Anda di halaman 1dari 17

MODUL

ASUHAN KOMPLEMENTER KEBIDANAN


BALITA DENGAN KONSTIPASI

Disusun Oleh :
1. AJENG ISTININGRUM NIM 2181A0258
2. HEPPY INDRAWATI NIM 2181A0247
3. LILISWATI NIM 2181A0248
4. PATMI HARTATI NIM 2181A0249

F2K INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA


TAHUN 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat dan hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan modul
Asuhan Kebidanan Balita dengan Konstipasi. Modul ini diperuntukan
bagi pegangan mahasiswa di F2K Institut Ilmu Kesehatan STRADA
INDONESIA. Modul ini disusun dengan tujuan untuk memudahkan
mahasiswa pada proses pembelajaran khususnya Asuhan Kebidanan
Balita dengan Konstipasi. Diharapkan modul ini menjadi bahan
pembelajaran bagi mahasiswa yang melaksanakan pembelajaran di F2K
Institut Ilmu Kesehatan STRADA INDONESIA.
Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan modul ini. Kami
menyadari bahwa modul ini belum sempurna, untuk itu penyusun
mengharapkan masukan demi kesempurnaan modul Asuhan Kebidanan
Balita dengan Konstipasi. Semoga modul ini dapat bermanfaat.

Kediri, 15 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................ iii

BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................... 1


1.1 Latar Belakang...................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Balita ................................................................... 4
2.1.1 Definisi Balita............................................... 4
2.2 Konstipasi ............................................................ 4
2.2.1 Definisi Konstipasi........................................ 4
2.2.2 Klasifikasi Konstipasi.................................... 5
2.2.3 Patofisiologi Konstipasi................................. 6
2.2.4 Tanda dan gejala Konstipasi......................... 7
2.2.5 Penyebab Anak Konstipasi ........................... 8
2.2.6 Cara Mengatasi Konstipasi Pada Anak.......... 11

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan .......................................................... 13
3.2 Saran.................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
 
1.1 Latar Belakang
Setiap individu memiliki pola defekasi berbeda yang
dipengaruhi oleh beberapa faktir antara lain asupan cairan,
aktivitas dan asupan serat dalam makanan yang dikonsumsi
setiap harinya.
Apabila konsumsi serat dalam makanan, asupan cairan dan
pemenuhan kebutuhan aktivitas tidak terpenuhi maka akan
menimbulkan gangguan di saluran pencernaan yaitu konstipasi.
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa
berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi tidak puasnya
buang air besar, terdapat rasa sakit, harus mengejan atau feses
keras, ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara
sempurna yang tercermin dari berkurangnya frekuensi berhajat
dari biasanya, tinja lebih keras, lebih besar dan nyeri
dibandingkan sebelunya, serta pada perabaan perut teraba massa
tinja / skibala (Muzal kadim, 2015).
Konstipasi merupakan masalah kesehatan pada anak yang
masih cukup tinggi. Kejadian konstipasi pada anak bisa mencapai
305 lebih. Konstipasi dapat menyebabkan 3% kunjungan pasien
ke dokter anak umum dan 15-25% kunjungan ke konsultan
gastroenterologi anak. Sebagian besar konstipasi pada anak
(>90%) adalah fungsional yang bila dilakukan pemeriksaan lenih
lanjut biasanya ditemukan kelainan organic, 40% diantaranya
diawali sejak usia 1- 4tahun (Muzal kadim, 2015).
Konstipasi pada balita terjadi karena feses yang tidak
dikeluarkan sehingga terjadi distensi feses, kemudian reflek atau
keinginan defekasi tertekan, sehingga tidak ada keinginan
defekasi, namun tetap terjadi absorbs air dari feses, sehingga fesef
menjadi keras. Konstipasi berat atau cukup hebat disebut juga
1
dengan obstipasi, apabila seseorang menganggap remeh obstipasi
ini dapat menyebabkan kanker usus yang berakibat fatal (Keyla,
2008).
Pada kasus sembelit dan diare banyak disebabkan oleh
faktor pemberian asupan nutrisi yang tidak tepat diantaranya
yang sering terjadi adalah pemberian makanan seperti buah-
buahan atau biscuit yang diberikan tidak sesuai dengan usia
balita. Pada kenyataannya di lapangan makanan seperti buah-
buahan atau semacam biskuit tidak diberikan pada waktunya, ini
dibuktikan dengan data dari Jawa Timur pada tahun 2010
pemeberian makanan seperti buah-buahan atau biskuit yang
diberikan pada usia 0-6 bulan masih tinggi yaitu mencapai
69,28%. Dan data dari Riskesdas tahun 2010 menunjukkan
bahwa jenis makanan prelakteal yang paling banyak diberikan
adalah susu formula (71,3%), madu (19,8%), dan air putih (14,6%).
Menurut hasil survey Casilia M, Reveriani, pakar gizi anak
Institut Pertanian Bogor (IPB) bahwa penggunaan makanan
pendamping ASI 49% balita sebelum usia 4 bulan sudh diberi
susu formula, 45,1% makanan cair selain susu formula serta 50%
makanan padat, pemberian susu formula makanan pendamping
ASI cair dan yang diberikan pada bayi kurang dari 4 bulan
cenderung dengan intesitas dan frekuensi yang sangat tinggi
sehingga dapat membahayakan dan berakibat kurang baik pada
anak, serta bisa terjadi konstipasi atau sembelit (Zakiyah, 2012).
Di Indonesia, kasus konstipasi juga terbanyak terjadi. BAB
normal tidak sama pada masing-masing anak atau bayi. Usia juga
ikut menentukan frekuensi BAB, terkait jenis makanan yang
dikonsumsi. Umumnya, seperti dijelaskan Dr Eva J. Soelaeman
SpA(K) dari divisi Gastroenterologi-Hepatologi RSAB Harapan Kita,
Jakarta, BAB normal pada anak usia 2 bulan adalah dua kali per
hari, usia 4 bulan 1–2 kali per hari, dan usia 4 tahun

