Oleh:
Zahra Nadya Habaallah 1940312125
Preseptor:
Dr. dr. Rinang Mariko, Sp.A(K)
Alhamdulilahirabbil’alamin, puji dan syukur atas kehadirat Alah SWT dan shalawat
beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah case report session dengan judul “Infeksi
Dengue.” Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Dengue adalah penyakit infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk yang
menyebabkan komplikasi yang berat.Virus Dengue memiliki empat serotipe virus
dengue yaitu DENV-1, -2, -3, dan -4 yang berasal dari genus flavivirus dan famili
flaviviridae. Nyamuk Aedes Aegypti merupakan vektor utama yang
mentranmisikan virus yang menyebabkan dengue. Virus ditularkan ke manusia
melalui gigitan nyamuk betina yang sudah terinfeksi. DENV-2 dan DENV-3
disebut juga sebagai genotip orang Asia sering berhubungan dengan penyakit yang
1
lebih berat
Insiden dengue terus meningkat hingga tiga puluh kali lipat dalam lima
puluh tahun terakhir.1 Perkiraan terbaru pada tahun 2013 menunjukkan 390 juta
kasus infeksi dengue terjadi setiap tahun, dimana 96 jutanya bermanifestasi secara
klinis. Penelitian lain menunjukkan prevalensi dari dengue mencapai 3,9 juta orang
dari 128 negara berisiko terinfeksi virus dengue.3
Karya tulis ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
berbagai sumber.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SEPSIS
2.1.1 EPIDEMIOLOGI
Sepsis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
anak.4 Berdasarkan studi yang telah dilakukan, mortalitas akibat sepsis telah
berkurang dimana mortalitas akibat sepsis sekarang ialah sekitar 10%.5 Namun,
sepsis berat masih merupakan penyebab utama kematian pada anak dimana lebih
dari 4.300 anak meninggal setiap tahunnya karena sepsis (7% dari semua kematian
pada anak). Biaya perawatan akibat sepsis diperkirakan mencapai $1.97 biliar
dalam setahun.4,6 Insidensi sepsis paling tinggi pada bayi dibandingkan anak-anak
dan 15% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Infeksi yang paling
sering berhubungan dengan sepsis ialah infeksi traktus respiratorius (37%) dan
bakteriemia (25%).6 Tabel berikut (tabel 1) menunjukkan insidensi sepsis dalam
satu tahun di Amerika Serikat:
2.1.2 DEFINISI
Sepsis merupakan suatu keadaan dimana infeksi dalam tubuh mencetuskan
kaskade inflamasi yang dikenal dengan istilah systemic inflammatory response
syndrome (SIRS). SIRS merupakan kaskade inflamasi yang terjadi karena sistem
imun tubuh host tidak dapat mengatasi infeksi.5 Infeksi merupakan suatu keadaan
dimana ditemukan adanya mikroorganisme dan respons imun tetapi belum disertai
dengan adanya gejala klinis. Bila ditemukan gejala klinis maka digunakkan istilah
penyakit infeksi.7 Infeksi dapat berupa infeksi bakteri, riketsia, fungi, virus, maupun
protozoa. Infeksi dapat bersifat sistemik (bakteriemia, fungiemia, atau viremia)
maupun lokal (meningitis, pneumonia, atau pielonefritis). Selain infeksi, SIRS
memiliki berbagai etiologi lainnya (etiologi non-infeksi) yang bisa dilihat pada
tabel 2. Gejala pada sepsis muncul apabila sepsis sudah berkembang menjadi sepsis
berat. Definisi dari sepsis berat sendiri ialah suatu keadaan sepsis yang disertai oleh
disfungsi organ. Bila dibiarkan tanpa tatalaksana maka pasien dengan sepsis berat
dapat jatuh kedalam keadaan syok septik.5 Carcillo et al. mendefiniskan syok septik
pada populasi pediatrik sebagai takikardia (takikardia mungkin tidak terdapat pada
pasien dengan hipotermia) dengan tanda gangguan perfusi berupa denyut nadi
perifer yang lemah dibandingkan denyut jantung, gangguan kesadaran, capillary
