Anda di halaman 1dari 21

Obstruksi saluran napas atas akut adalah kegawatdaruratan yang mengancam jiwa dan membutuhkan

penilaian dan intervensi segera dengan kemungkinan kesalahan yang sedikit, yang menjadi tantangan
tersendiri bagi para dokter.
Penanganan obstruksi saluran pernapasan atas dengan memahami kemungikinan penyebab (infeksi,
inflamasi,traumatis,mekanis dan iatrogenik) dan memiliki kemampuan teknis yang cepat untuk segera
mengamankan jalan napas.
Dokter harus mempertimbangkan beberapa faktor termasuk usia, kondisi pasien, kemampuan untuk
tetap dalam posisi supine, tingkat dan keparahan obstruksi, stabilitas tulang belakang cervical,
kemampuan ventilasi, dan tingkat kecemasan.

Dengan perkembangan teknologi anestesi dan bedah yang digunakan semakin maju, kini intervensi
pengelolaan obstruksi saluran napas atas akut ini telah dimodifikasi. Jurnal ini meninjau kemajuan
terbaru yang telah mempengaruhi pengelolaan obstruksi saluran napas atas akut.
Anatomy
Pemeriksaan Fisik
Dalam memprediksi kesulitan jalan napas dapat digunakan :
- Skala penilaian Cormack-Lehane : skala ini hanya mengandalkan visibilitas pita suara pada laringoskopi
(nilai berkisar dari 1-4, dengan nilai yang lebih tinggi menunjukkan visibilitas yang lebih buruk).
- Wilson skor : menggunakan faktor prelaringoskopik (skala 0-10 digunakan untuk menunjukkan
kemungkinan kesulitan dengan intubasi, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan kesulitan yang
lebih besar).
- Skor Mallampati : digunakan untuk menilai visibilitas struktur oropharyngeal dengan mulut terbuka
secara maksimal (skala 1-4, dengan nilai yang lebih tinggi dikaitkan dengan visibilitas yang lebih buruk).

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penilaian ini meliputi peningkatan berat badan, penurunan
mobilitas tulang belakang leher, penurunan mobilitas rahang, retrognathia, gigi seri yang menonjol dan
jarak hyomental-thyromental yang lebih pendek berhubungan dengan peningkatan kesulitan
dilakukannya intubasi.
Croup
• Infeksi virus parainfluenza di supraglotis
• 3% anak-anak (6bulan-3 tahun)
• Gejala : Batuk menggonggong, stridor inspirasi,
• suara serak, dan gangguan pernapasan(tiba-tiba di malam hari)
• Terapi utama : Glukokortikoid oral atau hirup
• Deksametason dosis tunggal 0,6mg/KgBB
• Deksametason Nebulasi dosis 160 μg(Volume isisan 3ml, aliran
oksigen 5-6L/i
Epiglotis Dan Supraglotis
• Infeksi, cedera akibat trauma, penghirupan/ menelan zat kaustik
• Jarang terjadi pada dewasa
• Gejela : sakit tenggorokan, disfagia, stridor, dispnea

Ludwig’s Angina
• Infeksi gigi ,abses peritonsilar, abses ruang parapharyngeal, luka traumatis rongga mulut,
fx mandibula
• Indurasi submental dan submandibular, selulitis, dasar mulut bengkak dan lunak -> lidah
bergeser ke posterior -> obstruksi orofaring dan supraglotis
• Perawatan kasus ini mencakup pengamanan jalan napas diikuti insisi formla dan drainase
ruang sublingual dan sub mandibular
Angioedema
• Disebabkan : Herediter, Acquired(didapat), di induksi obat, idiopatik.
• Penyakit Pembengkakan berulang, nonpitting, nonpruritic pada lapisan dalam kulit dan jaringan mukosa
• Tabel 2 merangkum perbedaan di antara keturunan angioedema, angioedema didapat, dan angioedema yang
berhubungan dengan inhibitor angiotensin-converting-enzyme (ACE).
• Penghambat ACE dianggap menyebabkan angioedema melalui efek pada sistem kallikrein-kinin itu mengurangi
katabolisme bradikinin dan meningkat aktivitasnya, menyebabkan peradangan efek terlihat di angioedema.
• pedoman merekomendasikan pertimbangan on-demand pengobatan (dengan dosis sendiri dari C1 esterase
inhibitor) untuk semua serangan, pengobatan serangan mempengaruhi jalan napas bagian atas, pengobatan
dini, dan memulai pengobatan dengan inhibitor C1 - baik ecallantide (penghambat kallikrein) atau icatibant
(antagonis reseptor bradikinin)
• Dosis Ecallantide Sc (Subcutan) 3 suntikan 10mg (1ml) , jika serangan berlanjut -> dosis tambahan 30mg dalam
24 jam
• Dosis Icatibant SC (Subcutan) di daerah perut 30mg, jika respon tidak adekuat/ gejala kambuh -> dosis
tambahan dengan interval min 6 jam( tidak lebih 3 dosis dalam 24 jam)
• Pasien yang datang ke IGD dengan angioedema , kemungkinan membutuhkan intubasi atau trakeostomi
meningkat jika lidah anterior, pangkal lidah, atau laring terlibat dan jika air liur atau stridor terjadi dalam waktu
4 jam setelah onset gejala
Paresis Bilateral dan Kelumpuhan Pita Suara
• Etio : 1. Infiltrasi tumor pada laring glotis atau kedua saraf laring rekuren,
2. Intubasi atau penempatan selang nasogastrik berkepanjangan
3. Kondisi infeksi dan patologis yang mempengaruhi batang otak
4. Komplikasi selama operasi thorax dan leher anterior.
• Dipertimbangkan trakeostomi sementara penilaian pemulihan masih tertunda

