Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MAKALAH FARMAKOTERAPI II

KELOMPOK 11
( TERAPI OBESITAS )
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah farmakoterapi II

Disusun oleh :
1. Camelia Noor Rahmawati ( E0020012 )
2. Julio Candra Wiguna ( E0020028 )
3. Nur Putri Oktaviana ( E0020041 )
4. Rifna wati ( E0020045 )
5. Tika Amelia ( E0020051 )

Dosen Pengampu : apt. Endang Istriningsih M.Sc

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PRODI FARMASI S1
UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI
2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang
memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak -Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah mengenai “Obesitas”.
Tugas ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk
mendapatkan nilai pada mata kuliah farmakoterapi, Program Studi, Fakultas,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Telogorejo. Penulis menyadari bahwa
terselesaikannya tugas ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan
dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti menyampaikan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi ketenang hati dalam membantu
kelancaran pembuatan tugas makalah ini.
2. Lingga Agung, S.I.Kom., M. Sn selaku dosen mata kuliah yang selalu
memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan tugas makalah ini.
3. Teman-teman program studi yang telah memberi semangat kepada penulis
dala mengerjakan tugas makalah ini.
4. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini yang tidak
mungkin disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa hasil pengamatan ini masih jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap
semoga tugas makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu.

Slawi, 21 September 2022,

Kelompok 11

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................6
C. Tujuan....................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................7
A. Pengertian Obesitas................................................................................................7
B. Epidimiologi...........................................................................................................8
C. Etiologi.................................................................................................................10
D. Patofisiologi.........................................................................................................13
E. Tata Laksana Farmakologis dan Non-Farmakologis............................................16
BAB III PENUTUP.........................................................................................................22
A. Kesimpulan..........................................................................................................22
B. Saran....................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................24

3
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obesitas menjadi masalah di berbagai belahan dunia dimana
prevalensinya meningkat dengan cepat, baik di negara maju maupun negara
berkembang. Diperkirakan 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia
mengalami berat badan berlebih (overweight) dan kekurangkurangnya
400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015 diperkirakan 2,3
miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta diantaranya
obesitas (Anonim, 2009). Terjadinya peningkatan obesitas di seluruh dunia
memiliki dampak penting pada gangguan kesehatan dan penurunan kualitas
hidup. Obesitas memiliki kontribusi penting terhadap kejadian penyakit
kardiovaskuler, diabetes mellitus tipe 2, kanker, osteoarthritis, dan sleep
apnea di seluruh dunia (Seidell dan Halberstadt, 2015).
Saat ini Indonesia masih sedang berada dalam era transisi
epidemiologi gizi, dimana angka stunting (pendek dibanding usia) pada anak
bawah lima tahun (BALITA) sebesar 37,2% dan wasting 18,5%, sedangkan
gizi lebih sudah mencapai 11,9%. Sehingga saat transisi ini, Indonesia
mengalami beban ganda dengan berbagai implikasinya terhadap derajat
kesehatan masyarakat. Di Indonesia meskipun kemiskinan dan gizi buruk
merupakan permasalahan yang utama, namun angka individu obesitas
juga menjadi perhatian karena prevalensinya meningkat hampir disetiap
kelompok populasi baik pada masyarakat perkotaan maupun pedesaan
(Roemling & Qaim, 2011).
Kelebihan gizi pada Balita akan berdampak terus sampai dewasa.
Kelebihan zat gizi ini dikenal dengan overweight dan obesitas. Obesitas
jarang sekali dibicarakan sebelum abad ke-20 karena di waktu itu sebagian
besar penduduk dunia masih menderita kekurangan gizi. Sehingga
peningkatan berat badan penduduk masih merupakan pertanda peningkatan
status kesehatan dan ekonomi suatu masyarakat. Baru sejak 25 tahun terakhir
ini permasalahan obesitas dan dampaknya semakin meningkat dibahas dalam

4
berbagai pertemuan ilmiah dan perencanaan kesehatan masyarakat di dunia.
Mekanisme dasar dari terjadinya kelebihan berat badan sampai obesitas
adalah ketidakseimbangan masukan energi dan pengeluarannya. Penyebab
dari ketidakseimbangan tersebut adalah mudahnya akses dan variasi jenis
makanan yang kaya energi. Sebaliknya oleh kemajuan teknologi dan
perubahan gaya hidup terjadi penurunan pengeluaran energi dari 1,69
kkal/menit/KgBB menjadi 1,57 kkal/menit/KgBB.
Obesitas dapat menyebabkan konsekuensi kesehatan yang serius,
sebab merupakan faktor risiko terjadinya penyakit degeneratif. Akumulasi
lemak yang berlebihan di jaringan adiposa dapat menyebabkan kesakitan
dan kematian. Masalah kesehatan yang berhubungan dengan obesitas
termasuk diantaranya gangguan kardiovaskular seperti hipertensi, stroke,
dan penyakit jantung koroner, serta kondisi yang berhubungan dengan
resistensi insulin seperti diabetes melitus tipe 2, dan beberapa tipe kanker
(Medina-Remón et al, 2018). Obesitas juga berhubungan dengan
peningkatan inflamasi dan metabolisme tubuh yang abnormal, sehingga
meningkatkan risiko resistensi insulin, diabetes melitus tipe 2, stroke,
dan penyakit kardiovaskular (Munro et al, 2011).
Keadaan obesitas juga dapat menimbulkan pandangan negatif
terhadap tubuh. Menurut Piotrowski (2010), individu obesitas terutama
wanita sering bermasalah dengan selfimage, dimana wanita cenderung
memberi evaluasi negatif terhadap dirinya.sendiri. Pandangan negatif
terhadap tubuh ini dialami oleh ketiga subjek. Subjek pertama memandang
tubuhnya tidak menarik, subjek kedua dan ketiga memandang bahwa
tubuh mereka besar sekali. Menurut Chang dkk (2009), individu yang
memandang fisiknya negatif dapat memunculkan perasaan malu dan
frustrasi serta menimbulkan perilaku negatif yang diekspresikan seperti
tidak menyukai bentuk tubuh, berharap memiliki tubuh yang lebih kecil dan
merasa iri terhadap individu yang lebih kurus.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, makalah diarahkan pada
kesantunan berbahasa. Diharapkan agar pembaca mengetahui tentang prinsip

