Anda di halaman 1dari 16

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

REFERAT
HAND, FOOT AND MOUTH DISEASE

Disusun Oleh:
Elisa Putri
19010010

Pembimbing:
dr. Elisabet Tarigan, M.Ked (Ped), Sp.A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepanitraan Klinik


Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Sidikalang
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas hikmat dan
berkat yang dianugerahkan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat dengan judul “Hand, Foot and Mouth Disease”. Secara
khusus saya ucapkan terima kasih kepada dr. Elisabet Tarigan, M.Ked (Ped), Sp.A
yang telah bersedia membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktunya
kepada saya untuk memberi masukan serta saran hingga tulisan ini selesai.

Sebagai penulis saya sadar bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan,
sehingga saya mohon kritik dan saran untuk perbaikan referat ini selanjutnya,
semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menjadi bekal ilmu untuk kemajuan
pendidikan kedokteran.

Sidikalang, Agustus 2019

Elisa Putri
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hand, foot, and mouth disease (HFMD) atau yang juga dikenal sebagai “Flu
Singapura” merupakan suatu penyakit infeksi virus akut yang bersifat self-limited
disease yang sering terjadi pada bayi dan anak-anak, yang ditandai dengan adanya
vesikel pada telapak tangan, telapak kaki, dan mukosa oral. 1 HFMD sangat
menular dan sering terjadi dalam musim panas. Anak-anak kurang dari 10 tahun
paling banyak terkena penyakit ini dan wabah dapat terjadi di antara anggota
keluarga dan kontak erat. Sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah dan
kondisi tempat tinggal yang padat sangat mendukung dalam penyebaran infeksi.2
HFMD pertama kali dilaporkan terjadi di New Zealand tahun 1957 dan
penyebab tersering disebabkan oleh coxsackie virus A16 (CVA 16) dan human
entero virus 71 (HEV71).3 Coxsackie virus A tipe 16 (CV A16) adalah penyebab
tersering HFMD dan biasanya berhubungan dengan manifestasi klinis yang
ringan. EV 71 yang bersifat neurotropik juga sering menjadi penyebab HFMD
dan dikaitkan dengan manifestasi yang berat atau kematian mendadak.2
Beberapa kasus dilaporkan dari beberapa negara, yaitu di China terdapat
94.693 kasus pada tahun 2013 dan 95.651 kasus pada tahun 2014, di Hongkong
dilaporkan terdapat 41 kasus pada tahun 2013 dan 13 kasus pada tahun 2014, di
Macao dilaporkan terdapat 283 kasus pada tahun 2013 dan 89 kasus pada tahun
2014, di Jepang dilaporkan terdapat 5.557 kasus pada tahunn 2013 dan 2.720
kasus pada tahun 2014, di Singapura dilaporkan terdapat 2.808 kasus pada tahun
2013 dan 3.631 kasus pada tahun 2014 dan di Vietnam dilaporkan terdapat 5.999
kasus pada tahun 2014.4
Pada tahun 2000-2014 terdapat banyak kasus HFMD di Indonesia, namun
hanya 6 kasus positif enterovirus A71 yang teridentifikasi. Selain itu, di Indonesia
HFMD telah menjadi wabah pada tahun 2012, dilaporkan terjadi 11 kasus di
wilayah Depok, Jawa Barat dan 12 kasus dikawasan Sampit, Kalimantan Tengah.5
Infeksi hand, foot, and mouth disease dimulai dengan adanya demam dan
sakit tenggorokan lalu timbul lesi di mukosa oral dan lesi kutaneus berupa makula
dan vesikel. Penyakit ini merupakan salah satu infeksi virus yang beberapa kasus
dapat sembuh sendiri dalam waktu tujuh sampai sepuluh hari.6

1.2 Tujuan Penelitian

Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman


mengenai hand, foot and mouth disease.

