Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN PRAKTIK INDUSTRI BIDANG RUMAH SAKIT

DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Laporan ini disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat untuk

Mengajukan Tugas Akhir

disusun oleh:

1. Abdul Rizal (E16031)


2. Anggun Lufita Sari (E16025)
3. Pipit Novitasari (E16011)
4. Saras Wati (E16080)
5. Septana Dheasthy Dewi M (E16077)

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


POLITEKNIK INDONUSA SURAKARTA
2018

PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIK INDUSTRI

Nama :1. Abdul Rizal (E16031)


2. Anggun Lufita Sari (E16025)
3. Pipit Novitasari (E16011)
4. Saras Wati (E16080)
5. Septana Dheasthy Dewi M (E16077)
Program Studi : D3 FARMASI
Judul Laporan : Praktik Industri (PI) di RSJD SURAKARTA
Telah disetujui dan disahkan oleh dosen pembimbing pada :
Hari :
Tanggal :
Tempat : Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

Surakarta, 08 Desember 2018


Mengetahui,

Dosen Pembimbing Kepala Instalasi Farmasi

Politeknik Indonusa Surakarta RSJD SURAKARTA

Dwi Hastuti, M.Farm., Apt Tita Fatmawati, M.Sc, Apt.


NIP. 19850801 200903 2 012

Menyetujui,

Direktur
Politeknik Indonusa Surakarta

Ir. Suci Purwandari, M.M.


NIK.230803007
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah Nya sehingga

kami dapat melaksanakan Praktik Industri (PI) di RSJD Surakarta dengan baik

dan lancar. Praktik Industri ini diselenggarakan dalam rangka memberikan bekal

ii
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman dalam pengolahan farmasi di rumah

sakit kepada mahasiswa serta meningkatkan kemampuan dalam mengabdikan

profesinya kepada masyarakat.

Alhamdulillah Praktik Industri ini dapat dilaksanakan dengan baik dan

lancar tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, pada kesempatan ini penyusun

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. Suci Purwandari, M.M. selaku Direktur Politeknik Indonusa Surakarta yang

telah memberikan izin, pengarahan, pembekalan, dan motivasi sebelum

Praktik Industri (PI) berlangsung.


2. Umi Nafisah, M.M., M.Sc., Apt selaku kaprodi D3 Farmasi Politeknik

Indonusa Surakarta yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama PI


3. Tita Fatmawati, M.Sc, Apt selaku kepala instalasi farmasi di RSJD Surakarta

sekaligus pembimbing lapangan PI yang telah memberikan pengarahan selama

Praktik Industri (PI) berlangsung.


4. Dwi Hastuti, M.Farm., Apt selaku dosen pembimbing praktik industri bidang

rumah sakit di Politeknik Indonusa Surakarta.


5. Segenap karyawan di RSJD Surakarta yang telah memberikan bantuan selama

Praktik Industri (PI) berlangsung.


6. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu demi satu yang telah

membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan Praktik Industri (PI)

ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya. Saran

dan kritik demi kesempurnaan sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini bisa

bermanfaat bagi penulis pribadi, bagi semua pihak yang membutuhkan dalam

peningkatan wawasan keterampilan dalam pengolahan Instalasi Farmasi di rumah

sakit.

iii
Surakarta, 18 Maret 2019

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIK INDUSTRI...................................... ii

KATA PENGANTAR....................................................................................... iii

DAFTAR ISI..................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1

A. Latar Belakang......................................................................... 1

iv
B. Tujuan Praktik Industri Rumah Sakit ...................................... 3

1. Tujuan Umum.................................................................... 3

2. Tujuan Khusus................................................................... 3

C. Manfaat Praktik Industri Rumah Sakit .................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5

A. Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit ................................... 5

B. Klasifikasi Rumah Sakit........................................................... 7

C. Sejarah RSJD........................................................................... 9

D. Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS)....................................... 12

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................... 30

A. Kegiatan yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Surakarta....... 33

B. Pelayanan farmasi di instalasi rawat jalan............................... 36

C. Pelayanan farmasi di instalasi rawat inap................................ 36

D. Pelayanan instalasi farmasi IGD.............................................. 39

E. Administrasi Farmasi............................................................... 40

F. Pelayanan instalasi gudang farmasi......................................... 40

G. Pengelolaan obat di RSJD Surakarta....................................... 41

H. Pemusnahan Sediaan Farmasi.................................................. 47

I. Administrasi............................................................................. 49

BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 50

A. Kesimpulan.............................................................................. 50

B. Saran......................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 53

v
LAMPIRAN..................................................................................................... 54

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur organisasi Rumah Sakit Jiwa Surakarta..................... 55

Lampiran 2 Label obat LASA....................................................................... 56

Lampiran 3 Label obat HAM....................................................................... 57

Lampiran 4 Laporan administrasi farmasi RSJD......................................... 58

Lampiran 5 Kartu stok obat......................................................................... 59

Lampiran 6 Obat infus IGD RSJD............................................................... 60

Lampiran 7 Daftar pasien masuk IDG RSJD............................................... 61

Lampiran 8 Kwitansi Resep......................................................................... 62

Lampiran 9 Obat-obat umum....................................................................... 63

Lampiran 10 Obat-obat fast moving............................................................... 64

Lampiran 11 Alat-alat kesehatan................................................................... 65

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara

sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

terwujud derajat kesehatan yang optimal sehingga mendukung pembangunan

bangsa (Depkes RI, 2009).

Kesehatan merupakan keadaan sejahtera setiap orang dari badan, jiwa

dan sosial dari seseorang itu sendiri sehingga dapat hidup produktif secara

sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan

dan pencegahan gangguan kesehatan dimana memerlukan suatu pemeriksaan,

pengobatan dan atau perawatan (Depkes RI, 2009).

Kesehatan juga berkaitan dengan pendidikan kesehatan, dimana

pendidikan kesehatan adalah proses membantu seseorang untuk sembuh dari

penyakit ataupun gejala suatu penyakit baik bertindak secara sendiri ataupun

kolektif. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Instalasi

Farmasier dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana

Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah

Farmasi/Tenaga Teknis Kefarmasian. Seorang Tenaga Teknis Kefarmasian

dapat bekerja di institusi baik pemerintahan maupun swasta seperti badan

1
pengawasan obat atau makanan, rumah sakit, puskesmas, industri farmasi,

industri obat tradisional, Instalasi Farmasi, pedagang besar farmasi dan sarana

kesehatan lainnya (Depkes RI, 2009).

Farmasi merupakan suatu bidang profesional kesehatan yang

merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai

tanggung jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat yang

dilakukan oleh seorang Tenaga Teknis Kefarmasian. Farmasi sendiri yaitu seni

dan ilmu dalam penyediaan bahan-bahan sumber alam dan bahan sintetis yang

sesuai untuk didistribusikan dan juga dipakai dalam pengobatan serta

pencegahan suatu penyakit (Depkes RI, 2009).

Program Studi Farmasi di Politeknik Indonusa Surakarta sendiri berdiri

tahun 2015 dengan jenjang Diploma III, Politeknik Indonusa Surakarta

mendirikan program studi diploma III karena mengingat kebutuhan akan

tenaga teknis kefarmasian yang masih relatif tinggi, sehingga Politeknik

Indonusa Surakarta memberikan tempat kepada mahasiswa ataupun mahasiswi

yang ingin meneruskan jenjang pendidikannya yang lebih tinggi khususnya

Diploma III. D3 Farmasi Politeknik Indonusa Surakarta, khususnya bidang

farmasi diwajibkan untuk mengikuti kegiatan praktik industri. Kegiatan

praktik industri tersebut meliputi Instalasi Farmasi, rumah sakit atau industri

dan pelayanan puskesmas/pemerintahan. Untuk saat ini praktik industri di

rumah sakit yang sekarang dilakukan adalah di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta (RSJD). RSJD Surakarta beralamatkan di Jl. Ki Hajar Dewantara

no.80 Surakarta (57126). RSJD Surakarta menjadi rumah sakit jiwa daerah

2
yang ada di Surakarta. Pasien yang dilayani tidak hanya berasal dari wilayah

Surakarta saja, tetapi juga melayani pasien dari wilayah luar Surakarta dan

wilayah sekitar Surakarta. RSJD Surakarta sudah menggunakan sistem

komputerisasi sehingga memudahkan Tenaga Teknis Kefarmasian dalam

menjalankan tugasnya serta mempercepat proses pelayanan kepada pasien.

B. Tujuan Praktik Industri Rumah Sakit Jiwa


1. Tujuan Umum
a. Memberikan gambaran mengenai struktur organisasi, situasi dan

kondisi kerja di bidang farmasi sehingga memahami fungsi, peran,

dan tugas seorang Tenaga Teknis Kefarmasian


b. Mempersiapkan calon Tenaga Teknis Kefarmasian untuk menjalani

profesinya secara profesional, handal dan mandiri serta mampu

mengatasi tantangan.
2. Tujuan Khusus

Mahasiswa mengerti dan memahami ruang lingkup rumah sakit

jiwa yang meliputi undang-undang rumah sakit jiwa, manajemen rumah

sakit jiwa, pengelolaan rumah sakit jiwa, sediaan farmasi di rumah sakit

jiwa, pelayanan informasi obat, pendidikan, pelatihan farmasi, penelitian

farmasi dan pengembangan farmasi serta aspek bisnis rumah sakit sesuai

dengan Undang-Undang Kesehatan dan kode etik Tenaga Teknis

Kefarmasian.

