Anda di halaman 1dari 3

A.

Etiologi
Etiologi alergi makanan pada anak disebabkan multifactorial. Diantaranya
dapat berasal dari agen, host, dan lingkungan. Host dapat berupa daya tahan tubuh
dan usia dimana usia dini semakin rentan terhadap alergi. Lingkungan dapat
berupa suhu, musim. Agen dapat berupa alergen. Reaksi alergi yang timbul akibat
paparan alergen pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam
lingkungan dan sangat beragam. Diantaranya adalah antibiotik, ekstrak alergen,
serum kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk darah, anestetikum lokal,
makanan, enzim, hormon, dan lain-lain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan
derivatnya, basitrasin, neomisin, tetrasiklin, sterptomisin, sulfonamid. Ekstrak
alergen dapat berupa rumput-rumputan atau jamur, serum ATS, ADS, dan anti
bisa ular. 1
Alergi makanan biasanya terjadi pada satu tahun pertama kehidupan
dikarenakan maturitas mukosa usus belum cukup matang, sehingga makanan lain
selain ASI (Air Susu Ibu), contohnya susu sapi, jika diberikan pada bayi 0-12
bulan akan menimbulkan manifestasi penyakit alergi. Hal ini disebabkan makanan
yang masuk masih dianggap asing oleh mukosa usus di saluran pencernaan yang
belum matur sehingga makanan tidak terdegradasi sempurna oleh enzim
pencernaan kemudian menimbulkan hipersensitivitas .2

A. Patofisiologi Alergi Makanan


1. Peran Imunoglobulin E (Ig E)
Kegagalan tubuh untuk dapat mentoleransi suatu makanan akan merangsang
imunoglobulin E (IgE), yang mempunyai reseptor pada sel mast, basofil dan juga
pada sel makrofag, monosit, limfosit, eosinofil dan trombosit dengan afinitas yang
rendah. Ikatan IgE dan alergen makanan akan melepaskan mediator histamin,
prostaglandin dan leukotrien dan akan menimbulkan vasodilatasi, kontraksi otot
polos dan sekresi mukus yang akan menimbulkan gejala reaksi hipersensitivitas
tipe I. Sel mast yang aktif akan melepaskan juga sitokin yang berperan pada
reaksi hipersensitivitas tipe I yang lambat. Bila alergen dikonsumsi berulang kali,
sel mononuklear akan dirangsang untuk memproduksi histamin releasing factor
(HRF) yang sering terjadi pada seorang yang menderita dermatitis atopi.3

2. Peran Non Ig-E


Alergi makanan yang diperantari Non IgE mencakup berbagai
gangguan yang mempengaruhi saluran pencernaan seperti Food protein–
induced enterocolitis syndrome (FPIES), Food protein–induced allergic
proctocolitis (FPIAP), Food protein–induced enteropathy (FPE), penyakit
celiac, dan alergi yang disebabkan kekurangan zat besi pada alergi susu sapi
(anemia), kulit (dermatitis kontak untuk makanan dan dermatitis
herpetiformis), dan paru-paru (sindrom Heiner, juga dikenal sebagai
hemosiderosis paru).4
Reaksi makanan diperantarai non IgE merupakan suatu kelompok alergi
dengan hasil tes kulit negatif begitu juga dengan test Ig E pada makanan yang
spesifik tetapi jika dilakukan test makanan yang bersinggungan dengan
makanan yang menimbulkan alergi maka dijumpai test yang positif . Reaksi
dapat bervariasi oleh sistem,dari gastrointestinal (GI) pada kulit dan juga pada
pernapasan tetapi reaksi gastrointestinal adalah reaksi yang paling umum

1. J. Andrew Bird M, Gideon Lack, MD, FRCPCHb,c, and Tamara T. Perry,


MD. Clinical Management of Food Allergy. J Allergy Clin Immunol Pract.
2015.
2. Meida Tanukusumah NK, Novie Amelia C. Prevalensi Alergi Makanan
pada Anak Usia Kurang dari 3 Tahun di Jakarta Berbasis Survei dalam
Jaringan / Online. Sari Pediatri. 2015;Vol.16(No. 5).
3. Bird JA, Lack G, Perry TT. Clinical management of food allergy. J Allergy
Clin Immunol Pract. 2015;3(1):1-11; quiz 2. Epub 2015/01/13.
4. Allergy ASOCIA. Food Allergy Clinical Update. 2016

Kanchan K. Clay S. Irizar H. Bunyavanich S. Mathias R.A. Current


insights into the genetics of food allergy. J Allergy Clin
Immunol. 2021; 147: 15-28

Anda mungkin juga menyukai