MATERNITY IN NURSING
Disusun Oleh :
Universitas Binawan
Jakarta 2022
BAB I
PENDAHULUAN
Masa nifas dimulai setelah persalinan selesai dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama 6 minggu
(Wahyuningsih, 2018). Pada masa nifas dapat terjadi sulit BAB (konstipasi) karena
ketakutan akan rasa sakit, takut jahitan terbuka, atau karena adanya haemorroid
(Anggraini, 2010). Konstipasi merupakan suatu kondisi berkurangnya frekuensi buang
air besar dimana untuk perempuan kurang dari 3x/minggu sedangkan laki-laki kurang
dari 5x/minggu atau selama lebih dari 3 hari tidak merasakan pergerakan isi perut,
memadatkan feses (sehingga menjadi keras) pada saat defekasi lebih dari 25% dari
normal dan defekasi terjadi dua kali atau lebih sedikit per minggu, dan pada saat defekasi
pasien meng-edan (Pusparani, 2019).
Hasil penelitian Health Study Cohort tahun 2017, dari 62.031 jumlah wanita yang
mengalami konstipasi sejumlah 35%. Sedangkan, hasil National Health Interview di
Amerika Serikat ditemukan lebih dari 4 - 4,5 juta penduduk mempunyai keluhan sering
konstipasi hingga prevalensi mencapai sekitar 2% penderitanya yang mengeluh
konstipasi ini kebanyakan wanita (Lestari, dkk, 2020). Pada tahun 2007 ibu nifas yang
mengalami konstipasi 33% dari 103 ibu nifas (Laili & Nisa, 2019). Di Indonesia banyak
ibu postpartum yang mengalami susah buang air besar. Beberapa faktor penyebab yang
mempengaruhi antara lain kurangnya gerak setelah melahirkan (mobilisasi dini), asupan
nutrisi kurang baik dan kurangnya asupan cairan (Laili & Nisa, 2019). Karena kurangnya
ambulasi dini atau akibat terbaring yang terlalu lama mengakibatkan konstipasi (pola
eliminasi), dan otot sangat lemah sehingga proses penyembuhan terganggu (Rizki, 2017).
Pada seseorang dapat dialami setelah 3 hari ibu bersalin akan menyebabkan makin
susahnya defekasi. Sehingga, konstipasi dapat berdampak kontraksi uteri lembek, infeksi,
lamanya penyembuhan luka jahitan, dan ambeien (Laili & Nisa, 2019)
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas, maka dapat diasumsikan
permasalahan kurang pengetahuan ibu terhadap konstipasi ibu nifas yang dapat
mempengaruhi kesehatan ibu.
1.3 Tujuan
a. Tujuan umum
Tujuan umum dari proposal ini adalah untuk dapat memberikan informasi terkait
konstipasi pada ibu nifas, dan membantu menyelesaikan masalah yang terjadi.
b. Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi pengetahuan/ informasi yang didapat terkait konstipasi
ibu nifas pada ibu dan keluarga.
2. Mengidentifikasi diagnosa/masalah yang terjadi pada ibu nifas.
1.4 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi
Menurut Nurul azizah & Rafhani Rosyidah (2019), Masa nifas merupakan periode
yang akan dilalui oleh ibu setelah masa persalinan, yang dimulai dari setelah
kelahiran bayi dan plasenta, yakni setelah berakhirnya kala IV dalam persalinan
dan berakhir sampai dengan 6 minggu (42 hari) yang ditandai dengan berhentinya
perdarahan. Masa nifas berasal dari bahasa latin dari kata puer yang artinya bayi,
dan paros artinya melahirkan yang berarti masa pulihnya kembali, mulai dari
persalinan sampai organ-organ reproduksi kembali seperti sebelum kehamilan.
Adapun tujuan pelaksanaan masa nifas di dalam buku Nurliana M ansyur, S.ST
& A. Kasrinda Dahlan, S.ST (2014), yaitu;
1) Tujuan Umum
- Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal
mengasuh anak.
2) Tujuan Khusus
- Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologis
- Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
- mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.
c. Tahapan Masa Nifas
Beberapa tahapan masa nifas Menurut Nurul azizah & Rafhani Rosyidah (2019) adalah
sebagai berikut:
A. Definisi
Konstipasi adalah suatu gangguan buang air besar yang didefinisikan sebagai
defekasi yang tidak lampias dan ditandai oleh frekuensi buang air besar (BAB)
yang tidak rutin (kurang dari tiga kali per minggu) dan kesulitan mengeluarkan
feses, atau keduanya. Kesulitan mengeluarkan feses termasuk diantaranya
mengejan berlebihan, perasaan kesulitan mengeluarkan feses, evakuasi feses tidak
tuntas, feses keras/kecil-kecil, waktu buang air besar yang lama, atau
membutuhkan manuver manual untuk mengeluarkan feses. Dengan
memerhatikan evaluasi klinis, konstipasi dapat bermanifestasi sebagai konstipasi
primer (fungsional) dan konstipasi sekunder (organik). Konstipasi sekunder dapat
diakibatkan oleh kelainan intraintestinal atau ekstraintestinal, gangguan
metabolik, miopati, neuropati dan obat-obatan.