C. Manfaat Praktik Industri Rumah Sakit Jiwa


1. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab Tenaga Teknis

Kefarmasian di rumah sakit jiwa.

3
2. Mendapatkan pengalaman mengenai pekerjaan kefarmasian di rumah sakit

jiwa sehingga memberikan rasa percaya diri, menumbuhkan sikap

profesional dalam berperilaku sesuai dengan peraturan perundang-

undangan dan etika profesi ketika memasukam lapangan pekerjaan.


3. Instansi tempat Praktik Industri mendapat saran atau masukan yang

bersifat membangun demi meningkatkan kualitas rumah sakit jiwa.

BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit

4
Rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat

(Permenkes RI No. 72 Tahun 2016). Rumah sakit oleh WHO (1957)

diberikan batasan yaitu suatu bagian menyeluruh, (Integrasi) dari organisasi

dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada

masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya

menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan

pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial.


Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks menggunakan

gabungan alat ilmiah khusus dan rumit dan difungsikan oleh berbagai

kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani

masalah medik modern yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud

yang sama untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar,

2004).
1. Motto Pelayanan

Melayani Lebih Baik

2. Janji Pelayanan

Melayani Pelanggan secara cepat, tepat, akurat dan memuaskan.

3. Tugas dan fungsi Rumah Sakit Jiwa


a. Tugas rumah sakit jiwa

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan khususnya usaha

Pelayanan Kesehatan Jiwa dengan upaya penyembuhan, pemulihan,

peningkatan, pencegahan, pelayanan rujukan, dan penyelengaraan

5
pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta

pengbdian masyarakat.

b. Fungsi rumah sakit jiwa

Perumusan kebijakan teknis dibidang Pelayanan Kesehatan

Jiwa: Pelayanan Penunjang dalam penyelenggaraan pemerintah daerah

di bidang Pelayanan Kesehatan Jiwa, Penyusunan rencana dan

program, monitoring, evaluasi dan pelaporan di bidang pelayanan

kesehatan jiwa, Pelayanan Medis Kesehatan Jiwa, Pelayanan

Penunjang Medis dan non Medis, Pelayanan Keperawatan, Pelayanan

Rujukan, Pendidikan dan Pelatihan tenaga kesehatan khususnya

kesehatan jiwa, Penilitian dan pengembangan serta pengabdian

masyarakat, Pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan, hokum,

hubungan masyarakat, organsasi dan tatalaksana, serta rumah tangga/

perlengkapan umum.

Rumah Sakit Jiwa memiliki perbedaan dari rumah sakit umum, yaitu :

1) Pasien terdiri dari orang yang berperilaku abnormal walau fisiknya

dalam keadaan sehat

2) Terdapat tiga tahap penyembuhan yaitu pengobatan melalui fisik,

jiwa dan sosialnya

3) Dibutuhkan ruang-ruang bersama (lebih cendrung merupakan

bangsal) baik untuk perawatan maupun untuk bersosialisasi.

4) Dibutuhkannya ruang untuk terapi dan rehabilitasi yang dilakukan

dalam ruangan.

6
5) Tanah yang luas unuk penyediaan lahan bagi terapi kerja lapangan

seperti pertanian, perkebunan, dan terapi lainnya yang berada di

luar ruangan

(Nugroho, 2003).

B. Klasifikasi Rumah Sakit


Klasifikasi Rumah Sakit dapat berdasarkan kriteria sebagai berikut:

Berdasarkan kepemilikan, Rumah Sakit pemerintah, terdiri dari: rumah sakit

yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan, Rumah sakit pemerintah

daerah, Rumah sakit militer, Rumah sakit Badan Usaha Milik Negara

(BUMN), Rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat (Depkes RI,

2009).Berdasarkan jenis pelayanan, terdiri atas: Rumah sakit umum,

memberikan pelayanan kepada pasien dengan beragam jenis penyakit Rumah

sakit khusus, memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sesuai

jenis diagnosis tertentu. Contoh: rumah sakit kanker, rumah sakit bersalin

(Depkes RI, 2009). Berdasarkan Lama Perawatan Penderita Rumah sakit

dengan perawatan jangka pendek, Rumah sakit yang memberikan pelayanan

kepada masyrakat yang diagnosis penyakit dengan perawatan lama tinggal

kurang dari 30 hari. Rumah sakit dengan perawatan jangka panjang


Klasifikasi Rumah Sakit Pemerintah berdasarkan permenkes RI

Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 pelayanan rumah sakit umum pemerintah

Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi

kelas/tipe A, B, C, D dan E (Siahaan, 2011). Rumah Sakit Kelas A Rumah

Sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan

7
kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini

telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral

hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat, Sakit Kelas B Rumah Sakit

kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran

medik spesialis luas dan subspesialis terbatas. Rumah sakit tipe B

direncanakan didirikan di setiap ibukota propinsi (provincial hospital) yang

menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit

pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga di klasifikasikan sebagai rumah

sakit tipe B, Rumah Sakit Kelas C Rumah Sakit kelas C adalah rumah sakit

yang mampu memberikan pelayanan kedokteran subspesialis terbatas.

Terdapat empat macam pelayanan spesialis disediakan yakni pelayanan

penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak, serta pelayanan

kebidanan dan kandungan. Rumah sakit tipe C direncanakan akan didirikan di

setiap kabupaten/kota (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan

dari puskesmas, Rumah Sakit Kelas D Rumah Sakit ini bersifat transisi

karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada

saat ini kemampuan rumah sakit tipe D hanyalah memberikan pelayanan

kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan rumah sakit tipe

C, rumah sakit tipe D juga menampung pelayanan yang berasal dari

puskesmas, Rumah Sakit Kelas E Rumah sakit ini merupakan rumah sakit

khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam

pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak tipe E yang didirikan

pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru,

8
rumah sakit jantung, dan rumah sakit ibu dan anak. Sedangkan Rumah Sakit

Jiwa termasuk ke dalam Rumah Sakit Khusus (Kelas E), karena melayani

pasien yang menderita penyakit yang lebih dikhususkan, seperti penyakit

jiwa, penyakit jantung, penyakit mata dan lainnya (Nugroho, 2003).

C. Sejarah Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta


Letak semula RS Jiwa Daerah Surakarta berada di jantung Kota Solo

yang beralamat (lokasi lama) di Jl. Bhayangkara No. 50 Surakarta. Pada

awalnya rumah sakit ini didirikan pada tahun 1918 dan diresmikan terpakai

tanggal 17 Juli 1919 dengan nama Doorganghuisvoor krankzinnigen dan

dikenal pula dengan nama Rumah Sakit Jiwa MANGUNJAYAN yang

menempati areal seluas + 0,69 ha dengan kapasitas tampung sebanyak 216

tempat tidur (TT). Atas dasar kesepakatan bersama pada tahun 1986 dalam

bentuk Ruislag dengan Pemda Dati II Kodya Surakarta, kantor RS Jiwa Pusat

Surakarta akan di pergunakan sebagai kantor KONI Kodia Surakarta, maka

dalam proses pembangunan fisik lebih lanjut pada tanggal 3 Februari 1986

Rumah Sakit Jiwa Surakarta menempati lokasi yang baru di tepian sungai

Bengawan Solo, tepatnya jalan Ki Hajar Dewantoro No. 80 Surakarta dengan

luas area 10 ha lebih dengan luas bangunan 10.067 m².


Pada saat ini pemanfaatan lahan mencapai 45%, dan daya tampung

yang tersedia sebanyak 340 tempat tidur (TT) dengan wilayah kerja

mencakup Eks Karesidenan Surakarta, Wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah,

Jawa Timur bagian barat dan sebagian sebagian wilayah DIY. Berdasarkan

UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, maka RS Jiwa Pusat

Surakarta berubah menjadi RS Jiwa Daerah Surakarta dibawah Pemda

9
Provinsi Jawa Tengah. RS Jiwa Pusat Surakarta diserahkan dari Pemerintah

Pusat kepada kepada Pemerintah Daerah pada tahun 2001 berdasarkan SK

Menteri Kesehatan No. 1079/Menkes/SK/X/2001 tanggal 16 Oktober 2001.

Penetapan RS Jiwa Pusat menjadi RS Jiwa Daerah Surakarta berdasarkan SK

Gubernur Jawa Tengah No. 440/09/2002 pada bulan Februari 2002.

Kemudian sejak tahun 2009 RS Jiwa Daerah Surakarta telah menjadi Badan

Layanan Umum Daerah (BLUD) Provinsi Jawa Tengah.


Pada awal berdiri Rumah Sakit Jiwa ini dipimpin oleh Dr. Engelhard

kemudian dilanjutkan Dr. Semeru, Dr. Wignyobroto, Dr. R.M. Soejarwadi.

