poskesdes tidak harus memulai dari awal, tetapi bisa dengan
menggunakan sumber daya kesehatan yang sudah ada seperti berikut

1. Polindes yang sudah ada dikembangkan menjadi poskesdes.


2. Memanfaatkan bangunan lain yang sudah ada misalnya balai desa
3. Dibangun baru dengan alternative (bantuan pemda atau pempus, donator,
dunia usaha, dan swadaya masyarakat).
B. Indikator Keberhasilan Pengembangan Desa Siaga
1. Indikator masukan (input), seperti ada/tidaknya forum masyarakat desa,
poskesdes atau sarananya, tenaga kesehatan, dan UKBM lain.
2. Indikator proses (process), seperti frekuensi pertemuan masyarakat desa, ada
atau tidaknya kunjungan rumah kadarzi dan PHBS, serta berfungsi atau
tidaknya Poskesdes, UKBM yang ada, sistem kesiapsiagaan dan
penanggulangan kegawatdaruratan bencana, dan sistem surveylans
(pengamatan dan pelaporan).
3. Indikator pengeluaran (output), seperti cakupan pelayanan kesehatan
Poskesdes, pelayanan UKBM yang ada, rumah tangga yang mendapat
kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS, serta jumlah kasus
kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan atau diatasi.
4. Indikator dampak (outcome), seperti jumlah jiwa yang menderita sakit
(angka kesakitan kasar) dan gangguan jiwa, jumlah ibu melahirkan yang
meninggal dunia, juga jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia serta
menderita gizi buruk.

4
2.3 PERAN JAJARAN KESEHATAN DAN PEMANGKU KEPENTINGAN
TERKAIT
A. Peran Jajaran Kesehatan
1. Peran Puskesmas
Dalam rangka pengembangan Desa Siaga, Puskesmas merupakan ujung
tombak dan bertugas ganda yaitu sebagai penyelenggara PONED dan
penggerak masyarakat desa. Namun demikian, dalam menggerakkan
masyarakat desa, Puskesmas akan dibantu oleh Tenaga Fasilitator dari Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota yang telah dilatih Provinsi. Adapun peran
Puskesmas adalah sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, termasuk Pelayanan
Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED).
b. Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim tingkat kecamatan dan
desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
c. Memfasilitasi pengembangan Desa Siaga dan Poskesdes.
d. Melakukan monitoring Evaluasi dan pembinaan Desa Siaga.
2. Peran Rumah Sakit
Rumah Sakit memegang peranan penting sebagai sarana rujukan dan
pembina teknis pelayanan medik. Oleh karena itu, dalam hal ini peran
Rumah Sakit adalah:
a. Menyelenggarakan pelayanan rujukan, termasuk Pelayanan Obstetrik dan
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).
b. Melaksanakan bimbingan teknis medis , khususnya dalam rangka
pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan dan
bencana di Desa Siaga.
c. Menyelenggarakan promosi kesehatan di Rumah Sakit dalam rangka
pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan dan
bencana.
3. Peran Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
Sebagai penyelia dan pembina Puskesmas dan Rumah Sakit, peran Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota meliputi:
a. Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat  Kabupaten /
Kota dalam rangka pengembangan Desa Siaga.

5
b. Merevitalisasi Puskesmas dan jaringannya sehingga mampu
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar dengan baik, termasuk
PONED, dan pemberdayaan masyarakat.
c. Merevitalisasi Rumah Sakit sehingga mampu menyelenggarakan
pelayanan rujukan dengan baik, termasuk PONEK, dan promosi
kesehatan di Rumah Sakit.
d. Merekrut / menyediakan calon-calaon fasilitator untuk dilatih menjadi
fasilitator pengembangan desa siaga.
e. Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan kader.
f. Melakukan advokasi ke berbagai pihak (pemangku kepentingan) tingkat
Kabupaten / Kota dalam rangka pengembangan Desa Siaga/
g. Bersama Puskesmas melakukan pemantauan, evaluasi dan bimbingan
teknis terhadap Desa Siaga.
h. Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi kelestarian Desa
Siaga.
4. Peran Dinas Kesehatan Provinsi
Sebagai penyelia dan pembina Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota, Dinas Kesehatan Provinsi berperan:
a. Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat provinsi
dalam rangka pengembangan desa siaga.
b. Membantu Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota mengembangkan
kemampuan melalui pelatihan-pelatihan teknis, dan cara-cara lain.
c. Membantu Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota mengembangkan
kemampuan Puskesmas dan Rumah Sakit di bidang konseling,
kunjungan rumah, dan pengorganisasian masyarakat serta promosi
kesehatan, dalam rangka pengembangan desa siaga.
d. Menyelenggarakan pelatihan fasilitator pengembangan desa siaga
dengan metode kalakarya (interrupted training).
e. Melakukan advokasi ke berbagai pihak (pemangku kepentingan)
tingkat provinsi dalam rangka pengembangan desa siaga.
f.   Bersama Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melakukan pemantauan,
evaluasi dan bimbingan teknis terhadap desa siaga.
g. Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi kelestarian Desa
Siaga.

