PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dengue merupakan penyakit virus utama yang menyerang manusia disebabkan oleh
nyamuk ditemukan lebih dari 100 negara dan mengancam lebih dari 2,5 juta
penduduk di negara tropis dan subtropik. Infeksi virus dengue disebabkan oleh 4 tipe
serotip (DEN 1-4) yang paling banyak menyebabkan perawatan di rumah sakit dan
merupakan penyebab kematian pada anak terbanyak di beberapa negara tropis. Case
fatality rate dari demam berdarah dengue sekitar 5%, kebanyakan kasus yang fatal
terjadi pada anak-anak. Mayoritas anak yang dirawat karena demam dengue, demam
berdarah dengue/ sindrom syok dengue sembuh dengan perawatan suportif yang
ketat.1
Pada tahun 2011 revisi guideline WHO, dengue dibagi menjadi demam
dengue, demam berdarah dengue, demam berdarah dengue tanpa syok atau dengan
syok dan expanded dengue syndrome (EDS). Manifestasi yang tidak lazim adalah
spektrum yang luas dari infeksi dengue yang mempengaruhi berbagai sistem organ;
kardiovaskular, gastrointestinal, hepar, sistem saraf, paru-paru dan sistem renal.2
Kondisi ini dapat terjadi karena mungkin terkait dengan koinfeksi, komorbid, atau
komplikasi dari syok berkepanjangan. Adapun insiden dengue secara global
terbanyak di Asia Tenggara dan Pasifik Barat yang merupakan 75% dari jumlah
global dengue. Di Amerika 64,6% kasus berada di negara-negara Kutub Selatan, 19%
di Ekuador, 12,5% di Amerika Tengah dan Meksiko dan 3,9% di Karibia, namun
untuk insiden EDS secara umum belum dilakukan penelitian lebih lanjut. Di
1
Indonesia pada tahun 2009, 2010 dan 2011 telah dilaporkan kejadian EDS di Rumah
sakit Dr Soetomo Surabaya dan Rumah Sakit Soerya Sepanjang Sidoarjo. Pada tahun
2009 ada tiga kasus, tahun 2010 ada dua kasus dan tahun 2011 ada dua kasus dengue
dengan manifestasi yang tidak biasa. Beberapa faktor mempengaruhi situasi ini
seperti pemanasan global, peningkatan urbanisasi yang menyebabkan kesadaran
tentang sanitasi lingkungan yang baik. Disamping itu banyak kasus manifestasi tidak
biasa yang ditemukan dan memerlukan prosedur baru untuk membuat diagnosis dan
tatalaksana terbaru. 2,3
1.2
Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang expanded dengue syndrome, demam dengue dengan
manifestasi tidak biasa.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Penulisan refrat ini bertujuan untuk memahami tatalaksana expanded dengue
syndrome.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu syarat dalam menjalankan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada beberapa
literatur berupa buku teks, jurnal dan makalah ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditransmisikan
oleh nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus sebagai vektornya, dengan
karakteristik penyakit diantaranya seperti demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi,
adanya rush dan ptechie. Infeksi dengue dapat bermanifestasi berat dengan
keterlibatan organ hati, ginjal, otak, atau jantung, yang dikenal dengan expanded
dengue syndrome. Kondisi ini dapat terjadi karena mungkin terkait dengan koinfeksi,
komorbid, atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan.1,2,4,5
WHO pada tahun 2011 mengklasifikasikan manifestasi klinis infeksi virus dengue
menjadi:2
1.
Sindroma virus, yaitu demam sederhana yang tidak khas, yang sulit dibedakan
dengan demam akibat infeksi virus lain.
Demam dengue, yaitu demam yang timbul mendadak, tinggi (39-40 C), terus-
2.
menerus (pola demam kurva kontinua), bifasik, biasanya berlansung 2-7 hari.
Manifestasi perdarahan pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet yang
positif atau beberapa prekie spontan.
Demam berdarah dengue (DBD), yaitu demam yang timbul mendadak, tinggi
3.
4.
EDS dapat berupa penyulit infeksi dan manifestasi klinis yang tidak lazim (unusual
manifestation). Penyulit infeksi berupa kelebihan cairan, sedangkan manifestasi
klinis yang tidak lazim ialah ensefalopati dengue, perdarahan hebat, infeksi ganda,
kelainan ginjal, dan miokarditis.
