Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

“KEPERAWATAN DASAR TENTANG GANGGUAN ELIMINASI FEKAL


DENGAN KONSTIPASI”

OLEH :
KELOMPOK 1

1. Ais Hasan
2. Dinda Restu Prameswari
3. Ismianti Matoy
4. Lisnawaty Labansir
5. Marini Ibrahim
6. Meta Puspita Dewi Antu Zees

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat, sehingga penyusun
berhasil menyelesaikan Makalah ini yang berjudul KEPERAWATAN DASAR
TENTANG GANGGUAN ELIMINASI FEKAL DENGAN KONSTIPASI”.
Penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah ikut serta
dalam penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari makalah yang telah dibuat ini belum sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan penyusun terima guna
perbaikan di masa yang akan datang. Penyusun berharap makalah ini dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan pembaca dan dapat dikembangkan.
Penyusun memohon maaf bila terdapat kesalahan yang tidak berkenan pada
makalah ini. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih atas perhatian
pembaca.

Gorontalo, September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................................. 1
1.2. Tujuan............................................................................................... 3
1.3. Manfaat............................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 4
1.1 Definisi.................................................................................. 4
1.2 Etiologi.................................................................................. 4
1.3 Klasifikasi.............................................................................. 6
1.4 Patofisiologi.......................................................................... 7
1.5 Manifestasi............................................................................ 9
1.6. Penatalaksanaan................................................................... 10
BAB III KONSEP KEPERAWATAN................................................. 12
BAB IV PENUTUP............................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Konstipasi fungsional adalah masalah kesehatan yang sering dijumpai di


praktek dokter saat para orang tua membawa anaknya berobat. Di Amerika
Serikat, sekitar 3% kunjungan klinik rawat jalan pediatrik dan 25% kunjungan
ke ahli gastro-enterologi anak yang berhubungan dengan gangguan defekasi
atau buang air besar. Konstipasi adalah gejala klinis yang bisa menimbulkan
stress pada anak dan orang tua sehingga menyebabkan gangguan emosional
yang berat, dan mempengaruhi kualitas hidup anak.

Kebiasaan buang air besar cenderung bervariasi tergantung pada beberapa


factor, termasuk umur, tahap perkembangan anak, diet, pengaruh sosial
budaya,dan genetik. Kebiasaan buang air besar pada anak-anak Asia yang
mengkonsumsi makanan pokok berupa nasi dan kandungan serat yang relatif
tinggi cenderung berbeda dengan anak-anak di negara barat yang
mengkonsumsi makanan pokok berupa gandum.

Konstipasi kronik merupakan salah satu kondisi yang sering dijumpai pada
bagian anak umum, dan hal ini berkaitan dengan banyak morbiditas yang
kurang dipedulikan. Konstipasi melibatkan 40% pada bayi dan 30% pada anak
usia sekolah. Prevalensi konstipasi pada anak di dunia saat ini berkisar antara
0,7% sampai 29,6% yang mana menggambarkan adanya potensi meluasnya
efek dari kondisi ini. Hingga 80% anak-anak dengan konstipasi juga
mengalami inkontinensia fekal. Inkontinensia fekal terjadi pada 1,5 sampai
7,5% anak sekolah usia 6-12 tahun. Penelitian terbaru melaporkan angka
prevalensi sebesar 4,4% untuk inkontinensia fekal pada anak di klinik
perawatan primer Amerika Serikat.

Saat ini Indonesia dan beberapa daerah di dunia masih menggunakan


kriteria Roma III untuk menegakkan diagnosis konstipasi. Kriteria Roma III
dapat menegakkan diagnosis konstipasi berdasarkan gejala klinis dan temuan

1
pemeriksaan fisik saja. Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan
radiologi seperti barium enema, kolonoskopi, manometri anoraktal dan
lainnya jarang digunakan kecuali pada kasus konstipasi yang tidak respon
dengan pengobatan standar.