6
5. Peran Departemaen Kesehatan
Sebagai aparatur tingkat Pusat, Departemaen Kesehatan berperan dalam:
a. Menyusun konsep dan pedoman pengembangan Desa Siaga, serta
mensosialisasikan dan mengadvokasikannya.
b. Memfasilitasi revitalisasi Dinas Kesehatan, Puskesmas, Rumah Sakit,
serta Posyandu dan UKBM-UKBM lain.
c. Memfasilitasi pembangunan Poskesdes dan pengembangan Desa Siaga.
d. Memfasilitasi pengembangan sistem surveilans, sistem informasi /
pelaporan, serta sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan
dan bencana berbasis masyarakat.
e. Memfasilitasi ketersediaan tenaga kesehatan untuk tingkat desa.
f. Menyelenggarakan pelatihan bagi pelatih (TOT).
g. Menyediakan dana dan dukungan sumber daya lain.
h. Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi.

B. Peran Pemangku Kepentingan Terkait


Pemangku kepentingan lain, yaitu para pejabat Pemerintah Daerah,
pejabat lintas sektor, unsur-sunsur organisasi / ikatan profesi, pemuka
masyarakat, tokoh-tokoh agama, PKK, LSM, dunia usaha, swasta dan
lain-lain, diharapkan berperan aktif juga di semua tingkat administrasi.
1. Pejabat-pejabat Pemerintah Daerah
a. Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk
penyelenggaraan desa siaga.
b. Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk memanfaatkan
pelayanan Poskesdes / Puskesmas / Pustu dan berbagai UBKM yang
ada (Posyandu, Polindes, dan lain-lain).
c. Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan Desa Siaga
secara teratur dan lestari.
2. Tim Penggerak PKK
a. Berperan aktif dalam pengembangan dan penyelenggaraan UBKM
di Desa Siaga (Posyandu dan lain-lain).
b. Menggerakkan masyarakat untuk mengelola, menyelenggarakan
dan memanfaatkan UBKM yang ada.

7
c. Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan dalam rangka
menciptakan kadar gizi dan PHBS.
3. Tokoh Masyarakat
a. Menggali sumber daya untuk kelangsungan penyelenggaraan desa
siaga.
b. Menaungi dan membina kegiatan desa siaga.
c. Menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan
desa siaga.
4. Organisasi Kemasyarakatan / LSM / Dunia Usaha / Swasta
a. Beperan aktif dalam penyelenggaraan desa siaga.
b. Memberikan dukungan sarana dan dana untuk pengembangan dan
penyelenggaraan Desa Siaga.
 
C. Peran Kader
1. Pelaku penggerakan masyarakat dalam
a. Pendataan PHBS, kadarzi dan kondisi rumah.
b. Pengamatan sederhana berbasis masyarakat
c. Peningkatan PHBS, Kadar gizi dan kesehatan lingkungan
d. Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita
2. Peran tambahan, membantu dalam :
a. Penanggulangan kegawat-daruratan sehari-hari
b. Penyiapan untuk menghadapi bencana
c. Pengelolaan pos kesehatan desa (poskesdes) atau UKBM lainnya

D. Fungsi Kader
1. Melakukan pencatatan, memantau dan evaluasi kegiatan Poskesdes
bersama Bidan
2. Mengembangkan dan mengelola UKBM (PHBS, Kesling, KIBB-
Balita, Kadarzi, Dana Sehat, TOGA, dll)
3. Mengidentifikasi dan melaporkan kejadian masyarakat yang
berdampak terhadap kesehatan masyarakat (surveilance ber-basis
masyarakat).
4. Pemecahan masalah bersama masyarakat