2.2 Epidemiologi
Penyakit dengue terutama ditemukan didaerah tropik dan subtropik dengan sekitar 2,5
milyar penduduk yang beresiko untuk terjangkit penyakit ini. Di dunia, dalam tiga
dekade terakhir, terjadi peningkatan angka kejadian penyakit tersebut di berbagai
negara yang dapat menimbulkan kematian sekitar kurang dari 1%. Diperkirakan
setiap tahun sekitar 50 juta manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 diantaranya
memerlukan rawat inap, dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak.4
Insiden beberapa kasus dengue di beberapa negara di dunia diantaranya Di
Amerika 64,6% kasus berada di negara-negara Kutub Selatan, 19% di Ekuador,
12,5% di Amerika Tengah dan Meksiko dan 3,9% di Karibia. Di Amerika Utara
dengue sering terlihat di Texas dan Hawaii. Mediterania Timur dan Timur dan Afrika
Barat juga merupakan daerah endemik. Insiden Dengue di Asia Tenggara dan Pasifik
Barat lebih dari 75% dari jumlah global dengue.2 Asia Tenggara dengan jumlah
penduduk sekitar 1,3 milyar rmerupakan daerah endemis, Indonesia bersama dengan
Bangladesh, India, Maladewa, Myanmar, Sri Langka, Thailand dan Timur Leste
termasuk dalam kategori endemik A (endemik tinggi). Di Negara tersebut penyakit
dengue merupakan alasan utama rawat inap dan salah satu penyebab utama kematian
pada anak.3,4
4
Jumlah Kasus
Meninggal
Kasus
Demam dengue
5.931
0,08
Demam berdarah
dengue
Sindrom syok dengue
5.844
21
0,36
2.165
169
7,81
Jumlah
13.940
195
1,39
Sumber : Data Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP
DR, Hasan Sadikin, RSUP Dr. Soetomo, RSUP Dr. Sarjito, RSUP Dr. Karyadi, dan RSUP Dr.
Mohammad Hosein. Dikutip dari : Sri RH, Ismoedijanto M, Alex C. Pedoman Diagnosis dan
Tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2014.
Angka kematian kasus infeksi dengue yang dirawat 1,39%. Apabila dilihat
dari kasus SSD saja, tampak bahwa angka kematian masih cukup tinggi yaitu 7,81%
dari seluruh kasus SSD. Penyebab kematian selain SSD, dilaporkan pada beberapa
kasus adanya manifestasi klinis yang tidak lazim (unusual manifestation/expanded
5
menimbulkan berbagai kelainan yang akhirnya menimbulkan tanda dan gejala dari
infeksi virus dengue.
Imunopatogenesis virus dengue terbagi menjadi :4
a. Respons Imun Humoral
Respons imun humoral diperankan oleh limfosit B dengan menghasilkan antibodi
spesifik terhadap virus dengue. Antibodi yang dihasilkan melindungi diri dari
terjadinya penyakit berat, namun sebaliknya dapat pula menjadi pemicu terjadinya
infeksi berat melalui mekanisme antibody-dependent enhancement (ADE). Virus
dengue mempunyai empat serotipe yang secara antigenik berbeda. Infeksi virus
dengue primer
b.
Respons imun selular yang berperan yaitu limfosit T (sel T). Respons sel T terhadap
infeksi virus dengue dapat tidak menimbulkan penyakit atau hanya berupa infeksi
ringan, namun juga sebaliknya dapat terjadi hal yang merugikan bagi pejamu. Sel T
spesifik untuk virus dengue dapat mengenali sel yang terinfeksi virus dengue dan
menimbulkan respons beragam berupa proliferasi sel T, menghancurkan (lisis) sel
terinfeksi dengue, serta memproduksi berbagai sitokin. Pada penelitian in vitro,
diketahui bahwa baik sel T CD4 maupun sel T CD8 dapat menyebabkan lisis sel
target yang terinfeksi dengue. Sel T CD4 lebih banyak sebagai penghasil sitokin,
sedangkan sel T CD8 lebih berperan untuk lisis sel target dibanding dengan produksi
sitokin.4
Pada infeksi sekunder oleh virus dengue serotipe yang berbeda, sel T memori
mempunyai aviditas yang lebih besar terhadap serotipe yang sebelumnya dibanding
dengan serotipe virus yang baru. Fenomena lisis terhadap virus yang baru tidak
optimal, sedangkan produksi sitokin berlebihan. Sitokin yang dihasilkan oleh sel T
berperan dalam memacu respons inflamasi dan meningkatkan permeabilitas sel
endotel vaskular.3
c.
Mekanisme Autoimun
berperan dalam mekanisme autoimun adalan protein NS1. Antibodi terhadap protein
NS1 menunjukkan reaksi silang dengan sel endotel dan trombosit sehingga
menimbulkan gangguan pada kedua sel tersebut dan memacu respons inflamasi. Sel
endotel yang diaktivasi oleh antibodi terhadap protein NS1 dengue ternyata dapat
mengekspresikan sitokin, kemokin, dan molekul adhesi.4
Selain itu, antibodi terhadap prM juga dapat menyebabkan reaksi autoimun.