refill time (CRT) lebih dari 2 detik, ekstremitas lembab dan dingin, atau penurunan
urine output pada anak dengan infeksi.8 Beda dengan populasi dewasa, hipotensi
tidak selalu didapatkan pada pasien syok septik karena pada anak hipotensi
merupakan tanda dari late shock atau decompensated shock. Maka dari itu, bila
tidak terdapat hipotensi tetap dapat ditegakkan definisi syok septik namun bila
terdapat hipotensi merupakan konfirmasi adanya keadaan syok pada anak.4 Tanpa
tatalaksana pasien dengan syok septik akan mengalami multiple organ dysfunction
syndrome (MODS) dan akhirnya kematian.4 MODS dapat didefinisikan sebagai
keadaan dimana terjadi gangguan fungsi organ yang memerlukan suatu intervensi.9
Tabel 2: Etiologi SIRS
Definisi dari sepsis, infeksi, SIRS, sepsis berat, serta syok septik telah
disusun oleh para pakar dalam bidang sepsis baik dewasa maupun anak dari 5
negara berbeda (Canada, France, Netherlands, United Kingdom, dan United States)
pada tahun 2002 dan dipublikasikan dalam bentuk consensus conference pada tahun
2005. Consensus conference dibuat untuk memberikan batasan yang dapat
digunakkan sebagai kriteria diagnosis sepsis pada populasi anak. Batasan ini perlu
dibuat karena gambaran sepsis pada populasi dewasa dan anak berbeda dipengaruhi
oleh perubahan fisiologis tumbuh kembang pada anak. Dalam consensus
conference populasi anak dibagi dalam berbagai kategori (tabel 3).4
Definisi atau batasan untuk sepsis dan SIRS pada populasi anak (tabel 4)
merupakan modifikasi dari batasan sepsis dan SIRS pada populasi dewasa.
Perbedaan utama ialah untuk menegakkan diagnosis SIRS pada anak harus
didapatkan abnormalitas suhu tubuh dan abnormalitas hitung leukosit (dimana pada
populasi dewasa SIRS sudah dapat ditegakkan bila ditemukan takikardia dan
takipnue saja). Selain itu kriteria numerik sebagai batasan untuk parameter denyut
jantung, laju pernapasan, hitung leukosit, dan tekanan darah dibedakan berdasarkan
umur anak; disesuaikan dengan nilai normal anak yang berhubungan dengan
fisiologi anak yang berbeda-beda tergantung dari umur anak (tabel 6).4
Tabel 4: Definisi SIRS, Infeksi, Sepsis, Sepsis Berat, dan Syok Septik
Bradikardia pada bayi baru lahir (kurang dari 7 hari) merupakan tanda dari
SIRS namun pada anak diatas 7 tahun tidak dianggap sebagai tanda dari SIRS
karena bradikardia ditemukan sebagai tanda near-terminal event pada anak lebih
dari 7 tahun.4
2.1.3 ETIOLOGI
Sepsis dapat merupakan komplikasi dari suatu infeksi yang lokal maupun
dapat merupakan akibat dari invasi dan kolonisasi patogen yang sangat virulen.
Patogen yang dapat menyebabkan sepsis pada anak bervariasi bergantung pada usia
pasien serta status imun pasien.5,6,7 Pada neonatus dan bayi kurang dari 2 bulan
penyebab sepsis tersering ialah streptokokus grup B, Escherichia coli, Listeria
monocytogenes, enterovirus, dan herpes simpleks virus. Pada anak yang lebih
dewasa penyebab sepsis tersering ialah Streptococcus pneumonia, Neisseria
meningitidis, dan Staphylococcus aureus baik yang sensitif terhadap methicilin
maupun yang resisten terhadap methicilin, Haemophilus influenzae tipe B,
Salmonella sp., dan Streptokokus grup A (community-acquired organisms).4,5,6,7
Bakteri gram negatif seringkali menyebabkan sepsis pada anak dengan status imun
yang buruk maupun anak yang sedang dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial).
Bakteri gram negatif yang dimaksud ialah Escherichia coli, Pseudomonas,
Acinetobacter, Klebsiella, Enterobacter, dan Serratia. Fungi seperti Candida dan
Aspergillus juga sering menyebabkan sepsis pada anak yang immunocompromised.