RS. Jiwa Daerah Surakarta mengalami pergantian Direktur, sebagai berikut:


1. Anna Janti : 1966 – 1980
2. Th.Lestari : 1980 – 1984
3. G. Pandu Setiawan, Sp.Kj : 1984 – 1996
4. H. Lukman Mustar, Sp.KJ. : 1996 – 2001
5. Sugiharto, M.Kes (MMR) : 2002 – 2003
6. Arif Zainudin, Sp.KJ. : 2004 – 2005
7. Siti Nuraini Arief, Sp.KJ. : 2006 – 2008
8. Muhammad Sigit WP, Sp.KJ. : 2008 – 2009
9. Suprihhartini, Sp.KJ. : 2009 – 2010
10. Endro Suprayitno, Sp.KJ, M.Si : 2010 – 2014
11. drg. R. Basoeki Soetardjo, MMR : 2015 – Sekarang
Menjadi pusat pelayanan kesehatan jiwa pilihan yang profesional dan

berbudaya merupakan visi RSJD Surakarta. Misinya yaitu: Memberikan

pelayanan kesehatan jiwa yang bermutu dan terjangkau masyarakat,

Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan menerapkan nilai-nilai

budaya kerja aparatur, Mengembangkan sarana dan prasarana rumah sakit

jiwa yang efektif dan efisien, Membudayakan sikap dan perilaku karyawan

dalam memberikan pelayanan sesuai dengan nilai-nilai keluhuran budaya

jawa dan kearifan lokal.

10
D. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi Farmasi adalah unit pelaksanaan fungsional yang

menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah sakit

(Permenkes RI No.72 Tahun 2016). Tujuan kegiatan harian IFRS, antara lain

(Depkes RI, 2009):


1. Memberi manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi

kesehatan, dan kepada profesi farmasi oleh Instalasi Farmasi Rumah

Sakit yang kompeten dan memenuhi syarat.


2. Membantu dalam penyediaan Sediaan yang memadai oleh Instalasi

Farmasi Rumah Sakit yang memenuhi syarat.


3. Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan

dan pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan

pencapaian, dan melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi.


4. Meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumah sakit dan dalam

ilmu farmasetik pada umumnya.


5. Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran

informasi antara para Instalasi Farmasi rumah sakit, anggota profesi.


6. Memperluas dan memperkuat kemampuan Instalasi Farmasi rumah

sakit untuk secara efektif mengelola suatu pelayanan farmasi yang

terorganisasi, Mengembangkan dan memberikan pelayanan klinik,

Melakukan dan berpartisipasi dalam penelitian klinik dan farmasi

dalam program edukasi untuk praktisi kesehatan, penderita, mahasiswa

dan masyarakat.
7. Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktik farmasi rumah sakit

kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi dan

profesional kesehatan lainnya.


8. Membantu menyediakan personel pendukung yang bermutu untuk

IFRS.

11
9. Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian

Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan,

pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung

kepada penderita sampai dengan pengendalian semua sediaan kesehatan

yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat

inap, rawat jalan maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah

sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan

terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan

bermutu tertinggi dan yang paling bermanfaat dengan biaya minimal

(Depkes RI, 2009).

Menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

72 tahun 2016, fungsi IFRS antara lain;

1. Pengelolaan sediaan farmasi,alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai, meliputi:
a. Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.


b. Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan

bahan medis pakai secara efektif, efisien dan optimal.


c. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai berpedoman pada perencanaaan yang telah di buat

sesuai ketentuan yang berlaku.


d. Menerima sedian farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku.


e. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian.

12
f. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan habis pakai

ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.


g. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai.


h. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai.


i. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai.


2. Pelayanan farmasi klinik, meliputi:
a. Mengkaji dan melakukan pelayanan resep
b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat.
c. Melaksanakan rekonsiliasi obat.
d. Melaksanakan pelayanan informasi obat (PIO) kepada tenaga

kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar

rumah sakit.
e. Memberikan konseling pada pasien atau keluarganya.
f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan

lain.
g. Melaksanakan pemantauan terapi obat (PTO)
h. Melakukan monitoring Efek Samping (MESO)
i. Melaksanakan evaluasi penggunaan obat (EPO)
j. Melaksanakan dispensing sediaan steril
k. Melakukan pemantauan Kadar obat dalam darah (PKOD)

Formularium rumah sakit adalah daftar obat yang disepakati staf

medis, disusun oleh komite/Tim farnmasi dan terapi yang ditetapkan oleh

pimpinan rumah sakit (Permenkes RI No. 72 Tahun 2016). Manfaat

formularium:

1. Membantu menyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat dalam

rumah sakit.
2. Sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar.
3. Memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal

(Siregar, 2004).

13
Formularium terdiri dari tiga bagian pokok:

1. Informasi tentang kebijakan dan prosedur rumah sakit tentang obat.


2. Monografi obat yang diterima masuk formularium.
3. Informasi khusus, yang berisi materi yang dimasukkan untuk

kepentingan staf profesional, antara lain daftar singkatan yang

telah disetujui rumah sakit, aturan untuk menghitung dosis

pediatrik, tabel interaksi obat, dan lain-lain. (Siregar, 2004)

Formularium yang telah dicetak didistribusikan ke tiap lokasi

perawatan penderita rawat inap, rawat jalan, unit gawat darurat, ruang

perawatan intensif, IFRS dan lain-lain yang dianggap berkaitan (Siregar,

2004).

1. Manajemen rumah sakit terdiri dari:


a. Perencanaan Sediaan farmasi

Kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan

sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai

dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria

tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu, dan efisien (Permenkes RI No.

72 Tahun 2016). Pedoman perencanaan berdasarkan Permenkes RI

No.72 Tahun 2016:

1) Anggaran yang tersedia


2) Penetapan prioritas
3) Sisa persediaan
4) Data pemakaian periode yang lalu
5) Waktu tunggu pemesanan dan
6) Rencana pengembangan
b. Pengadaan Sediaan farmasi

14
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk

merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif

harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat

dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.

Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari

pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara

kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemasok,

penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan pemilihan proses

pengadaan, dan pembayaran (Permenkes, 2016). Pengadaan

merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah

direncanakan dan disetujui melalui:


1) Pembelian
2) Produksi atau pembuatan sediaan farmasi
3) Sumbangan/drooping atau hibah

Pembelian dengan penawaran yang kompetitif (tender)

merupakan suatu metode penting untuk mencapai keseimbangan

yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih

pemasok, Instalasi Farmasier harus dapat menyeleksi karateristik

yang meliputi: mutu produk, reputasi produsen, harga, berbagai

syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan pemasok,

dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan

pengemasan.

Tujuan pengadaaan mendapatkan sediaan farmasi dengan

harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang

15
terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar, dan tidak

memerlukan tenaga serta waktu berlebihan.

1) Pembelian
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian (Permenkes,

2016):

Kriteria sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat.

a) Persyaratan pemasok
b) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.


c) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan

waktu.
2) Produksi

Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu

apabila: sediaan farmasi tidak ada di pasaran, Sediaan farmasi

lebih murah jika diproduksi sendiri, Sediaan farmasi dengan

formula khusus, Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih

kecil/repacking, Sediaan farmasi untuk penelitian dan Sediaan

farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru

(Permenkes RI No. 72 Tahun 2016).

2. Sumbangan/hibah/dropping
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan cara

sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi yang

lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu

16
pelayanan kesehatan, maka jenis Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai Sediaan Farmasi harus sesuai dengan kebutuhan pasien

di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi

kepada pimpinan Rumah Sakit untuk mengembalikan/menolak

sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan

pasien Rumah Sakit (Permenkes RI No. 72 Tahun 2016).


a. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian

jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga

yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik

yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus

tersimpan dengan baik (Permenkes, 2016).


b. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu

dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian

Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian

yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan

sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (Permenkes, 2016).

Tujuan penyimpanan adalah:

1) Memelihara mutu sediaan farmasi


2) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
3) Menjaga ketersediaan
4) Memudahkan pencarian dan pengawasan (Depkes RI, 2008).

17
Penumpukan stok barang yang kadaluwarsa dan rusak dapat

dihindari dengan pengaturan sistem penyimpanan seperti First

Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO). Sistem

FEFO adalah dimana obat yang memiliki waktu kadaluwarsa lebih

pendek keluar terlebih dahulu, sedangkan dalam sistem FIFO obat

yang pertama kali masuk adalah obat yang pertama kali

keluar (Quick,1997).
Obat-obatan sebaiknya disimpan sesuai dengan syarat

kondisi penyimpanan masing-masing obat. Kondisi penyimpanan

yang dimaksud antara lain adalah temperatur/suhu sekitar 20-25 0C,

kelembaban dan atau paparan cahaya. Tempat penyimpanan yang

digunakan dapat berupa ruang atau gedung yang terpisah, lemari,

lemari terkunci, lemari es, freezer, atau ruangan sejuk. Tempat

penyimpanan tergantung pada sifat atau karakteristik masing-

masing obat (Siregar, 2004).


Pengaturan obat digudang dapat dikelompokkan dengan 6

cara yaitu berdasarkan:


1) Kelompok farmakologi/terapeutik
2) Indikasi klinik
3) Kelompok alphabetis
4) Tingkat penggunaan
5) Bentuk sediaan
6) Kode barang.
Selain disimpan dalam tempertur yang sesuai, barang-

barang sebaiknya disimpan dalam keadaan yang mudah terambil

dan tetap terlindung dari kerusakan (Siregar, 2004). Permenkes No.