Autoantibodi terhadap protein prM dapat beraksi silang dengan sel endotel. Proses
autoimun ini diduga kuat terdapat kesamaan atau kemiripan antara protein NS1 dan
prM dengan komponen tertentu pada sel endotel dan trombosit yang disebut sebagai
molecular mimicry. Autoantibodi yang bereaksi dengan komponen yang dimaksud,
mengakibatkan sel yang mengandung molekul hasil ikatan antara keduanya akan
dihancurkan oleh makrofag atau mengalami kerusakan. Akibatnya, pada trombosit
akan terjadi trombositopenia dan pada sel endotel terjadi peningkatan permeabilitas
yang mengakibatkan perembesan plasma.4
2.4.1.1 Peran Kalsium dalam Imunopatogenesis Dengue
Kalsium memegang peranan penting dalam respon imun pada infeksi dengue. Dalam
studi invitro, Mg2+ dan Ca2+ dibutuhkan untuk pengikatan virus dengue dengan
monosit makrofag dan sel B serta sel T. Sehingga pada kasus dengue terjadi
penurunan Ca2+ dan Mg2+. Ca2+ memiliki peranan penting dalam aktivitas sitotoksik
virus DEN tipe 2. Sel yang mati menunjukkan adanya peningkatan kalsium di
intraseluler. Proliferasi dari dengue tergantung dari keadaan kalsium dan diinhibisi
oleh ketidakadaan kalsium dan calcium channel antagonist drugs.7
11
Hipokalsemia terlihat pada kasus demam berdarah yang berat dan telah diakui
berhubungan dengan peningkatan mortalitas. Dalam studi in vitro pada hewan dan
jaringan manusia hubungan kalsium dengan infektivitas virus dengue dan respon
imun terhadap dengue ditemukan adanya pola ketidakteraturan penyimpanan kalsium
intraseluler pada miokarditis dan disfungsi jantung yang terkait dengue. Meskipun
demikian, masih ada kekurangan bukti klinis tentang peran ketidakseimbangan
kalsium dalam dengue, efek klinis hipokalsemia pada dengue dan pada interaksi
antara ion kalsium darah dan imunopatogenesis penyakit.7
Meskipun hipokalsemia telah diamati pada pasien dengue, tidak ada bukti
bahwa saat ini hipokalsemia ini memiliki implikasi klinis yang signifikan.
Penggunaan kalsium pada pasien dengan demam berdarah tidak dianjurkan secara
rutin. Hanya ada sedikit bukti tentang peran kalsium pengganti pada pasien dengan
demam berdarah yang hipokalsemia.7
2.4.1.2 Peran Sitokin dan Mediator Inflamasi Lain
Sitokin merupakan suatu molekul protein yang berperan penting dalam respons imun
tubuh melawan infeksi. Dalam lingkup respons inflamasi, secara umum sitokin
mempunyai sifat proinflamasi dan antiinflamasi. Pada keadaan respons fisiologis,
terjadi keseimbangan antara kedua jenis sitokin tersebut. Apabila sitokin diproduksi
berlebihan dalam jumlah yang sangat banyak dan reaksinya berlebihan, akan
merugikan penajmu. Pada infeksi virus dengue, sitokin juga berperan dalam
menentukan derajat penyakit. Demam Berdarah Dengue (DBD) bahkan Sindrom
Syok Dengue (SSD) ditandai dengan peningkatan jenis dan jumlah sitokin yang
sering disebut sebagai badai sitokin (cytokine storm/cytokine tsunami). Dari beberapa
12
penelitian, sitokin yang paling banyak perannya yaitu TNF-, IL-1, IL-6, IL-8, dan
IFN-. Mediator lain yang sering dikemukakan mempunyai peran penting dalam
menimbulkan derajat penyakit berat yaitu kemokin, CXCL-9, CXCL-10, dan CXCL11 yang dipicu oleh IFN-.4
2.4.1.3 Peran Sistem Komplemen
Pada pasien DBD atau DSS dikemukakan ditemukan penurunan kadar komplemen,
sehingga diduga bahwa aktivasi sistem komplemen mempunyai peran dalam
patogenesis terjadi penyakit yang berat. Kompleks imun virus dengue dan antibodi
pada infeksi sekunder dapat mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur klasik.
Protein NS1 dapat mengaktifkan sistem komplemen secara langsung melalui jalur
alternatif dan apabila berlebihan dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskular.4
Selain melalui kedua jalur tersebut, aktivasi komplemen pada infeksi virus dengue
juga dapat melalui jalur mannose-binding lectin. Aktivasi komplemen menghasilkan
peptide yang mempunyai aktivitas biologik sebagai anafilatoksin yaitu C3a dan C5a.