Sepsis yang disebabkan oleh patogen polimikrobial dapat terjadi pada pasien
dengan risiko tinggi seperti pemasangan kateter, penyakit gastrointestinal,
netropenia, maupun penyakit keganasan. Pseudobakteremia dapat terjadi akibat
cairan intravena, albumin, kriopresipitat, atau komponen darah yang terkontaminasi
(biasanya oleh organisme yang water-borne seperti Bukholderia cepacia,
Pseudomonas aeruginosa, dan Serratia).5,6 Tabel berikut (tabel 7) menerangkan
patogen yang dapat menyebabkan sepsis pada anak:
Pada bulan Agustus 2010 dilakukan terhadap pasien sepsis di PICU RSCM
Jakarta untuk mengetahui etiologi sepsis yang tersering serta sensitivitasnya
terhadap terapi antimikroba. Dari 39 subjek penelitian didapatkan 21 subjek dengan
hasil kultur darah yang positif dimana didapatkan kuman terbanyak penyebab
sepsis ialah Klebsiella pneumonia (24%) yang merupakan kuman gram negatif,
Serratia marcescens (14%), dan Burkholderia cepacia (14%). Selain itu juga
ditemukan fungi sebagai penyebab sepsis (19.0%) yaitu Candida albicans dan
Candida Tropicana.10
2.1.6 DIAGNOSIS
Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan adanya: (1) Infeksi, meliputi (a) faktor
predisposisi infeksi, (b) tanda atau bukti infeksi yang sedang berlangsung, (c)
respon inflamasi; dan (2) tanda disfungsi/gagal organ. Alur penegakan diagnosis
sepsis dapat dilihat pada Gambar 4 berikut:12
Gambar 4. Alur Penegakan Diagnosis Sepsis
1. Infeksi
Kecurigaan disfungsi organ (warning signs) bila ditemukan salah satu dari
3 tanda klinis: penurunan kesadaran (metode AVPU), gangguan
kardiovaskular (penurunan kualitas nadi, perfusi perifer, atau tekanan
arterial rerata), atau gangguan respirasi (peningkatan atau penurunan work
of breathing, sianosis).12
2.1.7 TATALAKSANA
Prinsip tatalaksana dari suatu sepsis ialah early recognition/ deteksi dini,
early antimicrobial therapy/ pemberian antibiotika secara dini, serta early goal-
directed therapy/ terapi tertuju lainnya secara dini. Tatalaksana dini ialah yang
terbaik untuk mencegah komplikasi daripada sepsis dan menurunkan angka
mortalitas akibat sepsis. Tatalaksana yang ditujukkan terhadap mediator-mediator
inflamasi yang terlibat dalam SIRS masih dalam tahap penelitian namun belum ada
hasil yang memuaskan.5
Bila diagnosis sepsis sudah ditegakkan, pasien sebaiknya dirawat di ruangan
unit intensive care dimana dapat dilakukan monitoring secara kontinu, serta
pemasangan central venous pressure (CVP) dan arterial blood pressure bila
diperlukan. Monitoring pasien dengan syok septik meliputi monitoring terhadap
kesadaran, tanda vital, capillary refill time, saturasi oksigen, CVP, dan urine output
setiap jam. Bila didapatkan kelainan pada parameter tersebut maka perlu dilakukan
resusitasi hingga didapatkan capillary refill time kurang dari 2 detik, denyut nadi
normal dan sama kuat dengan denyut jantung, ekstremitas hangat, urine output >
dari 1 ml/kgBB/jam, tekanan darah normal, dan pasien sadar.5
Administrasi antimikroba secara dini dapat menurunkan angka mortalitas.
Tujuan dari pemberian antimikroba ialah untuk pengendalian dari infeksi Pemilihan
jenis antimikroba tergantung dari faktor risiko pasien serta gejala klinis pasien. Pola
resistensi bakteri juga perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis
antimikroba.5,7,9 Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
antimikroba ialah sebagai berikut:
• Neonatus: Diberikan ampisilin dan sefotaksim atau gentamisin.
Ditambahkan asiklovir bila dicuragai infeksi virus herpes simpleks.