5
kesantunan berbahasa dan diharapkan agar ada peneliti-peniliti yang dapat
terus mengkaji dan meneliti tentang topik tersebut lebih lanjut dan rinci
karena artikel ini menggunakan studi pustaka sebagai teknik pengumpulan.
Makalah ini berjudul “Obesitas”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah
untuk mengetahui:
1. Apa pengertian dari obesitas?
2. Bagaimana epidimiologi obesitas?
3. Apa etiologi obesitas?
4. Apa patofisiologi obesitas?
5. Bagaimana tata laksana farmakologis terhadap obesitas?
6. Bagaimana tata laksana non-farmakologis terhadap obesitas?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan pada makalah ini adalah untuk
mengetahui:
1. Pengertian dari obesitas
2. Epidimiologi obesitas
3. Etiologi obesitas
4. Patofisiologi obesitas
5. Tata laksana farmakologis obesitas
6. Tata laksana non-farmakologis obesitas

6
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Obesitas
Obesitas merupakan suatu keadaan yang terjadi jika kuantitas
jaringan lemak tubuh dibandingkan dengan berat badan total lebih besar dari
keadaan normalnya, atau suatu keadaan di mana terjadi penumpukan lemak
tubuh yang berlebih sehingga berat badan seseorang jauh di atas normal.
Obesitas merupakan penyakit yang kompleks dan multifaktorial yang ditandai
dengan kelebihan berat badan karena adanya penumpukan lemak yang
berlebihan di dalam tubuh. Obesitas banyak didefinisikan menurut standar
indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh adalah nilai berat badan
dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat. Menurut
WHO (1995) kategori obesitas adalah apabila seseorang memiliki indeks
massa tubuh ≥ 30 kg/m2, sementara itu menurut Gurrici (1998) obesitas pada
orang Indonesia adalah mereka yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) ≥
27 kg/m2. Pada tahun 2004 WHO menjadikan nilai indeks massa tubuh ≥
25 kg/m2 masuk dalam kategori obesitas untuk populasi Asia. Menurut
Riskesdas nilai ambang indeks massa tubuh (IMT) untuk obesitas adalah ≥
27 kg/m2.
Obesitas disebabkan oleh tidak seimbangnya jumlah energi yang
masuk dan jumlah energi yang dikeluarkan sehingga berat badan menjadi
lebih berat dibandingkan berat badan ideal karena adanya penumpukan
lemak di dalam tubuh (Wijaksana, 2016). Obesitas dapat terjadi karena
adanya ketidakseimbangan antara energi dari makanan yang masuk lebih
besar disbanding dengan energi yang digunakan tubuh (Sandjaja dan
Sudikno, 2014). Individu obesitas cenderung makan berlebihan dan
kurang melakukan aktivitas maupun latihan fisik (Misnadiarly, 2007),
meski demikian obesitas tidak disebabkan oleh satu faktor saja,
melainkan beberapa faktor. Elvira (2007) memaparkan bahwa obesitas
disebabkan oleh hubungan yang kompleks antara faktor genetik, fisiologik,
metabolik, psikologik, sosioekonomik, gaya hidup dan faktor budaya.

7
Obesitas dapat memberikan konsekuensi negatif bagi keadaan
fisik seseorang karena berkaitan dengan peningkatan risiko terkena berbagai
penyakit kronik, antara lain hipertensi, gangguan pernafasan, diabetes,
gangguan tidur, kolesterol tinggi, serta kanker (Elvira, 2007). Obesitas juga
memberi konsekuensi sosial bagi individunya, mereka rentan terkena stigma
negatif dari masyarakat. Saat individu mengalami kejadian atau pengalaman
kurang menyenangkan, seringkali individu mengatasinya dengan berusaha
menemukan makna, dengan memaknai pengalaman kurang menyenangkan
maka individu dapat meningkatkan kemampuan untuk mengontrol
pengalamannya tersebut berkaitan dengan penelitian ini, maka individu
obesitas yang dapat memaknai keadaan obesitasnya menunjukkan bahwa
individu tersebut dapat mengontrol pengalaman kurang menyenangkan
terkait dengan keadaan obesitasnya.