Komplemen C5a menginduksi produksi beberapa sitokin proinflamasi (seperti TNF, IL-1, IL-6 dan IL-8) dan meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada neutrofi;
maupun sel endotel, sehingga peran C5a dalam peeningkatan permeabilitas vaskular
sangat besar.4
2.4.1.4 Faktor Pejamu
Beberapa faktor resiko dari pejamu diantaranya usia, status gizi, faktor genetik, dan
penyakit tertentu yang berhubungan dengan system imun. Anak-anak umumnya
13
mempunyai penyakit yang lebih berat dibandingkan dengan orang dewasa, diduga
karena anak-anak mem;punyai system mikrovaskular yang lebih mudah untuk
mengalami peningkatan permeabilitas. Bayi usia 6-12 bulan mempunyai risiko lebih
berat, mesipun pada infeksi primer. Hal ini diduga melalui mekanisme antibodydependent enhancement yang sama dengan infeksi sekunder pada pejamu dengan usia
lebih dari satu tahun. Antibodi IgG anti dengue yang bersifat nonneutralising
ditransfer dari ibu pada saat kehamilan. Faktor genetik juga merupakan sebagai faktor
resiko, yang berhubungan dengan human leucocyte antigen (HLA) tertentu, yang
mempunyai faktor resiko lebih rentan terhadap infeksi virus dengue.4
2.5 Manifestasi Klinis
Gambar 2.5. Klasifikasi dan derajat keparahan dengue menurut WHO 2009 8
Klasifikasi dan derajat keparahan dengue menurut who 2009 terdapat 3 tanda bahaya
pada demam dengue derajat berat yaitu: Perembesan plasma yang berat, perdarahan
hebat dan kerusakan hebat pada organ. Kriteria kemungkinan demam dengue dengan
14
adalah: pernah berkunjung ke daerah yang endemis dengue disertai dengan 2 gejala
atau lebih seperti muntah, ptekie, nyeri dan pegal-pegal, test torniquet positif,
leukopenia, serta di konfirmasi dengan hasil laboratorium (penting jika tidak terdapat
perembesan plasma). Sementara kriteria demam dengue derajat berat adalah 1)
terdapatnya perembesan plasma yang berat yang ditandai dengan syok, penumpukkan
cairan dengan respiratory distress, 2) Perdarahan hebat, di evaluasi dari kondisi klinis
pasien, 3) gangguan organ yang berat, ditandai dengan SGOT atau SGPT 1000,
gangguan sistem saraf pusat, serta gangguan jantung dan organ lainnya.8
2.6. Manifestasi tidak biasa
2.6.1 Kelainan Neurologis
2.6.1.1 Ensefalopati Dengue
Ensefalitis biasanya disertai demam, penurunan kesadaran, sakit kepala,
kejang, dan tanda-tanda neurologis fokal. Sebaliknya, ensefalopati adalah
gambaran klinis penurunan kesadaran, yang dapat disebabkan oleh ensefalitis,
gangguan metabolik, alkohol, atau obat-obatan.9
Patogenesis terjadinya ensefalopati dengue masih belum jelas, belum diketahui
virus ini neurotropik atau langsung dimediasi oleh infeksi langsung dari sistem
saraf/ tidak langsung melalui mekanisme lain.9
15
Gambar 2.6.1.1 Temuan klinis dan laboratorium pada pasien dengan ensefalitis
dengue.9
Dari penelitian yang dijelaskan di atas, kita dapat mengenali gejala klinis yang
menjadi ciri ensefalitis dengue [Gambar 2.6.1.1]. Gejala umum yang muncul
adalah ensefalitis klasik yaitu; demam, sakit kepala, penurunan kesadaran, dan
kejang. Gejala lain yang diidentifikasi termasuk meningismus, ekstensor
plantar, sikap tubuh yang abnormal, kelumpuhan saraf wajah, dan
tetraparesis.9
2.6.1.2 Cerebellitis
Komplikasi neurologis terjadi pada 0,5-6 % dari pasien dengan infeksi dengue.
Hal ini terjadi oleh karena di mediasi oleh mekanisme sistem imun dari tubuh
yang menyebabkan manifestasi dari neurologi dan antigen dari dengue telah di
teliti pada otak pasien dengan ensefalitis dengue. Pada beberapa kasus,
permulaan atau onset dari gejala cerebellar bervariasi mulai dari dua hari
sampai dua minggu setelah onset dari demam. Untuk pemeriksaan penunjang
menggunakan MRI. Pada beberapa kasus menunjukkan hasil yang normal,
namun ada juga pada beberapa kasus lain yang menunjukkan hasil MRI berupa
16
diakibatkan oleh adanya kebocoran plasma. Oleh karena itu pemberian hidrasi
yang tepat sangat penting pada stadium awal untuk mencegah komplikasi
seperti trombosis vena serebri. Penelitian yang dilakukan di India menemukan
adanya pasien demam dengue dengan trombosis vena serebri. Pasien dengan
17
keluhan adanya demam selama 10 hari, adanya keluhan diplopia pada mata kiri
dan mengalami nyeri kepala selama 2 hari.12
2.6.2 Perdarahan Masif
Perdarahan pada infeksi dengue dapat ringan sampai berat yang kadang
memerlukan perawatan kedaruratan. Perdarahan hebat umumnya akibat
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan gagal multiorgan seperti
disfungsi hati dan ginjal, hipoksia yang berhubungan dengan syok yang berat
dan berkepanjangan, asidosis metabolik yang disertai dengan trombositopenia.