B. konstipasi ibu nifas :
Beberapa masalah yang terjadi pada ibu nifas salah satunya adalah kesulitan saat
buang air besar atau yang disebut konstipasi. Masalah penelitian ini masih banyak
ibu nifas yang mengalami konstipasi. Seringkali pada masa nifas ini terjadi
beberapa masalah diantaranya ibu nifas mengeluh karena mengalami kesulitan
buang air besar atau BAB dimana feses menjadi lebih padat sehingga sulit untuk
dikeluarkan yang disebut dengan konstipasi. Keadaan ini bisa disebabkan karena
tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada masa awal
pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang
makan atau dehidrasi (Walyani, 2015). Adanya pantang makan makanan berserat
berpengaruh besar dalam kejadian konstipasi pada ibu nifas, karena massa feses
sangat ditentukan oleh asupan serat. Diet yang mengandung serat dalam jumlah
besar akan menghasilkan feses yang lunak dan akan cepat melalui usus.
Sebaliknya diet rendah serat akan menghasilkan feses yang kecil dan melewati
usus secara perlahan (Kusumaningrum, 2015). Konstipasi yang terjadi pada masa
nifas pada umumnya disebabkan kurangnya makan berserat selama persalinan dan
karena ibu nifas menahan defekasi (Bahiyatun, 2016). Selain itu beberapa faktor
penyebab yang mempengaruhi kontipasi pada ibu nifas antara lain kurangnya
gerak setelah melahirkan (mobilisasi dini), asupan nutrisi kurang baik, asupan
cairan yang rendah, obat pereda sakit mengandung narkotik yang meninggalkan
tonus dan spasme periodic usus halus. Pada seseorang yang mengalami konstipasi,
tinja akan menjadi lebih padat dan mengeras, menyebabkan makin susahnya
defekasi, sehingga berdampak kontraksi uteri lembek, infeksi, lamanya
penyembuhan luka jahitan, dan ambeien (Laili dan Nisa, 2019). Dampak lainya
akibat konstipasi dari susah buang air besar yaitu perut kembung, penuh, sakit
pada bagian bawah, nafsu makan berkurang. Tubuh tidak fit, lesu, mudah lelah,
sering mengantuk dan berkeringat dingin, pernafasan sesak karena volume perut
untuk bernafas kurang, dan resiko terjadinya kanker usus pada usus besar akibat
dari toksin (racun) yang terlalu lama mengendap dibagian lambung. Asuhan pada
ibu nifas yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah konstipasi yaitu dengan
cara memfasilitasi ibu untuk membicarakan masalah yang dihadapi pada ibu nifas
dengan bersikap proaktif menanyakan pada ibu mengenai masalah yang terjadi
termasuk biasanya adalah masalah kontrol defekasi (Laili dan Nisa, 2019). Hal
yang bisa dilakukan untuk mengurangi konstipasi adalah dengan segera mungkin
melakukan mobilisasi dini setelah melahirkan. Selain dengan melakukan latihan
fisik secara teratur, asupan nutrisi terutama serat yang dikonsumsi oleh ibu selama
masa nifas juga sangat mempengaruhi terjadi konstipasi. Makanan yang memiliki
kandungan serat tinggi dapat membantu mempercepat proses defekasi pada ibu
nifas. Akan tetapi hal tersebut tetap harus memperhatikan jumlah dan jenis serat
yang di konsumsi (Bobak, 2015). Upaya yang dapat dilakukan oleh petugas
kesehatan dalam hal ini adalah bidan yaitu memberi konseling gizi tentang
pentingnya asupan nutrisi pada ibu nifas, dan sebaiknya penyuluhan ini dilakukan
sejak masa kehamilan (Kusumaningrum, 2015).
D. Etiologi
Konstipasi pada ibu pasca melahirkan sering kali terjadi akibat kontraksi
otot yang menyebabkan peristaltik usus mengalami penurunan. Selain itu ada
faktor lain, seperti kecemasan ibu akan lepasnya jahitan pada perineum nyeri yang
dirasakan saat defekasi yang dapat menyebabkan terjadinya konstipasi.
Konstipasi juga dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu dan kekhawatiran
lukanya akan terbuka bila saat buang air besar. Peristaltik usus secara reguler
sangat perlu dilatih untuk merangsang tonus otot agar kembali normal. Namun
jika tidak diatasi konstipasi dapat menimbulkan situasi yang lebih serius seperti
impaksi (fese menjadi keras dan kering), obstruksi pada usus, kanker kolon,
terjadinya hemoroid dan terjadinya perdarahan Post Partum (Yulianik, E. Pujiati,
2017).
E. Pencegahan
Upaya yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan dalam hal ini adalah bidan yaitu
memberi konseling gizi tentang pentingnya asupan nutrisi pada ibu nifas, dan sebaiknya
penyuluhan ini dilakukan sejak masa kehamilan (Kusumaningrum, 2015)
Konseling merupakan istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu “consilium” yang
berarti dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami.
Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang
mengemukakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam
memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai
dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejateraan hidupnya. Tolbert,
(dalam Prayitno dan Amti 2004:101).
