Anda di halaman 1dari 30

EVALUASI PROGRAM

GIZI KURUS (WASTING)

Disusun oleh :
dr. Imaylani Srinita

Pembimbing :
dr. Magda

PEMERINTAH KOTA JAKARTA


DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS KEL. PULO GEBANG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga laporan evaluasi program dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Laporan evaluasi program yang berjudul “Evaluasi Program Penanganan Gizi Kurus
(Wasting) berguna untuk mengetahui pencapaian peningkatan status gizi balita individu
dengan status gizi sangat kurus pada indeks BB/TB atau BB/PB yang belum tercapai.
Sehingga dari hasil yang diperoleh, diharapkan dapat meningkatkan capaian program
kedepannya.
Tidak lupa ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan evaluasi program. Ucapan terimakasih terutama kepada:
1. dr. Magda Mariana Batubara sebagai pembimbing, yang telah meluangkan waktunya untuk
membantu menyelesaikan evaluasi program ini.
2. Ibu Ema Sito Rohmah, S.Km, sebagai Kepala Puskesmas Pulogebang yang telah memberi
kesempatan untuk melakukan evaluasi program ini di Puskesmas Pulogebang.
3. dr. Vinsentia dan dr. Agry sebagai dokter fungsional Puskesmas Pulogebang yang telah
membantu kelancaran evaluasi program ini.
4. Pihak Puskesmas Pulogebang yang telah membantu memberikan gambaran masalah
kesehatan yang ada.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan
lapang dada dan tangan terbuka untuk menerima kritik dan saran sehingga dapat menjadi
bahan perbaikan laporan evaluasi program ini kedepannya.

Jakarta, September 2021

dr. Imaylani Srinita


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kekurangan gizi di Indonesia sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
serius yang paling sering terjadi pada anak balita atau anak usia dibawah lima tahun yang
merupakan kelompok umur paling sering menderita rawan gizi dan penyakit. Salah satu
masalah kekurangan gizi yang masih terjadi di Indonesia adalah masalah gizi kurus (wasting)
dan sangat kurus (severe wasted) yang berhubungan dengan Kurang Energi Protein (KEP).1
Wasting merupakan gabungan dari istilah kurus (wasted) dan sangat kurus (severe
wasted) yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau
Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dengan ambang batas (Z-score) <-2SD. Panjang
badan digunakan untuk anak berumur kurang dari 24 bulan dan tinggi badan digunakan untuk
anak berumur 24 bulan ke atas. (Kemenkes RI).2
Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, prevalensi anak yang mengalami status gizi wasting
dan severely wasting di Indonesia sebanyak 10,2 % menurun dari tahun 2013 yang mencapai
12,1%. Prevalensi anak yang mengalami kasus wasting ataupun severely wasting di DKI
Jakarta sebesar 9,9%.3
Wasting dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Menurut
UNICEF, faktor langsung yang mempengaruhi status gizi anak atau terjadinya wasting ialah
adanya penyakit infeksi dan asupan makana, sedangkan faktor penyebab tidak langsung
antara lain penghasilan keluarga, riwayat pemberian ASI eksklusif, kelengkapan imunisasi
dan riwayat BBLR. Asupan makanan merupakan zat gizi yang dikonsumsi oleh tubuh untuk
beraktivitas serta mencapai kesehatan yang optimal. Energi yang dibutuhkan berasal dari zat
gizi yang dikonsumsi yaitu karbohidrat, protein dan lemak.4
Fasilitas kesehatan yang terbebani, rantai pasokan makanan yang terganggu, dan
hilangnya pendapatan karena Covid-19 dapat menyebabkan peningkatan tajam dalam jumlah
anak-anak yang mengalami masalah gizi di Indonesia. Bahkan sebelum COVID-19,
Indonesia sudah menghadapi masalah gizi yang tinggi. Saat ini, lebih dari dua juta anak
menderita gizi buruk dan lebih dari tujuh juta anak di bawah usia lima tahun mengalami
stunting.5
Estimasi UNICEF baru-baru ini menunjukkan bahwa dengan tidak adanya tindakan yang
tepat waktu, jumlah anak yang mengalami wasting atau kekurangan gizi akut di bawah 5
tahun dapat meningkat secara global sekitar 15 persen tahun ini karena COVID-19. Ini berarti
ada peningkatan risiko wasting, suatu kondisi yang ditandai dengan berat badan rendah jika
dibandingkan dengan tinggi badan, juga di Indonesia banyak keluarga yang kehilangan
pendapatan rumah tangga sehingga menjadi kurang mampu membeli makanan sehat dan
bergizi untuk anak-anak mereka.5 Puskemas Kelurahan Pulogebang merupakan
Puskesmas yang telah membentuk Pos Gizi sejak tahun …. hingga tahun …. Pos Gizi ini
dibentuk sebagai salah satu intervensi gizi yang bertujuan untuk menurunkan kasus kurang
gizi di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Pulogebang, sehingga Puskesmas Pulogebang
masih melakukan kegiatan Pos Gizi hingga 2020 terakhir dikarenakan pandemi, yang
membuat Pos Gizi ditiadakan sementara dan sampai saat ini dilakukan konseling gizi di
Puskemas Pulogebang.