Adanya aktivasi koagulasi yang luas menyebabkan pembentukan fibrin
intravaskular dan oklusi pembuluh darah kecil yang mengakibatkan timbulnya
thrombosis. Peningkatan penggunaan trombosit pada DIC menyebabkan
makin menurunnya jumlah trombosit dan faktor pembekuan sehingga memicu
perdarahan hebat.3
Perdarahan berat pada infeksi dengue umumnya terjadi pada saluran cerna
berupa hematemesis, hematokezia, dan melena. Perdarahan samar pada
saluran cerna yang terjadi bersama dengan hemokonsentrasi umumnya sulit
untuk didiagnosis. Adanya perdarahan internal atau tersamar pada saluran
cerna harus dicurigai apabila evaluasi klinis dan pemberian cairan yang
adekuat, namun terjadi kondisi sebagai berikut :
a.
Pasien dengan syok refrakter (syok yang tidak berhasil diatasi dengan
pedoman syok pada umumnya), dan memiliki hemoglobin dan hematokrit
rendah atau penurunan hemoglobin dan hematokrit.
18
b.
c.
Pasien dengan tekanan sistolik atau diastolik yang meningkat artau normal
namun denyut nadi masih cepat.
Pasien dengan penurunan hematokrit lebih dari 10% selama pemberian
cairan.3
Aktivasi kaskade koagulasi selama infeksi virus mungkin dapat membatasi
penyebaran infeksi. Namun, pembekuan yang berlebihan dapat menyebabkan
penyebaran
Beberapa jenis AKI pada infeksi dengue telah dilaporkan yang mencakup
nekrosis tubular akut, yang mungkin berhubungan dengan edema interstitial
dan infiltrasi mononuklear, glomerulonefritis akut, mikroangiopati trombotik,
dan gagal ginjal myoglobinuric dalam konteks kegagalan multiorgan. Kondisi
yang paling umum yang terkait dengan cedera ginjal akut adalah syok
berkepanjangan dengan asidosis metabolik, dan Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC) parah yang menyebabkan hipoksia/ iskemia dan
menyebabkan beberapa disfungsi organ. Dalam kasus-kasus dari cedera ginjal
akut akibat infeksi dengue langka, dan sebagian besar diagnosis nekrosis
tubular akut dibuat atas dasar klinis. Mekanisme keterlibatan ginjal pada anak
dengan demam berdarah tanpa perdarahan atau hipotensi masih belum jelas.
Jessie et al, menemukan bahwa virus dengue dapat menyebabkan invasi
langsung pada ginjal. Penelitian meneliti adanya lokalisasi seluler virus
dengue dalam jaringan manusia yang terinfeksi dengan menerapkan
imunohistokimia dan teknik hibridisasi in situ dalam spesimen jaringan yang
mengalami infeksi dengue yang telah dikonfirmasi secara serologis atau
virologi. Di ginjal antigen virus terdeteksi sebagai deposit granular diskrit
dalam sel lapisan dalam tubulus.3
2.6.4 Miokarditis
Mekanisme patologis dan kejadian miokard manifestasi tidak jelas. Gangguan
irama dapat berupa sinus takikardia, sinus bradikardia, gangguan konduksi
atrioventrikular, fibrilasi atrium bersama dengan atrium dan ventrikel ektopik.