8
2.4 SISTEM DESA SIAGA
A. Tahapan desa siaga
1. Tahap Bina
Pada tahap ini forummasyarakat desa mungkin belum aktif, namun
telah ada forum/lembaga masyarakat desa yang sudah berfungsi, misalnya
kelompok rembug desa, kelompok yasinan, dsb. Demikian juga Posyandu dan
Polindesnya mungkin masih pada tahap pratama. Pembinaan intensif dari
petugas kesehatan dan petugas sektor lainnya sangat diperlukan, misalnya
dalam bentuk pendampingan saat ada pertemuan forum desa untuk
meningkatkan kinerja forum

2. Tahap Tumbuh

Pada tahap ini forum masyarakat desa telah aktif dari anggota forum
sesuai kebutuhan masyarakat selain posyandu. Demikian juga Polindes dan
Posyandu sedikitnya sudah pada tahap madya.Pendampingan dari tim
Kecamatan atau petugas dari sektor/LSM masih sangat diperlukan untuk
pengembangan kualitas Posyandu atau pengembanganlainnya. Disamping itu
sistem surveilans berbasis masyarakat juga sudah sudah dapat berjalan, artinya
masyarakat mampu mengamati penyakit ( menular dan tidak menular ) serta
faktor risiko di lingkungannya secara terus menerus dan melaporkan serta
memberikan informasi pada petugas kesehatan / yang terkait.

3. Tahap Kembang
Pada tahap ini forum kesehatan masyarakat telah berperan secara aktif
dan mampu mengembangkan kegiatansesuai kebutuhan masyarakat dengan
biaya berbasis masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini masyarakat
menghadapi bencana dan kejadian luar biasa telah dilaksanakan dengan baik,
demikian juga dengan sistem pembiyaan kesehatan berbasis masyarakat.

4. Tahap Paripurna
Pada tahap ini semua indikator dalam kriteria Desa Siaga sudah
terpenuhi. Masyarakat sudah hidup dalam lingkungan sehat serta berperilaku
hidup bersih dan sehat. Masyarakatnya sudah mandiri dan siaga tidak hanya
terhadap masalah kesehatan yang mengancam , namun juga terhadap

9
kemungkinan musibah / bencana non kesehatan. . Pendampingan dari Tim
Kecamatan sudah tidak diperlukan lagi.

B. Indikator pencapaian keberhasilan tahap desa siaga


1. Forum Masyarakat Desa
Adalah sekelompok anggota masyarakat desa/Kelurahan yang
sepakat untuk peduli memecahkan masalah dan mengembangkan program-
program pembangunan antara lain kesehatan , di wilayahnya.Forum ini
secara berkala melakukan pertemuan dan dipimpin oleh seorang ketua dan
dibantu oleh sekretaris dan anggota.Jika di desa/Kelurahan belum ada
forum sejenis ini, maka desa/kelurahan dapat memulai dari forum/lembaga
yang sudah ada dan berfungsi di masyarakat misalnya : rembug desa,
kelompok yasinan/majelis taklim, persekutuan doa, kelompok karang
taruna, kelompok peduli dan sejenisnya.

2. Pelayanan Kesehatan Dasar


Adalah upaya pelayanan kesehatan dasar yang dilakukan oleh
seorang petugas keperawatan sesuai kompetensinya , dibantu oleh kader
yang berasal dari masyarakat setempat. Pelayanan kesehatan dasar disini
berupa upaya promotif , preventif dan kuratif yang dilakukan di suatu
tempat/ pos yang disediakan oleh masyarakat melalui pemberdayaan.
Fasilitas tersebut bisa merupakan milik Pemerintah ataupun organisasi
swasta ataupun perorangan. Lokasi sarana pelayanan kesehatan tidak
harus di dalam desa ( terutama bagi kelurahan di kota besar ) , yang
penting masyarakat desa tersebut mempunyai akses untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan secara mudah. Jika tidak ada petugas kesehatan yang
bertempat tinggal di desa tersebut , maka tugas pendampingan dan
penghubung dilakukan oleh Petugas Pembina Desa dari Puskesmas yang
secara berkala melakukan tugasnya di desa tersebut.

3. UKBM
Wujud pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang
berkembang sesuai kebutuhan setempat, misal Posyandu,
Poskesja, ,TOGA, KPKIA,dsb.

10
4. Dibina oleh Puskesmas PONED
Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi
Dasar) adalah puskesmas yang melayani rujukan kegawatdaruratan
ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi baru lahir dari desa-desa yang satu
wilayah maupun desa yang merupakan bagian dari jaringanrujukan.