Jika dilihat dari tujuan Pos Gizi dan indikator output kegiatan Pos Gizi, terdapat
masalah pada ketiga tujuan tersebut, diantaranya kehadiran peserta yang kurang mencapai
target, masih terdapat balita peserta lama kegiatan Pos Gizi dan balita peserta baru, serta
perilaku ibu masih kurang dalam pola pengasuhan anak. Selain itu, adanya keterbatasan
dalam kegiatan Pos Gizi karena pandemi Covid-19. Dari masalah tersebut, dibutuhkan suatu
evaluasi untuk melihat keberhasilan dari kegiatan Pos Gizi di masa pandemi Covid-19. Oleh
karena itu, penulis ingin mengevaluasi kegiatan Pos Gizi pada balita di wilayah kerja sejak
Pandemi Covid-19 di Puskesmas Kelurahan Pulogebang tahun 2020-2021.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah yang menyebabkan tidak tercapainya SPM (Standar Pelayanan Minimal)


sejak pandemi Covid-19 2020-2021?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui, mengidentifikasi, menganalisis serta mengevaluasi penyebab tidak

tercapainya SPM (Standar Pelayanan Minimal) sejak pandemi Covid-19 2020-2021.

1.3.2. Tujuan Khusus


a. Diketahuinya penyebab masalah dari program gizi di Puskesmas Kelurahan

Pulogebang sejak pandemi Covid-19 2020-2021.

b. Dirumuskannya altematif pemecahan masalah dari tidak tercapainya SPM (Standar

Pelayanan Minimal) sejak pandemi Covid-19 2020-2021.

1.4. Manfaat

1.4.1 Bagi Penulis

Dapat mengaplikasikan ilmu kedokteran komunitas yang diperoleh selama kuliah,

serta memperoleh pengetahuan pengalaman dalam mengevaluasi capaian

presentase SPM (Standar Pelayanan Minimal) sejak pandemi Covid-19 2020-2021

di Puskesmas Pulogebang.

1.4.2 Bagi Puskesmas

Dengan adanya saran berupa hasil evaluasi, maka diharapkan dapat menjadi umpan balik

positif bagi Puskesmas Pulogebang dalam meningkatkan capaian presentase SPM

(Standar Pelayanan Minimal) sejak pandemi Covid-19 2020-2021.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Balita

2.1.1 Definisi Balita

Pengertian Balita Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu

tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris. H, 2006).

Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), balita adalah istilah umum bagi anak usia

1−3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3−5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung

penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan

makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain

masih terbatas.

2.1.2 Karakteristik Balita

Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1–3 tahun

(batita) dan anak usia prasekolah. Anak usia 1−3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya

anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita

lebih besar dari masa usia pra- sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif

besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu

diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena

itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering. Pada usia pra-

sekolah anak menjadi konsumen aktif, mereka sudah dapat memilih makanan yang

disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah

playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak

akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap
setiap ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, akibat dari

aktivitas yang mulai banyak dan pemilihan maupun penolakan terhadap makanan.

Diperkirakan pula bahwa anak perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan status

gizi bila dibandingkan dengan anak laki-laki (Uripi, 2004).

2.1.3 Tumbuh Kembang Balita

Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun prosesnya

senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni (Hartono, 2008):

1) Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah (sefalokaudal).

Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung kaki, anak akan berusaha

menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar menggunakan kakinya.

2) Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya adalah anak akan

lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan untuk menggenggam, sebelum ia

mampu meraih benda dengan jemarinya.

3) Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi keterampilan-

keterampilan lain, seperti melempar, menendang, berlari dan lain-lain.

Pertumbuhan pada bayi dan balita merupakan gejala kuantitatif. Pada konteks ini,

berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta jaringan intraseluler pada tubuh anak.

Dengan kata lain, berlangsung proses multiplikasi organ tubuh anak, disertai penambahan

ukuran-ukuran tubuhnya. Hal ini ditandai oleh:

1) Meningkatnya berat badan dan tinggi badan.

2) Bertambahnya ukuran lingkar kepala.

3) Muncul dan bertambahnya gigi dan geraham.

4) Menguatnya tulang dan membesarnya otot-otot.

5) Bertambahnya organ-organ tubuh lainnya, seperti rambut, kuku, dan sebagainya


Penambahan ukuran-ukuran tubuh ini tentu tidak harus drastis. Sebaliknya,

berlangsung perlahan, bertahap, dan terpola secara proporsional pada tiap bulannya. Ketika

didapati penambahan ukuran tubuhnya, artinya proses pertumbuhannya berlangsung baik.

Sebaliknya jika yang terlihat gejala penurunan ukuran, itu sinyal terjadinya gangguan atau

hambatan proses pertumbuhan (Hartono, 2008).

Cara mudah mengetahui baik tidaknya pertumbuhan bayi dan balita adalah dengan

mengamati grafik pertambahan berat dan tinggi badan yang terdapat pada Kartu Menuju

Sehat (KMS). Dengan bertambahnya usia anak, harusnya bertambah pula berat dan tinggi

badannya. (Hartoyo dkk, 2003).

2.1.4 Kebutuhan Utama Proses Tumbuh Kembang

Dalam proses tumbuh kembang, anak memiliki kebutuhan yang harus terpenuhi,

kebutuhan tersebut yakni:

1). Pemenuhan kebutuhan gizi (asuh)

Usia balita adalah periode penting dalam proses tubuh kembang anak yang

merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia ini, perkembangan kemampuan

berbahasa, berkreativitas, kesadaran sosial, emosional dan inteligensi anak berjalan sangat

cepat. Pemenuhan kebutuhan gizi dalam rangka menopang tumbuh kembang fisik dan

biologis balita perlu diberikan secara tepat dan berimbang. Tepat berarti makanan yang

diberikan mengandung zat-zat gizi yang sesuai kebutuhannya, berdasarkan tingkat usia.

