Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1
Latar Belakang
Dengue merupakan penyakit virus utama yang menyerang manusia disebabkan oleh
nyamuk ditemukan lebih dari 100 negara dan mengancam lebih dari 2,5 juta
penduduk di negara tropis dan subtropik. Infeksi virus dengue disebabkan oleh 4 tipe
serotip (DEN 1-4) yang paling banyak menyebabkan perawatan di rumah sakit dan
merupakan penyebab kematian pada anak terbanyak di beberapa negara tropis. Case
fatality rate dari demam berdarah dengue sekitar 5%, kebanyakan kasus yang fatal
terjadi pada anak-anak. Mayoritas anak yang dirawat karena demam dengue, demam
berdarah dengue/ sindrom syok dengue sembuh dengan perawatan suportif yang
ketat.1
Pada tahun 2011 revisi guideline WHO, dengue dibagi menjadi demam
dengue, demam berdarah dengue, demam berdarah dengue tanpa syok atau dengan
syok dan expanded dengue syndrome (EDS). Manifestasi yang tidak lazim adalah
spektrum yang luas dari infeksi dengue yang mempengaruhi berbagai sistem organ;
kardiovaskular, gastrointestinal, hepar, sistem saraf, paru-paru dan sistem renal.2
Kondisi ini dapat terjadi karena mungkin terkait dengan koinfeksi, komorbid, atau
komplikasi dari syok berkepanjangan. Adapun insiden dengue secara global
terbanyak di Asia Tenggara dan Pasifik Barat yang merupakan 75% dari jumlah
global dengue. Di Amerika 64,6% kasus berada di negara-negara Kutub Selatan, 19%
di Ekuador, 12,5% di Amerika Tengah dan Meksiko dan 3,9% di Karibia, namun
untuk insiden EDS secara umum belum dilakukan penelitian lebih lanjut. Di
1

Indonesia pada tahun 2009, 2010 dan 2011 telah dilaporkan kejadian EDS di Rumah
sakit Dr Soetomo Surabaya dan Rumah Sakit Soerya Sepanjang Sidoarjo. Pada tahun
2009 ada tiga kasus, tahun 2010 ada dua kasus dan tahun 2011 ada dua kasus dengue
dengan manifestasi yang tidak biasa. Beberapa faktor mempengaruhi situasi ini
seperti pemanasan global, peningkatan urbanisasi yang menyebabkan kesadaran
tentang sanitasi lingkungan yang baik. Disamping itu banyak kasus manifestasi tidak
biasa yang ditemukan dan memerlukan prosedur baru untuk membuat diagnosis dan
tatalaksana terbaru. 2,3
1.2
Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang expanded dengue syndrome, demam dengue dengan
manifestasi tidak biasa.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Penulisan refrat ini bertujuan untuk memahami tatalaksana expanded dengue
syndrome.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu syarat dalam menjalankan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada beberapa
literatur berupa buku teks, jurnal dan makalah ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditransmisikan
oleh nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus sebagai vektornya, dengan
karakteristik penyakit diantaranya seperti demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi,
adanya rush dan ptechie. Infeksi dengue dapat bermanifestasi berat dengan
keterlibatan organ hati, ginjal, otak, atau jantung, yang dikenal dengan expanded
dengue syndrome. Kondisi ini dapat terjadi karena mungkin terkait dengan koinfeksi,
komorbid, atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan.1,2,4,5
WHO pada tahun 2011 mengklasifikasikan manifestasi klinis infeksi virus dengue
menjadi:2
1.

Sindroma virus, yaitu demam sederhana yang tidak khas, yang sulit dibedakan
dengan demam akibat infeksi virus lain.
Demam dengue, yaitu demam yang timbul mendadak, tinggi (39-40 C), terus-

2.

menerus (pola demam kurva kontinua), bifasik, biasanya berlansung 2-7 hari.
Manifestasi perdarahan pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet yang
positif atau beberapa prekie spontan.
Demam berdarah dengue (DBD), yaitu demam yang timbul mendadak, tinggi

3.

(39-40 C), terus-menerus (pola demam kurva kontinua), bifasik, biasanya


berlangsung 2-7 hari. Pada DBD terjadi keboocoran plasma.
Sindroma Syok Dengue merupakan syok hipovolemik yang terjadi pada DBD,

4.

yang diakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai perembesan


plasma.
5.
Expanded dengue syndrome (EDS) merupakan manifestasi klinis yang
melibatkan organ seperti hati, ginjal, jantung, maupun otak yang berhubungan
dengan infeksi dengue dengan atau tidak ditemukannya tanda kebocoran plasma.
3

EDS dapat berupa penyulit infeksi dan manifestasi klinis yang tidak lazim (unusual
manifestation). Penyulit infeksi berupa kelebihan cairan, sedangkan manifestasi
klinis yang tidak lazim ialah ensefalopati dengue, perdarahan hebat, infeksi ganda,
kelainan ginjal, dan miokarditis.
2.2 Epidemiologi
Penyakit dengue terutama ditemukan didaerah tropik dan subtropik dengan sekitar 2,5
milyar penduduk yang beresiko untuk terjangkit penyakit ini. Di dunia, dalam tiga
dekade terakhir, terjadi peningkatan angka kejadian penyakit tersebut di berbagai
negara yang dapat menimbulkan kematian sekitar kurang dari 1%. Diperkirakan
setiap tahun sekitar 50 juta manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 diantaranya
memerlukan rawat inap, dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak.4
Insiden beberapa kasus dengue di beberapa negara di dunia diantaranya Di
Amerika 64,6% kasus berada di negara-negara Kutub Selatan, 19% di Ekuador,
12,5% di Amerika Tengah dan Meksiko dan 3,9% di Karibia. Di Amerika Utara
dengue sering terlihat di Texas dan Hawaii. Mediterania Timur dan Timur dan Afrika
Barat juga merupakan daerah endemik. Insiden Dengue di Asia Tenggara dan Pasifik
Barat lebih dari 75% dari jumlah global dengue.2 Asia Tenggara dengan jumlah
penduduk sekitar 1,3 milyar rmerupakan daerah endemis, Indonesia bersama dengan
Bangladesh, India, Maladewa, Myanmar, Sri Langka, Thailand dan Timur Leste
termasuk dalam kategori endemik A (endemik tinggi). Di Negara tersebut penyakit
dengue merupakan alasan utama rawat inap dan salah satu penyebab utama kematian
pada anak.3,4
4

Di Indonesia, selama kurun waktu empat tahun (2008-2012) telah dirawat


13.940 pasien yang terdiri atas demam dengue (DD) 5.931, DBD 5.844 dan sindrom
syok dengue (SSD) 2.165 pasien. Kelompok umur terbanyak adalah 5-14 tahun yaitu
9.036 (64,8%).4
Kasus Expanded Dengue Syndrome di Indonesia pada tahun 2009, 2010 dan
2011 telah dilaporkan kejadian EDS di Rumah sakit Dr. Soetomo Surabaya dan
Rumah Sakit Soerya Sepanjang Sidoarjo. Pada tahun 2009 ada tiga kasus, tahun 2010
ada dua kasus dan tahun 2011 ada dua kasus dengue dengan manifestasi yang tidak
biasa.3,4 Angka kematian kasus infeksi dengue tertera pada tabel :
Tabel 2.2. Angka kematian DD, DBD, dan SSD yang di rawat di enam rumah sakit
pendidikan, tahun 2008-2013
Manifestasi Klinis

Jumlah Kasus

Meninggal
Kasus

Demam dengue

5.931

0,08

Demam berdarah
dengue
Sindrom syok dengue

5.844

21

0,36

2.165

169

7,81

Jumlah
13.940
195
1,39
Sumber : Data Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP
DR, Hasan Sadikin, RSUP Dr. Soetomo, RSUP Dr. Sarjito, RSUP Dr. Karyadi, dan RSUP Dr.
Mohammad Hosein. Dikutip dari : Sri RH, Ismoedijanto M, Alex C. Pedoman Diagnosis dan
Tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2014.