B. Epidimiologi
Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar. Di
negara maju permasalahan kesehatan akibat obesitas saat ini melebihi
masalah kesehatan akibat rokok dan alkohol. Beberapa ahli menyebutkan
obesitas sudah suatu epidemi bahkan ada yang menyebutnya dengan
pandemi. Peningkatan prevalensi dari insiden obesitas di negara maju dan
berkembang sudah terjadi sejak 25 tahun terakhir. Dari publikasi di The
Lancet Juni 2016 melaporkan bahwa pada tahun 1980 ditemukan 1,225
milyar orang dewasa di dunia sudah menderita kelebihan berat badan dan
obesitas. Pada tahun 2011 meningkat menjadi 1,6 milyar orang dewasa
mengalami kelebihan berat badan dan 400 juta sudah obesitas. Kemudian
pada tahun 2013 menjadi 2,3 milyar orang dengan kelebihan berat badan dan
700 juta sudah obesitas. Menurut World Health Organization (WHO) pada
tahun 2016 lebih dari 650 juta jiwa di dunia menderita obesitas.
Di berbagai negara maju dan berkembang juga memperlihatkan
bahwa peningkatan prevalensi obesitas seperti di Amerika Serikat dari tahun
1960-1980 terjadi peningkatan dari 2-9% menjadi 15%. Pada dekade 1980-

8
1990 prevalensi obesitas ini meningkat dari 15% menjadi 20%. Sehingga
pada tahun 2000 prevalensi obesitas pada orang dewasa sudah menjadi 30%.
Bahkan obesitas grade III (BMI ≥40) meningkat dari 1,3% pada tahun 1970
menjadi 4,7% di tahun 2000. Sebanyak 13% dari total populasi orang obesitas
di dunia ada di Amerika Serikat. Akibat meningkatnya populasi obesitas,
maka berbagai penyakit kronik degeneratif yang disebabkan oleh obesitas
akan meningkat. Diperkirakan sebanyak 400.000 orang per tahun terjadi
kematian dini akibat penyakit tersebut (Ezzati & Riboli, 2013).
Di Inggris, peningkatan prevalensi obesitas juga terjadi hampir 2-3
kali lipat dalam kurun waktu 20 tahun. Pada tahun 1980 ditemukan pria
dewasa menderita 6% dan wanita dewasa sebesar 8%. Di tahun 2000
prevalensi obesitas meningkat menjadi 21% dari penduduk dewasa di Inggris.
Hal yang menarik di Inggris pada tahun terakhir ini prevalensi obesitas pria
dan wanita dewasa sudah makin tidak berbeda. Di Brazil obesitas merupakan
epidemi, sehingga mereka tangani sesuai dengan kaidah penyakit yang
tingkat statusnya epidemi. Hasil 2 survei dalam 4 tahun terakhir ini
ditemukan peningkatan prevalensi kelebihan berat badan dari 43% menjadi
48%, sedangkan obesitas meningkat dari 11% menjadi 15%. Dalam kurun
waktu 20-25 tahun terakhir ini, China merupakan negara yang begitu
meningkat perkembangan ekonominya. Di kota besar China sudah terjadi
peningkatan prevalensi obesitas mencapai 12,3% pada orang dewasa.
Sebaliknya di Australia sebanyak 28% pria dan 30% wanita sudah mengalami
obesitas (NCD-RisC, 2010).
Prevalensi obesitas di Indonesia cenderung mengalami kenaikan
dari tahun ke tahun. Di Indonesia sejak Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) kedua sudah mulai ada data kelebihan berat badan dan obesitas ini
sejak dilaksanakan Riset Kesehatan Dasar pada 2007 sampai dengan Riset
Kesehatan Dasar pada 2013. Menurut Riskesdas prevalensi obesitas laki laki
dewasa di Indonesia adalah sebesar 19,7%, angka tersebut lebih tinggi
daripada prevalensi obesitas pada laki laki dewasa Indonesia di tahun 2010
yaitu sebesar 7,8% dan di tahun 2007 yaitu sebesar 13,9%. Prevalensi

9
obesitas perempuan dewasa di Indonesia pun mengalami kenaikan dari tahun
2007 sebesar 13,9% menjadi 15,5% di tahun 2010 dan menjadi 32,9% di
tahun 2013.
Propinsi yang cukup tinggi prevalensi obesitasnya adalah Sulawesi
Utara, Gorontalo, Kalimantan Timur dan DKI Jakarta. Menurut Rachmi et
al, prevalensi obesitas pada penduduk yang tinggal di daerah kota lebih besar
dibandingkan mereka yang tinggal di daerah desa dan mereka yang
memiliki status ekonomi lebih tinggi cenderung lebih beresiko mengalami
obesitas. Dari data Riskesdas 2013, balita gemuk/obesitas sudah ditemukan
sebesar 11,8%, usia 5-12 tahun sebesar 8% obesitas, usia 13-15 tahun sebesar
2,5% sudah obesitas dan menurun pada usia 16-18 tahun menjadi 1,6%.
Namun setelah dewasa obesitas ini menjadi meningkat kembali.

C. Etiologi
Keseimbangan energi dalam tubuh dipengaruhi oleh konsumsi
kalori yang terlalu berlebihan jika dibandingkan dengan kebutuhan energi
atau pemakaian energi. Tingkat energi dalam tubuh diperoleh dari asupan
zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat, lemak dan protein.
Kebutuhan energi ditentukan dari energi basal, aktifitas fisik, dan
thermic, effect of food (TEF) (Soegih & Wiramihardja, 2009). Obesitas
dikaitkan dengan banyaknya lemak dalam tubuh. Akumulasi lemak
dalam sel lemak menyebabkan pembesaran dan peningkatan volume sel
lemak/adiposity, perubahan jaringan preadiposit menjadi adiposity dan
bertambahnya jumlah sel jaringan lemak sehingga menyebabkan obesitas
(Lestari & Helmiyati, 2018). Etiologi obesitas sangat multifaktorial.
Etiologi dari obesitas menurut Proverawati (2010) yaitu:
1. Faktor Genetik
Faktor gen atau keturunan berpengaruh terhadap bakat
seseorang untuk menjadi gemuk. Adanya mutasi pada gen
menyebabkan kelainan reseptor otak terhadap asupan makanan
yang ditandai dengan kemampuan dalam meningkatkan atau