Masalah inkontinensia fekal dan konstipasi pada anak-anak menyebabkan


masalah perilaku, social, dan emosional, yang secara negative mempengaruhi
kualitas hidup anak dan keluarganya. Sebuah penelitian skala besar
menemukan bahwa orang tua dari anak dengan inkontinensia fekal memiliki
masalah emosi dan perilaku yang lebih tinggi dibandingkan orang tua dengan
anak tanpa inkontinensia fekal. Penelitian juga mengindikasikan bahwa anak-
anak dengan inkontinensia fekal lebih sering dilaporkan menjadi korban
hinaan dan terlibat dalam perilaku anti sosial dibandingkan dengan anak tanpa
inkontinensia fekal. Walaupun gejala psikologi sering terlihat pada anak
dengan masalah ini tetapi tidak selalu masalah psikologi yang merupakan
penyebab utama dari inkontinensia. Inkontinensia ini biasanya banyak terjadi
pada anak yang kurang mendapatkan pendidikan toilet training pada masa
kecil, terjadinya stress psikologi misalnya masuk sekolah baru. Anak dengan
konstipasi fungsional dan orang tuanya dilaporkan mengalami gangguan
kualitas hidup sehubungan dengan keluhan fisik dan lamanya durasi gejala
anak dengan konstipasi dapat memiliki tampilan pendiam, menarik diri, malu,
dan marah. Penyangkalan gejala sering terjadi pada anak dengan konstipasi.
Anak dengan konstipasi dilaporkan memiliki gangguan kualitas hidup lebih
besar disbanding anak dengan keluhan gastrointestinal lainnya.

Penggunaan instrument pediatric quality of life (PedsQoL) untuk menilai


efek fisik, kesehatan emosional, social dan sekolah telah banyak mengalami
peningkatan. Instrumen PedsQL ini bersifat umum dalam menilai kualitas
hidup anak.

2
1.2. TUJUAN
Tujuan umum:
Mengetahui dan memahami konsep teori konstipasi dan asuhan keperawatan
dalam mengenai kasus konstipasi
Tujuan khusus:
1. Memahami identifikasi konstipasi
2. Memahami patofisiologi konstipasi
3. Memahami faktor-faktor resiko konstipasi
4. Memahami manifestasi klinis konstipasi
5. Memahami komplikasi konstipasi
6. Memahami penatalaksanaan konstipasi
7. Memahami asuhan keperawatan pada konstipasi

1.3 MANFAAT
Memberikan konsep dasar teori tentang gangguan sistem gastrointestinal,
yaitu diare dan konstipasi berdasarkan pertimbangan gerontik, beserta asuhan
keperawatannya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP MEDIS

2.1. DEFINISI

Konstipasi adalah frekuensi buang air besar yang lebih sedikit dari
biasanya. Jarak waktu buang air besar pada setiap orang berbeda-beda. Namun
umumnya dalam satu minggu, manusia buang air besar setidaknya lebih dari 3
kali. Jika frekuensi buang air besar kurang dari 3 kali dalam seminggu, maka
seseorang disebut mengalami konstipasi. Akibatnya, tinja menjadi kering dan
keras sehingga lebih sulit dikeluarkan dari anus.

Konstipasi merupakan defeksi tidak teratur yang abnormal, dan juga


pengerasan feses tak normal yang membuat pasasenya sulit dan kadang
menimbulkan nyeri. Jenis konstipasi ini disebut sebagai konstipasi kolonik.
Kebanyakan individu sedikitnya melakukan defekasi sekali dalam sehari. Rentang
normal, adalah tiga kali defekasi dalam sehari atau kurang dalam seminggu. Pada
individu yan mengalami konstipasi, defekasi terjadi secara tidak teratur, disertai
feses yang keras. Beberapa orang yang mengalami konstipasi kadang-kadang
menghasilkan feses cair sebagai akibat dari iritasi yang disebabkan oleh massa
feses yang keras dan kering dalam kolon. Feses ini banyak sekali mengandung
mukus, yang disekresi oleh kelenjar dalam kolon dalam responsnya terhadap
massa pengiritasi ini.

2.2. PENYEBAB KONSTIPASI

Konstipasi dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (tranquilizer,


antikolinergis, antihipertensif, opioid, antasida dengan aluminium; gangguan
rektal/anal (hemoroid, fisura); obstruksi (kanker usus); kondisi metabolis,
neurologis, dan neuromuskuler (diabetes mellitus, parkinsonisme, sklerosis
multipel); kondisi endokrin (hipotiroidisme, feokromositoma); keracunan timah;
dan gangguan penyambung (skleroderma, lupus eritematosus). Konstipasi adalah
masalah utama pada pasien yang menggunakan opioid untuk mengatasi nyeri

4
kronis. Penyakit kolon yang biasanya dihubungkan dengan konstipasi adalah
sindrom usus peka dan penyakit divertikuler.