Desa yang mendapat binaan dari Puskesmas PONED utamanya


dalam sistem rujukan kegawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas ,
janin dan bayi baru lahir (kurang dari 1 bulan) Desa tersebut tidak
harus dalam satu wilayah administrasi Puskesmas PONED, namun
merupakan bagian dari jaringr ujukan. Bagi suatu wilayah dimana
Puskesmas PONED tidak ada atau jumlahnya sangat terbatas atau posisi
geografisnya jauh dari lokasi desa ,pembinaan Puskesmas PONED bisa
diambil alih oleh RSU utamanya RS PONEK. Yang paling penting
adalah setiap kasus kegawatdaruratan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas
dan bayi baru lahir dapat dengan mudah mendapat pelayanan yang
adekuat.
5. Surveilans Berbasis Masyarakat

Adalah pengamatan yang dilakukan secara terus menerus oleh


masyarakat terhadap Gejala atau penyakit menular potensial KLB,
penyakit tidak menular termasuk gizi buruk serta faktor
risikonya.Kejadian lain di masyarakat, dan segera melaporkan kepada
petugas kesehatan setempat untuk ditindaklanjuti.Contoh penyakit
menular TBC, HIV/AIDS, kusta. PenyakitMenularPotensial KLB antara
lain diare, difteri, polio, campak, flu burung, typhus, hepatitis, malaria,
DBD, dll

Faktor risiko antara lain :

a. Adanya penolakan masyarakat terhadap imunisasi


b. Adanya Kematian unggas
c. Adanya tempat-tempat perindukan nyamuk
d. Adanya migrasi penduduk (in / out)

11
e. Perilaku yang tidak sehat.

Kondisi lain :

Faktor risiko tinggi ibu hamil,bersalin , menyusui dan bayi baru lahir

Kejadian lain di masyarakat :

a. Keracunan makanan
b. Bencana
c. Kerusuhan

Bentuk pengamatan masyarakat (anggota keluarga , tetangga, kader)


disesuaikan dengan tatacara setempat, misalnya pengamatan terhadap
tanda penyakit :

a. batuk yang tidak sembuh dalam waktu 2 minggu


b. bercak putih di kulit yang mati rasa
c. ibu hamil yang mempunyai faktor risiko tinggi ( 4 terlalu, kedaruratan
pada kehamilan sebelumnya,dll )
d. bayi baru lahir yang kuning, tidak bisa menetek,dll
e. balita yang tidak naik berat badannya

Bentuk laporan adalah lisan atau menggunakan alat komunikasi


yang ada di desa ( telepon, telepon seluler ataupun Handy Talkie ) dan
segera disampaikan kepada petugas kesehatan setempat atau petugas
pembina desa.

6. Sistem Siap Siaga Dan Penanggulanan Bencana Berbasis Masyarakat


Suatu tatanan yang berbentuk kemandirian masyarakat dalam
kesiapsiagaan menghadapai situasi kedaruratan (bencana, situasi khusus,
dll).Masyarakat sudah dipersiapkan apabila terjadi situasi darurat maka
mereka tahu harus berbuat apa, mengetahui tempat untuk mencari
maupun memberi informasi kemana.

Masyarakat diharapkan memperhatikan gejala alam pada


lingkungan setempat mampu mengenali tanda akan timbulnya bencana dan
selanjutnya melakukan kegiatan tanggap darurat sebagaimana pernah
dilatihkan untuk menghindari / mengurangi jatuhnya korban.

12
Informasi mengenai tanda tanda bahaya tersebut berasal dari
sumber yang bisa dipercaya, misalnya dari perangkat desa ( yang
memperolehnya dari kecamatan ), berita resmi di TV atau telepon dari
Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota.

Penyebaran informasi mengikuti tatacara setempat, misalnya


menggunakan titir/ kentongan, pengeras suara dari musholla atau dari
mulut ke mulut