2
1kali per hari. Prevalensi konstipasi bervariasi karena perbedaan
antara kelompok.

1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
Dapat memberikan asuhan komplementer kebidanan pada
balita dengan Konstipasi secara komprehensif.
B. Tujuan Khusus
Penulis dapat mengetahui:
1. Memberikan asuhan komplementer kebidanan pada
bayi dengan konstipasi
1. Memberikan pengetahuan ibu tanda dan gejala
konstipasi
2. Memberikan pengetahuan ibu penyebab konstipasi
3. Memberikan pengetahuan ibu cara mengatasi
konstipasi

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BALITA
2.1.1. Definisi balita
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini
ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat dan disertai dengan perubahan yang memerlukan
zat-zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas yang
tinggi. Akan tetapi, balita termasuk kelompok yang rawan gizi
serta mudah menderita kelainan gizi karena kekurangan makanan
yang dibutuhkan. Konsumsi makanan memegang peranan penting
dalam pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak sehingga
konsumsi makanan berpengaruh besar terhadap status gizi anak
untuk mencapai pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak (Ariani,
2017).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011)
menjelaskan balita merupakan usia dimana anak mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Proses
pertumbuhan dan perkembangan setiap individu berbeda-beda,
bisa cepat maupun lambat tergantung dari beberapa faktor, yaitu
nutrisi, lingkungan dan sosial ekonomi keluarga.
2.2. KONSTIPASI
2.2.1 Definisi Konstipasi
Konstipasi merupakan suatu kondisi berkurangnya
frekuensi buang air besar dimana untuk perempuan kurang dari
3x/minggu sedangkan laki- laki kurang dari 5x/minggu atau
selama lebih dari 3 hari tidak merasakan pergerakan isi perut,
memadatnya fases (sehingga menjadi keras) pada saat defekasi
lebih 25% dari normal dan defekasi terjadi dua kali atau lebih
sedikit per minggu, dan pada saat defekasi pasien mengedan