Berimbang berarti komposisi zat-zat gizinya menunjang proses tumbuh kembang sesuai

usianya. Dengan terpenuhinya kebutuhan gizi secara baik, perkembangan otaknya akan

berlangsung optimal. Keterampilan fisiknya pun akan berkembang sebagai dampak

perkembangan bagian otak yang mengatur sistem sensorik dan motoriknya. Pemenuhan

kebutuhan fisik atau biologis yang baik, akan berdampak pada sistem imunitas tubuhnya
sehingga daya tahan tubuhnya akan terjaga dengan baik dan tidak mudah terserang penyakit

(Sulistyoningsih, 2011).

2). Pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih).

Kebutuhan ini meliputi upaya orang tua mengekspresikan perhatian dan kasih sayang,

serta perlindungan yang aman dan nyaman kepada si anak. Orang tua perlu menghargai

segala keunikan dan potensi yang ada pada anak. Pemenuhan yang tepat atas kebutuhan

emosi atau kasih sayang akan menjadikan anak tumbuh cerdas secara emosi, terutama dalam

kemampuannya membina hubungan yang hangat dengan orang lain. Orang tua harus

menempatkan diri sebagai teladan yang baik bagi anak- anaknya. Melalui keteladanan

tersebut anak lebih mudah meniru unsur- unsur positif, jauhi kebiasaan memberi hukuman

pada anak sepanjang hal tersebut dapat diarahkan melalui metode pendekatan berlandaskan

kasih sayang (Almatsier, 2005).

3). Pemenuhan kebutuhan stimulasi dini (asah).

Stimulasi dini merupakan kegiatan orangtua memberikan rangsangan tertentu pada

anak sedini mungkin. Bahkan hal ini dianjurkan ketika anak masih dalam kandungan dengan

tujuan agar tumbuh kembang anak dapat berjalan dengan optimal. Stimulasi dini meliputi

kegiatan merangsang melalui sentuhan-sentuhan lembut secara bervariasi dan berkelanjutan,

kegiatan mengajari anak berkomunikasi, mengenal objek warna, mengenal huruf dan angka.

Selain itu, stimulasi dini dapat mendorong munculnya pikiran dan emosi positif, kemandirian,

kreativitas dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan stimulasi dini secara baik dan benar dapat

merangsang kecerdasan majemuk (multiple intelligences) anak. Kecerdasan majemuk ini

meliputi, kecerdasan linguistic, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan


kinestetik, kecerdasan musical, kecerdasan intrapribadi (intrapersonal), kecerdasan

interpersonal, dan kecerdasan naturalis (Sulistyoningsih, 2011).

2.1.5. Cakupan Penimbangan Balita

Menurut Supariasa dalam Sagala (2005), penimbangan adalah pengukuran

anthropometri (pengukuran bagian-bagian tubuh) yang umum digunakan dan merupakan

kunci yang memberikan petunjuk nyata dari perkembangan tubuh yang baik maupun yang

buruk. Pengukuran anthtropometri merupakan salah satu metode penentuan status gizi secara

langsung. Berat badan merupakan ukuran suatu pencerminan dari kondisi yang sedang

berlaku.

Berat badan anak ditimbang sebulan sekali mulai umur 1 bulan hingga 5 tahun di

posyandu (Depkes RI, 2008). Supariasa dalam Sagala (2005) menyatakan cakupan

penimbangan balita (D/S) di posyandu adalah jumlah anak balita yang datang ke posyandu

dan baru pertama sekali ditimbang pada periode waktu tertentu yang dibandingkan dengan

jumlah anak balita yang berada di wilayah posyandu pada periode waktu yang sama. Hasil

cakupan penimbangan merupakan salah satu alat untuk memantau gizi balita yang dapat

dimonitor dari berat badan hasil penimbangan yang tercatat di dalam KMS.

2.2. Konsep KMS

2.2.1 Definisi KMS

Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan normal

anak berdasarkan indeks antropometri berat badan menurut umur. KMS dapat bermanfaat

dalam mengetahui lebih dini gangguan pertumbuhan atau resiko kelebihan gizi, sehingga

dapat dilakukan tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat sebelum masalahnya lebih

berat (Kementerian Kesehatan RI, 2010). KMS juga merupakan alat yang sederhana dan

murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. KMS harus
disimpan oleh ibu balita di rumah dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu

atau fasilitas pelayanan kesehatan termasuk bidan atau dokter (Ilham, 2009).

KMS berfungsi sebagai alat bantu pemantauan gerak pertumbuhan, bukan penilaian

status gizi. KMS yang diedarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia sebelum tahun

2000, garis merah pada KMS versi tahun 2000 bukan merupakan pertanda gizi buruk,

melainkan garis kewaspadaan. Berat badan balita yang tergelincir di bawah garis ini, petugas

kesehatan harus melakukan pemeriksaan lebih lanjutan terhadap indikator antropometrik lain

(Arisman, 2009). Catatan pada KMS dapat menunjukkan status gizi balita. Balita dengan

pemenuhan gizi yang cukup memiliki berat badan yang berada pada daerah berwarna hijau,

sedangkan warna kuning menujukkan status gizi kurang, dan jika berada di bawah garis

merah menunjukkan status gizi buruk (Sulistyoningsih, 2011).