7. Sistem Pembiayaan Kesehatan Berbasis Masyarakat


Adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya penggalian,
pengalokasian dan pembelanjaan dana yang bersumber dari masyarakat
untuk menjamin pemeliharaan kesehatan masyarakat.
Bentuk penggalian dana bisa berupa jimpitan , uang sukarela
pada saat pertemuan , arisan , pengajian atau tabungan sosial masyarakat
dengan jumlah yang sudah ditetapkan / disepakati.Pengalokasian dana
disesuaikan dengan kebutuhan setempat , misalnya bantuan bagi warga
yang harus dirawat di Rumah Sakit , menjalani operasi medis,
melahirkan, pemberian makanan tambahan penyuluhan ( di Posyandu )
atau pemulihan bagi sasaran yang bergizi buruk , dan sebagainya.
Pembelanjaan dana diserahkan besar dan jenisnya sesuai
kesepakatan sedangkan dana dikelola oleh orang yang terpercaya dan
dapat mempertanggung jawabkan semua pembelanjaan kepada
masyarakat.
8. Masyarakat ber-PHBS
Adalah masyarakat yang dapat menolong diri sendiri untuk
mencegah dan menanggulagi masalah kesehatan, mengupayakan
lingkungan sehat, memanfaatkan pelayanan kesehatan serta
mengembangkan UKBM.
Yang dimaksud mencegah : adalah mengupayakan agar yang sehat tetap
sehat dengan mempraktikkan gaya hidup sehat dan perilaku hidup bersih
dan sehat termasuk pola makan dengan gizi seimbang , menjaga
kebersihan pribadi , berolah raga, menghindari kebiasaan yang buruk,
serta berperan aktif dalam pembangunan kesehatan masyarakat
(promotif – preventif)

13
Yang dimaksud menanggulangi : adalah mengupayakan agar
yang terlanjur sakit atau mengalami gangguan gizi tidak menjadi
semakin parah, tidak menulari orang lain dan bahkan dapat
disembuhkan, serta dipulihkan kesehatannya dengan memanfaatkan
pelayanan kesehatan yang ada (kuratif – rehabilitatif). Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat ini terdiri dari ratusan praktik kehidupan sehari hari,
tidak hanya terbatas pada indikator yang biasa digunakan untuk
mengukur kinerja program kesehatan.
9. Lingkungan Sehat

Lingkungan yang bebas polusi, tersedia air bersih, sanitasi lingkungan


memadai, perumahan pemukiman sehat, yaitu :

a. Terpeliharanya kebersihan tempat-tempat umum dan institusi


yang ada di desa, antara lain : pasar, tempat ibadah, perkantoran
dan sekolah.
b. Terpeliharanya kebersihan lingkungan rumah : lantai rumah
bersih, sampah tak berserakan, saluran pembuangan air limbah
terawat baik
c. Membuka jendela setiap hari.
d. Memilikikecukupanakses air bersih (untukminum, masak, mandi
dan cuci) dan sanitasidasar.
e. Mempunyai pola pendekatan pemberdayaan masyarakat untuk
pemenuhan sanitasi dasar (ada jamban, mandi cuci di tempat
khusus)

C. Pendekatan pengembangan desa siaga


Pengembangan desa siaga dilaksanakan dengan membantu, memfasilitasi,
mendampingi masyarakat yang terorganisasi dan dilakukan oleh forum mealui
siklus pemecahan masalah yang terorganisasi dan dilakukan oleh forum
masyarakat desa melalui tahapan sebagai berikut :
a. Mengidentifikas imasalah, penyebab masalah, dan sumberdaya, yang dapat
dimanfaatkan untuk mengatasi masalah.
b. Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternative pemecahan masalah.

14
c. Menetapkan alternative pemecahan masalah yang layak merencanakan dan
melaksanakannya.
d. Memantau, mengevaluasi, dan membina kelesatarian upaya yang telah
dilakukan.
1. Pengembangan Tim Dalam Petugas
Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan lainnya
dialaksanakan. Tujuan langkah ini adalah persiapan para petugas kesehatan
yang berada di wilayah puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas
administrasi.  Persiapan para petugas ini dapat berbentuk  sosialisasi,
pertemuan, atau pelatihan yang bersifat konsolidasi, yang di sesuaikan
dengan kondisi setempat. Keluaran atau out put dari langkah ini adalah para
petugas yang memahami tugas dan fungsinya, serta siap bekerjasama dalam
satu untuk melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat.
2. Pengembangan Tim Dalam Masyarakat
Tujuan langkah ini adalah mempersiapakan para petugas, tokoh
masyarakat, dan masyarakat (forum masyarakat desa) agar mereka
mengetahui dan mau bekerjasama dalam satu untuk mengembangkan desa
siaga. Langkah ini, termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu
kebijakan, bertujuan agar mereka mau memberi dukungan, baik berupa
kebijakan atau anjuran, persejuan, dana, maupun sumberdaya lain sehingga
pengembangan desa siaga dapat berjalan dengan lancar. Pendekatan pada
tokoh – tokoh masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan
mendukung ,khususnya dalam membentuk opini masyarakat guna
menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan desa siaga.
3. Survei Mawas Diri
Survei  Mawas Diri (SMD) atau telah mawas diri (TMD) atau
Comunity Self Survei (CSS) bertujuan agar tokoh masyarakat mampu
melakukan telah mawas diri untuk desanya. Survei harus dilakukan oleh
tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan bimbingan tenaga kesehatan.
Keluaran atau output dari SMD ini berupa identifikasi masalah
kesehatan dan daftar potensi di desa yang dapat di daya gunakan dalam
mengatasi masalah-masalah kesehatan tersebut,termasuk dalam rangka
membangun poskedes.