1.3 Manfaat Penulisan

1. Melalui tulisan ini para pembaca dapat mengetahui definisi,


epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang, diagnosis banding, penatalaksanaan, pencegahan,
komplikasi serta prognosis Hand, foot and mouth disease (HFMD).
2. Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepanitraan klinik di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Sidikalang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hand, Foot and Mouth Disease (HFMD) atau Penyakit Kaki, Tangan, dan
Mulut (KTM) dan dikenal juga dengan istilah “Flu Singapura” merupakan suatu
penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh enterovirus, ditandai dengan
adanya lesi berbentuk ulkus pada mulut yang dirasakan sangat nyeri dan perih
oleh penderitanya. HFMD juga ditandai dengan eksantema berbentuk vesikel pada
ekstremitas bagian distal yang tidak terasa sakit atau gatal, tapi sedikit nyeri jika
ditekan serta gejala konstitusi yang ringan dan biasanya bersifat swasirna. Anak-
anak kurang dari 10 tahun paling banyak terkena penyakit ini dan wabah dapat
terjadi di antara anggota keluarga dan kontak erat. Sanitasi yang jelek, status
ekonomi yang rendah dan kondisi tempat tinggal yang padat sangat mendukung
dalam penyebaran infeksi.2,7

2.2 Epidemiologi

Wabah HFMD telah dilaporkan sejak tahun 1970-an. Selama dekade


terakhir, epidemi HFMD semakin meningkat di negara-negara dari Kawasan
Pasifik Barat, yang merupakan wilayah yang paling parah terkena dampak HFMD
di dunia, termasuk Jepang, Malaysia, dan Singapura, Thailand, dan China.
Negara-negara lain yang juga juga terkena dampak HFMD adalah, Taiwan, Hong
Kong, Republik Korea, Vietnam, Kamboja, Brunei dan Mongolia. HFMD juga
telah berkembang menjadi penyebab utama morbidits dan mortalitas di beberapa
negara berkembang.8
HFMD sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. HFMD
adalah penyakit umum yang menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun
(kadang sampai 10 tahun). Orang dewasa umumnya kebal terhadap enterovirus,
meskipun kadang terdapat kasus pada orang dewasa yang dilaporkan.
HFMD masih menjadi masalah kesehatan yang penting di Singapura
dengan angka kejadian meningkat 10 kali lipat dari tahun 2001-2007, yaitu 167
kasus pada tahun 2001 menjadi 1723 kasus pada tahun 2007. Pada tahun 2000-
2014 terdapat banyak kasus HFMD di Indonesia, namun hanya 6 kasus positif
enterovirus A71 yang teridentifikasi. Selain itu, di Indonesia HFMD telah menjadi
wabah pada tahun 2012, dilaporkan terjadi 11 kasus di wilayah Depok, Jawa Barat
dan 12 kasus dikawasan Sampit, Kalimantan Tengah.5

2.3 Etiologi

Coxsackievirus Tipe 16 (CV A16) adalah virus penyebab yang terlibat


dalam sebagian besar kasus infeksi HFMD, tetapi penyakit ini juga terkait dengan
coxsackievirus A5, A7, A9 A10, B2, dan strain B5. Enterovirus 71 (EV-71) juga
menyebabkan wabah HFMD dengan keterlibatan neurologis terkait di wilayah
Pasifik barat. Coxsackievirus adalah subkelompok dari enterovirus nonpolio dan
merupakan anggota dari famili Picornaviridae. Enterovirus merupakan virus kecil
nonenveloped berbentuk icosahedral yang mempunyai diameter sekitar 30 nm dan
terdiri atas molekul linear RNA rantai tunggal.
Penyebab HFMD yang paling sering pada pasien rawat jalan adalah
Coxsackie A16, sedangkan yang sering memerlukan perawatan karena keadaannya
lebih berat atau ada komplikasi sampai meninggal adalah Enterovirus 71. Virus
ini ditemukan di sekresi saluran pernafasan seperti saliva, sputum atau sekresi
nasal, cairan vesikel dan feses dari individu yang terinfeksi.
Penularan penyakit HFMD terutama sebagian besar melalui fecal-oral,
droplet, kontak dengan cairan sekret dari individu terinfeksi. Penularan kontak
tidak langsung melalui barang-barang yang terkontaminasi oleh sekret tersebut.
Penyakit HFMD menyebabkan imunitas spesifik, namun anak dapat terkena
infeksi HFMD berulang oleh virus strain enterovirus lainnya.1,2,8,9
2.4 Patogenesis