Kerusakan miokard jarang terjadi, bisa akibat langsung dari invasi virus yang
menyebabkan kerusakan pada serat otot. Otopsi pada post mortem yang
20
atau sinus bradikardia dapat terjadi, dan beberapa melaporkan adanya blok
atrioventrikular.4
Pada awalnya, pasien demam dengue dengan komplikasi miokarditis itu
asimptomatik atau mengalami gejala jantung ringan seperti bradikardia,
transient atrioventricular block, dan atau ventricular arrhythmia. Pada
keadaan yang berat, pasien akan mengalami acute pulmonary edema dan atau
syok kardiogenik oleh karena kerusakan sel myocardial yang berat dengan
gagal ventikel kiri.14
2.6.5 Tiroktosikosis
Hipertiroid dengan penyakit grave non stigmata dapat terjadi pada demam
dengue. Gejala berupa takiaritmia, kuning, anemia, peningkatan aktivitas
usus pada pasien demam dengue dengan atau tanpa pembesaran tiroid dapat
ditemukan, namun mekanisme pasti belum diketahui.15
Selain itu, di India juga ditemukan kejadian subakut tiroiditis pada demam
dengue yang termasuk ke dalam expanded dengue syndrome. Demam dengue
dengan subakut tiroiditis dicurigai pada pasien pembengkakan kelenjar tiroid
yang
terasa
nyeri
pada
perabaan
dan
disertai
adanya
gambaran
hipertiroidisme.16
2.7
Isolasi virus
22
Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur sel
nyamuk atau pada sel mamalia (vero cell LLCMK2 dan BHK21). Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan yang rumit dan hanya dapat dilakukan pada enam hari
pertama demam.4
2.7.2
sensitivitas lebih baik dari isolasi virus pada kultur sel. Tingkat
sensitivitasnya dapat mencapai 93% hingga 100%, tergantung pada jenis serotip yang
diperiksa.11
2.8
Pemeriksaan
pada
kondisi
manifestasi
tidak
biasa
(unusual
manifestation)11
a.
b.
d.
Kelainan ginjal ditandai dengan penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin.4
Miokarditis pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan asidosis
metabolik dan hipokalsemi4. Diagnosis dari acute myocardial infarction
didasarkan pada peningkatan marker biokimia dari nekrosis myocardial
(serum kreatinin kinase-MB dan atau troponin I dari jantung) dan didapatkan
dari EKG yakni peningkatan gelombang Q atau peningkatan atau penurunan
24
dari ST segmen. Ketika sudah tegak diagnosis miokarditis atau nekrosis dari
myocardial, troponin I itu lebih sensitif dan lebih spesifik dari kreatinin
e.
kinase-MB.14
Perdarahan masif saluran cerna ditegakkan adanya perdarahan internal atau
tersamar pada pada saluran cerna harus yang dicurigai apabila setelah evaluasi
klinis dan pemberian cairan yang adekuat.4
2.8 Penatalaksanaan
Penanganan kasus DBD yang utama adalah tindakan promotif dan preventif karena
secara kuratif tidak ada perawatan khusus untuk demam berdarah, pengobatannya
hanya bersifat simptomatis dan suportif. Obat-obatan diberikan untuk meringankan
demam dan rasa sakit. Penderita sebaiknya segera dirawat, dan terutama dijaga
jumlah cairan tubuhnya. Terapi yang dapat diberikan diantaranya antipiretik, surface
cooling dan antikonvulsan.5
2.8.1 Tatalaksana Ensefalopati 4,19,20
1.
2.
berikut :
a.
tidak
mengandung
HCO3 dan
jumlah
cairan
harus
segera
Ganti lebih cepat ke cairan koloid apabila nilai hematokrit masih tetap
tinggi atau kebocoran plasma berat.
c.
d.
e.
f.
3.
4.
5.
6.
7.
diazepam intravena.
8.
9.
seperti
cefotaxime,
ceftriakson,
ampisilin+clavulanat,
2.
Apabila volume darah yang keluar dapat diukur maka diganti dengan
volume yang sama. Namun apabila sulit diukur maka diberikan darah segar
5-10 mL/kg BB fresh packed red cell atau 10-20 mL/kg BB fresh or fairly
whole blood
3.
4.
Tidak ada bukti nyata khasiat pemberian komponen darah seperti suspensi
27
6.
Monitoring
1. Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 1530 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
1. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan
klinis pasien stabil.
1. Jumlah dan frekuensi diuresis.
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian
volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila
diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi
kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema,
pernapasan meningkat, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat
diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap
harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada
umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian
dopamin perlu dipertimbangkan.
28
2.
Bila penggantian cairan telah terpenuhi atau sesuai kebutuhan, syok telah
teratasi, tetapi produksi urine masih tetap belum ada, dipertimbangkan
pemberian furosemid 1 mg/Kg BB.
3.
4.
5.
Diuresis, kadar ureum dan kreatinin, kadar elektrolit, tanda vital. Kadar
hematokrit harus dipantau dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil
pengobatan termasuk memantau kemungkinan timbulnya edema paru dan
gagal jantung.
6.
Istirahat total, monitor vital sign (nadi, nafas dan tekanan darah)
29
2.
3.
Farmakologi, diantaranya :
a.
b.
merangsang
alpha-adrenergik
reseptor
(vasokonstriksi
ginjal).
Digoxin
Menambah kekuatan dan kontraksi ventrikel, mengurangi tonus simpatis,
menurunkan resistensi sistemik dengan vasodilatasi perifer serta menurunkan
resistensi sitemik. Digoxin adalah glikosida jantung dengan efek inotropik
langsung selain efek tidak langsung pada sistem kardiovaskular. Ini bekerja
langsung pada otot jantung, meningkatkan kontraksi sistolik miokard. Tindakan
tidak langsung digoxin yang mengakibatkan peningkatan aktivitas saraf sinus
karotis dan simpatik.