Angka kematian kasus infeksi dengue yang dirawat 1,39%. Apabila dilihat
dari kasus SSD saja, tampak bahwa angka kematian masih cukup tinggi yaitu 7,81%
dari seluruh kasus SSD. Penyebab kematian selain SSD, dilaporkan pada beberapa
kasus adanya manifestasi klinis yang tidak lazim (unusual manifestation/expanded
5

dengue syndrome) seperti ensefalopati dengue dan koagulasi intra-vaskular


diseminata (KID), serta beberapa kasus disertai komorbid yakni infeksi HIV dan
sepsis.4
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Dengue telah diakui sebagai salah satu ancaman kesehatan masyarakat yang paling
signifikan yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditularkan ke manusia melalui
gigitan dari nyamuk Aedes aegypty yang merupakan vektor utama, meskipun ada
spesies lain seperti Aedes albopticus. Pada saat ini nyamuk Aedes aegipty merupakan
nyamuk domestik yang mempunyai afinitas tinggi untuk menggigit manusia
(antropofilik) serta dapat menggigit lebih dari satu individu (multiple-bite) untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya. Pola hidup seperti ini menyebabkan nyamuk
tersebut menjadi vektor yang sangat potensial untuk menularkan virus dengue dari
satu individu ke individu lain. Hanya nyamuk betina yang menggigit manusia. Aedes
albopticus selain dapat menularkan keempat jenis virus dengue, juga merupakan
vektor untuk 22 spesies arbovirus.4,5
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi
klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan (mild undifferentiated
febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam
berdarah dengue yang disertai syok (dengue shock syndrome = DSS). Virus dengue
termasuk grup B arthropod virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai flavivirus,
yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4.
6

Keempat jenis serotipe ini ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe


DENV-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.2
2.4 Patofisiologi dan Patogenesis
Hingga kini, sebagian besar ahli masih menganut the secondary heterologous
infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan ahwa
DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama kali
mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6
bulan sampai 5 tahun.4,6
Patogenesis infeksi virus dengue berhubungan dengan:4
a. Faktor virus, yaitu serotipe, jumlah, virulensi
b. Faktor pejamu, genetik, usia, status gizi, penyakit komorbid dan interaksi antara
virus dan pejamu.
c. Faktor lingkungan, musim, curah hujan, suhu udara, kepadatan penduduk,
morbilitas penduduk, dan kesehatan lingkungan.
Peran sistem imun dalam infeksi virus dengue adalah:4
a. Infeksi pertama kali (primer) menimbulkan kekebalan seumur hidup untuk
serotipe penyebab.
b. Infeksi sekunder dengan serotipe virus yang berbeda (secondary heterologeus
infection) memberikan manifestasi klinnis berat daripada infeksi primer.

Gambar 2.4. Patogenesis dengue berdasarkan WHO 20093

Secara umum, patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi


berbagai komponen dari respons imun atau reaksi inflamasi yang terjadi secara
terintegrasi. Sel imun yang paling penting dalam berinteraksi dengan virus dengue
yaitu sel dendrit, monosit/makrofag, sel endotel dan trombosit. Akibat interaksi
tersebut akan dikeluarkan berbagai mediator antara lain sitokin, peningkatan aktivitas
sistem komplemen, serta terjadi aktivasi limfosit T. Apabila aktivasi sel imun
berlebihan, akan diproduksi sitokin (terutama proinflamasi) dan mediator inflamasi
lain dalam jumlah banyak. Akibat produksi berlebih dari zat-zat tersebut akan

menimbulkan berbagai kelainan yang akhirnya menimbulkan tanda dan gejala dari
infeksi virus dengue.
Imunopatogenesis virus dengue terbagi menjadi :4
a. Respons Imun Humoral
Respons imun humoral diperankan oleh limfosit B dengan menghasilkan antibodi
spesifik terhadap virus dengue. Antibodi yang dihasilkan melindungi diri dari
terjadinya penyakit berat, namun sebaliknya dapat pula menjadi pemicu terjadinya
infeksi berat melalui mekanisme antibody-dependent enhancement (ADE). Virus
dengue mempunyai empat serotipe yang secara antigenik berbeda. Infeksi virus
dengue primer

oleh suatu serotip tertentu dapat menimbulkan kekebalan yang

menetap untuk serotipe bersangkutan (antibodi homotipik). Pada saat bersamaan,


sebagai bagian dari kekebalan silang (cross imunity) akan dibentuk antibodi untuk
serotipe lain (yang berbeda). Jika terjadi infeksi oleh serotipe yang berbeda, maka
antibodi heterotipik yang bersifat non atau subneutralisasi berikatan dengan virus atau
partikel tertentu dari virus serotipe yang baru membentuk kompleks imun. Kompleks
imun akan berikatan dengan reseptor Fc yang banyak terdapat terutama pada
monosit dan makrofag, sehingga memudahkan virus menginfeksi sel. Virus
bermultiplikasi di dalam sel dan selanjutnya virus keluar dari sel, sehingga terjadi
viremia. Kompleks imun juga mengaktifkan kaskade komplemen untuk menghasilkan
C3a dan C5a yang mempunyai dampak langsung terhadap peningkatan permeabilitas
vaskular.4

b.

Respons Imun Selular

Respons imun selular yang berperan yaitu limfosit T (sel T). Respons sel T terhadap
infeksi virus dengue dapat tidak menimbulkan penyakit atau hanya berupa infeksi
ringan, namun juga sebaliknya dapat terjadi hal yang merugikan bagi pejamu. Sel T
spesifik untuk virus dengue dapat mengenali sel yang terinfeksi virus dengue dan
menimbulkan respons beragam berupa proliferasi sel T, menghancurkan (lisis) sel
terinfeksi dengue, serta memproduksi berbagai sitokin. Pada penelitian in vitro,
diketahui bahwa baik sel T CD4 maupun sel T CD8 dapat menyebabkan lisis sel
target yang terinfeksi dengue. Sel T CD4 lebih banyak sebagai penghasil sitokin,
sedangkan sel T CD8 lebih berperan untuk lisis sel target dibanding dengan produksi
sitokin.4
Pada infeksi sekunder oleh virus dengue serotipe yang berbeda, sel T memori
mempunyai aviditas yang lebih besar terhadap serotipe yang sebelumnya dibanding
dengan serotipe virus yang baru. Fenomena lisis terhadap virus yang baru tidak
optimal, sedangkan produksi sitokin berlebihan. Sitokin yang dihasilkan oleh sel T
berperan dalam memacu respons inflamasi dan meningkatkan permeabilitas sel
endotel vaskular.3

c.