3 Tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan

pelaporan narkotik, psikotropik dan prekusor farmasi disebutkan

18
bahwa RS harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan

narkotika, dimana tempat tersebut harus seluruhnya terbuat dari

kayu atau bahan lain yang kuat, selain itu tempat penyimpanan

narkotika tersebut harus mempunyai kunci yang kuat dan tempat

penyimpanan terbagi menjadi 2 bagian masing-masing dengan

kunci yang berlainan.


c. Distribusi
1) Distribusi rawat inap

Distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan

salah satu tugas utama pelayanan farmasi dirumah sakit.

Distribusi memegang peranan penting dalam penyerahan sediaan

farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan ke unit-unit disetiap

bagian farmasi rumah sakit termasuk kepada pasien. Hal

terpenting yang harus diperhatikan adalah berkembangnya suatu

proses yang menjamin pemberian sediaan farmasi dan alat

kesehatan yang benar dan tepat kepada pasien, sesuai dengan

yang tertulis pada resep atau kartu obat atau Kartu Instruksi

Obat (KIO) serta dilengkapi dengan informasi yang cukup

(Quick,1997).

Tujuan pendistribusian, tersedianya Sediaan farmasi

diunit-unit pelayanan secara tepat waktu tepat jenis dan jumlah

(Depkes RI, 2008). Farmasi rawat inap menjalankan kegiatan

pendistribusian Sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan

pasien rawat inap di RS, yang diselenggarakan secara

19
sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan

lengkap diruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis

dan sistem kombinasi oleh satelit farmasi. Ada tiga macam

sistem pendistribusian rawat inap, yaitu:

a) Sistem persediaan lengkap (Floor Stock System), meliputi

semua persediaan obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan

diruangan. Pelayanan dalam sistem persediaan ruangan salah

satu adalah penyediaan emergency kit (kotak obat darurat)

yang digunakan untuk keperluan gawat darurat seperti alat

kesehatan(kassa, pinset, perban, gunting, thermometer,

plester) dan obat-obatan lainya(rivanol, betadine,

paracetamol, antasida, minyak kayu putih, asam mefenamat)

(Siregar, 2004).
b) Resep perorangan (individual prescribing) merupakan cara

distribusi obat dan alat kesehatan berdasarkan permintaan

dalam resep atau kartu obat pasien rawat inap. Sistem ini

memiliki keuntungan berupa adanya pengkajian resep pasien

oleh Instalasi Farmasi adanya kesempatan interaksi

profesional penggunaan obat lebih terkendali dan

mempermudah penagihan biaya obat pada pasien.

Keterbatasannya adalah adanya kemungkinan keterlambatan

obat untuk dapat sampai kepada pasien (Siregar dan Amalia,

2004).

20
c) Sistem Unit Dose Dispensing (UDD) didefinisikan sebagai

obat yang disiapkan dan diberikan kepada pasien dalam unit

dosis tunggal yang berisi obat untuk sekali minum. Konsep

UDD bukan merupakan inovasi baru dalam farmasi dan

pengobatan. Unit Dose Dispensing merupakan tanggung

jawab farmasi yang tidak dapat berjalan disituasi institusi

rumah sakit tanpa kerja sama dengan perawat dan staf

kesehatan yang lain. Keuntungan UDD antara lain penderita

hanya membayar obat yang digunakanya saja, mengurangi

kesalahan pengobatan, memperbesar komunikasi antara

Instalasi Farmasi-dokter perawat, serta Instalasi Farmasi

dapat melakukan pengkajian penggunaan obat.

Keterbatasannya adalah jumlah tenaga farmasi yang

dibutuhkan lebih tinggi (Siregar dan Amalia, 2004).

Kelebihan sistem UDD dibandingkan dengan sistem yang

lain diantaranya adalah:

a) Pasien mendapat pelayanan farmasi yang lebih baik selama

24 jam sehari dan hanya membayar untuk obat-obatan yang

digunakan saja,
b) Semua obat yang dibutuhkan dibagian perawatan disiapkan

oleh farmasi sehingga perawat mempunyai lebih banyak

waktu merawat pasien,

21
c) Memberikan kesempatan farmasis menginterpretasikan dan

memeriksa kopi resep, bagi perawat mengurangi

kemungkinan kesalahan obat,


d) Meniadakan duplikasi pesanan obat dan kertas kerja yang

berlebihan dibagian perawat dan farmasi,


e) Menghemat ruang-ruang di pos perawatan,
f) Meniadakan kemungkinan terjadi pencurian dan pemborosan

obat,
g) Mengurangi kemungkinan kesalahan obat dan juga

membantu menarik kembali kemasan pada saat obat itu

ditarik dari peredaran karena kemasan dosis unit masing-

masing diberi label,


h) Farmasis dapat mengunjungi pos perawatan untuk

menjalankan tugasnya yang diperluas


(Siregar, 2004).

2) Disribusi rawat jalan

Pedoman pelayanan farmasi untuk pasien rawat

jalan (ambulatory) di RS mencakup: persyaratan manajemen,

persyaratan fasilitas dan peralatan, persyaratan pengelohan order

atau resep obat, dan pedoman operasional lainnya (Siregar dan

Amalia, 2003). Pelayanan farmasi untuk penderita ambulatory

harus dipimpin oleh seorang Instalasi Farmasier yang memenuhi

syarat secara hukum dan kompeten secara professional Sistem

(Depkes RI, 2009). Sistem distribusi obat yang digunakan untuk

pasien rawat jalan adalah sistem resep perorangan yaitu cara

distribusi obat pada pasien secara individual berdasarkan resep

22
dokter. Pasien harus diberikan informasi mengenai obat karena

pasien sendiri yang akan bertanggung jawab atas pemakaian

obat tanpa adanya pengawasan dari tenaga kesehatan (Siregar

dan Amalia, 2003).

a) Pengendalian

Pengendalian persedian adalah suatu kegiatan untuk

memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai

dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga

tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di

unit-unit pelayanan. Tujuan pengendalian adalah agar tidak

terjadi kelebihan dan kekosongan Sediaan farmasi di unit-

unit pelayanan (Depkes RI, 2008)

Kegiatan pengendalian mencakup:

(1) Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata

periode tertentu, jumlah stok ini disebut stok kerja.


(2) Menentukan stok optimum adalah stok obat yang

diserahkan kepada unit pelayanan agar tidak mengalami

kekurangan/kekosongan.
(3) Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu

yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat

diterima (Depkes RI, 2008).

Pengendalian obat di RS terdiri atas:

(1) Sistem satu pintu.


(2) Penandaan pada wadah Sediaan farmasi yang

didistribusikan.

23
(3) Pengembalian wadah bekas.
(4) Penggunaan kartu kendali.
(5) Menghitung dosis obat.
(6) Menghitung biaya Sediaan farmasi (Depkes RI, 2009).
b) Penghapusan/pemusnahan

Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian

terhadap Sediaan farmasi yang tidak terpakai karena

kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan

cara membuat usulan penghapusan Sediaan farmasi kepada

pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin

Sediaan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat

dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya

penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan

maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang

sub standar (Depkes RI, 2008). Prosedur Tetap

Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Sediaan Kesehatan:

1) Melaksanakan inventarisasi terhadap sediaan farmasi

dan Sediaan kesehatan yang akan dimusnahkan.


2) Menyiapkan adminstrasi (berupa laporan dan berita

acara pemusnahan).
3) Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat

pemusnahan kepada pihak terkait.


4) Menyiapkan tempat pemusnahan.
5) Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan

bentuk sediaan.
6) Membuat laporan pemusnahan obat dan Sediaan

kesehatan, sekurang-kurangnya memuat:

24
(a) Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan

sediaan farmasi dan Sediaan kesehatan.


(b) Nama dan jumlah sediaan farmasi dan Sediaan

kesehatan.
(c) Nama Instalasi Farmasier pelaksana pemusnahan

sediaan farmasi dan Sediaan kesehatan.


(d) Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan

sediaan farmasi dan Sediaan kesehatan.


(e) Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan Sediaan

kesehatan ditandatangani oleh Instalasi Farmasier

dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan.

Pemusnahan Narkotika diatur dalam pasal 60 dan 61

UU No. 22 Tahun 1997, yaitu:

Pasal 60:

1) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan

yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam

proses produksi.
2) Kadarluarsa, obat yang sudah habis batas waktu

penggunaan.
3) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada

pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan

ilmu pengetahuan.
4) Berkaitan dengan tindak pidana.

Pasal 61:

1) Pemusnahan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam

pasal 60 huruf a, b dan c dilaksanakan oleh pemerintah,

orang atau badan yang bertanggung jawab atas produksi

25
dan atau peredaran narkotika, sarana kesehatan tertentu,

serta lembaga ilmu pengetahuan tertentu dengan

disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk Menkes.


2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1

dilakukan dengan pembuatan berita acara yang

sekurang-kurangnya memuat:
a) Nama, jenis, sifat dan jumlah,
b) Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan

tahun dilakukan pemusnahan,


c) Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan

pejabat yang menyaksikan pemusnahan.


(Depkes RI, 2009).