• Anak (seringkali terjadi infeksi N. meningitides, S. pneumonia, atau
Haemophilus influenza): Diberikan terapi empiris antimikroba sefalosporin
generasi ke-3 (seftriakson atau sefotaksim). Ditambahkan vankomisin bila
dicurigai S. pneumonia yang resisten atau infeksi S. aureus.
• Infeksi intra abdominal: Diberikan antimikroba untuk kuman-kuman
anaerob seperti metronidazol dan klindamisin.
• Infeksi kulit atau soft-tissue: Diberikan penisilin semisintetik atau
vankomisin ditambah dengan klindamisin.
• Sepsis nosokomial: Diberikan sefalosporin generasi ke-3 atau ke-4
(cefepime atau ceftazidin) yang sifatnya antipsuedomonas atau antimikroba
golongan penisilin yang efektif untuk kuman gram negatif seperti
piperasilin-tazobaktam atau karbamapenem ditambah dengan
aminoglikosida (gentamisin atau tobramisin). Pada pasien dengan alat bantu
yang berada dalam tubuh, ditemukan kokus gram positif pada darah, atau
dicurigai infeksi S. aureus yang resisten terhadap metisilin dapat
ditambahkan vankomisin selain antimikroba yang telah disebutkan.
• Pasien immunocompromized: Sama seperti sepsis nosokomial.
Ditambahkan antifungal amfoterisin B atau flukonazol untuk tatalaksana
infeksi jamur secara empirik.
• Area yang endemis terhadap tick atau dicurigai infeksi rikettsia: Tambahkan
doksisiklin kepada regimen antimikroba yang sudah disebutkan diatas.
• Toxic shock syndrome: Diberikan penisilin dan klindamisin. Dapat
ditambahkan vankomisin bila dicurigai infeksi Staphylococcus aureus yang
resisten terhadap metisilin.5,6,10
IDAI merekomendasikan pemberian antibiotika inisial setelah diagnosis sepsis
ditegakkan. Antibiotika yang dipilih harus mempunyai spektrum luas yang bisa
mengatasi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif yang sering menyebabkan
sepsis. Bila nanti sudah didapatkan hasil biakan atau uji kepekaan, jenis antibiotika
dapat dirubah atau dipertahankan sesuai dengan hasil dan respons klinis pasien.4
Pada fase inisial, antibiotika yang dapat diberikan berupa:
• Ampisilin 200 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 4 dosis +
aminoglikosida (garamisin 5-7 mg/kgBB/hari diberikan IV atau netilmisin
5-6 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 2 dosis)
• Ampisilin 200 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 4 dosis +
sefotaksim 100 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 3 dosis
• Metronidazol dan klindamisin diberikan untuk kuman enterik Gram negatif
anaerob (bila dicurigai kuman penyebab anaerob karena ditemukan fokus
infeksi di rongga abdomen, rongga panggul, rongga mulut, atau daerah
rektum)4
Antibiotika yang digunakan untuk tatalaksana sepsis pada anak beserta dengan
dosisnya dapat dilihat pada tabel berikut ini (tabel 11)14:
2.2.3. Epidemiologi
Epidemik dengue diketahui terjadi secara berkala selama tiga abad terakhir
di wilayah tropis dan subtropis.Epidemik pertama dari dengue diketahui pada tahun
1653.Selama abad ke 18, 19 dan 20 epidemik dari penyakit menyerupai dengue
dilaporkan secara global.Selama periode tahun 1980 terjadi peningkatan insiden
dan distribusi dari virus yang meluas ke kepulauan Pasifik.Setiap 10 tahun, rata-
rata jumlah kasus yang dilaporkan ke WHO terus mengalami peningkatan secara
eksponensial. Dari tahun 2000 sampai 2008 rata-rata jumlah kasus yaitu sebanyak
1.656.870 atau sekitar tiga setengah kali dibandingkan tahun 1990 – 1999 dengan
jumlah 479.848 kasus.20
Di Indonesia, infeksi virus dengue masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang utama. Seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk, jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya makin meningkat. Pada
tahun 2015, terdapat sekitar 126.675 penderita di 34 provinsi dengan 1.299
diantaranya meninggal dunia.21
2.2.5. Klasifikasi
Tanda dan gejala infeksi dengue tidak khas, sehingga menyulitkan
penegakkan diagnosis.Pendapat para pakar mengatakan bahwa dengue merupakan
suatu entitas penyakit dengan presentasi klinis beragam dan perubahan klinis serta
outcome yang tidak dapat diprediksi. WHO dalam panduannya telah melakukan
klasifikasi terhadap infeksi dengue mulai dari WHO 1997, kemudian WHO 2009
dan yang terakhir yaitu WHO 2011.22
2.2.7. Diagnosis
2.2.8. Tatalaksana
Pada fase demam pasien dianjurkan tirah baring, selama masih demam
diberikan obat antipiretik atau kompres hangat. Untuk menurunkan suhu menjadi
<39oC, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan
(kontraindikasi) oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan dan asidosis.