Mekanisme Autoimun

Virus dengue mempunyai beberapa komponen protein yang berperan dalam


pembentukan antibodi spesifik diantaranya protein E, prM, dan NS1. Protein yang
10

berperan dalam mekanisme autoimun adalan protein NS1. Antibodi terhadap protein
NS1 menunjukkan reaksi silang dengan sel endotel dan trombosit sehingga
menimbulkan gangguan pada kedua sel tersebut dan memacu respons inflamasi. Sel
endotel yang diaktivasi oleh antibodi terhadap protein NS1 dengue ternyata dapat
mengekspresikan sitokin, kemokin, dan molekul adhesi.4
Selain itu, antibodi terhadap prM juga dapat menyebabkan reaksi autoimun.
Autoantibodi terhadap protein prM dapat beraksi silang dengan sel endotel. Proses
autoimun ini diduga kuat terdapat kesamaan atau kemiripan antara protein NS1 dan
prM dengan komponen tertentu pada sel endotel dan trombosit yang disebut sebagai
molecular mimicry. Autoantibodi yang bereaksi dengan komponen yang dimaksud,
mengakibatkan sel yang mengandung molekul hasil ikatan antara keduanya akan
dihancurkan oleh makrofag atau mengalami kerusakan. Akibatnya, pada trombosit
akan terjadi trombositopenia dan pada sel endotel terjadi peningkatan permeabilitas
yang mengakibatkan perembesan plasma.4
2.4.1.1 Peran Kalsium dalam Imunopatogenesis Dengue
Kalsium memegang peranan penting dalam respon imun pada infeksi dengue. Dalam
studi invitro, Mg2+ dan Ca2+ dibutuhkan untuk pengikatan virus dengue dengan
monosit makrofag dan sel B serta sel T. Sehingga pada kasus dengue terjadi
penurunan Ca2+ dan Mg2+. Ca2+ memiliki peranan penting dalam aktivitas sitotoksik
virus DEN tipe 2. Sel yang mati menunjukkan adanya peningkatan kalsium di
intraseluler. Proliferasi dari dengue tergantung dari keadaan kalsium dan diinhibisi
oleh ketidakadaan kalsium dan calcium channel antagonist drugs.7

11

Hipokalsemia terlihat pada kasus demam berdarah yang berat dan telah diakui
berhubungan dengan peningkatan mortalitas. Dalam studi in vitro pada hewan dan
jaringan manusia hubungan kalsium dengan infektivitas virus dengue dan respon
imun terhadap dengue ditemukan adanya pola ketidakteraturan penyimpanan kalsium
intraseluler pada miokarditis dan disfungsi jantung yang terkait dengue. Meskipun
demikian, masih ada kekurangan bukti klinis tentang peran ketidakseimbangan
kalsium dalam dengue, efek klinis hipokalsemia pada dengue dan pada interaksi
antara ion kalsium darah dan imunopatogenesis penyakit.7
Meskipun hipokalsemia telah diamati pada pasien dengue, tidak ada bukti
bahwa saat ini hipokalsemia ini memiliki implikasi klinis yang signifikan.
Penggunaan kalsium pada pasien dengan demam berdarah tidak dianjurkan secara
rutin. Hanya ada sedikit bukti tentang peran kalsium pengganti pada pasien dengan
demam berdarah yang hipokalsemia.7
2.4.1.2 Peran Sitokin dan Mediator Inflamasi Lain
Sitokin merupakan suatu molekul protein yang berperan penting dalam respons imun
tubuh melawan infeksi. Dalam lingkup respons inflamasi, secara umum sitokin
mempunyai sifat proinflamasi dan antiinflamasi. Pada keadaan respons fisiologis,
terjadi keseimbangan antara kedua jenis sitokin tersebut. Apabila sitokin diproduksi
berlebihan dalam jumlah yang sangat banyak dan reaksinya berlebihan, akan
merugikan penajmu. Pada infeksi virus dengue, sitokin juga berperan dalam
menentukan derajat penyakit. Demam Berdarah Dengue (DBD) bahkan Sindrom
Syok Dengue (SSD) ditandai dengan peningkatan jenis dan jumlah sitokin yang
sering disebut sebagai badai sitokin (cytokine storm/cytokine tsunami). Dari beberapa
12

penelitian, sitokin yang paling banyak perannya yaitu TNF-, IL-1, IL-6, IL-8, dan
IFN-. Mediator lain yang sering dikemukakan mempunyai peran penting dalam
menimbulkan derajat penyakit berat yaitu kemokin, CXCL-9, CXCL-10, dan CXCL11 yang dipicu oleh IFN-.4
2.4.1.3 Peran Sistem Komplemen
Pada pasien DBD atau DSS dikemukakan ditemukan penurunan kadar komplemen,
sehingga diduga bahwa aktivasi sistem komplemen mempunyai peran dalam
patogenesis terjadi penyakit yang berat. Kompleks imun virus dengue dan antibodi
pada infeksi sekunder dapat mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur klasik.
Protein NS1 dapat mengaktifkan sistem komplemen secara langsung melalui jalur
alternatif dan apabila berlebihan dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskular.4
Selain melalui kedua jalur tersebut, aktivasi komplemen pada infeksi virus dengue
juga dapat melalui jalur mannose-binding lectin. Aktivasi komplemen menghasilkan
peptide yang mempunyai aktivitas biologik sebagai anafilatoksin yaitu C3a dan C5a.
Komplemen C5a menginduksi produksi beberapa sitokin proinflamasi (seperti TNF, IL-1, IL-6 dan IL-8) dan meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada neutrofi;
maupun sel endotel, sehingga peran C5a dalam peeningkatan permeabilitas vaskular
sangat besar.4
2.4.1.4 Faktor Pejamu
Beberapa faktor resiko dari pejamu diantaranya usia, status gizi, faktor genetik, dan
penyakit tertentu yang berhubungan dengan system imun. Anak-anak umumnya

13

mempunyai penyakit yang lebih berat dibandingkan dengan orang dewasa, diduga
karena anak-anak mem;punyai system mikrovaskular yang lebih mudah untuk
mengalami peningkatan permeabilitas. Bayi usia 6-12 bulan mempunyai risiko lebih
berat, mesipun pada infeksi primer. Hal ini diduga melalui mekanisme antibodydependent enhancement yang sama dengan infeksi sekunder pada pejamu dengan usia
lebih dari satu tahun. Antibodi IgG anti dengue yang bersifat nonneutralising
ditransfer dari ibu pada saat kehamilan. Faktor genetik juga merupakan sebagai faktor
resiko, yang berhubungan dengan human leucocyte antigen (HLA) tertentu, yang
mempunyai faktor resiko lebih rentan terhadap infeksi virus dengue.4
2.5 Manifestasi Klinis

Gambar 2.5. Klasifikasi dan derajat keparahan dengue menurut WHO 2009 8

Klasifikasi dan derajat keparahan dengue menurut who 2009 terdapat 3 tanda bahaya
pada demam dengue derajat berat yaitu: Perembesan plasma yang berat, perdarahan
hebat dan kerusakan hebat pada organ. Kriteria kemungkinan demam dengue dengan
14

adalah: pernah berkunjung ke daerah yang endemis dengue disertai dengan 2 gejala
atau lebih seperti muntah, ptekie, nyeri dan pegal-pegal, test torniquet positif,
leukopenia, serta di konfirmasi dengan hasil laboratorium (penting jika tidak terdapat
perembesan plasma). Sementara kriteria demam dengue derajat berat adalah 1)
terdapatnya perembesan plasma yang berat yang ditandai dengan syok, penumpukkan
cairan dengan respiratory distress, 2) Perdarahan hebat, di evaluasi dari kondisi klinis
pasien, 3) gangguan organ yang berat, ditandai dengan SGOT atau SGPT 1000,
gangguan sistem saraf pusat, serta gangguan jantung dan organ lainnya.8
2.6. Manifestasi tidak biasa
2.6.1 Kelainan Neurologis
2.6.1.1 Ensefalopati Dengue
Ensefalitis biasanya disertai demam, penurunan kesadaran, sakit kepala,
kejang, dan tanda-tanda neurologis fokal. Sebaliknya, ensefalopati adalah
gambaran klinis penurunan kesadaran, yang dapat disebabkan oleh ensefalitis,
gangguan metabolik, alkohol, atau obat-obatan.9
Patogenesis terjadinya ensefalopati dengue masih belum jelas, belum diketahui
virus ini neurotropik atau langsung dimediasi oleh infeksi langsung dari sistem
saraf/ tidak langsung melalui mekanisme lain.9