Faktor penyebab lainnya mencakup kelemahan, imobilitas, kecacatan,


keletihan dan ketidakmampuan untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen untuk
mempermudah pasase feses, seperti yang terjadi pada emfisema. Banyak orang
yang mengalami konstipasi karena mereka tidak menyempatkan diri untuk
defekasi. Di Amerika Serikat, konstipasi juga tampak sebagai akibat kebiasaan
diet (konsumsi rendah terhadap masukan serat dan kurangnya masuknya cairan),
kuarang latian teratur,dan stres.

2.3. KLASIFIKASI

Klasifikasi di klinik biasa dikenal dalam 2 kategori, yaitu:

1. Konstipasi yang disebabkan karena gangguan fungsi/konstipasi


akut/konstipasi temporer.
1) Rektal Statis (Dysschezia)
a. Kebiasaan yang salah: adanya penundaan waktu defekasi
ada rangsangan defekasi, tidak teraturnya waktu defekasi,
berpergian lama, kurang asupan makanan yang
mengandung selulose.
b. Adanya nyeri saat defekasi: adanya fisura ani atau abses
pada anus sehingga pasien enggan untuk defekasi.
c. Inefektif pada otot-otot abdomen: kelemahan otot perut
biasanya pasca bedah abdomen dikarenakan pasien belum
bisa sepenuhnya mengejan dengan baik, sehingga tidak
dapat mengeluarkan feses dari kolon hal ini dapat
menyebabkan rektal statis.
d. Lesi pada diskus spinalis.
2) Kolon Statis
a. Kebiasaan yang salah: adanya penundaan waktu defekasi
ada rangsangan defekasi, tidak teraturnya waktu defekasi,

5
berpergian lama, kurang asupan makanan yang
mengandung selulose.
b. Pada semua keadaan yang dapat menimbulkan dehidrasi.
c. Pada penderita yang makan makanan sedikit menimbulkan
low residu diet juga salah satu penyebab konstipasi.
2. Konstipasi Simtomatik: merupakan konstipasi yang menandakan adanya
gejala pada suatu penyakit akut ataupun kronik. Diantaranya :
1) Konstipasi sebagai gejala penyakit akut misalnya:
a. Dehidrasi: sering dehidrasi memberikan akibat timbulnya
konstipasi. Penyakit yang biasa disertai panas sehingga
terkadang dehidrasi tidak selalu diperhatikan adalah
penderita dengan penyakit pneumonia, meningitis, tifus
abdominalis stadium permulaan biasanya memberikan
gejala konstipasi.
b. Obstruksi intestinal yang akut.
c. Apendikitis akut.
d. Setelah hematemesis.
2) Konstipasi sebagai gejala penyakit kronik misalnya:
a. Penyakit atau kelainan dari traktus gastrointestinalis:
stenosis pilorikum, kelainan kolon (karsinoma kolon,
diverticulosis, pada megankolon yaitu hirchsprung/ pseudo-
hirchsprung) blind loop dari kolon. Kelainan dari rektum
anus yaitu (fisura, proktitis, karsinoma dari rectum,
ischiorektal abses).
b. Kelainan pada pelvis yang biasanya karena kompresi
mekanis pada rektum atau kolon misalnya: pada wanita
yang gravid maka uterusnya menekan sigmoid dan rektum,
fibroid uterus, tumor pada pelvis, kista ovarii, prolapse dari
intestine yang masuk kedalam fossa rekto genital.
c. Penyakit umum di organ lain: penyakit endokrin
(miksudema, diabetes mellitus, hiperparatiroid), kelainan
psikis (depresi, manis depressive psikhose, anoreksia

6
nervosa, keracunan atau karena obat-obat (karena zat
logam, opiaten: codein, morfin, tictura opii,dll.