BAB III

PEMBAHASAN

Praktik Industri Rumah Sakit dilakukan oleh Mahasiswa DIII Farmasi

Politeknik Indonusa Surakarta dimaksudkan untuk mengaplikasikan ilmu

pengetahuan akademis yang dimiliki dalam kegiatan kefarmasian secara langsung.

Sehingga mahasiswa mampu memahami tentang Instalasi Farmasi Rumah Sakit

(IFRS), pengelolaan obat yang baik, pelayanan informasi obat yang tepat bagi

pasien serta mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di IFRS. Kegiatan

26
praktik industri di RSJD Surakarta mahasiswa ditempatkan di masing-masing

pelayanan dan menggunakan sistem bergiliran setiap 4 hari. Mahasiswa bertugas

secara bergiliran di apotek rawat inap, apotek rawat jalan, gudang dan IGD, dan

Administrasi. Sistem bergiliran ini bertujuan agar semua mahasiswa mendapatkan

tugas di masing-masing tempat dalam instalasi farmasi. Jadwal penempatan tugas

dibuat langsung oleh Diklat RSJD Surakarta.

Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, maka rumah

sakit Jiwa Pusat Surakarta berubah menjadi rumah sakit jiwa daerah Surakarta

dibawah pemda Provinsi Jawah tengah. Rumah sakit jiwa surakarta diserahkan

dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada tahun 2001 berdasarkan SK

Menteri Kesehatan No. 1079/Menkes/SK/X/2001 tanggal 16 Oktober 2001.

Adapun penetapan Rumah Sakit Jiwa Pusat Menjadi Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta berdasarkan SK Gubernur Jawa Tengah No. 440/09/2002 pada bulan

Februari 2002. Sejak tahun 2009 Rumah Sakit jiwa Daerah Surakarta telah

menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Provinsi Jawa Tengah. Daerah

RSJD Surakarta merupakan Rumah Sakit Khusus kelas A.

Berdasarkan Permenkes RI No. 986/Menkes/Per/11/1992 Pelayanan

rumah sakit umum pemerintah Separtemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah

diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A, B, C, D dan E. Rumah sakit tipe A adaalah

rumah sakit yang mampu memeberikan pelayanan kedoktreran spesialis dan

subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai temapt

pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga rumah sakit

pusat.

27
Rumah sakit jiwa daerah Surakarta adalah Rumah sakit tipe A yang

didirikan pemerintah secara khusus (special hospital) yang menyelenggarakan

hanya satu macam pelayanan kedokteran yang khusus untuk perawatan gangguan

mental serius akibat dari gangguan psikologis, memerlukan bantuan rutin,

perawatan khusus dan lingkungan yang terkendali. Pasien kadang-kadang dirawat

secara sukarela, tetapi itu akan dipraktikkan ketika seorang individu dapat

menimbulkan bahaya yang signifikan bagi diri mereka sendiri atau orang lain.

Biasanya pasien diberi obat penenang, dan diberi aktivitas sehari-hari

seperti olahraga, membaca, dan rekreasi.

Rumah Sakit Jiwa Surakarta (RSJD) berkapasitas 340 tempat tidur dan

terbagi dalam 15 ruang perawatan. Ruang perawatan meliputi: ruang VIP; Ruang

kelas 1, Ruang kelas II, dan Ruang kelas III, pasien yang memerlukan perawatan

khusus, seperti pasien lanjut usia dirawat di Ruang Dewi Kunti, penderita adiksi

dan NAPSA serta pasien Psikiatri yang disertai penyakit fisik dirawat di Ruang

Wisanggeni, sedangkan pasien gaduh gelisah dirawat diruang intensif, pasien laki-

laki dan perempauan dalam ruang terpisah, pelayanan di instalasi Rawat Jalan

dilaksanakan setiap hari kerja.

Praktik Industri Rumah Sakit ini dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa

Daerah (RSJD) Surakarta selama 1 bulan, dimulai dari tanggal 23 Juli - 21

agustus 2018. Kegiatan di Instalasi Farrmasi RSJD Surakarta dilakukan di unit

IGD, Rajal, Ranap, Gudang dan Admin :

Unit pertama yaitu IGD, unit IGD ini melaksanakan pelayanan 24 jam

yang terbagi dalam 3 shift yaitu, shift 1 07.00 – 14.00, shift 2 14.00 – 21.00, shift

28
3 21.00 – 07.00. Depo farmasi IGD dapat melayani resep pasien rawat jalan,

pasien rawat inap, dan pasien pulang.

Unit kedua yaitu Rawat Inap, di unit ini terbagi dalam 2 shit, shift 1 05.30

– 13.00, sedangkan shift 2 08.00 – 15.30. Pelayanan di unit Rawat Inap sama

seperti di unit IGD yaitu pasien rawat inap, dan pasien pulang pada masing-

masing ruang perawatan.

Unit ketiga yaitu Rawat Jalan, hanya terdapat 1 shift saja yaitu shift 1 jam

07.00 – 16.00. Pada unit ini melayani pasien rawat jalan umum dan BPJS. Unit

rawat jalan melayani resep racikan dengan standar waktu pelayanan maksimal 60

menit dan 30 menit untuk resep non racikan.

Unit keempat yaitu Gudang Farmasi, unit ini adalah sumber sediaan

farmasi dan alat kesehatan yang dibutuhkan semua unit di Rumah Sakit. PI di unit

Gudang Farmasi terdapat 1 shift yaitu jam 07.00 – 16.00.

Unit kelima yaitu Administrasi, di unit ini melaklukan pencatatan dan

pelaporan dari semua unit yang ada pada Instalasi Farmasi. PI di unit ini terdapat

1 shift yaitu jam 07.00 – 16.00.

A. Kegiatan yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Surakarta sebagai

berikut:
1. Menghafal Letak Obat
Sebelum kami membantu melayani resep diwajibkan menghafal obat dan

letak obat, untuk memudahkan melayani resep dan akan lebih cepat

melayani pasien.
2. Membaca Resep

29
Sebagai seorang calon Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) kami harus

memahami terlebih dahulu obat yang ada di IFRS kegitan ini sangat

bermanfaat bagi kami, karena dengan kegiatan ini kami bisa berlatih

membaca resep yang ditulis oleh Dokter yang berbeda-beda. Kami juga

bisa mengetahui jenis-jenis resep yang ada di Rumah Sakit Jiwa

Surakarta.

3. Mencatat di kartu Stock

Adalah kegiatan mencatat dan menyesuaikan data di kartu stock dengan

keadaan sebenarnya. Ini berfungsi untuk mengetahui persediaan obat agar

tidak terjadi kekosongan. Kegiatan ini harus kita lakukan setiap

mengambil obat atau pun memasukan obat ke dalam tempatnya. Instalasi

Farmasi dapat mengevaluasi tingkat perputaran obat tersebut melalui

kartu stock.

4. Pelayanan Resep

Kegiatan ini merupakan salah satu tugas pokok dari IFRS yang terdiri

dari:

a. Skrining resep
1) Administratif, yang meliputi: Nama dokter, SIP dokter, Alamat

dokter, Tanggal penulisan resep


Identitas pasien seperti: Nama pasien, Tempat & Tanggal lahir

pasien, Alamat pasien, Nomor Rekam medis


2) Farmasetis: Nama obat, Bentuk sediaan, Kekuatan sediaan
3) Klinis: Tepat dosis, Tepat obat, Tepat pasien, Tepat pemberian

obat, Tepat waktu pemberian obat


b. Memasukkan data resep dalam komputer

30
Kegiatan ini merupakan langkah awal setelah kita menerima resep.

Bertujuan untuk memberikan informasi harga obat yang mau dibeli

pasien.

c. Menyiapkan Obat dan Memberi Etiket

Setelah pasien kembali dari kasir dengan membawa kwitansi sebagai

bukti pembayaran, tugas kita mempersiapkan obat yang diminta resep,

menempelkan etiket yg meliputi penulisan nomor, tanggal, nama

pasien dan cara pengunaan obat, juga menulis salinan resep bila perlu,

apabila pasien hanya mengambil obat sebagian dari permintaan resep.

d. Meracik Obat

Pada umumnya Resep racikan berasal dari poli syaraf. Selain itu

peracikan juga dilakukkan bila resep ditujukkan untuk pasien anak,

dewasa dan lansia yang kesulitan menelan obat. Meracik bisa dari

tablet atau kapsul yang di buat menjadi kapsul, serbuk dan yang

lainnya. Kegitan ini diperlukan ketelitian, karena apabila terjadi

kesalahan dalam pengambilan ataupun dalam peracikan obat

akibatnya akan fatal.

e. Mengecek Kembali

Kegiatan ini dilakukan setelah obat sudah selesai dikemas dan diberi

etiket. Apabila benar, obat diserahkan ke apoteker penyerahan obat.

f. Verifikasi Resep dan Identifikasi Pasien, wajib dilakukan sebelum

obat diserahkan kepada pasien, verifikasi dengan mengecek

31
kesesuaian obat dengan resep, dilakukan dengan cara 5 Benar yaitu:

benar dosis, benar pasien, benar obat, benar waktu pemberian.


Sedangkan Identifikasi pasien di lakukan dengan cara meminta pasien

menyebut nama dan tanggal lahir pasien.