15

Gambar 2.6.1.1 Temuan klinis dan laboratorium pada pasien dengan ensefalitis
dengue.9

Dari penelitian yang dijelaskan di atas, kita dapat mengenali gejala klinis yang
menjadi ciri ensefalitis dengue [Gambar 2.6.1.1]. Gejala umum yang muncul
adalah ensefalitis klasik yaitu; demam, sakit kepala, penurunan kesadaran, dan
kejang. Gejala lain yang diidentifikasi termasuk meningismus, ekstensor
plantar, sikap tubuh yang abnormal, kelumpuhan saraf wajah, dan
tetraparesis.9
2.6.1.2 Cerebellitis
Komplikasi neurologis terjadi pada 0,5-6 % dari pasien dengan infeksi dengue.
Hal ini terjadi oleh karena di mediasi oleh mekanisme sistem imun dari tubuh
yang menyebabkan manifestasi dari neurologi dan antigen dari dengue telah di
teliti pada otak pasien dengan ensefalitis dengue. Pada beberapa kasus,
permulaan atau onset dari gejala cerebellar bervariasi mulai dari dua hari
sampai dua minggu setelah onset dari demam. Untuk pemeriksaan penunjang
menggunakan MRI. Pada beberapa kasus menunjukkan hasil yang normal,
namun ada juga pada beberapa kasus lain yang menunjukkan hasil MRI berupa

16

adanya hiperintensitas dari cerebellum. Pasien yang dilaporkan memiliki hasil


MRI dengan hiperintensitas dari cerebellum menunjukkan adanya Eipstein
Barr virus sebagai ko-infeksi.10
Cerebellitis akut mempunyai hubungan dengan infeksi virus, yang dapat terjadi
sebagai infeksi primer ataupun post infeksi. Cerebellitis akut umumnya terjadi
dari nfeksi sekunder, diantaranya virus varicella zoster, virus Epstein Barr,
measles, mumps, rubella, virus herpes simpleks dan coxsackie virus. Post
infeksi cerebellitis pada beberapa kasus dilaporkan mengikuti infeksi dari virus
varicella zoster, coxsackie virus, virus Eipstein Barr. Keterlibatan cerebellar
pada infeksi dengue belum sepenuhnya dimengerti.10
2.6.1.3 Perdarahan Intra Serebral
Mekanisme yang mengakibatkan perdarahan intraserebral pada infeksi dengue
sebagian besar terkait dengan gangguan hemostasis: trombositopenia,
pemanjangan clotting times dengan atau tanpa disseminated intravascular
coagulation, atau kegagalan organ multiple dan sindrom kebocoran kapiler.
Kondisi terkait lainnya mungkin termasuk lesi langsung pada jaringan
(ensefalitis) dan vaskulopati. Kemungkinan penyebab perdarahan pada pasien
dalam studi Sanchez, et al bisa berupa inflamasi vaskulopati. 11
2.6.1.4 Trombosis Vena Serebri
Trombosis vena pada infeksi dengue

disebabkan karena dehidrasi yang

diakibatkan oleh adanya kebocoran plasma. Oleh karena itu pemberian hidrasi
yang tepat sangat penting pada stadium awal untuk mencegah komplikasi
seperti trombosis vena serebri. Penelitian yang dilakukan di India menemukan
adanya pasien demam dengue dengan trombosis vena serebri. Pasien dengan
17

keluhan adanya demam selama 10 hari, adanya keluhan diplopia pada mata kiri
dan mengalami nyeri kepala selama 2 hari.12
2.6.2 Perdarahan Masif
Perdarahan pada infeksi dengue dapat ringan sampai berat yang kadang
memerlukan perawatan kedaruratan. Perdarahan hebat umumnya akibat
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan gagal multiorgan seperti
disfungsi hati dan ginjal, hipoksia yang berhubungan dengan syok yang berat
dan berkepanjangan, asidosis metabolik yang disertai dengan trombositopenia.
Adanya aktivasi koagulasi yang luas menyebabkan pembentukan fibrin
intravaskular dan oklusi pembuluh darah kecil yang mengakibatkan timbulnya
thrombosis. Peningkatan penggunaan trombosit pada DIC menyebabkan
makin menurunnya jumlah trombosit dan faktor pembekuan sehingga memicu
perdarahan hebat.3
Perdarahan berat pada infeksi dengue umumnya terjadi pada saluran cerna
berupa hematemesis, hematokezia, dan melena. Perdarahan samar pada
saluran cerna yang terjadi bersama dengan hemokonsentrasi umumnya sulit
untuk didiagnosis. Adanya perdarahan internal atau tersamar pada saluran
cerna harus dicurigai apabila evaluasi klinis dan pemberian cairan yang
adekuat, namun terjadi kondisi sebagai berikut :
a.

Pasien dengan syok refrakter (syok yang tidak berhasil diatasi dengan
pedoman syok pada umumnya), dan memiliki hemoglobin dan hematokrit
rendah atau penurunan hemoglobin dan hematokrit.

18

b.

c.

Pasien dengan tekanan sistolik atau diastolik yang meningkat artau normal
namun denyut nadi masih cepat.
Pasien dengan penurunan hematokrit lebih dari 10% selama pemberian

cairan.3
Aktivasi kaskade koagulasi selama infeksi virus mungkin dapat membatasi
penyebaran infeksi. Namun, pembekuan yang berlebihan dapat menyebabkan
penyebaran

koagulasi intravaskular dan perdarahan berikutnya, seperti

selama demam dan demam berdarah dengue.3


2.6.3 Kelainan pada Ginjal
2.6.3.1 Nefropati
Nefropati dapat terjadi akibat kompleks antigen-antibodi yang ditemukan di
glomerulus, respon imun in situ tersebut memicu kerusakan struktur
glomerulus. Pada studi kasus ditemukan kebanyakan infeksi dengue yang
memicu kerusakan ginjal diikuti oleh syok, rabdomiolisis dan hipotensi.
Hematuria mikroskopis merupakan temuan utama pada nefropati. Kelainan
mikroskopis termasuk hematuria dan proteinuria dapat menetap selama
beberapa bulan atau tahun nefropati akan mengalami perbaikan. Pada kasus
terbaru, proteinuria akan hilang pada hari ke-19 dan mikroskopis hematuria
hilang setelah 6 bulan.13
2.6.3.2 Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase teminal syok sebagai akibat
dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Acute Kidney Injuri (AKI)
merupakan komplikasi buruk infeksi dengue pada anak-anak, ditandai dengan
penurunan jumlah urin, peningkatan kadar ureum dan kreatinin. 1 Proteinuria
dan sedimen urin yang abnormal adalah manifestasi ginjal yang paling umum
pada pasien dengan demam berdarah.3
19