4
The american gastroenterological assosiation mendefenisikan
konstipasi adalah sulitnya buang air besar pada waktu tertentu
yang berhubungan dengan kerasnya feses atau perasaan tidak
tuntas pada saat buang air besar (Pusmarani, 2019).
Konstipasi adalah suatu gejala bukan penyakit. Di
masyarakat dikenal dengan istilah sembelit, merupakan suatu
keadaan sukar atau tidak dapat buang air besar, feses (tinja)
yang keras, rasa buang air besar tidak tuntas (ada rasa ingin
buang air besar tetapi tidak dapat mengeluarkannya), atau jarang
buang air besar. Seringkali orang berpikir bahwa mereka
mengalami konstipasi apabila mereka tidak buang air besar
setiap hari yang disebut normal dapat bervariasi dari tiga kali
sehari hingga tiga kali seminggu (Herawati, 2012).
2.2.2. Klasifikasi konstipasi
Konstipasi dibagi menjadi 3 :
1) Konstipasi dengan pergerakan usu yang normal (disebut juga
dengan konstipasi fungsional)
Penderita dengan konstipasi ini mempunyai frekuensi
buang air besar yang normal, tetapi pasien merasa mereka
sembelit. Pada golongan ini, sembelit diartikan sebagai
kesulitan untuk buang air besar akibat feses yang keras.
Pasien merasakan kembung, nyeri perut, atau tidak nyaman
pada perut. Mereka menunjukan stress secara psikososial.
Pada golongan ini, sembelit merespon terhadap terapi
makanan berserat saja atau dengan tambahan obat pencahar.
2) Konstipasi akibat gangguan otot- otot anus
Konstipasi pada golongan ini terjadi karena gangguan
fungsi pada otot-otot dasar panggul atau sfingter anus. Pada
golongan ini dapat disebabkan karena kelainan struktur
anatomi tubuh, seperti intususepsi.

5
3) Konstipasi dengan pergerakan usus yang lambat
Tipe ini sering pada wanita usia muda, di mana
frekuensi buang air besarnya jarang ( satu kali seminggu atau
kurang). Kondisi tersebut dapat terjadi pada saat pubertas.
Gejala yang menyertai adalah jarangnya keinginan untuk
buang air besar, kembung, sering buang gas, dan nyeri pada
perut. Pada golongan ini, faktor makanan dan budaya ikut
berperan. Pasien ini kurang merespon terhadap konsumsi
makanan (Rahmadi, 2019).
2.2.3. Patofisiologi konstipasi
Pengeluaran feses merupakan akhir proses
pencernaan. Sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicerna lagi
oleh saluran pencernaan, akan masuk kedalam usus besar
( kolon ) sebagai massa yang tidak mampat serta basah. Di
sini, kelebihan air dalam sisa-sisa makanan tersebut diserap
oleh tubuh. Kemudian, massa tersebut bergerak ke rektum
(dubur), yang dalam keadaan normal mendorong terjadinya
gerakan peristaltik usus besar. Pengeluaran feses secara
normal, terjadi sekali atau dua kali setiap 24 jam (Akmal,
dkk, 2010 ).
Kotoran yang keras dan sulit dikeluarkan merupakan
efek samping yang tidak nyaman dari kehamilan. Sembelit
terjadi karena hormon-hormon kehamilan memperlambat
transit makanan melalui saluran pencenaan dan rahim yang
membesar menekan poros usus (rektum). Suplemen zat besi
prenatal juga dapat memperburuk sembelit. Berolahraga
secara teratur, menyantap makanan yang kaya serat serta
minum banyak air dapat membantu meredakan masalah
tersebut ( Kasdu, 2005 ).