Tipe-Tipe feses manusia, yaitu:

a. Tipe tinja 1
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk bulat-bulat kecil seperti kacang,
sangat keras, dan sangat sulit untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah
bentuk tinja penderita konstipasi kronis.
b. Tipe tinja 2
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis, permukaan menonjol-nonjol
dan tidak rata, dan terlihat seperti akan terbelah menjadi berkeping-
keping. Biasanya tinja jenis ini dapat menyumbat WC, dapat
menyebabkan ambeien, dan merupakan tinja penderita konstipasi yang
mendekati kronis.
c. Tipe tinja 3
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis, dengan permukaan yang kurang
rata, da nada sedikit tekanan. Tinja seperti ini adalah tinja penderita
konstipasi ringan.
d. Tipe tinja 4
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti sosis atau ular. Tinja ini adalah
bentuk tinja penderita gejala awal konstipasi

2.4. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi konstipasi masih belum dipahami. Konstipasi diyakini,


berhubungan dengan pengaruh dari sepertiga fungsi utama kolon: (1) transport
mukosa (sekresi mukosa memudahkan gerakan isi kolon), (2) aktivitas
mioelektrik (pencampuran massa rektal dan kerja propulsi), atau (3) proses
defekasi. Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal,
melalui empat tahap kerja: rangsangan refleks penyakit rektoanal, relaksasi otot
sfingter internal, relaksasi sfingter eksternal dan otot dalam region pelvik, dan
peningkatan tekanan intra-abdomen. Gangguan salah satu dari empat proses ini
dapat menimbulkan konstipasi.

7
Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, membrane mukosa rektal dan
muskulatur menjadi tidak peka terhadap adanya massa fekal, dan akibatnya
rangsangan yang lebih kuat diperlukan untuk menghasilkan dorongan peristaltik
tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal ini adalah untuk
menimbulkan kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering mengalami spasme,
khususnya setelah makan, sehingga menimbulkan nyeri kolik midabdominal atau
abdomen bawah. Setelah proses ini berlangsung sampai beberapa tahun, kolon
kehilangan tonus dan menjadi sangat tidak responsive terhadap rangsang normal,
akhirnya terjadi konstipasi. Atoni usus juga terjadi pada proses penuaan, dan hal
ini dapat diakibatkan oleh penggunaan laksatif yang berlebihan.

2.5. KOMPLIKASI

Komplikasi konstipasi mencangkup hipertensi arterial, impaksi fekal,


hemoroid dan fisura, serta megakolon. Peningkatan tekanan arteri dapat terjadi
pada defekasi. Mengejan saat defekasi, yang mengakibatkan manuver valsalva
(mengeluarkan napas dengan kuat sambil glotis tertutup), mempunyai efek
pengerutan pada tekanan darah arteri. Selama mengejan aktif, aliran darah vena di
dada untuk sementara dihambat akibat peningkatan tekanan intratorakal. Tekanan
ini cenderung menimbulkan kolaps pada vena besar di dada. Atrium dan ventrikel
menerima sedikit darah, dan akibatnya sedikit yang dikirim melalui kontraksi
sistolik dari ventrikel kiri: curah jantung menurun, dan terjadi penurunan
sementara dalam tekanan arteri. Hamper segera setelah periode hipotensi ini,
terjadi peningkatan pada tekanan arteri: tekanan ditinggikan sementara melewati
tingkat asalnya (fenomena ‘’rebound’’). Pada pasien dengan hipertensi arterial,
reaksi kompensasi ini dapat diperbesar, dan puncak tekanan yang dicapai dapat
sangat berbahaya cukup untuk menimbulkan rupture arteri utama dan otak atau
tempat lain.

Impaksi fekal terjadi apabila suatu akumulasi massa feses kering tidak
dapat dikeluarkan. Massa ini dapat diraba pada pemeriksaan manual, dapat
menimbulkan tekanan pada mukosa kolon yang mengakibatkan pembentukan
ulkus, dan dapat menimbulkan rembesan feses cair yang sering.

8
Hemoroid dan fisura anal dapat terjadi sebagai akibat konstipasi. Fisura
anal dapat diakibatkan oleh pasase feses yang keras melalui anus, merobek lapisan
kanal anal. Hemoroid terjadi sebagai akibat kongesti vaskuler perianal yang
disebabkan oleh peregangan.

Megakolon adalah dilatasi dan atoni kolon yang disebabkan oleh massa
fekal yang menyumbat pasase isi kolon. Gejala meliputi konstipasi, inkontinensia
fekal cair, dan distensi abdomen. Megakolon dan dapat menimbulkan perforasi
usus.