15
Bentuk :
a. Curah Pendapat
b. Pengisisan kartu mawas diri
c. Observasi  lapangan  dll
 Penyajian Data berupa :
a. Data masalah
b. Data potensi
4. Musyawarah Masyarakat Desa
Tujuan penyelenggaraan musyawarah masyarakatdesa (MMD) ini
adalah mencari alternative penyelesaian,masalah kesehatan dan upaya
membangun poskesdes di kaitkan dengan potensi yang dimiliki desa.
Disamping itu,untuk menyusun rencana jangka panjang pengembangan desa
siaga.

Data serta temuan lain yang diperoleh pada saat SMD disampaikan,
biasanya adalah daftar masalah kesehatan, data potensi serta harapan
masyarakat. Hasil pendataan tersebut dimusyawarahkan untuk menentukan
prioritas, serta langkah-langkah solusi untuk pengembangan poskesdes dan
pengembangan desa siaga.

2.5 DASAR HUKUM KEBIJAKAN DESA SIAGA


A. Landasan hukum desa siaga

Dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 574 / Menkes / SK /


IV/ 2000 telah ditetapkan Visi Pembangunan Kesehatan, yaitu Indonesia Sehat
2010.Visi tersebut menggambarkan bahwa pada tahun 2010 bangsa
Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup
bersih dan sehat serta mampumenjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, sehinggamemiliki derajat kesehatan yang
setinggi - tingginya.Beberapa landasan hukum pelaksanaan desa siaga :
1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421).

16
2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Nomor 4337) sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4588);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4737);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Penyerahan Urusan Pemerintah Kabupaten/ Kota kepada Desa;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman
Penataan Lembaga Kemasyarakatan;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader
Pemberdayaan Masyarakat;
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pelimpahan
Urusan Pemerintahan Kabupaten/ Kota kepada Lurah;

17
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten dan Kota;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564 tahun 2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1529 tahun 2010
15. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Selaku Wakil
Pemerintaha di Daerah.
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Penyerahan Urusan Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Desa
17. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564 Tahun 2006 tentang
Pengembangan Desa Siaga
18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 317 Tahun 2009 tentang Petunjuk
Teknis Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal
Bidang kesehatan di Kabupaten/ Kota
19. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828 Tahun 2009 tentang Petunjuk
Teknis Standar Pelayanan Minimal.

B. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor


1529/MENKES/SK/X/2010

Menetapkan :

1. Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN
SIAGA AKTIF
2. Kedua : Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu tercantum
dalam Lampiran Keputusan ini.
3. Ketiga : Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua
digunakan sebagai acuan bagi semua pemangku kepentingan dalam rangka
pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
4. Keempat : Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif sebagaimana
dimaksud dalam Diktum Kedua berada di bawah koordinasi Pusat
Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan

18
5. Kelima : Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman
ini dilaksanakan oleh:
a. Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri
dan sektor terkait lainnya; dan
b. Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota
berkoordinasi dengan Badan/Dinas/Kantor Pemberdayaan Masyarakat
dan Pemerintahan Desa.
6. Keenam : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

C. Desa Siaga Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia  Nomor


564/MENKES/SK/VIII/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengambangan
Desa Siaga
1. Kriteria
Sebuah desa telah menjadi Desa Siaga apabila desa tersebut telah
memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) .
2. Target
Pada akhir tahun 2008, seluruh Desa telah menjadi Desa Siaga.
Indikator keberhasilan: Dilihat dari 4 kelompok indikator yaitu: Indikator
masukan Indikator masukan adalah indicator untuk mengukur seberapa besar
masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator
masukan terdiri atas hal-hal berikut:
a. Ada/tidaknya Forum Masyarakat Desa
b. Ada/tidaknya Poskesdes dan sarana bengunan serta
pelengkapan/peralatannya
c. Ada/tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat
d. Ada/tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan) Indikator proses Indikator
proses adalah indicator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang
dilaksanakan di suatu Desa dalam rangka pengambangan Desa Siaga.
Indikator proses terdiri atas hal-hal  berikut:
1. Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa
2. Berfungsi/tidaknya Poskesdes
3. Berfungsi/tidaknya UKBM yang ada
4. Berfungsi/tidaknya sistem kegawatdaruratan dan penanggulangan
kegawatdaruratan dan  bencana