Beberapa jenis AKI pada infeksi dengue telah dilaporkan yang mencakup
nekrosis tubular akut, yang mungkin berhubungan dengan edema interstitial
dan infiltrasi mononuklear, glomerulonefritis akut, mikroangiopati trombotik,
dan gagal ginjal myoglobinuric dalam konteks kegagalan multiorgan. Kondisi
yang paling umum yang terkait dengan cedera ginjal akut adalah syok
berkepanjangan dengan asidosis metabolik, dan Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC) parah yang menyebabkan hipoksia/ iskemia dan
menyebabkan beberapa disfungsi organ. Dalam kasus-kasus dari cedera ginjal
akut akibat infeksi dengue langka, dan sebagian besar diagnosis nekrosis
tubular akut dibuat atas dasar klinis. Mekanisme keterlibatan ginjal pada anak
dengan demam berdarah tanpa perdarahan atau hipotensi masih belum jelas.
Jessie et al, menemukan bahwa virus dengue dapat menyebabkan invasi
langsung pada ginjal. Penelitian meneliti adanya lokalisasi seluler virus
dengue dalam jaringan manusia yang terinfeksi dengan menerapkan
imunohistokimia dan teknik hibridisasi in situ dalam spesimen jaringan yang
mengalami infeksi dengue yang telah dikonfirmasi secara serologis atau
virologi. Di ginjal antigen virus terdeteksi sebagai deposit granular diskrit
dalam sel lapisan dalam tubulus.3
2.6.4 Miokarditis
Mekanisme patologis dan kejadian miokard manifestasi tidak jelas. Gangguan
irama dapat berupa sinus takikardia, sinus bradikardia, gangguan konduksi
atrioventrikular, fibrilasi atrium bersama dengan atrium dan ventrikel ektopik.
Kerusakan miokard jarang terjadi, bisa akibat langsung dari invasi virus yang
menyebabkan kerusakan pada serat otot. Otopsi pada post mortem yang
20

dilakukan mengungkapkan adanya perubahan histologis berbeda dalam


miokardium yang menunjukkan edema interstitial dengan sel inflamasi
infiltrasi dan nekrosis serat miokard. Gangguan penyimpanan kalsium dalam
sel yang terinfeksi juga berkontribusi terhadap kerusakan miokard.14
Kalsium juga memainkan peran penting dalam fungsi jaringan
miokard. Keterlibatan jantung pada infeksi dengue telah dibahas dalam
banyak studi, meskipun sedikit yang diketahui tentang patogenesis
sebenarnya. Miokarditis dengue mungkin hadir dengan berbagai gejala
termasuk perubahan elektrokardiografi (sinus bradikardia, takikardia, inversi
T-gelombang elektrokardiografi (EKG), efusi perikardial, gangguan fungsi
diastolik, dan tingkat patologis peningkatan Creatine Phosphokinase Band
Miokard (CPK-MB). Ada beberapa teori yang menjelaskan adanya
ketidakteraturan dalam penyimpanan Ca2+ dalam sel miokard yang terinfeksi
dapat langsung berkontribusi terhadap perkembangan miokarditis. Salgado et
al, berusaha untuk menguji hipotesis bahwa otot lurik adalah target infeksi
dengue dan adanya perubahan dalam homeostasis kalsium juga dikaitkan
dengan disfungsi miokard pada infeksi dengue.14
Disfungsi miokard dapat dilihat pada penderita DBD, sekitar 20% dari
penderita DBD memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri kurang dari 50%, dan
cenderung kembali normal dalam beberapa minggu. Mekanisme patogenik
disfungsi jantung belum jelas; adanya perubahan tonus otonom dan hipotensi
berkepanjangan diduga memiliki peranan penting. Kelainan elektrokardiografi
dilaporkan sebanyak 44-75% pada pasien DBD, dan perpanjangan interval PR
21

atau sinus bradikardia dapat terjadi, dan beberapa melaporkan adanya blok
atrioventrikular.4
Pada awalnya, pasien demam dengue dengan komplikasi miokarditis itu
asimptomatik atau mengalami gejala jantung ringan seperti bradikardia,
transient atrioventricular block, dan atau ventricular arrhythmia. Pada
keadaan yang berat, pasien akan mengalami acute pulmonary edema dan atau
syok kardiogenik oleh karena kerusakan sel myocardial yang berat dengan
gagal ventikel kiri.14
2.6.5 Tiroktosikosis
Hipertiroid dengan penyakit grave non stigmata dapat terjadi pada demam
dengue. Gejala berupa takiaritmia, kuning, anemia, peningkatan aktivitas
usus pada pasien demam dengue dengan atau tanpa pembesaran tiroid dapat
ditemukan, namun mekanisme pasti belum diketahui.15
Selain itu, di India juga ditemukan kejadian subakut tiroiditis pada demam
dengue yang termasuk ke dalam expanded dengue syndrome. Demam dengue
dengan subakut tiroiditis dicurigai pada pasien pembengkakan kelenjar tiroid
yang

terasa

nyeri

pada

perabaan

dan

disertai

adanya

gambaran

hipertiroidisme.16
2.7

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Penegakkan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat


sangat penting dalam tatalaksana klinis, surveillans, penelitian, dan uji klinis vaksin.4
2.7.1

Isolasi virus

22

Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur sel
nyamuk atau pada sel mamalia (vero cell LLCMK2 dan BHK21). Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan yang rumit dan hanya dapat dilakukan pada enam hari
pertama demam.4
2.7.2

Deteksi antigen IgM dan IgG

Untuk mendeteksi antibody (IgM dan IgG) penggunaan ELISA (Enzyme-Linked


Immunosorbent Assay) merupakan cara yang paling banyak digunakan, cara ini
memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi1. Serum antibodi IgM dapat
dideteksi dengan tingkat sensitivitas 96% dan tingkat spesifisitas 97%. Sementara
IgG muncul dengan titer yang rendah pada awal gejala dan meningkat secara
perlahan pada akhir minggu pertama dari onset penyakit.17,18
IgM anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat terdeteksi pada hari
sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah hari ke sembilan puluh. Pada infeksi dengue
primer, IgG anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan dengan IgM anti dengue,
namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan
lama dalam serum. Kinetik NS1 antigen virus dengue dan IgG serta IgM antidengue,
merupakan petunjuk dalam menentukan jenis pemeriksaan dan untuk membedakan
antara infeksi primer dengan infeksi sekunder.4
2.7.3 Deteksi Antigen NS1 (Non-struktural 1)
Protein ini muncul saat awal gejala dan dapat bertahan hingga hari ke-14 setelah
infeksi. Pemeriksaan antigen ini memiliki tingkat sensitivitas 90% dan spesifisitas
100%.11
23

2.7.4 RT-PCR (Reverse Transcription followed by Polimerase Chain Reaction)


RT-PCR merupakan bagian dari test asam nukleat. Cara ini juga dapat digunakan
untuk mendeteksi materi genetik dari virus dengue. Cara ini diperkirakan memiliki
tingkat

sensitivitas lebih baik dari isolasi virus pada kultur sel. Tingkat

sensitivitasnya dapat mencapai 93% hingga 100%, tergantung pada jenis serotip yang
diperiksa.11
2.8

Pemeriksaan

pada

kondisi

manifestasi

tidak

biasa

(unusual

manifestation)11
a.

b.

Ensefalopati dengue dapat dijumpai peningkatan kadar transaminase


(SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang.
Ensefalitis dengue dapat dijumpai virus dengue atau dari jaringan otak

Tabel 2.8 Analisis dan interpretasi pemeriksaan CSS11

Sumber :Sohler MP, Rosadas C, Castro MJC. Neurological Complications In Dengue


Infection: a Review For Clinical Practice. Rio de Janiero. 2013: 71(9-B): 667-671.
c.

d.