10
menghambat asupan makanan. Faktor transkripsi gen dapat
mempengaruhi pembentukan sel lemak terhadap status gizi
seseorang sehingga individu yang berasal dari keluarga obesitas
memiliki kemungkinan obesitas 2-8 kali lebih besar dibandingkan
dengan keluarga yang tidak obesitas (Soegih & Wiramihardja,
2009). Menurut Loos et al penelitian pada keluarga dan anak kembar
menunjukkan bahwa faktor genetik berperan hingga 40-70% dalam
obesitas.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, gaya hidup
dan konsep berpikir bahwa berat badan adalah indikator tingkat
kesejahteraan hidup dan berat badan yang berlebihan atau gemuk
tidak akan menjadi masalah.
3. Faktor Psikis
Faktor psikis berkaitan dengan memberikan reaksi terhadap
gangguan emosi dengan pola makan. Salah satu bentuk gangguan
emosi adalah persepsi diri yang negatif. Otak menerima sinyal
(input) dari lingkungan dalam bentuk sinyal neural dan hormonal ,
kemudian otak akan memberikan respon untuk mencari atau
menjauhi makanan, pemilihan jenis makanan, porsi makanan,
lama makan dan digesti, absorbsi serta metabolisme zat gizi di
dalam tubuh.
4. Faktor Kesehatan
Beberapa penyakit dan kondisi dapat menyebabkan
obesitas. Penggunaan obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya
obesitas seperti golongan steroid dan beberapa anti depresant
yang dapat meningkatkan berat badan. Pola makan juga dapat
menjadi salah satu faktor terjadinya obesitas. Menurut Hariri
terdapat hubungan positif antara makanan tinggi lemak dengan
obesitas. Pemilihan sumber energi dengan kandungan nutrisi yang

11
kurang baik seperti makanan manis dan softdrink dan kurangnya
konsumsi buah berperan dalam mekanisme terjadinya obesitas.
5. Faktor Perkembangan
Faktor perkembangan berpengaruh terhadap obesitas sejak
perkembangan janin. Riwayat lahir BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah) dapat menjadi pemicu obesitas yaitu peningkatan lemak
tubuh yang lebih cepat dari masa otot walaupun asupan makanan
tidak berlebihan. Maka seseorang dengan riwayat BBLR memiliki
kemungkinan obesitas dibandingkan dengan yang normal (Soegih &
Wiramihardja, 2009).
6. Aktivitas Fisik
Kegemukan dan obesitas terjadi akibat asupan energi
lebih tinggi daripada energi yang dikeluarkan. Seseorang yang
kurang aktif memerlukan kalori dalam jumlah sedikit dibandingkan
orang dengan aktivitas tinggi. Sedentary life atau tidak melakukan
aktivitas fisik yang seimbang dan mengkonsumsi makanan yang
tinggi lemak, akan cenderung mengalami obesitas (Minarto, 2012).
Studi yang dilakukan oleh Jakicic pada tahun 2009 menyebutkan
bahwa aktivitas fisik berperan dalam pencegahan kenaikan berat
badan, penurunan berat badan dan pencegahan kenaikan berat badan
kembali dengan cara meningkatkan energy expenditure. Menurut
Jakicic aktivitas fisik juga berperan dalam menurunkan lemak
perut dan menurunkan resiko penyakit metabolik. Menurut Wiklund
di tahun 2016 dalam lima puluh tahun terakhir teknologi telah
banyak mempengaruhi hidup manusia dalam berbagai bidang
seperti transportasi dan pekerjaan rumah seperti mesin cuci, selain
itu teknologi juga cenderung membuat pola hidup manusia menjadi
sedimentary, sebagai konsekuensinya terjadi penurunan energy
expenditure.
Berdasarkan tempat penumpukan lemaknya, ada dikenal dengan
sebutan obesitas sentral, yaitu obesitas yang menyerupai bentuk apel yang

12
mana lemak disimpan pada pinggang dan rongga perut. Penumpukan
lemak tersebut terjadi akibat adanya lemak berlebihan pada jaringan
lemak subkutan dan lemak visceral perut. Obesitas sentral dikatakan
lebih berisiko mengalami gangguan kesehatan terutama yang
berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler (Sudargo et al, 2014). Obesitas
sentral disebabkan oleh berbagai faktor, seperti faktor lingkungan, faktor
perilaku, dan faktor genetik. Faktor lingkungan sebagai komponen yang
mempunyai pengaruh terhadap obesitas, dimaknai sebagai suatu hal yang
dapat mendorong seseorang dalam mengonsumsi makanan sehari-hari
yang kemudian akan berdampak ada terjadinya obesitas. Faktor
lingkungan tersebut dapat ditinjau dari faktor lingkungan sosial dan
budaya seseorang. Faktor lingkungan pula meliputi status sosial ekonomi,
pekerjaan, usia, tingkat pendidikan, dan jenis kelamin (Nurjanah dan
Wahyono, 2019).
Faktor yang berikutnya yang mempengaruhi derajat kesehatan
seseorang adalah faktor perilaku. Perilaku yang meningkatkan kesehatan
antara lain aktivitas fisik, gizi seimbang, tidur yang cukup, perilaku tidak
merokok, dan tidak mengonsumsi alkohol. Faktor selanjutnya adalah faktor
keturunan atau genetik. Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah
ada dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir, misalnya terdapat penyakit
yang berasal dari golongan penyakit keturunan, contohnya diabetes
melitus (Nurjanah dan Wahyono, 2019). Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk membandingkan karakteristik obesitas dan obesitas sentral
pada masyarakat perkotaan Indonesia, dengan menganalisis lanjutan data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) bidang biomedis.