19
5. Berfungsi/tidaknya sistem surveilans berbasis masyarakat
6. Ada/tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS Indikator
keluaran Adalah indicator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan
yang dicapai di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
Indikator keluaran terdiri atas hal-hal berikut:
1. Cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes
2. Cakupan pelayanan UKBM-UKBM lainnya
3. Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan
4. Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi
dan PHBS Indikator dampak Adalah indicator untuk mengukur seberapa
besar dampak dari hasil kegiatan di Desa dalam rangka pengembangan desa
siaga.
Indikator dampak terdiri atas hal-hal berikut:
1. Jumlah penduduk yang menderita sakit
2. Jumlah penduduk yang menderita gangguan jiwa
3. Jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia
4. Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia
5. Jumlah balita dengan gizi buruk

2.6 PROGRAM DESA SIAGA


A. Pendekatan Pengembangan Desa Siaga
Dilaksanakan melalui pendekatan edukatif yaitu dengan memfasilitasi
masyarakat (individu, keluarga, kelompok masyarakat) untuk menjalani proses
pembelajaran pemecahan masalah kesehatan yang dihadapinya secara
terorganisasi (pengorganisasian masyarakat), dengan tahapan :
1. Mengidentifikasi masalah, penyebab masalah dan sumber daya yang dapat
dimanfaatkan untuk mengatasi masalah.
2. Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan
masalah.
3. Menetapkan alternatif pemecahan masalah yang terpilih dan layak,
merencanakan dan melaksanakannya.
4. Memantau, mengevaluasi dan membina kelestarian upaya yang telah
dilakukan.

20
B. Kegiatan Program Desa Siaga Aktif
1. Persiapan
a. Persiapan Petugas Pelaksana :
a) Pelatihan bidan
b) Pelatihan tokoh masyarakat ( toma) dan kader
b. Persiapan Masyarakat :
a) Pembentukan Forum Masyarakat Desa (FMD)
b) Survey Mawas Diri (pendataan keluarga/lapangan – rembuk desa)
c) Musyawarah Masyarakat Desa (di awal pembentukan)
2. Pelaksanaan
a. Pelayanan kesehatan dasar sesuai dengan kewenangan bidan, bila
tidak dapat ditangani dirujuk ke Puskesmas Pembantu atau
Puskesmas.
b. Kader dan toma melakukan surveilance (pengamatan sederhana)
berbasis masyarakat tentang kesehatan ibu anak, gizi, penyakit,
lingkungan dan perilaku.
c. Pertemuan forum masyarakat desa untuk membahas masalah
kesehatan desa termasuk tindak lanjut penemuan pengamatan
sederhana untuk meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat dan
menyepakati upaya pencegahan dan peningkatan.
d. Alih pengetahuan dan keterampilan melalui pertemuan dan kegiatan
yang dilakukan oleh jejaring penyebaran informasi kesehatan di desa
(Jejaring Promosi Kesehatan), pelaksanaan kelas ibu, kelas remaja,
pertemuan dalam rangka swa-medikasi, dsb.
e. UKBM misalnya pelaksanaan Posyandu, Posbindu, Warung Obat,
Upaya Kesehatan Kerja, UKBM Maternal (tabulin, calon donor
darah, dsb.), dana sehat serta UKBM lain sesuai kebutuhan dan
kesepakatan.
f. Gerakan masyarakat dalam kesigaan bencana dan kegawatdaruratan,
Kesehatan Lingkungan, PHBS dan Keluarga Sadar Gizi.
3. Pemantauan dan Evaluasi

21
Keberhasilan pengembangan Desa siaga dapat dilihat dari
empat (4) indikatornya yaitu masukan, proses, keluaran dan dampak.