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit peroral, jus buah, susu, selain air putih,
dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. Tidak boleh dilupakan monitor
suhu, jumlah trombosit serta kadar hematokrit sampai normal kembali.
8.1 Indikasi rawat :
1. Keadaan umum baik dan masa kritis berlalu (>7 hari sejak panas)
2. Tidak demam selama 48 jam tanpa antipiretik
3. Nafsu makan membaik
4. Secara klinis tampak perbaikan
5. Hematokrit stabil
6. 3 hari setelah syok teratasi
7. Output urin >1 cc/kgbb/jam
8. Jumlah trombosit >50.000/uL dengan kecenderungan meningkat
9. Tidak dijumpai distress pernapasan (yang disebabkan oleh efusi pleura
atau asidosis)
Pada saat kita menjumpai pasien tersangka infeksi dengue, maka bagan 1
dapat dipergunakan.
Gambar 11. Tatalaksana kasus tersangka infeksi dengue
Gambar 12. Tatalaksana kasus DBD Derajat 1
Gambar 13. Tatalaksana kasus DBD derajat 2
Gambar 14. Tatalaksana kasus DBD derajat 3 dan 4.
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas
Keluhan utama : Tangan kaku dan ujung jari tangan dingin sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit
• Demam tinggi sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, terus menerus,
tidak menggigil, tidak berkeringat, tidak disertai kejang. Pasien lalu
mengonsumsi paracetamol 500 mg, tetapi keluhan tidak berkurang.
• Nyeri kepala sejak 3 hari yang lalu, nyeri diseluruh kepala, muncul tanpa
pencetus.
• Mual dan muntah 3x, 2 hari yang lalu, jumlah ½ gelas, muntah berisikan
sisa makanan yang dimakan tidak disertai darah tidak menyemprot.
• Nafsu makan berurang sejak 2 hari yang lalu
• Kaku dan kesemutan pada tangan kiri dan kanan sejak 2 hari yang lalu dan
kulit tampak pucat serta kuning. Pasien dibawa ke IGD RSUD Pariaman.
Di IGD dilakukan pemeriksaan laboratorium pada pasien dan ditemukan
hasil Hb: 12,5 g/dl, Ht: 36,4%, leukosit: 6.550, trombosit: 176.000, sehingga
ditemukan kesan normal. Pasien dirawat di RSUD Pariaman selama 1 hari
dan diberi cairan berupa ringer lactat, injeksi dextrose 5 mg, dan injeksi
antibiotik (cefotaxim) 1 gr. Setelahnya kondisi pasien berangsur membaik,
kaku pada kedua tangan tidak ada, kulit tidak tampak pucat dan kuning,
tetapi demam masih ada, serta ujung jari tangan tampak bewarna biru.
Pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang karena tekanan darah rendah
(87/50 mmHg) dan demam (37,40C). Di IGD RSUP Dr. M. Djamil pasien
masih mengalami tekanan darah rendah (90/60 mmHg), pusing, demam
(36,80C), dan sakit kepala. Pasien lalu dipindahkan ke ICU. Di ICU pasien
masih mengalami tekanan darah rendah, pusing, dan sakit kepala. Pasien
dirawat di ICU selama 1 hari. Lalu pasien dipindahkan ke ruang rawat ketika
tekanan darah berangsur stabil (115/64 mmHg).