5. Melakukan Stock Opname
Kegiatan ini adalah perhitungan Sediaan Farmasi di akhir bulan .

Kegiatan ini bertujuan untuk mengecek kesesuaian jumlah fisik obat

dengan data yang ada pada kartu stock dan billing. Stock opname

dilakukan secara periodik 1 bulan sekali.

B. Pelayanan Farmasi di Instalasi Farmasi Rawat Jalan


Pasien baru dirumah sakit diberikkan obat selama 10 hari, dan

setelahnya pasien wajib kembali kontrol, sedangkan untuk pasien lama

diberikkan obat untuk 30 hari. Alur pelayanan rawat jalan: pasien datang

dengan membawa berkas dan resep, pasien meletakkan resep dan berkas yang

dibawa dari ruang pemeriksaan, petugas farmasi menata dan mengurutkan

nomor antrian, mencari resep di data base berdasarkan antrian pasien, meng-

input resep elektronik, mencetak nota dan etiket, lalu petugas farmasi

mengambilkan kartu obat dengan nama yang sama dan nomor RM yang sama

dengan pasien, lalu dituliskan obat yang sudah ada di etiket, Selanjutnya

mengisi tanggal pada kartu kontrol untuk satu bulan kedepan, lalu obat di

kerjakan oleh petugas farmasi dan etiket di tempelkan, setelah selesai

menyiapkan obat, obat di cek kembali oleh petugas farmasi, jika tidak ada

kesalahan obat bias di berikan kepada pasien dengan dilakukan pemberian

informasi obat.

C. Pelayanan Farmasi di Instalasi Farmasi Rawat Inap

32
Alur pelayanan resep untuk pasien lama yaitu: resep datang dari setiap

ruang perawatan melalui perawat di masing-masing diruang perawatan, Resep

di entry pada komputer, cetak etiket sesuai resep, obat diambil sesuai resep,

disiapkan secara UDD (Unit dose dispensing) dan ditempel pada plastik

sesuai waktu minum obat (plastik hijau untuk pagi, putih untuk siang, dan

biru untuk malam).

Prosedur pelayanan farmasi bagi pasien baru rawat inap yaitu: perawat

atau keluarga pasien membawa resep ke pelayanan farmasi rawat inap, resep

obat dilakukan pengkajian di-input kedalam sistem komputer, dicetak

kwitansi, disiapkan obatnya, diberi etiket, dan dikemas, Obat diserahkan

kepada perawat atau keluarga pasien beserta FPPO (Form Pendelegasian

Wewenang Pemberian Obat), dan lembar rekonsiliasi obat.

Pelayanan untuk pasien rawat inap yang pulang, resep untuk pasien

pulang diberikan obat untuk 10 hari, prosedurnya adalah sebagai berikut:

perawat datang konfirmasi kepada petugas farmasi dengan membawa FPPO,

resep, lembar rekonsiliasi obat dan form edukasi pasien. Petugas farmasi

memeriksa riwayat penggunaan obat pasien, bila ada obat yang sama jumlah

obat di resep disesuaikan, bila ada sisa obat di retur, Kemudian petugas

farmasi mengecek FPPO dan meng-entry resep, cetak etiket dan nota. Lalu

diambilkan obat sesuai resep dan di tempelkan etiket, selanjutnya obat,

lembar rekons, edukasi pasien dan FPPO diserahkan pada perawat/keluarga

pasien.

33
Distribusi pasien rawat inap adalah obat diantarkan dari Apotek di

rawat inap ke masing-masing ruangan diantaranya: pasien akut: Puntadewa

(laki-laki) dan Sembodro (perempuan), Pasien sub akut: Gatot kaca (laki-laki)

dan larasati (perempuan), Pasien fisik dan jiwa: Wisanggeni (laki-laki) dan

drupadi (perempuan), Pasien rehabilitasi NAPZA: Samba, Pasien VIP:

Bisma, Pasien Geriatri: Dewi kunti (perempuan), Pasien kelas 1: Kresna,

Pasien kelas 11: Arjuna (laki-laki).

Gangguan jiwa terdiri atas dua kategori, yakni gangguan jiwa berat

dan gangguan jiwa ringan. Biasanya bagi penderita gangguan jiwa ringan,

pihak rumah sakit tidak akan melakukan perawatan di RSJD, melainkan

cukup rawat jalan. Sedangkan gangguan jiwa berat wajib untuk dirawat di

RSJD. Sesuai dengan prosedur yang ada di RSJD, pasien yang dibawa

keluarganya untuk menjalani perawatan, akan dibawa terlebih dahulu ke

Instalasi Gawat Darurat (IGD) selama kurang lebih 24 jam, setelah tenang,

pasien baru ditempatkan di ruang rawat inap. Bagi pasien yang benar-benar

sudah tenang dan tidak terlihat gejala akan ngamuk dan prilakunya sudah

tenang, pasien tersebut diperkenankan untuk pulang ke rumah, dengan kurun

waktu perawatan di RSJD selama 32 hari.

Ketika pulang, pasien wajib untuk menjalani rawat jalan dengan

kurun waktu setiap 1 minggu, 2 minggu dan setiap sebulan sekali hingga

seterusnya. Pasien juga diwajibkan untuk mengkonsumsi obat, agar tidak

menyebabkan kambuh. Rata-rata yang sudah boleh pulang dan kembali

kambuh lagi, itu karena tidak rutin kontrol ke RSJ dan tidak mengonsumsi

34
obat lagi, padahal itu sangat penting untuk menghindari kekambuhan, seperti

mengamuk maupun melakukan tindakan berbahaya lainnya.

Obat yang diberikan kepada pasien untuk dikonsumsi setiap hari

meliputi, obat antidepresi, obat sedatif, dan obat lainnya. Pasien dengan

gangguan kejiwaaan membutuhkan pengobatan jangka panjang sampai pasien

dapat sembuh total. Metode non pengobatan untuk memulihkan pasien

dengam gangguan kejiwaan, diantaranya dengan melakukan konsultasi,

bimbingan psikoterapi, bimbingan keluarga, bimbingan dukungan sosial dan

terapi kerja. Penekanan dilakukan kepada bimbingan keluarga, selain

melakukan bimbingan terhadap pasien, keluarga pasien juga turut dibimbing,

karena banyak keluarga yang menolak untuk membawa pasien pulang untuk

dirawat di rumah, karena merasa takut dan malu. Pasien kontrol rutin setiap

bulan itu tujuannya adalah untuk mengevaluasi bagaimana perkembangannya.

Obat yang akan diresepken juga sesuai pemeriksaan dokter pada saat kontrol

itu. Sehingga jika kontrol ke RSJ itu tidak hanya sekedar mengambil obat

saja, tapi juga akan dilakukan pemeriksaan lanjutan terhadap si pasien. Maka

dari itu RSJD Surakarta menetapkan kebijakan bahwa setiap kontrol pasien

harus diajak. Ini tidak bermaksud mempersulit keluarga tapi demi kebaikan

pasien agar perkembangan kesehatannya dapat lebih terpantau.

D. Pelayanan Instalasi Farmasi IGD

Prosedur pelayanan farmasi bagi pasien baru rawat inap: perawat atau

keluarga pasien membawa resep ke pelayanan farmasi IGD, resep obat

35
dilakukan pengkajian obat tersebut, di input kedalam sistem komputer,

kwitansi, disiapkan obatnya, diberi etiket, dikemas sesuai waktu minum obat,

obat diserahkan kepada perawat dan lembar rekonsiliasi, beserta FPPO.

Pelayanan untuk pasien rawat inap yang pulang: perawat datang

konfirmasi kepada petugas farmasi dengan membawa FPPO, resep, lembar

rekonsiliasi obat dan form edukasi pasien. Petugas farmasi memeriksa riwayat

penggunaan obat pasien, bila ada obat yang sama jumlah obat di resep

disesuaikan, bila ada sisa obat di retur, kemudian petugas farmasi mengecek

FPPO dan meng-entry resep, cetak etiket dan nota, lalu diambilkan obat sesuai

resep dan di tempelkan etiket, untuk selanjutnya petugas farmasi

mengkonfirmasi kepada petugas rawat inap, obat, lembar rekonsiliasi, edukasi

pasien dan FPPO diserahkan pada perawat/keluarga pasien.

E. Administrasi Farmasi

Tugas administrasi farmasi adalah untuk mencatat dan melaporkan

seluruh kegiatan di instalasi farmasi, laporan yang dibuat setiap bulan sebagai

berikut: Sensus harian instalasi farmasi, laporan kinerja, laporan pencapaian

(SPM), penulisan resep umum, resep Non PBI dan resep BPJS, program

instalasi untuk bulan ini, realisasi kinerja instalasi farmasi bulan yang

kemarin, data persediaan /riil, Obat mendekati ED, Informasi obat dagang/

baru dan harganya, laporan obat narkotika, laporan obat psikotropika, lapran

triwulan

36
F. Pelayanan Instalasi Gudang farmasi

Penyimpanan sediaan dan perbekalan farmasi dan alat kesehatan di

gudang menggunakan sistem Alphabetis, yaitu penyimpanan obat menurut

nama obat sesuai dengan alphabet, bentuk sediaan adalah cara penyimpanan

obat menurut bentuk dari sediaan jenis obat tersebut, FIFO (First In First

Out) adalah cara penyimpanan obat dimana obat yang pertama masuk, maka

harus pertama dikeluarkan, FEFO (First Expired First Out) adalah cara

penyimpanan obat diamana obat yang sudah dekat waktu kadaluwarsa maka

barang tersebut harus dikeluarkan pertama. Pelayanan distribusi ke setiap depo

dengan menggunakan buku pengambilan sediaan perbekalan yang ditulis oleh

depo masing-masing untuk mengambil obat.