2.2.2 Manfaat KMS

Menurut peraturan Menteri Kesehatan tahun 2010, manfaat KMS balita yaitu:

1). Bagi orang tua balita

Orang tua dapat mengetahui status pertumbuhan anaknya. Dianjurkan agar setiap

bulan membawa balita ke Posyandu untuk ditimbang. Apabila ada indikasi gangguan

pertumbuan (berat badan tidak naik) atau kelebihan gizi, orang tua balita dapat melakukan

tindakan perbaikan, seperti memberikan makan lebih banyak atau membawa anak ke fasilitas

kesehatan untuk berobat. Orang tua balita juga dapat mengetahui apakah anaknya telah

mendapat imunisasi tepat waktu dan lengkap dan mendapatkan kapsul vitamin A secara rutin

sesuai dengan dosis yang dianjurkan.

2). Bagi Kader

Sebagai KMS digunakan untuk mencatat berat badan anak dan pemberian kapsul

vitamin A serta menilai hasil penimbangan. Bila berat badan tidak naik 1 kali kader dapat

memberikan penyuluhan tentang asuhan dan pemberian makanan anak. Bila tidak naik 2 kali
atau berat badan berada di bawah garis merah kader perlu merujuk ke petugas kesehatan

terdekat, agar anak mendapatkan pemerikasaan lebih lanjut. KMS juga digunakan kader

untuk memberikan pujian kepada ibu bila berat badan anaknya naik serta mengingatkan ibu

untuk menimbangkan anaknya di posyandu pada bulan berikutnya. media edukasi bagi orang

tua balita tentang kesehatan anak.

3). Petugas Kesehatan

Petugas dapat menggunakan KMS untuk mengetahui jenis pelayanan kesehatan yang

telah diterima anak, seperti imunisasi dan kapsul vitamin A. Bila anak belum menerima

pelayanan maka petugas harus memberikan imunisasi dan kapsul vitamin A sesuai dengan

jadwalnya. Petugas kesehatan juga dapat menggerakkan tokoh masyarakat dalam kegiatan

pemantauan pertumbuhan. KMS juga dapat digunakan sebagai alat edukasi kepada para

orang tua balita tentang pertumbuhan anak, manfaat imunisasi dan pemberian kapsul vitamin

A, cara pemberian makan, pentingnya ASI eksklusif dan pengasuhan anak. Petugas dapat

menekankan perlunya anak balita ditimbang setiap bulan untuk memantau pertumbuhannya.

2.2.3 Jenis Informasi pada KMS

Menurut Briawan (2012), jenis-jenis informasi pada KMS yaitu:

1) Pertumbuhan anak (BB anak).

2) Pemberian ASI Ekslusif.

3) Imunisasi yang sudah diberikan pada anak.

4) Pemberian Vitamin A.

5) Penyakit yang pernah diderita anak dan tindakan yang diberikan.

2.2.4 Cara Memantau Pertumbuhan Balita pada KMS

Penyimpangan kurva pertumbuhan anak pada KMS balita biasanya menuju ke arah

bawah, dan tidak banyak yang keluar dari warna hijau ke arah atas. Kurva pertumbuhan anak

yang baik kesehatannya, akan terus terdapat dalam jalur hijau. Anak yang di bawah warna
hijau yaitu warna kuning, maka menunjukkan Kurang Kalori Protein (KKP) ringan dan

menggambarkan adanya gangguan pertumbuhan ringan serta gangguan kesehatan. Keadaan

anak yang lebih jelek lagi, yaitu garis pertumbuhan anak akan lebih menurun lagi masuk ke

daerah di bawah garis merah, yang merupakan batas bawah dari jalur kuning yang

menunjukkan balita mengalami KKP berat. Anak sudah menderita gizi kurang atau terganggu

kesehatannya (Sediaoetama, 2006).

Status pertumbuhan anak dapat diketahui dengan dua cara yaitu dengan menilai garis

pertumbuhannya, atau dengan menghitung kenaikan berat badan anak dibandingkan dengan

kenaikan berat badan minimum (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Pemantauan

pertumbuhan dan perkembangan balita di posyandu dengan menggunakan KMS, akan

berguna apabila dilakukan setiap bulan. Grafik pertumbuhan berat badan yang terputus-putus

dalam KMS, maka tidak dapat digunakan untuk memantau keadaan kesehatan dan gizi anak

dengan baik (Madanijah & Triana, 2007).

Cara membaca pertumbuhan balita pada KMS yaitu:

1). Balita naik berat badannya apabila:

a) Garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna atau

b) Garis pertumbuhannya naik dan pindah ke pita warna diatasnya

2). Balita tidak naik berat badannya apabila:

a) Garis pertumbuhannya turun atau

b) Garis pertumbuhannya mendatar atau

c) Garis pertumbuhannya naik, tetapi pindah ke pita warna di bawahnya.

3). Berat badan balita di bawah garis merah artinya pertumbuhan balita mengalami gangguan

pertumbuhan dan perlu perhatian khusus, sehingga harus langsung dirujuk ke Puskesmas

atau Rumah Sakit.


4). Berat badan balita tiga bulan berturut-turut tidak naik (3T), artinya balita mengalami

gangguan pertumbuhan, sehingga harus langsung dirujuk ke Puskesmas atau Rumah

Sakit, balita tumbuh baik apabila garis berat badan anak naik setiap bulannya.

5). Balita sehat, jika berat badannya selalu naik mengikuti salah satu pita warna atau pindah

ke pita warna di atasnya

Adapun tindak lanjut penimbangan berdasarkan hasil penilaian pertumbuhan balita

yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

155/Menkes/Per/I/2010 Tentang Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita adalah

sebagai berikut:

1. Berat badan naik (N)

a. Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke posyandu

b. Berikan umpan balik dengan cara menjelaskan arti grafik pertumbuhan anaknya yang

tertera pada KMS secara sederhana

c. Anjurkan kepada ibu untuk mempertahankan kondisi anak dan berikan nasihat tentang

pemberian makan anak sesuai golongan umurnya.

d. Anjurkan untuk datang pada penimbangan berikutnya.