D. Patofisiologi
Prinsip mendasar terjadinya obesitas adalah akibat dari
ketidakseimbangan ketiga komponen energi yang berpengaruh yaitu asupan
makanan, pengeluaran energi, dan penyimpanan energi. Hasil akhir dari
ketidakseimbangan antara asupan energi dengan pengeluaran energi

13
diakibatkan adanya asupan energi yang melebihi pengeluaran energi sehingga
akan menghasilkan penimbunan dalam jaringan lemak dan disimpan sebagai
cadangan energi di dalam tubuh. Selain ketidakseimbangan komponen energi
yang ada didalam tubuh, obesitas juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti faktor genetik, lingkungan dan kebiasaan, sosio-ekonomi dan budaya.
Gangguan pada sinyal leptin merupakan faktor lainnya dalam
proses terjadinya obesitas. Studi yang dilakukan oleh Rachmaandrappa et
al menyebutkan adanya mutasi pada gen leptin (LEP) menyebabkan
ketidakmampuan produksi leptin sehingga kadar leptin dalam tubuh sangat
turun. Mutasi yang terjadi pada receptor leptin di hipothalamus juga
menyebabkan tidak adekuatnya sinyal kenyang sehingga membuat
seseorang mengalami hiperfagi, pada kondisi ini kadar leptin dalam darah
tinggi namun tidak dapat melakukan kerjanya untuk menghambat nafsu
makan, kondisi ini disebut resistensi leptin. Leptin merupakan hormon yang
penting dalam metabolisme lemak. Leptin diproduksi oleh jaringan
adiposa sebagai sinyal kenyang. Leptin bekerja dengan sistem umpan
balik negatif, apabila pemasukan energi sudah terpenuhi maka jaringan
adiposa akan mengirimkan leptin kepada nukleus arkuatus di
hipothalamus untuk menekan nafsu makan. Seseorang dengan mutasi
pada gen leptin menyebabkan produksi leptin berkurang akan
mengakibatkan tidak adekuatnya penekanan nafsu makan di hipothalamus
sehingga orang tersebut akan terus makan walaupun sebenarnya
kebutuhan energinya sudah terpenuhi.
Keseimbangan energi pada tubuh diatur dan dipertahankan oleh
suatu titik acuan (set point) berada di hipotalamus untuk mendeteksi jumlah
simpanan energi (jaringan lemak) didalam tubuh serta mengatur asupan
makanan dan pengeluaran energi. Gen Ob dan produknya leptin sangat
berperan dalam pengaturan homeostasis energi dalam mengendalikan
komponen energi yaitu asupan makanan dan pengeluaran energi. Leptin
mengendalikan asupan energi dan pengeluaran energi melalui jalur
tersendiri. Leptin bekerja melalui jenjang kompleks pemberi sinyal yang

14
disebut sebagai sirkuit melanokortin sentral yang dikendalikan oleh leptin.
Ketika jaringan adiposa banyak di dalam tubuh, maka sekresi leptin akan
ditingkatkan agar berikatan dengan reseptor leptin yang berada di
hipotalamus. Ikatan ini akan merangsang pembentukan molekul-molekul
tertentu sehingga mengurangi asupan makanan. Peningkatan sekresi leptin
juga akan meningkatkan aktivitas dalam tubuh sehingga terjadi pembentukan
panas yang akan menyebabkan pengeluaran energi. Apabila simpanan
adiposit tidak memadai dalam tubuh, maka sekresi leptin akan menurun dan
asupan makanan akan meningkat. Aktivitas jalur ini akan seimbang pada
orang dengan berat badan yang normal dan stabil.
Berdasarkan patogenesisnya, obesitas digolongkan menjadi dua
bagian yaitu, metabolic obesity (obesitas metabolik) dan regulatory obesity
(obesitas reguler). Obesitas metabolik (metabolic obesity) merupakan obesitas
yang terjadi akibat kelainan metabolisme komponen nutrien utama dalam
makanan seperti karbohidrat dan lemak, misalnya obesitas yang terjadi
karena kelainan genetik. Obesitas reguler (regulatory obesity) terjadi akibat
gangguan pada pusat yang mengatur masukan makanan, seperti kerusakan
hipotalamus yang kejadiannya sangat jarang.
Berdasarkan teori sel lemak (Fat Cell Theory), yang pertama terjadi
bisa saja jumlah sel lemak normal tetapi terjadi hipertrofi pada sel tersebut.
Kedua, jumlah sel bisa meningkat/hiperplasi dan juga terjadi hipertrofi pada
sel. Obesitas yang terjadi pada anak terjadi hipertrofi dan hiperplasi sel,
sedangkan pada orang dewasa pada umumnya hanya terjadi hipertrofi sel
saja. Obesitas yang terjadi pada anak dan remaja merupakan asupan energi
atau kalori yang berlebihan terutama pada tahun-tahun awal kehidupan.
Rangsangan peningkatan jumlah sel terutama terjadi pada masa anak-anak
dan remaja terus berlanjut sampai dewasa. Pada masa dewasa ketika terjadi
penurunan berat badan mengakibatkan bentuk sel lemak yang berkurang
bukan pada jumlah sel lemaknya.
Pada obesitas, proses penimbunan lemak dalam sel sehingga
terjadi hipertrofi pada sel tersebut. Ketika hipertrofi sel lemak ini terjadi di