HFMD mempunyai masa inkubasi 3-6 hari. Selama masa epidemik, virus
menyebar dengan sangat cepat dari satu anak ke anak yang lain. Setelah virus
masuk melalui jalur oral atau pernafasan akan terjadi replikasi awal pada faring
dan usus.. Replikasi awal pada faring dan usus diikuti dengan multiplikasi pada
jaringan limfoid seperti tonsil, Peyer patches dan kelenjar limfe regional.
Penyebaran ke kelenjar limfe regional ini berjalan dalam waktu 24 jam yang
diikuti dengan viremia. Adanya viremia primer (viremia minor) menyebabkan
penyebaran ke sistem retikuloendotelial yang lebih jauh termasuk hati, limpa,
sumsum tulang dan kelenjar limfe yang jauh. Respon imun dapat membatasi
replikasi dan perkembangannya di luar sistem retikuloendotelial yang
menyebabkan terjadinya infeksi subklinis.2
Infeksi klinis terjadi jika replikasi terus berlangsung di sistem
retikuloendotelial dan virus menyebar melalui viremia sekunder (viremia mayor)
ke organ target seperti susunan saraf pusat (SSP), jantung dan kulit.
Kecenderungan terhadap organ target sebagian ditentukan oleh serotipe yang
menginfeksi. Coxsackievirus, echovirus dan EV 71 merupakan penyebab tersering
penyakit virus dengan manifestasi pada kulit. HFMD yang disebabkan oleh
coxscakievirus A16 biasanya berupa lesi mukokutan ringan yang menyembuh
dalam 7–10 hari dan jarang mengalami komplikasi. Namun enterovirus juga dapat
merusak berbagai macam organ dan sistem. Kerusakan ini diperantarai oleh
nekrosis lokal dan respon inflamasi inang.2,7

2.4 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis HFMD terjadi hampir 100% pada anak-anak usia


prasekolah yang terinfeksi namun hanya 11% individu dewasa yang terinfeksi
memiliki kelainan kulit. Setelah fase inkubasi 3 hingga 6 hari, penderita dapat
mengeluh demam yang biasanya tidak terlalu tinggi (38°C hingga 39°C), malaise,
nyeri perut, dan gejala traktus respiratorius bagian atas seperti batuk dan nyeri
tenggorok. Dapat dijumpai pula adanya limfadenopati leher dan submandibula.
Eksantema biasanya nampak 1 hingga 2 hari setelah onset demam, tetapi bisa
bervariasi tergantung serotipe yang terlibat.
Hampir semua kasus HFMD mengalami lesi oral yang nyeri. Biasanya
jumlah lesi hanya beberapa dan bisa ditemukan di mana saja namun paling sering
ditemukan di lidah, mukosa pipi, palatum durum dan jarang pada orofaring. Lesi
dimulai dengan makula dan papula berwarna merah muda cerah berukuran 5–10
mm yang berubah menjadi vesikel dengan eritema di sekelilingnya. Lesi ini cepat
mengalami erosi dan berwarna kuning hingga abu-abu dikelilingi oleh halo
eritema. Beberapa literatur lain menyebutkan bentuk lesi ini sebagai vesikel yang
cepat berkembang menjadi ulkus. Lesi pada mulut ini dapat bergabung, sehingga
lidah dapat menjadi eritema dan edema.
Lesi kulit terdapat pada dua pertiga penderita dan muncul beberapa saat
setelah lesi oral. Lesi ini paling banyak didapatkan pada telapak tangan dan
telapak kaki. Selain itu dapat juga pada bagian dorsal tangan, sisi tepi tangan dan
kaki, bokong dan terkadang pada genitalia eksternal serta wajah dan tungkai. Lesi
pada kulit dapat bersifat asimtomatik atau nyeri. Timbul rash/ruam atau vesikel
(lepuh memerah/blister yang kecil dan rata), papulovesikel yang tidak gatal
ditelapak tangan dan kaki. Jumlahnya bervariasi dari beberapa saja hingga
banyak. Setelah menjadi krusta, lesi sembuh dalam waktu 7 hingga 10 hari tanpa
meninggalkan jaringan parut.
Permasalahan utama pada anak-anak dan balita adalah kesulitan untuk
makan dan minum yang dengan beberapa bentuk komplikasi seperti mual,
muntah, dan diare akibat ulkus di saluran pencernaan, serta demam panas, dapat
menyebabkan dehidrasi. Di samping itu kemungkinan terjadinya superinfeksi oleh
mikroba lain dapat memperparah penyakit dan menyebabkan berbagai
komplikasi.1
Gambar 1: Lesi pada tangan, kaki dan mulut pada hari ketiga