6
2.2.4. Tanda dan gejala konstipasi
Menurut Akmal, dkk (2010), ada beberapa tanda
dan gejala yang umum ditemukan pada sebagian besar atau
terkadang beberapa penderita sembelit sebagai berikut:
1) Perut terasa begah, penuh dan kaku;
2) Tubuh tidak fit, terasa tidak nyaman, lesu, cepat lelah
sehingga malas mengerjakan sesuatu bahkan terkadang
sering mengantuk;
3) Sering berdebar-debar sehingga memicu untuk cepat
emosi, mengakibatkan stress, rentan sakit kepala bahkan
demam;
4) Aktivitas sehari-hari terganggu karena menjadi kurang
percaya diri, tidak bersemangat, tubuh terasa terbebani,
memicu penurunan kualitas, dan produktivitas kerja;
5) Feses lebih keras, panas, berwarna lebih gelap, dan lebih
sedikit dari pada biasanya;
6) Feses sulit dikeluarkan atau dibuang ketika air besar,
pada saat bersamaan tubuh berkeringat dingin, dan
terkadang harus mengejan atupun menekan-nekan perut
terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan dan membuang
feses ( bahkan sampai mengalami ambeien/wasir );
7) Bagian anus atau dubur terasa penuh, tidak plong, dan bagai
terganjal sesuatu disertai rasa sakit akibat bergesekan
dengan feses yang kering dan keras atau karena mengalami
wasir sehingga pada saat duduk tersa tidak nyaman;
8) Lebih sering buang angin yang berbau lebih busuk dari pada
biasanya;
9) Usus kurang elastis ( biasanya karena mengalami kehamilan
atau usia lanjut), ada bunyi saat air diserap usus, terasa
seperti ada yang mengganjal, dan gerakannya lebih lambat
daripada biasanya;

7
Adapun untuk sembelit kronis ( obstipasi ), gejalanya
tidak terlalu berbeda hanya sedikit lebih parah,
diantaranya :
a. Perut terlihat seperti sedang hamil dan terasa sangat
mulas;
b. Feses sangat keras dan berbentuk bulat-bulat kecil;
c. Frekuensi buang air besar dapat mencapai berminggu-
minggu;
d. Tubuh sering terasa panas, lemas, dan berat;
e. Sering kurang percaya diri dan terkadang ingin
menyendiri;
f. Tetap merasa lapar, tetapi ketika makan akan lebih
cepat kenyang (apalagi ketika hamil perut akan tersa
mulas ) karena ruang dalam perut berkurang dan
mengalami mual bahkan muntah.
2.2.5. Penyebab Anak Konstipasi
1) Perubahan pola makan
Jika Ibu tidak membiasakan anak untuk
mengonsumsi buah dan sayuran dalam menu hariannya,
tentunya berisiko membuat anak kekurangan serat dan
memicu terjadinya konstipasi pada anak. Ditambah lagi
dengan perubahan bentuk makanan yang dikonsumsi
anak dari makanan serba air menjadi makanan padat
sehingga anak harus beradaptasi yang berakibat anak
akan lebih susah makan. Kebutuhan serat per hari anak
yang diperlukan berbeda-beda tiap umur. Untuk anak usia
1-3 tahun memerlukan 16 gram serat setiap hari atau
setara dengan 2 kilogram wortel rebus.
Makanan-makanan yang mengandung serat dan baik
dikonsumsi anak-anak adalah apel, berry, pasta gandum,
pisang, pir, oatmeal, roti gandum, ubi jalar, dan wortel. [4] 
Salah satu waktu yang paling umum bagi anak-anak
8
untuk mengalami konstipasi adalah ketika mereka beralih
dari makanan serba cair ke makanan padat.
Salah satu penyebab anak balita susah BAB adalah anak
mengalami konstipasi karena ia terlalu banyak
mengonsumsi makanan olahan, terlalu manis dan rendah
serat.
2) Ketakutan di toilet
Jika anak merasa tertekan saat training toilet, ia bisa
menahan rasa ingin buang air besarnya. Kebiasaan
menahan buang air besar akan mengganggu metabolisme
tubuhnya.
Bahkan anak sudah melalui tahapan training toilet, ia
mungkin tidak sabar atau buang air kecil terlalu cepat, ini
membuat pembuangannya tidak tuntas. Dampaknya, feses
akan menumpuk dan menyebabkan terjadinya keram
perut. Kolon yang membesar akibat penumpukan feses
juga bisa menyebabkan konstipasi pada anak. Fase
training toilet ini sebaiknya dilakukan orang tua pada
anak ketika usianya 18 – 24 bulan.
3) Dehidrasi
Jika anak dehidrasi, sistemnya akan merespon
dengan mencerna lebih banyak cairan dari apapun yang ia
makan dan minum, juga dari pembuangannya. Ini
membuat feses si Kecil keras dan susah untuk
dikeluarkan.
4) Kurang aktivitas
Aktif bergerak akan membantu peredaran darah lebih
lancar ke seluruh tubuh termasuk sistem pencernaan
anak, ia akan mengalami masalah pada perutnya bila ia
tidak aktif bergerak, sehingga menyebabkan susah BAB
pada balita.