• Ruam di kulit ada di lengan kiri dan kanan
• Nyeri perut tidak ada.
• Sesak napas, batuk dan pilek tidak ada
• Nyeri otot dan sendi tidak ada.
• Mimisan dan perdarahan gusi tidak ada.
• Bengkak tidak ada
• Nafsu makan menurun.
• BAK warna dan jumlah biasa
• Sulit BAB
Riwayat keluarga :
Riwayat kehamilan :
Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar/Umur Booster/Umur
BCG 0 bulan
DPT : 1. 2 bulan
2. 3 bulan
3. 4 bulan
Polio : 1. 2 bulan
2. 3 bulan
3. 4 bulan
Hepatitis B : 0. 0 bulan
1. 2 bulan
2. 3 bulan
3. 4 bulan
Haemofilus influenza B :
1. 2 bulan
2. 3 bulan
3. 4 bulan
Campak 9 bulan
Riwayat keluarga :
Ayah Ibu
Nama : Hariandi Nur Putra Merry Amalia
Umur : 35 tahun 35 tahun
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : Buru Lepas IRT
Perkawinan : Pertama Pertama
Penyakit yang pernah diderita : Tidak Ada Tidak Ada
Pemeriksaan fisik
Nadi : 87 x/ menit
Nafas : 20 x/ menit
Suhu : 37 oC
Telinga & Hidung : tidak ada kelainan, epistaksis (-), diskret (-), nafas cuping
hidung (-)
Dada :
Jantung :
Palpasi : teraba ictus cordis di 1 jari medial dari linae mid clavicula
sinistra RIC V
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Abdomen
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas :
Pemeriksaan Laboratorium :
• Darah :
Hb :14,4 g/dL
Leukosit :4.560 /mm3
Trombosit :131.000 /mm3
Ht : 42 %
Kesan : Trombositopenia
Tatalaksana :
Edukasi :
• Tirah baring
• Minum air putih cukup, boleh ditambah dengan minuman lain seperti jus
buah, susu dll.
• Melakukan 3M+ (Menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air,
menngubur sampah, memakai kelambu/obat nyamuk).
BAB 4
DISKUSI
5. Enrione MA, Powell KR. Sepsis, Septic Shock, and Systemic Inflammatory
Response Syndrome. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. In: Kliegman
RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF; editors. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2007. p.1094-9.
7. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Sepsis dan Syok Septik.
Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 2nd ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
2008. p.358-63.
8. Carcillo JA, Fields AI, Task Force Committee Members. Clinical practice
variables for hemodynamic support of pediatric and neonatal patients in septic
shock. Crit Care Med 2002; 30: 1365-78.
10. Dewi R. Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan. Maj Kedokt Indon
2011; 61(3): 101-6.
12. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsesus Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis
pada Anak. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia;2016
13. Arifin MRA. Hubungan Antara Hiperglikemia dan Mortalitas Pada Anak
dengan Sepsis di Ruang Rawat Inap Intensif RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Jurnal Kedokteran Indonesia 2011; 2(1): 34-8.
15. El-wiher N, Cornell TT, Kissoon N, Shanley TP. Management and Treatment
Guidelines for Sepsis in Pediatric Patients. The Open Inflammation Journal
2011; 4: 101-9.
16. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al.
International Guideline for Management of Severe Sepsis and Septic Shock:
2012. Critical Care Medicine Journal 2013; 41(2): 613-9.
18. Central for Disease Control and Prevention U.S Department of Health and
Human Services. Dengue and dengue hemorrhagic fever. San Juan: U.S
Department of Health and Human Services; 2008. h.1.
21. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi DBD di
Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016. h.2-4.
22. Halstead SB. Dengue fever & dengue hemorrhagic fever. Dalam: Behrman RE,
Kliegeman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. 17th
Ed. Philadelphia: Saunders; 2004. h.1092-1095.
23. Hadinegoro SRS. New dengue case classification. Dalam: Hadinegoro SR,
Kadim M, Devaera Y, Idris NS, Ambarsari CG, penyunting. Pendidikan
kedokteran berkelanjutan LXIII update management of infection diseases abd
gastrointestinal disorder. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM; 2012. h.16-17