2.7 KEGIATAN DESA SIAGA


Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan kegiatan sebagai
berikut:

a. Pemilihan pengurus dan kader desa siaga


Pemilihan pengurus dan kader desa siaga dilakukan melalui
pertemuan khusus para pemimpin formal desa dan tokoh masyarakat serta
beberapa wakil masyarakat. Pemilihan dilakukan secara musyawarah dan
mufakat, sesuai dengan tata cara dan kriteria yang berlaku dengan
difasilitasi oleh puskesmas.
b. Orientasi/Pelatihan Kader Desa Siaga
Sebelum melaksanakan tugasnya, pengelola dan kader desa yang
telah ditetapkan perlu diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi/pelatihan
dilaksanakan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan pedoman
orientasi/pelatihan yang berlaku. Materi orientasi/pelatihan mencakup
kegiatan yang akan dilaksanakan di desa dalam rangka pengembangan Desa
Siaga (sebagaimana telah dirumuskan dalam rencana operasional), yaitu
meliputi pengelolaan Desa Siaga secara umum, pembangunan dan
pengelolaan Poskesdes, pengembangan dan pengelolaan UKBM lain, serta
hal-hal penting terkait seperti kehamilan dan persalinan sehat, Siap-Antar-
Jaga, Keluarga Sadar Gizi, posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan
penyakit menular, penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan
pemukiman (PAB-PLP). Kegawat daruratan sehari-hari, kesiapsiagaan
bencana, kejadian luar biasa, warung obat desa (WOD), diversifikasi
pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangn melalui Taman Obat
Keluarga (TOGA), kegiatan surveilans, perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) dan lain-lain
c. Pengembangan poskesdes dan UKBM lain
Dalam hal ini, pembangunan poskesdes bisa dikembangkan dari
polindes yang sudah ada. Apabila tidak ada polindes, maka perlu dibahas

22
dan dicantumkan dalam rencana kerja tentang alternatif lain pembangunan
Poskesdes. Dengan demikian diketahui bagaimana Poskesdes tersebut akan
diadakan – membangun baru dengan fasilitasi dari pemerintah, membangun
baru dengan bantuan dari donatur, membangun baru dengan swadaya
masyarakat atau memodifikasi bangunan lain yang ada.
Bilamana Poskesdes sudah berhasil diselenggarakan, kegiatan
dilanjutkan dengan membentuk UKBM-UKBM yang diperlukan dan belum
ada di desa yang bersangkutan, atau merevitalisasi yang sudah ada tetapi
kurang/tidak aktif
d. Penyelenggaraan Kegiatan Desa Siaga
Dengan telah adanya Poskesdes, maka desa yang bersangkutan
telah dapat ditetapkan sebagai Desa Siaga. Setelah Desa Siaga resmi
dibentuk, dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan Poskesdes secara rutin,
yaitu pengembangan sistem surveilans berbaris masyarakat, pengembangan
kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana,
pemberantasan penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan
KLB, penggalangan dana, pemberdayaan masyarakat menuju kadarzi dan
PHBS, penyehatn lingkungan, serta pelayanan kesehatan dasar (bila
diperlukan). Selain itu, diselenggarakan pula pelayanan UKBM-UKBM lain
seperti Posyandu dan lain-lain dengan berpedoman kepada panduan yang
berlaku.
Secara berkala kegiatan Desa Siaga dibimbing dan dipantau
oleh Puskesmas, yang hasilnya dipakai sebagai masukan untuk perencanaan
dan pengembangn Desa Siaga selanjutnya secara lintas sektoral

23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan


mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan
masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan KLB, kejadian bencana, kecelakaan, dan lain-lain,
dengan memanfaatkan potensi setempat, secara gotong-royong.
Inti dari kegiata Desa Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan
mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu dalam pengembangannya
diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif. Yaitu upaya mendampingi
(memfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa
proses pemecahan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya.

3.2 Saran

Diharapkan masyarakat mampu menyelenggarakan dan mengembangkan

Desa Siaga yang aktif dan tanggap terhadap berbagai masalah-masalah

kesehatan di masyarakat.

24
DAFTAR PUSTAKA

- Mahfudli, EF. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik


dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
- Kebidanan komunitas / penulis, Syarifudin, Hamidah ; editor, Monica Ester, Esty
Wahyuningsih. – Jakarta : EGC, 2009.
- Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor
564/MENKES/SK/VIII/2006 tentang pedoman pelaksanaan pengembangan desa
siaga
- Buku Pedoman Desa Siaga Provinsi Jawa Timur, 2010, Dinas Kesehatan Provinsi
JATIM,
- Buku Pedoman Desa Siaga Aktif Provinsi Jawa Barat, 2010, Dinas Kesehatan
Provinsi JABAR

25

Anda mungkin juga menyukai