9
5) Mengalami masalah kesehatan lainnya
Konstipasi pada anak kadang muncul sebagai gejala
dari kondisi kesehatan lainnya, termasuk intoleransi
lakosa dan diabetes.
6) Perubahan Kebiasaan atau rutinitas
Adanya perubahan kebiasaan atau rutinitas anak di
kesehariannya. Misalnya, perubahan cuaca, sedang dalam
perjalanan, atau anak mengalami perubahan mood.
Kondisi-kondisi tersebut sangat berpengaruh pada fungsi
usus. Penyebab konstipasi pada anak juga bisa
disebabkan karena pengaruh dari kondisi medis di mana
metabolismenya tergganggu atau memiliki masalah sistem
pencernaan.
7) Sering menunda atau menahan BAB
Hal ini biasanya disebabkan beberapa hal, seperti saat
anak sedang BAB ia merasa sulit untuk mengeluarkannya
karena feses terlalu keras dan besar serta sakit saat
mengeluarkannya sehingga anak jadi trauma ke toilet
untuk BAB. Kondisi ini tak jarang membuat anak
menghindari pengulangan dari pengalamannya mengalami
BAB yang sulit. Ada pula karena anak takut ke toilet atau
sedang asyik bermain, mereka takut tertinggal dengan
kesenangan saat bermain sehingga lebih memilih menahan
BAB. Selain itu, beberapa anak juga menahan BAB karena
alasan tidak nyaman ketika menggunakan toilet umum
saat berada jauh dari rumah.
8) Stres
Salah satu penyebab anak sulit BAB adalah stres.
Gangguan emosional yang terjadi pada anak bisa
menyebabkan stres.

10
9) Kurang cocok dengan Susu Formula yang dikonsumsi
Penyebab anak balita susah BAB juga bisa karena
asupan susu formula. Pastikan susu yang dikonsumsi
anak mengandung prebiotik dan probiotik yang baik untuk
pencernaan.
2.2.6. Cara Mengatasi Konstipasi pada Anak
1) Probiotik.
Probiotik Akan mendukung sistem pencernaan dengan
bakteri baik. Probiotik dan bakteri baik sangat penting
untuk kesehatan sistem pencernaan. Mengonsumsi
probiotik sangat penting terutama sebelum dan sesudah
perawatan antibiotik.
2) Hindari makanan berpengawet.
Sebaiknya jangan berikan anak makanan kemasan yang
mengandung pengawet dan gula yang tinggi. Makanan ini
tidak memiliki kadar nutrisi, dan mengganggu
keseimbangan bakteri baik di dalam sistem pencernaan,
yang bisa menyebabkan konstipasi dan masalah
pencernaan.
3) Lubrikasi usus halus anak dengan lemak sehat.
Lemak ini stabil dan aman untuk dimasak pada
temperatur yang tinggi. Jika Ibu memasak di temperatur
yang rendah, Ibu bisa gunakan mentega, minyak zaitun atau
minyak kelapa, yang lebih lembut dan mudah terbakar.
Lemak Omega 3 juga penting dan mampu melubrikasi usus
halus dan menyembuhkan radang, yang bisa jadi penyebab
konstipasi.
4) Sajikan buah dan sayuran untuk anak.
Kubis, pir, papaya, kelapa, ubi dan asparagus adalah
makanan berserat tinggi yang bisa mengobati konstipasi.
Berikan anak variasi dari makanan ini setiap hari, secara
seimbang agar sistem pencernaannya selalu sehat.
11
5) Berikan anak enema.
Si Kecil yang sedang mengalami konstipasi bisa diberikan
enema sebelum ia tidur. Namun Ibu harus berkonsultasi
dengan dokter sebelum memberikan anak enema.
6) Cukupi kebutuhan cairan anak.
Pada umumnya anak memerlukan sekitar 3 hingga 4
gelas air putih setiap hari. Air putih dianggap baik bagi usus
karena bisa membantu merangsang fungsi usus bergerak
normal.