Kelainan ginjal ditandai dengan penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin.4
Miokarditis pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan asidosis
metabolik dan hipokalsemi4. Diagnosis dari acute myocardial infarction
didasarkan pada peningkatan marker biokimia dari nekrosis myocardial
(serum kreatinin kinase-MB dan atau troponin I dari jantung) dan didapatkan
dari EKG yakni peningkatan gelombang Q atau peningkatan atau penurunan
24

dari ST segmen. Ketika sudah tegak diagnosis miokarditis atau nekrosis dari
myocardial, troponin I itu lebih sensitif dan lebih spesifik dari kreatinin
e.

kinase-MB.14
Perdarahan masif saluran cerna ditegakkan adanya perdarahan internal atau
tersamar pada pada saluran cerna harus yang dicurigai apabila setelah evaluasi
klinis dan pemberian cairan yang adekuat.4

2.8 Penatalaksanaan
Penanganan kasus DBD yang utama adalah tindakan promotif dan preventif karena
secara kuratif tidak ada perawatan khusus untuk demam berdarah, pengobatannya
hanya bersifat simptomatis dan suportif. Obat-obatan diberikan untuk meringankan
demam dan rasa sakit. Penderita sebaiknya segera dirawat, dan terutama dijaga
jumlah cairan tubuhnya. Terapi yang dapat diberikan diantaranya antipiretik, surface
cooling dan antikonvulsan.5
2.8.1 Tatalaksana Ensefalopati 4,19,20
1.

Mempertahankan oksigenasi dengan pemberian oksigen

2.

Mencegah atau mengurangi tekanan intrakranial dengan cara sebagai

berikut :
a.

Berikan cairan intravena dengan volume yang dibatasi (restriksi)


tidak lebih dari 80% kebutuhan rumatan untuk mencegah terjadinya
atau memberatnya edema otak selama fase pemulihan dari syok.
Pada enselopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka
bila syok telah teratasi, selanjutnya cairan diganti dengan cairan yang
25

tidak

mengandung

HCO3 dan

jumlah

cairan

harus

segera

dikurangi.Tatalaksana dengan pemberian NaCl 0,9 % : D5 = 1:3


untuk mengurangi alkalosis.
b.

Ganti lebih cepat ke cairan koloid apabila nilai hematokrit masih tetap
tinggi atau kebocoran plasma berat.

c.

Pemberian diuretik segera pada kasus kelebihan cairan.

d.

Posisi pasien dalam keadaan lebih tegak, posisi kepala 30 derajat


lebih tinggi dari tubuh.

e.

Intubasi dini bila diperlukan untuk mencegah hiperkarbia dan


mempertahankan jalan nafas.

f.

Kortikosteroid seperti deksametason dapat diberikan 0,15 mg/Kg


BB/dosis intravena diberikan setiap 6-8 jam, untuk menggurangi
tekanan intrakranial atau edema otak (apabila tidak ada perdarahan).

3.

Mengurangi produksi amoniak dengan pemberian laktulosa 5-10 mL setiap


6 jam.

4.

Mempertahankan gula darah pada kadar 80-100 mg/dl. Infus glukosa


direkomendasikan 4-6mg/Kg/Jam.

5.

Koreksi gangguan asam basa, ketidakseimbangan elektrolit (hiponatremia


atau hipernatremia, hipokalemia atau hiperkalemia, hipokalsemia) dan
asidosis.

6.

Vitamin K1 intravena 3 mg untuk umur < 1 tahun, 5 mg untuk umur < 5


tahun dan 10 mg untuk umur> 5 tahun atau dewasa.

7.

Antikonvulsi diberikan untuk mengatasi kejang : fenobarbital, dilatin atau


26

diazepam intravena.
8.

Apabila trasnfusi darah diperlukan, sebaiknya fresh red packed cell.


Transfusi trombosit, fresh frozen plasma dapat menyebabkan overload
cairan dan meningkatkan TIK.

9.

Terapi antibiotik empiris dianjuran apabila dicurigai terjadi infeksi bakteri


sekunder.
Pada DBD enselopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk
mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100
mg/kgBB/hari + kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari). Apabila obat-obat
tersebut sudah menunjukkan tanda resistan, maka obat ini dapat diganti
dengan obat-obat yang masih sensitif dengan kuman-kuman infeksi
sekunder,

seperti

cefotaxime,

ceftriakson,

ampisilin+clavulanat,

amoxillin+clavulanat, dan kadang-kadang dapat dikombinasikan dengan


aminoglikosida.6
2.8.2 Tatalaksana Perdarahan Gastrointestinal 19,20
1.

Menemukan sumber perdarahan

2.

Apabila volume darah yang keluar dapat diukur maka diganti dengan
volume yang sama. Namun apabila sulit diukur maka diberikan darah segar
5-10 mL/kg BB fresh packed red cell atau 10-20 mL/kg BB fresh or fairly
whole blood

3.

Pemberian H2 antagonis dan proton pump inhibitor, dianggap kurang


efektif.

4.

Tidak ada bukti nyata khasiat pemberian komponen darah seperti suspensi
27

trombosit, fresh frozen plasma atau cryoprecipitate, akan dapat


menyebabkan sindrom kelebihan cairan.
5.

Pemberian rekombinan faktor VII pada sebagian kasus dengan perdarahan


masif tanpa gagal organ memberikan hasil baik.

6.

Monitoring
1. Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 1530 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
1. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan
klinis pasien stabil.
1. Jumlah dan frekuensi diuresis.
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian
volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila
diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi
kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema,
pernapasan meningkat, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat
diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap
harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada
umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian
dopamin perlu dipertimbangkan.

28

2.8.3 Tatalaksana Gagal Ginjal Akut 19,20


1.

Untuk mempertahankan keseimbangan cairan, pemasangan kateter vena


sentral menjadi alternatif untuk pemberian cairan.

2.

Bila penggantian cairan telah terpenuhi atau sesuai kebutuhan, syok telah
teratasi, tetapi produksi urine masih tetap belum ada, dipertimbangkan
pemberian furosemid 1 mg/Kg BB.

3.

Dopamine dapat dipertimbangkan untuk membuka aliran darah ginjal yang


sebelumnya terganggu.

4.

Gangguan elektrolit dan asam basa harus segera dikoreksi.

5.

Diuresis, kadar ureum dan kreatinin, kadar elektrolit, tanda vital. Kadar
hematokrit harus dipantau dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil
pengobatan termasuk memantau kemungkinan timbulnya edema paru dan
gagal jantung.

6.

Plasmaferesis atau hemodialisis atau renal replacement therapy dapat


dilakukan pada pasien dengan keadaan gagal ginjal yang semakin
memburuk.

2.8.4 Tatalaksana Miokarditis 6,20,21,22,23,24


Jika gagal jantung kongestif hadir pada pasien dengan miokarditis viral, digitalis
mungkin berguna dalam menjaga fungsi yang memadai. Diuretik dapat diberikan
bersamaan untuk mengeluarkan cairan ekstraseluler berlebihan dan menurunkan
preload. Pemantauan tekanan intrakardiak dapat memfasilitasi pemeliharaan
tekanan pengisian yang memadai.
1.

Istirahat total, monitor vital sign (nadi, nafas dan tekanan darah)
29

2.

Berikan oksigenasi yang adekuat

3.

Farmakologi, diantaranya :
a.

Berikan diuretik ( seperti furosemid 1mg/kg BB 1-3 kali sehari)


Diuretik berguna untuk menggurangi gejala bendungan

b.

Inotropik dapat membantu meningkatkan kontraktilitas otot jantung

Agen inotropik digunakan ketika curah jantung tidak dapat dipertahankan.