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis mencakup distensi abdomen, borborigimus (gemuruh


usus), rasa nyeri dan tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan,
tidak dapat makan, sensasi pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi,
dan eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering.

Pemeriksaan fisik pada kontipasi sebagian besar tidak mendapatkan


kelainan yang jelas. Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan
menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan yang berpotensi
mempengaruhi fungsi usus besar.

Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliput gigi geligi, adanya luka
pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan
proses menelan. Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan
atau tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut.
Perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor
atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan bentuk dicari pengumppulan gas
berlebihan, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut atau adanya massa tinja.

Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara


gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedangkan
pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure ( retakan) atau
fistula ( hubungan abnormal pada saluran cerna ), juga kemungkinan tumor di
dubur yang bisa menganggu proses buang air besar. Colok dubur memberi

9
informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau adanya darah.
Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor risiko
konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat
keluarnya darah dari dubur.

Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran


cerna, tukak, wasir, dan tumor. Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita
konstipasi untuk mendekteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang
menyumbat bahkan melubangi usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia,
keluarnya daerah dari dubur atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu
dilakukan kolonoskopi. Bagi sebagian orang kontipasi hanya sekadar
mengganggu, tapi bagi sebagian kecil dapat menimbulkan komplikasi serius.
Tinja dapat mengeras sekeras batu di poros usus (70%), usus besar (20 %), dan
pangkal usus besar (10 %).

2.9. PENATALAKSANAAN

Pengobatan ditujukan pada penyebab dasar konstipasi. Penatalaksanaan


mencakup penghentian penyalahgunaan laksatif, menganjurkan memasukkan serat
dalam diet dalam peningkatan asupan cairan, dan pembuatan program latian rutin
untuk memperkuat otot abdomen. Umpan balik biologis adalah teknik yang dapat
digunakan untuk membantu pasien belajar merelaksasi mekanisme sfingter untuk
mengeluarkan feses. Penambahan 6 sampai 12 sendok teh penuh sekam yang
tidak di proses setiap hari kedalam diet sangat dianjurkan, khususnya untuk
pengobatan konstipasi pada lansia. Konseling diet harus menganjurkan diet tinggi
sisa untuk menimbulkan gerakan yang cepat pada kolon dan feses dalam jumlah
banyak dan lembut.

Apabila penggunaan laksatif diperlukan, salah satu dari berikut ini dapat
dilakukan: preparat pembentuk bulk, preparat salin dan osmotic, lubrikan,
stimulant, atau pelunan feses. Kerja fisiologis dan penyuluhan pasien yang
dihubungkan dengan laksatif. Enema dan supositoria rektal secara umum tidak
dianjurkan untuk konstipasi dan harus diberikan untuk pengobatan pada impaksi
atau persiapan usus, untuk pembedahan atau prosedur diagnostik. Apabila

10
penggunaan laksatif jangka panjang benar-benar diperlukan, preparat pembentuk-
bulk diberikan dalam kombinasi dengan laksatif osmotik.

Terapi obat-obatan khusus dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi


motorik intriksi usus. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan preparat
prokinetik seperti Cisaprinde dapat meningkatkan frekuensi defekasi.

2.10. WOC (Pathway)

Diet rendah serat, asupan cairan


kurang, kondisi spikis, kondisi Penggunaan obat-obatan
metabolic, penyakit yang diderita tertentu (seperti opiate dan
mengandul AL dan CA

Absorbsi cairan dan


eletrolit Konstrasi tidak mendorong

Memperpanjang waktu transit di kolon Konstipasi Mengedan


karena penurunan peristaltic dan
absorsi terus berlangsung
Nyeri Akut

Rangsangan reflex
penyebab rekto anal
Penurunan motilitas usus

Ganguan Defekasi
Di perlukan rangsangan yang
lebih kuat untuk mendorong
Feses Mengeras atau impaksi feses feses