Gambar 2: Mulut bagian bawah yang disertai ulkus dengan permukaan eritematosa

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis infeksi enterovirus seringkali berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Diagnosis laboratoris dapat ditegakkan melalui tes serologis,
isolasi virus dengan kultur dan teknik PCR.
 Pemeriksaan serologis jarang dilakukan karena tidak dapat menunjukkan
serotipe yang spesifik dari enterovirus. Standar kriteria untuk mendiagnosis
infeksi enterovirus adalah dengan isolasi virus. Virus dapat diisolasi dan
didentifikasi melalui kultur dan teknik immunoassay dari swab lesi kulit, lesi
mukosa atau bahan feses. Swab tersebut dimasukkan ke medium transport
virus/ viral transport medium (VTM). Spesimen tinja dimasukkan ke dalam
wadah botol plastik yang kuat dan memiliki ulir dibagian luar, tutup dan diberi
identitas yang tepat. Pemeriksan dapat dilakuan di Laboratorium Virologi Pusat
Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan (BTDK), Badan Litbang Kesehatan
Kementrian Kesehatan dengan menggunakan cool box yang berisi ice pack/gel
sehingga suhu di dalam box berkisar 2-8 oC. Jika tidak segera dikirim ke
laboratorium, tabung disimpan pada suhu 4o C.
 Polymerase chain reaction (PCR) memberikan hasil yang cepat dalam
mendeteksi dan identifikasi serotipe enterovirus. Pemeriksaan ini menjadi uji
diagnostik yang sangat bernilai tetapi dibatasi oleh ketersediaannya dan
biayanya yang relatif mahal.
 Pungsi lumbal merupakan pemeriksaan yang penting jika terjadi meningitis.
Profil dari cairan serebrospinalis pada penderita dengan meningitis aseptik
akibat enterovirus adalah lekosit yang sedikit meningkat, kadar gula yang
normal atau sedikit menurun, sedangkan kadar protein normal atau sedikit
meningkat.2

2.6 Diagnosa Banding

Diagnosis banding yang paling dekat adalah enantema pada herpangina.


Kedua panyakit ini disebabkan oleh enterovirus. HFMD dibedakan dari
herpangina berdasarkan distribusi lesi oral dan adanya lesi kulit. Herpangina
berupa enantema tanpa lesi kulit dengan lokasi yang tersering di plika anterior
fossa tonsilaris, uvula, tonsil, palatum molle.
Diagnosis banding yang lain yang perlu dipertimbangkan adalah, varisela,
stomatitis aphthosa, herpes ginggivostomatitis serta measles. Stomatitis aphthosa
dibedakan dengan HFMD dengan tidak adanya demam dan tanda sistemik lainnya
serta riwayat kekambuhan. Ditandai dengan adanya lesi ulseratif yang besar pada
bibir, lidah dan bagian mukosa buccal yang sangat nyeri.
Penderita herpes ginggivostomatitis biasanya mengalami lesi yang lebih
nyeri dengan limfadenopati leher dan ginggivitis yang lebih menonjol. Lesi
pada`kulit biasanya terbatas perioral namun dapat mengenai jari tangan yang
dimasukkan ke mulut.
Berbeda dengan HFMD, lesi kulit pada varisela lebih luas dengan
distribusi sentrifugal, lesi jarang pada telapak tangan dan kaki serta lebih jarang
dijumpai lesi oral. Lesi pada varisela membaik oleh pembentkan krusta, sementara
vesikel pada HFMD membaik dengan adanya reabsorbsi dari cairan vesikel. Jika
eksantema pada HFMD berbentuk makulopapuler maka lesi ini harus dibedakan
dengan erupsi obat meskipun jarang.
Selain adanya lesi makulopapular yang bersifat general, anak-anak yang
mengalami infeksi measles atau campak akan disertai dengan batuk, coryza dan
konjungtivitis, serta koplik spot sering ditemukan pada pemeriksaan mulut.1,2