Dopamin, dobutamin, inamrinone (sebelumnya amrinon), dan milrinone adalah
vasopresor paling umum digunakan.
Pada dosis yang lebih rendah, obat ini merangsang beta1-adrenergik dan reseptor
dopaminergik (vasodilatasi ginjal, inotropisme positif); pada dosis yang lebih
tinggi,

merangsang

alpha-adrenergik

reseptor

(vasokonstriksi

ginjal).

Dobutamin merangsang reseptor beta1-adrenergik. mengurangi peningkatan


resistensi vaskuler sistemik. Dosis dopamin 2-10 mg/Kg BB/ hari dan
dobutamin, 10 mg/kg BB/ hari.
c.

Digoxin
Menambah kekuatan dan kontraksi ventrikel, mengurangi tonus simpatis,
menurunkan resistensi sistemik dengan vasodilatasi perifer serta menurunkan
resistensi sitemik. Digoxin adalah glikosida jantung dengan efek inotropik
langsung selain efek tidak langsung pada sistem kardiovaskular. Ini bekerja
langsung pada otot jantung, meningkatkan kontraksi sistolik miokard. Tindakan
tidak langsung digoxin yang mengakibatkan peningkatan aktivitas saraf sinus
karotis dan simpatik.
30

Tabel 2.8.4.1 Dosis digoxin pada anak


Umur
Prematur
Neonatus
<2 tahun
>2 tahun
>10 tahun/dewasa

Total dosis
digoxin/mcg/kgBB/hari
PO
IV
20
15
30
20
40-50
30-40
30-40
20-30
0,75-1,5 mg
0,5-1 mg

Dosis Maintenance digoxin


mcg/kgBB/hari
PO
IV
5
3-4
8-10
6-8
10-12
7,5-9
8-10
6-8
0,125-0,5 mg
0,1-0,4 mg

Sumber : Saxena, Anita. Consesnsus review of Drug Therapy of Cardiac Diseases in


Children. All India Institute of Medical Sciences, New Delhi, India.2009.

d.

Gamma Globulin
Gamma globulin intravena penting dalam pengobatan miokarditis akut. Ini telah
dikaitkan dengan peningkatan fungsi ventrikel kiri dan ketahanan hidup. Agen
terapi baru sedang dipelajari sebagai salah satu pengobatan miokarditis. Ini
termasuk agen yang menghambat masuknya virus ke sel, antivirus yang
menghambat translasi, transkripsi, atau keduanya dan interferon. Namun, strategi
ini masih dalam tahap awal, hal ini masih dalam tahap penelitian. Dosis yang
digunakan 2mg/Kg BB/24 Jam.

e.

ACE Inhibitor
Curah jantung dan resistensi sistemik menentukan tekanan darah. Ketika
resistensi

sistemik

menurun

dengan

penurunan

afterload,

shortening

myocardium dan meningkatkan stroke volume. Oleh karena itu, curah jantung
dapat dipertahankan pada tingkat yang lebih rendah dengan jantung kebutuhan
oksigen miokard rendah. ACE inhibitor menurunkan produksi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat. Tingginya kadar angiotensin II juga telah dikaitkan
dengan kerusakan sel pada pasien dengan miokarditis. Dosis captopril yang
31

digunakan adalah 1-3 mg/Kg BB/Hari dibagi setiap 8 jam. Captopril mengurangi
afterload dan nekrosis miosit. Hal ini bermanfaat dalam semua tahap gagal
jantung kronis. Efek farmakologis obat mengakibatkan penurunan resistensi
vaskuler sistemik, menurunkan tekanan darah, preload dan afterload. Dyspnea
dan toleransi latihan ditingkatkan.

f.

Aritmia bisa diberikan lidokain atau amiodarone

g.

Kortikosteroid
Penggunaan agen imunosupresif untuk pengobatan miokarditis virus masih
kontroversial. Beberapa penelitian pada hewan menunjukkan eksaserbasi
sitotoksisitas virus ketika subjek diobati dengan agen imunosupresif. Pada
beberapa kasus pada manusia telah menunjukkan bahwa kondisi pasien membaik
ketika pasien diobati dengan agen ini. Beberapa penelitian memberikan
rekomendasi penggunaan prednisolon 2.5 mg/kg per hari dalam satu minggu
pada anak-anak, setelah itu dosis diturunkan secara bertahap.26

h.

Koreksi asidosis dan hipokalsemia

i.

Pada pasien yang dicurigai miokarditis harus berhati-hati dalam pemberian cairan

2.8.5 Terapi Lain-lain


Kalsium diperlukan untuk agregasi platelet, meskipun peran yang tepat belum
diketahui pasti. Dalam beberapa kasus pasien yang menderita demam berdarah,
pemberian kalsium karbonat dan vitamin D3 dilaporkan memberikan peningkatan
klinis kondisi pasien dan jumlah trombosit. Dalam sebuah studi terkontrol pada 10
32

pasien dengan gambaran klinis demam berdarah, peningkatan yang signifikan dalam
jumlah trombosit ditemukan setelah pemberian oral kalsium karbonat. Namun secara
umum, belum ada bukti kuat dari manfaat suplemen kalsium dalam dengue, peran
kalsium masih dalam studi lebih lanjut.14
2.8

Prognosis 18, 19, 27,28

Pada kasus EDS ditemukan prognosis nya lebih buruk dari demam dengue. Sehingga
prognosis sangat tergantung dari pengenalan dini dengan cara pemantauan cermat dan
tindakan cepat dan tepat.19
Pada ensefalopati dengue sebagian pasien akan pulih seperti semula,
sedangkan sisanya akan mengalami gejala sisa seperti kelemahan dan kejang.
Ensefalitis dengue yang disertai gejala neurologis membutuhkan waktu pemulihan
yang cukup lama. Kelemahan dapat terjadi pada pasien dengan kelumpuhan saraf. 19
Mortalitas ensefalopati dengue yang pernah dilaporkan di Denmark adalah
sebesar 22% dari jumlah keseluruhan pasien yang didiagnosis. 28 Sedangkan penelitian
yang dilakukan di Pakistan, di dapatkan sebanyak 20% kematian pasien yang
didiagnosis dengan ensefalopati dengue dan 5% kematian pasien dengan perdarahan
intaserebral.
Syok dan obesitas memiliki faktor resiko yang besar untuk terjadi gagal ginjal
akut. Pasien yang mampu bertahan dan tidak berlanjut ke gagal ginjal kronik, fungsi
ginjalnya akan kembali seperti semula setelah 1 bulan.27 Kasus Acute Kidney Injury
oleh karena EDS didapatkan sebesarkan 11,3% dan angka morbiditas (disfungsi
ginjal menetap) didapatkan sebesar 5%.30 Disimpulkan dari penelitian di Pakistan
33

bahwa, EDS merupakan penyebab kematian terbanyak

dari demam berdarah

dengue.29
Disfungsi miokard dapat terjadi pada pasien dengan dengue miokarditis,
sekitar 20% pasien mengalami penurunan ejeksi fraksi kuarang dari 50%., namun
kelainan ini dapat kembali normal dalam waktu beberapa minggu. Abnormalitas EKG
juga dilaporkan pada 44-75% pasien yang terinfeksi virus.3 Pada pasien DHF disertai
miokarditis harus berhati hati dalam pemberian cairan. Jika terjadi kelebihan cairan
akan mengakibatkan peningkatan angka mortalitas. 18