30
Total dosis
digoxin/mcg/kgBB/hari
PO
IV
20
15
30
20
40-50
30-40
30-40
20-30
0,75-1,5 mg
0,5-1 mg
d.
Gamma Globulin
Gamma globulin intravena penting dalam pengobatan miokarditis akut. Ini telah
dikaitkan dengan peningkatan fungsi ventrikel kiri dan ketahanan hidup. Agen
terapi baru sedang dipelajari sebagai salah satu pengobatan miokarditis. Ini
termasuk agen yang menghambat masuknya virus ke sel, antivirus yang
menghambat translasi, transkripsi, atau keduanya dan interferon. Namun, strategi
ini masih dalam tahap awal, hal ini masih dalam tahap penelitian. Dosis yang
digunakan 2mg/Kg BB/24 Jam.
e.
ACE Inhibitor
Curah jantung dan resistensi sistemik menentukan tekanan darah. Ketika
resistensi
sistemik
menurun
dengan
penurunan
afterload,
shortening
myocardium dan meningkatkan stroke volume. Oleh karena itu, curah jantung
dapat dipertahankan pada tingkat yang lebih rendah dengan jantung kebutuhan
oksigen miokard rendah. ACE inhibitor menurunkan produksi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat. Tingginya kadar angiotensin II juga telah dikaitkan
dengan kerusakan sel pada pasien dengan miokarditis. Dosis captopril yang
31
digunakan adalah 1-3 mg/Kg BB/Hari dibagi setiap 8 jam. Captopril mengurangi
afterload dan nekrosis miosit. Hal ini bermanfaat dalam semua tahap gagal
jantung kronis. Efek farmakologis obat mengakibatkan penurunan resistensi
vaskuler sistemik, menurunkan tekanan darah, preload dan afterload. Dyspnea
dan toleransi latihan ditingkatkan.
f.
g.
Kortikosteroid
Penggunaan agen imunosupresif untuk pengobatan miokarditis virus masih
kontroversial. Beberapa penelitian pada hewan menunjukkan eksaserbasi
sitotoksisitas virus ketika subjek diobati dengan agen imunosupresif. Pada
beberapa kasus pada manusia telah menunjukkan bahwa kondisi pasien membaik
ketika pasien diobati dengan agen ini. Beberapa penelitian memberikan
rekomendasi penggunaan prednisolon 2.5 mg/kg per hari dalam satu minggu
pada anak-anak, setelah itu dosis diturunkan secara bertahap.26
h.
i.
Pada pasien yang dicurigai miokarditis harus berhati-hati dalam pemberian cairan
pasien dengan gambaran klinis demam berdarah, peningkatan yang signifikan dalam
jumlah trombosit ditemukan setelah pemberian oral kalsium karbonat. Namun secara
umum, belum ada bukti kuat dari manfaat suplemen kalsium dalam dengue, peran
kalsium masih dalam studi lebih lanjut.14
2.8
Pada kasus EDS ditemukan prognosis nya lebih buruk dari demam dengue. Sehingga
prognosis sangat tergantung dari pengenalan dini dengan cara pemantauan cermat dan
tindakan cepat dan tepat.19
Pada ensefalopati dengue sebagian pasien akan pulih seperti semula,
sedangkan sisanya akan mengalami gejala sisa seperti kelemahan dan kejang.
Ensefalitis dengue yang disertai gejala neurologis membutuhkan waktu pemulihan
yang cukup lama. Kelemahan dapat terjadi pada pasien dengan kelumpuhan saraf. 19
Mortalitas ensefalopati dengue yang pernah dilaporkan di Denmark adalah
sebesar 22% dari jumlah keseluruhan pasien yang didiagnosis. 28 Sedangkan penelitian
yang dilakukan di Pakistan, di dapatkan sebanyak 20% kematian pasien yang
didiagnosis dengan ensefalopati dengue dan 5% kematian pasien dengan perdarahan
intaserebral.