Stenosis Subglottic dan Glottic


• Etio : 1. terjadi akibat intubasi traumatik, kongenital dan idiopatik
2. pasien dengan granulomatosis polyangitis dan polikondritis relaps
3. inflamasi mukosa dan fibrosis terlokalisasi merupakan ciri utama patofisiologis
• Diagnosis ditegakkan dengan laringoskopi dan bronkoskopi
• Perawatan standar dilakukan dengan pelebaran jalan napas menggunakan laser untuk mengiris stenosis
atau balon yang diberi tekanan untuk melebarkan stenosis. Injeksi glukortikoid dan aplikasi topikal
mitomisin juga dapat dipertimbangkan.
Neoplasma intrinsik atau ekstrinsik pada saluran pencernaan bagian atas
Etio : 1. Neoplasma intrinsik: obstruksi jalan napas (kanker glotis dan supra
glotis, paling sering sel karsinoma skuamosa).
2. perokok
3. alkohol

Obstruksi jalan napas bagian atas psikogenik


Jarang terjadi, dapat di picu olahraga dan yang berhubungan dengan refluks
laringofaring, alergi, sinus, obstructive sleep apnea.
Dilakukan prosedur laryngoskopi fiberoptik jika tidak ada kelainan lain pada
saluran pernapasan. Pengobatan utama yaitu terapi kontrol laring dan latihan
pernapasan.
Cedera inhalasi
Terjadi pada 15% pasien dengan luka bakar
Pada pasien yang baru saja mengalami cedera inhalasi harus segera di intubasi jika
terdapat luka bakar yang luas di wajah atau leher, penurunan kesadaran, atau obstruksi
jalan napas, eritema, dan edema. Pasien- pasien seperti ini memiliki resiko besar
mengalami perburukan dalam 24 jam pertama setelah cedera inhalasi.
Pada yang memiliki tanda dan gejala klinis seperti berikut : Disfonia, disfagia, bulu
hidung hangus, stridor, sianosis, gejala neurologis.
perlu dilakukan penilaian endoskopi oleh ahli THT
Cedera traumatik jalan napas
Cedera traumatis pada jalan napas bisa terbuka atau tertutup.
Tanda dan gejala klinis dari cedera mayor terbuka/tertutup :
Luka leher tertarik, perdarahan faring, hematoma besar atau meluas, emfisema subkutan,
disfagia, disfonia, dan stridor.
Algoritma manajemen
Teknologi terbaru dan simulasi
1. Nasal high-flow oxygen therapy (Optiflow, Fisher and Paykel Healthcare)
Oksigen dihangatkan dan dilembabkan dengan laju aliran tinggi (maksimum
60 liter permenit) dengan memperhitungkan aliran udara dan tekanan
saluran napas pada obstruksi di paru-paru, juga memberikan beberapa
tekanan positif pada akhir ekspirasi yang dapat menurunkan kerja
pernapasan terutama pada pasien dengan obstruksi saluran napas atas
akut. Alat ini merupakan alternatif dari face mask atau nasal kanul dan lebih
nyaman digunakan pada pasien yang mengalami gangguan saluran napas,
meskipun indikasi spesifik masih belum jelas.
2. Video laryngoscopy (mis: GlideScope
[Verathon] dan C-MAC [Storz])
Menyediakan visualisasi glotis dengan kamera
dan pencahayaan pada ujung teropong untuk
memfasilitasi intubasi.
3. Laryngeal mask airway (mis: LMA CTrach [The
Laryngeal Mask Company])
Menggunakan layar, kamera, cahaya dan
memiliki lubang yang besar sehingga dapat
dilewati oleh tabung endotrakeal.
4. Airtraq double-lumen video laryngoscope
Alat ini serupa dengan video laryngoskopi
namun dapat disinkronkan dengan smartphone.
5. Sugammadex
Dapat digunakan pada pasien yang mengalami blokade
neuromuskular (yang disebabkan oleh rocuronium dan
vecuronium) dan yang tidak dapat di intubasi atau ventilasi.
Tindakan yang cepat dan awal memungkinkan untuk pasien
untuk bernapas spontan. Namun penilaian lebih lanjut
diperlukan untuk menentukan keamanan dan kesesuiannya
untuk pengaplikasian yang luas.
Intervensi bedah – krikotiroidotomi atau
trakeostomi
Jika intubasi atau oksigenasi tidak memungkinkan, saluran napas harus
dibuka dengan pembedahan. Yang paling sering dilakukan adalah
trakeostomi karena resiko disfonia (50%) dan stenosis subglotis (2%)
dapat terjadi pada krikotiroidotomi. Namun, untuk dokter yang belum
pernah melakukan trakeostomi, krikotiroidotomi dapat dilakukan
untuk mengamankan jalan napas. Meskipun alat krikotiroidotomi
darurat dapat digunakan untuk tindakan trakeostomi, namun jika
dokter tidak memiliki keahlian untuk melakukan trakeostomi lebih
baik alat tersebut digunakan untuk tindakan krikotiroidotomi.
Kesimpulan
Manajemen obstruksi saluran napas atas akut dimodifikasi
berdasarkan penyebab patofisiologisnya. Pada algoritma
sebelumnya penanganan dilanjutkan dengan ventilasi oksigen
aliran tinggi dan tindakan konservatif, ventilasi bag-mask,
intubasi, dan jika diperlukan dilakukan operasi pembukaan jalan
napas. Kemajuan pada teknologi anestesi dan pembedahan
dapat meningkatkan kemampuan untuk pengelolaan jalan
napas dengan pasien obstruksi saluran napas akut.

Anda mungkin juga menyukai