2. Berat badan tidak naik 1 kali

a) Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke posyandu.

b) Berikan umpan balik dengan cara menjelaskan arti grafik pertumbuhan anaknya yang

tertera pada KMS secara sederhana.

c) Tanyakan dan catat keadaan anak bila ada keluhan (batuk, diare, panas, rewel dan

lain-lain) dan kebiasaan makan anak.

d) Berikan penjelasan tentang kemungkinan penyebab berat badan tidak naik tanpa

menyalahkan ibu.
e) Berikan nasehat kepada ibu tentang anjuran pemberian makan anak sesuai golongan

umurnya

f) Anjurkan untuk datang pada penimbangan berikutnya.

3. Berat badan tidak naik 2 kali atau berada di Bawah Garis Merah (BGM)

a) Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke posyandu dan anjurkan

untuk datang kembali bulan berikutnya.

b) Berikan umpan balik dengan cara menjelaskan arti grafik pertumbuhan anaknya yang

tertera pada KMS secara sederhana

c) Tanyakan dan catat keadaan anak bila ada keluhan (batuk, diare, panas, rewel dan

lain-lain) dan kebiasaan makan anak

d) Berikan penjelasan tentang kemungkinan penyebab berat badan tidak naik tanpa

menyalahkan ibu.

e) Berikan nasehat kepada ibu tentang anjuran pemberian makan anak sesuai golongan

umurnya

f) Rujuk anak ke puskesmas/pustu/poskesdes.

2.3. Posyandu

2.3.1. Pengertian Posyandu

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan

Bersumber Daya Manusia (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan

bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Guna memberdayakan

masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan

kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Posyandu yang

terintegrasi adalah kegiatan pelayanan sosial dasar keluarga dalam aspek pemantauan tumbuh

kembang balita (Kemenkes RI, 2012).

2.3.2. Tujuan
Menurut Depkes RI (2010) tujuan Posyandu adalah:

1) Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak.

2) Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu.

3) Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera

4) Meningkatkan kemampuan masyarakat mengembangkan kegiatan kesehatan dan

kegiatan lain yang menunjang peningkatan hidup sehat.

2.3.3. Sasaran

Sasaran kegiatan Posyandu menurut Depkes (2010) adalah meliputi:

1) Bayi berusia kurang dari 1 tahun dan balita (1-5 tahun)

2) Ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan Wanita Usia Subur (WUS)

2.3.4. Lokasi

1) Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat

2) Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri

3) Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos

RT, RW atau pos lainnya (Zulkifli, 2008).

2.3.5. Penyelenggara

1) Pelaksana Kegiatan Posyandu

Pelaksana posyandu adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader

kesehatan setempat di bawah bimbingan Puskesmas

2) Pengelola Posyandu

Pengelola posyandu adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari

kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di

wilayah tersebut (Depkes, 2010).

2.3.6. Bentuk Kegiatan


Menurut Depkes RI (2010) kegiatan Posyandu terdiri atas lima kegiatan

(Panca Krida Posyandu) sebagai berikut:

1). Kesehatan Ibu dan Anak

a) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi, anak balita

dan anak prasekolah.

b) Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program KIA.

c) Memberikan nasehat tentang makanan guna mencegah gizi buruk karena kekurangan

protein dan kalori, serta bila ada pemberian makanan tambahan vitamin dan mineral.

d) Pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan cara stimulasinya.

2). Bentuk pelayanan

a) Pemberian pil tambah darah (ibu hamil)

b) Pemberian vitamin A dosis tinggi (bulan vitamin A pada bulan Pebruari dan Agustus),

c) Pemberian Makanan Tambahan (PMT), lmunisasi dan penimbangan balita.

3). Keluarga Berencana

1) Pelayanan keluarga berencana kepada Pasangan Usia Subur

2) Cara-cara penggunaan pil, kondom dan sebagainya.

3) Imunisasi

4). Peningkatan gizi

a) Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat.

b) Memberikan kapsul vitamin A kepada balita.

c) Memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori cukup kepada

balita dan kepada ibu yang menyusui.

d) Penanggulangan Diare (pemberian oralit dan pengobatan diare).


Lima kegiatan Posyandu dalam pelaksanaannya dikenal dengan istilah lima meja,

yaitu;

1) Meja I : pendaftaran

2) Meja II : penimbangan

3) Meja III: pencatatan

4) Meja IV: penyuluhan dan konseling

5) Meja V : pelayanan kesehatan oleh petugas kesehatan (Zulkifli, 2008).

2.3.7 Indikator Pencapaian Program Posyandu

Indikator Keberhasilan Posyandu tergambar melalui cakupan SKDN, yaitu:

S : Jumlah seluruh balita yang ada di wilayah kerja Posyandu.

K : Jumlah balita yang terdaftar dan memiliki KMS.

D : Jumlah balita yang datang dan ditimbang.

N : Jumlah balita yang naik berat badannya

Indikator cakupan program Posyandu merupakan indikator pokok untuk mengukur

keberhasilan kegiatan program posyandu, antara lain :

1). Liputan Program ( K/S )

Liputan program merupakan indikator mengenai kemampuan program untuk

menjangkau balita yang ada di masing – masing wilayah, diperoleh dengan cara menghitung

perbandingan antara jumlah balita yang terdaftar dan memiliki KMS dengan seluruh jumlah

balita yang ada di wilayah kerja Posyandu.