Relaksasi sfingter internal Absorpsi nutrisi menurun


dan ekstrenal

Tekanan Intra abdomen Defisit Nutrisi


meningkat

Spasme setelah makan, nyeri


Membran mukosa dan Nyeri Akut
kolik pada abdomen bawah
muskulator tidak peka terhadap
rangsangan pekal
11
Kolon Kehilangan tonus
Tidak responsive terhadap
rangsangan normal Konstipasi
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
 Pasien
 Nama :
 Jenis Kelamin :
 Umur :
 Pekerjaan :
 Diagnosa masuk :
2. Riwayat keluarga
Riwayat penyakit yang dialami keluarga

3. Status kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
 Keluhan utama (saat MRS dan saat ini)
Keluhan utama yang dirasakan klien biasanya mengeluh tidak bisa
atau sulit BAB
 Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan Penyakit saat ini
Riwayat keluhan pasien dari masuk rumah sakit sampai saat
pengkajian. Biasanya pasien mengeluh tidak bias atau sulit untuk
BAB, pengeluaran feses yang tidak tuntas, feses yang keras, kering
dan banyak. Perasaan penuh dan BAB yang tidak tuntas
 Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Upaya klien untuk mengatasi keluhannya
b. Status Kesehatan Masa Lalu
 Penyakit yang pernah dialami
Riwayat penyakit klien
 Pernah dirawat
Riwayat pernah rawat inap sebelumnya
 Riwayat alergi :
 Kebiasaan :

12
 Merokok
 Minum kopi
 Penggunaan Alkohol
 Lain-lain:
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga yang diderita

5. Diagnosa Medis dan therapy


Konstipasi merupakan salah satu gejala dari penyakit

6. Pola Fungsi Kesehatan


a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji bagaimana klien memelihara kesehatan selama ini, persepsi
terkait dengan sakit, arti kesehatan, pengetahuan dan penanganan
kesehatan,kemampuan dalam menyusun tujuan kesehatan.
b. Nutrisi/ metabolic
Perlu mengkaji bagaimana masukan nutrisi, nafsu makan, pola makan,
diit, perubahan BB, apakah ada gangguan menelan, mual/muntah,
makanan favorit pasien.
c. Pola eliminasi
Kaji bagaimana pola ekresi, kebiasan miksi, defekasi, Adanya
gangguan defekasi, frekuensi miksi dan defekasi, karakteristik urin
dan feses
d. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/minum

Mandi

Toileting

Berpakaian

Mobilisasi di tempat tidur

Berpindah

13
Ambulasi ROM

0: mandiri, 1: alatbantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain


dan alat, 4: tergantung total.

e. Pola tidur dan istirahat


Kaji bagaimana pola tidur dan istirahat, kuantitas dan kualitas tidur,
apakah mengalami gangguan tidur pada pasien

f. Pola kognitif-perseptual
Kaji nyeri yang dialami klien dengan PQRST

g. Pola persepsi diri/konsep diri


Menggambarkan konsep tentang diri sendiri dan persepsi, gambaran
diri, harga diri, peran dan identitas diri.

h. Pola seksual dan reproduksi


Kaji dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat penyakit hubungan
seksual

i. Pola peran-hubungan
Kaji hubungan klien dengan keluarga, lingkungan, pekerjaan.

j. Pola manajemen koping stress


Kaji bagaimana kemampuan pasien untuk menangani stres dan
penggunaan sistem pendukung,penggunaan obat utk menangani stres,
metode koping yg biasa digunakan

k. Pola keyakinan-nilai
Kaji bagaimana pola keyakinan dan nilai yang dianut klien terkait
dengan kondisi sakit, apakah pasien mencari bantuan spiritual selama
sakit.

7. Riwayat Kesehatan dan Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan Fisik

14
a Keadaan umum: Keadaan umum baik, sedang, lemah atau penurunan
kesadaran
b Pemeriksaan integument:
1) Kulit: Umumnya tidak ada kelainan, atau turgor kulit kurang
2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
4) Pemeriksaan kepala dan leher:
Kepala: bentuk normocephalik
Wajah: Umumnya tidak ada kelainan
Leher Umumnya tidak ada kelainan
a Pemeriksaan dada: Umumnya tidak ada kelainan
b Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus yang
kurang, terdapat penumpuka dan pemadatan feses.
c Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Umumnya tidak ada kelainan
d Pemeriksaan ekstremitas: umumnya tidak ada kelainan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Konstipasi
2. Defisit Nutrisi
3. Nyeri Akut