34

BAB III
KESIMPULAN

Dengue dengan manifestasi tidak biasa yang paling sering pada anak-anak adalah
kelainan neurologis berupa ensefalopati dengue, kelainan jantung berupa miokarditis
dengue, pendarahan gastrointestinal dan kelainan pada ginjal berupa Acute Kidney
Injury (AKI). Diagnosis dengue dengan manifestasi yang tidak biasa dapat dilakukan
dengan

pemeriksaan

hematologi,

MRI,

pemeriksaan

cairan

serebrospinal,

pemeriksaan biokimia jantung, dan fungsi ginjal. Data epidemiologi mengenai


Expanded Dengue Syndrome masih belum jelas.
Tatalaksana Expanded Dengue Syndrome yang meliputi ensefalopati dengue
dengan cara restriksi pemberian cairan, pencegahan udem otak, pencegahan
perdarahan serebral dan pemberian antibiotik. Pada kasus perdarahan masif,
dilakukan pemberian cairan pengganti. Pada kasus kelainan ginjal, dijaga agar
diuresis adekuat atau dengan kata lain mempertahankan keseimbangan cairan dan
mengatasi gangguan elektrolit dan asam basa. Pada kasus miokarditis dapat
ditatalaksana dengan pemberian obat inotropic seperti dopamine, dobutamin,
digoksin, IVIG dan kortikosteroid
Diharapkan dengan penatalaksanaan demam dengue atau demam berdarah
dengue yang tepat dapat mencegah komplikasi yang tidak biasa, komplikasi tidak
biasa tersebut timbul akibat diagnosis awal demam berdarah dengue yang terlambat
atau syok berkepanjangan yang tidak diatasi, tetapi pada Expanded Dengue Syndrome

35

dapat terjadi akibat syok yang berkepanjangan, Expanded Dengue Syndrom ini dapat
terjadi tanpa diawali dengan syok, yang berakibat pada morbiditas dan mortalitas
yang cukup tinggi sehingga diperlukan kewaspadaan yang tinggi terhadap masingmasing keadaan yang dapat timbul pada Expanded Dengue Syndrom.

DAFTAR PUSTAKA
.1
.2
.3
.4
.5

Kamath, SR and Ranjit, S. Clinical features, complications and atypical


manifestations of children with severe forms of dengue hemorrhagic fever in
South India. Indian Journal of Pediatrics vol 73. Pg 889-95. 2006
World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention and
control of dengue and dengue haemorrhagic fever: comprehensive guidelines.
New Delhi: WHO. Pg 9-17. 2014
Soegijanto, S dan Chilcia, E. Update management dengue shock syndrome in
pediatric cases. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease. Pg 9-22.
2013
Rahadinegoro, SR, Ismoedijanto M dan Alex C. Pedoman diagnosis dan tata
laksana infeksi virus dengue pada anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2014
Andra TJ.,et al. Dengue enchepalitis. University of the West Indies Jamaica.
Diunduh dari www.interchopen.com pada tanggal 4 September 2015.

36

.6

Sumamemo SP, Herry G, Sri RS, Hindra IS, editors. 2010. Edisi ke-2. Buku ajar
infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
.7 Shivanthan MC and rajapakse S. Dengue and calcium. 2014. Int J Crit Illn Inj
Sci.
2014;
4:
314316.
Diakses
dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4296335/
pada tanggal 8
september 2015
.8 Jackson ST,et al. Dengue Encephalitis. Diakses dari http://www.intechopen.com.
.9 Varatharaj, A. Encephalitis in the clinical spectrum of dengue infection. United
Kingdom; Neuropathology Group Oxford University; 2010; 585-591.
.10 Withana et al. Dengue fever presenting with acute cerebellitis : a case report.
BMC Research Notes 2014, 7:125
.11 Sanchez,et al. Cerebellar hemorrhage in a patient during the convalescent phase
of dengue fever. J Stroke. 2014 ;3 : 202204.Diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4200593/
pada 9 September
2015.
.12 Vasanthi N, et. al. Unusual presentation of dengue fever-cerebral venous
thrombosis. Journal of clinical and diagnostic research.2015;9:9-10. Diakses dari
http://www.jcdr.net. Pada tanggal 9 September 2015.
.13 Rachmadi et al. Nephropathy and ensephalopaty in an Indonesian patient with
dengue viral infection, international journal of integrated health science, 2013;
(1),49-52.
.14 Ing-Kit Lee, Wen-Huei Lee, Jien-Wei Liu, Kuender D.yang. Acute myocarditis in
dengue hemmoragic fever: a case report and review of cardiac complications in
dengue-affected patients. International Journal of Infectious Disease.2010.
.15 Talib SH,et.al. Expanded dengue syndrome : presenting as overt thyrotoxicosis
without stigmata of graves disease ( a case report ). IOSR Journal of Dental and
Medical Science ( IOSR-JDMS).2013;5:04-06. Diakses dari http://
www.iosrjournlas.org. Pada tanggal 9 September 2015.
.16 Assir MZK, Jawa A, and ahmed HI. Expanded dengue syndrome : subacute
thyroiditis and intracerebral hemorrhage . BMC Infectious Diseases. 2012;12:14. Diakses dari http://www.Biomedcentral.com pada 9 September 2015.
.17 Sohler MP, Rosadas C, Castro MJC. Neurological complications in dengue
infection: a review for clinical practice. Rio de Janiero. 2013: 71(9-B): 667-671.
.18 Varma C, Bhat RY. 2013. Meningitis as primary presentation of dengue infection.
Manipal, Karnataka, India. 2013; 3(1): 39.
.19 Tropical Medicine and Health Vol. 39 No. 4 Supplement, 2011. The Japanese
Society of Tropical Medicine.Review TMH Clinical Manifestations and
Management of Dengue/DHF/DSS.
.20 Lardo, S. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue dengan Penyulit. Sub SMF/
Devisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot
Subroto, Jakarta. Indonesia. CDK-208/vol.40 no 9,th. 2013.
.21 Feigin dan cherrys. Textbook of Pediatric Infectious Disease 6Th. Edition. 2010.
.22 Myung K. Park. Peiatric Cardiology For Practicioners 5Th Edition. 2009
.23 Premaratna R.et al, 2012. Repeated dengue Schock syndrome and dengue
myocarditis responding dramatically to a single dose of methyl prednisolone.
37

.24
.25
.26
.27
.28
.29
.30

Departement of medicine, Faculty of medicine, University of Kelaniya, Ragama,


Sri Langka
Hans Raj Pahadiya, et al.Atrial Fibrillation Due to Acute Myocarditis during
dengue haemorrhagic fever. Journal of Clinical and diagnosis Research. 2015
Sep, Vol 9(9): OL01-OL02
Saxena, Anita. Consesnsus review of Drug Therapy of Cardiac Diseases in
Children. All India Institute of Medical Sciences, New Delhi, India.2009.
Chen HS, et al. Corticosteroids for viral myocarditis. The Cochrane
Collaboration Published by JohnWiley & Sons, Ltd.2013
Kamolwish Laoprasopwaltana.2013. The Journal of Pediatric. Outcome of
Dengue Hemorrhagic Fever Caused Acute Kidney Injury in Thai Children
CAM, B.V et al, Prospective case-control study of encephalopathy in children
with Dengue hemorrhagic fever, Am. J. Trop. Med. Hyg., 65(6), 2011, pp. 848
851.
Assir, et al. Deaths due to dengue fever at a tertiary care hospital in Lahore
Pakistan. Scandinavian Journal of Infectious Disease. Pakistan. 2014
Assir, et al. Acute Kidney Injury in dengue virus infection. Clin Kidney Journal.
Pakistan. 2012.

38

Anda mungkin juga menyukai