15
dalam tubuh pada tingkat tertentu, maka akan terjadi rangsangan
pembentukan sel lemak (adiposit) baru dari bakal sel lemak (preadiposit)
yang ada sehingga terjadinya hiperplasi sel. Protein ADRP (adipose
differentiation related protein) yang dihasilkan oleh retikulum endoplasmik
sel lemak dan peripilin membantu proses diferensiasi bakal sel lemak
(preadiposit) menjadi sel lemak (adiposit).
Arahan untuk orang dewasa direkomendasikan inisiasi program
gaya hidup komprehensif dengan bimbingan dokter secara konseling.
Memonitoring pasien setidaknya 14 kali dalam waktu 6 bulan. Tujuan
utamanya merupakan langkah untuk membantu pasien tetap patuh serta
memotivasi pasien. Tercatat setelah terapi diet rendah kalori dan olahraga
dipandu konseling selama 6 bulan dapat menurunkan berat rata-rata 8 kg
(17,6 lb) setelah 6 bulan.

E. Tata Laksana Farmakologis dan Non-Farmakologis


Penurunan berat badan yang sedang (moderate) serta
pengurangan obesitas sentral dikatakan akan tercapai dengan penggunaan
terapi farmakologi pada obesitas disamping manajemen perubahan pola
hidup yang intensif. Keuntungan lain yang dapat kita harapkan adalah
adanya perbaikan profil metabolik serta berkurangnya faktor resiko
kardiovaskular sebagai komplikasi obesitas yang juga menjadi target utama
terapi pada obesitas. Pilihan pengobatan yang tersedia untuk
penatalaksanaan obesitas kronis termasuk pengurangan asupan kalori,
intervensi gaya hidup komprehensif, farmakoterapi, peralatan medis yang
dapat ditanamkan, dan operasi bariatrik. Prinsip tata laksana obesitas pada
anak berbeda dengan orang dewasa karena faktor tumbuh kembang pada
anak harus dipertimbangkan. Tata laksana obesitas pada anak dan remaja
dilakukan dengan pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisis, mengubah
pola hidup (modifikasi perilaku), dan terutama melibatkan keluarga dalam
proses terapi. Pilihan terapi pada populasi obesitas dibagi atas tiga

16
tingkatan berdasarkan tingkatan IMT dan komorbiditas yang dijumpai
pada penderita obesitas. Tingkatan tersebut adalah:
1. Tingkatan (Grade) I
Pada tingkatan ini pasien masih dalam kategori pre-obesitas atau
lingkar pinggang yang mendekati batas obesitas sentral. Pada kondisi
ini yang harus dicari lebih dulu adalah apakah terdapat komorbid
yang dimiliki pasien tersebut. Manajemen yang dapat dilakukan
berupa perubahan pola hidup, pengaturan makan serta aktifitas fisik.
2. Tingkatan lI (Intervention Grade )
Kelompok populasi Eropa yang masuk ke tingkatan ini adalah
kelompok dengan IMT 30-35 kg/m2 atau IMT diatas 27 kg/m2
dengan adanya komorbid atau lingkar pinggang yang masuk kategori
Obesitas sentral. Pada populasi Asia yang masuk tingkatan ini adalah
IMT > 27,5 kg/m2 atau IMT 25-30 kg/m2 dengan lingkar pinggang
obesitas sentral atau terdapat komorbid.
3. Tingkatan IlI (Agresive fnturvention Grade)
Kelompok populasi yang masuk pada tingkatan ini adalah IMT > 35
kg/m2 dengan lingkar pinggang obesitas sentral ata:u adarrya
komormid pada populasi Eropa. Sedangkan pada populasi Asia IMT >
30 kg/m2 dengan lingkar pinggang obesitas sentral atau adanya
komorbid. Pada tingkatan ini manajemen harus dilakukan lebih
agresif.
Melihat tingkatan penatalaksanaan di atas dan Guideline American
Collegeof Physician dapat disimpulkan bahwa indikasi terapi farmakologi
pada pasien obesitas dapat diberikan pada kondisi:
1. Indeks Massa Tubuh (IMT) : 30 kg/m2 dan manajemen perubahan pola
hidup yang telah dilakukan selama 6 bulan tidak dapat menurunkan
berat badan.
2. Indeks MassaTubuh (IMT) : 27 kg/m2 disertai dengan adanya
komormid.