Rumus :

Liputan Program = K/S X 100%

Target Indonesia Sehat 2010 ( K/S ) = 80 %

2). Tingkat Kelangsungan Penimbangan ( D/K )


Indikator ini merupakan kemantapan pengertian dan motivasi orang tua balita untuk

menimbangkan anak secara teratur setiap bulannya, yaitu dengan cara menghitung

perbandingan jumlah balita yang datang dan ditimbang dengan jumlah balita yang terdaftar

dan memiliki KMS.

Rumus :

Tingkat Kelangsungan Penimbangan = D/K X 100%

Target Indonesia Sehat 2010 ( D/K ) = 60 %

3). Partisipasi masyarakat ( D/S )

Indikator ini menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam program kegiatan

posyandu, yaitu dengan menghitung perbandingan antara jumlah balita yang datang dan

ditimbang dengan jumlah seluruh balita yang ada diwilayah kerja Posyandu.

Rumus :

Partisipasi masyarakat = D/S X 100%

Target Indonesia Sehat 2010 ( D/S ) = 80 %

4). Dampak Program ( N/D )

Indikator dampak program dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah balita

yang naik timbangannya dengan balita yang datang dan ditimbang.

Rumus :

Dampak Program = N/D X 100%

Target Indonesia Sehat 2010 ( N/D ) = 80 %

5). Tingkat Pencapaian Program ( N/S )

Indikator ini diartikan sebagai keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai program

posyandu. Tingkat pencapaian program dapat di klasifikasikan menjadi dua kategori

Posyandu berhasil bila N/S lebih dari atau sama dengan 40% dan Posyandu kurang berhasil

bilai nilai N/S kurang dari 40%.


Rumus :

Tingkat pencapaian program = N/S X 100

Target Indonesia Sehat 2010 ( N/S ) = 40 %

Kemenkes (2012) menyatakan :

D/S merupakan indikator partisipasi masyarakat, dan N/D merupakan indikator keberhasilan

program.

2.3.8 Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Posyandu

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan dalam program kesehatan

seperti kepatuhan pengobatan dan kunjungan Posyandu menurut Zulkifli (2008) adalah:

1) Jenis atau Tipe Demografi, seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosio

ekonomi, pendapatan dan pendidikan.

2) Indikator Outcome dari Program, seperti keparahan penyakit atau meningkatnya

kemampuan peserta posyandu setelah mengikuti kegiatan posyandu.

3) Kinerja petugas posyandu, kader maupun tenaga kesehatan yang bertugas di

posyandu akan menentukan angka kunjungan posyandu, dalam hal ini keaktifan,

hubungan dengan peserta dan kompetensi petugas menentukan indikator tersebut.

4) Bentuk Program Kegiatan, seperti kompleksitas program dan bentuk keterpaduan

program posyandu yang kurang baik akan menentukan tingkat kunjungan posyandu.

5) Psikososial, seperti intelegensia, pengetahuan, sikap, dukungan lingkungan terhadap

pelayanan tenaga kesehatan, penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit,

keyakinan agama atau budaya dan biaya finansial dan lainnya akan turut mewarnai

kepatuhan dalam program kesehatan.


Faktor kunjungan posyandu mencakup berbagai aspek, menurut Notoatmodjo (2012)

dalam ranah psikomotor, kunjungan posyandu ditentukan oleh faktor perilaku kesehatan,

yaitu;

1. Menurut Lawrence Green

Green (1991) dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan konsep dan model rencana

pengkajian perilaku kesehatan dengan Konsep PRECEDE yaitu Predisposing, Reinforcing

and Enabling Construc in Health Education and Environtmental Diagnosis and Evaluation.

Model ini memberi gambaran luas untuk mengkaji perilaku kesehatan dan kualitas hidup

serta untuk merencanakan, implementasi dan evaluasi. Dalam mengkaji kesehatan, Green

(1991) menyatakan bahwa kesehatan individu dipengaruhi perilaku (behaviour causes) dan di

luar perilaku (non behavior causes). Analisa tentang perilaku kesehatan ditentukan 3 faktor,

yaitu;

a. Faktor Predisposisi (Predispocing Factor)

Yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu.

Yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan yaitu hasil tahu dan terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu sehingga memahami dan mampu

menginterpretasikan materi yang diterimanya, sikap merupakan reaksi atau respons seseorang

yang masih tertutup terhadap stimulus (objek), persepsi, kepercayaan yaitu objek yang

diwariskan oleh leluhur yang dianggap mempunyai nilai atau keistimewaan serta nilai

masyarakat atau sesuatu yang dianggap baik dan buruk.

b. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Yaitu faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku.

Faktor ini adalah faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik yang meliputi tersedia atau

tidak tersedianya fasilitas kesehatan, ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak
maupun biaya dan sosial serta adanya peraturan dan komitmen masyarakat yang

memungkinkan sebuah perilaku (Notoatmodjo, 2010).

c. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Yaitu faktor yang memperkuat atau memperlunak terjadinya perilaku. Faktor penguat

meliputi pendapatan, dukungan, kritik, baik dari keluarga atau teman, termasuk sikap dan

perilaku petugas kesehatan sebagai kelompok referensi masyarakat. Faktor ini memberi

dukungan untuk mempertahankan perilaku sehat. Penguatan dapat berasal dari individu atau

kelompok dan institusi di masyarakat (Notoatmodjo, 2012).

2. Menurut Rogers

Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2012) menuliskan bahwa terbentuknya perilaku

melalui proses berurutan (akronim AIETA):

a) Awareness (kesadaran); keadaan menyadari untuk mengetahui dan memahami

terlebih dahulu tentang stimulus (objek).

b) Interest (merasa tertarik); keadaan untuk tertarik terhadap stimulus (objek) yang ada.

c) Evaluation (menimbang-nimbang); keadaan menimbang tentang baik dan buruknya

stimulus bagi individu. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d) Trial; tahap mencoba oleh subjek untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang

dikehendaki stimulus.

e) Adoption; tahap dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.