2.7 Penatalaksanaan

Pada penderita dengan kekebalan dan kondisi tubuh cukup baik, biasanya
tidak diperlukan pengobatan khusus. Tujuan pemberian farmakoterapi adalah
untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi. Pengobatan HFMD
bersifat suportif dan ditujukan untuk meredakan gejala. Sampai saat ini belum ada
pengobatan dengan antivirus yang efektif. Tidak adanya antivirus ini
menyebabkan penderita bergantung pada sistem imun untuk mengatasi infeksinya.
Peningkatan kekebalan tubuh penderita dilakukan dengan pemberian
konsumsi makanan dan cairan dalam jumlah banyak dan dengan kualitas gizi yang
tinggi, serta diberikan tambahan vitamin dan mineral jika perlu. Jika didapati
terjadinya gejala superinfeksi akibat bakteri maka diperlukan antibiotika atau
diberikan antibiotika dosis rendah sebagai pencegahan. Secara umum, untuk
menekan gejala dan rasa sakit akibat timbulnya luka di mulut dan untuk
menurunkan panas dan demam, digunakan obat-obatan golongan analgetika dan
antipiretika. Dari aspek farmakoterapi, hal penting untuk diperhatikan dalam
pengobatan penyakit HFMD adalah bahwa beberapa golongan obat dapat
menimbulkan sindroma Stenven-Johnson yang menunjukkan gejala mirip dengan
penyakit HFMD dan dapat memperparah ulser. Golongan obat tersebut adalah :
barbiturat, karbamazepin, diflusinal, hidantoin, ibuprofen, penisilin, fenoftalein,
fenilbutazon, propranolol, kuinin, salisilat, sulfonamida, sulfonilurea, sulindac,
dan tiazida.
Antiseptik oral digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat jamur
atau bakteri. Beberapa golongan antasida dan pelapis mukosa lambung juga
digunakan untuk mengatasi ulkus di saluran cerna dan lambung. Berikut adalah
daftar obat-obatan yang bisa digunakan untuk mengatasi simptomatik dari
HFMD:
1. Antipiretika : digunakan untuk menurunkan demam, misalnya Acetaminophen
yang mengurangi demam dengan bertindak langsung pada pusat pengatur
panas hipotalamus dan meningkatkan pembuangan panas tubuh melalui
vasodilatasi dan berkeringat. Acetaminophen diberikan sebanyak 20 mg/kg
berat badan, kemudian 15 mg/kg berat badan/kali secara oral tiap 4 jam
(maksimal 90 mg/kg berat badan/hari).
2. Antiseptika : berbagai bentuk sediaan kumur, seperti : betadine, rebusan daun
sirih, dan tablet hisap, seperti SP troches, FG troches, dsb.
3. Antibiotika : lokal atau sistemik, digunakan untuk mencegah atau mengatasi
infeksi karena mikroba pada ulser di mulut dan kulit, ditentukan oleh dokter,
seperti : neosporin (lokal), klindamisin, eritromisin, dsb.
4. Antihistamin: Agen ini bekerja dengan cara menghambat histamin pada
reseptor H1. Antihistamin diberikan untuk menghilangkan gejala-gejala yang
disebabkan oleh pelepasan histamin dalam reaksi alergi. Antihistamin yang
dapat diberikan adalah Diphenhydramine hydrochloride 1-2 mg/kg berat badan
(maksimal 50 mg/hari) secara IM/IV, 6-8 jam. Inhibisi antihistamin pada
reseptor H1 dapat menyebabkan kontriksi bronkus, sekresi mukosa, kontraksi
otot halus, edema, hipotensi, depresi sususan saraf pusat, dan aritmia jantung.
5. Bahan anestetika lokal untuk mengurangi rasa sakit di daerah mulut, dapat
diberikan Anestesi Lidocaine (Dermaflex)
6. Golongan Antasida dan Antiulser digunakan untuk mengatasi gastritis, ulser di
mulut dan saluran cerna. Biasanya digunakan untuk kumur, namun jika
didiagnosis ada luka di saluran gastrointestinal maka antasida ditelan.1

2.8 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang perlu diwaspadai adalah sebagai berikut :


 Infeksi pada kulit atau ulser di mulut oleh bakteri dan/atau jamur.
 Dehidrasi pada anak-anak dan balita, harus dirawat di rumah sakit dan diinfus
dengan cairan elektrolit dan nutrisi. Sebagai pencegahan banyak diberikan
cairan elektrolit, misalnya oralit.
 Kasus komplikasi yang jarang: meningoensefalitis, miokarditis, pembengkakan
paru-paru, dan kematian.1,2