17
World Health Organization (WHO) merekomendasikan penggunaan
obat anti-obesitas pada orang dewasa dengan “BMI ≥ 27 kg/m2”, atau mereka
dengan “BMI ≥ 30 kg/m2”. Secara umum farmakoterapi untuk obesitas
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penekan nafsu makan (sibutramin),
penghambat absorbsi zat-zat gizi (orlistat), dan rekombinan leptin untuk
obesitas karena defisiensi leptin bawaan, serta kelompok obat untuk
mengatasi komorbiditas (metformin). Belum tuntasnya penelitian tentang
efek jangka panjang penggunaan farmakoterapi obesitas pada anak,
menyebabkan belum ada satupun farmakoterapi tersebut di atas yang
diijinkan pemakaiannya pada anak di bawah 12 tahun oleh U.S. Food and
Drug Administration sampai saat ini. Sejak tahun 2003, Orlistat 120 mg
dengan ekstra suplementasi vitamin yang larut dalam lemak disetujui oleh
U.S. Food and Drug Administration untuk tata laksana obesitas pada remaja
di atas usia 12 tahun.
Studi klinis menunjukkan bahwa orlistat dapat membantu
menurunkan berat badan dari 1,31sampai 3,37 kg lebih banyak dibandingkan
plasebo. Orlistat adalah salah satu obat yang disetujui secara klinis untuk
pengobatan obesitas, orlistat memiliki mekanisme penghambatan enzim
lipase pada saluran pencernaan lalu terjadi penghambatan absorpsi lemak
yang bersumber dari hidrolisis trigliserida. Efek jangka panjang pemberian
orlistat antara lain tinja berminyak, bercak berminyak, dan perut kembung.
sehingga potensi produk alami untuk pengobatan obesitas dapat menjadi
strategi alternatif yang sangat baik untuk pengembangan obat anti obesitas
yang aman dan efektif (Yuniarto et al., 2015). Sibutramin berfungsi
menimbulkan rasa kenyang dan meningkatkan pengeluaran energi dengan
menghambat ambilan ulang (reuptake) noraderenalin dan serotonin.
Penggunaan obat tersebut pernah diijinkan oleh U.S. Food and Drug
Administration pada remaja yang berusia ≥ 16 tahun.
Secara umum farmakoterapi obesitas dibagi atas obat yang
bekerja didaerah sentral dan yang bekerja diperifer, sedangkan
berdasarkan durasi penggunaannya dibagi atas penggunaan jangka pendek

18
dan penggunaan jangka panjang. Penggunaan obat anti-obesitas
dimaksudkan untuk mempermudah pengobatan, dengan patuh mengikuti
prinsip utama pengobatan. Hindari penggunaan jangka panjang karena
berisiko resistensi obat (Patonah, Elis Susilawati, 2017). Prinsip tata laksana
gizi lebih dan obesitas pada anak adalah menerapkan perilaku makan,
aktivitas yang benar, dan modifikasi perilaku dengan orangtua sebagai
panutan.
Orangtua, anggota keluarga, teman, dan guru harus dilibatkan
dalam tata laksana obesitas. Terapi intensif berupa farmakoterapi dan
terapi bedah dapat diterapkan dengan persyaratan pada anak dan remaja
obes yang mengalami penyakit penyerta dan tidak memberikan respons
pada terapi konvensional. Pencegahan terjadinya gizi lebih dan obesitas
terdiri dari 3 tahap, pencegahan primer dengan menerapkan pola makan
dan aktivitas yang benar sejak bayi, pencegahan sekunder dengan
mendeteksi early adiposity rebound, dan pencegahan tersier dengan
mencegah terjadinya komorbiditas.
Terapi nonfarmakologis termasuk pengurangan asupan kalori,
peningkatan aktivitas fisik, dan modifikasi perilaku adalah andalan
manajemen obesitas. Kombinasi ini, juga dikenal sebagai terapi gaya
hidup, direkomendasikan untuk semua pasien dengan kelebihan berat badan
dan obesitas oleh “The Endocrine Society Clinical Practice Guidelines for
the Pharmacological Management of Obesity”.
1. Pengurangan Asupan Kalori
Rekomendasi pengurangan asupan kalori melalui kepatuhan pada diet
rendah kalori, dengan pembatasan kalori perhari 500 hingga 750 kkal
(2.092-3.138 kJ), yang umumnya untuk wanita berkorelasi dengan total
asupan “1.200 hingga 1.500 kkal / hari”, untuk pria (5.021-6.276 kJ / hari)
dan “1.500 hingga 1.800 kkal / hari” (6.276-7.531 kJ / hari). Bila pasien
patuh akan menghasilkan penurunan berat badan rata-rata 8% setelah 6
bulan. Tidak dianjurkan diet rendah kalori kurang dari 800 kkal / hari
(3.349 kJ / hari), karena sangat sulit untuk diterapkan jangka pandang

19
mengingat kepatuhan pasien dalam menerapkan terapi. Tantangannya
adalah memonitoring kepatuhan pasien agar tetap konsisten terhadap
penurunan dan pemeliharaan berat badan yang berkelanjutan.
2. Intervensi Gaya Hidup Komprehensif
Intervensi gaya hidup komprehensif mencakup kombinasi dari
pengurangan asupan kalori, meningkatan aktivitas fisik, dan modifikasi
gaya hidup. Peningkatan aktivitas dengan berolahraga adalah faktor
penting dalam mencapai keseimbangan pengeluaran dan asupan energi
yang diperlukan untuk berat badan ideal. Melakukan aktivitas fisik
aerobic setidaknya selama 150 menit perminggu, dapat dilakukan
selama tiga sampai lima hari untuk orang dewasa, tambahan waktu
(200-300 menit/minggu) apabila diperlukan. Pasien harus tetap dibimbing
dan diberi motivasi untuk memulai secara perlahan dan intens, semua
pasien harus menjalani pemeriksaan medis terlebih dahulu sebelum
memulai program.
3. Terapi Diet
Salah satu upaya adalah dengan melakukan diet dan mengontrol asupan
makan, dengan gizi yang baik dan seimbang. Metoda diet piramida
mananan USDA, diet DASH. Diet meliputi penurunan kalori dan
keseimbangan komposisi makronutrien.
4. Oprasi Bariatrik
Sejalan dengan epidemiologi obesitas yang terus meningkat,
permintaan terkait operasi bariatric juga ikut meningkat secara derastis
selama dua dekade terakhir. Karena melalui oprasi ini merupakan
intervensi yang efektif untuk pengobatan obesitas tanpa melalui
berbagai program diet. Tetapi hanya direkomendasikan untuk
obesitas ekstrem dengan “BMI ≥40 kg / m2” atau “BMI ≥37,5 kg / m2”
di Amerika dan Asia, atau “BMI 32,5- 37,4 kg / m2” dengan penyakit
komplikasi seperti hipertensi, diabetes tipe 2 dan gangguan syndrome
metabolit. Pasien yang melakukan pembedahan/oprasi bariatrik perlu
memperhatikan resiko dan dapat mematuhi rencana perawatan pasca

20
operasi yang ekstensif, tindak lanjut disertai penyesuaian pola makan
dan gaya hidup yang diperlukan seumur hidup untuk memastikan
keberhasilan prosedur jangka panjang.