G. Pengelolaan obat di RSJD Surakarta:

Pengelolaan obat yang baik merupakan faktor utama dalam

mendukung tingkat kesembuhan dari suatu penyakit pasien, oleh karena itu

pengelolaan obat yang baik harus terlaksana di instalasi farmasi rumah sakit.

Pengelolaan obat yang baik terlebih khusus yaitu pengelolaan jenis obat yang

bersifat sebagai psikoaktif seperti pada obat-obat golongan psikotropika.


1. Perencanaan

Perencanaan perbekalan farmasi dan bahan habis pakai dilakukan

melalui rapat oleh PFT (Panitia Farmasi dan Terapi). Alur sistem

distribusi obat yang ada di RSJD Surakarta adalah dari RS melakukan

pengajuan ke bagian pengadaan RS, kemudian dari pengadaan RS

diserahkan kepada direktur, setelah disetujui direktur kemudian diajukan

37
ke pemerintah provinsi Jawa Tengah, karena setiap RS dibawah naungan

pemerintah provinsi Jawa Tengah diberikan katalog yang berisi macam-

macam obat dari suatu tender. Katalog tersebut melingkupi 7 Rumah Sakit

dibawah naungan pemerintah provinsi Jawa Tengah salah satunya yaitu

RSJD Surakarta.

2. Pengadaan

Pengadaan barang berdasarkan dari perencanaan triwulan. Ada 2

cara pembelian yaitu E-Catalog (online) dan dengan mendatangi PBF

(offline). Contohnya: pt indofarma global, pengadaan barang dengan cara

offline dilakukan dengan cara memesan (order) ke PBF (Pabrik Besar

Farmasi) sesuai dengan surat pesanan baik saat kunjungan sales ke rumah

sakit atau memesan lewat telepon disertai SP (Surat Pesanan) dari RSJD

Surakarta yang ditandatangani oleh APA. Pesanan dilakukan berdasarkan

buku defecta dengan membuat SP barang yang telah ditandatangani oleh

APA serta mencantumkan nomor SIPA dan di cap Instalasi Farmasi. SP

(Surat Pesanan) dibuat rangkap 3 yang meliputi putih, merah, kuning. SP

(Surat Pesanan) asli diserahkan ke petugas salesman dari PBF dan SP

(Surat Pesanan) tembusan disimpan sebagai arsip instalasi. Pemesanan

narkotika dan psikotropika dilakukan melalui PBF khusus atau pabrik

farmasi secara langsung untuk menyalurkan obat-obat keras dengan SP

(Surat Pesanan) Psikotropik dan SP (Surat Pesanan) Narkotik.

3. Penerimaan

38
Obat yang datang dari PBF yang telah dipesan sesuai dengan SP

diterima oleh petugas gudang farmasi kemudian dicocokan jenis ataupun

nama obat, jumlah obat, no batch, bentuk sediaan, tanggal kadaluwarsa

obatdengan faktur. Barang yang telah di cek dan sudah sesuai faktur,

petugas gudang farmasi menandatangani faktur dengan mencantumkan

nama jelas penerima dan tanggal penerima obat tersebut. Petugas

SIPA/SIPTTK mengambil dua lembar salinan faktur (satu lembar untuk

arsip farmasi dan satu lembar untuk arsip keuangan).

4. Penyimpanan

Penyimpanan perbekalan farmasi di tiap-tiap depo instalasi di

RSJD Surakarta secara umum dilakukan berdasarkan bentuk sediaan,

alfabetis, golongan obat (obat jiwa, obat non jiwa, narkotik maupun

psikotropik), stabilitas obat dengan sistem First In First Out (FIFO),

First Expired First Out (FEFO), HAM (High Alert Medication) atau obat

dengan kewaspadaan tinggi adalah obat-obatan yang secara signifikan

beresiko membahayakan pasien bila digunakan dengan salah atau

pengelolaan yang kurang tepat. Contoh obat: fenitoin, phenobarbital,

epinefrin, digoxin. Label obat HAM (High Alert Medication) dibuat

mencolok berwarna merah, bertuliskan ALERT .

LASA( Look Alike and Sound Alike) adalah obat yang memiliki

kemasan yang terlihat mirip atau obat yang memiliki nama yang terdengar

mirip contoh obat: Seroquel (sersone), lamictal (Lamisil), zyrtec (zantac),

39
heparin (hespan), dll. Label berwarna merah, label bisa menggunakan

pembeda dengan sistem huruf-KAPITAL pada kasus LASA.

Emergency kit merupakan bagian dari sistem Ward Flour Stock

(WFS) dimana perbekalan farmasi bersifat darurat, digunakan untuk

pelayanan di ruangan. Emergency kit berfungsi vital dalam keadaan

darurat, yaitu untuk menyelamatkan jiwa pasien dan menghindari

kecacatanm untuk itu emergency kit harus selalu berada diruangan. Obat-

obat yang harus tersedia dalam emergency kit, terutama untuk

penanganan kasus syok anafilaksis, anatara lain infus RL dan NS,

adrenalin, difendhidramin, deksamethasone, aminofillin, serta alat

kesehatan yang dibutuhkan seperti infusion set, surflo, disposable spuit,

dll. Perbekalan farmasi pada sistem emergency kit di simpan dalam tool

box, kotak khusus yang terbagi-bagi dalam kotak terpisah, praktis, mudah

dibawa, dan tidak terkunci. Masing-masing jenis perbekalan farmasi

dibungkus plastic, dengan tujuan untuk menghindari dari kesalahan

pengambilan oleh perawat, dan memudahkan kontrol oleh farmasis.

Penyimpanan pada tiap-tiap depo instalasi secara umum

menggunakan sistem Alfabetis. Penyimpanan resep di RSJD Surakarta

disimpan minimal selama 3 tahun, yang di kelompokan menurut tanggal,

nomor urut dan jenis resep, yang disimpan pada suatu ruangan khusus.

Manfaat:

a. Terjaganya kualitas dan kuantitas perbekalan kesehatan.


b. Tertatanya perbekalan kesehatan.
c. Peningkatan pelayanan pendistribusian.
d. Tersedianya data dan informasi yang lebih akurat dan aktual.

40
e. Kemudahan akses dalam pengendalian dan pengawasan.
f. Tertib administrasi

Tujuan praktik di bagian pelayanan gudang ini adalah agar

mahasiswa memahami sirkulasi penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan,

pendistribusian, pengendalian dan pemusnahan obat. Kegiatan gudang

farmasi meliputi: perencanaan dan pengadaan barang farmasi,

penyimpanan, penyaluran atau distribusi dan membuat laporan-laporan

untuk kepentingan administrasi. Kegiatan yang dilakukan didalam gudang

farmasi mahasiswa melakukan kegiatan yang dimulai dari mendata stok

obat yang mendekati waktu Expired Date hal ini dilakukan untuk

mencegah penggunaan obat yang telah kadaluarsa maka terlebih dahulu

diperiksa obat apa saja yang hampir kadaluarsa untuk di informasikan

kepada Apoteker dan Dokter.

Kegiatan mengecek sisa stok obat dengan data yang ada dikartu

stok, hal ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obat atau alkes

yang jumlahnya selisih dengan data di kartu stok dan di komputer dan

juga untuk mengetahui obat atau alkes apa saja yang harus segera dipesan

untuk menghindari kekosongan obat. Kemudian kegiatan lainnya yaitu

menerima obat atau alkes yang datang dari PBF. Mahasiswa belajar

menerima langsung dari distributor menandatangani surat terima barang

sebagai bukti serah terima. Barang yang dipesan diterima dan diperiksa

untuk memastikan bahwa barang yang diantar sesuai dengan yang dipesan

dengan cara mengecek faktur. Beberapa hal yang diperiksa adalah jumlah

barang, tanggal kadaluarsa dan keadaan fisik barang. Kemudian barang

41
diangkut kegudang, lalu disusun secara alfabetis sesuai rak

penyimpanannya. Barang-barang ini dalam pengeluarannya juga

menggunakan sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In

First Out).

Kemudian ada kegiatan Stock opname yang dilakukan setiap 1

bulan sekali yang tujuannya untuk mengetahui jumlah obat yang ada dan

mengetahui obat kadaluarsa obat-obat tersebut. Kegiatan ini dilakukan

untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pelayanan di apotek rumah

sakit jiwa.

5. Pendistribusian

Berdasarkan SOP pendistribusian obat bertujuan untuk memenuhi

stok gudang. Proses distribusi dilakukan dengan cara penanggung jawab

gudang membuat daftar permintaan barang sesuai dengan nama, dosis dan

jumlah obat, yang telah ditandatangani oleh kepala Instalasi Farmasi,

penanggung jawab gudang, dan mengetahui atau ditandatangani oleh

Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan juga kepala Bidang

Penunjang Medis. Lembar daftar permintaan barang kemudian di

serahkan kepada bendahara/pengurus barang gudang umum.