12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN
Konstipasi merupakan masalah kesehatan pada anak
yang masih cukup tinggi. Kejadian konstipasi pada anak
bisa mencapai 305 lebih. Konstipasi dapat menyebabkan 3%
kunjungan pasien ke dokter anak umum dan 15-25%
kunjungan ke konsultan gastroenterologi anak. Sebagian
besar konstipasi pada anak (>90%) adalah fungsional yang
bila dilakukan pemeriksaan lebih lanjut biasanya ditemukan
kelainan organic, 40% diantaranya diawali sejak usia 1- 4
tahun.
Kejadian konstipasi pada anak erat kaitannya dengan
pola asuh orang tua terhadap anak, terutama terkait
pemberian nutrisi atau makanan pada anak. Pemberian
makanan pada anak harus tepat sesuai dengan tahapan
pertumbuhan dan perkembangan tubuh anak. Artinya
pemberian makanan selain tepat jenisnya juga harus tepat
waktu/ sesuai dengan usia anak. Agar tidak mengganggu
system pencernaan anak sehingga tidak mengganggu
tumbuh kembang anak nantinya.
3.2. SARAN
1. Bagi tenaga kesehatan/ bidan untuk lebih meningkatkan
penyuluhan tentang asi eksklusif, dan bahaya pemberian
MP-ASI terlalu dini pada pencernaan balita dan tumbuh
kembang balita.
2. Bagi Institusi Pendidikan diharapkan modul ini dapat
mejadi tambahan referensi untuk meningkatkan
informasi tentang konstipasi pada balita.
3. Bagi Ibu balita lebih selektif dan bijaksana dalam
mengasuh anaknya terutama dalam pemberian MP-ASI
dan pemberian nutrisi pada balitanya.
13
DAFTAR PUSTAKA

Akmal, Dkk. 2010. Ensiklopedia Kesehatan Untuk Umum.


Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Ariani, Putri. 2017. Ilmu Gizi Dilengkapi Dengan Standar
Penelitian Status Gizi Dan Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Herawati,F. 2012. Panduan Terapi Aman Selama Kehamilan.
Surabaya: Pt. Isfi
Kasdu, D. 2005. Solusi Problem Persalinan. Jakarta: Puspa
Swara
Pusmarani, Jastria. 2019. Farmakoterapi Penyakit Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Yayasan Kita Menulis
Rahmadi, Agus. 2019. Kitab Pengobatan. Jakarta Selatan:
Wahyu Qolbu
Saifuddin, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, 2006, YBPSP, Jakarta
Fraser, Diane M & Margaret A. Cooper., Buku Ajar Bidan
Myles. 2009. EGC,
Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak.1995. EGC, Jakarta
Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit. 2005. EGC, Jakarta
Lia Dewi, Vivian Nani, Asuhan Neonatus Bayi dan Anak
Balita, 2010, Salemba Medika, Jakarta
Maryunani, Nurhayati, Asuhan Kegawatdaruratan dan
Penyulit pada Neonatus, 2009, Trans Infomedika,
Jakarta
Muslihatun, Wafi Nur, Asuhan Neonatus Bayi dan Balita,
2010, Fitramaya, Yogyakarta
Maryanti, Dwi., Sujianti, Tri Budiarti., Buku Ajar Neonatus,
Bayi dan Balita, 2011. TIM, Jakarta
Rukiyah, Ai Yeyeh., Lia Yulianti., Asuhan Neonatus, Bayi dan
Anak Balita, 2010. TIM, Jakarta
Keyla, 2008. Pemberian ASI Pertama, Info sehat, www.
Kafemuslimah.com/article detail. Php/Id=149.
Diakses 15 November 2021
Zakiyah, 2012. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap
Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia 0-6 Bulan di
Puskesmas Jangkar Kabupaten Situbondo Tahun
2012.
Muzal kadim, 2015. Sembelit (konstipasi) pada Anak-IDAI.
https://www.idai.or.id. Diakses 15 November 2021.

14

Anda mungkin juga menyukai