BAB III

METODE EVALUASI

3.1 Tolak Ukur Penilaian

Evaluasi dilakukan pada Program Gizi khususnya subprogram persentase balita

ditimbang yang naik berat badannya (N/D) di Puskesmas Pulogebang. Adapun sumber

rujukan tolak ukur penilaian yang digunakan adalah Laporan Standar Pelayanan Minimal

Puskesmas Kelurahan Pulogebang dengan indikator persentase balita wasting.

3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan berupa :

1. Sumber data sekunder

a. Standar Pelayanan Minimal (SPM)

3.3 Cara Analisis

Evaluasi Program Gizi khususnya subprogram persentase balita ditimbang yang naik

berat badannya (N/D) di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Kota Karang

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Menetapkan tolak ukur dari unsur keluaran

Langkah awal untuk dapat menentukan adanya masalah dari pencapaian hasil output

adalah dengan menetapkan tolak ukur atau standar yang ingin dicapai.

2. Membandingkan pencapaian keluaran program dengan tolak ukur keluaran. Bila

terdapat kesenjangan, ditetapkan sebagai masalah. Setelah diketahui tolak ukur,

selanjutnya adalah membandingkan hasil pencapaian keluaran Puskesmas (output)

dengan tolak ukur tersebut. Bila pencapaian keluaran Puskesmas tidak sesuai dengan

tolak ukur, maka ditetapkan sebagai masalah.


3. Menetapkan prioritas masalah masalah-masalah pada komponen output tidak

semuanya dapat diatasi secara bersamaan mengingat keterbatasan kemampuan

Puskesmas. Oleh sebab itu, ditetapkan prioritas masalah yang akan dicari solusi untuk

memecahkannya.

4. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan.

Untuk menentukan penyebab masalah yang telah diprioritaskan tersebut, maka

dibuatlah kerangka konsep masalah. Hal ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor

penyebab masalah yang telah diprioritaskan tadi yang berasal dari komponen sistem

yang lainnya, yaitu komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik. Dengan

menggunakan kerangka konsep diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat

diketahui dan diidentifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal.

5. Identifikasi penyebab masalah

Berbagai penyebab masalah yang terdapat pada kerangka konsep selanjutnya akan

diidentifikasi. Identifikasi penyebab masalah dilakukan dengan membandingkan

antara tolak ukur atau standar komponen-komponen input, proses, lingkungan dan

umpan balik dengan pencapaian di lapangan. Bila terdapat kesenjangan, maka

ditetapkan sebagai penyebab masalah yang diprioritaskan tadi. Analisis penyebab

masalah dilakukan dengan menggunakan diagram fishbone.

Diagram fishbone merupakan suatu alat visual untuk mengidentifikasi,

mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab

yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Konsep dasar dari diagram 

fishbone adalah permasalahan mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram

atau pada bagian kepala dari kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan

digambarkan pada sirip dan durinya. Kategori penyebab permasalahan yang sering

digunakan meliputi minute (waktu), materials (bahan baku), machines and


equipmen, manpower (sumberdaya manusia), methods (metode), Mother Nature/

environment (lingkungan), dan measurement (pengukuran). Ketujuh penyebab

munculnya masalah ini sering disingkat dengan 7M. Dalam analisis penyebab

masalah pada tulisan ini digunakan kategori 5 M (Man, Money, Material, Method,

Machine).

Setelah didapatkan faktor-faktor penyebab masalah selanjutnya ditentukan prioritas

faktor penyebab masalah dengan menggunakan teknik kriteria matriks. Untuk

menyusun prioritas masalah ada beberapa indikator yang sering dipergunakan yaitu :

a. Severity (S) yaitu berat tingginya masalah yang dihadapi, serta seberapa jauh

akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut.

b. Prevalence (P), jumlah suatu masyarakat yang terkena masalah, semakin besar

maka semakin harus diprioritaskan.

c. Rate of increase (RI) yaitu jumlah kenaikan angka penyakit dalam periode waktu

tertentu.

d. Degree of unmeet need (DU) yaitu adanya keinginan/dorongan besar dari

masyarakat agar masalah tersebut dapat segera diselesaikan.

e. Social Benefit (SB), sejauh mana keuntungan sosial yang diperoleh dari

penyelesaian masalah tersebut.

f. Public concern (PB), menyangkut besarnya keprihatinan masyarakat terhadap

suatu masalah.

g. Political climate (PC), besarnya dukungan politik dari pemerintah sangat

menentukan besarnya keberhasilan penyelesaian masalah.

h. Technical feasibility (T), ketersediaan teknologi dalam mengatasi suatu masalah.

i. Resource availability (R), menyangkut ketersediaan sumber daya yang dapat

dipergunakan untuk menyelesaikan suatu masalah.    


6. Identifikasi Alternatif cara pemecahan masalah

Setelah diketahui semua penyebab masalah, dicari dan dibuat beberapa alternative

pemecahan masalah. Alternatif-alternatif pemecahan masalah tersebut dibuat untuk

mengatasi penyebab-penyebab masalah yang telah ditentukan. Alternatif pemecahan

masalah ini dibuat dengan memperhatikan kemampuan serta situasi dan kondisi

Puskesmas.

7. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah

Dari berbagai alternative cara pemecahan masalah yang telahdibuat, maka akan dipilih

satu cara pemecahan masalah (untuk masing-masing penyebab masalah) yang dianggap

paling baik dan memungkinkan.

Pertama ditetapkan nilai efektifitas untuk setiap alternatif jalan keluar, yakni dengan

memberikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai angka 3(paling efektif). Prioritas

jalan keluar adalah yang nilai efektifitasnya paling tinggi. Untuk menilai efektifitas

jalan keluar, diperlukan criteria tambahan sebagai berikut:

1. Besarnya masalah yang dapat di selesaikan (Magnitude). Makin besarmasalah yang

dapatdiatasi, makin tinggi prioritas jalan keluar tersebut.

2. Pentingnya jalan keluar (Importancy). Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan

kelangsungan masalah. Makin baik dan sejalan selesainya masalah, makin penting

jalan keluar tersebut.

3. Sensitifitas jalan keluar (Vulnerrability). Sensitifitas dikaitkan dengan kecepatan

jalan keluar dalam mengatasi masalah, makin cepat masalah teratasi, makin sensitif

jalan keluar tersebut.

Selanjutnya ditetapkan nilai efisiensi (efficiency) untuk setiap alternative jalan keluar.

Nilai efisiensi biasanya dikaitkan dengan biaya (cost ) yang diperlukan untuk

melaksanakan jalan keluar. Makin besarbiaya yang diperlukan makin tidak efisien jalan
keluar tersebut. Beri angka 1 (biaya palingsedikit) sampai angka 5 (biaya paling besar).

Nilai prioritas (P) dihitung untuk setiap alternative jalan keluar. Dengan membatasi

hasil perkalian nilai MxIxV dengan C. jalan keluar dengan nilai P tertinggi, adalah

prioritas jalan keluar terpilih.

Capaian Persentase Balita Wasting


Sasaran balita 4520 dalam 1 tahun.
Target tidak boleh >10% / 452 dalam 1 tahun. Jika melebihi sasaran, semakin jelek.

BULAN Persentase Angka Persentase Target


JANUARI 9,5% (43) 0,79
FEBUARI 9,5% (43) 1,58
MARET 9,5% (43) 2,37
APRIL 9,5% (43) 3,16
MEI 9,5% (43) 3,85
JUNI 9,5% (43) 4,74
JULI 9,5% (43) 5,53
AGUSTUS 9,5% (43) 6,32
SEPTEMBER 9,5% (43) 7,1
OKTOBER 9,5% (43) 7,9
NOVEMBER 9,5% (43) 8,69
DESEMBER 9,5% (43) 9,48
JUMLAH
BAB IV

GAMBARAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS KELURAHAN PULOGEBANG

4.1 Data Geografis Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Pulogebang

Wilayah Kelurahan Pulo Gebang terletak di Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.


berbatasan dengan kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kelurahan Pulo
Gebang 685,81 HA atau km2 atau merupakan Kelurahan dengan wilayah terluas
peringakat sepuluh se DKI Jakarta, dan terluas ke tiga di Jakarta Timur setelah Halim dan
Cakung Timur. Terbagi dalam 17 RW dan 201 RT. Berikut adalah gambaran pemetaan
wilayah Kecamatan Cakung.

Gambar 4.1 Peta wilayah administrasi Kecamatan Teluk Betung Timur

Adapun batas-batas dari wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Pulogebang


Utara : Kelurahan Cakung Barat, Cakung Timur dan Ujung Menteng
Timur : Kelurahan Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit
Selatan : Kabupaten Bekasi
Barat : Kelurahan Penggilingan
Terdapat beberapa kantor pemerintahan dan fasilitas umum di Kelurahan Pulo Gebang
diantaranya:
- Kantor Wali Kota Jakarta Timur

- Kantor Kelurahan Pulo Gebang


- Balai Diklat Keagamaan

- Kantor Badan Pertanahan Nasional Jakarta Timur

- Stasiun Cakung

- Terminal Terpadu Pulo Gebang

- Rusun seruni

- Rusun Rawa Bebek

- Rusun Pulo Gebang

a. Gambaran Umum Puskesmas


Puskesmas Kelurahan Pulo Gebang dibawahi oleh Puskesmas Kecamatan
Cakung dan dipimpin oleh Kepala Satuan Pelayanan Puskesmas Pulo Gebang.
- Puskesmas Kelurahan Pulo Gebang berlokasi di Jalan Stasiun Cakung Km 4, RT
06, Rw 03 Kelurahan Pulo Gebang, Kota Administrasi Jakarta Timur Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
- Pada Tahun 2018 Puskesmas Kelurahan Pulo Gebang pindah sementara ke Jalan Rawa
kuning RT 03, Rw 07 Kelurahan Pulo Gebang hingga sekarang.
- Puskesmas Kelurahan Pulo Gebang menerapkan Pengelolaan Keuangan – Badan Layanan
Umum Daerah ( PK-BLUD)
- Bangunan Puskesmas Kelurahan Pulo Gebang terdiri dari 2 lantai :

1) Lantai 1 : Loket pendaftaran dan sekaligus penyimpanan buku


status/rekam medis , Kepegawaian, BPU 1, BPG, Poli Gizi, Poli
KI, Poli KA, Poli KB, Poli Tindakan, Poli Lansia.
2) Lantai 2 : BPU 2, Poli MTBS, Pelayanan Obat, Gudang Obat, Poli TB,
Kesling, Ruang Kerja Kepala Puskesmas, Poli Jiwa, Poli PKPR.
Gudang
BAB V

HASIL EVALUASI

5.1. Identifikasi Masalah

Anda mungkin juga menyukai