Bendahara/pengurus barang kemudian melakukan verifikasi daftar

permintaan barang dan di cek sesuai stok yang tersedia pada gudang

umum, selanjutnya obat disiapkan sesuai nama, dosis, jumlah, dan

bersama-sama dengan penanggung jawab gudang psikotropika melakukan

pengecekan sebelum serah terima.

42
Pendistribusian obat di RSJD terjadi dalam beberapa tahap sampai

ke tangan pasien. Awalnya obat psikotropika yang masuk dalam rumah

sakit di terima oleh panitia penerima barang/obat, dan di simpan pada

gudang umum. Selanjutnya dari gudang umum obat di distribusikan ke

gudang Psikotropika Instalasi. Kemudian dari gudang psikotropika, obat

di distribusikan ke Instalasi Farmasi. Instalasi Farmasi selanjutnya

mendistribusikan obat kepada pasien rawat jalan, rawat inap dan IGD.

H. Pemusnahan Sediaan Farmasi

Pada obat kadaluarsa yang telah memiliki perjanjian dengan supplier

dapat diretu yang artinya dikembalikan kepada PBF tempat pembelian obat

tersebut.dalam penanganan obat yang tidak dapat diretur kembali ke pada

PBF, harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan pleh pemerintah. Ada

beberapa hal yang harus dilakukan sebelum melakukan pemusnahan obat-obat

yang telah kadaluarsa yang telah disimpan di gudang penyimpanan obat.

Padat setengah padat(tablet, kapsul, pil) tempat pembuangan dengan

cara di penimbunan sampah enkapsulasi, inersiasi,inersinerasi suhu sedang

dan tinggi (insenerator pembakaran semen), cairan di buang dalam saluran

pembuangan ir inerasi suhu tinggi(pembakaran semen), ampul dimusnahkan

dengan cara di hancurkan ampul dan buang larutan yang telah di encerkan

kesaluran pembuangan air, tabung aerosol dibuang pada tempat penimbuanan

sampah enkapsulasi, desinfektan dibuang ke saluran pembuangan air atau air

mengalir deras: desinfektan yang telah diencerkan dalam jumlah sedikit,

43
plastic PVC,gelas di musnahkan dalam penimbuanan sampah,kertas kardus

didaur ulang, dibakar, di tempat penimbun sampah.

Pemusnahan obat psikotropika berdasarkan UU No. 5 tahun 1997

pasal 53 tentang psikotropika, pemusnahan dilakukan berhubungan dengan

tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang

berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses psikotropika,kadaluarsa

tau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatann dan

atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib

dibuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7

hari setelah mendapat kepastian, Menurut keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/x/2002 pasal 12 ayat (2)

menyebutkan bahwa sediaan farmasi yang tidap digunakan lagi atau dilarang

digunakan harus dimusnahkan dengan cara di bakar atau ditanam atau dengan

cara lain yang di tetapkan oleh kementrian kesehatan.

Pemusnahan resep dilakukan selama 4 tahun sekali, setelah

dimusnahkan dibuat berita acara pemusnahan. Pelaporan ditujukam ke kantor

dinas kesehatan dan kepala balai besar pemeriksaan obat dan makanan serta

kepada kepala dinas kesehatan provinsi .

Tata Cara Pemusnahan :


1. Resep Narkotika dihitung lembarannya
2. Resep lainnya ditimbang
3. Resep dihancurkan dengan mesin penghancur, dikubur atau dibakar.

(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

280/MenKes/V/1981)
Obat dimusnahkan sesuai dengan jenis obat contohnya:

44
1. Sirup: diencerkan terlebih dahulu dan langsung di buang ke instalasi

pengelolaan air limbah


2. Tablet dan Kapsul: dengan cara dilarutkan dalam air lalu dibuang ke

instalasi pengelolaan air limbah


3. Injeksi dan infusan: larutan di buang ke instalasi pengelolaan air limbah

lalu wadah atau sediaan di hancurkan dengan mesin penghancur.

I. Administrasi

Tugas administrasi farmasi adalah untuk mencatat dan melaporkan

seluruh kegiatan di instalasi farmasi, laporan yang dibuat setiap bulan sebagai

berikut: Sensus harian instalasi farmasi, laporan kinerja, laporan pencapaian

(SPM), penulisan resep umum, resep Non PBI dan resep BPJS, program

instalasi untuk bulan ini, realisasi kinerja instalasi farmasi bulan yang

kemarin, data persediaan/riil, Obat mendekati ED, Informasi obat dagang/baru

dan harganya, laporan obat narkotika, laporan obat psikotropika, lapran

triwulan.

45
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Selama kegiatan Praktik Industri (PI) di RSJD Surakarta, yaitu:
1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jiwa memiliki tugas mulai dari

perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, peracikan,

pelayanan langsung kepada penderita sampai pengendalian sediaan

farmasi.
2. Instalasi Farmasi RSJD Surakarta telah memiliki kelengkapan obat yang

cukup memadai dan tata ruang yang cukup baik untuk menunjang

pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Jiwa. Selain itu, pelayanan di

Instalasi Farmasi RSJD Surakarta sudah cukup baik seperti tenaga kerja

instalasi yang ramah dan berwawasan luas dibidang ini.


3. Kegiatan Praktik Industri (PI) telah memberikan pengetahuan bagi

mahasiswa mengenai rumah sakit, memberikan pengalaman belajar bagi

mahasiswa khususnya yang berkaitan dengan bidang kefarmasian di

Rumah Sakit.
4. Sistem distribusi dan administrasi di Instalasi Farmasi telah menggunakan

sistem komputerisasi.
5. Sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap adalah UDD (Unit

Dayiling Dose ) yaitu obat diberikan perhari di unit Rawat Jalan, Rawat

Inap, dan IGD.


6. Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta memiliki lokasi yang cukup strategis

dan mudah dijangkau oleh masyarakat, waktu pelayanan resep yang

optimal, ruang tunggu yang cukup memadai, dan juga memiliki beberapa

dokter spesialis yang sudah berpengalaman.

46
7. Perencanaan sediaan farmasi di RSJD Surakarta menggunakan metode

konsumsi selama 1 tahun, dengan mempertimbangkan anggaran yang

tersedia.

B. Saran
1. Saran untuk Instalasi Farmasi RSJD Surakarta
a. Perluasan IFRS untuk menunjang pelayanan kesehatan yang lebih

efektif, khususnya ruangan instalasi rawat jalan dan rawat inap.


b. Sistem pengadaan obat untuk dapat lebih ditingkatkan agar dapat

menghindari kekosongan obat.


c. RSJD Surakarta dapat meningkatkan pelayanan pada masing-masing

unitnya, dan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan maka perlu

peningkatan dispilin karyawan dan tenagamedis dan paramedis yang

lebih.
2. Saran untuk kampus Politeknik Indonusa Surakarta
a. Pelaksanaan Praktik Industri (PI) dilaksanakan pada waktu yang lebih

lama agar mahasiswa lebih dapat memahami perannya di bidang

kefarmasian sebagai seorang tenaga teknis kefarmasian dan

supayamahasiswa-mahasiswi bisa benar-benar mengetahui seluk beluk

dunia kerja dibidang kefarmasian dan bisa lebih siap menghadapi

dunia kerja.
b. Kegiatan PI dapat berlangsung seterusnya guna dapat memberikan

bekal tambahan bagi mahasiswa D3 Farmasi Politeknik Indonusa

Surakarta agar mampu bersaing dalam dunia kerja dan mampu

mencetak mahasiswa yang profesional di bidang kefarmasian

sehingga membawa nama baik kampus.


c. Mempererat hubungan kerjasama antara pihak kampus dengan Rumah

Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

47
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang-undang kesehatan No.36 Tahun 2009


tentang kesehatan. Depkes RI: Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Teknis
Pengorganisasian Dinas Kesehatan Daerah. Depkes RI: Jakarta.
J.P. Siregar, Charles. 2004. Farmasi Rumah Sakit. Buku kedokteran EGC:
Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Peraturan menteri Kesehatan RI, No. 72 tahun 2016
Peraturan Menteri Kesehatan RI, No.159 a/ MENKES/ PER / II/ 1998 tentang
Rumah Sakit ; Jakarta

48
Keputusan menteri kesehatan RI, No.328/MENKES/SK/IX/2013,tentang
formularium nasional
Quick, D.J., .1997. Managing Drug Supply, The Selection,Procurement,
Distribution, and use of Pharmaceuticals. Boston, Massachusetts:
Kumarianpress,inc.
Siregar, C.J.P dan Amalia, L. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Terapan,
7-8. Jakarta: EGC.

49
LAMPIRAN

50
Lampiran 1. Struktur organisasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

51
Lampiran 2. Label Obat LASA

52
Lampiran 3. Label Obat HAM

53
Lampiran 4. Laporan administrasi farmasi RSJD

54
Lampiran 5. Kartu stok obat

55
Lampiran 6 Obat infus IGD RSJD

56
Lampiran 7 Daftar pasien masuk IDG RSJD

57
Lampiran 8 Kwitansi Resep

58
Lampiran 9 Obat-obat umum

59
Lampiran 10 Obat-obat fast moving

60
Lampiran 11 Alat-alat kesehatan

61

Anda mungkin juga menyukai