21
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Obesitas merupakan suatu keadaan yang terjadi jika kuantitas
jaringan lemak tubuh dibandingkan dengan berat badan total lebih besar
dari keadaan normalnya, atau suatu keadaan di mana terjadi penumpukan
lemak tubuh yang berlebih sehingga berat badan seseorang jauh di atas
normal.
2. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2016 lebih dari
650 juta jiwa di dunia menderita obesitas. Menurut Riset Kesehatan
Dasar prevalensi obesitas laki laki dewasa di Indonesia adalah sebesar
19,7%, angka tersebut lebih tinggi daripada prevalensi obesitas pada laki
laki dewasa Indonesia di tahun 2010 yaitu sebesar 7,8% dan di tahun
2007 yaitu sebesar 13,9%. Prevalensi obesitas perempuan dewasa di
Indonesia pun mengalami kenaikan dari tahun 2007 sebesar 13,9%
menjadi 15,5% di tahun 2010 dan menjadi 32,9% di tahun 2013.
3. Etiologi dari obesitas antara lain faktor genetik, faktor lingkungan, faktor
psikis, faktor kesehatan, faktor perkembangan, dan aktivitas fisik.
4. Obesitas berdasarkan patogenesisnya terdiri atas obesitas metabolic dan
obesitas reguler
5. Tata laksana obesitas dilakukan dengan pengaturan diet, peningkatan
aktivitas fisis, mengubah pola hidup (modifikasi perilaku), dan
terutama melibatkan keluarga dalam proses terapi.

B. Saran
Dengan demikian, berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan untuk
menanamkan pola hidup sehat agar terhindar dari obesitas selian itu jika telah
mengalami obesitas maka perlu pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisis,
mengubah pola hidup (modifikasi perilaku), dan terutama melibatkan
keluarga dalam proses terapi. Hasil penelitian ini semoga bermanfaat untuk

22
referensi yang berkaitan obesitas. Diperlukan studi lebih lanjut pada literatur
dari berbagai sumber terpercaya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2009). Obesitas dan Kurang Aktivitas Fisik Menyumbang 30%


Kanker.http://www.indonesia.go.id/id/index.php?
option=com_content&task=view&id=9398&Itemid=698.

Chang, C. T., Chang, K. H., & Cheah, W. L. (2009). Adult’s Perception of Being
Overweight or Obese: a Focus Group Study. Asia Pacific Journal
Clinical Nutrition. 18 (2), 257-264.

Elvira, S. D. (2007). Penanganan Psikologik Pada Obesitas. Cermin Dunia


Kedokteran. 34, 296. Diunduh dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_159_Obesitas.pdf

Ezzati M, Riboli E. (2013). Behavior and Dietary Risk Factor for


NonCommunicable Diseases. N Eng J Med. 369: 954-964. doi:
10.1056/NEJMra1203528.

Medina-Remón A, Kirwan R, Lamuela-Raventos, Rosa M, Estruch R.


(2018_. Dietary Patterns And The Risk Of Obesity, Type 2 Diabetes
Mellitus, Cardiovascular Diseases, Asthma, And Neurodegenerative
Disease. Critical Reviews In Food Science And Nutrition. Taylor &
Francis, 58(2): 262-296.

Misnadiarly. (2007). Obesitas sebagai Faktor Resiko Beberapa Penyakit.


Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Munro, Irene A, Garg LM. (2011). Weight Loss And Metabolic Profiles In
Obese Individuals Using Two Different Approaches. Food & Function,
2: 611±616.

NCD Risk Factor Collaboration (NCD-RisC). Trend in Adult Body-Mass Index in


2010 Countries from 1975-2014: A Poolid Analysis of 1698 Population-
Based Mearsuarement Studies with 19,2 million Participants. Lancet.
2016; 387(10026):1377-1396. DOI: 10.1016/S0140-6736(16)30054-X.

Piotrowski, N. A. (2010). Salem Health Psychology & Mental Health.


California: Salem Press.

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Laporan


Nasional 2013, 1–384. https://doi.org/1 Desember 2013

Roemling, C. & Qaim, M. (2011). Direct and Indirect Determinant of Obesity:


The Case of Indonesia. Global Food Discussion Paper. No.4.
diunduh dari:
http://www.econstor.eu/bitstream/10419/48346/1/70_roemling.pdf

24
Sandjaja dan Sudikno. (2014). Prevalensi gizi lebih dan obesitas penduduk
dewasa di Indonesia. Gizi Indonesia, 28(2): 1-7

Seidell JC, Halberstadt J. (2015). The global burden of obesity and the
challenges of prevention. Annals of Nutrition and Metabolism, 66(suppl
2): 7-12.

Sudargo T, Freitag H, Rosiyani F, Kusmayanti NA. (2014). Pola Makan


Dan Obesitas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

WHO WPR/IASO/IOTF. Redefining Obesity and its treatment. The Asia -


Pasifi c Perspective.2000.

25

Anda mungkin juga menyukai