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

15
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
o keperawatan
1 KONSTIPAS Setelah dilakukan asuhan Manajemen Konstipasi
I
keperawatan ….. x ….. jam, Observasi :
diharapkan pasien memenuhi - Periksa tanda dan gejala
kriteria sebagai berikut: konstipasi
- Periksa pergerakan
Eliminasi Fekal
usus, karakteristik feses
 Kontrol pengeluaran (konsistensi,
feses meningkat bentuk,volume, dan
 Tidak mengeluh warna)
defekasi lama dan - Identifikasi faktor
sulit risiko konstipasi (mis.
 Tidak mengejan saat Obat-obatan, tirah
defekasi baring, dan diet rendah
 Tidak distensi serat)
abdomen - Monitor tanda dan
 Tidak teraba massa gejala rupture usus
pada rektal dan/atau peritonitis
 Tidak nyeri abdomen Terapeutik :
 Tidak kram abdomen - Anjurkan diet tinggi
serat
- Lakukan masase
abdomen
- Lakukan evakuasi feses
secara manual
- Berikan enema atau
irigasi
Edukasi :
- Jelaskan etiologi
masalah dan alas an
tindakan
- Anjurkan peningkatan

16
asupan cairan
- Latih buang air besar
secara teratur
- Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
Kolaborasi :
- Konsultasi dengan tim
medis tentang
peningkatan/penurunan
frekuensi suara usus
- Kolaborasi penggunaan
obat pencahar bila perlu

Manajemen Eliminasi
Fekal
Observasi :
- Identifikasi masalah
usus dan penggunaan
obat pencahar
- Identifikasi pengobatan
yang berefek pada
kondisi gastrointestinal
- Monitor BAK (mis.
Warna, frekuensi,
konsistensi, volume)
- Monitor tanda dan
gejala diare, konstipasi,
impaksi
Terapeutik :
- Berikan air hangat
setelah makan
- Jadwalkan waktu

17
defekasi Bersama
pasien
- Sediakan makanan
tinggi serat
Edukasi :
- Jelaskan jenis makanan
yang membantu
meningkatkan
keteraturan peristaltik
usus
- Anjurkan pengurangan
asupan makanan yang
meningkatkan
pembentukan gas
- Anjurkan mengonsumsi
makanan yang tinggi
serat
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
obat supositoria
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi :
keperawatan selama….nutrisi Observasi :
kurang teratasi dengan - Identifikasi status
indikator: nutrisi
 Albumin serum - Identifikasi alergi dan
 Pre albumin serum intoleran makanan

 Hematokrit - Identifikasi makanan

 Hemoglobin yang disukai


- Identifikasi kebutuhan
 Total iron binding
kalori dan jenis nutrien
capacity
- Identifikasi perlunya

18
 Jumlah limfosit penggunaan selang
nasogatrik
- Monitor asupan
makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Mandiri :
- Lakukan oral hygiene
sebelum kanan, jika
perlu
- Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis
poramida makanan)
- Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
- Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi
protein
- Berikan suplemen
makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogatrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk

19
jika mampu
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antlemetik) jika
perlu
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu.

3. Nyeri Akut Kriteria hasil : Manajemen Nyeri


 Klien mampu Observasi :
mengontrol nyeri - Identifikasi lokasi,
 Klien melaporkan bahwa karakteristik,
nyeri berkurang dengan durasi, frekuensi,
menggunakan kualitas dan
managemen nyeri intensitas nyeri
 Klien dapat menyatakan - Identifikasi skala
rasa nyaman setelah nyeri
nyeri berkurang - Identifikasi respon
nyeri non verbal
- Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
- Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang

20
nyeri
- Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
- Identifikasi
pengaruh nyeri
terhadap kualitas
hidup
- Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
- Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Mandiri :
- Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat
tidur
- Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab,
periode, dan

21
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu

22
BAB IV
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari
kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses
kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat
terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya
buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya.
Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor
neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ
di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau
kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik
kronik. Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Kuncinya
adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah
pada buah dan sayur.

B.     Saran
Saran dari kami tim penulis adalah sebaiknya bagi penderita kuncinya adalah
dengan mengonsumsi makanan yang berserat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Joyce M. Black & Jane Hokanson Hawks. 2016 keperawatan Medikal Bedah

Mansjoer, A dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

24

Anda mungkin juga menyukai