2.9 Prognosis

Secara umum HFMD memiliki prognosis yang baik dan kebanyakan kasus
diharapkan dapat sembuh secara total. Komplikasi serius jarang terjadi.
Komplikasi yang parah dapat timbul jika terjadi salah diagnosis, tidak dapat
memelihara hidrasi yang adekuat dan gagal dalam mengenali tanda-tanda menuju
adanya keterlibatan neurogenik.1

2.10 Pencegahan
Belum ada vaksin atau antivirus yang diketahui efektif dalam mengobati
maupun mencegah infeksi EV 71. Kebersihan pribadi dan lingkungan diperlukan
untuk pencegahan. Seseorang dapat mengurangi risiko penularan HFMD yaitu
dengan :
 Teknik mencuci tangan yang baik dengan menggunakan sabun dan air terutama
setelah mengganti popok bayi atau setelah keluar dari toilet
 Membersihkan benda-benda yang kotor seperti mainan anak-anak dengan
menggunakan desinfektan. Pertama, cuci benda tersebut dengan air dan sabun,
lalu disinfeksi dengan menggunakan larutan klorin.
 Mencegah kontak seperti mencium, memeluk, atau menggunakan bersama
peralatan makanan dengan penderita HFMD.
 Hindari aktivitas kelompok ketika terjadi wabah HFMD di sekolah atau kantor.
 Jauhkan orang yang terjangkit dari tugas membawa makanan dan merawat
anak- anak, lansia dan orang yang mengalami penurunan sistem imun.2
BAB III
KESIMPULAN

Hand, Foot and Mouth Disease (HFMD) atau Penyakit Kaki, Tangan, dan
Mulut (KTM) dan dikenal juga dengan istilah “Flu Singapura” merupakan
penyakit self limiting disease yang menyerang anak-anak usia dibawah 10 tahun,
dengan manisfestasi klinis berupa demam serta munculnya lesi berbentuk ulkus
pada mulut yang dirasakan sangat nyeri dan perih oleh penderitanya dan ruam
berbentuk makula eritema disertai vesikel pada ekstremitas bagian distal yang
tidak terasa sakit atau gatal. Penegakan diagnosis dapat dilakukan melalui
anamnesis serta pemeriksaan fisik, sedangkan pemeriksaan penunjang jarang
dilakukan. Terapi yang dapat diberikan adalah terapi suportif sesuai dengan gejala
serta istirahat yang cukup. Edukasi mengenai komplikasi yaitu dehidrasi perlu
diinformasikan pada keluarga pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Stephen JN. 2018. Hand-Foot-and-Mouth Disease (HFMD).


https://emedicine.medscape.com/article/218402-overview. (8 Agustus
2019).
2. Andriyani, C, Heriwati, D.I. & Sawitri. Penyakit Tangan, Kaki dan Mulut
(Hand-Foot-and-Mouth Disease). Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin,
2010. hal.143-50.

3. Sarma, N. Hand, foot, and mouth disease: Current scenario and Indian
perspective. Indian Journal of Dermatology, Venerology and Leprology.
2013; 79(2), hal.165-75.

4. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Kementerian Kesehatan RI, 2015. Penyakit Tangan Kaki Mulut (PTKM /
HFMD) di Jawa Timur dan Jawa Barat. https://pppl.depkes.go.id/berita?
id=1372. (8 Agustus 2015).

5. Ningrum RA. Ancaman Serius Sang Enterovirus A71. BioTrends. 2016;


7(2). hal. 1-4.
6. Ahmed, A.M. Hand Foot Mouth Disease. In Wolf, K. et al. Fitzpatric's
Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: Mc Graw Hill. 2018.
hal. 1868-69.
7. Nugrahani, I. Penyakit Kaki, Tangan dan Mulut dan Pengobatannya. Fak.
Farmasi UPJ. 2015. hal. 1-5.
8. WHO. A Guide to Clinical Management and Public Health Response for
Hand, Foot and Mouth Diseaase (HFMD). WHO Library Cataloguing in
Publication Data. 2016.
9. Zhu, L. The Impact of Ambient Temperature on Childhood HFMD
Incidence in Inland and Coastal Area: A Two-City Study in Shandong
Province, China. Int. J. Environ. Res. Public Health. 2015. 12: 8691-8704

Anda mungkin juga menyukai