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang
dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus
yang dimilikinya. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri,
keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan
dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi
maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-
masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. Dengan melihat uraian
tentang bimbingan dan konseling di atas, maka dapat dirumuskan tentang pengertian
Bimbingan dan Konseling (BK) yaitu Serangkaian kegiatan berupa bantuan yang
dilakukan oleh seorang ahli pada konseling dengan cara tatap muka, baik secara individu
atau beberapa orang dengan memberikan pengetahuan tambahan untuk mengatasi
permalahan yang dialami oleh konseli, dengan cara terus menerus dan sistematis.
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Roleplay
Konseling konstipasi ibu nifas pada ibu dengan G⁰P¹A⁰M. (Masalah keperawatannya
apa)
3.2 Pemeran
3.3 SAP
1. Fase orientasi
Konselor, perawat I, perawat II serta pendamping menuju ke ruangan ibu nifas untuk
melakukan konseling pada keluarga mengenai ibu yang sedang nifas.
Perawat I : selamat pagi bu, pak perkenalkan saya dengan perawat Adrian dan
perkenalkan juga ini teman saya perawat Geva serta Pendamping perawat Amanda
, dan nanti akan ada teman saya Mutira sebagai konseling.
Perawat I : Baik bu sebelumnya boleh sebutkan nama dan tanggal lahir ibu ?
Ibu Y: Baik saya dengan ibu Y. Tanggal lahir saya 17 Agustus 1995
Suami : Iya pak, istri saya sering mengeluh pusing dan selalu takut kalau ingin
Bab.
Perawat I : oh iya bu baik, klo untuk darah yang keluar itu banyak atau sedikit ya
bu ? untuk ganti pembalut sehari berapa kali ya bu ?
Ibu Y : Banyak sus, saya mengganti pembalut 4x sehari sus. Setiap ganti pembalut
itu darah yang keluar penuh di area pembalut saya, terkadang tembus.
Perawat I : Gimana kondisi bayi bu, pak, apakah rewel atau ada keluhan lain ?
Suami : Alhamdulillah pak bayi saya ngga rewel, ASI ibunya juga lancar
keluarnya tidak ada kendala.
Ibu Y : Iyaa Pak bayi saya ngga rewel, paling klo nangis bayi saya mau ASI atau
ganti popok.
1. Fase Kerja
Perawat I : Baik bu selanjutnya teman saya Mutiara sebagai konselor yang akan
melanjutkan untuk melakukan konseling mengenai Konstipasi pada ibu nipas atau
sembelit setelah .
Konselor : Baik bu perkenal kan nama saya Mutiara di sini saya sebagai konselor
yang akan memberikan informasi terkait tentang konstipasi pasca persalinan.
Sebelum saya memberikan infromasi terkait tentang konstipasi pasca persalinan,
apakah ibu atau bapak sudah mengetahui/ mendapat informasi dari sumber lain
misalnya internet atau tenanga kesehatan mengenai apa saja informasi tentang
konstipasi pasca persalinan ?
Ibu Y : Saya tidak mengetahui terkait konstipasi atau sembelit sus,soalnya ini saya
melahirkan yang pertama .
Konselor : Baik bu Untuk itu saya datang ke sini untuk memberikan beberapa
informasi yang harus ibu ketahui terkait konstipasi atau sembelit pasca persalinan.
Saya izin memaparkan infromasi tersebut ya bu. Apakah ibu dan keluarga sedia
mendengarkan ?
Konselor : Baik saya mulai ya bu. Sebelumnya saya ada brosur terkait informasi
yang akan saya berikan pada ibu dan keluarga mohon di simak ya bu, pak.
2. Fase Terminasi
Konselor : Bu, pak saya sudah selesai memaparkan informasi terkait konstipasi
pasca persalinan. Apakah ada yang mau di tanyakan ?
Ibu Y : baik sus saya sudah jauh lebih paham mengenai konstipasi setelah
persalinan serta tidak takut lagi untuk BAB
Konselor : sekarang ibu boleh sebutkan kembali, informasi apa saja yang saya
sudah berikan ?
Ibu Y : jadi
…….
Konselor : dari pihak keluarga bagaimana cara menangani ibu konstipasi pasca
persalinan ?
Suami : yang saya lakukan hanya memberikan motivasi pada istri, serta
membantu kebutuhan yang di butuhkan seperti makanan yang tinggi serat dan
protein dan menyemangati istri saya.
Orang tua : Saya juga sama sus tidak jauh berbeda cara menangani nya seperti
suami anak saya
http://repository.stikespantiwaluya.ac.id/173/2/STIKESPW_LUTSYA%20DEA%20HA
PSARI_MANUSCRIPT.pdf
https://repository.ump.ac.id/2650/3/SUGESTI%20LARASATI%20BAB%20II.pdf
https://repo.stikesicme-
jbg.ac.id/4419/1/8.%20Jurnal%20Skripsi%20Erma%20Tri%20Lestari.pdf
https://repository.poltekkes-tjk.ac.id/id/eprint/774/6/6.%20BAB%20II.pdf