Syok dan obesitas memiliki faktor resiko yang besar untuk terjadi gagal ginjal
akut. Pasien yang mampu bertahan dan tidak berlanjut ke gagal ginjal kronik, fungsi
ginjalnya akan kembali seperti semula setelah 1 bulan.27 Kasus Acute Kidney Injury
oleh karena EDS didapatkan sebesarkan 11,3% dan angka morbiditas (disfungsi
ginjal menetap) didapatkan sebesar 5%.30 Disimpulkan dari penelitian di Pakistan
33
dengue.29
Disfungsi miokard dapat terjadi pada pasien dengan dengue miokarditis,
sekitar 20% pasien mengalami penurunan ejeksi fraksi kuarang dari 50%., namun
kelainan ini dapat kembali normal dalam waktu beberapa minggu. Abnormalitas EKG
juga dilaporkan pada 44-75% pasien yang terinfeksi virus.3 Pada pasien DHF disertai
miokarditis harus berhati hati dalam pemberian cairan. Jika terjadi kelebihan cairan
akan mengakibatkan peningkatan angka mortalitas. 18
34
BAB III
KESIMPULAN
Dengue dengan manifestasi tidak biasa yang paling sering pada anak-anak adalah
kelainan neurologis berupa ensefalopati dengue, kelainan jantung berupa miokarditis
dengue, pendarahan gastrointestinal dan kelainan pada ginjal berupa Acute Kidney
Injury (AKI). Diagnosis dengue dengan manifestasi yang tidak biasa dapat dilakukan
dengan
pemeriksaan
hematologi,
MRI,
pemeriksaan
cairan
serebrospinal,
35
dapat terjadi akibat syok yang berkepanjangan, Expanded Dengue Syndrom ini dapat
terjadi tanpa diawali dengan syok, yang berakibat pada morbiditas dan mortalitas
yang cukup tinggi sehingga diperlukan kewaspadaan yang tinggi terhadap masingmasing keadaan yang dapat timbul pada Expanded Dengue Syndrom.
DAFTAR PUSTAKA
.1
.2
.3
.4
.5
36
.6
Sumamemo SP, Herry G, Sri RS, Hindra IS, editors. 2010. Edisi ke-2. Buku ajar
infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
.7 Shivanthan MC and rajapakse S. Dengue and calcium. 2014. Int J Crit Illn Inj
Sci.
2014;
4:
314316.
Diakses
dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4296335/
pada tanggal 8
september 2015
.8 Jackson ST,et al. Dengue Encephalitis. Diakses dari http://www.intechopen.com.
.9 Varatharaj, A. Encephalitis in the clinical spectrum of dengue infection. United
Kingdom; Neuropathology Group Oxford University; 2010; 585-591.
.10 Withana et al. Dengue fever presenting with acute cerebellitis : a case report.
BMC Research Notes 2014, 7:125
.11 Sanchez,et al. Cerebellar hemorrhage in a patient during the convalescent phase
of dengue fever. J Stroke. 2014 ;3 : 202204.Diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4200593/
pada 9 September
2015.
.12 Vasanthi N, et. al. Unusual presentation of dengue fever-cerebral venous
thrombosis. Journal of clinical and diagnostic research.2015;9:9-10. Diakses dari
http://www.jcdr.net. Pada tanggal 9 September 2015.
.13 Rachmadi et al. Nephropathy and ensephalopaty in an Indonesian patient with
dengue viral infection, international journal of integrated health science, 2013;
(1),49-52.
.14 Ing-Kit Lee, Wen-Huei Lee, Jien-Wei Liu, Kuender D.yang. Acute myocarditis in
dengue hemmoragic fever: a case report and review of cardiac complications in
dengue-affected patients. International Journal of Infectious Disease.2010.
.15 Talib SH,et.al. Expanded dengue syndrome : presenting as overt thyrotoxicosis
without stigmata of graves disease ( a case report ). IOSR Journal of Dental and
Medical Science ( IOSR-JDMS).2013;5:04-06. Diakses dari http://
www.iosrjournlas.org. Pada tanggal 9 September 2015.
.16 Assir MZK, Jawa A, and ahmed HI. Expanded dengue syndrome : subacute
thyroiditis and intracerebral hemorrhage . BMC Infectious Diseases. 2012;12:14. Diakses dari http://www.Biomedcentral.com pada 9 September 2015.
.17 Sohler MP, Rosadas C, Castro MJC. Neurological complications in dengue
infection: a review for clinical practice. Rio de Janiero. 2013: 71(9-B): 667-671.
.18 Varma C, Bhat RY. 2013. Meningitis as primary presentation of dengue infection.
Manipal, Karnataka, India. 2013; 3(1): 39.
.19 Tropical Medicine and Health Vol. 39 No. 4 Supplement, 2011. The Japanese
Society of Tropical Medicine.Review TMH Clinical Manifestations and
Management of Dengue/DHF/DSS.
.20 Lardo, S. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue dengan Penyulit. Sub SMF/
Devisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot
Subroto, Jakarta. Indonesia. CDK-208/vol.40 no 9,th. 2013.
.21 Feigin dan cherrys. Textbook of Pediatric Infectious Disease 6Th. Edition. 2010.
.22 Myung K. Park. Peiatric Cardiology For Practicioners 5Th Edition. 2009
.23 Premaratna R.et al, 2012. Repeated dengue Schock syndrome and dengue
myocarditis responding dramatically to a single dose of methyl prednisolone.
37
.24
.25
.26
.27
.28
.29
.30
38